Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH FIQIH

Dosen Pengampu : Rosiana, M.Ag

“IBADAH QURBAN”

DISUSUN OLEH :

HAIRUL ASAN (02170215049)

PRODI D-III MANAJEMEN PERUSAHAAN


FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
2022

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Alhamdulillah. Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas segala rahmat dan
hidayah-Nya. Segala pujian hanya layak kita haturkan kepada Allah SWT. Tuhan
serusekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta petunjuk-Nya yang
sungguh tiada terkira besarnya, Tak lupa shalawat serta salam semoga
dilimpahkan kepada junjungankita Nabi Besar Muhammad SAW yang telah
membawa kita dari alam kegelapan ke alam yang terang benderang, dari alam
jahiliyah menuju ke alam yang penuh berkah ini.Selanjutnya kami mengucapkan
terima kasih kepada Ibu Rosiana, M.Ag. selaku Dosen Pengampu fiqih dan saya
juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan
bantuannya berupa materi maupun non materi, karena tanpa bantuan pihak-pihak
tersebut saya tidak mungkin dapat menyelesaikan makalah ini.
Selain itu, saya pun mengucapkan terima kasih kepada para penulis yang
saya kutip tulisannya sebagai bahan rujukan penyusunan makalah ini sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Ibadah Qurban” Mata
Kuliah “Fiqih” Berkat dukungan mereka semua kesuksesan ini dimulai, dan
semoga semua ini bisa memberikan sebuah nilai kebahagiaan dan menjadi bahan
tuntunan kearah yang lebih baik lagi.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
agarma kalah ini dapat menjadi lebih baik lagi. Akhir kata, penulis mengharapkan
agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca khususnya buat saya sebagai
penyusun. Aminya Robbal alamin.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

PEKANBARU, 03 April 2022

Hairul Asan

2
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR...........................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................4
A. Latar Belakang.....................................................................................4
B. Rumusan Masalah................................................................................4
C. Tujuan Penulisan.................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................6
A. Pengertian Qurban................................................................................6
B. Dasar Hukum Qurban...........................................................................6
C. Keutamaan Qurban dan Dalil tentang Qurban……………………...8
1. Al-Quran
2. Al-Hadist
D. Waktu Pelaksanaan Qurban.................................................................10
E. Ketentuan dan Syarat Hewan Qurban..................................................13
F. Tata Cara Penyembelihan Hewan Qurban...........................................14
BAB III PENUTUP..............................................................................................16
A. Kesimpulan .........................................................................................16
B. Saran ...................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................17

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perintah berqurban diwahyukan Allah SWT kepada Nabi Muhammad
SAW dan untuk seluruh umat islam berlaku sampai akhir zaman, perintah
berqurban mulai pada tahun kedua hijrah bersamaan dengan perintah mengerjakan
shalat sunnat dua hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha).
Hari raya Idul Adha erat kaitannya dengan pelaksanaan ibadah kurban dan
ibadah haji. Dalam rangkaian ibadah tersebut erat kaitannya dengan nabi Ibrahim
as. Nabi Ibrahim adalah seorang nabi yang memiliki posisi mulia dalam agama
Samawi. Qurban yang disyari’at pada umat Nabi Muhammad SAW. Ini untuk
mengingatkan kembali nikmat Allah SWT kepada Nabi Ibrahim as, karena taat
dan patuhnya kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa dan untuk bertaqarrub
(mendekatkan diri) kepada Allah. Perintah tersebut kemudian dilaksanakan oleh
Rasulullah saw. dan beliau selalu berqurban selama sepuluh tahun, hingga beliau
meninggalkan dunia.
Ibadah berqurban adalah antara amalan mulia dan penting dalam Islam
karena amat besar fadhilatnya, tetapi sayangnya masih banyak orang yang samar-
samar atau kabur kefahaman menerka mengenainya, sehingga ada yang
memandang ringan walaupun mempunyai kemampuan tetapi tidak mahu
melakukan penyembelihan qurban ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian Berqurban?
2. Apakah hukum Berqurban?
3. Apakah keutamaan Berqurban dan Dalil tentang Berqurban ?
4. Kapan Waktu Pelaksanaan dalam Berqurban ?
5. Seperti apa Ketentuan dan Syarat Hewan dalam Berqurban ?
6. Bagaimana Tata cara Penyembelihan Hewan Berqurban ?

