Anda di halaman 1dari 14

IDEOPOLITORSTRATAK MENGHADAPI PROBLEM SOSIAL DALAM RANGKA

MEWUJUDKAN MASYARAKAT MADANI

MAKALAH LATIHAN KADER 2 (INTERMEDIATE TRAINING)

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM

CABANG BOGOR

DISUSUN OLEH

BIMA PUTRA SURYA PRANATA

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM

CABANG JAKARTA SELATAN


DAFTAR ISI

Daftar Isi ...................................................................................................................1

Pendahuluan ..............................................................................................................2

A. Latar Belakang .............................................................................................2


B. Rumusan Masalah ........................................................................................4
C. Tujuan ..........................................................................................................4

Pembahasan ...............................................................................................................5

A. Ideologi ........................................................................................................5
B. Politik ...........................................................................................................6
C. Strategi dan Taktik .......................................................................................7
D. Masyarakat Madani ......................................................................................8
E. Stategi HMI dalam Membangun Masyarakat Madani ..................................13

Penutup .....................................................................................................................16

A. Kesimpulan ..................................................................................................16
B. Saran ............................................................................................................16

Daftar Pustaka ...........................................................................................................17


PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hingga era Reformasi ini, masyarakat Indonesia telah mengalami pengalaman pahit dalam
kehidupan bernegara maupun kehidupan bermasyarakat. Orde Lama dengan ketidakstabilan politik
menyebabkan munculnya pemberontakan-pemberontakan. Begitupun dengan Orde Baru yang atas nama
kestabilan politik menjalankan cara otoriter dan menghasilkan banyak tragedi kemanusiaan dibaliknya.
Dengan kejenuhan itu, masyarakat mencoba menggali konsep seperti apa yang dapat diterapkan, sehingga
kemudian muncullah konsep masyarakat madani.

Peran seorang intelektual atau yang juga dikenal dengan sebutan kelas menengah sangat penting
dalam membangun masyarakat madani. Orang-orang yang berpendidikan senantiasa menjadi ruh atau
bapak dalam membangun masyarakat. Sejak awal abad ke-20, kaum intelektual yang juga dikenal dengan
istilah golongan priyayi di Indonesia bergerak membangun sebuah narasi pergerakan nasional menuntut
kemerdekaan. Sampai akhirnya di tahun 1945 Indonesia mendapatkan kemerdekaan atas jasa perjuangan
para kaum intelektual. Bahkan di lingkup dunia, sebuah revolusi dimanapun selalu berawal dari gagasan
kaum intelektual.

Tentunya membangun masyarakat madani bukan suatu perkara mudah, perlu sebuah kematangan
berpikir. Selain itu, perlu sebuah persiapan dan perencanaan yang terstruktur, mulai dari landasan
fundamental, rancangan gagasan, pola gerakan, sampai kepada aksi dan implementasi. Sama halnya
dengan Himpunan Mahasiswa Islam yang memiliki tujuan mulia yaitu “Terbinanya insan akademis,
pencipta, pengabdi yang bernafaskan islam, dan bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil,
makmur yang diridhoi Allah SWT”. Konsekuensi logis dari tujuannya adalah HMI bertanggungjawab
untuk membangun masyarakat madani.

Dalam upaya membangun masyarakat madani, HMI merancang sebuah persiapan dengan apa
yang dinamakan Ideopolitorstratak (ideologi, politik, strategi, dan taktik). Perencanaan yang terstruktur
dan sistematis dirumuskan mulai dari ideologi sebagai landasan fundamental, politik sebagai siasat,
sampai kepada strategi dan taktik sebagai ujung tombak. Tentunya ini sangat berkaitan dengan semangat
yang dibawa oleh HMI itu sendiri, yaitu iman, ilmu, dan amal.

