QURBAN
makalah materi PAI II
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penyembelihan Hewan
1. Pengertian
Dalam istilah fiqih, penyelembelihan (adz-dzabhu) Secara Bahasa berarti at-tabayyun, yaitu
bau yang sedap. Hal ini disebabkan pembolehan secara hukum syar’i menjadikannya menjadi
baik harum. Menurut mazhab Hanafi dan Maliki, penyembelihan adalah terpotongnya empat urat
leher, yaitu urat tenggorokan, urat pencernaan, dan dua urat nadi. Adapun menurut Mazhab
Syafi’I dan Hambali penyembelihan adalah terpotongnya dua saluran di leher hewan, yaitu
saluran nafas yang terletak di leher dan saluran makanan/pencernaan.[1][1]
Jadi, yang dimaksud menyembelih adalah memotong saluran nafas dan saluran makanan
dari seekor binatang menurut aturan yang telah disyariatkan oleh agama, kecuali ikan dan
belalang keduanya halal dimakan dengan tidak disembelih.[2][2] Berdasarkan hadis Rasulullah
saw, yang berbunyi :
) (رواه ابن ماجه.احلت لنا ميتتان السمك والجراد
“Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai ; ikan dan belalang”. (Riwayat Ibnu Majah)
B. QURBAN
1. Pengertian dan Hukum Qurban
Qurban berasal dari bahasa Arab yang diambil dari kata : qaruba – yaqrabu – qurban wa
qurbaanan. Artinya, “dekat” atau “mendekatkan diri”, mendekati atau menghampiri. Menurut
istilah, qurban adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah baik
berupa hewan sembelihan maupun. Dengan niat ibadah guna mendekatkan diri kepada Allah
swt. Hewan yang digunakan untuk qurban adalah binatang ternak, seperti kambing, sapi, dan
unta.[8][9]
Dalam bahasa Arab, hewan kurban disebut juga dengan istilah udh-hiyah atau adh-dhahiyah
, dengan bentuk jamaknya al adhaahi. Kata ini diambil dari kata dhuha, yaitu waktu matahari
mulai tegak yang disyariatkan untuk melakukan penyembelihan kurban, yakni kira-kira pukul
07.00 – 10.00. Udh-hiyah adalah hewan kurban (unta, sapi, dan kambing) yang disembelih pada
hari raya Qurban dan hari-hari tasyriq sebagai taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah (Sayyid
Sabiq, Fikih Sunnah XIII/155; Al Jabari, 1994).
Ibadah qurban hukumnya sunnah muakkad, artinya sunnah yang sangat dianjurkan bagi
orang yang sudah mampu. Sebagaimana firman Allah swt :
“Sesungguhnya Kami telah memberi kepadanya nikmat yang banyak.Maka dirikanlah salat karena
Tuhanmu,dan berkurbanlah.”(Al-Kausar:1-2)
“Dan bagi tiap-tiap umat Telah kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama
Allah terhadap binatang ternak yang Telah direzkikan Allah kepada mereka, Maka Tuhanmu ialah Tuhan
yang Maha Esa, Karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. dan berilah kabar gembira kepada orang-
orang yang tunduk patuh (kepada Allah).”
Dan Dalam hadits dinyatakan,dari Abu Hurairah r.a. berkata,bahwasanya Rasulullah
Saw. bersabda :
ِ ُ ال رس َ ََ َو َع ْن َأبِي ُه َر ْي َر َة رضي اهلل عنه ق
,ض ِّح ْ ول اَللَّه صلى اهلل عليه وسلم ( َم ْن َكا َن لَهُ َس َعةٌ َول
َ َُم ي ُ َ َ َ ق:ال
ِ ل, وص َّححهُ اَلْحاكِم, وابن ماجه, رواهُ َأحم ُد ) فَاَل ي ْقرب َّن مصاَّل نَا
ُ ,َك ْن َر َّج َح اََأْلِئ َّمةُ غَْي ُرهُ َو ْق َفه ُ َ َ َ َ َ َ ُ ْ َ َ ْ ََ َ ُ ََ َ
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
bersabda: "Barangsiapa mempunyai kemudahan untuk berkurban, namun ia belum
berkurban, maka janganlah sekali-kali ia mendekati tempat sholat kami." Riwayat Ahmad
dan Ibnu Majah. Hadits shahih menurut Hakim. Hadits mauquf menurut para imam hadits
selainnya. [9][10]
2. Ketentuan Hewan Qurban
Yang dimaksud dengan hewan qurban tersebut adalah binatang ternak yang dipelihara dan
dikomsumsi dagingnya, misalnya unta, sapi, kerbau, kambing, atau domba. Binatang yang sah
untuk menjadi qurban, ialah yang tidak mempunyai cacat seperti ; pincang, sangat kurus, sakit,
terpotong telinganya, dll.[10][11] Dikatakan syah, jika binatang tersebut memenuhi syarat-
syarat binatang/hewan yang telah ditetap kan syariat.[11][12] Adapun syarat-syarat
binatang/hewan untuk dijadikan qurban adalah :
Cukup umurnya
o Domba sekurang-kurangnya berumur satu tahun;
o Kambing, sekurang-kurangnya berumur dua tahun;
o Unta sekurang-kurangnya berumur empat tahun dan masuk tahun kelima;
o Sapi, sekurang-kurangnya berumur dua tahun dan masuk tahun ketiga.
