Anda di halaman 1dari 7

HUKUM DAN DALIL AQIQAH

Akikah (bahasa Arab: ‫عقيقة‬, transliterasi: Aqiqah) adalah pengurbanan hewan dalam syariat Islam, sebagai bentuk rasa syukur umat Islam
terhadap Allah SWT. mengenai bayi yang dilahirkan.[1] Hukum akikah menurut pendapat yang paling kuat adalah sunah muakadah, dan ini
adalah pendapat jumhur ulama menurut hadis . Kemudian ada ulama yang menjelaskan bahwa akikah sebagai penebus adalah artinya akikah itu
akan menjadikan terlepasnya kekangan jin yang mengiringi semua bayi sejak lahir.

Definisi akikah

Akikah berarti menyembelih kambing pada hari ketujuh kelahiran seseorang anak. Menurut bahasa, akikah berarti pemotongan.[5] Hukumnya
sunah muakadah bagi mereka yang mampu, bahkan sebagian ulama menyatakan wajib.

Syariat akikah

Di Indonesia, hewan Akikah yang disembelih biasanya kambing atau domba.

Imam Ahmad dan Tirmidzi meriwayatkan dari Ummu Karaz Al Ka’biyah bahwa ia bertanya kepada rasulullah tentang akikah. Dia bersabda,
“Bagi anak laki-laki disembelihkan dua ekor kambing dan bagi anak perempuan disembelihkan satu ekor, dan tidak akan membahayakan kamu
sekalian, apakah (sembelihan itu) jantan atau betina.”
Bisa disimpulkan bahwa jika seseorang berkemampuan untuk menyembelih 2 ekor kambing bagi akikah anak laki-lakinya, maka sebaiknya ia
melakukannya, tetapi jika tidak mampu maka 1 ekor kambing untuk akikah anak laki-lakinya juga diperbolehkan dan mendapat pahala.

Kata akikah berasal dari bahasa Arab. Secara etimologi, ia berarti 'memutus'. 'Aqqa wilidayhi, artinya jika ia memutus (tali silaturahmi)
keduanya. Dalam istilah, akikah berarti "menyembelih kambing pada hari ketujuh (dari kelahiran seorang bayi) sebagai ungkapan rasa syukur
atas rahmat Allah SWT berupa kelahiran seorang anak".

Akikah merupakan salah satu hal yang disyariatkan dalam agama Islam. Dalil-dalil yang menyatakan hal ini, di antaranya, adalah hadis
Rasulullah ‫ﷺ‬, "Setiap anak tertuntut dengan akikahnya?" Ada hadis lain yang menyatakan, "Anak laki-laki (akikahnya dengan 2
kambing) sedang anak perempuan (akikahnya) dengan 1 ekor kambing?" Status hukum akikah adalah sunah. Hal tersebut sesuai dengan
pandangan mayoritas ulama, seperti Imam Syafi'i, Imam Ahmad dan Imam Malik, dengan berdasarkan dalil di atas. Para ulama itu tidak
sependapat dengan yang mengatakan wajib, dengan menyatakan bahwa seandainya akikah wajib, maka kewajiban tersebut menjadi suatu hal
yang sangat diketahui oleh agama, dan seandainya akikah wajib, maka rasulullah ‫ ﷺ‬juga pasti telah menerangkan akan kewajiban
tersebut.

Beberapa ulama seperti Imam Hasan Al-Bashri, juga Imam Laits, berpendapat bahwa hukum akikah adalah wajib. Pendapat ini berdasarkan atas
salah satu hadis di atas, Kullu ghulamin murtahanun bi aqiqatihi (setiap anak tertuntut dengan akikahnya), mereka berpendapat bahwa hadis ini
menunjukkan dalil wajibnya akikah dan menafsirkan hadis ini bahwa seorang anak tertahan syafaatnya bagi orang tuanya hingga ia diakikahi.
Ada juga sebagian ulama yang mengingkari disyariatkannya (masyri'iyyat) akikah, tetapi pendapat ini tidak berdasar sama sekali. Dengan
demikian, pendapat mayoritas ulama lebih utama untuk diterima karena dalil-dalilnya, bahwa akikah adalah sunah.