4
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian Berqurban
2. Mengetahui hukum Berqurban
3. Mengetahui keutamaan Berqurban dan Dalil tentang Berqurban
4. Mengetahui Kapan waktu pelaksanaan Berqurban
5. Mengetahui Ketentuan dan Syarat Hewan dalam Berqurban
6. Mengetahui Bagaimana Tata cara Penyembelihan Hewan Berqurban

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Qurban
Kata kurban atau korban, berasal dari bahasa Arab qurban, diambil dari
kata :qaruba (fi’il madhi) – yaqrabu (fi’il mudhari’) – qurban wa qurbaanan
(mashdar).Artinya, mendekati atau menghampiri (Matdawam, 1984).
Menurut istilah, qurban adalah segala sesuatu yang digunakan untuk
mendekatkan diri kepada Allah baik berupa hewan sembelihan maupun yang
lainnya (Ibrahim Aniset.al, 1972).
Dalam bahasa Arab, hewan kurban disebut juga dengan istilah udh-hiyah
atau adhdhahiyah dengan bentuk jamaknya al adhaahi. Kata ini diambil dari kata
dhuha, yaitu waktu matahari mulai tegak yang disyariatkan untuk melakukan
penyembelihan kurban, yakni kira-kira pukul 07.00 – 10.00 (Ash Shan’ani,
Subulus Salam IV/89).
Udh-hiyah adalah hewan kurban (unta, sapi, dan kambing) yang
disembelih pada hari raya Qurban dan hari-hari tasyriq sebagai taqarrub
(pendekatan diri) kepada Allah (Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah XIII/155; Al Jabari,
1994).

B. Hukum Dasar Qurban


Qurban hukumnya sunnah, tidak wajib. Imam Malik, Asy Syafi’i, Abu
Yusuf, Ishak bin Rahawaih, Ibnul Mundzir, Ibnu Hazm dan lainnya berkata,
“Qurban itu hukumnya Sunnah bagi orang yang mampu (kaya), bukan wajib, baik
orang itu berada di kampong halamannya (muqim), dalam perjalanan (musafir),
maupun dalam mengerjakan haji.” (Matdawam, 1984)
Sebagian mujtahidin –seperti Abu Hanifah, Al Laits, Al Auza’i, dan
sebagian pengikut Imam Malik— mengatakan qurban hukumnya wajib. Tapi
pendapat ini dhaif (lemah) (Matdawam, 1984).
Ukuran “mampu” berqurban, hakikatnya sama dengan ukuran kemampuan

6
shadaqah, yaitu mempunyai kelebihan harta (uang) setelah terpenuhinya
kebutuhan pokok ( al hajat al asasiyah) –yaitu sandang, pangan, dan papan– dan
kebutuhan penyempurna (al hajat al kamaliyah) yang lazim bagi seseorang. Jika
seseorang masih membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
tersebut, maka dia terbebas dari menjalankan sunnah qurban (Al Jabari, 1994).
Dasar kesunnahan qurban antara lain, firman Allah SWT :
 “Maka dirikan (kerjakan) shalat karena Tuhanmu, dan berqurbanlah. ”
(TQS Al-Kautsar : 2)
 “Aku diperintahkan (diwajibkan) untuk menyembelih qurban, sedang
qurban itu bagi kamu adalah sunnah.” (HR. At Tirmidzi)
 “Telah diwajibkan atasku (Nabi SAW) qurban dan ia tidak wajib atas
kalian.” (HR. Ad Daruquthni)
Dua hadits di atas merupakan qarinah (indikasi/petunjuk) bahwa qurban adalah
sunnah. Firman Allah SWT yang berbunyi “wanhar” (dan berqurbanlah kamu)
dalam surat Al Kautas ayat 2 adalah tuntutan untuk melakukan qurban (thalabul
fi’li). Sedang hadits At Tirmidzi, “umirtu bi an nahri wa huwa sunnatun lakum ”
(aku diperintahkan untuk menyembelih qurban, sedang qurban itu bagi kamu
adalah sunnah), juga hadits Ad Daruquthni ” kutiba ‘alayya an nahru wa laysa
biwaajibin ‘alaykum” (telah diwajibkan atasku qurban dan ia tidak wajib atas
kalian); merupakan qarinah bahwa thalabul fi’li yang ada tidak bersifat jazim
(keharusan), tetapi bersifat ghairu jazim (bukan keharusan).
Jadi, qurban itu sunnah, tidak wajib. Namun benar, qurban adalah wajib atas Nabi
SAW,dan itu adalah salah satu khususiyat beliau (lihat Rifa’i et.al., Terjemah
Khulashah Kifayatul Akhyar, hal. 422).
Orang yang mampu berqurban tapi tidak berqurban, hukumnya makruh.
Sabda Nabi SAW :
“Barangsiapa yang mempunyai kemampuan tetapi ia tidak berqurban,
maka janganlah sekali-kali ia menghampiri tempat shalat kami.” (HR. Ahmad,
Ibnu Majah, dan Al Hakim, dari Abu Hurairah RA. Menurut Imam Al Hakim,
hadits ini shahih. Lihat Subulus Salam IV/91)

