Anda di halaman 1dari 5

INTI CERAMAH :

Setiap orang hidup pasti ingin Bahagia baik dunia dan akhirat, Salah satunya memperoleh
mencari rizki yang BAROKAH

Menurut istilah, berkah (barokah) artinya Ziyadatul khair, yakni bertambahnya kebaikan
(Imam Al-Ghazali). (Tarikh Gus Husein)

7 Tanda Bahagia Menurut Rasulullah SAW


Ada yang bekerja keras untuk menghimpun harta, dan menyangka bahwa pada harta yang
berlimpah itu terdapat kebahagiaan.

Ada yang mengejar kebahagiaan pada tahta dan kekuasaan. Beragam cara dia lakukan untuk
merebutnya. Menurutnya kekuasaan identik dengan kebahagiaan dan kenikmatan dalam
hidup, dengan kekuasaan seseorang dapat berbuat banyak.

Orang sakit menyangka, bahagia terletak pada kesehatan. Orang miskin menyangka, bahagia
terletak pada harta kekayaan.

Ibnu Abbas seorang sahabat Rasulullah pernah ditanya tentang kebahagiaan, beliau
menjawab ada tujuh tanda kebahagiaan hidup seseorang di dunia.

1. Pertama, qalbu syakir yaitu hati yang selalu bersyukur. Bersyukur kepada Allah dan
menerima apa yang dia dapatkan untuk digunakan demi kebaikan. Orang yang pandai
bersyukur maka ia akan cerdas memahami kasih sayang Allah, apapun yang diberikan-Nya
selalu bernilai dan membuat dekat kepada-Nya.

Ia selalu menerima keputusan Allah dengan positif, jika ditimpa kesulitan maka ia ingat
dengan sabda Rasulullah: kalau sedang dalam kesulitan, maka perhatikan orang yang lebih
sulit dari dia.

Bila diberi kemudahan, maka ia sadar bahwa itu adalah ujian dan semakin bersyukur, jika
bersyukur maka Allah akan menambah nikmat dan kemudahan yang lebih besar daripada
nikmat yang telah diterima.

2. Kedua, al-Azwaj al-shalihah, pasangan hidup yang saleh, menciptakan suasana rumah
yang nyaman dan menurunkan keluarga yang saleh. Pada hari kiamat nanti seorang suami
akan diminta tanggungjawabnya dalam membimbing istri dan anak. Tentu berbahagia
menjadi istri dari suami yang saleh, yang selalu mengajak kepada kebaikan, dan berbahagia
menjadi suami dari istri yang tulus selalu mendampingi.

3. Ketiga, al-aulad al-abrar, anak-anak yang saleh.

Anak yang senantiasa berbakti dan mendoakan kedua orangtua. Rasulullah ketika selesai
melakukan tawaf bertemu dengan seorang pemuda yang lecet dipundaknya. Kemudian beliau
bertanya wahai pemuda kenapa pundakmu itu?

Pemuda tersebut menjawab, aku mempunyai ibu yang sudah tua, ibuku itu tidak mau jauh
dariku, aku sangat menyayanginya. aku selalu melayani dan menggendongnya ketika aku
selesai salat dan istirahat.
Kemudian pemuda itu bertanya apakah dia termasuk orang yang bakti kepada orangtua.

Kemudian Rasulullah menjawab, engkau termasuk anak yang saleh dan berbakti, akan tetapi
kebaikan yang kamu lakukan tidak sepadan dengan cinta orangtuamu kepadamu. Cinta
orangtuamu tidak terbalaskan hanya dengan itu.

4. Keempat, al-biah al-sholihah, lingkungan yang baik dan kondusif untuk keimanan,
lingkungan yang mengingatkan dan mendorong kepada kebaikan. Mengenal siapapun untuk
dijadikan teman tidaklah dilarang, namun untuk menjadikan sebagai sahabat karib haruslah
orang yang mempunyai nilai tambah terhadap keimanan.

Rasulullah menganjurkan kita untuk bergaul dengan orang saleh, yaitu orang yang mengajak
kebaikan dan mengingatkan jika berbuat salah. Karena orang saleh itu memiliki pancaran
cahaya yang dapat menerangi orang-orang di sekelilingnya.

5. Kelima, al-mal al-halal yaitu harta yang halal.

Islam tidak melarang orang menjadi kaya, tetapi yang penting adalah kualitas harta bukan
kuantitas harta. Rasulullah bersabda: Akan tiba suatu zaman di mana orang tidak peduli lagi
terhadap harta yang diperoleh, apakah ia halal atau haram.

