Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH SEJARAH PERKEMBANGAN PENDIDIKAN

KARAKTERISTIK PENDIDIKAN PADA MASA PENJAJAHAN BELANDA DAN


HAKIKAT POLITIK ETIS DALAM SEJARAH PENDIDIKAN INDONESIA
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Perkembangan Pendidikan
DOSEN PENGAMPU : 1. Dra. Sri Rarasati, M.M.
2. Yenni Lidyawati, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh : Kelompok 7 Indralaya


Nama Anggota :
1. Rifdah Fadhilah (06021282025026)
2. Suci Indriani (06021282025027)
3. Shandina Arietatya (06021282025028)
4. Deva Youvandri (06021282025025)
5. Rhizki Amelya (06021282025023)
6. M. Aziz Hakim (06021282025029)
7. Shelfi Oktafiani (06021282025024)
Semester : 2 (Dua)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabaraakatuh


Segala puji bagi Allah SWT., atas semua limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat
menyusun dan menyelesaikan makalah yang berjudul “Karakteristik Pendidikan Pada Masa
Penjajahan Belanda Dan Hakikat Politik Etis Dalam Sejarah Pendidikan Indonesia” ini. Tujuan
penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Perkembangan
Pendidikan serta agar dapat bermanfaat sebagai penambahan wawasan dan pemahaman para
pembaca sekalian. Dalam penulisan makalah ini, penulis memperoleh bantuan dari berbagai situs
website dan juga sumber referensi lainnya.
Harapan penulis dengan adanya penulisan makalah ini dapat memberikan manfaat serta
menjadi bahan acuan dalam tolak ukur dalam pembuatan makalah. Penulis memohon maaf
apabila dalam makalah ini terdapat berbagai kesalahan dan kekurangan, baik dari segi penulisan
maupun isi materi. Oleh karena itu, penulis membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang
bersifat membangun untuk lebih meningkatkan kualitas di kemudian hari.

Palembang, 20 Februari 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………. i

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………… ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ………………………………………………………………….. 1
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………………. 1
1.3 Tujuan Masalah …………………………………………………………………. 1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Karakteristik Pendidikan Dasar Pada Masa Pendudukan Belanda ……………... 2
2.1.1 Awal Pelaksanaan Pendidikan Pada Masa Kolonial Tahun 1900-1930 …. 2
2.1.2 Pendidikan Dibawah Van Heutsz Dan Resesi Ekonomi …………………. 3
2.2 Karakteristik Pendidikan Menengah Pada Masa Pendudukan Belanda ………… 4
2.3 Karakteristik Pendidikan Tinggi Pada Masa Pendudukan Belanda …………….. 5
2.4 Karakteristik Pendidikan Kejuruan Pada Masa Pendudukan Belanda ………….. 7
2.5 Hakikat Politik Etis dalam Sejarah Pendidikan Indonesia Pada Awal Abad-20 .. 8

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ……………………………………………………………………. 11
3.2 Saran …………………………………………………………………………... 12

