Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH TEORI ADMINISTRASI

TENTANG DIKOTOMI POLITIK – ADMINISTRASI


VS
KONTINUM POLITIK ADMINISTRASI DAN STUDY
KASUS DI INDONESIA

Disusun Oleh :

Yudia Paramita D.1710217

Muhamad Ridwansyah D.1710401

Kusuma Wardhani Safira D.1710713

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah teori administrasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Politik


Jurusan Administrasi Negara
Universitas Djuanda Bogor 2018

1
Daftar Isi

1. COVER ............................................................... 1
2. Daftar Isi ............................................................... 2
3. BAB I
a. Pendahuluan ...................................................... 3
b. Latar belakang................................................... 3
c. Rumusan masalah.............................................. 3
4. BAB II
a. Pembahasan ....................................................... 4
b. Dinamika perubahan ........................................ 4
5. BAB III
a. Definisi Administrasi Publik ........................... 11
6. BAB IV
a. Penutup .............................................................. 14
b. Kesimpulan ........................................................ 14
c. Daftar pustaka ................................................... 16

2
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dinamika perubahan fokus administrasi publik, mulai dari administrasi


sebagai administrasi negara sampai dengan administrasi publik dalam
paradigma governance serta implikasi pada praktik administrasi publik.

Pergeseran paradigma administrasi publik tersebut, telah membawa


implikasi terhadap penyelenggaraan peran administrasi publik khususnya
terkait dengan pendekatan yang digunakan dalam pembuatan dan pelaksanaan
strategi, pengelolaan organisasi secara internal, serta interaksi antara
Administasi Publik dengan politisi, masyarakat dan aktor lainnya.

Administrasi publik bisa didefinisikan ke dalam dua pemahaman yang


berbeda, tetapi keduanya bersifat kontinum.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana dinamika perubahan fokus administrasi sebagai


adminstrasi negara dapat menyimpulkan dinamisasi fokus dan
implikasinya?
2. Mengapa administrasi publik didefinisikan ke dalam dua pemahaman
yang berbeda, tetapi keduanya bersifat kontinum?

3
BAB II

1. DINAMIKA PERUBAHAN

Dinamika Pertama, administrasi sebagai administrasi negara.

Administrasi negara telah mengalami tahapan perkembangan yang


diklasifikasikan berdasarkan berbagai cara pandang (paradigma) dalam
rentang waktu tertentu yang memiliki ciri-ciri tertentu sesuai dengan locus
dan focus paradigma tersebut. Akan tetapi, tidak semua paradigma memiliki
penekanan pada locus dan focus secara sekaligus atau bersamaan. Menurut
Thoha (2008: 18), locus menunjukkan dimana bidang ini secara institusional
berada, sedangkan focus menunjukkan sasaran spesialisasi dari bidang studi
tersebut. Untuk mengidentifikasi perubahan fokus pada dinamika pertama
administrasi sebagai administrasi negara, lebih lanjut Henry dalam
Yudiatmaja (2012: 9) membagi paradigma administrasi negara atas lima
paradigma secara diakronis, yang terdiri dari :

a. Dikotomi Politik Administrasi (1990-1926). Berdasarkan pendapat


Wilson dan Goodnow yang dijelaskan oleh Sugandi (2011: 10), dikotomi
politik administrasi memfokuskan kepada memposisikan pejabat administrasi
yang sesuai dengan kehendak politik, sehingga para pejabat publik menjadi
tidak netral dan cenderung berat kepada elit politik untuk mempertahankan
kekuasaannya. Melalui konsep tersebut, dapat dipahami bahwa fokus
dikotomi politik administrasi terletak pada administratur yang bekerja dalam
lingkungan birokrasi. Pemisahan antara fokus politik dan administrasi
berimplikasi pada munculnya cara pandang dalam bentuk sikap netralitas para
pegawai negeri dalam melakukan proses administrasi kebijakan pemerintah
yang mencegah keberpihakan antara pegawai dan pejabat politik.

