Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
kasih sayang dan segenap kemampuan sehingga makalah ini dapat diselesaikan dalam kurun
waktu yang telah ditentukan.
Makalah yang merupakan tugas mata kuliah Pengantar Pendidikan ini, memberi manfaat
yang cukup besar buat penulis terutama dalam memperluas wawasan keilmuan khususnya
bidang pendidikan yang senantiasa mengalami kemajuan seiring perkembangan zaman. Oleh
karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dosen Pembina Mata Kuliah yang
telah memberikan arahan, bimbingan, dan waktu untuk dapat menyelesaikan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini sesuai harapan dan atas kekurangannya
penulis memohon kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan perbaikan
kedepannya. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkati semua amal kebaikan yang kita
perbuat. Amin.

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………………………………… 1

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………………………………. 2

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………………………………………… 3-4

BAB II PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN PENDIDIKAN ……………………………………………………… 5-6

2. PENDIDIKAN PADA MASA KOLONIAL ………………………………………….. 6-15

BAB III PENUTUP

Kesimpulan ………………………………………………………………………………………………………. 16-17

2
BAB 1

PENDAHULUAN

1. A. Latar Belakang

Pada zaman kolonial pemerintah Belanda menyediakan sekolah yang beraneka ragam bagi orang
Indonesia untuk memenuhi kebutuhan berbagai lapisan masyarakat. Ciri yang khas dari sekolah-
sekolah ini ialah tidak adanya hubungan berbagai ragam sekolah itu. Namun lambat laun, dalam
berbagai macam sekolah yang terpisah-pisah itu terbentuklah hubungan-hubungan sehingga
terdapat suatu sistem yang menunjukkan kebulatan. Pendidikan bagi anak-anak Indonesia semula
terbatas pada pendidikan rendah, akan tetapi kemudian berkembang secara vertical sehingga
anak-anak Indonesia, melalui pendidikan menengah dapat mencapai pendidikan tinggi, sekalipun
melalui jalan yang sulit dan sempit.

Lahirnya suatu sistem pendidikan bukanlah hasil suatu perencanaan menyeluruh melainkan
langkah demi langkah melalui eksperimentasi dan didorong oleh kebutuhan praktis di bawah
pengaruh kondisi sosial, ekonomi, dan politik di Nederland maupun di Hindia Belanda. Selain itu
kejadian-kejadian di dunia luar, khususnya yang terjadi di Asia, mendorong dipercepatnya
pengembangan sistem pendidikan yang lengkap yang akhirnya, setidaknya dalam teori,
memberikan kesempatan kepada setiap anak desa yang terpencil untuk memasuki perguruan
tinggi. Dalam kenyataan hanya anak-anak yang mendapat pelajaran di sekolah berorientasi Barat
saja yang dapat melanjutkan pelajarannya, sekalipun hanya terbatas pada segelintir orang saja.

1. B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari makalah ini adalah:

1. Apa alasan orang Belanda mendirikan sekolah bagi anak-anak Indonesia?

2. Faktor apa saja yang menyebabkan berlangsungnya politik etika?

3. Bagaimana sistem persekolahan pada zaman pemerintahan Hindia Belanda?

3
4. Apa saja ciri umum politik pendidikan Belanda?

1. C. Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini adalah:

1. Agar mengetahui alasan orang Belanda mendirikan sekolah bagi anak-anak Indonesia.

2. Agar mengetahui faktor yang menyebabkan berlangsungnya politik etika.

3. Agar mengetahui sistem persekolahan pada zaman pemerintahan Hindia Belanda.

4. Agar mengetahui ciri umum politik pendidikan Belanda.

4
BAB II

PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN POLITIK

Istilah Politik sering kita dengar baik di dalam tulisan, majalah, buku, surat Kabar
maupun artikel. Tetapi masyarakat awam menyatakan bahwa politik itu identik dengan kelicikan
dan menjurus kesisi atau pola yang negatif dalam kehidupan sosial. Namun hakekat politik itu
sendiri belum ada yang merefleksikannya secara jelas dan masih bersifat abstrak. Dalam buku
karangan Miriam Budihardjo (1998) menyatakan bahwa politik (politics) adalah macam-macam
kegiatan dalam sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses-proses menentukan tujuan
dari sistem itu dan melaksanakan tujuan itu. Jadi intinya adalah suatu tujuan dan melaksanakan
tujuan tersebut dalam suatu sistem politik melalui proses menentukan tujuan yang elegan.
lasswell (1998) menjelaskan bahwa politik, siapa mendapatkan apa, kapan dan bagaimana.