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………. 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting bagi manusia dalam menentukan
kemajuan bangsa. Tanpa pendidikan, maka akan menimbulkan banyak kerugian dan kegagalan,
baik kegagalan individu maupun kegagalan suatu bangsa itu sendiri. Oleh karena itu, upaya
peningkatan mutu pendidikan di sekolah merupakan strategi dalam meningkatkan sumber daya
manusia. Bidang pendidikan harus mendapat perhatian khusus dari pemerintah.
Pendidikan di Indonesia sudah ada sejak tahun 1907 yang saat itu berada di bawah
pemerintahan Gubernur Jendral Van Heutz. Saat itu, pendidikan dibagi menjadi beberapa macam
bagi orang Indonesia untuk memenuhi kebutuhan berbagai lapisan masyarakat. Pada awalnya,
tidak terdapat hubungan dari berbagai macam pendidikan yang ada. Namun, lambat laun
terbentuklah suatu hubungan dari sekolah-sekolah yang terpisah itu sehingga terdapat suatu
sistem yang menunjukkan kebulatan. Suatu sistem pendidikan tersebut bukanlah lahir dari hasil
perencanaan yang menyeluruh, melainkan dari langkah demi langkah melalui percobaan dan
didorong oleh kebutuhan praktis di bawah pengaruh kondisi politik, sosial, ekonomi, dan kultur.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana karakteristik pendidikan dasar pada masa pendudukan Belanda?
2. Bagaimana karakteristik pendidikan menengah pada masa pendudukan Belanda?
3. Bagaimana karakteristik pendidikan tinggi pada masa pendudukan Belanda?
4. Bagaimana karakteristik pendidikan kejuruan pada masa pendudukan Belanda?
5. Bagaimana hakikat politik etis dalam sejarah pendidikan Indonesia pada awal abad ke-20?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui karakteristik pendidikan dasar pada masa pendudukan Belanda.
2. Untuk mengetahui karakteristik pendidikan menengah pada masa pendudukan Belanda.
3. Untuk mengetahui karakteristik pendidikan tinggi pada masa pendudukan Belanda.
4. Untuk mengetahui karakteristik pendidikan kejuruan pada masa pendudukan Belanda.
5. Untuk mengetahui hakikat politik etis dalam sejarah pendidikan Indonesia awal abad ke-20.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Karakteristik Pendidikan Dasar Pada Masa Pendudukan Belanda


2.1.1 Awal Pelaksanaan Pendidikan Pada Masa Kolonial Tahun 1900-1930
Pada tahap awal, pendidikan dasar di Indonesia pada masa pemerintahan Belanda,
berusaha mengecilkan berbagai perbedaan dari kelompok masyarakat. Bahwasanya pendidikan
dasar haruslah memberikan hal umum yang mempersatukan Indonesia, akan tetapi dalam waktu
yang bersamaan dengan tantangan khusus dari setiap kelompok peserta didik yang berbeda-beda.
Oleh karena itulah terjadi diskriminasi antara pribumi yang memiliki kedudukan dan pribumi
yang biasa saja.
Pada dasarnya pendidikan yang di dapat pada masa belanda hanya untuk dijadikan pegawai
rendahan. Oleh karena itu, pendidikan yang di pelajari juga hanya sekadar bisa menulis,
membaca dan berhitung saja. Selain itu anggaran pendidikan yang diberikan kepada penduduk
pribumi sangatlah sedikit. Sehingga banyak dari kalangan rendahan yang tidak bersekolah.
Kemudian, bagi seluruh penganut politik etis pendidikan memegang peran utama. Hal ini
tergambarkan di dalam trilogi pemerintahan penjajah yaitu, pendidikan, irigasi, dan transmigrasi.
Dalam hal ini bahasa Belanda-lah yang di gunakan sebagai pengantar. Oleh karena itu, golongan
bumiputera, kalangan atas, atau anak pejabat yang ada di pihak belanda sangat di untungkan.
Dulunya bahasa Belanda didorong untuk digunakan sebagai bahasa pengantar, tetapi
karena pergeseran pendidikan yang bersifat barat sehingga mengakibatkan bahasa Belanda tidak
lagi di dorong namun lebih menitikberatkan pada perkembangan objektif di bidang ekonomi,
politik, sosial dan budaya. Untuk sosial dan budaya perlu di garis bawahi karena kenyataan yang
ada bahasa daerah dan melayu sudah tidak memainkan perannya dalam menyampaikan informasi
tentang ilmu pengetahuan dan teknologi. Akibat cepatnya pergeseran pendidikan pribumi ke sifat
barat, mendorong munculnya tokoh liberal pembaharu seperti J. H Abendanon yang saat itu
menjabat sebagai direktur pendidikan, agama, dan industri. Belum lama bertugas Abendanon
mampu mengurangi biaya sekolah bagi pribumi yang bersekolah di ELS atau Sekolah Dasar
Eropa. Dengan sekolah ini, Abendanon memberikan kesempatan untuk kaum wanita menempuh

