Anda di halaman 1dari 13

FILSAFAT ILMU

Kelompok 1
 Ade rahayu
 Amelia fauzana
 Butet Vepra Karmita
 Dian Permata sari
 Indah aprilya lhairani
 Leni sofia
 Levi puspita sari
 Lola rantika
 Marisa Lisfiyanti
 Mela sari
 Nabila yolanda
 Rahmi pratiwi
 Revani yolanda
 Riska ilda illaiha
 Sandra mai sofia
01
Paradigma
Modernisme
Modernisme secara eti­­mologi berasal dari kata “mo­dern”. Muncul dari kata
“mo­dernus” (latin) yang artinya sekarang. Merupakan tatacara hubungan
manusia dengan ling­kungan sekitarnya. Menurut Has­san Hanafi, tulang
punggung modernisme ialah rasionalisme, kebebasan demokrasi, pencera­h­an,
dan humanisme.

Modernisme merupakan su­atu periode yang mengafirmasi keeksistensian


manusia, berda­sarkan logika yang bersumber dari daya nalar pemikiran. Sikap
dan cara berfikir yang disesu­aikan dengan tuturan zaman. Mencapai
kebenaran pengeta­huan dalam kehidupan perada­ban modern, sehingga mempe­
ngaruhi tingkat intelektualitas paling tinggi. Modernisme didasarkan pa­da
penggunaan akal dan pikiran yang logis untuk memperoleh pengetahuan.
Rasio manusia di­anggap mampu menyelami ke­nyataan faktual menemukan hu­
kum-hukum maupun dasar-da­sar esensial dan universal dari ke­nyataan, yang
bermuara pada postmodernisme
Contoh Modernisme
1. Perkembangan lifestyle dan 2. Perkembangan ilmu
hampir semuanya serba instan pengetahuan dan teknologi
(IPTEK)
02
Paradigma
postmodernisme
Postmodernisme adalah sebuah pandangan, kerangka
pemikiran, atau aliran filsafat yang berkaitan dengan sikap dan cara
berpikir yang muncul di abad dua puluh dari para pemikir dunia
yang tentu saja keberadaannya sangat mempengaruhi perkembangan dan
kebudayaan manusia.

Penerapan postmodernisme pun telahdilakukan dalam berbagai bidang,


seperti: seni, arsitektur, musik, film, dan teater. Kehadiran aliran ini memiliki
tujuan untuk menjawab dan mengkritisi pandangan-pandangan yang telah ada
sebelumnya dalam hal mencari solusi atas beragam permasalahan yang
dihadapi manusia hari ini serta krisis sosial dan kultural yang tak kunjung
usai.
Contoh Postmodernisme di Indonesia

