Anda di halaman 1dari 14

Meidhika Zul Akbar

Fakultas Teknik Sipil A2


Tugas AIKA
Akikah (bahasa Arab: ,‫عقيقة‬transliterasi: Aqiqah)
adalah pengurbanan hewan dalam syariat Islam,
sebagai penggadaian (penebus) seorang bayi yang
dilahirkan. Hukum aqiqah menurut pendapat yang
paling kuat adalah sunah muakkadah, dan ini adalah
pendapat jumhur ulama menurut hadits. Kemudian ada
ulama yang menjelaskan bahwa akikah sebagai
penebus adalah artinya akikah itu akan menjadikan
terlepasnya kekangan jin yang mengiringi semua bayi
sejak lahir.
Aqiqah berarti menyembelih kambing pada hari ketujuh
kelahiran seseorang anak. Menurut bahasa, akikah
berarti pemotongan. Hukumnya sunah muakkadah bagi
mereka yang mampu, bahkan sebagian ulama
menyatakan wajib.
Imam Ahmad dan Tirmidzi meriwayatkan dari Ummu Karaz Al Ka’biyah
bahwa ia bertanya kepada rasulullah tentang aqiqah. Dia bersabda,
“Bagi anak laki-laki disembelihkan dua ekor kambing dan bagi anak
perempuan disembelihkan satu ekor, dan tidak akan membahayakan
kamu sekalian, apakah (sembelihan itu) jantan atau betina.”
Bisa disimpulkan bahwa jika seseorang berkemampuan untuk
menyembelih 2 ekor kambing bagi 'Aqiqah anak laki-lakinya, maka
sebaiknya ia melakukannya, namun jika tidak mampu maka 1 ekor
kambing untuk Aqiqah anak laki-lakinya juga diperbolehkan dan
mendapat pahala.
Kata akikah berasal dari bahasa arab. Secara etimologi, ia berarti
'memutus'. 'Aqqa wi¢lidayhi, artinya jika ia memutus (tali silaturahmi)
keduanya. Dalam istilah, akikah berarti "menyembelih kambing pada
hari ketujuh (dari kelahiran seorang bayi) sebagai ungkapan rasa
syukur atas rahmat Allah swt berupa kelahiran seorang anak".
Akikah merupakan salah satu hal yang disyariatkan dalam agama islam. Dalil-dalil
yang menyatakan hal ini, di antaranya, adalah hadits Rasulullah saw, "Setiap anak
tertuntut dengan akikahnya'? Ada hadits lain yang menyatakan, "Anak laki-laki
(akikahnya dengan 2 kambing) sedang anak perempuan (akikahnya) dengan 1 ekor
kambing'? Status hukum akikah adalah sunnah. Hal tersebut sesuai dengan pandangan
mayoritas ulama, seperti Imam Syafi'i, Imam Ahmad dan Imam Malik, dengan
berdasarkan dalil di atas. Para ulama itu tidak sependapat dengan yang mengatakan
wajib, dengan menyatakan bahwa seandainya akikah wajib, maka kewajiban tersebut
menjadi suatu hal yang sangat diketahui oleh agama, dan seandainya akikah wajib,
maka rasulullah juga pasti telah menerangkan akan kewajiban tersebut.
Beberapa ulama seperti Imam Hasan Al-Bashri, juga Imam Laits, berpendapat bahwa
hukum akikah adalah wajib. Pendapat ini berdasarkan atas salah satu hadits di atas,
"Kullu ghuli¢min murtahanun bi 'aqiqatihi'? (setiap anak tertuntut dengan akikahnya),
mereka berpendapat bahwa hadits ini menunjukkan dalil wajibnya akikah dan
menafsirkan hadits ini bahwa seorang anak tertahan syafaatnya bagi orang tuanya
hingga ia diakikahi. Ada juga sebagian ulama yang mengingkari disyariatkannya
(masyri»'iyyat) akikah, tetapi pendapat ini tidak berdasar sama sekali. Dengan
demikian, pendapat mayoritas ulama lebih utama untuk diterima karena dalil-dalilnya,
bahwa akikah adalah sunnah.
Bagi seorang ayah yang mampu hendaknya menghidupkan sunnah ini hingga ia
mendapat pahala. Dengan syariat ini, ia dapat berpartisipasi dalam menyebarkan
rasa cinta di masyarakat dengan mengundang para tetangga dalam walimah akikah
tersebut.