Pemahaman tentang politik dapat kita lakukan sebuah perbandingan dan merfleksikan
tentang dimensi politik itu sendiri. Maciavelli (2002) sendiri menyatakan bahwa politik
merupakan suatu skema dengan menghalalkan berbagai cara untuk meraih kekuasaan.
Pemahaman tentang politik itu sendiri masih belum jelas di dalam masyarakat. Dimensi politik
mempunyai banyak perbincangan dan ragam tatanan yang diperbincangkan mulai dari wilayah,
negara, kekuasaan, demokrasi, dan berbagai hal lainnya sehingga menjadi bidang keilmuan yang
penting dalam disiplin ilmu sosial.

Bandingkan saja pemikiran para intelektual dengan politisi. Kita pasti menemukan
pandangan serta pemahaman yang berbeda tentang dimensi politik. Berbicara politik pasti
bersinggungan dengan aspek negara. Setiap kalangan mempunyai pandangan yang berbeda
dalam dimensi politik. Misalnya saja para mahasiswa atau para intelektual menyatakan bahwa
politik adalah suatu dimensi ilmu yang membahas tentang aspek negara, kekuasaan, dan
5
bagimana cara meraih serta mempertahankannya demi mewujudkan tujuan bersama. Pandangan
para politisi dalam dimensi politik itu merupakan sebuah mekanisme atau cara meraih kekuasaan
dan mempertahankannya melalui kompetisi dalam sebuah partai politik untuk masyarakat.
Pemahaman politik tersebut menjadi beragam intinya kalau para akademisi maupun kaum
intelektual beranggapan bahwa negara dan tujuan bersama harus diwujudkan. Sementara para
politisi beranggapan bahwa politik merupakan cara meraih kekuasaan serta mempertahankannya.

2. PENDIDIKAN PADA MASA KOLONIAL

1. A. Pendidikan selama penjajahan Belanda

Pendidikan selama penjajahan Belanda dapat dipetakan kedalam 2 (dua) periode besar, yaitu
pada masa VOC (Vereenigde Oost-indische Compagnie) dan masa pemerintah Hindia Belanda
(Nederlands Indie). pada masa VOC, yang merupakan sebuah kongsi (perusahaan) dagang,
kondisi pendidikan di Indonesia dapat dikatakan tidak lepas dari maksud dan kepentingan
komersial.

1. Zaman VOC (Kompeni)[1]

Orang belanda datang ke indonesia bukan untuk menjajah melainkan untuk berdagang.
Mereka di motifasi oleh hasrat untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya, sekalipun
harus mengarungi laut yang berbahaya sejauh ribuan kilometer dalam kapal layar kecil untuk
mengambil rempah-rempah dari indonesia. Namun pedagang itu merasa perlunya memiliki
tempat yang permanen di daratan dari pada berdagang dari kapal yang berlabuh di laut. Kantor
dagang itu kemudian mereka perkuat dan persenjatai dan menjadi benteng yang akhirnya
menjadi landasan untuk menguasai daerah di sekitarnya. Lambat laun kantor dagang itu beralih
dari pusat komersial menjadi basis politik dan teritorial. Setelah peperangan kolonial yang
banyak akhirnya indonesia jatuh seluruhnya di bawah pemerintahan belanda. Namun penguasaan
daerah jajahan ini baru selesai pada permulaan abad ke 20.

Metode kolonialisasi belanda sangat sederhana. Mereka mempertahankan raja-raja yang


berkuasa dan menjalankan pemerintahan melalui raja-raja itu akan tetapi menuntut monopoli hak

6
berdagang dan eksploitasi sumber-sumber alam. Adat istiadat dan kebudayaan asli dibiarkan
tanpa perubahan aristokrasi tradisional digunakan oleh belanda untuk memerintah negri ini
dengan cara efisien dan murah. Oleh sebab belanda tidak mencampuri kehidupan orang
Indonesia secara langsung, maka sangat sedikit yang mereka perbuat untuk pendidikan bangsa.
Kecuali usaha menyebarkan agama mereka di beberapa pulau di bagian timur Indonesia. Kegian
pendidikan pertama yang dilakukan VOC.