Bagi seorang ayah yang mampu hendaknya menghidupkan sunah ini hingga ia mendapat pahala. Dengan syariat ini, ia dapat berpartisipasi
dalam menyebarkan rasa cinta di masyarakat dengan mengundang para tetangga dalam walimah akikah tersebut.

Mengenai kapan akikah dilaksanakan, rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, "Seorang anak tertahan hingga ia diakikahi, (yaitu) yang disembelih
pada hari ketujuh dari kelahirannya dan diberi nama pada waktu itu?". Hadis ini menerangkan bahwa akikah mendapatkan kesunahan jika
disembelih pada hari ketujuh. Sayyidah Aisyah ra dan Imam Ahmad berpendapat bahwa akikah bisa disembelih pada hari ketujuh, atau hari
keempat belas ataupun hari keduapuluh satu. Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa sembelihan akikah pada hari ketujuh hanya sekadar
sunah, jika akikah disembelih pada hari keempat, atau kedelapan ataupun kesepuluh ataupun sesudahnya maka hal itu dibolehkan.

Menurut hemat penulis, jika seorang ayah mampu untuk menyembelih akikah pada hari ketujuh, maka sebaiknya ia menyembelihnya pada hari
tersebut. Namun, jika ia tidak mampu pada hari tersebut, maka boleh baginya untuk menyembelihnya pada waktu kapan saja. Akikah anak laki-
laki berbeda dengan akikah anak perempuan. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama, sesuai hadis yang telah kami sampaikan di atas.
Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa akikah anak laki-laki sama dengan akikah anak perempuan, yaitu sama-sama 1 ekor kambing.
Pendapat ini berdasarkan riwayat bahwa rasulullah ‫ ﷺ‬mengaqikahi Hasan dengan 1 ekor kambing, dan Husein (keduanya adalah
cucu) dengan 1 ekor kambing.

Bisa disimpulkan bahwa jika seseorang berkemampuan untuk menyembelih 2 ekor kambing bagi akikah anak laki-lakinya, maka sebaiknya ia
melakukannya, tetapi jika tidak mampu maka 1 ekor kambing untuk akikah anak laki-lakinya juga diperbolehkan dan mendapat pahala.

Mungkin akan timbul pertanyaan, mengapa agama Islam membedakan antara akikah anak laki-laki dan anak perempuan, maka jawabannya
adalah bahwa seorang muslim, ia berserah diri sepenuhnya pada perintah Allah SWT, meskipun ia tidak tahu hikmah akan perintah tersebut,
karena akal manusia terbatas. Barangkali juga bisa diambil hikmahnya yaitu untuk memperlihatkan kelebihan seorang laki-laki dari segi
kekuatan jasmani, juga dari segi kepemimpinannya (qawwamah) dalam suatu rumah tangga.

Dalam penyembelihan akikah, banyak hal yang perlu diperhatikan, di antaranya, sebaiknya tidak mematahkan tulang dari sembelihan akikah
tersebut, dengan hikmah tafa'ul (berharap) akan keselamatan tubuh dan anggota badan anak tersebut. Akikah sah jika memenuhi syarat seperti
syarat hewan kurban, yaitu tidak cacat dan memasuki usia yang telah disyaratkan oleh agama Islam. Seperti dalam definisi tersebut di atas,
bahwa akikah adalah menyembelih kambing pada hari ketujuh semenjak kelahiran seorang anak, sebagai rasa syukur kepada Allah. Tetapi boleh
juga mengganti kambing dengan unta ataupun sapi dengan syarat unta atau sapi tersebut hanya untuk satu anak saja, tidak seperti kurban yang
mana dibolehkan untuk 7 orang. Tetapi, sebagian ulama berpendapat bahwa akikah hanya boleh dengan menggunakan kambing saja, sesuai
dalil-dalil yang datang dari Rasulullah ‫ﷺ‬.