Mengenai kapan akikah dilaksanakan, rasulullah bersabda, "Seorang anak tertahan
hingga ia diakikahi, (yaitu) yang disembelih pada hari ketujuh dari kelahirannya dan
diberi nama pada waktu itu'?. Hadits ini menerangkan bahwa akikah mendapatkan
kesunnahan jika disembelih pada hari ketujuh. Sayyidah Aisyah ra dan Imam Ahmad
berpendapat bahwa akikah bisa disembelih pada hari ketujuh, atau hari keempat
belas ataupun hari keduapuluh satu. Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa
sembelihan akikah pada hari ketujuh hanya sekadar sunnah, jika akikah disembelih
pada hari keempat, atau kedelapan ataupun kesepuluh ataupun sesudahnya maka hal
itu dibolehkan.
Menurut hemat penulis, jika seorang ayah mampu untuk menyembelih akikah pada hari
ketujuh, maka sebaiknya ia menyembelihnya pada hari tersebut. Namun, jika ia tidak
mampu pada hari tersebut, maka boleh baginya untuk menyembelihnya pada waktu
kapan saja. 'Akikah anak laki-laki berbeda dengan akikah anak perempuan. Ini
merupakan pendapat mayoritas ulama, sesuai hadits yang telah kami sampaikan di
atas. Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa akikah anak laki-laki sama dengan
akikah anak perempuan, yaitu sama-sama 1 ekor kambing. Pendapat ini berdasarkan
riwayat bahwa rasulullah mengaqikahi Hasan dengan 1 ekor kambing, dan Husein
(keduanya adalah cucu) dengan 1 ekor kambing.
Bisa disimpulkan bahwa jika seseorang berkemampuan untuk menyembelih 2 ekor
kambing bagi akikah anak laki-lakinya, maka sebaiknya ia melakukannya, namun jika
tidak mampu maka 1 ekor kambing untuk akikah anak laki-lakinya juga diperbolehkan
dan mendapat pahala.
Mungkin akan timbul pertanyaan, mengapa agama Islam membedakan antara akikah
anak laki-laki dan anak perempuan, maka jawabannya adalah bahwa seorang muslim,
ia berserah diri sepenuhnya pada perintah Allah swt, meskipun ia tidak tahu hikmah
akan perintah tersebut, karena akal manusia terbatas. Barangkali juga bisa diambil
hikmahnya yaitu untuk memperlihatkan kelebihan seorang laki-laki dari segi kekuatan
jasmani, juga dari segi kepemimpinannya (qawwamah) dalam suatu rumah tangga.
Dalam penyembelihan akikah, banyak hal yang perlu diperhatikan, di antaranya,
sebaiknya tidak mematahkan tulang dari sembelihan akikah tersebut, dengan hikmah
tafa'™ul (berharap) akan keselamatan tubuh dan anggota badan anak tersebut.
'Akikah sah jika memenuhi syarat seperti syarat hewan Qurban, yaitu tidak cacat dan
memasuki usia yang telah disyaratkan oleh agama Islam. Seperti dalam definisi
tersebut di atas, bahwa akikah adalah menyembelih kambing pada hari ketujuh
semenjak kelahiran seorang anak, sebagai rasa syukur kepada Allah. Tetapi boleh juga
mengganti kambing dengan unta ataupun sapi dengan syarat unta atau sapi tersebut
hanya untuk satu anak saja, tidak seperti kurban yang mana dibolehkan untuk 7 orang.
Tetapi, sebagian ulama berpendapat bahwa akikah hanya boleh dengan menggunakan
kambing saja, sesuai dalil-dalil yang datang dari Rasulullah saw.
Ada perbedaan lain antara akikah dengan Qurban, kalau daging Qurban dibagi-
bagikan dalam keadaan mentah, sedangkan akikah dibagi-bagikan dalam keadaan
matang. Hikmah syariat akikah yakni dengan akikah, timbullah rasa kasih sayang di
masyarakat karena mereka berkumpul dalam satu walimah sebagai tanda rasa syukur
kepada Allah swt. Dengan akikah pula, berarti bebaslah tali belenggu yang
menghalangi seorang anak untuk memberikan syafaat pada orang tuanya, dan lebih
dari itu semua, bahwasanya akikah adalah menjalankan syiar Islam.
