Anda di halaman 1dari 27

FIQIH QURBAN #4

KH. M. SHIDDIQ AL JAWI, S.Si, MSI


Islamic Business Online School
1. Hukum Berkurban Dengan Sapi Yang Dipotong
Tanduknya
POKOK 2. Hukum Iuran Kurang Dari Tujuh Orang Untuk
BAHASAN Berqurban Seekor Sapi
3. Hukum Berkurban Atas Nama Perusahaan
4. Hukum Membagikan Daging Kurban Dalam
Bentuk Sudah Dimasak
HUKUM BERKURBAN DENGAN SAPI
YANG DIPOTONG TANDUKNYA
Berkurban Dengan Sapi Yang Dipotong Tanduknya

Hewan yang terpotong tanduknya dalam hadits Nabi SAW


disebut dengan istilah al adh-ba` atau al qash-maa`
(Husamuddin ‘Ifanah, Al Mufashshal fi Ahkaam Al Udh-hiyyah,
hlm. 67)
Para ulama berbeda pendapat mengenai hewan kurban yang
terpotong tanduknya (maksuurat al qarni). Jumhur ulama
menganggap sah hewan kurban yang terpotong tanduknya.
Rinciannya sebagai berikut :
 Pertama, menurut ulama Hanafiyah, hewan kurban yang
terpotong tanduknya mencukupi [sah sebagai kurban], kecuali
jika terpotongnya tanduk sampai masuk ke dalam otak hewan
kurban itu.
Berkurban Dengan Sapi Yang Dipotong Tanduknya

 Kedua, menurut ulama Malikiyyah, hewan kurban yang terpotong


tanduknya mencukupi [sah sebagai kurban], selama tempat
terpotongnya tanduk tidak berdarah.
 Ketiga, menurut ulama Syafi’iyyah, hewan kurban yang terpotong
tanduknya mencukupi, walaupun terjadi pendarahan pada tempat
terpotongnya tanduk, selama hal itu tidak mengakibatkan
berkurangnya bobot daging pada hewan kurban. Jika
mengakibatkan bobot berkurang, maka hewan itu dianggap sakit
yang nyata sehingga tidak sah.
 Keempat, menurut ulama Hanabilah, hewan kurban yang
terpotong tanduknya tidak mencukupi [tidak sah sebagai kurban]
jika bagian tanduk yang terpotong lebih dari setengahnya. (Al
Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, Juz V, hlm. 85; Husamuddin
‘Ifanah, Al Mufashshal fi Ahkaam Al Udh-hiyyah, hlm. 66-68).
Berkurban Dengan Sapi Yang Dipotong Tanduknya

Pendapat yang rajih (paling kuat) adalah pendapat jumhur ulama


yang menyatakan sah hewan kurban yang terpotong tanduknya,
selama tempat terpotongnya tanduk tidak mengeluarkan darah.
Berikut ini Penjelasan Imam Ibnu Abdul Barr dalam kitabnya Al
Istidzkar :
‫جمهور العلماء على القول بجواز الضحية المكسورة القرن إذا كان ال‬
ً‫ وكأنه جعله مرضاً بيِّنا‬، ‫ فقد كرهه مالك‬، ‫ فإن كان يدمي‬، ‫يدمي‬
“Jumhur ulama berpendapat bahwa boleh menyembelih kurban
yang terpotong tanduknya jika tanduknya tidak mengeluarkan
darah. Jika mengeluarkan darah, maka dimakruhkan oleh Imam
Malik, dan seakan-akan Imam Malik menganggap hal itu sebagai
penyakit yang nyata.” (Ibnu Abdil Barr, Al Istidzkar, Juz V, hlm. 215; Imam
Nawawi, Al Majmu’ Syarah Al Muhadzdzab, Juz 13, hlm. 120; Husamuddin
‘Ifanah, Al Mufashshal fi Ahkaam Al Udh-hiyyah, hlm. 68).
Berkurban Dengan Sapi Yang Dipotong Tanduknya

Pentarjihan berdasarkan dua alasan sebagai berikut :


