Anda di halaman 1dari 15

SYARAT HEWAN YANG AKAN DISEMBELIH

Yaitu hewan tersebut masih dalam keadaan hidup ketika penyembelihan, bukan dalam keadaan bangkai
(sudah mati). Allah Ta’ala berfirman,

َ‫علَ ْي ُك ُم ْال َم ْيتَة‬


َ ‫ِإنَّ َما َح َّر َم‬

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai.” (QS. Al Baqarah: 173)

SYARAT ORANG YANG AKAN MENYEMBELIH

Pertama: Berakal, baik laki-laki maupun perempuan, sudah baligh atau belum baligh asalkan
sudah tamyiz. Sehingga dari sini, tidak sah penyembelihan yang dilakukan oleh orang gila dan
anak kecil yang belum tamyiz. Begitu pula orang yang mabuk, sembelihannya juga tidak sah.

Kedua: Yang menyembelih adalah seorang muslim atau ahli kitab (Yahudi atau Nashrani). Oleh
karena itu, tidak halal hasil sembelihan dari seorang penyembah berhala dan orang Majusi
sebagaimana hal ini telah disepakati oleh para ulama. Karena selain muslim dan ahli kitab tidak
murni mengucapkan nama Allah ketika menyembelih.

Sedangkan ahlul kitab masih dihalalkan sembelihan mereka karena Allah Ta’ala berfirman,

َ ‫ط َعا ُم الَّذِينَ أُوتُوا ْال ِكت‬


‫َاب حِ ٌّل لَ ُك ْم‬ َ ‫َو‬

“Makanan (sembelihan) ahlul kitab (Yahudi dan Nashrani) itu halal bagimu, dan makanan kamu
halal pula bagi mereka.” (QS. Al Ma-idah: 5). Makna makanan ahlul kitab di sini adalah
sembelihan mereka, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, Abu Umamah, Mujahid, Sa’id
bin Jubair, ‘Ikrimah, ‘Atho’, Al Hasan Al Bashri, Makhul, Ibrahim An Nakho’i, As Sudi, dan
Maqotil bin Hayyan.[2]
Namun yang mesti diperhatikan di sini, sembelihan ahul kitab bisa halal selama diketahui kalau
mereka tidak menyebut nama selain Allah. Jika diketahui mereka menyebut nama selain Allah
ketika menyembelih, semisal mereka menyembelih atas nama Isa Al Masih, ‘Udzair atau
berhala, maka pada saat ini sembelihan mereka menjadi tidak halal berdasarkan firman Allah
Ta’ala,

‫ير َو َما أ ُ ِه َّل ِلغَي ِْر‬


ِ ‫علَ ْي ُك ُم ْال َم ْيتَةُ َوال َّد ُم َولَحْ ُم ْالخِ ْن ِز‬
َ ْ‫ُح ِ ِّر َمت‬

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih
atas nama selain Allah.” (QS. Al Ma-idah: 3)

Ketiga: Menyebut nama Allah ketika menyembelih. Jika sengaja tidak menyebut nama Allah –
padahal ia tidak bisu dan mampu mengucapkan-, maka hasil sembelihannya tidak boleh
dimakan menurut pendapat mayoritas ulama. Sedangkan bagi yang lupa untuk menyebutnya
atau dalam keadaan bisu, maka hasil sembelihannya boleh dimakan. Allah Ta’ala berfirman,

‫علَ ْي ِه َو ِإنَّهُ لَ ِفسْق‬ ِ َّ ‫َو ََل ت َأ ْ ُكلُوا مِ َّما لَ ْم يُ ْذك َِر ا ْس ُم‬
َ ‫َّللا‬

“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika
menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.” (QS.
Al An’am: 121)

Begitu juga hal ini berdasarkan hadits Rofi’ bin Khodij, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,

ُ‫ فَكُلُوه‬، ‫علَ ْي ِه‬ ِ َّ ‫َما أ َ ْن َه َر الد ََّم َوذُك َِر ا ْس ُم‬


َ ‫َّللا‬

“Segala sesuatu yang dapat mengalirkan darah dan disebut nama Allah ketika
menyembelihnya, silakan kalian makan.”[3]