Aqiqah Menurut Syaikh Abdullah nashih Ulwan dalam kitab Tarbiyatul Aulad Fil Islam
sebagaimana dilansir di sebuah situs memiliki beberapa hikmah di antaranya:
• Menghidupkan sunah Nabi Muhammad dalam meneladani Nabiyyullah Ibrahim
alaihissalam tatkala Allah Subhanahu wa Ta’ala menebus putra Ibrahim yang
tercinta Ismail alaihissalam.
• Dalam akikah ini mengandung unsur perlindungan dari syaitan yang dapat mengganggu
anak yang terlahir itu, dan ini sesuai dengan makna hadis, yang artinya: “Setiap anak itu
tergadai dengan akikahnya.”. Sehingga Anak yang telah ditunaikan akikahnya insya
Allah lebih terlindung dari gangguan syaithan yang sering mengganggu anak-anak. Hal
inilah yang dimaksud oleh Al-Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyah "bahwa lepasnya dia dari
syaithan tergadai oleh aqiqahnya".
• Aqiqah merupakan tebusan hutang anak untuk memberikan syafaat bagi kedua orang
tuanya kelak pada hari perhitungan. Sebagaimana Imam Ahmad mengatakan: "Dia
tergadai dari memberikan Syafaat bagi kedua orang tuanya (dengan aqiqahnya)".
• Merupakan bentuk taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
sekaligus sebagai wujud rasa syukur atas karunia yang dianugerahkan AllahSubhanahu
wa Ta'ala dengan lahirnya sang anak.
• Akikah sebagai sarana menampakkan rasa gembira dalam melaksanakan
syari'at Islam & bertambahnya keturunan mukmin yang akan memperbanyak
umat RasulullahSAW pada hari kiamat.
• Akikah memperkuat ukhuwah (persaudaraan) di antara masyarakat.
Menurut Drs. Zaki Ahmad dalam bukunya "Kiat Membina Anak Sholeh"
disebutkan manfaat-manfaat yang akan didapat dengan beraqiqah, di
antaranya:
• Membebaskan anak dari ketergadaian
• Pembelaan orang tua di hari kemudian
• Menghindarkan anak dari musibah dan kehancuran, sebagaimana
pengorbanan Nabi Ismail dan Ibrahim
• Pembayaran hutang orang tua kepada anaknya
• Pengungkapan rasa gembira demi tegaknya Islam dan keluarnya
keturunan yang di kemudian hari akan memperbanyak umat Nabi
Muhammad SAW
• Memperkuat tali silahturahmi di antara anggota masyarakat dalam
menyambut kedatangan anak yang baru lahir
• Sumber jaminan sosial dan menghapus kemiskinan di masyarakat
• Melepaskan bayi dari godaan setan dalam urusan dunia dan
akhirat.
Hewan dari jenis kibsy (domba putih) nan sehat umur minimal
setengah tahun dan kambing jawa minimal satu tahun. Untuk anak
laki-laki dua ekor, dan untuk anak perempuan satu ekor, namun
jika tidak mampu maka 1 ekor kambing untuk Aqiqah anak laki-
lakinya juga diperbolehkan dan mendapat pahala.
Hewan yang dibolehkan disembelih untuk aqiqah adalah sama seperti hewan
yang dibolehkan disembelih untuk kurban, dari sisi usia dan kriteria.
Imam Malik berkata: Aqiqah itu seperti layaknya nusuk (sembeliah denda
larangan haji) dan udhhiyah (kurban), tidak boleh dalam aqiqah ini hewan
yang picak, kurus, patah tulang, dan sakit. Imam Asy-Syafi'iy berkata: Dan
harus dihindari dalam hewan akikah ini cacat-cacat yang tidak diperbolehkan
dalam qurban.
Ibnu Abdul Barr berkata: Para ulama telah ijma bahwa di dalam aqiqah ini
tidak diperbolehkan apa yang tidak diperbolehkan di dalam udhhiyah, (harus)
dari Al Azwaj Ats Tsamaniyyah (kambing, domba, sapi dan unta), kecuali
pendapat yang ganjil yang tidak dianggap.
Namun di dalam aqiqah tidak diperbolehkan berserikat (patungan, urunan)
sebagaimana dalam udhhiyah, baik kambing/domba, atau sapi atau unta.
Sehingga bila seseorang akikah dengan sapi atau unta, itu hanya cukup bagi
satu orang saja, tidak boleh bagi tujuh orang.
Kadar aqiqah yang mencukupi adalah satu ekor baik untuk laki-laki atau pun
untuk perempuan, sebagaimana perkataan Ibnu Abbas rahimahulloh:
“Sesungguh-nya nabi mengakikahi Hasan dan Husain satu domba satu domba.”