 Pertama, tanduk tidak termasuk bagian hewan kurban yang
dimakan, sehingga hilangnya tanduk tidak akan mengakibatkan
rusaknya daging hewan kurban.
 Kedua, walaupun ada hadits Nabi SAW yang melarang hewan
kurban yang terpotong tanduknya, tetapi hadits ini dipahami
sebagai larangan makruh, bukan larangan haram, sebab tidak
ada qarinah tegas (jazim) yang menunjukkan keharaman.
Demikian sebagaimana penjelasan Imam Al Mawardi dalam
kitabnya Al Hawi Al Kabir (Juz 15, hlm. 84).
Berkurban Dengan Sapi Yang Dipotong Tanduknya

Haditsnya sebagai berikut :


ًِّ ‫ب القَر‬
‫ن‬ َ ‫حى ِّبأَع‬
ًِّ ‫ض‬ َ ‫سلَّ ًَم أَنً ي‬
ًَّ ‫ض‬ َ ‫ع َلي ًِّه َو‬
َ ً‫لى للا‬
ًَّ ‫ص‬ ًِّ ً‫سالَمً قَا ًَل نَ َهى َرسول‬
ًَ ‫للا‬ َّ ‫ع ِّلي ًِّه ال‬
َ ً‫ع ِّلي‬ َ ً‫عَن‬
ًِّ ‫َواْلذ‬
‫ن‬
Dari ‘Ali bin Abi Thalib RA, dia berkata, ”Rasulullah SAW telah
melarang untuk menyembelih hewan kurban yang terpotong
tanduknya atau telinganya.” (HR Abu Dawud, no. 2804; Tirmidzi,
no. 1498; hadits dinilai shahih oleh Syekh Nashiruddin Al Albani
dalam Irwa’ul Ghalil, 4/362).
Kesimpulannya, boleh dan sah hewan kurban sapi yang dipotong
tanduknya sebagaimana yang ditanyakan dalam kasus di atas,
selama tempat terpotongnya tanduk itu tidak mengeluarkan
darah. Jika mengeluarkan darah hukumnya makruh, namun tetap
sah sebagai hewan kurban. Wallahu a’lam.
HUKUM IURAN KURANG DARI
TUJUH ORANG UNTUK
BERQURBAN SEEKOR SAPI
IURAN KURANG DARI TUJUH ORANG UNTUK
BERQURBAN SEEKOR SAPI

Boleh hukumnya sejumlah orang yang kurang dari tujuh orang untuk
berserikat (iuran) membeli satu ekor sapi sebagai hewan qurban.
Imam Syafi'i dalam kitabnya Al Umm berkata :
‫ كما تجزي الجزور‬، ‫ وهم متطوعون بالفضل‬، ‫وإذا كانوا أقل من سبعة أجزأت عنهم‬
‫ ويكون متطوعا بفضلها عن الشاة‬، ‫(البعي) عمن لزمته شاة‬
"Jika mereka itu (para pekurban) kurang dari tujuh orang, maka satu
ekor sapi itu mencukupi mereka, asalkan mereka itu memang dengan
suka rela membayar lebih. Hal ini sebagaimana halnya satu ekor unta
mencukupi bagi satu orang, yang seharusnya cukup menyembelih
satu ekor kambing saja, asalkan dia memang dengan sukarela
membayar untuk lebih dari satu ekor kambing." (Imam Syafi'i, Al
Umm, Juz II, hlm. 244)
IURAN KURANG DARI TUJUH ORANG UNTUK
BERQURBAN SEEKOR SAPI

Imam Al Kasani dalam kitabnya Bada'i' Al Shana`i' berkata :