Pada permulaan abad ke 16 hampir se abad sebelum kedatangan belanda, pedagang portugis
menetap di bagian timur Indonesia tempat rempah-rempah itu di hasilkan. Biasanya mereka
didampingi oleh misionaris yang memasukkan penduduk kedalam agama katolik yang paling
berhasil tiantara mereka adalah Ordo Jesuit di bawah pimpinan Feranciscus Xaverius. Xaverius
memandang pendidikan sebagai alat yang ampuh untuk penyebaran agama. Seminari dibuka di
ternate, kemudian di solor dan pendidikan agama yang lebih tinggi dapat diperoleh di Goa, India,
pusat kekuasaan portugis saat itu. Bahasa portugis hamper sama populernya dengan bahasa
melayu, kedudukan yang tak kunjung di capai oleh bahasa Belanda dalam waktu 350 tahun
penjajahan kekuasaan portugis melemah akibat peperangan denngan raja-raja Indonesia dan
akhirnya dilenyapkan oleh belanda pada tahun 1605.

1. Zaman Pemerintahan Belanda Setelah VOC

Setelah VOC dibubarkan, para Gubernur/ komisaris jendral harus memulai system
pendidikan dari dasarnya, karena pendidikan zaman VOC berakhir dengan kegagalan total.
Pemerintahan baru yang diresapi oleh ide-ide liberal aliran aufklarung atau Enlightenment
menaruh kepercayaan akan pendidikan sebagai alat untuk mencapai kemajuan ekonomi dan
social. Pada tahun 1808 Deandels seorang Gubernur Belanda mendapat perintah Raja Lodewijk
untuk meringankan nasib rakyat jelata dan orang-orang pribumi poetra,serta melenyapkan
perdagangan budak. Usaha Deandels tersebut tidak berhasil, bahkan menambah penderitaan
rakyat, karena ia mengadakan dan mewajibkan kerja paksa (rodi).

Didalam lapangan pendidikan Deandels memerintahkan kepada Bupati-bupati di Pulau Jawa


agar mendirikan sekolah atasa uasaha biaya sendiri untuk mendidik anak-anak mematuhi adat
dan kebiasaan sendiri. Kemidian Deandels mendirikan sekolah Bidan di Jakarta dan sekolah

7
ronggeng di Cirebon. Kemudian Pada masa (interregnum inggris) pemerintahan Inggris (1811-
1816) tidak membawa perubahan dalam masalah pendidikan walaupun Sir Stamford Raffles
seorang ahli negara yang cemerlang. Ia lebih memperhatikan perkembanagan ilmu pengetahuan,
sedangkan pengajaran rakyat dibiarkan sama sekali. Ia menulis buku History of Java.

Setelah ambruknya VOC tahun 1816 pemerintah Belanda menggantikan kedudukan VOC.
Statua Hindia Belanda tahun 1801 dengan terang-terangan menyatakan bahwa tanah jajahan
harus memberikan keuntungan yang sebesar-besarnya kepada perdagangan dan kepada kekayaan
negeri Belanda. Pada tahun 1842 Markus, menteri jajahan, memberikan perintah agar Gubernur
Jendral berusaha dengan segenap tenaga agar memperbesar keuntungan bagi negerinya.
Walaupuan setiap Gubernur Jendaral pada penobatannya berjanji dengan hidmat bahwa ia akan
memajukan kesejahteraan hindia Belanda dengan segenap usuha prinsip yang masih
dipertahankan pada tahun 1854 ialah bahwa hindia Belanda sebagai “negeri yang direbut harus
terus member keuntungan kepada negeri belanda sebagai tujuan pendidikan itu. Sekolah
pertama bagi anak Belanda dibuka di Jakarta pada tahun 1817 yang segera diikuti oleh
pembukaan sekolah dikota lain di Jawa. Prinsip yang dijadikan pegangan tercantum distatuta
1818 bahwa sekolah-sekolah harus dibuka ditiap tempat bila diperlukan oleh penduduk Belanda
dan diizinkan oleh keadaan.