1. Semakin banyak anak muda yang tidak lagi bercita-cita sebagai dokter, guru, polisi, namun
konteksnya berubah seiring arus globalisasi yang sangat pesat, cita-citanya menjadi
Youtuber, Selebgram, Gamers, profesi yang di era ini memanfaatkan kecanggihan teknologi
secara masif.
2. Sastra tidak menjadi hal yang tabu lagi dalam masyarakat umum, sastra mampu beralih
wahana dalam lagu, tarian, perlawanan terhadap pemerintahan, sampai pada barang-barang
komersil bernilai tinggi
3. Pemakaian secara masif ponsel, jaringan, dan internet, batas-batas nasional tidak
menghalangi komunikasi antar manusia.
4. Kelompok-kelompok feminisme dan homoseksual meminta pengakuan akan adanya sebuah
hak asasi manusia kepada publik, selama keberadaannya berada pada ‘rules’ yang baik, maka
setiap pilihan sah untuk dipilih.
03
PARADIGMA
KRITIKAL
Dalam ilmu sosial banyak ahli mengarakteristikan paradigma peneltian Burrel dan Morgan
(1994:3) mengategorikan ilmu sosial dalam empat paradigma, yaitu paradigma fungsionalis,
interprelatif, radikal humanis, dan radikal strukturalis. Dari keempat paradigma ini, masing-
masing mempunyai konsekuensi yang berbeda dalam penelaahan penelitian. Dapat dipastikan
bahwa setiap paradigma akan mempunyai penekanan dalam membahas/meneliti suatu
masalah/fenomena yang akan diriset. Keempat paradigma ini bersumber pada mekanisme asumsi
yang bersumber pada dua dimensi ekstrem, yaitu dimensi subyektif dan obyektif.
Menurut Triyuwono (1998;4), paradigma kritikal merupakan paradigma yang menganggap bahwa
penelitian merupakan alat yang digunakan untuk mengekspose hubungan nyata (real relations)
yang dibawah “permukaan” mengungkap mitos dan ilusi, dan menekankan pada usaha
menghilangkan kepercayaan dan ide-ide yang salah, menekankan pada pembebasan dan
pemberdayaan.didsarai oleh anggapan hakikat diri manusia yang dinamis, manusia sebagai
pencipta destinasi hidupnya, manusia yang ditekan, dieksploitasi, dibatasi, dicuci otak, diarahkan,
dikondisikan, dan ditutupi dalam upaya mengaktualisasikan potensinya.
. Konsekuensi dari anggapan ini adalah bahwa paradigma ini memandang realitas sosial sebagai
realitas yang sangat kompleks (yang tampak dan nyata), penuh dengan kontradiksi, konflik,
tekanan, dan eksploitasi, sehingga tidak mengherankan bahwa ilmu pengetahuan dipandang
sebagai alat yang digunakan untuk membebaskan dan memberdayakan manusia juga
menganggap bahwa ilmu pengetahuan itu tidak bebas dari nilai (not value free).
Paradigma kritikal menurut Burrel dan Morgan (1994; 31) dibagi menjadi dua, yaitu paradigma
humanis radikal dan paradigma strukturalis radikal seperti yang dijelaskan berikut ini :

1. Paradigma Humanis Radikal


Dijelaskan dengan mengembangkan perubahan sosiologi radikal dair subyektivitas. Pendekatan pada
ilmu pengetahuan sosial memiliki banyak kelaziman dengan paradigma interpretatif. Dalam pandangan
itu dunia Sosial adalah erspektif yang cenderung menjadi nominalis, anti-positivis, voluntaris dan
idegrafik, tetapi kerangka referensinya dilakukan pada pandangan masyarakat yang menekankan
pentingnya merobohkan atau mentransendenkan batasan susunan sosial yang ada.
Humanis Radikal menekankan hampir seluruh penekanan atas perubahan radikal, mode dominasi,
emansipasi, pencabutan dan potensialitas. Konsep konflik dan kontradiksi struktural tidak digambarkan
secara baik dalam perspektif ini, bila mereka merupakan karakteristik pada banyak pandangan obyektif
tentang dunia sosial, seperti yang disajikan dalam konteks paradigma strukturalis radikal.
2. Paradigma Strukturalis Radikal
Teoritis yang ada dalam paradigma membela sosiologi pada perubahan radikal dari sudut obyektivis. Ketika
bersama-sama memberikan pendekatan pada ilmu pengetahuan yang memiliki banyak keserupaan dengan
teori fungsionalis, diarahka pada penyelesaian yang berbeda secara mendasar. Strukturalisme radikal
dilakukan pad perubahan radikal, emansipasi, dan potensialitas pada suatu analisis yang menekankan pada
konflik struktural, mode dominasi, kontradiksi dan pencabutan. Mendekati perhatian umum dari sudut
pandang yang cenderung menjadi realis, postivis, determinis, dan nomithetic (Burrel dna Morgan 1994:33-34)/
Dengan menerima ideologi yang dominan dan tidak mempertanyakan hakikat dasar dari kapitalisme,
pendekatan fungsional dan interpretatif dipandang mempertahankan dan melegitimasi tatanan sosial, ekonomi,
dan politik yang ada saat ini.
Thank You

Anda mungkin juga menyukai