Inilah yang dipersyaratkan oleh mayoritas ulama yaitu dalam penyembelihan hewan harus ada
tasmiyah (penyebutan nama Allah atau basmalah). Sedangkan Imam Asy Syafi’i dan salah satu
pendapat dari Imam Ahmad menyatakan bahwa hukum tasmiyah adalah sunnah (dianjurkan).
Mereka beralasan dengan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,

. » ُ‫علَ ْي ِه أ َ ْنت ُ ْم َو ُكلُوه‬ َ « ‫علَ ْي ِه أ َ ْم َلَ فَقَا َل‬


َ ‫س ُّموا‬ َّ ‫ى – صلى هللا عليه وسلم – إِ َّن قَ ْو ًما يَأْتُونَا بِاللَّحْ ِم َلَ نَد ِْرى أَذُك َِر ا ْس ُم‬
َ ِ‫َّللا‬ ِِّ ِ‫أ َ َّن قَ ْو ًما قَالُوا لِلنَّب‬
‫ع ْه ٍد بِ ْال ُك ْف ِر‬
َ ‫ قَالَتْ َوكَانُوا َحدِيثِى‬.

Ada sebuah kaum berkata pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ada sekelompok orang
yang mendatangi kami dengan hasil sembelihan. Kami tidak tahu apakah itu disebut nama Allah
ataukah tidak. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Kalian hendaklah menyebut
nama Allah dan makanlah daging tersebut.” ’Aisyah berkata bahwa mereka sebenarnya baru
saja masuk Islam.[4]

Namun pendapat mayoritas ulama yang menyaratkan wajib tasmiyah (basmalah) itulah yang
lebih kuat dan lebih hati-hati. Sedangkan dalil yang disebutkan oleh Imam Asy Syafi’i adalah
untuk sembelihan yang masih diragukan disebut nama Allah ataukah tidak. Maka untuk
sembelihan semacam ini, sebelum dimakan, hendaklah disebut nama Allah terlebih dahulu.

Keempat: Tidak disembelih atas nama selain Allah. Maksudnya di sini adalah mengagungkan
selain Allah baik dengan mengeraskan suara atau tidak. Maka hasil sembelihan seperti ini
diharamkan berdasarkan kesepakatan ulama. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,

‫ير َو َما أ ُ ِه َّل ِلغَي ِْر‬


ِ ‫علَ ْي ُك ُم ْال َم ْيتَةُ َوال َّد ُم َولَحْ ُم ْالخِ ْن ِز‬
َ ْ‫ُح ِ ِّر َمت‬

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih
atas nama selain Allah.” (QS. Al Ma-idah: 3)

SYARAT ALAT UNTUK MENYEMBELIH

Ada dua syarat yang mesti dipenuhi yaitu:


Pertama: Menggunakan alat pemotong, baik dari besi atau selainnya, baik tajam atau tumpul
asalkan bisa memotong. Karena maksud dari menyembelih adalah memotong urat leher,
kerongkongan, saluran pernafasan dan saluran darah.

Kedua: Tidak menggunakan tulang dan kuku. Dalilnya adalah hadits Rofi’ bin Khodij,

َ َ‫الظفُ ُر فَ ُم َدى ْال َحب‬


‫ش ِة‬ ُّ ‫ظم َوأ َ َّما‬ َ ‫سأ ُ َح ِ ِّدثُكُ ْم‬
ْ َ‫ أ َ َّما ال ِس ُِّّن فَع‬، َ‫ع ْن ذَلِك‬ ُّ ‫ْس ال ِس َِّّن َو‬
َ ‫ َو‬، ‫الظفُ َر‬ َ ‫ لَي‬، ُ‫ فَكُلُوه‬، ‫علَ ْي ِه‬ ِ َّ ‫َما أ َ ْن َه َر الد ََّم َوذُك َِر ا ْس ُم‬
َ ‫َّللا‬