Kesulitan keuangan ini menyebabkan raja belanda untuk meninggalkan prinsip-prinsip


liberal dan menerima rencana yang dianjurkan Van den Bosch, bekas Gubernur di Guyana,
jajahan Belanda di Amerika selatan, untuk memanfaatkan pekerjaan budak menjadi dasar
eksploitasi colonial. Ia membawa ide penggunaan kerja paksa(rodi) sebagai cara yang ampuh
untuk memperoleh cara usaha maksimal, yang kemudian terkenal dengan cultuur stelsel atau
tanam paksa yang memaksa penduduk untuk menghasilkan tanaman yang diperlukan dipasaran
Eropa.

Van den Bosch mengerti, bahwa untuk memperbaiki stesel pembangunan ekonomi bagi
belanda dibutuhkan tenaga-tenaga ahli yang banyak. Setelah tahun 1848 dikeluarkan peraturan-
peraturan yang menunjukan perintah lambat laun menerima tanggung jawab yang lebih besar
atas pendidikan anak-anak Indonesia sebagai hasil perdebatan diparlemen Belanda dan
mencerminkan sikap Liberal yang lebih menguntungkan tehadap rakyat Indonesia.

8
Terbongkarnya penyalahgunaan system tanam paksa merupakan factor dalam perbahan
pandangan. Peraturan pemerintah tahun 1854 mengimtruksikan Gubernur Jendral untuk
mendirikan sekolah dalam tiap kabupaten bagi pendidikan anak pribumi. Peraturan tahun 1863
mewajibkan Gubernur Jendral untuk mengusahakan terciptanya situasi yang memungkinkan
penduduk bumi putera pada umumnya menikmati pendidikan.

Sistem tanam paksa dihapuskan tehun 1870 dan digantikan dengan undang-undang
Agraria 1870. Pada tahun itu di Indonesia timbul masa baru dengan adanya undang-undang
Agraria dari De Waal, yang member kebebasan pada pengusaha-pengusaha pertania partikelir.
Usaha-usaha perekonomian makin maju, masyarakat lebih banyak lagi membutuhkan pegawai.
Sekolah-sekolah yang ada dianggap belum cukup memenuhi kebutuhan. Itulah sebabnya maka
usaha mencetak calon-calon pegawai makin dipergiat lagi. Kini tugas departemen adalah
memelihara sekolah-sekolah yang ada dengan lebih baik dan mempergiat usaha-usaha perluasan
sekolah-sekolah baru.

Pada tahun 1893 timbullah differensiasi pengajaran bumi putera. Hal ini disebabkan:[2]

1. Hasil sekolah-sekolah bumi putra kurang memuaskan pemerintah colonial. Hal ini
terutama sekali desebabkan karena isi rencana pelaksanaannya terlalu padat.

2. Dikalangan pemerintah mulai timbul perhatian pada rakyat jelata. Mereka insyaf bahwa
yang harus mendapat pengjaran itu bukan hanya lapisan atas saja.

3. Adanya kenyataan bahwa masyarakat Indonesia mempunyai kedua kebutuhan dilapangan


pendidikan yaitu lapisan atas dan lapisa bawah.

Untuk mengatur dasar-dasar baru bagi pengajaran bumi putra, keluarlah indisch staatsblad 1893
nomor 125 yang membagi sekolah bumi putra menjadi dua bagian:

a) Sekolah-sekolah kelas I untuk anak-anak priyai dan kaum terkemuka.

b) Sekolah-sekolah kelas II untuk rakyat jelata.

Perbedaan sekolah kelas I dan kelas II antara lain:

9
Kelas I[3]

Tujuan: memenuhi kebutuhan pegawai pemerintah, perdagangan dan perusahaan.

Lama bersekolah: 5 tahun

Mata pelajarannya: membaca, menulis, berhitung, ilmu bumi, sejarah, pengetahuan alam,
menggambar, dan ilmu ukur.