2
pendidikannya. Kebetulan pada saat itu yang mau menempuh pendidikan lebih lanjut yaitu R. A
Kartini yang kemudian bersekolah di ELS Jepara.
2.1.2 Pendidikan Dibawah Van Heutsz Dan Resesi Ekonomi
Pada tahun 1904, muncul seorang gubenur jenderal baru yaitu Van Heutsz. Dia merupakan
pahlawan Belanda pada perang di Aceh. Ia ingin mengubah pendidikan untuk pribumi agar lebih
praktis. Yang dimaksud dengan praktis adalah ia ingin mendirikan sekolah kejuruan. Akan tetapi
sistem pendidikan tidak mudah diubah menjadi arah yang lebih praktis, dikarenakan sekolah
kejuruan yang belum memiliki peserta didik.
Kemudian, gubernur Van Heutsz melakukan penelitian terhadap sekolah dasar kelas satu
apakah tujuan telah berfungsi sebagai pengembangan potensi dan tingkat peradaban anak-anak
Bumiputra. Gubernur juga mengubah masa pendidikan sekolah dasar, yang pada awalnya hanya
5 tahun ditambah menjadi 6 tahun. Pada masa itu, mendirikan sekolah desa untuk melayani anak-
anak yang ingin bersekolah, yang masa belajaranya 3 tahun. Sekolah diresmikan kemudian
dilakukan percobaan pada 4 kabupaten. Percobaan sekolah desa itu juga memiliki fungsi untuk
meningkatkan kemakmuran masyarakat, dimana 40% anak usia 4-9 tahun bisa merasa sekolah.
Pada masa pemerintahan Belanda inilah rakyat pribumi mampu menempuh pendidikan dan
berkembang sampai dengan satat ini. Yang dulunya anak rakyat biasa hanya bisa sekolah sampai
sekolah desa, namun pada 1900-an anak rakyat biasa mulai dikenalkan dengan bahasa Belanda.
Adapun sekolah-sekolah dasar pada zaman kolonial belanda, di antaranya :
1. ELS (Euroopeesche Lagere School)
Sekolah dasar pada zaman kolonial Belanda yang hanya diperuntukkan untuk
peranakan Eropa dan Belanda, dimana dalam proses pembelajarannya menitikberatkan
pada bahasa Belanda dengan masa sekolah 7 tahun. ELS didirikan pada tanggal 1817.
2. HCS (Hollandsch Chineesche School)
Sama seperti ELS, HCS juga didirikan oleh kolonial Belanda. Akan tetapi, HCS
diperuntukkan untuk anak keturunan Tionghoa di Hindia Belanda pada masa itu. Bahasa
yang digunakan sebagai bahasa pengantar adalah bahasa Belanda. HCS didirikan pada
tanggal 1908 oleh pemerintah Belanda.
3. HIS (Hollandsch Inlandsche School)

3
Rakyat yang bisa bersekolah di HIS hanyalah rakyat yang keturunan bangsawan
atau tokoh terkemuka. Sekolah ini didirikan pada tanggal 1914, bahasa yang digunakan
juga bahasa Belanda.

2.2 Karakteristik Pendidikan Menengah Pada Masa Pendudukan Belanda


Berikut jenis-jenis pendidikan menengah pada masa kolonial Belanda :
1. MULO (Meer Uit Gebreid Lager School)
Meer Uit Gebreid Lager School adalah kelanjutan dari sekolah dasar yang
menggunakan bahasa Belanda dalam proses pembelajarannya. Didirikan pertama kali pada
tahun 1914. Sekolah ini dikenal sampai sekarang dengan SMP. Pembelajaran di MULO ini
dilaksanakan selama tiga sampai empat tahun. MULO pada awalnya diperuntukkan hanya
untuk golongan bumi putra dan timur asing. Sebenarnya pada tahun 1903 kursus MULO
sudah didirikan khusus untuk anak-anak Belanda, tetapi hanya bertahan selama dua tahun.
2. AMS (Algemene Middelbare School)
Algemene Middelbare School merupakan sekolah menengah umum pada zaman
Hindia Belanda dengan masa studi tiga tahun yang merupakan kelanjutan dari MULO.
Didirikan sejak tahun 1915. Sama halnya dengan MULO, AMS ini juga menggunakan
bahasa Belanda dalam proses pembelajarannya. Sekolah ini diperuntukan untuk golongan
bumi putra dan timur asing. Pembelajaran AMS terdiri dari dua jurusan (afdeling = bagian)
yang pertama, bagian A (mempelajari tentang pengetahuan kebudayaan), dan yang kedua
yaitu bagian B (mempelajari tentang pengetahuan alam). Pembelajaran dilaksanakan
selama 3 tahun.
3. HBS (Hoobere Burger School)
Hoobere Burger School atau sekolah warga negara tinggi adalah sekolah menengah
kelanjutan dari ELS (sekolah dasar yang disediakan untuk golongan Eropa) atau sekarang
dikenal dengan SMP. HBS didirikan pada tahun 1860. Yang diperbolehkan bersekolah
disini adalah orang Belanda, Eropa, Tionghoa, rakyat Indonesia yang terpandang atau
tokoh-tokoh terkemuka. Menggunakan bahasa belanda dalam proses pembelajarannya.
Pembelajaran dilaksanakan selama lima tahun. Biasanya, peserta didik yang dapat