“Segala sesuatu yang mengalirkan darah dan disebut nama Allah ketika menyembelihnya,
silakan kalian makan, asalkan yang digunakan bukanlah gigi dan kuku. Aku akan
memberitahukan pada kalian mengapa hal ini dilarang. Adapun gigi, ia termasuk tulang.
Sedangkan kuku adalah alat penyembelihan yang dipakai penduduk Habasyah (sekarang
bernama Ethiopia).” [5]

ADAB DALAM PENYEMBELIHAN HEWAN

Pertama: Berbuat ihsan (berbuat baik terhadap hewan)

Dari Syadad bin Aus, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ُ ‫ش ْف َرتَه ُ فَ ْلي ُِرحْ ذَبِي َحتَه‬


َ ‫ش ْىءٍ فَإِذَا قَت َْلت ُ ْم فَأ َ ْح ِسنُوا ْال ِقتْلَةَ َوإِذَا ذَبَحْ ت ُ ْم فَأَحْ ِسنُوا الذَّ ْب َح َو ْليُحِ َّد أ َ َح ُد ُك ْم‬
َ ‫علَى كُ ِِّل‬
َ َ‫سان‬
َ ‫اإل ْح‬
ِ ‫َب‬ َ َّ ‫إِ َّن‬
َ ‫َّللا َكت‬

“Sesungguhnya Allah memerintahkan agar berbuat baik terhadap segala sesuatu. Jika kalian
hendak membunuh, maka bunuhlah dengan cara yang baik. Jika kalian hendak menyembelih,
maka sembelihlah dengan cara yang baik. Hendaklah kalian menajamkan pisaunya dan
senangkanlah hewan yang akan disembelih.”[6]

Di antara bentuk berbuat ihsan adalah tidak menampakkan pisau atau menajamkan pisau di
hadapan hewan yang akan disembelih. Dari Ibnu ’Abbas radhiyallaahu ’anhuma, ia berkata,
ْ َ ‫ش ْف َرتَكَ قَ ْب َل أ َ ْن ت‬
‫ض َج َع َها‬ َ َ‫أَت ُ ِر ْي ُد أ َ ْن تَمِ ْيت َ َها َم ْوت َات َهالَ َح َد ْدت‬

”Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengamati seseorang yang meletakkan kakinya di


atas pipi (sisi) kambing dalam keadaan ia mengasah pisaunya, sedangkan kambing itu
memandang kepadanya. Lantas Nabi berkata, “Apakah sebelum ini kamu hendak
mematikannya dengan beberapa kali kematian?! Hendaklah pisaumu sudah diasah sebelum
engkau membaringkannya.”[7]

Kedua: Membaringkan hewan di sisi sebelah kiri, memegang pisau dengan tangan kanan dan
menahan kepala hewan ketika menyembelih

Membaringkan hewan termasuk perlakuan terbaik pada hewan dan disepakati oleh para ulama.
Hal ini berdasarkan hadits ‘Aisyah,

‫ِّى بِ ِه فَقَا َل لَ َها « َيا‬ ُ ُ ‫س َوا ٍد َويَ ْن‬ َ ‫طأ ُ فِى‬ َ َ‫ أ َ َم َر بِ َكب ٍْش أ َ ْق َرنَ ي‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫َّللا‬ ُ ‫أ َ َّن َر‬
َ ‫ض ِح‬ َ ُ‫ِى بِ ِه ِلي‬ َ ‫س َوا ٍد فَأت‬
َ ‫ظ ُر فِى‬ َ ‫س َوا ٍد َويَب ُْركُ فِى‬ ِ َّ ‫سو َل‬
‫َّللاِ اللَّ ُه َّم تَقَبَّ ْل مِ ْن ُم َح َّم ٍد‬
َّ ‫ض َجعَهُ ث ُ َّم ذَبَ َحه ُ ث ُ َّم قَا َل « بِاس ِْم‬ َ ‫ فَفَعَلَتْ ث ُ َّم أ َ َخذَهَا َوأ َ َخذَ ْال َكب‬.» ‫ث ُ َّم قَا َل « ا ْش َحذِي َها بِ َح َج ٍر‬.» َ‫شةُ َهلُ ِ ِّمى ْال ُم ْديَة‬
ْ َ ‫ْش فَأ‬ َ ِ‫عائ‬َ
‫ضحَّى ِب ِه‬ َ َّ ‫م‬ ُ ‫ث‬ .» ‫د‬
ٍ ‫م‬َّ ‫ح‬
َ ُ‫م‬ ‫ة‬
ِ ‫م‬
َّ ُ ‫أ‬ ْ
‫ن‬ ِ‫م‬‫و‬ ‫د‬
ٍ ‫م‬
َّ ‫ح‬
َ َ ُ ِ َ ‫م‬ ‫ل‬ ‫آ‬ ‫و‬ .