Ada perbedaan lain antara akikah dengan kurban, kalau daging kurban dibagi-bagikan dalam keadaan mentah, sedangkan akikah dibagi-bagikan
dalam keadaan matang. Hikmah syariat akikah yakni dengan akikah, timbullah rasa kasih sayang di masyarakat karena mereka berkumpul dalam
satu walimah sebagai tanda rasa syukur kepada Allah SWT. Dengan akikah pula, berarti bebaslah tali belenggu yang menghalangi seorang anak
untuk memberikan syafaat pada orang tuanya, dan lebih dari itu semua, bahwasanya akikah adalah menjalankan syiar Islam.

Hikmah akikah

Menurut Drs. Zaki Ahmad dalam bukunya "Kiat Membina Anak Sholeh" disebutkan manfaat-manfaat yang akan didapat dengan berakikah, di
antaranya

1. Membebaskan anak dari ketergadaian


2. Pembelaan orang tua pada hari kemudian
3. Menghindarkan anak dari musibah dan kehancuran, sebagaimana pengorbanan Nabi Ismail dan Ibrahim
4. Pembayaran hutang orang tua kepada anaknya
5. Pengungkapan rasa gembira demi tegaknya Islam dan keluarnya keturunan yang di kemudian hari akan memperbanyak umat Nabi
Muhammad ‫ﷺ‬
6. Memperkuat tali silahturahmi di antara anggota masyarakat dalam menyambut kedatangan anak yang baru lahir
7. Sumber jaminan sosial dan menghapus kemiskinan di masyarakat
8. Melepaskan bayi dari godaan setan dalam urusan dunia dan akhirat

Syarat akikah

Hewan dari jenis kibsy (domba putih) nan sehat umur minimal setengah tahun dan kambing jawa minimal satu tahun. Untuk anak laki-laki dua
ekor, dan untuk anak perempuan satu ekor, tetapi jika tidak mampu maka 1 ekor kambing untuk akikah anak laki-lakinya juga diperbolehkan dan
mendapat pahala.

Hewan sembelihan

Hewan yang dibolehkan disembelih untuk akikah adalah sama seperti hewan yang dibolehkan disembelih untuk kurban, dari sisi usia dan
kriteria.

Imam Malik berkata: Akikah itu seperti layaknya nusuk (sembeliah denda larangan haji) dan udhhiyah (kurban), tidak boleh dalam akikah ini
hewan yang picak, kurus, patah tulang, dan sakit. Imam Asy-Syafi'iy berkata: Dan harus dihindari dalam hewan akikah ini cacat-cacat yang tidak
diperbolehkan dalam kurban.

Ibnu Abdul Barr berkata: Para ulama telah ijma bahwa di dalam akikah ini tidak diperbolehkan apa yang tidak diperbolehkan di dalam udhhiyah,
(harus) dari Al Azwaj Ats Tsamaniyyah (kambing, domba, sapi dan unta), kecuali pendapat yang ganjil yang tidak dianggap.

Namun di dalam akikah tidak diperbolehkan berserikat (patungan, urunan) sebagaimana dalam udhhiyah, baik kambing/domba, atau sapi atau
unta. Sehingga bila seseorang akikah dengan sapi atau unta, itu hanya cukup bagi satu orang saja, tidak boleh bagi tujuh orang.

Kadar jumlah hewan


Kadar akikah yang mencukupi adalah satu ekor baik untuk laki-laki ataupun untuk perempuan, sebagaimana perkataan Ibnu Abbas
rahimahulloh: “Sesungguh-nya nabi ‫ ﷺ‬mengakikahi Hasan dan Husain satu domba satu domba.” (Hadis shahih riwayat Abu
Dawud dan Ibnu Al Jarud)

Ini adalah kadar cukup dan boleh, tetapi yang lebih utama adalah mengakikahi anak laki-laki dengan dua ekor, ini berdasarkan hadis-hadis
berikut ini

1. Ummu Kurz Al Ka’biyyah berkata, yang artinya: “Nabi ‫ ﷺ‬memerintahkan agar dsembelihkan akikah dari anak laki-laki dua
ekor domba dan dari anak perempuan satu ekor.” (Hadis sanadnya shahih riwayat Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan)
2. Dari Aisyah Radhiallaahu anha berkata, yang artinya: “Nabi ‫ ﷺ‬memerintahkan mereka agar disembelihkan akikah dari anak
laki-laki dua ekor domba yang sepadan dan dari anak perempuan satu ekor.” (Shahih riwayat At Tirmidzi)

dan karena kebahagian dengan mendapatkan anak laki-laki adalah berlipat dari dilahirkannya anak perempuan, dan dikarenakan laki-laki adalah
dua kali lipat wanita dalam banyak hal.

