Menurut para ulama, pengertian aqiqah secara etimologis ialah rambut kepala bayi yang tumbuh
semenjak lahirnya.
Menurut Sayyid Sabiq, Aqiqah adalah sembelihan yang disembelih untuk anak yang baru lahir.
Menurut Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad Al-Husaini, Aqiqah adalah nama sesuatu yang
disembelihkan pada hari ketujuh, yakni hari mencukur rambut kepalanya yang disebut Aqiqah dengan
menyebut sesuatu yang ada hubunganya dengan nama tersebut.
Menurut jumhur ulama mengartikan bahwa aqiqah yaitu menyembelih hewan pada hari ketujuh dari
hari lahirnya seorang anak baik laki-laki maupun perempuan.
Menurut Abdullah Nashih Ulwan, aqiqah berarti menyembelih kambing untuk anak pada hari ketujuh
kelahirannya.
Menurut Drs. R. Abdul Aziz dalam bukunya Rumah Tangga Bahagia Sejahtera, mengatakan bahwa
aqiqah adalah menyembelih kambing untuk menyelamati bayi yang baru lahir dan sekaligus
memberikannya sebagai sedekah kepada fakir miskin.
Selain pendapat ulama di atas, Rasulullah Shallallahu`alaihi Wa Sallam juga menjelaskan pengertian
aqiqah dalam sabdanya :
ُك ُّل ُغالَ ٍم َر ِه ْي َن ٌة ِب َعقِ ْي َق ِت ِه ُت ْذ َب ُح َع ْن ُه َي ْو َم َس ِاب ِع ِه َو يُحْ لَ ُق َو ُي َسمَّى:هللا ص َقا َل ٍ ْن ُج ْن َد
ِ ب اَنَّ َرس ُْو َل ِ َعنْ َسم َُر َة ب
“Dari Samurah bin Jundab dia berkata : Rasulullah bersabda : Setiap bayi tergadai dengan aqiqahnya,
disembelihkan (kambing) untuknya pada hari ke tujuh, dicukur dan diberi nama.”
[Shahih, Hadits Riwayat Abu Dawud 2838, Tirmidzi 1552, Nasa’I 7/166, Ibnu Majah 3165, Ahmad 5/7-8,
17-18, 22, Ad Darimi 2/81, dan lain-lainnya]
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa aqiqah adalah rangkaian kegiatan merayakan
kelahiran anak dengan menyembelih hewan bersamaan dengan mencukur rambut kepala anak serta
memberikan nama anak yang dilakukan pada hari ketujuh.
Hukum Aqiqah
Hukum Aqiqah
Ulama berbeda pendapat tentang status hukum aqiqah.
Menurut Daud Adz-Dzahiri dan pengikutnya aqiqah hukumnya wajib, sedangkan menurut jumhur ulama
hukum aqiqah adalah sunnah.
Menurut Abu Bakar Jabir Al-Jazairi dalam bukunya Minhajul Muslim, mengatakan bahwa hukum aqiqah
adalah sunnah muakkad bagi orang yang mampu melaksanakannya, yaitu bagi orang tua anak yang
dilahirkan
Imam Abu Hanifah menetapkan bahwa hukum aqiqah adalah ibadah artinya tidak wajib dan tidak
sunnah.
Perbedaan itu terjadi karena berbeda dalam menginterpretasikan makna dan maksud hadist Nabi
Muhammad Shallallahu`alaihi Wa Sallam yang diriwayatkan dari Samurah tersebut.
Menurut Imam Ahmad maksud dari kata-kata; “anak-anak itu tergadai dengan aqiqahnya”, dalam hadist
tersebut ialah bahwa pertumbuhan anak itu, baik badan maupun kecerdasan otaknya, atau
pembelaannya terhadap ibu bapaknya pada hari kiamat akan tertahan, jika ibu bapaknya tidak
melaksanakan aqiqah baginya..
Bahkan Ibn Qoyyim menegaskan, bahwa aqiqah itu berfungsi untuk melepaskan anak yang
bersangkutan dari godaan setan.