4
mengikuti pembelajaran di HRS ini adalah peserta didik dengan intelektual yang cukup
tinggi.

2.3 Karakteristik Pendidikan Tinggi Pada Masa Pendudukan Belanda


Pendidikan tinggi di Indonesia sudah dimulai pada abad ke-20 oleh pemerintah kolonial
Belanda. Namun, sebenarnya pendidikan tinggi di Indonesia sudah dimulai sejak pertengahan
abad ke-19 dengan didirikannya beberapa penguruan tinggi oleh pemerintah kolonial Belanda,
antara lain :
1. Sekolah Teknik Tinggi (Technische Hogeschool)
Technische Hogeschool didirikan pada tahun 1920. Awal mula didirikannya Sekolah
Teknik Tinggi ini karena diperlukannya tenaga teknik yang terdidik untuk membangun
insfratruktur fisik yang mendukung kekuasaan kolonial Belanda. Karakteristik pendidikan
Technische Hogeschool, yaitu:
a) Adanya Studi Lapangan atau Praktikum
Studi lapangan pendidikan tinggi Technische Hogeschool dalam mengadakan
praktikum melakukan kunjungan ke berbagai tempat, contohnya kunjungan ke
lapangan pengeboran sumur di jalan Riouwstraat, kunjungan workshop
staatsspoorwegen (bengkel para mahasiswa), dan kunjungan ke pabrik pengolahan
karet, dan kunjungan ke bangunan-bangunan gedung.
b) Masa Studi 4 tahun
Pendidikan tinggi Technische Hogescool memiliki masa studi selama 4 tahun untuk,
mahasiswa diharuskan mengikuti ujian pada akhir tingkat tiga (candidaats-examan)
dan mengikuti ujian penghabisan (Eind-examan) untuk lulus dan menerima ijazah.
c) Hanya Memiliki Satu Fakultas
Pendidikan tinggi Technische Hogeschool hanya memiliki satu fakultas yaitu de
Faculteit van Technische Wetenschap (Fakultas Ilmu Teknik) dan satu jurusan yaitu de
afdeeling der wag en Waterbouw.
2. Sekolah Hakim Tinggi (Rechts Hogescool)
Rechts Hogescool didirikan pada tanggal 28 Oktober 1924. Awal mula didirikannya
Rechts Hogescool ini bertujuan untuk menghasilkan teknisi atau ahli hukum terdidik.