“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam meminta diambilkan seekor kambing kibasy. Beliau
berjalan dan berdiri serta melepas pandangannya di tengah orang banyak. Kemudian beliau
dibawakan seekor kambing kibasy untuk beliau buat qurban. Beliau berkata kepada ‘Aisyah,
“Wahai ‘Aisyah, bawakan kepadaku pisau”. Beliau melanjutkan, “Asahlah pisau itu dengan
batu”. ‘Aisyah pun mengasahnya. Lalu beliau membaringkan kambing itu, kemudian beliau
bersiap menyembelihnya, lalu mengucapkan, “Bismillah. Ya Allah, terimalah qurban ini dari
Muhammad, keluarga Muhammad, dan umat Muhammad”. Kemudian beliau
menyembelihnya.[8]

An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Hadits ini menunjukkan dianjurkannya membaringkan


kambing ketika akan disembelih dan tidak boleh disembelih dalam keadaan kambing berdiri
atau berlutut, tetapi yang tepat adalah dalam keadaan berbaring. Cara seperti ini adalah
perlakuan terbaik bagi kambing tersebut. Hadits-hadits yang ada pun menuntunkan demikian.
Juga hal ini berdasarkan kesepakatan para ulama. Juga berdasarkan kesepakatan ulama dan
yang sering dipraktekan kaum muslimin bahwa hewan yang akan disembelih dibaringkan di sisi
kirinya. Cara ini lebih mudah bagi orang yang akan menyembelih dalam mengambil pisau
dengan tangan kanan dan menahan kepala hewan dengan tangan kiri.”[9]
Ketiga: Meletakkan kaki di sisi leher hewan

Anas berkata,

‫ فَذَبَ َح ُه َما بِيَ ِد ِه‬، ‫س ِ ِّمى َويُ َكبِ ُِّر‬ ِ ‫علَى‬


َ ُ‫صفَاحِ ِه َما ي‬ ِ ‫ فَ َرأ َ ْيتُهُ َو‬، ‫شي ِْن أ َ ْملَ َحي ِْن‬
َ ُ ‫اضعًا قَ َد َمه‬ ُّ ِ‫ضحَّى النَّب‬
َ ‫ى – صلى هللا عليه وسلم – بِ َك ْب‬ َ .

“Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam berqurban dengan dua ekor kambing kibasy putih. Aku
melihat beliau menginjak kakinya di pangkal leher dua kambing itu. Lalu beliau membaca
basmalah dan takbir, kemudian beliau menyembelih keduanya.”[10]

Ibnu Hajar memberi keterangan, “Dianjurkan meletakkan kaki di sisi kanan hewan qurban. Para
ulama telah sepakat bahwa membaringkan hewan tadi adalah pada sisi kirinya. Lalu kaki si
penyembelih diletakkan di sisi kanan agar mudah untuk menyembelih dan mudah mengambil
pisau dengan tangan kanan. Begitu pula seperti ini akan semakin mudah memegang kepala
hewan tadi dengan tangan kiri.”[11]

Keempat: Menghadapkan hewan ke arah kiblat

Dari Nafi’,

‫ع َم َر َكانَ يَ ْك َرهُ أ َ ْن يَأ ْ ُك َل ذَبِ ْي َحةَ ذَبْحِ ِه ِلغَي ِْر ال ِق ْبلَ ِة‬
ُ َ‫أ َ َّن اِبْن‬.

