Kelompok 1
Ade rahayu
Amelia fauzana
Butet Vepra Karmita
Dian Permata sari
Indah aprilya lhairani
Leni sofia
Levi puspita sari
Lola rantika
Marisa Lisfiyanti
Mela sari
Nabila yolanda
Rahmi pratiwi
Revani yolanda
Riska ilda illaiha
Sandra mai sofia
01
Paradigma
Modernisme
Modernisme secara etimologi berasal dari kata “modern”. Muncul dari kata
“modernus” (latin) yang artinya sekarang. Merupakan tatacara hubungan
manusia dengan lingkungan sekitarnya. Menurut Hassan Hanafi, tulang
punggung modernisme ialah rasionalisme, kebebasan demokrasi, pencerahan,
dan humanisme.
1. Semakin banyak anak muda yang tidak lagi bercita-cita sebagai dokter, guru, polisi, namun
konteksnya berubah seiring arus globalisasi yang sangat pesat, cita-citanya menjadi
Youtuber, Selebgram, Gamers, profesi yang di era ini memanfaatkan kecanggihan teknologi
secara masif.
2. Sastra tidak menjadi hal yang tabu lagi dalam masyarakat umum, sastra mampu beralih
wahana dalam lagu, tarian, perlawanan terhadap pemerintahan, sampai pada barang-barang
komersil bernilai tinggi
3. Pemakaian secara masif ponsel, jaringan, dan internet, batas-batas nasional tidak
menghalangi komunikasi antar manusia.
4. Kelompok-kelompok feminisme dan homoseksual meminta pengakuan akan adanya sebuah
hak asasi manusia kepada publik, selama keberadaannya berada pada ‘rules’ yang baik, maka
setiap pilihan sah untuk dipilih.
03
PARADIGMA
KRITIKAL
Dalam ilmu sosial banyak ahli mengarakteristikan paradigma peneltian Burrel dan Morgan
(1994:3) mengategorikan ilmu sosial dalam empat paradigma, yaitu paradigma fungsionalis,
interprelatif, radikal humanis, dan radikal strukturalis. Dari keempat paradigma ini, masing-
masing mempunyai konsekuensi yang berbeda dalam penelaahan penelitian. Dapat dipastikan
bahwa setiap paradigma akan mempunyai penekanan dalam membahas/meneliti suatu
masalah/fenomena yang akan diriset. Keempat paradigma ini bersumber pada mekanisme asumsi
yang bersumber pada dua dimensi ekstrem, yaitu dimensi subyektif dan obyektif.
Menurut Triyuwono (1998;4), paradigma kritikal merupakan paradigma yang menganggap bahwa
penelitian merupakan alat yang digunakan untuk mengekspose hubungan nyata (real relations)
yang dibawah “permukaan” mengungkap mitos dan ilusi, dan menekankan pada usaha
menghilangkan kepercayaan dan ide-ide yang salah, menekankan pada pembebasan dan
pemberdayaan.didsarai oleh anggapan hakikat diri manusia yang dinamis, manusia sebagai
pencipta destinasi hidupnya, manusia yang ditekan, dieksploitasi, dibatasi, dicuci otak, diarahkan,
dikondisikan, dan ditutupi dalam upaya mengaktualisasikan potensinya.
. Konsekuensi dari anggapan ini adalah bahwa paradigma ini memandang realitas sosial sebagai
realitas yang sangat kompleks (yang tampak dan nyata), penuh dengan kontradiksi, konflik,
tekanan, dan eksploitasi, sehingga tidak mengherankan bahwa ilmu pengetahuan dipandang
sebagai alat yang digunakan untuk membebaskan dan memberdayakan manusia juga
menganggap bahwa ilmu pengetahuan itu tidak bebas dari nilai (not value free).
Paradigma kritikal menurut Burrel dan Morgan (1994; 31) dibagi menjadi dua, yaitu paradigma
humanis radikal dan paradigma strukturalis radikal seperti yang dijelaskan berikut ini :