5
Namun, pada dasarnya tujuan didirikannya Rechts Hogeschool untuk kepentingan pihak
Belanda sendiri. Pihak Belanda memerlukan ketertiban dan keamanan pada wilayah-
wilayah jajahannya agar tetap terjaga. Selain menjaga ketertiban dan keamanan, pihak
Belanda juga bertujuan untuk melancarkan penanaman modal dan mengembangkan
industri di wilayah-wilayah jajahannya. Untuk masuk ke Perguruan Tinggi Rechts
Hogeschool, pihak Belanda mewajibkan calon mahasiswa berasal dari lulusan HIS
(Hollandsche Inlandsche School). Karakteristik pendidikan tinggi Rechts Hogeschool yaitu
memiliki masa studi selama 6 tahun dan lulusannya akan memperoleh gelar Meester (Mr).
Masa studinya juga memiliki bagian-bagian tertentu, yaitu bagian “Persiapan”
(Voorbereidende afdeeling) selama 3 tahun dan bagian “Keahlian hukum” (rechtsundige
afdeeling) selama tiga tahun. Pada masa “Persiapan” studi yang diberikan, yaitu Bahasa
Belanda, Bahasa Prancis, Sejarah Umum, Matematika, dan Pengetahuan Alam. Pada masa
“Keahlian hukum” studi yang diberikan, yaitu Pengantar Ilmu Hukum, Tata Negara
Belanda, Tata Negara Hindia Belanda, Hukum Pidana, Hukum Perdata, Hukum Dagang,
Hukum Rakyat, Hukum Adat, Hukum Acara, dan Hukum Melayu.
3. Pendidikan Tinggi Dokter
Pendidikan tinggi kedokteran pada masa pemerintah kolonial Belanda memiliki dua
perguruan tinggi, yaitu School tot Opleiding voor Indische Arsten (STOVIA) dan
Nederlandsch Indische Arsten School (NIAS). Awal mula didirikannya School tot
Opleiding voor Indische Arsten (STOVIA) oleh pemerintah kolonial Belanda karena
kekhawatiran akan kurangnya tenaga kesehatan untuk menghadapi berbagai macam
penyakit berbahaya di wilayah-wilayah jajahannya. Karakteristik pendidikan tinggi School
tot Opleiding voor Indische Arsten (STOVIA), yaitu mahasiswa diwajibkan memakai
pakaian daerah dan menggunakan bahasa pengantar Belanda. Selain itu, pendidikan tinggi
STOVIA memiliki masa studi yang cukup panjang, yaitu 3 tahun bagian “Persiapan”
(Pendidikan dasar tentang kedokteran) dan 7 tahun bagian “kedokteran” (Pendidikan
khusus kedokteran) sehingga lulusan School tot Opleiding voor Indische Arsten (STOVIA)
mendapatkan gelar inlandse arst atau dokter Bumiputra.
Nederlandsch Indische Arsten School (NIAS) didirikan pada tahun 1911. Awal mula
didirikannya Nederland Indische Arsten School oleh pemerintah kolonial Belanda

6
bertujuan berniat menambah dokter dan memperluas pendidikan dokter di Surabaya.
Sistem pendidikan tinggi Nederlandsch Indische Arsten School (NIAS) diadopsi dari
pendidikan tinggi STOVIA, yaitu bagian “Persiapan” (Pendidikan dasar tentang
kedokteran) selama 3 tahun dan bagian “kedokteran” (Pendidikan khusus kedokteran)
selama 7 tahun dengan lulusan memperoleh gelar Dokter Djawa.

2.4 Karakteristik Pendidikan Kejuruan Pada Masa Pendudukan Belanda


Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang memiliki sifat untuk menyiapkan
penyediaan tenaga kerja. Oleh karena itu, orientasi pendidikan kejuruan tersebut mengarah pada
lulusan yang dapat dipasarkan di dunia kerja.
Pendidikan Kejuruan di Indonesia telah diperkenalkan di Indonesia sejak era jaman VOC.
Institusi pendidikan yang berorientasi “kejuruan” pertama kali ada yaitu Akademi Pelayaran
(dinamakan dalam bahasa Belanda : Academie der Marine) yang didirikan pada tahun 1743.
Namun keberadaan Akademi Pelayaran tersebut hanya berlangsung selama 12 tahun karena pada
tahun 1755 Akademi tersebut ditutup.
Setelah kekuasaan VOC berakhir pada akhir abad ke-18 yang dilanjutkan dengan
kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda, pendirian sekolah-sekolah pun diteruskan. Seperti kita
ketahui bahwa pada era jaman colonial sekolah-sekolah hanya diperuntukkan kepada golongan
tertentu berdasarkan keturunan, bangsa dan status sosial. Selain pendirian sekolah-sekolah
reguler, pada tahun 1853 Pemerintah Hindia Belanda pertama kali mendirikan sekolah berbasis
kejuruan. Sekolah kejuruan tersebut bernama Ambachts School van Soerabaia (Sekolah
Pertukangan Surabaya). Pada tahun 1856, didirikan sekolah serupa di Jakarta. Sama dengan
sekolah-sekolah jenis lain, sekolah-sekolah kejuruan tersebut juga hanya dikhusukan pada
golongan tertentu yaitu anak-anak keturunan Belanda (indo).
Pendidikan kejuruan pada masa pemerintah kolonial Belanda memiliki berbagai jenis
sekolah kejuruan, yaitu sebagai berikut:
1. Sekolah Pertukangan (Ambachtsschool)
Sekolah pertukangan (Ambachtsschool) didirikan pada tahun 1853 oleh Zending di
Kalisosok. Awal mula didirikannya Ambachtsschool bertujuan untuk mendidik dan
mencetak ahli teknik mesin yang mencakup montir mobil, mesin, dan listrik.