Senada dengan pesan dari guru bangsa Haji Oemar Said Tjokroaminoto, bahwa pemuda Islam
harus semurni-murninya tauhid, setinggi-tingginya ilmu pengetahuan, dan sepintar-pintarnya siasat. Iman
dan tauhid menjadi landasan dasar atau ideologi, kemudian politik sebagai amal atau siasat yang
dipersiapkan, dan strategi serta taktik menjadi ilmu yang dipakai dalam menjalankan langkah politik.
Tentunya berbicara politik bukanlah sebuah hal yang tabu dalam HMI. Tidak juga lantas HMI
merupakan organisasi politik atau organisasi yang berafiliasi bahkan menjadi onderbouw partai politik
manapun. Menurut Anggaran Dasarnya, HMI merupakan organisasi mahasiswa yang bersifat perkaderan
dan perjuangan. Maka, politik merupakan hal yang penting dalam upaya membangun masyarakat madani.
Sangat berbahaya ketika berada dalam kondisi yang dinamakan buta politik.

Seperti yang dikatakan oleh Bertolt Brecht seorang penyair asal Jerman, bahwa “Buta yang
terburuk adalah buta politik, dia tidak mendengar, tidak berbicara, dan tidak berpartisipasi dalam
peristiwa politik. Dia tidak tahu bahwa biaya hidup, harga kacang, harga ikan, harga tepung, biaya sewa,
harga sepatu dan obat, semua tergantung pada keputusan politik. Orang yang buta politik begitu bodoh
sehingga ia bangga dan membusungkan dadanya mengatakan bahwa ia membenci politik. Si dungu tidak
tahu bahwa, dari kebodohan politiknya lahir pelacur, anak terlantar, dan pencuri terburuk dari semua
pencuri, politisi buruk, rusaknya perusahaan nasional dan multinasional”.

Maka tentunya, Himpunan Mahasiswa Islam dalam gerak langkahnya akan senantiasa bertujuan
untuk membangun masyarakat madani. Hal ini menjadi konsekuensi logis, karena sejatinya HMI adalah
perkumpulan orang terdidik dan kaum intelektual. Seperti halnya Edward W. Said dalam bukunya “Peran
Intelektual”, bahwa tempat seorang intelektual adalah masyarakat. Dengan Ideopolitorstratak, HMI
bertanggungjawab dalam membangun masyarakat madani.

B. RUMUSAN MASALAH
 Bagaimana rumusan Ideopolitorstratak dalam HMI ?
 Bagaimana bentuk dan implementasi HMI dalam mewujudkan masyarakat madani ?
C. TUJUAN
 Memahami ideopolitorstratak HMI
 Mengetahui bentuk dam implementasi HMI dalam mewujudkan masyarakat madani
PEMBAHASAN

A. Ideologi

Pada hakikatnya, manusia merupakan makhluk yang senantiasa berkembang dan dinamis. Dalam
perkembangan kehidupan manusia, senantiasa terjadi perubahan-perubahan yang menandakan adanya
pergerakan dalam sejarah hidup manusia. Seperti apa yang diteliti oleh Hegel tentang hakikat manusia.
Seiring berkembang dan berubahnya kehidupan manusia, maka berkembang dan berubah pula hal-hal
yang menyertainya, seperti pemikiran, ide, sampai kepada fenomena sosial.

Pemikiran dan ide menentukan perkembangan kehidupan manusia. Pemikiran manusia pun
berbeda-beda dipengaruhi oleh fenomena apa yang ditangkap. Muncullah istilah ideologi sebagai
landasan filosofis yang mempengaruhi epistemologi dalam tidakan setiap manusia. Ideologi lahir sebagai
pedoman normatif yang diyakini dan menjadi dasar kepercayaan.

Istilah ideologi ditemukan oleh filsuf Prancis yaitu Destutt de Tracy (1754-1836) 1. Abad ke-19
adalah zaman ideologi, dimana dalam salah satu dari beberapa pengertiannya ideologi berarti spekulasi
ideal atau abstrak dan teorisasi visioner. Atau dalam pengertian yang lain istilah ideologi mengacu pada
sistem ide-ide tentang fenomena, terutama fenomena kehidupan sosial, cara berpikir khas suatu kelas atau
individu2. Ideologi juga diartikan sebagai sekumpulan ide, gagasan, dan keyakinan yang menjadi
pedoman dan dipakai sebagai nilai dasar atau fundamental.