Waktu pelaksanaan akikah

Pelaksanaan akikah disunahkan pada hari yang ketujuh dari kelahiran, ini berdasarkan sabda Nabi '‫ﷺ‬, yang artinya: “Setiap anak itu
te

rgadai dengan hewan akikahnya, disembelih darinya pada hari ke tujuh, dan dia dicukur, dan diberi nama.” (Hadis riwayat Imam Ahmad dan
Ashhabus Sunan, dan dishahihkan oleh At Tirmidzi)

dan bila tidak bisa melaksanakannya pada hari ketujuh, maka bisa dilaksanakan pada hari ke empat belas, dan bila tidak bisa, maka pada hari ke
dua puluh satu, ini berdasarkan hadis Abdullah Ibnu Buraidah dari ayahnya dari Nabi ‫'ﷺ‬, dia berkata yang artinya: “Hewan akikah
itu disembelih pada hari ketujuh, keempatbelas, dan keduapuluhsatu.” (Hadis hasan riwayat Al Baihaqiy)

Namun setelah tiga minggu masih tidak mampu maka kapan saja pelaksanaannya di kala sudah mampu, karena pelaksanaan pada hari-hari ke
tujuh, ke empat belas dan ke dua puluh satu adalah sifatnya sunah dan paling utama bukan wajib, dan boleh juga melaksanakannya sebelum hari
ke tujuh.
Bayi yang meninggal dunia sebelum hari ketujuh disunahkan juga untuk disembelihkan akikahnya, bahkan meskipun bayi yang keguguran
dengan syarat sudah berusia empat bulan di dalam kandungan ibunya.

Akikah adalah syari’at yang ditekan kepada ayah si bayi. Namun bila seseorang yang belum di sembelihkan hewan akikah oleh orang tuanya
hingga ia besar, maka dia bisa menyembelih akikah dari dirinya sendiri, Syaikh Shalih Al Fauzan berkata: "...dan bila tidak diakikahi oleh
ayahnya kemudian dia mengakikahi dirinya sendiri maka hal itu tidak apa-apa."

Pembagian daging akikah

Nasi kotak untuk para tamu acara Akikah, berisi gulai dan sate kambing, buah, nasi, serta lauk-pauk lainnya.

Adapun dagingnya maka dia (orang tua anak) bisa memakannya, menghadiahkan sebagian dagingnya, dan mensedekahkan sebagian lagi. Syaikh
Utsaimin berkata: "...dan tidak apa-apa dia mensedekahkan darinya dan mengumpulkan kerabat dan tetangga untuk menyantap makanan dari
kambing akikah yang sudah matang. Syaikh Jibrin berkata: Sunahnya dia memakan sepertiganya, menghadiahkan sepertiganya kepada sahabat-
sahabatnya, dan mensedekahkan sepertiga lagi kepada kaum muslimin, dan boleh mengundang teman-teman dan kerabat untuk menyantapnya,
atau boleh juga dia mensedekahkan semuanya. Syaikh Ibnu Bazz berkata: "...dan engkau bebas memilih antara mensedekahkan seluruhnya atau
sebagiannya dan memasaknya kemudian mengundang orang yang engkau lihat pantas diundang dari kalangan kerabat, tetangga, teman-teman
seiman dan sebagian orang faqir untuk menyantapnya, dan hal serupa dikatakan oleh Ulama-ulama yang terhimpun di dalam Al lajnah Ad
Daimah."

Anda mungkin juga menyukai