7
Ambachtsschool menggunakan bahasa belanda dan hanya menerima bumiputra lulusan
HIS, HCS, dan Schakel dengan masa studi selama 3 tahun.
2. Sekolah Pertukangan (Amachts leergang)
Sekolah pertukangan (Amachts leergang) didirikan pada tahun 1881. Awal mula
didirikannya Amachts leergang bertujuan untuk mendidik tukang-tukang. Sekolah
Pertukangan ini menggunakan bahasa daerah dan hanya menerima bumiputra lulusan
sekolah lanjutan (Vervolgschool).
3. Sekolah Teknik (Technish Onderwijs)
Sekolah Teknik (Technish Onderwijs) didirikan pada tahun 1906. Technish Onderwijs
merupakan lembaga pendidikan lanjutan Ambachtsschool. Awal mula didirikannya
Technish Onderwijs bertujuan untuk mendidik tenaga-tenaga Indonesia untuk menjadi
pengawas. Technish Onderwijs menggunakan bahasa belanda dan memiliki masa studi
selama 3 tahun.
4. Pendidikan Pertanian (Landbouw Onderwijs)
Sekolah Pertanian (Landbouw Onderwijs) didirikan pada tahun 1903. Awal mula
didirikannya Landbouw Onderjis bertujuan untuk menghasilkan pengawas-pengawas
pertanian dan kehutanan. Landbouw Onderwijs menggunakan bahasa pengantar belanda
dan hanya menerima bumiputra lulusan sekolah Dasra. Namun, pada tahun 1911 sekolah
pertanian kembali mendirikan sekolah menengah atas yang diberi nama Middelbare
Landbouwschool yang hanya menerima lulusan dari MULO dan HBS. Landbouw
Onderwijs memiliki masa studi selama 3-4 tahun dengan dua jurusan, yaitu pertanian dan
kehutanan.
5. Pendidikan Dagang (Handels Onderwijs)
Sekolah Dagang (Handels Onderwijs) didirikan pada tahun 1914. Awal mula
didirikannya Handels Onderwijs bertujuan untuk memenuhi kebutuhan perusahaan eropa
yang berkembang dengan pesat. Handels Onderwijs memiliki masa studi selama 3 tahun.

2.5 Hakikat Politik Etis dalam Sejarah Pendidikan Indonesia Pada Awal Abad-20
Politik etis (etische politiek) yang biasa disebut dengan politik balas budi, dan suatu istilah
atau konsep yang digunakan untuk mensejahterakan bangsa jajahan. Sebelum politik etis