“Sesungguhnya Ibnu Umar tidak suka memakan daging hewan yang disembelih dengan tidak
menghadap kiblat.”[12] Syaikh Abu Malik menjelaskan bahwa menghadapkan hewan ke arah
kiblat bukanlah syarat dalam penyembelihan. Jika memang hal ini adalah syarat, tentu Allah
akan menjelaskannya. Namun hal ini hanyalah mustahab (dianjurkan).[13]

Kelima dan Keenam: Mengucapkan tasmiyah (basmalah) dan takbir


Ketika akan menyembelih disyari’atkan membaca “Bismillaahi wallaahu akbar“, sebagaimana
dalam hadits Anas bin Malik di atas. Untuk bacaan bismillah (tidak perlu ditambahi Ar Rahman
dan Ar Rahiim) hukumnya wajib sebagaimana telah dijelaskan di muka. Adapun bacaan takbir –
Allahu akbar – para ulama sepakat kalau hukum membaca takbir ketika menyembelih ini adalah
sunnah dan bukan wajib. Kemudian diikuti bacaan:

hadza minka wa laka.” (HR. Abu Dawud 2795) atau

hadza minka wa laka ’anni atau ’an fulan (disebutkan nama shahibul qurban).” atau

Berdoa agar Allah menerima qurbannya dengan doa, ”Allahumma taqabbal minni atau min
fulan (disebutkan nama shahibul qurban)”[14]

Demikian beberapa tuntunan dalam penyembelihan hewan. Semoga bermanfaat.

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel https://rumaysho.com

Diselesaikan di Panggang, Gunung Kidul, 3 Dzulhijah 1430 H

[1] Tulisan kali ini kami olah dari pembahasan Syaikh Abu Malik dalam Shahih Fiqh Sunnah,
2/357-366, Al Maktabah At Taufiqiyah.

[2] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 3/40, Dar Thoyibah, cetakan kedua, tahun 1420 H.

[3] HR. Bukhari no. 2488


[4] HR. Bukhari no. 5507.

[5] HR. Bukhari no. 2488.

[6] HR. Muslim no. 1955.

[7] HR. Al Hakim (4/257), Al Baihaqi (9/280), ‘Abdur Rozaq no. 8608. Al Hakim mengatakan
bahwa hadits ini adalah hadits shahih sesuai syarat Al Bukhari. Adz Dzahabi dalam At Talkhis
mengatakan bahwa sesuai syarat Bukhari. Ibnu Hajar dalam At Talkhis Al Habir (4/1493)
mengatakan bahwa hadits ini diriwayatkan secara mursal. Syaikh Al Albani dalam Shahih At
Targhib no. 2265 mengatakan bahwa hadits ini shahih.

[8] HR. Muslim no. 1967.

[9] Syarh Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, 13/122, Dar Ihya’ At Turots Al ‘Arobi Beirut,
cetakan kedua, tahun 1392 H.

[10] HR. Bukhari no. 5558.

[11] Fathul Bari, Ibnu Hajar Al ‘Asqolaniy Asy Syafi’i, 10/18, Darul Ma’rifah, terbit 1379 H.

[12] HR. ‘Abdur Razaq no. 8585 dengan sanad yang shahih.

[13] Shahih Fiqh Sunnah, 2/364.

[14] Faedah dari tulisan saudara kami Ustadz Ammi Nur Baits mengenai Fiqih Qurban yang
dimuat di muslim.or.id.
Sumber https://rumaysho.com/672-tuntunan-penyembelihan-hewan.html

Tata Cara Menyembelih Sesuai Sunah

Assalamu’alaikum. Mohon dijelaskan tata cara menyembelih hewan dengan benar.

Trimakasih

Dari: Arriqa lmg

Jawaban:

Wa’alaikumussalam

Tata cara menyembelih hewan ada 2:

Nahr [arab: ‫]نحر‬, menyembelih hewan dengan melukai bagian tempat kalung (pangkal leher). Ini
adalah cara menyembelih hewan unta.