س َر ِ سو ُل هَّللَا ِ صلى هللا عليه وسلم ( اَل ت َْذبَ ُحوا ِإاَّل ُم
ُ ِإاَّل َأنْ يَ ْع,ًس نَّة ُ قَا َل َر:َ َوعَنْ َجابِ ٍر رضي هللا عنه قَا َل
سلِم ْ َر َواهُ ُم ) ضْأ ِن
َّ َعلَ ْي ُك ْم فَت َْذبَ ُحوا َج َذ َعةً ِمنَ اَل
Dari Jabir bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Jangan menyembelih
kecuali hewan yang umurnya masuk tahun ketiga. Bila engkau sulit mendapatkannya,
sembelihlah kambing yang umurnya masuk tahun kelima." Riwayat Muslim.
· Tidak cacat , Tidak sakit, Tidak pincang, Tidak buta, Tidak kurus, Tidak putus telinga atau
tanduknya.[12][13]. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW :
َ:فَقَا َل وسلم اللهعليه صلى ِ هَّللَا سو ُل ُ َر فِينَا قَا َم :قَا َل َع ْن ُه َما ُ هَّللَا ض َي ِ َر ب ٍ عَا ِز ب ِن اَ ْلبَ َرا ِء َوع َِن
ُيرة
َ س ُ َم َر ُاَ ْلبَيِّن ُضة
ِ َوا ْل َك َظَ ْل ُعه ُاَ ْلبَيِّن َوا ْل َع ْر َجا ُء ,ض َها َ َوا ْل َم ِري, َع َو ُرهَا ُاَ ْلبَيِّن اَ ْل َع ْو َرا ُء :ض َحايَاَّ اَل فِي ت َُجو ُز اَل َأ ْربَ ٌع (
ُّ اَلت ِّْر ِم ِذ ُص َّح َحه
ِحبَّان ُ َوابْن ,ي َ َو ُ سة َ اَ ْل َخ ْم ُ َر َواه ) تُ ْنقِي اَل اَلَّتِي
Al-Bara' Ibnu 'Azib Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
berdiri di tengah-tengah kami dan bersabda: "Empat macam hewan yang tidak boleh
dijadikan kurban, yaitu: yang tampak jelas butanya, tampak jelas sakitnya, tampak jelas
pincangnya, dan hewan tua yang tidak bersum-sum." Riwayat Ahmad dan Imam Empat.
Hadits shahih menurut Tirmidzi dna Ibnu Hibban
· Waktu penyembelihan Qurban
Waktu penyembelihannya ialah sesudah shalat ‘Idul Adha, dan akhir waktunya ialah
‘Ashar hari tasyriq, yakni sejak tanggal 10 Dzulhijah hingga terbenamnya matahari tanggal 13
Dzulhijah.
لى هللا,,ه ص ِ َّولِ اَلل,س ُ ع َر َ ,م
َ حى َ ,ضْ ت اََأْل ُ ه ْدِ ,شَ ( :لَ ا,,ق َ ه,,س ْفيَانَ رضي هللا عن ُ ن ِ ج ْن ُدبِ ْب ْ َوع
ُ ن َ َ
َّ َل ا
اَل ِة, لص َ ح
َ ,ق ْب َ َذبَ ن ْ مَ :ل َ ,ت
َ ف
َ ا,,ق ْ ح
َ ِد ُذب, ْ ,ق َ مٍ غ َنَ نَظَ َر ِإلَى, ِه بِال َّناس
ُ َصاَل ت
َ قضَى َ ما َّ َفل َ عليه وسلم
ِ َق عَ لَ ْيه
ٌ م َّتف
ُ ) ه ِ َّم اَللِ اسْ ف ْليَ ْذبَحْ عَ لَى َ ح َ ُن
َ َذب ْ م يَك ْ َن لْ م
َ و
َ , هاَ َمكَان َ شا ًة َ
َ ْف ْليَ ْذبَح
Jundab Ibnu Sufyan Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku mengalami hari raya Adlha bersama
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam Setelah beliau selesai sholat bersama orang-orang,
beliau melihat seekor kambing telah disembelih. Beliau bersabda: "Barangsiapa
menyembelih sebelum sholat, hendaknya ia menyembelih seekor kambing lagi sebagai
gantinya; dan barangsiapa belum menyembelih, hendaknya ia menyembelih dengan nama
Allah." Muttafaq Alaihi.