Dalil Aqiqah
Beberapa hadits yang menjadi dasar disyariatkannya aqiqah antara lain:
ُك ُّل ُغالَ ٍم َر ِه ْي َن ٌة ِب َعقِ ْي َق ِت ِه ُت ْذ َب ُح َع ْن ُه َي ْو َم َس ِاب ِع ِه َو يُحْ لَ ُق َو ُي َسمَّى:هللا ص َقا َل ٍ ْن ُج ْن َد
ِ ب اَنَّ َرس ُْو َل ِ َعنْ َسم َُر َة ب
“Dari Samurah bin Jundab dia berkata : Rasulullah bersabda : Setiap bayi tergadai dengan aqiqahnya,
disembelihkan (kambing) untuknya pada hari ke tujuh, dicukur dan diberi nama.”
[Shahih, Hadits Riwayat Abu Dawud 2838, Tirmidzi 1552, Nasa’I 7/166, Ibnu Majah 3165, Ahmad 5/7-8,
17-18, 22, Ad Darimi 2/81, dan lain-lainnya]
Kambing
Kambing banyak disinggung dalam beberapa hadist. Menurut sebagian pendapat di kalangan ulama
mazhab Syafi’i, beraqiqah menggunakan kambing akan lebih afdhal dibanding dengan binatang yang
lain.
Domba
Domba pernah dipergunakan oleh baginda Rasulullah Shallallahu`alaihi Wa Sallam, ketika
mengaqiqahkan cucunya Hasan dan Husain.
Jumlah Hewan Aqiqah
Jumlah Hewan Aqiqah
Dalam penentuan jumlah hewan aqiqah pun ulama berbeda pendapat.
Untuk anak laki-laki disembelih dua ekor dan untuk anak perempuan disembelih satu ekor kambing.
Berdasarkan hadits :
Dari Ibnu Abbas bahwasanya Rasulullah Rasulullah Shallallahu`alaihi Wa Sallam mengaqiqahkan cucunya
Hasan dan Husain bin Ali masing-masing seekor domba (kambing kibas). (HR. Abu Dawud)
Boleh juga hari ke 14 atau hari ke 21 dari kelahiran anak. Tapi jika orang tua belum mampu untuk
melaksanakan aqiqah di hari ke 7 atau 14 atau 21, maka tidak apa-apa aqiqah kapan saja sesuai dengan
kemampuan orang tua. Aqiqahnya tetap SAH.
Proses Aqiqah
Proses Aqiqah
Sebagaimana halnya walimatul ursy dan walimah khitan pada umumnya pesta aqiqah juga dilakukan
dengan mengundang keluarga, saudara dan tetangga.
Tentu saja segala sesuatunya harus ditata sedemikian rupa sehingga tidak mengotori makna aqiqah yang
merupakan sunnah Rasulullah Shallallahu`alaihi Wa Sallam.
Semuanya harus dilakukan dengan cara-cara yang islami, baik pengaturan tempat duduk, cara
berpakaian maupun tata cara makan.
Proses Aqiqah meliputi tiga kegiatan yang dilakukan secara bersamaan yaitu:
1. Menyembelih binatang aqiqah,
2. Mencukur rambut kepala anak dan
3. Memberikan nama yang baik kepada anak.
Hikmah Aqiqah
Hikmah Aqiqah
Hikmah Aqiqah antara lain:
1. Aqiqah merupakan suatu pengorbanan yang akan mendekatkan anak kepada Allah dimasa awal ia
menghirup udara kehidupan.