Guru-guru: keluaran Kweekschool

Bahasa pengantar: Bahasa Daerah/Melayu

Kelas II

Tujuan: Memenuhi kebutuhan pengajaran di kalangan rakyat umum

Lama bersekolah: 3 tahun

Mata paelajaran: Membaca, menulis dan berhitung.

Guru-guru: persyaratannya longgar

Bahasa pengantar: Bahasa Daerah/Melayu

Pada tahun 1914 sekolah kelas I diubah mejadi HIS (Hollands Inlandse School) dengan bahasa
pengantar bahasa Belanda sedangkan sekolah kelas II tetap atau disebut juga sekolah vervolg
(sekolah sambungan) dan merupakan sekolah lanjutan dari sekolah desa yang mulai didirikan
sejak tahun 1907.

1. B. Politik Etika dan pengajaran

Indonesia yang kaya raya ini di keruk terus menerus oleh penjajah Belanda. Keuntungan
mengalir terus ke negeri Belanda. Rakyat Indonesia tetap miskin. Keadaan ini sangat
menggelisahkan kaum Importir Belanda yang membawa barang hasil industry dari Eropa ke
Indonesia. Mereka tidak dapat menjual barangnya karena daya beli masyarakat sangat rendah,

10
sedangkan industri di negeri Belanda sedang pesat. Mereka menginginkan agar Indonesia yang
banyak penduduknya itu menjadi pasar bagi industry Belanda. Sedangkan para eksportir
mendapat laba besar dengan membawa barang mentah dari Indonesia. Untuk memenuhi kaum
importir tidak ada jalan lain yang harus segera ditempuh selain memperbaiki dan membuat
ekonomi rakyat Indonesia yang sudah rusak.

Selain itu pada tahun 1899 terbit sebuah artikel oleh Van Devender berjudul “Hutang
Kehormatan” dalam majalah De Gids. Disitu ia mengemukakan bahwa keuntungan yang
diperoleh oleh Indonesia selama ini hendaknya dibayar kembali dari perbendaharaan Negara.
Peristiwa itu dapat dipandang sebagai ekspresi ide yang baru kemudian dikenal dengan politik
etika. Van Devender menganjurkan program ini untuk memajukan kesejahteraan rakyat dengan
memperbaiki irigasi agar memprodusi pertanian, menganjurkan trasmigrasi dan perbaikan dalam
lapangan pendidikan. Ia juga mengembangkan pengajaran bahasa Belanda secara cultural lebih
maju dan dapat menjadi pelopor bagi bangsanya.

Factor lain yang menyebabkan berlangsungnya politik etika ini ialah kebangkitan Nasional
dengan berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908, serikat islam partai politik pertama di Indonesia
yang didasarkan atas organisai Barat didirikan tahun 1919, adanya volksraad tahun 1918 yang
merupakan saluran bagi orang Indonesia untuk menyatakan pendapatnya. Sejak dilaksanakannya
politik etika tampak sekali kemajuan dalam pendidikan dengan diperbanyaknya sekolah rendah,
sekolah yang berorientasi Barat untuk orang Cina dan Indonesia didirikan .Demikian juga
pendidikan dikembangkan secara vertical dengam didirikannya MULO dan AMS yang terbuka
bagi anak Indonesia untuk melanjutkan ke tingkat universitas.

Dalam rangka memperbaiki pengajaran rendah bagi kaum bumi putra, maka pada tahun 1907
diambil dua tindakan penting yaitu:

1. 1. Memberi corak dan sifat kebelandaan-belandaan pada sekolah kelas I, misalnya:

a) Bahasa Belanda dijadikan mata pelajaran sejak kelas 3

b) Di kelas 6 bahasa Belanda dijadikan bahasa pengantar

11
c) Lama belajar menjadi 7 tahun

d) Tahun 1914 dijadikan KIS dan menjadi bagian pengajaran rendah barat

e) Murid-muridnya anak-anak bangsawan dan terkemuka

1. 2. Mendirikan Sekolah Desa

Maksud pemerintah untuk memperhatikan kepentingan rakyat Indonesia tidak tercapai, karena
sekolah-sekolah bumi putra kelas II merupakan lembaga yang mahal dan memerlukan anggaran
yang besar. Maka atas perintah Gubernur Jendral Van Heutsz tahun 1907 didirikan sekolah-
sekolah desa. Bangunannya didirikan oleh desa dan guru-gurunya juga diangkat oleh desa pula,
jadi bukan pegawai negeri.