14 abad lebih, setelah Rasulullah menyatakan hadis ini, kita sedang menyaksikan sebuah
kenyataan dimana orang sangat berani melakukan korupsi, penipuan, penggelembungan nilai
proyek, pemerasan, penyuapan, pengoplosan BBM, produksi barang bajakan, dan
sebagainya.

Banyak orang yang menjadi korban, bahkan tak jarang orang mengatakan mencari yang
haram aja sulit apalagi yang halal. Rasulullah pernah bercerita tentang seorang yang sedang
dalam perjalanan panjang, rambutnya kusut, pakaiannya kotor. Ia berdoa sambil mengangkat
tangan, namun Rasulullah mengatakan bagaimana doamu dapat dikabulkan jika makanan,
minuman, pakaian dan tempat tinggal yang kau miliki didapat dari yang haram, karena
sesuatu yang haram penyebab ditolaknya doa dan ibadah.

Rasulullah itu miskin dalam artian tidak mempunya harta yang berlebih. Beliau itu ternyata
kaya raya, memiliki harta yang lebih, tapi walaupun begitu hidup beliau tidak kaya atau
sangat sederhana.

Mengapa demikian karena beliau zuhud dengan kekayaannya. Zuhud di sini dalam artian
bukan tidak boleh memiliki harta yang berlimpah, tapi hakikatnya hati tidak terkait atau cinta
dengan harta itu. Jadi kita pun patut mencontoh Rasul, kita harus kaya tapi kita tidak boleh
mencintai kekayaan kita itu.

Kalau kaya kita bisa bersedakah, berinfak lebih banyak dari orang yang kekayaannya sedikit,
bisa berhaji, bisa buat pesantren dan lembaga pendidikan, memberi peluang kerja bagi
gelandangan dan pengemis.

6. Keenam, tafaqquh fi al-din, semangat mempelajari agama. Hal ini dapat diwujudkan
dengan mengkaji, mempelajari dan mengamalkan ilmu-ilmu agama. Semakin belajar ilmu
agama maka hidup manusia akan terarah. Hanya dengan ilmu, amal manusia bernilai pahala.
Semakin belajar semakin cinta agama, semakin cinta Allah dan rasul-Nya, cinta ini yang akan
mententramkan hatinya.

7. Ketujuh, umur yang berkah. Semakin tua semakin mulia, semakin banyak amal
kebaikan, hidup yang diisi hanya untuk kebahagian lahiriah semata, hari tua akan diisi
dengan kekecewaan, berangan-angan bahagia sementara tubuh semakin renta dan tidak
sanggup mewujudkan angan-angan tersebut.

Hidup yang digunakan untuk mempersiapkan bekal bertemu Allah, maka semakin tua dia
akan semakin bahagia, bersikap optimis. Dan tidak ada ketakutan meninggalkan dunia yang
fana ini.

Teks Materi Aqiqah

Hukum aqiqah dan siapa yang dituntut melaksanakan aqiqah.

Pengertian Aqiqah
Fiqh Syafiiyah-, yaitu aqiqah berasal dari kata (
).
Secara bahasa, aqiqah adalah Rambut yang berada di kepala si bayi ketika ia lahir.
Sedangkan secara istilah, aqiqah berarti sesuatu yang disembelih ketika menggundul kepala
si bayi.

Syariatan Aqiqah
Dalil pensyariatan aqiqah adalah sebagai berikut.
Pertama: Hadits Salman bin Amir.

- -





Dari Samuroh bin Jundub, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Setiap anak
tergadaikan dengan aqiqahnya, disembelihkan untuknya pada hari ketujuh, digundul
rambutnya dan diberi nama." (HR. Abu Daud)

Kedua: Hadits Ummul Mukminin- Aisyah radhiyallahu anha.


:


.


Bahwa 'Aisyah pernah memberitahu dia, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
memerintahkan para sahabat untuk menyembelih dua ekor kambing yang hampir sama
(umurnya) untuk anak laki-laki dan satu ekor untuk anak perempuan."

Hukum Aqiqah
Setelah kita melihat hadits-hadits tentang pensyariatan aqiqah di atas, lantas apakah hukum
aqiqah itu sendiri? Wajib ataukah sunnah?
Mengenai masalah ini, para ulama terdapat silang pendapat.
Berdasarkan hadits,



Dari Salman bin 'Amir Adh Dhabbi, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda, "Pada (setiap) anak laki-laki (yang lahir) harus diaqiqahi, maka sembelihlah
(aqiqah) untuknya" (HR. Bukhari no. 5472),

Hadits dari jumhur ulama yang menyatakan hukum aqiqah adalah sunnah berpegang pada
sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,



Barangsiapa yang senang untuk mengaqiqahi anaknya, maka lakukanlah.