Ideologi berkaitan dengan pemikiran tentang fenomena sosial. Tentang bagaimana membangun
masyarakat atau bagaimana masyarakat hidup. Lebih jauh lagi ideologi juga berkaitan dengan bagaimana
cara mensejahterakan masyarakat. Sebagian besar hal-hal yang menyangkut tentang kesejahteraan hanya
diartikan sebatas urusan teknis administratif belaka. Kebijakan yang menyangkut kesejahteraan
masyarakat seringkali berlangsung dalam suatu kekosongan teoritis 3. Padahal, dalam perencanaan yang
bersangkutan dengan kesejahteraan dan pembangunan masyarakat, ideologi penting sebagai landasan
dasar, landasan filosofis, dan landasan teoritis yang mempengaruhi epistemologi.

B. Politik

Politik selalu menjadi hal penting dalam kehidupan masyarakat. Sejak dahulu masyarakat
mengatur kehidupan kolektif dengan baik mengingat masyarakat menghadapi terbatasnya sumber alam.

1
Henry D. Aiken, Abad Ideologi, (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 2002), hlm. 5.
2
Ibid, hlm. 2.
3
Vic George dan Paul Wilding, Ideologi dan Kesejahteraan Rakyat, (Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti,
1992), hlm. 1.
Masyarakat selalu berhadapan dengan keterbatasan dalam memanfaatkan sumber daya, sehingga perlu
dicari cara agar pemanfaatan sumber daya ini dirasakan oleh seluruh masyarakat, inilah politik.

Politik adalah usaha menggapai kehidupan yang baik 4. Beberapa pepatah yang berasal dari
masyarakat lokal Indonesia salah satunya gemah ripah loh jenawi. Orang Yunani Kuno menamakannya
dengan istilah en dam onia atau the good life. Tentunya, dalam politik membutuhkan suatu kekuasaan
dalam suatu wilayah tertentu. Setelah itu baru kemudian terbentuklah suatu pengorganisasian Negara
dalam rangka menyusun rencana menggapai the good life. Maka, politik berkaitan dengan kekuasaan,
pengambilan keputusan, kebijakan publik, dan alokasi atau distribusi.

Istilah dan pemikiran mengenai politik di dunia barat sangat dipengaruhi oleh filsuf Yunani Kuno
abad ke-5 seperti Plato dan Aristoteles. Mereka menganggap politik sebagai suatu usaha untuk mencapai
masyarakat politik (polity) yang terbaik. Dalam masyarakat polity ini manusia hidup bahagia,
mengembangkan potensi dan bakat, bergaul, berekspresi, bermasyarakat, serta hidup dalam moralitas
yang tinggi. Sama halnya dengan apa yang disebut Peter Merkl “Politik dalam bentuk yang paling baik
adalah usaha mencapai suatu tatanan sosial yang baik dan berkeadilan (politics, at its best is a noble quest
for a good order and justice)”5.

Dalam realitasnya pelaksanaan kegiatan politik tidak hanya dalam sisi baik, tetapi juga mencakup
sisi negatif. Hal ini tidak terlepas dari persaingan ide dan gagasan serta kepentingan. Kembali lagi, bahwa
politik ini tidak kosong ide dan gagasan, politik selalu bersamaan dengan ide dan gagasan apa yang
dibawa dalam menggapai kehidupan yang baik. Perbedaan ide dan gagasan menjadi konsekuensi dari
adanya sebuah persaingan. Ide dan gagasan setiap kelompok atau golongan butuh kekuasaan sebagai
wadah penerapannya.

Persaingan inilah yang dalam pelaksanaannya memperlihatkan sisi negatif politik. Singkatnya,
politik juga berbicara tentang perebutan kuasa, tahta, dan harta. Seperti yang dikatakan Peter Merkl
“Politik dalam bentuk yang paling buruk adalah perebutan kekuasaan, kedudukan, dan kekayaan untuk
kepentingan diri sendiri (politic at its worst is a selfish grab for power, glory, and riches)”6.

C. Strategi dan Taktik

Seperti yang telah dijelaskan dalam pendahuluan, amal tanpa ilmu tidak berarti apa-apa,
begitupun dengan politik tanpa strategi dan taktik. Jika kita perhatikan politik dalam lingkup kenegaraan,

4
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm. 13.
5
Ibid, hlm. 15.
6
Ibid, hlm. 16.
maka ia berkaitan dengan tatanegara dan tatapemerintahan 7. Begitupun dengan organisasi seperti HMI,
tertib administrasi merupakan hal penting. Strategi dan taktik bukan hanya berbicara persoalan eksternal,
tetapi diawali dengan tata internal.