Jadi susunan pengajaran bagi anak-anak Indonesia untuk sekolah rendah ada tiga, yaitu:

a) Sekolah Desa, bagi anak-anak biasa

b) Sekolah kelas II, yang kemudian diubah menjadi sekolah Vervolg

c) Sekolah kelas I, yang sejak tahun 1914 dijadikan HIS bagi anak-anak bangsawan dan
aristocrat

1. D. Beberapa Ciri Umum Politik Pendidikan Belanda

Politik pendidikan colonial erat hubungannya dengan politik mereka pada umumnya, suatu
politik yang didominasi oleh golongan yang berkuasa dan tidak didorong oleh nilai-nilai etis
dengan maksud untuk membina kematangan politik dan kemerdekaan tanah jajahannya.
Berhubungan dengan sikap itu dapat kita lihat sejumlah ciri politik dan prakti pendidikan
tertentu.

 Ø Menurut Tilaar (1995) dalam pandangannya menyebutkan ada 5 ciri yang dapat
ditemukan pendidikan kita dimasa colonial belanda yaitu:

1. System Dualisme

12
Dalam system dualisme diadakan garis pemisahan antara system pendidikan untuk golongan
Eropa dan system pendidikan unutk golongan bumi putra. Jadi disini diadakan garis pemisah
sesuai dengan politik colonial yang membedakan antara bumi putra dan pihak penjajah.

1. System Korkondasi

System ini berarti bahwa pendidikan didaerah penjajahan disesuaikan dengan pendidikan yang
terdapat di Belanda. System ini diasumsikan bahwa dengan System yang berkrkondasi dengan
system yang ada di negeri Belanda, maka mutu pendidikan terjamin setingkat pendidikan di
Negara Belanda.

1. Sentralisasi

Kebijakan pendidikan dizaman colonial diurus oleh departemen pengajaran. Departemen ini
yang mengatur segala sesuatu mengeani pendidikan dengan perwakilannya yang terdapat
dipropinsi-propinsi Besar.

1. Menghambat gerakan Nasional

Pendidikan pada masa itu sangat selektif karena bukan diperuntukan untuk masyarakat pribumi
putra untuk mendapatkan pendidikan dengan seluas-luasnya atau pendidikan yang lebih tinggi.
Didalam kurikulum pendidikan colonial pada waktu itu, misalnya sangat dipentingkan
penguasaan bahasa belanda dan hal-hal mengenai negeri belanda. Misalnya dalam pengajaran
ilmu bumi, anak-anak bumi putra harus menghapal kota-kota kecil yang ada di negeri Belanda.

1. Perguruan swasta yang militer

Salah satu perguruan swasta yang gigih menentang kekuasaan colonial adalah seolah-olah taman
siswa yang didirikan oleh kihajar dewantara tanggal 3 juli 1922.

1. Tidak adanya perencanaan pendidikanyan sistematis

13
Perkembangan pendidikan merupakan rangkaian kompromi antara usaha pemerintah untuk
memberikan pendidikan minimal bagi pribumi dan tuntutan yang terus menerus dari pihak
Indonesia untuk memperoleh pendidikan yang sama dengan orang Belanda.

 Ø Menurut Prof. Dr. S. Nasution mengemukakan enam cirri umum politik pendidikan
Belanda, yaitu:[4]

1. Dualisme

Dualisme dalam pendidikan dengan adanya sekolah untuk anak Belanda dan untuk yang tak
berada, sekolah yang memberi kesempatan melanjutkan dan tidak memeberi kesempatan.

1. Gradualisme

Gradualisme dengan mengusahakan pendidikan rendah yang sederhana mungkin bagi anak
Indonesia dan memperlambat lahirnya sekolah untuk anak Indonesia.

1. Prinsip Konkordansi

Prinsip yang memaksa semua sekolah berorientasi barat mengikuti model sekolah Nederland dan
menghalangi penyesuaiannya dengan keadaan Indonesia.