4
b. Prinsip-prinsip Administrasi (1927-1926). Melalui tulisan Paper on the
Science of Administration yang dikemukakan oleh Gullick dan Urwick,
menurut Thoha (2008: 23) focus memegang peranan penting pada paradigma
kedua ini. Sehingga, fokus prinsip-prinsip administrasi terletak pada planing,
organizing, staffing, directing, coordinating, reporting, dan budgeting atau
yang lebih dikenal dengan POSDCORB. Lebih lanjut, Thoha (2008: 26)
menjelaskan pula bahwa perkembangan paradigma prinsip-prinsip
administrasi telah melahirkan dilema bagi administrasi negara. Implikasi
fokus paradigma ini berdampak pada rentang kendali (span of control) dari
sebuah struktur organisasi yang tambun agar tercapainya komunikasi yang
efektif dan terhindar dari distorsi. Implikasi tersebut sejalan dengan uraian
Simon (1974) bahwa psikologi sosial dapat mempengaruhi kedua paradigma
berjaan berdampingan tanpa konflik, sehingga mempengaruhi eksistensi
penerapan administrasi negara dengan paradigma dikotomi politik
administrasi dan prinsip-prinsip administrasi di masa selanjutnya.

c. Administrasi sebagai ilmu politik (1950-1970). Berkembangnya kritik atas


kedua paradigma tersebut melahirkan sebuah paradigma baru yang dijelaskan
oleh Thoha (2008: 27) sebagai suatu usaha untuk menetapkan kembali
hubungan konseptual antara administrasi negara dengan ilmu politik. Fokus
dari paradigma ini telah berubah dari tatanan esensial ilmu administrasi
sehingga mengarah pada wilayah kepentingan (area of interest) sebagai
bagian dari ilmu politik. Sesuai uraian Thoha, terdapat dua implikasi dari
paradigma ini yaitu munculnya studi kasus sebagai suatu sarana yang bersifat
epistimologis serta munculnya studi perbandingan dan pembangunan
administarsi negara sebagai salah satu bagian dari administrasi negara.

5
d. Administrasi negara sebagai manajemen (1956-1970). Menurut Sugandi
(2011: 12), paradigma ini merupakan suatu konsep lama yang ditawarkan
pada berbagai cendikia administrasi publik seperti konsep
pengembangan/pembinaan organisasi yang sangat paradoks dari kajian
empiris ilmu politik. Fokus paradigma ini dikemukakan oleh Thoha (2008:
20) mengarah pada teknik-teknik yang canggih, memerlukan keahlian dan
spesialisai dalam menjalankannya. Implikasi dari fokus paradigma ini adalah
berkembangnya teori-teori organisasi dan perilaku, perencanaan dan
pengambilan keputusan, teknik manajemen kepemimpinan, motivasi,
komunikasi, penganggaran, auditing, pemasaran dan sebagainya.

e. Administrasi negara sebagai administrasi negara (1970). Pasolong (2007:


30) mendefinisikan bahwa paradigma administrasi negara telah berkembang
menjadi ilmu administrasi negara sehingga dalam penerapannya, menurut
Thoha (2008: 31) fokus paradigma ini terletak pada teori organisasi, praktik
dalam analisis public policy, dan teknik-teknik administrasi dan manajemen
yang sudah maju. Implikasi dari paradigma ini terletak pada usaha untuk
membedakan urusan-urusan negara yang ditangani oleh pemerintah atau
swasta yang terwujud dalam kegiatan pelayanan, sehingga muncul cara
pandang bahwa urusan pelayanan dilakukan oleh pemerintah sebagai aktor
tunggal.

Berdasarkan kelima dinamika perubahan fokus administrasi sebagai


adminstrasi negara tersebut, penulis dapat menyimpulkan dinamisasi fokus
dan implikasinya melalui tabel yang diolah sebagai berikut:

6
Dinamika Perubahan Fokus Administrasi sebagai Administrasi Negara
Paradigma Fokus Implikasi

Dikotomi Politik Administrasi Administratur Netralitas

Prinsip-prinsip Administrasi POSDCORB Rentang kendali organisasi

Administrasi sebagai Ilmu Kepentingan


Studi kasus dan perbandingan
Politik Elit
Administrasi sebagai Ilmu Spesialisasi
Organisasi dan Manajemen
Manajemen PNS
Administrasi sebagai Kebijakan
Government Action
Administrasi Negara Publik

Dinamika Kedua, administrasi sebagai administrasi publik dalam


paradigma governance. Sejalan dengan perkembangan kajian ilmu terhadap
administrasi negara, paradigma tersebut perlahan mulai bergeser sesuai
dengan perkembangan locus dan focus. Secara institusional, urusan-urusan
administrasi negara terutama pelayanan publik tidak hanya melibatkan negara
atau pemerintah saja (government), akan tetapi pihak swasta dan masyarakat
bersama dengan pemerintah (governance) juga ikut terlibat dalam
menentukan dan menjalankan proses administrasi tersebut. Oleh karena itu,
perubahan fokus paradigma administrasi negara menjadi administrasi publik
dalam konteks governance dijelaskan oleh Denhardt dan Denhardt dalam
Yudiatmaja (2012: 11) sesuai tabel berikut:

7
Pergeseran Paradigma Administrasi Negara
Old Public New Public
Aspek New Public Service
Administration Management
Dasar teoritis Teori Politik Teori Ekonomi Teori Demokrasi
dan Fondasi
Epistemologi
Konsep Kepentingan publik Kepentingan Kepentingan publik ada-lah
Kepentingan secara politis publik me- hasil dialog berbagai nilai
Publik dijelaskan dan di- wakili agregasi
ekspresikan dalam kepenti-ngan
aturan hukum individu
Responsivitas Clients dan constituent Customer Citizen’s
Birokrasi Publik
Peran Rowing Steering Serving
Pemerintah
Akuntabilitas Hierarki administratif Bekerja sesuai Multiaspek: akuntabilitas
de-ngan jenjang yang dengan ke- hukum, nilai-nilai, komu-
tegas hendak pasar nitas, norma politik, stan-dar
profesional
Struktur Birokratik yang Desentralisasi Struktur kolaboratif de-ngan
Organisasi ditandai dengan organisasi kepemilikan yang berbagi
otoritas top-down dengan kontrol secara internal dan eksternal
utama ber-ada
pada para agen
Asumsi terhadap Gaji dan keuntungan, Semangat Pelayanan publik dengan
motivasi proteksi enterpreneur keinginan melayana ma-
pegawai dan syarakat
administrator

8
Sesuai dengan uraian tabel dari Yudiatmaja tersebut, maka orientasi
paradigma administrasi publik yang paling mutakhir dan relevan dengan
perkembangan zaman saat ini adalah New Public Service (NPS). Menurut
Yudiatmaja (2012: 53), dalam penerapan New Public Service pemerintah
bertugas sebagai pengarah yang memberikan energi ekstra kepada organisasi
di luar pemerintah, yakni organisasi privat (swasta) dan organisasi masyarakat
sipil untuk mengurus persoalan-persoalan domestik dan internasional yang
lebih strategis.Oleh karena itu, fokus New Public Service sebagai paradigma
baru administrasi publik adalah menempatkan unsur-unsur governance atau
kepemerintahan sebagai objek yang dilayani dan diberdayakan agar dapat
memenuhi seluruh kepentingan warga negara secara komprehensif.

Lebih lanjut, Denhardt dalam Pasolong (2007: 36) mengemukakan ide


pokok New Public Service yang dapat direlevansikan dengan praktik
administrasi publik melalui contoh riil sebagai berikut:

a. Serve Citizen, Not Customers. Contoh: Pengelolaan hasil migas di Aceh


dengan kontraktor dan perusahaan migas tidak hanya bertujuan untuk
membangun hubungan baik pemerintah dan pihak swasta saja, akan tetapi
pengelolaan dana bagi hasil migas seharusnya dikelola secara transparan
berdasarkan UU Keterbukaan Informasi Publik.

b. Seek the Publik Interest. Contoh: Pelaksanaan pembangunan


infrastruktur desa melalui program PNPM-MP merupakan wujud nyata
kebersamaan yang seharusnya dirumuskan lewat musyawarah dengan
menyediakan wahana partisipasi masyarakat untuk menyampaikan
kebutuhannya.

c. Value Citizenship over enterpreneurship. Contoh: Alokasi dana


otonomi khusus untuk Aceh seharusnya lebih dimanfaatkan pada bidang
pemberdayaan ekonomi kerakyatan agar dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi dan kemandirian daerah, selain tetap membuka akses investasi bisnis
bagi pihak swasta untuk mengelola potensi daerah.

9
d. Recognized that Accountability is Not Simple. Contoh: Pemanfaatan
dana otonomi khusus berupa pembangunan gedung sekolah di wilayah pesisir
barat-selatan Aceh harus sesuai dengan perencanaan strategis dan pengawasan
yang kuat, sehingga hasil yang dihasilkan sesuai keinginan masyarakat dan
dapat dipertanggungjawabkan.

e. Think Strategically, Act Democracally. Contoh: Pemerintah Aceh harus


dapat menyediakan wadah partisipasi bagi swasta dan masyarakat dalam
setiap proses pengelolaan anggaran, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi anggaran.

f. Serve rather than steer. Contoh: Kemampuan seorang Kepala Daerah


maupun aparatur pelayanan publik dalam mengartikulasikan kepentingan
masyarakat Aceh terkait pelaksanaan syariat islam dengan menjamin
kepastian hukum sesuai peraturan.

g. Value People, not just productivity. Contoh: Konsep Pelabuhan Bebas di


Sabang harus dijadikan sebuah momen kerjasama antara pemerintah dan
swasta dalam menguatkan kemampuan Sabang sebagai daerah yang terbuka
bagi dunia internasional, dengan tetap memperhatikan budaya dan nilai-nilai
kearifan lokal masyarakt Sabang serta saling menghargai proses
kepemimpinan aktor yang berwenang demi kelancaran program.