Berbagai pengertian dapat kita temukan dalam mendifinisikan strategi dan taktik. Jika mengambil
istilah peperangan, strategi adalah memanfaatkan pertempuran untuk mengakhiri peperangan. Sedangkan
taktik adalah penggunaan kekuatan untuk memenangkan suatu pertempuran. Begitupun menurut Mao Tse
Tung strategi adalah menguasai suatu peperangan secara keseluruhan, sedangkan taktik adalah melakukan
kampanye (yang merupakan bagian dari peperangan).

Dalam teori manajemen pemasaran Professor Peter Drucker mendifinisikan bahwa strategi adalah
mengerjakan sesuatu yang benar ( doing the right things ), dan taktik adalah mengerjakan sesuatu dengan
benar ( doing the thing right ). Kemudian dalam pandangan HMI seperti yang diungkapkan oleh Dahlan
Ranuwiharjo selaku pendidik politik di HMI, strategi adalah bagaimana menggunakan peristiwa-peristiwa
politik dalam jangka waktu tertentu untuk mencapai rencana perjuangan, sedangkan taktik adalah
bagaimana menentukan sikap atau menggunakan kekuatan dalam menghadapi peristiwa politik tertentu
pada saat tertentu.

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai sebuah organisasi yang menghimpun para kaum
intelektual, dalam melaksanakan perjuangannya membangun masyarakat madani harus mempersiapkan
rencana yang matang mulai dari internal hingga eksternal. Gerak perjuangan mencakup iman yang teguh,
ideologi yang jelas, ilmu yang cukup, tata organisasi yang rapi dan sistematis, strategi dan taktik yang
tepat, serta kemampuan teknis dan teknologi yang memadai.

D. Masyarakat Madani

Masyarakat madani mengacu pada istilah civil society yang awalnya dipakai oleh seorang orator
Yunani Kuno yaitu Cicero (106-43 SM), secara harfiah civil society berasal dari istilah latin yaitu civilis
societas8. Menurutnya civil society merupakan sebuah masyarakat politik (political society) yang
memiliki kode hukum sebagai pengaturan hidup. Adanya hukum yang mengatur kehidupan masyarakat
sebagai pedoman dalam aktivitas kehidupan menandai eksistensi atau keberadaan suatu masyarakat
tersendiri. Mereka hidup di kota-kota yang memiliki kode hukum sebagai tanda masyarakat yang beradab.
Hal ini berkaitan dengan konsep tentang bangsa. Konsep yang dikemukakan oleh Cicero ini berbicara

7
Soehino, Ilmu Negara, (Yogyakarta: Liberty, 2001), hlm. 6.
8
M. Dawam Rahardjo, Masyarakat Madani: Agama, Kelas Menengah, dan Perubahan Sosial, (Jakarta:
LP3ES, 1999), hlm. 137.
tentang individu dan masyarakat secara keseluruhan yang mempunyai sistem norma yang berlaku
sehingga disebut masyarakat beradab.

Kemudian di zaman modern istilah civil society dihidupkan kembali oleh John Locke (1632-
1704) dan Rousseau (1712-1778) yang mengungkapkan pemikirannya tentang masyarakat dan politik.
Mereka mengartikan civil society atau masyarakat sipil ini sebagai masyarakat politik atau political
society. Namun, yang diungkapkan ini berbeda dengan yang sebelumnya diawali oleh Cicero.

Konsep Locke dan Rousseau memberikan ciri bahwa kehidupan civil society terdapat tata
kehidupan politik yang berkaitan dengan hukum atau dapat disebut pemerintahan, dan ada suatu
kehidupan sosial ekonomi yang hidup dalam masyarakat. Maka konsep Locke dan Rousseau memberikan
arti bahwa tidak ada perbedaan antara civil society dengan Negara, karena Negara merupakan bagian dari
civil society.