(Hadis shahih riwayat Abu Dawud dan Ibnu Al Jarud)
Ini adalah kadar cukup dan boleh, namun yang lebih utama adalah
mengakikahi anak laki-laki dengan dua ekor, ini berdasarkan hadis-hadis
berikut ini[7]:
• Ummu Kurz Al Ka’biyyah berkata, yang artinya: “Nabi memerintahkan agar
dsiembelihkan aqiqah dari anak laki-laki dua ekor domba dan dari anak
perempuan satu ekor.” (Hadis sanadnya shahih riwayat Imam Ahmad dan
Ashhabus Sunan)
• Dari Aisyah Radhiallaahu anha berkata, yang artinya: “Nabi memerintahkan
mereka agar disembelihkan aqiqah dari anak laki-laki dua ekor domba
yang sepadan dan dari anak perempuan satu ekor.” (Shahih riwayat At
Tirmidzi) dan karena kebahagian dengan mendapatkan anak laki-laki
adalah berlipat dari dilahirkannya anak perempuan, dan dikarenakan laki-
laki adalah dua kali lipat wanita dalam banyak hal.
Pelaksanaan akikah disunnahkan pada hari yang ketujuh dari kelahiran, ini berdasarkan
sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya: “Setiap anak itu tergadai dengan hewan
aqiqahnya, disembelih darinya pada hari ke tujuh, dan dia dicukur, dan diberi nama.”
(Hadits riwayat Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan, dan dishahihkan oleh At Tirmidzi)
dan bila tidak bisa melaksanakannya pada hari ketujuh, maka bisa dilaksanakan pada hari
ke empat belas, dan bila tidak bisa, maka pada hari ke dua puluh satu, ini berdasarkan
hadis Abdullah Ibnu Buraidah dari ayahnya dari Nabi Muhammad SAW, dia berkata yang
artinya: “Hewan aqiqah itu disembelih pada hari ketujuh, keempatbelas, dan
keduapuluhsatu.” (Hadis hasan riwayat Al Baihaqiy)
Namun setelah tiga minggu masih tidak mampu maka kapan saja pelaksanaannya di kala
sudah mampu, karena pelaksanaan pada hari-hari ke tujuh, ke empat belas dan ke dua
puluh satu adalah sifatnya sunah dan paling utama bukan wajib, dan boleh juga
melaksanakannya sebelum hari ke tujuh.
Bayi yang meninggal dunia sebelum hari ketujuh disunnahkan juga untuk disembelihkan
akikahnya, bahkan meskipun bayi yang keguguran dengan syarat sudah berusia empat
bulan di dalam kandungan ibunya.
Akikah adalah syari’at yang ditekan kepada ayah si bayi. Namun bila seseorang yang
belum di sembelihkan hewan akikah oleh orang tuanya hingga ia besar, maka dia bisa
menyembelih akikah dari dirinya sendiri, Syaikh Shalih Al Fauzan berkata: "...dan bila tidak
diakikahi oleh ayahnya kemudian dia mengakikahi dirinya sendiri maka hal itu tidak apa-
apa."
Adapun dagingnya maka dia (orang tua anak) bisa memakannya, menghadiahkan
sebagian dagingnya, dan mensedekahkan sebagian lagi.
Syaikh Utsaimin berkata:
"...dan tidak apa-apa dia mensedekahkan darinya dan mengumpulkan kerabat
dan tetangga untuk menyantap makanan dari kambing akikah yang sudah
matang.
Syaikh Jibrin berkata:
"...Sunahnya dia memakan sepertiganya, menghadiahkan sepertiganya kepada
sahabat-sahabatnya, dan mensedekahkan sepertiga lagi kepada kaum muslimin,
dan boleh mengundang teman-teman dan kerabat untuk menyantapnya, atau
boleh juga dia mensedekahkan semuanya.
Syaikh Ibnu Bazz berkata:
"...dan engkau bebas memilih antara mensedekahkan seluruhnya atau sebagiannya
dan memasaknya kemudian mengundang orang yang engkau lihat pantas
diundang dari kalangan kerabat, tetangga, teman-teman seiman dan sebagian
orang faqir untuk menyantapnya, dan hal serupa dikatakan oleh Ulama-ulama
yang terhimpun di dalam Al lajnah Ad Daimah.“.

Anda mungkin juga menyukai