Kesimpulan:
Aqiqah adalah suatu yang disyariatkan Hukumnya berkisar antara wajib dan sunnah (yaitu
Sunnah Muakkad)

Siapa yang Dituntut Melaksanakan Aqiqah?


Aqiqah dituntut pada ayah selaku penanggung nafkah. Aqiqah ini diambil dari harta ayah
dan bukan harta anak. Selain ayah boleh menanggung biaya aqiqah, namun dengan seizin
ayahnya.

Sebagaimana disebutkan dalam Subulus Salam, Ash Shonani -rahimahullah- mengatakan,


Menurut Imam Asy Syafii, aqiqah itu dituntut dari setiap orang yang menanggung nafkah si
bayi. Sedangkan menurut ulama Hambali, aqiqah itu dituntut khusus dari ayah, kecuali jika
ayahnya tersebut mati atau terhalang tidak bisa memenuhi aqiqah.

Bagaimana Jika Tidak Mampu Aqiqah? Apakah Harus Mengaqiqahi Diri Sendiri
Ketika Dewasa?
Aqiqah tentu saja melihat pada kemampuan orang yang bertanggung jawab untuk aqiqah.
Karena Allah Taala berfirman,



Bertakwalah kepada Allah semampu kalian (QS. At Taghobun: 16).

Asy Syarbini rahimahullah- menjelaskan, Jika orang tua tidak mampu melakukan aqiqah
pada saat kelahiran, namun setelah itu ia mendapati kemudahan pelaksanaan aqiqah sebelum
hari ketujuh kelahiran, maka ketika itu ia disunnahkan melaksanakan aqiqah. Jika orang tua
mendapati kemudahan pelaksanaan aqiqah setelah hari ketujuh dan masih tersisa sedikit
waktu istri mengalami nifas, maka sebagian ulama belakangan tidak memerintahkan untuk
dilaksanakan aqiqah. Akan tetapi ulama Syafiiyah menganjurkan dilaksanakannya aqiqah
jika masih dalam masa nifas, inilah pendapat yang dikuatkan oleh Al Anwar.

Lalu bagaimana jika bayi sebenarnya mampu diaqiqahi ketika lahir, namun sampai
dewasa, ia belum juga diaqiqahi?
Menurut ulama Syafiiyah, orang tua yang mampu mengaqiqahi, ia tetap dianjurkan
mengaqiqahi anaknya meskipun anaknya sudah dewasa. Jika sampai dewasa, anak tersebut
belum juga diaqiqahi, maka ia boleh mengaqiqahi dirinya sendiri. Sedangkan sebagian orang
yang menyatakan bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah mengaqiqahi dirinya
sendiri setelah diangkat sebagai Nabi, dalam Al Majmu disebut sebagai pendapat yang batil.

Sebagaimana pula dikatakan dalam salah satu kitab ulama Syafiiyah, Kifayatul Akhyar,
Riwayat yang menyatakan bahwa Nabishallallahu alaihi wa sallam mengaqiqahi dirinya
sendiri setelah diangkat menjadi Nabi adalah riwayat yang dhoif (lemah) dari setiap
jalannya.

Fatwa Ulama

tentang hukum aqiqah bagi anak yang belum diaqiqahi orangtuanya semasa kecil sehingga
dewasa, apakah masih diaqiqahi, apakah boleh mengaqiqahi diri sendiri jika orangtua masih
tidak mampu? ataukah boleh memberikan uang kepada orangtua agar mampu membeli
kambing aqiqah?

Al Hasan Al Bashri rahimahullah berkata:

.] [
Jika belum diaqiqahi atasmu, maka aqiqahkanlah atas dirimu, meskipun kamuseorang
lelaki dewasa. Lihat Kitab Al Muhalla, 2/204 dan Syarh As Sunnah, 11/264.

Pendapat Imam Syafii, dan satu riwayat dari Imam Ahmad. Mereka mengatakan orang yang
waktu kecilnya belum diaqiqahi, disunnahkan (mustahab) mengaqiqahi dirinya setelah
dewasa.

Manfaat Aqiqah :

Al-Hafizh Ibnul Qayyim menyebutkan hikmah di balik syariat aqiqah ini, di antaranya:

1. Menghidupkan sunnah Nabi

2. Taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah dan syukur kepada-Nya

3. Membebaskan anak bayi dari pergadaian



Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya.

Maksudnya, apabila orangtua tidak melaksanakan aqiqah anaknya, kemudian si anak


meninggal dunia waktu kecil, ia tidak dapat memberikan syafaat kepada kedua orangtuanya.

4. Penyebab kebaikan anak, pertumbuhannya, keselamatannya, panjang umurnya, dan


terhindar dari gangguan setan.

Anda mungkin juga menyukai