7
Perkataan Nabi “fa laa yaqrabanna musholaanaa” (janganlah sekali-kali ia
menghampiri tempat shalat kami) adalah suatu celaan (dzamm), yaitu tidak
layaknya seseorang –yang tak berqurban padahal mampu– untuk mendekati
tempat sholat Idul Adh-ha. Namun ini bukan celaan yang sangat/berat (dzamm
syanii’ ) seperti halnya predikat fahisyah (keji), atau min ‘amalisy syaithan
(termasuk perbuatan syetan), atau miitatan jaahiliyatan (mati jahiliyah) dan
sebagainya. Lagi pula meninggalkan sholat Idul Adh-ha tidaklah berdosa, sebab
hukumnya sunnah, tidak wajib. Maka, celaan tersebut mengandung hukum
makruh, bukan haram (lihat ‘Atha` ibn Khalil, Taysir Al Wushul Ila Al Ushul,
hal. 24; Al Jabari, 1994).
Namun hukum qurban dapat menjadi wajib, jika menjadi nadzar
seseorang, sebab memenuhi nadzar adalah wajib sesuai hadits Nabi SAW :
“Barangsiapa yang bernadzar untuk ketaatan (bukan maksiat) kepada
Allah, maka hendaklah ia melaksanakannya. ” (lihat Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah
XIII/157).
Qurban juga menjadi wajib, jika seseorang (ketika membeli kambing,
misalnya) berkata,”Ini milik Allah, ” atau “Ini binatang qurban.” (Sayyid Sabiq,
1987; Al Jabari,1994).

C. Keutamaan Qurban dan Dalil tentng Qurban


1. Al-Quran
Syariat Berqurban / Udhhiyah
Firman Allah dalam Al-Quran, surat Al An’am ayat 162-163 :
“Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya dan
demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang
pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)” (QS Al-An’am: 162-163)
a. Al-Kautsar: 1-2
“Sesungguhnya Kami telah memberikan karunia sangat banyak kepadamu,
maka sholatlah untuk Tuhanmu dan sembelihlah kurban.”
b. Al-Qur’an S. Al-Hajj: 37

8
”Daging-daging kurban dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai
(keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat
mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu
supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu.
dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.
c. Qurban Nabi Ismail
Surat Ash-Shaffat Ayat 102
“ Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-
sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku Sesungguhnya aku melihat
dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa
pendapatmu!” ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk
orang-orang yang sabar”.
d. Qurban Disyari’atkan Kepada Setiap Umat
Surat Al-Hajj Ayat 34
“ dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban),
supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah
direzkikan Allah kepada mereka, Maka Tuhanmu ialah Tuhan yang Maha
Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. dan berilah kabar
gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).
2. Al-Hadist
a. Hadits dari Anas bin Malik,
”Biasanya Nabi biasanya berkurban dengan dua ekor kambing kibas putih
yang bagus dan bertanduk. Beliau menyebut nama Allah dan bertakbir,
dan beliau meletakkan kakinya di samping binatang itu.” Dalam suatu
lafadz: ”beliau menyembelih dengan tangan beliau sendiri.” Dalam suatu
lafadz: ”dua ekor kambing gemuk.” Menurut Abu Awanah: ”dua ekor
kambing yang mahal.” dengan menggunakan huruf tsa, bukan siin. Dalam
lafadz Muslim: ”Beliau membaca Bismillaahi walloohu akbar.”