Allah berfirman,
‫اف فَإِذَا َو َجبَتْ ُجنُوبُ َها فَ ُكلُوا‬ َ ‫َو ْالبُ ْدنَ َج َع ْلنَاهَا لَ ُكم ِ ِّمن‬
َ ‫ش َعائ ِِر هللا لَ ُك ْم فِي َها َخيْر فَا ْذ ُك ُروا اس َْم هللا‬
َ ‫علَ ْي َها‬
َّ ‫ص َو‬

Telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu bagian dari syiar Allah, kamu memperoleh
kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah nama Allah ketika kamu menyembelihnya
dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka
makanlah… (QS. Al Haj: 36)

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma menjelaskan ayat di atas, (Untanya) berdiri dengan tiga kaki,
sedangkan satu kaki kiri depan diikat. (Tafsir Ibn Katsir untuk ayat ini)

Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhuma, beliau mengatakan, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan para sahabat menyembelih unta dengan posisi kaki kiri depan diikat dan berdiri
dengan tiga kaki sisanya. (HR. Abu daud dan disahihkan Al-Albani).

Dzabh [arab: ‫]ذبح‬, menyembelih hewan dengan melukai bagian leher paling atas (ujung leher).
Ini cara menyembelih umumnya binatang, seperti kambing, ayam, dst.

Pada bagian ini kita akan membahas tata cara Dzabh, karena Dzabh inilah menyembelih yang
dipraktikkan di tempat kita -bukan nahr-.

Beberapa adab yang perlu diperhatikan:

1. Hendaknya yang menyembelih adalah shohibul kurban sendiri, jika dia mampu. Jika tidak
maka bisa diwakilkan orang lain, dan shohibul kurban disyariatkan untuk ikut menyaksikan.

2. Gunakan pisau yang setajam mungkin. Semakin tajam, semakin baik. Ini berdasarkan hadis
dari Syaddad bin Aus radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,

ُ ‫ش ْف َرتَهُ فَ ْلي ُِرحْ ذَبِي َحتَه‬


َ ‫ش ْىءٍ فَإِذَا قَت َْلت ُ ْم فَأ َ ْح ِسنُوا ْال ِقتْلَةَ َوإِذَا ذَبَحْ ت ُ ْم فَأَحْ ِسنُوا الذَّبْح َو ليُحِ َّد أ َ َح ُد ُك ْم‬
َ ‫علَى كُ ِِّل‬
َ َ‫سان‬
َ ‫اإل ْح‬
ِ ‫َب‬ َ َّ ‫إِ َّن‬
َ ‫َّللا َكت‬
“Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat ihsan dalam segala hal. Jika kalian membunuh maka
bunuhlah dengan ihsan, jika kalian menyembelih, sembelihlah dengan ihsan. Hendaknya kalian
mempertajam pisaunya dan menyenangkan sembelihannya.” (HR. Muslim).

3. Tidak mengasah pisau dihadapan hewan yang akan disembelih. Karena ini akan
menyebabkan dia ketakutan sebelum disembelih. Berdasarkan hadis dari Ibnu Umar
radhiallahu ‘anhuma,

‫ع ِن ْالبَ َهائ ِِم‬ َ ‫ َوأ َ ْن ت ُ َو‬، ‫َار‬


َ ‫ارى‬ ِ ‫شف‬ِّ ِ ‫سلَّ َم بِ َح ِ ِّد ال‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ ِ َّ ‫أ َ َم َر َرسُو ُل‬
َ ‫َّللا‬

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengasah pisau, tanpa


memperlihatkannya kepada hewan.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah ).

Dalam riwayat yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati seseorang
yang meletakkan kakinya di leher kambing, kemudian dia menajamkan pisaunya, sementar
binatang itu melihatnya. Lalu beliau bersabda (artinya): “Mengapa engkau tidak
menajamkannya sebelum ini ?! Apakah engkau ingin mematikannya sebanyak dua kali?!.” (HR.
Ath-Thabrani dengan sanad sahih).