Berbeda dengan Locke dan Rousseau, Hegel (1770-1831) seorang pemikir Jerman memberikan
pandangan lain tentang civil society. Baginya, civil society dan Negara merupakan dua hal yang berbeda,
dua-duanya merupakan bagian dari tatanan politik (political order). Hegel mengungkapkan, yang
dimaksud dengan civil society merupakan perkumpulan merdeka antara seorang yang membentuk apa
yang disebut burgerlische Gesellschaft atau masyarakat borjuis (bourgeois society). Sedangkan Negara
disini diartikan sebagai masyarakat politik atau political society. Sehingga konsep Hegel ini
memperlihatkan bahwa civil society berhadapan dengan Negara.

Bagi Hegel, civil society ini juga menimbulkan sisi negatif karena memiliki potensi konflik antara
kepentingan-kepentingan yang berbeda dan berbenturan. Walaupun pada dasarnya dalam masyarakat
yang merdeka civil society menciptakan suatu ruang partisipasi masyarakat dalam perkumpulan-
perkumpulan sukarela yang lahir dari kebiasaan masyarakat, media massa, perkumpulan profesi, atau
yang lainnya yang di Indonesia dapat diartikan sebagai ormas atau organisasi kemasyarakatan.

Dapat dibuktikan dalam realitasnya civil society ini memiliki potensi konflik atau bahkan menjadi
sumber konflik dalam masyarakat. Tidak jarang kita melihat hal itu terjadi di Indonesia, karena menurut
Hegel diantara ruang partisipasi masyarakat yang terwujud dalam perkumpulan-perkumpulan memiliki
kepentingan masing-masing yang saling berbenturan. Sehingga Hegel mengidealiskan institusi Negara,
dimana Negara merupakan institusi atau lembaga yang dapat memelihara kepentingan umat manusia
secara universal.

Namun Marx tidak secara otomatis mengidealiskan Negara, karena civil society disini diartikan
sebagai masyarakat borjuis. Kemudian bagi Marx, Negara pun merupakan alat atau badan pelaksana dari
kepentingan golongan borjuis. Ketika golongan borjuis yang individual ini melancarkan kepentingannya
dan Negara bersikap patuh, maka akan lahir golongan yang terpinggirkan. Disini Negara tidak lagi
menjadi badan yang melindungi dan memelihara kepentingan universal, tetapi hanya melayani
kepentingan golongan. Sehingga, bagi Marx Negara harus dihapuskan atau digantikan dengan
pemerintahan proletariat dan menciptakan masyarakat tanpa kelas.

Dalam perdebatan yang panjang tentang konsep civil society ini, muncul Gramsci yang
merupakan seorang komunis Eropa berkebangsaan Itali mengungkapkan pemikirannya tentang konsep
civil society. Baginya, civil society bukan semata-mata mewadahi kepentingan individu seperti menurut
Hegel, tetapi civil society merupakan masyarakat yang didalamnya terdapat organisasi yang berorientasi
melayani kepentingan orang banyak.

Menurut Gramsci, civil society inilah yang membangun kesadaran masyarakat untuk
membentengi diri dari kepentingan individu yang dampaknya merugikan manusia lain. Maka, ketika
Negara hanya melayani bahkan melindungi kepentingan golongan borjuis yang menindas masyarakat
rentan atau terpinggirkan, disana organisasi dalam civil society berada.

Masyarakat madani yang konsep dan pengertiannya mengacu kepada civil society muncul dalam
diskursus akademis pada tahun 1990an. Istilah masyarakat madani pertama kali dikenalkan dalam
ceramah Wakil Perdana Menteri Malaysia tahun 1993-1998, Anwar Ibrahim dalam Festival Istiqlal tahun
1995. Dalam ceramahnya, agama merupakan sumber, peradaban adalah prosesnya, dan masyarakat kota
adalah hasilnya.

Dalam pengertiannya, masyarakat madani adalah masyarakat yang mengacu pada nilai-nilai
kebijakan umum. Dasar utama masyarakat madani adalah persatuan dan integrasi sosial yang didasarkan
pada suatu pedoman hidup, menghindari diri dari konflik dan permusuhan yang menyebabkan perpecahan
serta hidup dalam suatu persaudaraan9. Masyarakat madani seperti ini dipertahankan dengan hidupnya
ruang partisipasi aktif masyarakat yang terwujud dalam pembentukan perkumpulan atau organisasi yang
melayani kepentingan orang banyak seperti dalam konsep Gramsci.