9
b. Siapa yang mendapati dirinya dalam keadaan lapang, lalu ia tidak
berkurban, maka janganlah ia mendekati tempat salat Ied kami.”
HR.Ahmad dan ibn Majah.
c. Hadits Zaid ibn Arqam, ia berkata atau mereka berkata: “Wahai Rasulullah
SAW, apakah kurban itu?” Rasulullah menjawab: “Kurban adalah
sunahnya bapak kalian, Nabi Ibrahim.” Mereka menjawab: “Apa
keutamaan yang kami akan peroleh dengan kurban itu?” Rasulullah
menjawab: “Setiap satu helai rambutnya adalah satu kebaikan.” Mereka
menjawab: “Kalau bulu-bulunya?” Rasulullah menjawab: “Setiap satu
helai bulunya juga satu kebaikan.” HR. Ahmad dan ibn Majah
d. “Jika masuk tanggal 10 Dzul Hijjah dan ada salah seorang di antara kalian
yang ingin berkurban, maka hendaklah ia tidak cukur atau memotong
kukunya.” HR. Muslim
e. Hadist dari Aisyah.
”Beliau pernah memerintahkan untuk dibawakan dua ekor kambing kibas
bertanduk yang kaki, perut dan sekitar matanya berwarna hitam. Maka
dibawakanlah kambing tersebut kepada beliau untuk dijadikan kurban.
Beliaupun berkata kepada Aisyah, ’Wahai Aisyah, ambilkan pisau.’
Kemudian beliau mengambilnya, membaringkannya dan menyembelihnya
seraya berdoa: ’Bismillaah, alloohumma taqobbal min muhammadin
wa’aali muhammad, wa min ummati muhammad.”
f. “Kami berkurban bersama Nabi SAW di Hudaibiyah, satu unta untuk
tujuh orang, satu sapi untuk tujuh orang. “ HR. Muslim, Abu Daud,
Tirmidzi.

D. Waktu Pelaksanaan Qurban


1. Waktu
Qurban dilaksanakan setelah sholat Idul Adh-ha tanggal 10 Zulhijjah,
hingga akhir hari Tasyriq (sebelum maghrib), yaitu tanggal 13 Zulhijjah.
Qurban tidak sah bila disembelih sebelum sholat Idul Adh-ha. Sabda Nabi
SAW : “Barangsiapa menyembelih qurban sebelum sholat Idul Adh-ha (10