10
BAB III

2. DEFINISI ADMINISTRASI PUBLIK

Administrasi publik bisa didefinisikan ke dalam dua pemahaman yang


berbeda, tetapi keduanya bersifat kontinum. Dalam penerapan NPS,
pemerintah harus menjamin tersedianya ruang bagi organisasi swasta dan
organisasi masyarakat sipil agar dapat berperan aktif menyukseskan
penyelenggaraan pemerintahan secara kolektif, yang di dalam pelaksanaannya
terdapat public affairs (masalah publik) sebagai bagian dari public interest
(kepentingan publik).
Perlu dicermati, bahwa menurut Utomo (2009: 7) walau dalam
lingkup definisi sederhana administrasi negara atau administasi publik
merujuk negara/pemerintah (government) sebagai agen tunggal implementasi
fungsi negara atau pemerintahan, namun dalam arti yang lebih kompleks
administrasi publik menekankan fungsi negara atau pemerintahan tidak hanya
bertugas dalam public services atau pelayanan publik saja akan tetapi lebih
berorientasi kepada public demand are differentiated. Sifat kontinum
administrasi publik terletak pada fungsi pemerintah sebagai fasilitator atau
katalisator dengan fokus pada putting the customers in the driver seat. Pada
perkembangannya, mulai terjadi penurunan determinasi pemerintah terhadap
public affairs dan public interest sehingga keterlibatan aktor di luar
pemerintah seperti organisasi privat dan masyarakat dapat terwadahi.

Institusi dari penyelenggaraan administrasi publik pada saat ini harus


ditentukan melalui keterlibatan masing-masing aktor terhadap public affairs
dan public interest. Hal ini berkaitan dengan penjelasan Dwiyanto (2006: 120)
bahwa barang publik dan semipublik bukan lagi monopoli birokrasi
pemerintah, tetapi juga menjadi lahan mekanisme pasar dan asosiasi sukarela.

11
Sebaliknya, birokrasi publik juga mulai menyelenggarakan barang privat.
Oleh karena itu, pada saat itulah administrasi publik dipandang sebagai
sebuah kolektivitas antara pemerintah, swasta dan masyarakat yang
berkontribusi terhadap penyediaan barang-barang publik maupun barang-
barang privat. Menurut Thoha (2008: 67), administrasi publik dapat diartikan
sebagai administrasi pemerintahan yang dilakukan oleh aparat pemerintah
untuk kepentingan masyarakat. Dari definisi terakhir ini, penyelenggaraan
administrasi pemerintahan seharusnya bersumber dari aspirasi, kebutuhan dan
kepentingan rakyat (public interest) dan dikembalikan kepada rakyat tersebut.
Menurut Warella (2004: 382-383), public interest dapat berarti hal-hal umum
yang dikehendaki semua orang, atau hal-hal dimana terdapat konsensus di
antara warga, atau hal-hal yang baik bagi suatu masyarakat sebagai suatu
masyarakat yang utuh.

Pemahaman berbeda tentang administrasi publik dapat disimpulkan


bahwa sifat kontinum terletak pada jenis masalah publik yang mencakup
bagian dari kepentingan publik. Oleh karena itu, pemerintah sebagai fasilitator
memiliki kapabilitas dan kolektifitas untuk mengatasai masalah publik dan
memenuhi kepentingan publik bersama potensi yang dimiliki oleh organisasi
swasta dan masyarakat sipil.
Birokrasi menjadi institusi yang semakin global yang dapat bekerja
dengan logika-logika globalisasi dalam menyelesaikan berbagai persoalan
publik domestik dan pada saat yang sama mampu mengakomodasikan
berbagai persoalan global dalam irama kerja rutinnya.

Secara umum, implikasi globalisasi terhadap birokrasi adalah


munculnya perubaha-perubahan. Menurut Dwiyanto (2008: 161), orientasi
terhadap perubahan menunjuk pada sejauh mana kesediaan aparat birokrasi
menerima perubahan, tidak hanya menyangkut tuntutan masyarakat yang
senantiasa berkembang, akan tetapi juga pengetahuan mengenai berbagai hal
yang terjadi dalam lingkungan di luar birokrasi.