8
dicetuskan, masalah pendidikan hampir tidak tergarap dan memang sengaja tidak digarap. Sesuai
dalam tulisan Van Deventer yang dijuluki “Bapak Pergerakan Etis” dalam majalah De Gids pada
tahun 1908 yaitu sebagai berikut: “sampai pada waktu-waktu yang terakhir, hampir ada kita
memikirkan pendidikan kecerdasan dan penyempurnaan akal budi pekerti bangsa Bumiputera.
Asal pajak dibayarkan, kewajiban rodi dan bertanam dilakukannya, asal kehidupan rakyat tidak
sengsara, memadailah. Maka senanglah hati pemerintah.”
Anggota partai Demokrat Liberal, D.Fock (Menteri Jajahan) yang bersedia meluaskan dan
memajukan pendidikan bagi para pribumi. Snouck Hurgronje (professor indilog di Leiden tahun
1906) yang menyarankan agar pemerintah colonial belanda memberikan pendidikan kepada elit
pribumi dalam tradisi yang paling baik dari barat yang nantinya akan menjadi tokoh penting
yang berpengaruh dalam masyarakat Indonesia dan sementara itu, J.H. Abendanon (Direktur
Pendidikan di Hindia Timur 1900) banyak memberikan rangsangan yang menimbulkan
kesadaran pada angkatan muda Indonesia, salah satunya adalah Abdoel Moeis (pemimpin
Sarekat Islam) yang berhasil mengobarkan semangat pemikiran Raden Ajeng Kartini, yang pada
akhirnya mendirikan sekolah-sekolah untuk kalangan wanita di Indonesia. Sesuai dengan
semangat politik etis, pada tahun 1903 didirikanlah sekolah rendah yang dinamakan Volk School
(Sekolah Desa) suatu jenis sekolah yang lebih sederhana dengan masa belajar selama 3 tahun,
lalu selanjutnya didirikan Vervolg School (Sekolah Lanjutan) dengan masa belajar selama 2
tahun, dilanjutkan pula di tahun berikutnya yaitu Meer Uitgebreid Leger Onderwijs (MULO)
setingkat dengan SMP dan Algemeene Middelbare School (AMS) setingkat dengan SMA.
Sebagai contoh bagaimana sebenarnya Volk School (Sekolah Desa) dilaksanakan, yaitu
sebagai berikut:
a) Program pembelajarannya yaitu membaca, menulis, dan berhitung dalam bahasa
jawa.
b) Diajarkan juga keterampilan tangan seperti membuat keranjang, genting, pot, dan
lain sebagainya.
c) Tempat belajarnya bersifat sementara, yaitu memakai pendapa.
d) Guru-gurunya adalah dari kalangan penduduk sendiri, dengan gaji yang berupa
sebidang tanah untuk digarap.
e) Anak-anak akan duduk di lantai.