2. Sebagai pemberitahuan tentang garis keturunan dengan cara yang baik.
3. Memupuk rasa kedermawanan dan menekan sikap pelit.
4. Penyerahan si anak di jalan Allah.
5. Dengan Aqiqah, gadai si bayi tertebus.
Hadits Tentang Berbakti Kepada Kedua Orang Tu
صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َف َقا َل َيا َرسُو َل هَّللا ِ َمنْ أَ َح ُّق ِ َعنْ أَ ِبي ه َُري َْر َة َرضِ َي هَّللا ُ َع ْن ُه َقا َل َجا َء َر ُج ٌل إِلَى َرس
َ ِ ُول هَّللا
َل ُث َّم أَبُوك
َ ك َقا َل ُث َّم َمنْ َقا َ ك َقا َل ُث َّم َمنْ َقا َل ُث َّم أ ُ ُّم
َ ك َقا َل ُث َّم َمنْ َقا َل ُث َّم أ ُ ُّم
َ ص َحا َب ِتي! َقا َل أ ُ ُّم ِ ال َّن
َ اس ِبحُسْ ِن
.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata; “Seorang laki-laki datang kepa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam sambil berkata; “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku berbakti
kepadanya?” Beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “Kemudian siapa?” Beliau menjawab:
“Ibumu.” Dia bertanya lagi; “Kemudian siapa lagi?” Beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi;
“Kemudian siapa?” Beliau menjawab: “Kemudian ayahmu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
« َقا َل ُث َّم أَىُّ َقا َل. » صالَةُ َعلَى َو ْق ِت َها َّ ت ال َّن ِبىَّ – صلى هللا عليه وسلم – أَىُّ ْال َع َم ِل أَ َحبُّ إِلَى هَّللا ِ َقا َل « ال ُ َسأ َ ْل
ِ َقا َل ُث َّم أَىّ َقا َل « ْال ِج َها ُد فِى َس ِب. » ْن
َقا َل َح َّد َثنِى ِب ِهنَّ َولَ ِو اسْ َت َز ْد ُت ُه لَ َزادَ نِى. » ِ يل هَّللا ِ ُث َّم ِبرُّ ْال َوالِ َدي
“Aku bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Amal apakah yang paling dicintai oleh Allah
‘azza wa jalla?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Shalat pada waktunya’. Lalu aku bertanya,
‘Kemudian apa lagi?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Kemudian berbakti kepada kedua
orang tua.’ Lalu aku mengatakan, ‘Kemudian apa lagi?’ Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengatakan, ‘Berjihad di jalan Allah’.”
Lalu Abdullah bin Mas’ud mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan hal-hal tadi
kepadaku. Seandainya aku bertanya lagi, pasti beliau akan menambahkan (jawabannya).” (HR. Bukhari
dan Muslim)
َولَ ِد ِه َما لى ِ ك ِفي ِْهنَّ َدعْ َوةُ ْال َم ْظلُ ْو ِ!م َو َدعْ َوةُ ْالم َُساف ِِر َودَ عْ َوةُ ْال َوالِدَ ي
َ ْن َع َّ ات لَهُنَّ الَ َش
ٌ ت مُسْ َت َجا َب ُ ََثال
ٍ ث َد َع َوا
“Ada tiga jenis doa yang mustajab (terkabul), tidak diragukan lagi, yaitu doa orang yang dizalimi, doa
orang yang bepergian dan doa kejelekan kedua orang tua kepada anaknya.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan
Ibnu Majah)
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ُح َمه
ِ َر ُمْر ِه َوأَنْ ي َُزا َد لَ ُه فِي ِر ْزقِ ِه َف ْل َي َبرَّ َوالِ َد ْي ِه َو ْليَصِ ْل َ َ
ِ َمنْ أ َحبَّ أنْ ُي َم َّد لَ ُه فِي ع
“Siapa yang suka untuk dipanjangkan umur dan ditambahkan rizki, maka berbaktilah pada orang tua dan
sambunglah tali silaturahmi (dengan kerabat).” (HR. Ahmad)
ُ ط هللا فى َس َخ
ط ُ ْن و َس َخ
ِ الوالِ َدي
َ ضى َ ِر:َعنْ َع ْب ُد هللا بن َع ْم ٍرو رضي هللا عنهما قال قال رسو ُل هللا صلى هللا عليه وسلم
َ ضى هللاُ فى ِر
)ْن ( اخرجه الترمذي وصححه ابن حبان والحاكم ِ الوالِدَ ي
َ
"Dari Abdullah bin ‘Amrin bin Ash r.a. ia berkata, Nabi SAW telah bersabda: “ Keridhoaan Allah itu
terletak pada keridhoan orang tua, dan murka Allah itu terletak pada murka orang tua”. (HR. Tirmidzi)
إِنَّ أَبَرَّ ْال ِبرِّ صِ لَ ُة ْال َولَ ِد أَهْ َل وُ ِّد أَ ِبي ِه
“Sesungguhnya kebajikan terbaik adalah perbuatan seorang yang menyambung hubungan dengan
kolega ayahnya.” (HR. Muslim)
Ada sebuah kisah, yaitu seseorang dari Bani Salamah mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia
bertanya:
َّ َيا َرسُو َل هَّللا ِ َه ْل َبق َِي مِنْ ِبرِّ أَ َب َويَّ َشيْ ٌء أَبَرُّ ُه َما ِب ِه َبعْ دَ َم ْوت ِِه َما َقا َل َن َع ْم ال
صاَل ةُ َعلَي ِْه َما َوااِل سْ ت ِْغ َفا ُر لَ ُه َما َوإِ ْن َف ُاذ َع ْه ِد ِه َما مِنْ َبعْ ِد ِه َما َوصِ َل ُة
صدِيق ِِه َماَ ص ُل إِاَّل ِب ِه َما َوإِ ْك َرا ُم
َ الرَّ ح ِِم الَّتِي اَل ُتو
“Wahai Rasulullah, apakah masih ada cara berbakti kepada kedua orang tuaku setelah keduanya
meninggal?” Beliau menjawab,”Ya, dengan mendoakannya, memintakan ampun untuknya,
melaksanakan janjinya (wasiat), menyambung silaturahmi yang tidak bisa disambung kecuali melalui
jalan mereka berdua, dan memuliakan teman-temannya”. [HR Abu Dawud].