12
contohnya adalah perkembangan teknologi. Beberapa agenda yang
dilakukan oleh negara akhir-akhir ini adalah reformasi birokrasi. Karena
birokrasi merupakan bagian dari administrasi, maka upaya perubahan untuk
menjadikan birokrasi sebagai sebuah institusi yang semakin global dan
mengarah kepada logika-logika globalisasi adalah reformasi administrasi.

Reformasi Administrasi menurut Susilo Zauhar dalam Yudiatmaja


(2012: 246) adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk mengubah struktur
dan prosedur birokrasi (aspek reorganisasi atau institusional/kelembagaan)
dan sikap serta perilaku birokrat (aspek perilaku), guna meningkatkan
efektivitas organisasi atau terciptanya administrasi yang sehat dan menjamin
tercapainya tujuan pembangunan nasional. Rekayasa proses dan prosedur
birokrasi menurut Sugandi (2011: 209) sangat bermanfaat untuk
meningkatkan produktivitas dan efisiensi lembaga pemerintah dalam rangka
mewujudkan good governance. Salah satu bentuk reformasi administrasi
adalah penerapan e-government atau adopsi banyak teknologi informasi dan
komunikasi oleh pemerintah.

Pada tataran pemerintahan daerah, praktik e-government semakin


gencar disosialisasikan dan diterapkan melalui ketersediaan akses internet
sehingga memudahkan birokrasi menyelenggarakan agenda pemerintah
maupun menyelesaikan persoalan publik secara domestik. Contohnya adalah
ketersediaan website pemerintah daerah, layanan pengaduan masyarakat
secara online, atau e-procurement perihal pengadaan barang dan jasa yang
bekerja sama dengan pihak swasta. Artinya, nilai-nilai globalisasi birokrasi
yang didukung oleh kemampuan anggaran, kecakapan birokrat dan dukungan
dari aktor di luar pemerintah sangat relevan untuk diwujudkan dalam rangka
kemapanan birokrasi.

Birokrasi juga dituntut agar dapat mengakomodasikan berbagai


persoalan global dalam irama kerja rutinnya.

13
BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN

Henry dalam Yudiatmaja (2012: 9) membagi paradigma administrasi


negara atas lima paradigma secara diakronis, yang terdiri dari :

a. Dikotomi Politik Administrasi (1990-1926). Berdasarkan pendapat


Wilson dan Goodnow yang dijelaskan oleh Sugandi (2011: 10),
dikotomi politik administrasi memfokuskan kepada memposisikan
pejabat administrasi
b. Vb. Prinsip-prinsip Administrasi (1927-1926).Focus memegang
peranan penting pada paradigma kedua ini. Sehingga, fokus
prinsip-prinsip administrasi terletak pada planing, organizing,
staffing, directing, coordinating, reporting, dan budgeting atau
yang lebih dikenal dengan POSDCOR
c. Administrasi sebagai ilmu politik (1950-1970). Fokus dari
paradigma ini telah berubah dari tatanan esensial ilmu administrasi
sehingga mengarah pada wilayah kepentingan (area of interest)
sebagai bagian dari ilmu politik
d. Administrasi negara sebagai manajemen (1956-1970). Fokus
paradigma ini mengarah pada teknik-teknik yang canggih,
memerlukan keahlian dan spesialisai dalam menjalankannya.
Implikasi dari fokus paradigma ini adalah berkembangnya teori-
teori organisasi dan perilaku, perencanaan dan pengambilan
keputusan, teknik manajemen kepemimpinan, motivasi,
komunikasi, penganggaran, auditing, pemasaran dan sebagainya.

14
e. Administrasi negara sebagai administrasi negara (1970).
Pasolong (2007: 30) mendefinisikan bahwa paradigma
administrasi negara telah berkembang menjadi ilmu administrasi
negara sehingga dalam penerapannya, menurut Thoha (2008: 31)
fokus paradigma ini terletak pada teori organisasi, praktik dalam
analisis public policy, dan teknik-teknik administrasi dan
manajemen yang sudah maju.

15
DAFTAR PUSTAKA

Dwiyanto, Agus. 2006. Dari Administrasi Negara ke Administrasi Publik:


Pidato Guru Besar Universitas Gadjah Mada. UGM: Yogyakarta
Sugandi, Yogi Suprayogi. 2011. Administrasi Publik: Konsep dan Perkembangannya
di Indonesia. Graha Ilmu: Yogyakarta.
Yudiatmaja, Wayu Eko. 2012. Dinamika Administrasi Negara Kontemporer:
Konsep dan Isu. Capiya Publishing: Yogyakarta.
http://kabisat1988.blogspot.com/2012/12/dinamika-kontinum-dan-
globalisasi.html

16

Anda mungkin juga menyukai