10
Zulhijjah) maka sesungguhnya ia menyembelih untuk dirinya sendiri. Dan
barangsiapa menyembelih qurban sesudah sholat Idul Adh-ha dan dua
khutbahnya, maka sesungguhnya ia telah menyempurnakan ibadahnya
(berqurban) dan telah sesuai dengan sunnah (ketentuan) Islam.” (HR. Bukhari)
Sabda Nabi SAW :
“Semua hari tasyriq (tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijjah) adalah waktu untuk
menyembelih qurban.” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban) Menyembelih qurban
sebaiknya pada siang hari, bukan malam hari pada tanggal-tanggal yang telah
ditentukan itu. Menyembelih pada malam hari hukumnya sah, tetapi makruh.
Demikianlah pendapat para imam seperti Imam Abu Hanifah, Asy Syafi’i,
Ahmad, Abu Tsaur, dan jumhur ulama (Matdawam, 1984)
Perlu dipahami, bahwa penentuan tanggal 10 Zulhijjah adalah berdasarkan
ru`yat yang dilakukan oleh Amir (penguasa) Makkah, sesuai hadits Nabi SAW
dari sahabat Husain bin Harits Al Jadali RA (HR. Abu Dawud, Sunan Abu
Dawud hadits no.1991). Jadi, penetapan 10 Zulhijjah tidak menurut hisab
yang bersifat lokal (Indonesia saja misalnya), tetapi mengikuti ketentuan dari
Makkah. Patokannya, adalah waktu para jamaah haji melakukan wukuf di
Padang Arafah (9 Zulhijjah), maka keesokan harinya berarti 10 Zulhijjah bagi
kaum muslimin di seluruh dunia.
 Awal waktu
Waktu untuk menyembelih kurban bisa di 'awal waktu' yaitu setelah salat
Id langsung dan tidak menunggu hingga selesai khutbah. Bila di sebuah
tempat tidak terdapat pelaksanaan salat Id, maka waktunya diperkirakan
dengan ukuran salat Id. Dan barangsiapa yang menyembelih sebelum
waktunya maka tidak sah dan wajib menggantinya.
 Akhir waktu
Waktu penyembelihan hewan kurban adalah 4 hari, hari Iedul Adha dan
tiga hari sesudahnya. Waktu penyembelihannya berakhir dengan
tenggelamnya matahari di hari keempat yaitu tanggal 13 Dzulhijjah. Ini adalah
pendapat ‘Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan Al-Bashri (imam penduduk Bashrah),
‘Atha` bin Abi Rabah (imam penduduk Makkah), Al-Auza’i (imam penduduk

11
Syam), dan Asy-Syafi'i (imam fuqahaahli hadits). Pendapat ini dipilih oleh
Ibnul Mundzir, Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma’ad (2/319), Ibnu Taimiyah, Al-
Lajnah Ad-Da`imah (11/406, no. fatwa 8790), dan Ibnu Utsaimin dalam Asy-
Syarhul Mumti’ (3/411-412).
Alasannya disebutkan oleh Ibnul Qayyim sebagai berikut: 1. Hari-hari
tersebut adalah hari-hari Mina. 2. Hari-hari tersebut adalah hari-hari tasyriq. 3.
Hari-hari tersebut adalah hari-hari melempar jumrah. 4. Hari-hari tersebut
adalah hari-hari yang diharamkan puasa padanya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ٍ ْ‫َأيَّا ُم التَّشْ ريْ ق َأيَّا ُم َأ ْك ٍل َو ُشر‬
‫ب َو ذ ْك ٍرلِل تَ َعالَى‬
“Hari-hari tasyriq adalah hari-hari makan, minum, dan dzikir kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala.” Adapun hadits Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif
radhiyallahu‘anhu, dia berkata:
ْ ِ‫ َد ْال‬nnnْ‫ذبَ ُحهَا بَع‬nnn
‫ َر ذي ا ل ح َّج‬nnn‫ َحى آ خ‬nnn‫ض‬ ْ َ‫ا فَي‬nnnَ‫ُس ِّمنُه‬
َ ‫ ُدهُ ُم ْالُِضْ حيَّةَ فَي‬nnn‫وْ نَ يَشْ ري َأ َح‬nnn‫انَ ْال ُمسْ ل ُم‬nnn‫َك‬
‫“ة‬Dahulu kaum muslimin, salah seorang mereka membeli hewan kurban lalu
dia gemukkan kemudian dia sembelih setelah Iedul Adha di akhir bulan
Dzulhijjah.” (HR.Al-Baihaqi, 9/298) Al-Imam Ahmad rahimahullahu
mengingkari hadits ini dan berkata:“Hadits ini aneh.” Demikian yang dinukil
oleh Ibnu Qudamah dalam Syarhul Kabir (5/193). Wallahu a’lam.
 Menyembelih di waktu siang atau malam?
Tidak ada khilafiah di kalangan ulama tentang kebolehan menyembelih
kurban di waktu pagi, siang, atau sore, berdasarkan firman Allah Subhanahu
ٍ ‫“ َويَ ْذ ُكرُوا ا ْس َم هللا ف ي َأي ٍَّام َم ْعلُوْ َما‬Dan supaya mereka menyebut nama
wa Ta'ala: ‫ت‬
Allah pada hari yang telah ditentukan.” (Al-Hajj: 28)
Mereka hanya berbeda pendapat tentang menyembelih kurban di malam
hari.Yang rajih adalah diperbolehkan, karena tidak ada dalil khusus yang
melarangnya. Ini adalah tarjih Ibnu Utsaimin dalam Asy-Syarhul Mumti’
(3/413) dan fatwa Al-Lajnah Ad-Da`imah (11/395, no. fatwa 9525). Yang
dimakruhkan adalah tindakan-tindakan yang mengurangi sisi keafdhalannya,
seperti kurang terkoordinasi pembagian dagingnya, dagingnya kurang segar,
atau tidak dibagikan sama sekali. Adapun penyembelihannya tidak mengapa.