Istilah masyarakat madani yang muncul ini berkaitan erat dengan apa yang kita kenal dengan
gerakan prodemokrasi. Mereka bergerak atas nama demokrasi dan bertujuan membentuk masyarakat
yang demokratis sebagai perwujudan masyarakat madani. Tren ini membuat gerakan prodemokrasi
identik dengan gerakan oposisi terhadap pemerintah 10. Terlebih konsep ini mirip dengan konsep Gramsci

9
Ibid., hlm. 152.
10
Azyumardi Azra, Menuju Masyarakat Madani Gagasan, Fakta, dan Tantangan, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1999), hlm. 6.
dengan tujuan masyarakat tanpa kelasnya, sehingga civil society merupakan masyarakat yang menentang
Negara.

Akibatnya sama dengan masyarakat madani yang diisi dengan gerakan prodemokrasi yang
identik dengan gerakan oposisi. Sedangkan gerakan lainnya yang sebenarnya prodemokrasi tetapi tidak
oposisi tidak disebut sebagai gerakan prodemokrasi. Maka dalam hal ini peran Negara dalam membangun
masyarakat madani adalah penting. Bagaimana organisasi kemasyarakatan yang merupakan gerakan
prodemokrasi ini bergerak dalam dua hal, bekerjasama serta mengontrol pemerintah.

Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan oleh Taufik Abdullah dalam pengantarnya di buku
Masyarakat Madani Karya Dawam Rahardjo. Bahwa apa yang dikenal di Indonesia dengan organisasi
kemasyarakatan (ormas), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Non-Government Organization (NGO),
lembaga penelitian, serta badan-badan filantropi memiliki tiga corak dalam aktivitasnya. Memajukan
kesejahteraan, developmental atau pembangunan, dan advocacy atau pembelaan.

Jadi memang konsep masyarakat madani di Indonesia yang dikemukakan oleh para intelektual
dan cendekiawan kita ini tidak selalu identik dengan oposisi pemerintah. Justru mereka sepakat bahwa
dukungan Negara terhadap organisasi kemasyarakatan dan teman-temannya merupakan hal yang penting.
Maka, masyarakat madani di Indonesia memiliki konsep yang berbeda walaupun dasarnya tetap mengacu
kepada istilah civil society. Konsepnya adalah masyarakat madani berbeda dengan Negara atau
pemerintahan, ia masyarakat berperadaban yang diisi dengan ruang partisipasi masyarakat yang terwujud
dalam organisasi yang bercorak kesejahteraan, pembangunan, dan pembelaan.

Konsep masyarakat madani dalam Islam dikenal dengan istilah khaira ummah yaitu umat terbaik.
Berdasar pada Negara-kota Madinah dengan tiga cirinya. Pertama, pengakuan bahwa mereka merupakan
suatu kesatuan sosial yang disebut ummah. Kedua, mereka tunduk pada nilai-nilai luhur atau kebajikan
yang disebut khair. Ketiga, menegakkan yang baik (ma’ruf) dan mencegah yang buruk (munkar).

Era Reformasi pergerakan menuju masyarakat madani semakin terbuka lebar. Disamping karena
Orde Baru yang berhasil runtuh sehingga semakin besar usaha membentuk masyarakat yang demokratis,
pengalaman bernegara dan bermasyarakat di Orde Lama dan Orde Baru juga mendesak masyarakat
Indonesia untuk mencari konsep lain11. Mucullah masyarakat madani sebagai konsekuensi logis dari
pengalaman pahit Orde Lama yang tidak stabil dan Orde Baru yang otoriter. Semangat Reformasi
merupakan semangat menuju masyarakat yang disebut dengan stabilitas dinamis oleh Prof. Azyumardi
Azra.
11
Adi Suryadi Culla, Masyarakat Madani: Pemikiran, Teori, dan Relevansinya dengan Cita-Cita
Reformasi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), hlm. 215.
E. Gerak HMI dalam Membangun Masyarakat Madani

Sudah mejadi keharusan bagi HMI sebagai organisasi mahasiswa tertua di Indonesia untuk
membangun masyarakat madani. Tidak dapat mengelak hal ini bahkan menjadi tanggung jawab moral
bagi HMI. Organisasi yang didirikan pada tanggal 5 Februari 1947 yang bertepatan dengan 14 Rabiul
Awal 1366 H memberikan warna baru dalam wacana pemikiran dan pergerakan mahasiswa.

