Anda di halaman 1dari 20

TEORI KOMUNIKASI

TRADISI KRITIS

KELOMPOK 10
Perkenalan Kelompok 10

Fahmy Fauzy Muhammad 210610200053


Naja Almyra Sarjana 210610200058
Nazla Mahira MNF 210610200069
Wiena Amalia Salsabilla 210610200068
Apa Itu Tradisi Kritis?
Tradisi kritis berangkat dari asumsi yang memerhatikan adanya
kesenjangan dalam masyarakat. Dalam proses komunikasi, terdapat
dominasi oleh kelompok tertentu yang membuat kelompok masyarakat
lain lemah. Dengan demikian komunikasi dilihat dari sudut pandang kritis.

Tradisi ini dapat menjelaskan baik lingkup komunikasi antar personal


maupun komunikasi bermedia. Tradisi ini tampak kental dengan
pembelaan terhadap kalangan yang lemah. Komunikasi diharapkan
berperan dalam proses transformasi masyarakat yang lemah. Istilah teori
kritis berasal dari karya sekelompok sarjana Jerman dikenal sebagai
"Sekolah Frankfurt."
Sejarah Tradisi Kritis
Para teoritisi tradisi kritis mengadopsi pemikiran Marxis.
Kelompok ini telah mengembangkan suatu kritik sosial umum,
di mana komunikasi menjadi titik sentral dalam prinsip-
prinsipnya. Tokoh-tokoh pelopornya adalah Max Horkheimer,
Theodore Adorno serta Herbert Marcuse. Pemikirannya
disebut dengan teori kritis. Ketika bangkitnya Nazi di Jerman,
mereka berimigrasi ke Amerika. Di sana mereka menaruh
perhatian besar pada komunikasi massa dan media sebagai
struktur penindas dalam masyarakat kapitalistik, khususnya
struktur di Amerika.
Gagasan Tradisi Kritis
Secara singkat, gagasan utama dari Tradisi Kritis adalah berfokus
pada ketidakadilan atau kesenjangan yang terjadi di dalam
masyarakat antara kaum mayoritas dengan kaum minoritas.

Dalam perkembangannya, Tradisi Kritis berakar dari pemikiran seorang


filsuf dan ekonom politik asal Jerman, yaitu Karl Marx.
Gagasan Tradisi Kritis

Dalam buku Introducing Communication Theory Edisi 5 , Richard West


dan Lynn H. Turner mengungkapkan bahwa Marx mempercayai adanya
intervensi terhadap kekuasaan di dalam masyarakat oleh pihak-pihak
atau lembaga tertentu yang tidak peduli kepada kesejahteraan kelas
pekerja.
Gagasan Tradisi Kritis
Ahli-ahli teoritis mengungkapkan bahwa setiap
orang mempunyai ruang untuk mempertanyakan
dan memahami bagaimana tatanan sosial atau
struktur yang ada di masyarakat dimana hal
tersebut sudah lama dianggap sebagai hal yang
benar atau baku dalam masyarakat.

“Siapa atau apakah kekuatan utama pada tatanan


sosial?” Bagaimana seseorang mencapai
kebebasan untuk mengekspresikan kehendak
seseorang?” (Richard West dan Lynn Turner dalam
Introducing Communication Theory Edisi 5 (2017:30)).
Gagasan Tradisi Kritis

Menurut Littlejohn (2009:68), yang menjadi titik berat dari tradisi kritis
adalah mengenai bagaimana pembongkaran terhadap penindasan
golongan mayoritas kepada minoritas yang mampu memperjuangkan
emansipasi di dalam masyarakat.
Varian atau Keragaman
Tradisi Kritis
1. Marxisme
Marxisme berfokus kepada aspek ekonomi yang ada pada
tatanan sosial masyarakat dimana aspek ekonomi berperan
sebagai dasar dalam tatanan atau struktur sosial tersebut.