12
Adapun ayat di atas (yang hanya menyebut hari-hari dan tidak
menyebutkan malam), tidaklah menunjukkan persyaratan, namun hanya
menunjukkan keafdhalan saja.
Adapun hadits yang diriwayatkan Ath-Thabrani dalam Al-Kabir dari Ibnu
‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma dengan lafadz:
‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ه َو َسلَّ َم َع ن ال َذبْح ب اللَّ ْي ل‬
َ ُّ‫نَهَى النَّب ي‬
“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang menyembelih di malam
hari.” Al-Haitsami rahimahullahu dalam Al-Majma’ (4/23) menyatakan:
“Pada sanadnya ada Salman bin Abi Salamah Al-Janabizi, dia matruk.”
Sehingga hadits ini dha’if jiddan (lemah sekali). Wallahu a’lam. (lihat Asy-
Syarhul Kabir, 5/194)
2. Tempat
Diutamakan, tempat penyembelihan qurban adalah di dekat tempat sholat
Idul Adh-ha dimana kita sholat (misalnya lapangan atau masjid), sebab
Rasulullah SAW berbuat demikian (HR. Bukhari). Tetapi itu tidak wajib,
karena Rasulullah juga mengizinkan penyembelihan di rumah sendiri (HR.
Muslim). Sahabat Abdullah bin Umar RA menyembelih qurban di manhar,
yaitu pejagalan atau rumah pemotongan hewan (Abdurrahman, 1990).

E. Ketentuan dan Syarat Hewan Qurban


1. Jenis Hewan
Hewan yang boleh dijadikan qurban adalah : unta, sapi, dan kambing (atau
domba). Selain tiga hewan tersebut, misalnya ayam, itik, dan ikan, tidak boleh
dijadikamn qurban (Sayyid Sabiq, 1987; Al Jabari, 1994). Allah SWT berfirman :
“…supaya mereka menyebut nama Allah terhadap hewan ternak (bahimatul
an’am) yang telah direzekikan Allah kepada mereka.” (TQS Al Hajj : 34)
Dalam bahasa Arab, kata bahimatul an’aam (binatang ternak) hanya mencakup
unta, sapi, dan kambing, bukan yang lain (Al Jabari, 1994). Prof. Mahmud Yunus
dalam kitabnya Al Fiqh Al Wadhih III/3 membolehkan berkurban dengan kerbau
( jamus), sebab disamakan dengan sapi.
2. Jenis Kelamin

13
Dalam berqurban boleh menyembelih hewan jantan atau betina, tidak ada
perbedaan, sesuai hadits-hadits Nabi SAW yang bersifat umum mencakup
kebolehan berqurban dengan jenis jantan dan betina, dan tidak melarang salah
satu jenis kelamin (Sayyid Sabiq, 1987; Abdurrahman, 1990)
“Anak laki-laki hendaklah diaqiqahi dengan 2 kambing, sedangkan anak
perempuan dengan 1 kambing.Tidak mengapa bagi kalian memilih yang jantan
atau betina dari kambing tersebut.” (HR. An Nasai no. 4222 dan Abu Daud no.
2835. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan)
3. Umur
Sesuai hadits-hadits Nabi SAW, dianggap mencukupi, berqurban dengan
kambing/domba berumur satu tahun masuk tahun kedua, sapi (atau kerbau)
berumur dua tahun masuk tahun ketiga, dan unta berumur lima tahun (Sayyid
Sabiq, 1987; Mahmud Yunus, 1936).
4. Kondisi
Hewan yang dikurbankan haruslah mulus, sehat, dan bagus. Tidak boleh
ada cacat atau cedera pada tubuhnya. Sudah dimaklumi, qurban adalah taqarrub
kepada Allah. Maka usahakan hewannya berkualitas prima dan top, bukan
kualitas sembarangan (Rifa’i et.al , 1978)

