Boleh hukumnya sejumlah orang yang kurang dari tujuh orang untuk
berserikat (iuran) membeli satu ekor sapi sebagai hewan qurban.
Imam Syafi'i dalam kitabnya Al Umm berkata :
كما تجزي الجزور، وهم متطوعون بالفضل، وإذا كانوا أقل من سبعة أجزأت عنهم
ويكون متطوعا بفضلها عن الشاة، (البعي) عمن لزمته شاة
"Jika mereka itu (para pekurban) kurang dari tujuh orang, maka satu
ekor sapi itu mencukupi mereka, asalkan mereka itu memang dengan
suka rela membayar lebih. Hal ini sebagaimana halnya satu ekor unta
mencukupi bagi satu orang, yang seharusnya cukup menyembelih
satu ekor kambing saja, asalkan dia memang dengan sukarela
membayar untuk lebih dari satu ekor kambing." (Imam Syafi'i, Al
Umm, Juz II, hlm. 244)
IURAN KURANG DARI TUJUH ORANG UNTUK
BERQURBAN SEEKOR SAPI
Tarjih :
Kami condong kepada pendapat yang membolehkan membagikan
daging hewan kurban dalam keadaan sudah dimasak, karena
pembagian ini termasuk ke dalam “memberikan makanan kepada
orang lain” ( )اإلطعامyang caranya tidak ditentukan secara khusus
oleh syara’.
Syekh Nada Abu Ahmad mengatakan dalam kitabnya Al Jami’ li
Ahkam Al Udh-hiyyah :
َ َْ َ َْ ُ ْ ََ َْ ُُ َ
: { فكلوا منها وأطعموا البائس الفقي} ( الحج: تعال قال
ِ وهذا الكلم ل دليل عليه فاهلل
النيء أم المطبوخ فاألمر فيه
ِ ) ولم يفصل سبحانه وتعال هل يكون اإلطعام باللحم28
الني صىل هللا عليه
ِ وإن كان، وعىل هذا يجوز دفع اللحم للفقراء نيئا أو مطبوخا،سعة
لكن ليس ِف،الني صىل هللا عليه وسلم يفعل ِ كما كان، وسلم يفضل أن يخرج اللحم نيئا
عىل المنع من خروج اللحم مطبوخا
ِ ذلك دليل
MEMBAGIKAN KURBAN SUDAH DIMASAK
Tarjih (lanjutan) :
“Pendapat ini [yang melarang membagikan dalam bentuk masakan]
tidak ada dalilnya, karena Allah SWT berfirman :
َ َف ُك ُلوا م ْن َها َو َأ ْطع ُموا ْال َبائ
َس ْال َفقي
“Dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang
sengsara dan fakir.” (QS Al Hajj : 28)
Dan Allah SWT tidak merinci apakah memberikan makan itu dengan
daging mentah ataukah daging yang sudah dimasak. Jadi masalah ini
sebenarnya longgar. Maka boleh membagikan daging kurban kepada
kaum fakir baik daging mentah maupun sudah dimasak, meskipun
Nabi SAW lebih mengutamakan memberikan dalam bentuk daging
mentah, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi SAW, tetapi ini bukan
berarti larangan untuk memberikannya dalam bentuk sudah dimasak.”
(Syekh Nada Abu Ahmad, Al Jami’ li Ahkam Al Udh-hiyyah , hlm. 54).
واهلل أعلم بالصواب
Wallahu a’lam bish-shawab
Informasi & Kontak
majelissholdah2301@gmail.com
Majelis Sholdah
Majelis Sholdah