4. Hikmah Qurban
Qurban merupakan satu bentuk ibadah yang mempunyai dua dimensi, yaitu dimensi illahiyah
dan dimensi social. Melaksanakan qurban berarti mentaati syariat Allah swt, yang membawa
pahala baginya. Selain itu, qurban berarti memberikan kebahagian bagi orang lain, khususnya
faqir miskin untuk dapat menikmati daging hewan qurban.[14][15]
Ada beberapa hikmah yang dapat kita ambil dari disyariatkannya qurban, antara lain :
· Akan menambah cinta dan keimanannya kepada Allah Swt.
· Sebagai rasa syukur pada Allah Swt. atas karunia yang dilimpahkan pada dirinya.
· Menambah rasa peduli dan tolong-menolong kepada orang lainyang kurang mampu.
· Akan menambah persatuan dan kesatuan karena ibadah kurban melibatkan seluruh lapisan
masyarakat.[15][16]
C. AQIQAH
Setiap Muslim pasti menginginkan anak yang shaleh dan shalehah, berbakti kepada orang
tua, agama, bangsa, dan Negara. Usaha untuk menjadikan anak shaleh dan shalehah, antara
lain dengan memberii bekal, ilmu pengetahuan yang cukup. Salah satu hal yang tidak kalah
penting tugas kedua orang tua kepada anak adalah memberikan nama yang baik bagi anaknya
yang lahir.[16][17]
1. Pengertian Aqiqah
Aqiqah menurut bahasa berarti “bulu” atau “rambut” anak yang baru lahir. Sedangkan
menurut istilah berarti : menyembelih hewan tertentu sehubungan dengan kelahiran anak,
sesuai dengan ketentuan syara’.[17][18] Sedangkan menurut pendapat lain adalah menyembelih
kambing pada hari ketujuh dari kelahiran seorang bayi. Apabila bayi yang lahir itu laki-laki,
aqiqahnya adalah duaekor kambing. Apabila bayi itu perempuan, aqiqahnya satu ekor kambing.
Bersamaan dengan hari pemotongan hewan aqiqah, bayi tersebut diberi nama yang baik dan
dicukur rambutnya.[18][19]
Aqiqah hukumnya sunat bagi orang yang wajib menanggung nafkah si anak.[19][20]Asal
sunat menyembelih aqiqah itu sesuai dengan hadits Aisyah dan Samurah, bahwasanya
Rasulullah s.a.w. bersabda :
َ ت ُْذبَ ُح, ( ُك ُّل ُغاَل ٍم ُم ْرتَ َهنٌ بِ َعقِيقَتِ ِه:سو َل هَّللَا ِ صلى هللا عليه وسلم قَا َل ُ س ُم َرةَ رضي هللا عنه َأنَّ َر َ َْوعَن
ي َ
ّ ص َّح َحهُ الت ِّْر ِم ِذ ُ
َ َو,سة َ ْ َ
َ َر َواهُ الخ ْم ) س َّمى َ َ َع ْنهُ يَ ْو َم
َ ُ َوي,ُ َويُ ْحلق,سابِ ِع ِه
Dari Samurah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
"Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya; ia disembelih hari ketujuh (dari kelahirannya),
dicukur, dan diberi nama." Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Hadits shahih menurut
Tirmidzi.