4. Menghadapkan hewan ke arah kiblat.

Disebutkan dalam Mausu’ah Fiqhiyah:

Hewan yang hendak disembelih dihadapkan ke kiblat pada posisi tempat organ yang akan
disembelih (lehernya) bukan wajahnya. Karena itulah arah untuk mendekatkan diri kepada
Allah. (Mausu’ah Fiqhiyah Kuwaitiyah, 21:196).

Dengan demikian, cara yang tepat untuk menghadapkan hewan ke arah kiblat ketika
menyembelih adalah dengan memosisikan kepala di Selatan, kaki di Barat, dan leher
menghadap ke Barat.

5. Membaringkan hewan di atas lambung sebelah kiri.

Imam An-Nawawi mengatakan,

Terdapat beberapa hadis tentang membaringkan hewan (tidak disembelih dengan berdiri, pen.)
dan kaum muslimin juga sepakat dengan hal ini. Para ulama sepakat, bahwa cara
membaringkan hewan yang benar adalah ke arah kiri. Karena ini akan memudahkan
penyembelih untuk memotong hewan dengan tangan kanan dan memegangi leher dengan
tangan kiri. (Mausu’ah Fiqhiyah Kuwaitiyah, 21:197).

Penjelasan yang sama juga disampaikan Syekh Ibnu Utsaimin. Beliau mengatakan, “Hewan
yang hendak disembelih dibaringkan ke sebelah kiri, sehingga memudahkan bagi orang yang
menyembelih. Karena penyembelih akan memotong hewan dengan tangan kanan, sehingga
hewannya dibaringkan di lambung sebelah kiri. (Syarhul Mumthi’, 7:442).

6. Menginjakkan kaki di leher hewan. Sebagaimana disebutkan dalam hadis dari Anas bin Malik
radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

‫ فرأيته واضعا ً قدمه على صفاحهما يسمي ويكبر‬،‫ضحى رسول هللا صلِّى هللا عليه وسلِّم بكبشين أملحين‬

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkurban dengan dua ekor domba. Aku lihat beliau
meletakkan meletakkan kaki beliau di leher hewan tersebut, kemudian membaca basmalah ….
(HR. Bukhari dan Muslim).

7. Bacaan ketika hendak menyembelih.

Beberapa saat sebelum menyembelih, harus membaca basmalah. Ini hukumnya wajib, menurut
pendapat yang kuat. Allah berfirman,

َ ‫ َو َلَ ت َأ ْ ُكلُواْ مِ َّما لَ ْم يُ ْذك َِر ا ْس ُم هللا‬..


‫علَ ْي ِه َوإِنَّه ُ لَ ِفسْق‬

Janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika
menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. (QS.
Al-An’am: 121).

8. Dianjurkan untuk membaca takbir (Allahu akbar) setelah membaca basmalah

Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
menyembelih dua ekor domba bertanduk,…beliau sembelih dengan tangannya, dan baca
basmalah serta bertakbir…. (HR. Al Bukhari dan Muslim).
9. Pada saat menyembelih dianjurkan menyebut nama orang yang jadi tujuan dikurbankannya
herwan tersebut.

Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhuma, bahwa suatu ketika didatangkan seekor domba.
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih dengan tangan beliau. Ketika
menyembelih beliau mengucapkan, ‘bismillah wallaahu akbar, ini kurban atas namaku dan atas
nama orang yang tidak berkurban dari umatku.’” (HR. Abu Daud, At-Turmudzi dan disahihkan
Al-Albani).

Setelah membaca bismillah Allahu akbar, dibolehkan juga apabila disertai dengan bacaan
berikut:

hadza minka wa laka.” (HR. Abu Dawud, no. 2795) Atau

hadza minka wa laka ’anni atau ’an fulan (disebutkan nama shohibul kurban). Jika yang
menyembelih bukan shohibul kurban atau

Berdoa agar Allah menerima kurbannya dengan doa, ”Allahumma taqabbal minni atau min fulan
(disebutkan nama shohibul kurban).” [1]

Catatan: Bacaan takbir dan menyebut nama sohibul kurban hukumnya sunnah, tidak wajib.
Sehingga kurban tetap sah meskipun ketika menyembelih tidak membaca takbir dan menyebut
nama sohibul kurban.