َ َاَ َحيٌّ َوالِد: َف َقا َل.ِصلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َيسْ َتأْ ِذ ُن ُه فِى ْال ِج َهاد
) َقا َل َف ِفي ِْه َما َف َجاهْ!ِد (رواه مسلم، َن َع ْم:اك؟ َقا َل َ َِّجا َء َر ُج ٌل ال َِر ال َّن ِبي
Artinya: “Seseorang laki-laki datang kepada Nabi SAW minta izin hendak ikut jihad (berperang). Tanya
Nabi SAW kepadanya, Apakah kedua orang tuamu masih hidup? Jawab orang itu, Masih! Sabda beliau,
Berbakti kepada keduanya adalah jihad.” (HR. Muslim)
ص َحا َبتِي َقا َل ِ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َف َقا َل َيا َرسُو َل هَّللا ِ َمنْ أَ َح ُّق ال َّن
َ اس ِبحُسْ ِن ِ َعنْ أَ ِبي ه َُري َْر َة َرضِ َي هَّللا ُ َع ْن ُه َقا َل َجا َء َر ُج ٌل إِلَى َرس
َ ِ ُول هَّللا
َ ك َقا َل ُث َّم َمنْ َقا َل ُث َّم أُم
َ ُّك َقا َل ُث َّم َمنْ َقا َل ُث َّم أَب
ُوك َ ُّك َقا َل ُث َّم َمنْ َقا َل ُث َّم أ ُ ُّم
َ أُم
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata; “Seorang laki-laki datang kepa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam sambil berkata; “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku berbakti
kepadanya?” Beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “Kemudian siapa?” Beliau menjawab:
“Ibumu.” Dia bertanya lagi; “Kemudian siapa lagi?” Beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi;
“Kemudian siapa?” Beliau menjawab: “Kemudian ayahmu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Aku bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Amal apakah yang paling dicintai oleh Allah
‘azza wa jalla?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Shalat pada waktunya’. Lalu aku bertanya,
‘Kemudian apa lagi?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Kemudian berbakti kepada kedua
orang tua.’ Lalu aku mengatakan, ‘Kemudian apa lagi?’ Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengatakan, ‘Berjihad di jalan Allah’.”
Lalu Abdullah bin Mas’ud mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan hal-hal tadi
kepadaku. Seandainya aku bertanya lagi, pasti beliau akan menambahkan (jawabannya).” (HR. Bukhari
dan Muslim)
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah kalian mau kuberitahu mengenai dosa yang
paling besar?” Para sahabat menjawab, “Mau, wahai Rasulullah.” Beliau lalu bersabda, “(Dosa terbesar
adalah) mempersekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua.” Beliau mengucapkan hal itu
sambil duduk bertelekan [pada tangannya]. (Tiba-tiba beliau menegakkan duduknya dan berkata), “Dan
juga ucapan (sumpah) palsu.” Beliau mengulang-ulang perkataan itu sampai saya berkata (dalam hati),
“Duhai, seandainya beliau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
لى َولَ ِد ِه َما ِ ك فِي ِْهنَّ دَ عْ َوةُ ْال َم ْظلُ ْو ِم َودَ عْ َوةُ ْال ُم َساف ِِر َودَعْ َوةُ ْال َوالِ َدي
َ ْن َع َّ ات لَهُنَّ الَ َش
!ٌ ت مُسْ َت َجا َب ُ ََثال
ٍ ث دَ َع َوا
“Ada tiga jenis doa yang mustajab (terkabul), tidak diragukan lagi, yaitu doa orang yang dizalimi, doa