‫ان أَ ًو‬ًِّ َ‫ك اثن‬ ًَ ‫ ِّبأَنً اشتَ َر‬، ً‫سبعَة‬ َ ً‫از بَ َدنَةً أَوً بَقَ َرةً عَنً أًَقَ ًَّل ِّمن‬ ًِّ ‫" َو ًَال شَكًَّ ِّفي َج َو‬
ً‫سبع‬ُّ ‫از ال‬ ًَ ‫ستَّةً ِّفي بَ َدنَةً أَوً بَقَ َرةً ؛ ِّْلَنَّهً لَ َّما َج‬
ِّ ً‫سةً أَو‬ َ ‫ث َ َالثَةً أَوً أَربَعَةً أَوً َخم‬
ًَ ‫س َواءً اتَّفَقَتً اْلَن ِّصًبَاءً فِّي القَد ًِّر أَوً اختَلَفَتً ؛ ًِّبأَنً يَك‬
‫ون‬ َ ‫ َو‬، ‫الزيَادَةً أَولَى‬ ِّ َ‫ف‬
ً‫ص عَن‬ ًَ ‫ بَع ًَد أَنً ًَال يَنق‬، ً‫سدس‬ ُّ ‫ َو ِِّل َخ ًَر ال‬، ً‫ َو ِّلْل َخ ًِّر الثُّلث‬، ً‫ِّْل َ َح ِّد ِّهمً النِّصف‬
".‫سب ًِّع‬
ُّ ‫ال‬
"Tidak ada keraguan dalam hal bolehnya iuran satu ekor unta atau satu
ekor sapi oleh kurang dari tujuh orang, misalnya iuran oleh dua, atau tiga,
atau empat, atau lima, atau enam orang untuk satu ekor unta atau satu
ekor sapi. Hal itu dikarenakan jika boleh iuran yang besarnya sepertujuh,
maka tentu lebih boleh lagi kalau iurannya lebih besar dari sepertujuh,
sama saja apakah bagian-bagian dagingnya sama atau berbeda-beda,
misalnya satu orang mendapat setengah, sedang yang lain mendapat
sepertiga, yang lainnya mendapat seperenam, yang penting tidak kurang
dari sepertujuh." (Imam Al Kasani, Bada'i' Al Shana`i', Juz V, hlm. 71).
IURAN KURANG DARI TUJUH ORANG UNTUK
BERQURBAN SEEKOR SAPI
Berdasarkan kutipan-kutipan ini, boleh hukumnya iuran oleh
kurang dari tujuh orang, misal oleh empat orang, untuk membeli
satu ekor sapi sebagai hewan kurban.
Dalil kebolehannya adalah mafhum muwafaqah dari nash-nash
hadits Nabi SAW yang membolehkan iuran tujuh orang untuk satu
ekor sapi atau unta.
ً‫ البَقَ َرة‬: ً‫سًلَّ ًَم قَا َل‬
َ ‫علَي ِّهً َو‬ ًَّ ‫صلَّى‬
َ ‫ّللا‬ ًَّ َ ‫ّللا أ‬
ًَّ ‫ن النَّ ِّب‬
َ ‫ي‬ ًَِّّ ‫ن عَب ًِّد‬
ًِّ ‫عَنً َجا ِّب ًِّر ب‬
ً‫سبعَة‬ ًَ ً‫ عَن‬- ‫ البعير‬: ‫ أي‬- ً‫ َوال َجزور‬، ً‫سبعَة‬ َ ً‫عَن‬
Dari Jabir bin Abdillah RA bahwa Nabi SAW bersabda,"Satu ekor
sapi boleh dari tujuh orang, dan satu ekor unta juga boleh dari
tujuh orang." (HR Abu Dawud, no. 2808, dinilai sebagai hadits
shahih oleh Syekh Nashiruddin Al Albani dalam kitabnya Shahih
Abu Dawud).
IURAN KURANG DARI TUJUH ORANG UNTUK
BERQURBAN SEEKOR SAPI

Berdasarkan hadits tersebut, jika iuran tujuh orang boleh, untuk


membeli satu ekor sapi atau satu ekor unta, maka diistinbath
(disimpulkan) dengan mafhum muwafaqah berarti lebih boleh lagi
(min baab al aula) iuran oleh beberapa orang yang kurang dari
tujuh orang. Wallahu a'lam.
HUKUM BERKURBAN ATAS
NAMA PERUSAHAAN
BERKURBAN ATAS NAMA PERUSAHAAN