10. Disembelih dengan cepat untuk meringankan apa yang dialami hewan kurban.

Sebagaimana hadis dari Syaddad bin Aus di atas.

11. Pastikan bahwa bagian tenggorokan, kerongkongan, dua urat leher (kanan-kiri) telah pasti
terpotong.

Syekh Abdul Aziz bin Baz menyebutkan bahwa penyembelihan yang sesuai syariat itu ada tiga
keadaan (dinukil dari Salatul Idain karya Syekh Sa’id Al-Qohthoni):

Terputusnya tenggorokan, kerongkongan, dan dua urat leher. Ini adalah keadaan yang
terbaik. Jika terputus empat hal ini maka sembelihannya halal menurut semua ulama.

Terputusnya tenggorokan, kerongkongan, dan salah satu urat leher. Sembelihannya benar,
halal, dan boleh dimakan, meskipun keadaan ini derajatnya di bawah kondisi yang pertama.
Terputusnya tenggorokan dan kerongkongan saja, tanpa dua urat leher. Status
sembelihannya sah dan halal, menurut sebagian ulama, dan merupakan pendapat yang lebih
kuat dalam masalah ini. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

‫ ليس السن والظفر‬،‫ما أنهر الدم وذكر اسم هللا عليه فكل‬

“Selama mengalirkan darah dan telah disebut nama Allah maka makanlah. Asal tidak
menggunakan gigi dan kuku.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).

12. Sebagian ulama menganjurkan agar membiarkan kaki kanan bergerak, sehingga hewan
lebih cepat meregang nyawa.

Imam An-Nawawi mengatakan, “Dianjurkan untuk membaringkan sapi dan kambing ke arah kiri.
Demikian keterangan dari Al-Baghawi dan ulama Madzhab Syafi’i. Mereka mengatakan, “Kaki
kanannya dibiarkan…(Al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 8:408)

13. Tidak boleh mematahkan leher sebelum hewan benar-benar mati.

Para ulama menegaskan, perbuatan semacam ini hukumnya dibenci. Karena akan semakin
menambah rasa sakit hewan kurban. Demikian pula menguliti binatang, memasukkannya ke
dalam air panas dan semacamnya. Semua ini tidak boleh dilakukan kecuali setelah dipastikan
hewan itu benar-benar telah mati.

Dinyatakan dalam Fatawa Syabakah Islamiyah, “Para ulama menegaskan makruhnya memutus
kepala ketika menyembalih dengan sengaja. Khalil bin Ishaq dalam Mukhtashar-nya untuk Fiqih
Maliki, ketika menyebutkan hal-hal yang dimakruhkan pada saat menyembelih, beliau
mengatakan,

‫وتعمد إبانة رأس‬

“Diantara yang makruh adalah secara sengaja memutus kepala” (Fatawa Syabakah Islamiyah,
no. 93893).

Pendapat yang kuat bahwa hewan yang putus kepalanya ketika disembelih hukumnya halal.
Imam Al-Mawardi –salah satu ulama Madzhab Syafi’i– mengatakan, “Diriwayatkan dari Imran
bin Husain radhiallahu ‘anhu, bahwa beliau ditanya tentang menyembelih burung sampai putus
lehernya? Sahabat Imran menjawab, ‘boleh dimakan.”

Imam Syafi’i mengatakan,

‫فإذا ذبحها فقطع رأسها فهي ذكية‬

“Jika ada orang menyembelih, kemudian memutus kepalanya maka statusnya sembelihannya
yang sah” (Al-Hawi Al-Kabir, 15:224).

Allahu a’lam.

=====

[1]. Tata Cara Kurban Tuntunan Nabi, Hal. 92.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Read more https://konsultasisyariah.com/8513-tata-cara-menyembelih-sesuai-sunah.html

Anda mungkin juga menyukai