orang yang bepergian dan doa kejelekan kedua orang tua kepada anaknya.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan
Ibnu Majah)
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
َمنْ أَ َحبَّ أَنْ ُي َم َّد َل ُه فِي عُمْ ِر ِه َوأَنْ ي َُزادَ لَ ُه فِي ِر ْزقِ ِه َف ْل َيبَرَّ َوالِدَ ْي ِه َو ْليَصِ ْل َر ِح َم ُه
“Siapa yang suka untuk dipanjangkan umur dan ditambahkan rizki, maka berbaktilah pada orang tua dan
sambunglah tali silaturahmi (dengan kerabat).” (HR. Ahmad)
ُ ط هللا فى َس َخ
ط ُ ْن و َس َخ
ِ الوا ِل َدي
َ ضى َ ِر:َعنْ َع ْب ُد هللا بن َع ْم ٍرو رضي هللا عنهما قال قال رسو ُل هللا صلى هللا عليه وسلم
َ ضى هللاُ فى ِر
)ْن ( اخرجه الترمذي وصححه ابن حبان والحاكم ِ الوالِدَ ي
َ
"Dari Abdullah bin ‘Amrin bin Ash r.a. ia berkata, Nabi SAW telah bersabda: “ Keridhoaan Allah itu
terletak pada keridhoan orang tua, dan murka Allah itu terletak pada murka orang tua”. (HR. Tirmidzi)
Telah menceritakan kepada kami [Musaddad] telah menceritakan kepada kami [Yahya] dari [Sufyan] dan
[Syu'bah] keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami [Habib] dia berkata. Dan diriwayatkan dari
jalur lain, telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Katsir] telah mengabarkan kepada kami
[Sufyan] dari [Habib] dari [Abu Al 'Abbas] dari [Abdullah bin 'Amru] dia berkata; seorang laki-laki berkata
kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam; "Saya hendak ikut berjihad." Beliau lalu bersabda: "Apakah
kamu masih memiliki kedua orang tua?" dia menjawab; "Ya, masih." Beliau bersabda: "Kepada keduanya
lah kamu berjihad."
إِنَّ أَبَرَّ ْال ِبرِّ صِ لَ ُة ْال َولَ ِد أَهْ َل وُ ِّد أَ ِبي ِه
“Sesungguhnya kebajikan terbaik adalah perbuatan seorang yang menyambung hubungan dengan
kolega ayahnya.” (HR. Muslim)
Ada sebuah kisah, yaitu seseorang dari Bani Salamah mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia
bertanya:
َّ َيا َرسُو َل هَّللا ِ َه ْل َبق َِي مِنْ ِبرِّ أَ َب َويَّ َشيْ ٌء أَبَرُّ ُه َما ِب ِه َبعْ دَ َم ْوت ِِه َما َقا َل َن َع ْم ال
صاَل ةُ َعلَي ِْه َما َوااِل سْ ت ِْغ َفا ُر لَ ُه َما َوإِ ْن َف ُاذ َع ْه ِد ِه َما مِنْ َبعْ ِد ِه َما َوصِ لَ ُة
صدِيق ِِه َماَ ص ُل إِاَّل ِب ِه َما َوإِ ْك َرا ُم
َ الرَّ ح ِِم الَّتِي اَل ُتو
“Wahai Rasulullah, apakah masih ada cara berbakti kepada kedua orang tuaku setelah keduanya
meninggal?” Beliau menjawab,”Ya, dengan mendoakannya, memintakan ampun untuknya,
melaksanakan janjinya (wasiat), menyambung silaturahmi yang tidak bisa disambung kecuali melalui
jalan mereka berdua, dan memuliakan teman-temannya”. [HR Abu Dawud].
َ َاَ َحيٌّ َوالِد: َف َقا َل.ِصلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َيسْ َتأْ ِذ ُن ُه فِى ْال ِج َهاد
) َقا َل َففِي ِْه َما َف َجاهْ!ِد (رواه مسلم، َن َع ْم:اك؟ َقا َل َ َِّجا َء َر ُج ٌل ال َِر ال َّن ِبي
Artinya: “Seseorang laki-laki datang kepada Nabi SAW minta izin hendak ikut jihad (berperang). Tanya
Nabi SAW kepadanya, Apakah kedua orang tuamu masih hidup? Jawab orang itu, Masih! Sabda beliau,
Berbakti kepada keduanya adalah jihad.” (HR. Muslim)