2. Frankfurt School
Menurut Littlejohn (2009:70), para penganut cabang kedua
dalam Tradisi Kritis ini meyakini bahwa Marxis adalah inspirasi
utama dari terciptanya kebutuhan terhadap integrasi cabang
ilmu sosial. Mereka berpandangan bahwa kapitalisme lah yang
menjadi fondasi atau landasan dari evolusi pengembangan
sosialisme dan komunisme (Littlejohn, 2009:70).
3. Post-Modernisme
Post-modernsime beranggapan bahwa adanya
produksi barang adalah cara untuk memanipulasi
pengetahuan (Littlejhon, 2009:71).
Post-modernisme sendiri pertama kali muncul
sekitar tahun 1970 dengan menolak “elitisme,
puritanisme, dan sterilitas” rasional karena
pluralisme, relativitas, kebaruan (novelty),
kompleksitas, dan kontradiksi.
3. Post-Modernisme
Post-modernsime beranggapan bahwa adanya
produksi barang adalah cara untuk memanipulasi
pengetahuan (Littlejhon, 2009:71).
Post-modernisme sendiri pertama kali muncul
sekitar tahun 1970 dengan menolak “elitisme,
puritanisme, dan sterilitas” rasional karena
pluralisme, relativitas, kebaruan (novelty),
kompleksitas, dan kontradiksi.
4. Cultural Studies
Cultural Studies atau kajian budaya pada awalnya
muncul pada tahun 1964 di Centre for
Contemporary Cultural Studies, Birmingham. Yang
menjadi fokus dalam cabang Tradisi Kritis yang
satu ini adalah mengenai perubahan sosial
sebagai manfaat atau keuntungan dari budaya itu
sendiri. (Littlejhon, 2009:71).
5. Post-Strukturalisme
Post-strukturalisme berawal dari karya tulis yang
diciptakan oleh Jaques Derrida di tahun 1966
yang berisikan tentang penolakan terhadap
universalisasi makna yang ditentukan oleh
desakan-desakan struktural, kondisi-kondisi, dan
simbol yang bersifat tetap yang kemudian para
ahli mengaitkannya melalui pendekatan historis
dan sosial terhadap sifat dunia serta manusia.

Makna keduanya sama-sama ditentukan dalam


produksi dinamis dan mencair serta pengaruh
spesifik dari simbol-simbol untuk momen
bersejarah. (Littlejhon, 2009:72).
6. Post-Kolonialisme
Post-kolonialisme berangkat dari gagasan
Edward Said yang menyatakan bahwa
kolonialisme mempengaruhi budaya di daerah
jajahannya bahkan hingga saat ini.

Dalam Littlejohn (2009:72), muncul “kebedaan”


yang diciptakan oleh para penjajah yang
menjadikan terciptanya stereotip pada daerah
jajahannya seperti stereotip pada suatu kelas dan
warna kulit tertentu.
7. Feminisme
Menurut Littlejohn (2009:72), Feminisme dalam
Tradisi Kritik berfokus kepada gender dan
pencarian terhadap perbedaan antara seks
(kategori biologis) dan gender (sebuah konstruksi
sosial) (Littlejohn, 2009:72). Namun, selain berfokus
pada kedua hal tersebut, Feminisme kini juga
meluas pada kategori gender dan sosial lainnya
termasuk ras, etnik, kelas, dan seksualitas.
Kelebihan Tradisi Kritis
- Masyarakat tidak langsung menerima
suatu informasi secara mentah-mentah
- Memunculkan pemahaman pribadi
terkait suatu informasi
Contoh dan Aplikasi Tradisi Kritis dalam
Kehidupan Sehari-Hari
Chesney bersama Josh Silver, dan John Nichols mendirikan
Free Press pada tahun 2003, agar ketiganya dapat fokus
membuat kebijakan dalam media menjadi isu yang politis dan
masyarakat harus terlibat sejak awal.

Penerapan tradisi kritis dalam kehidupan sehari-hari adalah


dengan berpikir kritis dalam menerima informasi atau konten
yang ditayangkan oleh media.
Kesimpulan

Tradisi kritis ini berangkat dari asumsi yang


memerhatikan adanya ketidakadilan dan kesenjangan
dalam masyarakat. Melalui tradisi ini, setiap orang berhak
untuk mempertanyakan dan memahami bagaimana
tatanan sosial atau struktur yang ada di masyarakat.
Daftar Pustaka
Haryanto, I. (2012). ILMU KOMUNIKASI DAN TRADISI KRITIS. Jurnal Komunikasi
Indonesia, 1(2).
Mustiawan. (n.d.). PARADIGMA KRITIS. Universitas Muhammadiyah Prof. Dr.
Hamka.
https://onlinelearning.uhamka.ac.id/pluginfile.php/414316/mod_resource/conten
t/0/PARADIGMA%20KRITIS.pdf
Setiawan, H. (2019). MEMILIH DIANTARA 7 TRADISI ILMU KOMUNIKASI DALAM
KERANGKA FILOSOFIS. Jurnal Darussalam, XI(1), 18-35.
https://core.ac.uk/download/pdf/230913666.pdf
West, R., & Turner, L. H. (2014). INTRODUCING COMMUNICATION THEORY:
ANALYSIS AND APPLICATION (Edisi Kelima). McGraw-Hill.

Anda mungkin juga menyukai