1. Control sentral yang kuat

Yang menciptakan birokrasi yang ketat yang hanya memungkinkan perubahan kurikulum dengan
persetujuan para pembesar di Indonesia maupun di negeri Belanda.

1. Tidak adanya perencanaan pendidikan yang sistematis

Menyebabkan pemerintah mengadakan percobaan dengan berbagai macam sekolah menurut


keadaan zaman.

1. Pendidikan pegawai sebagai tujuan utama sekolah.

14
Penyelenggaraan dan penerimaan murid didasarkan atas kebutuhan pemerintah Belanda dalam
tenaga kerja.

Beberapa prinsip yang oleh pemerintah Belanda diambil sebagai dasar kebijakannya di bidang
pendidikan antara lain:

1. Menjaga jarak atau tidak memihak salah satu agama tertentu;

2. Memperhatikan keselarasan dengan lingkungan sehingga anak didik kelak mampu


mandiri atau mencari penghidupan guna mendukung kepentingan kolonial;

3. Sistem pendidikan diatur menurut pembedaan lapisan sosial, khususnya yang ada di
Jawa.

4. Pendidikan diukur dan diarahkan untuk melahirkan kelas elit masyarakat yang dapat
dimanfaatkan sebagai pendukung supremasi politik dan ekonomi pemerintah kolonial.
Jadi secara tidak langsung, Belanda telah memanfaatkan kelas aristokrat pribumi untuk
melanggengkan status quo kekuasaan kolonial di Indonesia.[5]

15
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

 Alasan orang Belanda mendirikan sekolah bagi anak-anak Indonesia yaitu untuk
mendidik anak Belanda dan Jawa agar menjadi pekerja yang kompeten pada VOC. Dan
pada saat itu belum terdapat pengajaran klasik. Mengajar berdasarkan pengajaran
individual. Murid-murid datang seorang demi seorang ke meja guru dan menerima
bantuan individual. Bahasa yang dipergunakan adalah bahasa melayu dan portugis,
karena bahasa belanda masih dirasakan sulit.

 Faktor-faktor yang menyebabkan berlangsungnya politik etika

1. Terbit sebuah artikel oleh Van Devender berjudul “Hutang Kehormatan” dalam majalah
De Gids. Disitu ia mengemukakan bahwa keuntungan yang diperoleh oleh Indonesia
selama ini hendaknya dibayar kembali dari perbendaharaan Negara.

2. Factor lain yang menyebabkan berlangsungnya politik etika ini ialah kebangkitan
Nasional dengan berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908,

3. serikat islam partai politik pertama di Indonesia yang didasarkan atas organisai Barat
didirikan tahun 1919,

16
4. adanya volksraad tahun 1918 yang merupakan saluran bagi orang Indonesia untuk
menyatakan pendapatnya.

 Sistem persekolahan pada zaman pemerintahan Hindia Belanda, secara umum sistem
pendidikan khususnya system persekolahan didasarkan kepada golongan penduduk
menurut keturunan atau lapisan (kelas) social yang ada dan menurut golongan
kebangsaan yang berlaku waktu itu, diantaranya:

1. Pendidikan Rendah (Lager Onderwijs)

2. Pendidikan lanjutan = Pendidikan Menengah

3. Pendidikan Kejuruan (vokonderwijs )

4. Pendidikan Tinggi (Hooger Onderwijs)

 Ciri umum politik pendidikan Belanda

ü Menurut Tilaar (1995) dalam pandangannya menyebutkan ada 5 ciri yang dapat ditemukan
pendidikan kita dimasa colonial belanda yaitu:

1. System Dualisme

2. System Korkondasi

3. Sentralisasi

4. Menghmbat gerakan Nasional

5. Perguruan swasta yang militer

6. Tidak adanya perencanaan pendidikanyan sistematis

ü Menurut Prof. Dr. S. Nasution mengemukakan enam cirri umum politik pendidikan Belanda,
yaitu:

17
1. Dualisme

2. Gradualisme

3. Prinsip Konkordansi

4. Control sentral yang kuat

5. Tidak adanya perencanaan pendidikan yang sistematis

6. Pendidikan pegawai sebagai tujuan utama sekolah.

18

Anda mungkin juga menyukai