Tidak sah hukumnya berkurban atas nama perusahaan,


karena perusahaan tidak memenuhi syarat-syarat
pekurban (al mudhahhi) yang hanya dapat diberlakukan
pada seorang mukallaf, yaitu seorang manusia
sebenarnya (al syakhsh al haqiiqi, natural person).
Syarat-syarat pekurban tidak dapat diberlakukan pada
sebuah badan hukum (rechts persoon [Bld], legal person
[Eng], al syakhshiyyah al ma’nawiyyah / al syakhshiyyah
al i'tibariyyah [Arab]), seperti PT, kampus, lembaga,
institusi, dsb.
BERKURBAN ATAS NAMA PERUSAHAAN

Syarat-syarat pequrban (al mudhahhi) adalah :


1) beragama Islam (muslim). Tidak sah pekurban
beragama selain Islam, seperti beragama Kristen,
Yahudi, dan sebagainya.
2) berakal sehat (‘aqil). Tidak sah kurban dari pekurban
yang gila atau sakit jiwa.
3) dewasa (baligh). Tidak sah kurban dari anak-anak
yang belum baligh (berumur 15 tahun hijriyah).
4) mampu (ghani, al maqdirah al maliyah). Tidak
disyariatkan kurban bagi orang yang belum
berkemampuan, seperti orang fakir, miskin, dsb.
BERKURBAN ATAS NAMA PERUSAHAAN

Kriteria mampu bagi seseorang adalah :


(1) sudah tercukupinya kebutuhan-kebutuhan dasarnya (al
hajat al asasiyyah), yaitu sandang, pangan, dan papan,
secara sempurna, dan
(2) sudah tercukupinya pula kebutuhan-kebutuhan sekunder
(penyempurna) (al hajatul kamaliyah) yang merupakan
keharusan baginya, seperti tersedianya alat transportasi
dan alat komunikasi.
(Lihat Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, Juz IV,
hlm. 252-254; Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, Juz V, hlm.
79-81; Abdurrahman Al Maliki, As Siyasah Al Iqtishadiyyah Al
Mutsla, hlm. 172; Husamuddin ‘Ifanah, Al Mufashshal fi Ahkam Al
Udh-hiyyah, hlm. 46).
BERKURBAN ATAS NAMA PERUSAHAAN

Berdasarkan syarat-syarat pekurban (al mudhahhi) tersebut,


jelaslah syarat-syarat tersebut hanya dapat diberlakukan pada
seorang mukallaf, yaitu seorang manusia yang sebenarnya (al
syakhsh al haqiiqi, natural person), tidak dapat diberlakukan
pada suatu badan hukum (al syakhshiyyah al ma’nawiyyah,
legal person).
Karena itu, tidak sah hukumnya berkurban atas nama
perusahaan, karena perusahaan tidak memenuhi syarat-syarat
pekurban (al mudhahhi) yang ditetapkan syara’.
Namun sembelihannya tetap halal dimakan sebagai sembelihan
biasa, selama memenuhi syarat-syarat penyembelihan syar’i.
Solusinya adalah kurban diatasnamakan salah seorang
karyawan muslim dari perusahaan, setelah dilakukan akad
hibah dari perusahaan kepada salah satu karyawannya.
HUKUM MEMBAGIKAN
DAGING KURBAN DALAM
BENTUK SUDAH DIMASAK
MEMBAGIKAN KURBAN SUDAH DIMASAK

Ada khilafiyah ulama mengenai hukum membagikan daging kurban


yang sudah dimasak (bukan daging mentah). Ulama Hanafiyah dan
Malikiyah, mengatakan boleh. Sedang ulama ulama Syafi’iyyah dan
Hanabilah mengatakan tidak boleh.
 Pertama, menurut ulama Hanafiyah, boleh hukumnya
membagikan daging hewan kurban dalam bentuk yang sudah
dimasak. Kata Imam Al Kasani :
‫ واألفضل أن يتصدق بالثلث ويتخذ الثلث ضيافة ألقاربه وأصدقائه ويدخر الثلث‬
 “Yang afdhol adalah mensedekahkan sepertiganya, kemudian
menjadikan sepertiganya sebagai jamuan makan untuk para
kerabat dan teman [berarti sudah dimasak], dan sepertiganya lagi
untuk disimpan.” (Imam Al Kasani, Bada`i’u Al Shana`i’, Beirut :
Darul Kutub Al ‘Ilmiyah, 1424/2002, Cet II, Juz VI, hlm. 329; Al
Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, Juz V, hlm. 102).
MEMBAGIKAN KURBAN SUDAH DIMASAK