2. Ketentuan hewan Aqiqah
Hewan aqiqah adalah kambing atau domba. Bagi anak laki-laki dua ekor kambing sedangkan
bagi anak perempuan satu ekor kambing. Sebagaimana hadis Nabi Saw, yang berbunyi :
َّ سو َل هَّللَا ِ صلى هللا عليه وسلم َأ ْم َر ُه ْم َأنْ يُ َع
َق عَنْ اَ ْل ُغاَل ِم شَاتَا ِن ُ ض َي هَّللَا ُ َع ْن َها ( َأنَّ َر ِ شةَ َر
َ َوعَنْ عَاِئ
ص َّح َحه ٌ ْ
ُّ َر َواهُ اَلت ِّْر ِم ِذ ) َوعَنْ اَل َجا ِريَ ِة شَاة,ُم َكافَِئتَا ِن
َ ي َو
Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan
mereka agar beraqiqah dua ekor kambing yang sepadan (umur dan besarnya) untuk bayi laki-
laki dan seekor kambing untuk bayi perempuan. Hadits shahih riwayat Tirmidzi.[20][21]
Binatang yang sah untuk menjadi aqiqah sama halnya dengan hewan/binatang yang sah
untuk berqurban, baik dari segi umurnya, macam-macamnya, dan tanpa cacat.[21][22]
3. Waktu Pelaksanaan
Pelaksanaan akikah disunnahkan pada hari yang ketujuh dari kelahiran, ini berdasarkan
sabda Nabi Saw, yang telah disebutkan diatas
Dan bila tidak bisa melaksanakannya pada hari ketujuh, maka bisa dilaksanakan pada
hari ke empat belas, dan bila tidak bisa, maka pada hari ke dua puluh satu, ini berdasarkan hadis
Abdullah Ibnu Buraidah dari ayahnya dari Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam, beliau berkata yang
artinya: “Hewan akikah itu disembelih pada hari ketujuh, keempat belas, dan keduapuluhsatu.”
(Hadis hasan riwayat Al Baihaqiy)
Sedangkan untuk Bayi yang meninggal dunia sebelum hari ketujuh disunnahkan juga
untuk disembelihkan akikahnya, bahkan meskipun bayi yang keguguran dengan syarat sudah
berusia empat bulan di dalam kandungan ibunya. Namun bila seseorang yang belum di
sembelihkan hewan akikah oleh orang tuanya hingga ia besar, maka dia bisa menyembelih
akikah dari dirinya sendiri, Syaikh Shalih Al Fauzan berkata: Dan bila tidak diakikahi oleh
ayahnya kemudian dia mengaqiqahi dirinya sendiri maka hal itu tidak apa-apa.[22][23]
4. Hikmah disyariatkannya Aqiqah
Ada beberapa fungsi atau hikmah bagi orang-orang yang mengerjakan aqiqah, antara lain :
· Sebagai bukti rasa sukur orang tua kepada Allah swt, atas nikmat yang diberikannya berupa
anak.
· Membiasakan bagi orang tua untuk berqorban demi kepentingan anaknya yang baru lahir.
· Sebagai penebus gadai anak dari Allah swt, sehingga anak menjadi hak baginya dalam beramal
dan beribadah.
· Hubungan dengan tetangga dan sanak kerabat lebih erat dengan adanya pembagian daging
aqiqah.
· Sebagai wujud menteladani sunah Rasulullah saw, sehingga akan memperoleh nilai pahala disisi
Allah swt.
· Menghilangkan gangguan dari sesuatu yang tidak baik terhadap si anak.[23][24]
BAB III
PENUTUP
A. kesimpulan
Ada beberapa kesimpulan yang dapat kita petik dalam pembahasan makalh ini, antaralain :
1. Menyembelih adalah memotong saluran nafas dan saluran makanan dari seekor binatang
menurut aturan yang telah disyariatkan oleh agama, kecuali ikan dan belalang keduanya
halal dimakan dengan tidak disembelih.
2. Qurban yaitu menyembelih hewan dengan tujuan untuk ibadat kepada Allah pada hari
raya Adha dan hari-hari Tasyriq, yaitu tanggal 11, 12 ,dan 13 Dzulhijjah. Dengan niat
ibadah guna mendekatkan diri kepada Allah swt. Hewan yang digunakan untuk qurban
adalah binatang ternak, seperti kambing, sapi, dan unta.
3. Qurban merupakan satu bentuk ibadah yang mempunyai dua dimensi, yaitu dimensi
illahiyah dan dimensi social. Melaksanakan qurban berarti mentaati syariat Allah swt,
yang membawa pahala baginya. Selain itu, qurban berarti memberikan kebahagian bagi
orang lain, khususnya faqir miskin untuk dapat menikmati daging hewan qurban.
4. Aqiqah adalah Menyembelih hewan tertentu sehubungan dengan kelahiran anak, sesuai
dengan ketentuan syara’. Sedangkan menurut pendapat lain adalah menyembelih
kambing pada hari ketujuh dari kelahiran seorang bayi. Apabila bayi yang lahir itu laki-
laki, aqiqahnya adalah duaekor kambing. Apabila bayi itu perempuan, aqiqahnya satu
ekor kambing.