Ideopolitorstratak menjadi suatu bahan diskursus bagi para kader HMI dalam membangun dan
mewujudkan masyarakat madani. Ideologi menjadi pedoman normatif HMI sebelum melangkah kedalam
urusan politik, strategi, dan taktik. Tentunya tauhid menjadi landasan filosofis dan berpengaruh terhadap
epistemologi dalam gerak selanjutnya. Bagi HMI jelas, pedoman dasar gerak langkah HMI termaktub
dalam dokumen Nilai Dasar Perjuangan (NDP).

Wacana keIslaman dan KeIndonesiaan mencerminkan kekuatan ideologi dan perjuangan HMI. Di
masa silam ketika Indonesia harus berhadapan dengan ideologi komunis yang berwujud PKI beserta
onderbouwnya12, HMI tetap tegak berdiri menjadi benteng yang mempertahankan keutuhan Indonesia.
Bahkan HMI harus berhadapan dengan ancaman pembubaran. Tidak tergoyahkan dan tidak mundur
sedikitpun HMI melawan komunisme hingga muncul slogan “Langkahi mayatku sebelum ganyang HMI”.

Dengan pedomannya, HMI bergerak membela kemanusiaan. Atas dasar kemanusiaan HMI
melawan gerakan komunis dan kapitalis yang menindas. HMI bergerak atas dasar kemanusiaan dan
melawan segala tindak penindasan terhadap kemanusiaan. Sehingga sesuai dengan sifat asli atau fitrah
manusia, ia akan cenderung pada kebenaran. Hati nuraninya merupakan pemancar bagi keinginannya
untuk melakukan kebenaran13.

Dalam konsep masyarakat madani, HMI sebenarnya merupakan bagian dari upaya
mewujudkannya. Dengan pengalamannya, HMI dibentuk dengan daya intelektualitas yang tinggi. HMI
menjadi organisasi yang memiliki budaya literasi yang tradisi intelektual yang kuat. Tak jarang memang
HMI disebut sebagai platform gerakan inetelektual. Namun, pengalaman dan perjalanan panjang tersebut
bukan tanpa permasalahan dalam struktural maupun fungsional.

Beberapa fase HMI mengalami kemandulan melahirkan kader yang melaksanakan kerja-kerja
intelektual. Spirit intelektualitas tergerus oleh nafsu kekuasaan dan kepentingan pribadi. Sebuah realitas
yang perlu direnungkan kembali oleh para kader HMI. Padahal konsep dan rumusan organisasi dalam

12
M. Alfan Alfian, HMI 1963-1966 Menegakkan Pancasila di Tengah Prahara, (Jakarta: PT Kompas
Media Nusantara, 2013), hlm. 83.
13
Victor Tanja, Himpunan Mahasiswa Islam Sejarah dan Kedudukannya di Tengah Gerakan-Gerakan
Muslim Pembaharu di Indonesia, (Jakarta: Penerbit Sinar Harapan, 1982), hlm. 110.
HMI cukup matang mulai dari hal mendasar hingga teknis. Tidak ada pilihan selain kembali kepada spirit
konsep dan rumusannya.

Inilah sebenarnya hal penting yang menjadi gerak langkah HMI dalam mewujudkan masyarakat
madani. HMI mencetak kader yang melakukan kerja-kerja intelektual seperti dalam segala konsep dan
rumusannya. Sebagai gerakan inetelektual, HMI menjadi gerakan yang mampu mengontrol pemerintah
serta bergerak langsung terjun bersama masyarakat akar rumput. Artinya HMI dapat bergerak secara
vertikal dan horizontal. Gerakan vertikal dilakukan dengan berdiri sebagai pengontrol pemerintah, dan
gerakan horizontal dilakukan dengan memaksimalkan lembaga pengembangan profesi.