 Kedua, menurut ulama Malikiyyah, daging hewan kurban boleh


dibagikan baik dalam keadaan masih mentah, maupun dalam
keadaan sudah dimasak.
 Imam Ibnu Abdil Barr meriwayatkan perkataan Imam Malik
sebagai berikut :
‫ إن شاء نيئا وإن‬، ‫ ل حد فيما يأكل ويتصدق ويطعم الفقراء واألغنياء‬: ‫ وقال مالك‬
‫شاء مطبوخا‬
 “Imam Malik berkata,”Tidak ada batasan pada apa yang dimakan,
disedekahkan, dan diberikan sebagai makanan oleh pekurban bagi
kaum fakir dan kaum kaya. Jika mau, dia boleh memberikan
dalam kondisi mentah, dan jika mau, dia boleh memberikan
dalam keadaan sudah dimasak.”
 (Ibnu Abdil Barr, Al Kafi fi Fiqhi Ahlil Madinah Al Maliki, Juz I, hlm. 424).
MEMBAGIKAN KURBAN SUDAH DIMASAK

 Ketiga, menurut ulama Syafi’iyah, wajib membagikan daging kurban


dalam keadaan masih mentah, tidak boleh keadaan sudah dimasak.
 Imam Al Khathib Al Syarbaini mengatakan :
َ َّ َ ْ َ َ ْ َ َ ْ َ ْ َ َ َ ُ ُ ُ َْ ْ َ َ َّ َ َ َ ً َ ُ َ ْ َ ْ َّ ُ ََ ْ ُ َ
،‫ات‬ ‫ار‬ ‫ف‬ ‫ك‬ ‫ال‬ ‫ف‬ ‫ا‬‫م‬ ‫ك‬ ‫ه‬‫ي‬ ‫غ‬‫و‬ ‫ع‬‫ي‬‫ب‬ ‫ن‬‫م‬ ‫اء‬ ‫ش‬ ‫ا‬‫م‬ ‫ب‬ ‫ه‬ ‫ذ‬ ‫خ‬ ‫أ‬‫ي‬ ‫ن‬‫م‬ ‫يه‬‫ف‬ ‫ف‬ ‫ي‬‫ل‬
َ َ َ ُ ْ ُ َ ُ َ ً َ َ ُ ُ ْ َ ِ ‫ش ْي‬
‫َص‬ ‫ت‬ ‫ا‬‫يئ‬‫ن‬ ‫ون‬‫ك‬‫ي‬ ‫ن‬ ‫أ‬ ‫م‬‫ح‬ ‫الل‬ ‫ف‬ ‫ط‬ ‫ وي‬
ُ َ ْ ُ ُ ْ َِ َ َ ِ ْ َ َ ُّ َ َ ْ ُ َّ َ َّ َ ْ َ ََ
‫ف جعله طعاما ودعاء الفقراء إليه؛ ألن حقهم ِف تملكه ل ِف أ كله ول تمليكهم له‬ ِ ً‫َف ْل ُ يك‬
‫مطبوخا‬
 “Disyaratkan pada daging (yang wajib disedekahkan) harus mentah, supaya
fakir/miskin yang mengambilnya dapat mentasharruf-kan dengan leluasa
dengan menjual dan semacamnya, seperti ketentuan dalam bab kafarat
(denda), maka tidak cukup menjadikannya masakan (matang) dan
mengundang orang fakir untuk memakannya, sebab hak mereka adalah
memiliki daging kurban, bukan memakannya. Demikian pula tidak cukup
memberikan hak milik kepada mereka berupa daging yang sudah dimasak.”
(Khathib Asy Syarbaini, Mughni Al Muhtaj ila Ma’rifat Ma’ani Alfazhi Al
Minhaj, Beirut : Darul Ma’rifah, Cet I, 1997 / 1418, Juz IV, hlm. 388).
MEMBAGIKAN KURBAN SUDAH DIMASAK