B. Saran
Dari makalah kami yang singkat ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua
umumnya kami pribadi. Yang baik datangnya dari Allah, dan yang buruk datangnya dari kami.
Dan kami sedar bahwa makalah kami ini jauh dari kata sempurna, masih banyak kesalahan dari
berbagai sisi, jadi kami harafkan saran dan kritik nya yang bersifat membangun, untuk perbaikan
makalah-makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Dian Rosyidah, dkk, Fiqih untuk Kelas IX untuk MTs dan SMP Islam, Jakarta : Arafah
Mitra Utama, 2008.
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Jakarta : Attahiriyah, cetakan ke 17, 1954.
Muhammad Cholis, dkk, Pendidikan Agama Islam, Malang : Penerbit Universitas
Negeri Malang, 2010.
Moh Rifa’i,Fiqih untuk Madrasah Aliyah, Semarang : PT Wicaksana, 1991.
[1][1] Dian Rosyidah, dkk, Fiqih untuk Kelas IX untuk MTs dan SMP Islam, Jakarta : Arafah Mitra Utama,
2008, hal 5
[2][2] Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Jakarta : Attahiriyah, cetakan ke 17, 1954, hal 442
[3][3] Muhammad Cholis, dkk, Pendidikan Agama Islam, Malang : Penerbit Universitas Negeri Malang,
2010, hal 50
[4][4] Muhammad Cholis, dkk, Pendidikan Agama Islam, Malang : Penerbit Universitas Negeri Malang,
2010, hal 50
[5][5] Dian Rosyidah, dkk, Fiqih untuk Kelas IX untuk MTs dan SMP Islam, Jakarta : Arafah Mitra Utama,
2008, hal 5
[6][6] Dian Rosyidah, dkk, Fiqih untuk Kelas IX untuk MTs dan SMP Islam, Jakarta : Arafah Mitra Utama,
2008, hal 6
[7][7] Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Jakarta : Attahiriyah, cetakan ke 17, 1954, hal 444
[8][9] Dian Rosyidah, dkk, Fiqih untuk Kelas IX untuk MTs dan SMP Islam, Jakarta : Arafah Mitra Utama,
2008, hal 13
[9][10] Muhammad Cholis, dkk, Pendidikan Agama Islam, Malang : Penerbit Universitas Negeri Malang,
2010, hal 50
[10][11] Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Jakarta : Attahiriyah, cetakan ke 17, 1954, hal 448
[11][12] Muhammad Cholis, dkk, Pendidikan Agama Islam, Malang : Penerbit Universitas Negeri Malang,
2010, hal 54
[12][13] Dian Rosyidah, dkk, Fiqih untuk Kelas IX untuk MTs dan SMP Islam, Jakarta : Arafah Mitra
Utama, 2008, hal 15-16 lihat juga di Sulaiman Rasjid, fiqih Islam, hal : 448, juga Moh Rifa’I, Pendidikan
Madrasah Aliyah, hal 173
[13][14] Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Jakarta : Attahiriyah, cetakan ke 17, 1954, hal 450
[14][15] Dian Rosyidah, dkk, Fiqih untuk Kelas IX untuk MTs dan SMP Islam, Jakarta : Arafah Mitra
Utama, 2008, hal 18
[15][16] Moh Rifa’i,Fiqih untuk Madrasah Aliyah, Semarang : PT Wicaksana, 1991, hal : 180
[16][17] Dian Rosyidah, dkk, Fiqih untuk Kelas IX untuk MTs dan SMP Islam, Jakarta : Arafah Mitra
Utama, 2008, hal 25
[17][18] Muhammad Cholis, dkk, Pendidikan Agama Islam, Malang : Penerbit Universitas Negeri Malang,
2010, hal 52
[18][19] Dian Rosyidah, dkk, hal : 26
[19][20] Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Jakarta : Attahiriyah, cetakan ke 17, 1954, hal 452
[20][21] Dian Rosyidah, dkk, Fiqih untuk Kelas IX untuk MTs dan SMP Islam, Jakarta : Arafah Mitra
Utama, 2008, hal 27
[21][22] Rasjid, Fiqih Islam, Jakarta : Attahiriyah, cetakan ke 17, 1954, hal 253
[22][23] Muhammad Cholis, dkk, Pendidikan Agama Islam, Malang : Penerbit Universitas Negeri Malang,
2010, hal 60
[23][24] Dian Rosyidah, dkk, Fiqih untuk Kelas IX untuk MTs dan SMP Islam, Jakarta : Arafah Mitra
Utama, 2008, hal 27