Banyak contoh yang dapat merekamnya, terutama dapat dilihat dalam keadaan masyarakat Kota
Solo yang berada di sekitar Kampus Universitas Sebelas Maret. Tahun 2018 kemarin merupakan tahun
dimana sengketa lahan banyak terjadi di sekitar UNS. Hal ini menjadi perhatian serius bagi pata aktivis
kampus yang tergabung dalam beberapa organisasi, pasalnya sengketa lahan ini menyebabkan efek buruk
bagi masyarakat yang terlibat.

Aktivis kampus termasuk HMI Cabang Surakarta terlibat dalam gerakan pengawalan kasus
sengketa lahan tersebut. Gerak pemberdayaan dilakukan dengan pendampingan terhadap masyarakat
terdampak. Mulai dari pendampingan hukum hingga pendampingan psikologi dan kesehatan. Hal ini
dilakukan karena HMI memiliki perangkat dalam lembaga pengembangan profesi yaitu LKBHMI dan
LKMI. Gerakan seperti ini merupakan contoh dari gerakan horizontal HMI dalam mengimplementasikan
ideopolitorstratak untuk mewujudkan masyarakat madani.

Maka, rumusan ideopolitorstratak HMI menjadi rumusan yang penting dalam membangun dan
mewujudkan masyarakat madani. Tauhid dalam Nilai Dasar Perjuangan HMI melahirkan wacana
KeIslaman dan KeIndonesiaan, sehingga HMI bergerak atas dasar kemanusiaan. Kemudian dalam gerak
langkahnya HMI bergerak secara vertikal dan horizontal.

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Himpunan Mahasiswa Islam merupakan organisasi yang menghimpun kaum intelektual. Sudah
menjadi konsekuensi logis untuk organisasi setua dan sebesar HMI untuk menjalankan kerja-kerja
intelektualnya. Dalam implementasinya, HMI memiliki rumusan penting yang bernama
ideopolitorstratak. Rumusan yang matang mencakup hal mendasar sebagai keyakinan dan kepercayaan
hingga strategi dan taktik sebagai teknis pelaksanaaan.

Dapat dlihat dengan jelas rumusan ideopolitorstratak HMI. Mulai dari tauhid dalam Nilai Dasar
Perjuangan sebagai ideologi, sehingga melahirkan wacana keIslaman dan keIndonesiaan. Kemudian
politik HMI bergerak atas dasar kemanusiaan, dan diaktualisasikan dalam dua ranah gerakan yaitu
gerakan vertikal dan gerakan horizontal.

Rumusan tersebut sebagai pedoman kader HMI dalam membangun dan mewujudkan masyarakat
madani. Masyarakat berperadaban yang digerakkan oleh organisasi berorientasi memajukan
kesejahteraan, development atau pembangun, dan advocacy atau pembelaan sebagai wujud dari ruang
partisipasi aktif masyarakat.

B. SARAN
1. Semakin banyak diskursus mengenai masyarakat madani dan peran HMI dalam mewujudkannya.
2. Semakin banyak hasil kajian atau artikel yang dapat dijadikan landasan literatur dalam
mempelajari implementasi ideopolitorstratak HMI untuk mewujudkan masyarakat madani.

DAFTAR PUSTAKA

Aiken, Henry D. 2002. Abad Ideologi. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.


Alfian, M. Alfan. 2013. HMI 1963-1966 Menegakkan Pancasila di Tengah Prahara. Jakarta: PT Kompas
Media Nusantara.

Azra, Azyumardi. 1999. Menuju Masyarakat Madani Gagasan, Fakta, dan Tantangan. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.

Budiardjo. Miriam. 2010. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Culla, Adi Suryadi. 1999. Masyarakat Madani: Pemikiran, Teori, dan Relevansinya dengan Cita-Cita
Reformasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

George, Vic dan Paul Wilding. 1992. Ideologi dan Kesejahteraan Rakyat. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

Rahardjo, M. Dawam. 1999. Masyarakat Madani: Agama, Kelas Menengah, dan Perubahan Sosial.
Jakarta: LP3ES.

Soehino. 2001. Ilmu Negara. Yogyakarta: Liberty.

Tanja, Victor. 1982. Himpunan Mahasiswa Islam Sejarah dan Kedudukannya di Tengah Gerakan-
Gerakan Muslim Pembaharu di Indonesia. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan.

Anda mungkin juga menyukai