 Keempat, menurut ulama Hanabilah, sama dengan pendapat


ulama Syafi’iyyah, yaitu wajib membagikan daging kurban
dalam keadaan masih mentah, tidak boleh keadaan sudah
dimasak.
 Imam Al Buhuti, seorang ulama Hanabilah mengatakan ::
َّ ُْ َ ُ ْ ْ َ َ ُ َ َ َ َّ َ َ َ َ َْ ْ َ ْ َّ َ َ َ ْ َ ْ َ
‫ كاألوقية‬، ‫ ضمن أقل ما يقع عليه السم‬، ‫شء ِنء منها‬ ِ ‫ فإن لم يتصدق ب‬
 “Jika pekurban tidak menyedekahkan daging kurbannya
dalam bentuk daging mentah sedikitpun, maka dia wajib
menjamin harganya dalam ukuran yang dapat disebut
sedekah, misalnya satu uqiyah.”
 (Imam Al Buhuti, Kasysyaful Qina’, Juz VII, hlm. 444).
 Ketr : 1 uqiyah = 40 dirham = 40 x Rp 70.000 = Rp 2.8000.000 (lihat
https://www.dorar.net/hadith/sharh/139692)
MEMBAGIKAN KURBAN SUDAH DIMASAK

 Tarjih :
 Kami condong kepada pendapat yang membolehkan membagikan
daging hewan kurban dalam keadaan sudah dimasak, karena
pembagian ini termasuk ke dalam “memberikan makanan kepada
orang lain” (‫ )اإلطعام‬yang caranya tidak ditentukan secara khusus
oleh syara’.
 Syekh Nada Abu Ahmad mengatakan dalam kitabnya Al Jami’ li
Ahkam Al Udh-hiyyah :
َ َْ َ َْ ُ ْ ََ َْ ُُ َ
: ‫ { فكلوا منها وأطعموا البائس الفقي} ( الحج‬: ‫تعال قال‬
ِ ‫وهذا الكلم ل دليل عليه فاهلل‬
‫النيء أم المطبوخ فاألمر فيه‬
ِ ‫) ولم يفصل سبحانه وتعال هل يكون اإلطعام باللحم‬28
‫الني صىل هللا عليه‬
ِ ‫ وإن كان‬، ‫ وعىل هذا يجوز دفع اللحم للفقراء نيئا أو مطبوخا‬،‫سعة‬
‫ لكن ليس ِف‬،‫الني صىل هللا عليه وسلم يفعل‬ ِ ‫ كما كان‬، ‫وسلم يفضل أن يخرج اللحم نيئا‬
‫عىل المنع من خروج اللحم مطبوخا‬
ِ ‫ذلك دليل‬
MEMBAGIKAN KURBAN SUDAH DIMASAK

 Tarjih (lanjutan) :
 “Pendapat ini [yang melarang membagikan dalam bentuk masakan]
tidak ada dalilnya, karena Allah SWT berfirman :
َ ‫ َف ُك ُلوا م ْن َها َو َأ ْطع ُموا ْال َبائ‬
َ‫س ْال َفقي‬
 “Dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang
sengsara dan fakir.” (QS Al Hajj : 28)
 Dan Allah SWT tidak merinci apakah memberikan makan itu dengan
daging mentah ataukah daging yang sudah dimasak. Jadi masalah ini
sebenarnya longgar. Maka boleh membagikan daging kurban kepada
kaum fakir baik daging mentah maupun sudah dimasak, meskipun
Nabi SAW lebih mengutamakan memberikan dalam bentuk daging
mentah, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi SAW, tetapi ini bukan
berarti larangan untuk memberikannya dalam bentuk sudah dimasak.”
(Syekh Nada Abu Ahmad, Al Jami’ li Ahkam Al Udh-hiyyah , hlm. 54).
‫واهلل أعلم بالصواب‬
Wallahu a’lam bish-shawab
Informasi & Kontak

0811 2399 231

majelissholdah2301@gmail.com

Majelis Sholdah

Majelis Sholdah

Anda mungkin juga menyukai