F. Tata Cara Penyembelihan Hewan Qurban


Teknis penyembelihan adalah sebagai berikut :
 Hewan yang akan dikurbankan dibaringkan ke sebelah rusuknya yang kiri
dengan posisi mukanya menghadap ke arah kiblat, diiringi dengan membaca
doa ”Robbanaa taqabbal minnaa innaka antas samii’ul ‘aliim.” (Artinya : Ya
Tuhan kami, terimalah kiranya qurban kami ini, sesungguhnya Engkau
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.)
 Penyembelih meletakkan kakinya yang sebelah di atas leher hewan, agar
hewan itu tidak menggerak-gerakkan kepalanya atau meronta.
 Penyembelih melakukan penyembelihan, sambil membaca : “Bismillaahi
Allaahuakbar.” (Artinya : Dengan nama Allah, Allah Maha Besar). (Dapat

14
pula ditambah bacaan shalawat atas Nabi SAW. Para penonton pun dapat
turut memeriahkan dengan gema takbir “Allahu akbar!”)
 Kemudian penyembelih membaca doa kabul (doa supaya qurban diterima
Allah) yaitu : “Allahumma minka wa ilayka. Allahumma taqabbal min ….”
(sebut nama orang yang berkurban). (Artinya : Ya Allah, ini adalah dari-Mu
dan akan kembali kepada-Mu. Ya Allah, terimalah dari….) (Ad Dimasyqi,
1993; Matdawam, 1984;Rifa’i et.al., 1978; Rasjid, 1990)

BAB III
PENUTUP

15
A. Kesimpulan
Kami ingin menutup risalah sederhana ini, dengan sebuah amanah penting,
hendaklah orang yang berqurban melaksanakan qurban karena Allah semata. Jadi
niatnya haruslah ikhlas lillahi ta’ala, yang lahir dari ketaqwaan yang mendalam
dalam dada kita.
Bukan berqurban karena riya` agar dipuji-puji sebagai orang kaya, orang
dermawan, atau politisi yang peduli rakyat, dan sebagainya. Sesungguhnya yang
sampai kepada Allah SWT adalah taqwa kita, bukan daging dan darah qurban
kita. Allah SWT berfirman :
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai
(keridhaan) Allah, tetapi ketaqwaan daripada kamulah yang mencapainya. ” (TQS
Al-Hajj : 37)

B. Saran
Orang yang berkurban harus mampu menyediakan hewan sembelihan dengan
cara halal tanpa berutang, Kurban hendaknya binatang ternak, seperti unta, sapi,
kambing, atau biri-biri, serta Binatang yang akan disembelih tidak memiliki cacat,
tidak buta, tidak pincang,tidak sakit, dan kuping serta ekor harus utuh dan lain
lain.
Dari beberapa uraian diatas jelas banyaklah kesalahan serta kekeliruan, baik
disengajamaupun tidak, dari itu kami harapkan kritik dan sarannya untuk
memperbaiki segala keterbatasan yang kami punya, sebab manusia adalah
tempatnya salah dan lupa.

DAFTAR PUSTAKA

16
https://id.wikipedia.org/wiki/Kurban_(Islam)
https://news.detik.com/berita/d-5106455/apa-arti-qurban-dalam-raya-idul-adha-ini-
hukum-dan-ketentuannya
https://www.amalqurban.com/pengertian-qurban-secara-lengkap-dengan-
penjelasannya/
http://digilib.uinsby.ac.id/930/4/Bab%201.pdf
http://repository.radenintan.ac.id/2951/1/SKRIPSI_FIX.pdf
https://satriasaep.blogspot.com/2015/10/makalah-tentang-qurban-dan-aqiqah.html
http://makalah2107.blogspot.com/2016/10/makalah-qurban.html

17

Anda mungkin juga menyukai