9
f) Bagi anak-anak yang memiliki kewajiban menggembala kerbau maka pada jam
belajar (antara pukul 09.00-12.00 dan 13.00-15.00), kerbau-kerbau yang mereka
gembalakan dapat dilepas pada sebidang tanah di sebelah tempat belajar yang
dipagari.
Walaupun nampaknya terlihat cukup baik tujuan didirikannya persekolahan tersebut,
ternyata masih ada kecenderungan diskriminatif. Yaitu dalam penyaringan anak-anak sekolah
dengan memberlakukan biaya sekolah yang cukup mahal, dan juga diutamakan bagi keluarga
keturunan darah biru (darah ningrat, darah keratin) atau juga kalangan para “priyayi (pangreh
praja). Dan bagi kalangan masyarakat rendah atau kurang berpunya tidak dapat memasukkan
anak-anaknya pada sekolah tersebut dan mengambil alternatif pada pondok pesantren.
Pada hakikatnya, pendidikan yang dilaksanakan pada program politik etis belum
menunjukkan adanya hal yang menggembirakan apalagi sampai mengenai derajat yang memadai.
Program politi etis itu hanya sampai memberikan hasil tersedianya birokrat baru itupun pada
level rendahan kebanyakan yang untuk direkrut dalam sistem pemerintahan kolonial Belanda.
Pendidikan juga belum dimaksudkan untuk memberdayakan masyarakat dalam arti yang seluas-
luasnya sesuai dengan istilah atau konsep dari politik etis itu sendiri.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pada masa pemerintahan Belanda, rakyat pribumi mampu menempuh pendidikan dan
berkembang sampai dengan satat ini. Yang dulunya anak rakyat biasa hanya bisa sekolah sampai
sekolah desa, namun pada 1900-an anak rakyat biasa mulai dikenalkan dengan bahasa Belanda.
Adapun sekolah-sekolah dasar pada zaman kolonial belanda, di antaranya :
1. ELS (Euroopeesche Lagere School) yaitu Sekolah dasar pada zaman kolonial Belanda
yang hanya diperuntukkan untuk peranakan Eropa dan Belanda.
2. HCS (Hollandsch Chineesche School) yaitu Sekolah Dasar pada zaman kolonial
Belanda yang hanya diperuntukkan untuk anak keturunan Tionghoa di Hindia Belanda.
3. HIS (Hollandsch Inlandsche School) yaitu Sekolah Dasar pada zaman kolonial Belanda
yang hanya diperuntukkan untuk keturunan bangsawan atau tokoh terkemuka.
Adapula jenis-jenis pendidikan menengah pada masa kolonial Belanda, sebagai berikut :
1. MULO (Meer Uit Gebreid Lager School) adalah kelanjutan dari sekolah dasar yang
menggunakan bahasa Belanda dalam proses pembelajarannya.
2. AMS (Algemene Middelbare School) merupakan sekolah menengah umum pada zaman
Hindia Belanda dengan masa studi tiga tahun yang merupakan kelanjutan dari MULO.
3. HBS (Hoobere Burger School) adalah sekolah menengah kelanjutan dari ELS (sekolah
dasar yang disediakan untuk golongan Eropa) atau sekarang dikenal dengan SMP.
Lalu adapula sekolah tinggi pada zaman kolonial Belanda, yaitu :
1. Sekolah Teknik Tinggi (Technische Hogeschool) yang dibangun karena diperlukannya
tenaga teknik yang terdidik untuk membangun insfratruktur fisik yang mendukung
kekuasaan kolonial Belanda.
2. Sekolah Hakim Tinggi (Rechts Hogescool) yang bertujuan untuk menghasilkan teknisi
atau ahli hukum terdidik.
3. Pendidikan Tinggi Dokter yang didirikan karena kekhawatiran akan kurangnya tenaga
kesehatan untuk menghadapi berbagai macam penyakit berbahaya di wilayah-wilayah
jajahan Belanda.

11
Kemudian ada juga sekolah-sekolah kejuruan pada zaman kolonial Belanda, di antaranya :
1. Sekolah pertukangan (Ambachtsschool) yang hanya menerima bumiputra lulusan HIS,
HCS, dan Schakel dengan masa studi selama 3 tahun.
2. Sekolah pertukangan (Amachts leergang) yang hanya menerima bumiputra lulusan
sekolah lanjutan (Vervolgschool).
3. Sekolah Teknik (Technish Onderwijs) yang merupakan lembaga pendidikan lanjutan
Ambachtsschool.
4. Pendidikan Pertanian (Landbouw Onderwijs) yang memiliki masa studi selama 3-4
tahun dengan dua jurusan, yaitu pertanian dan kehutanan.
5. Pendidikan Dagang (Handels Onderwijs) yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
perusahaan eropa yang berkembang dengan pesat.
Sementara pendidikan yang dilaksanakan pada program politik etis (yang biasa disebut
dengan politik balas budi, dan suatu istilah atau konsep yang digunakan untuk
mensejahterakan bangsa jajahan), belum menunjukkan adanya hal yang menggembirakan
apalagi sampai mengenai derajat yang memadai. Pendidikan juga belum dimaksudkan
untuk memberdayakan masyarakat dalam arti yang seluas-luasnya sesuai dengan istilah
atau konsep dari politik etis itu sendiri.

3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat begitu banyak
kekurangan dan masih memerlukan pembenahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kepada
segenap pembaca untuk memberikan masukan berupa kritik maupun saran, baik secara lisan
maupun secara tertulis, agar dapat memperbaiki isi makalah ini menjadi lebih baik. Diharapkan
pula, dengan adanya makalah ini dapat menambah pengetahuan serta wawasan para pembaca.

12
DAFTAR PUSTAKA

JURNAL :
Afandi, A.N., Swastika, A.I., & Evendi, E.Y. 2020. Pendidikan Pada Masa Pemerintahan
Kolonial di Hindia Belanda Tahun 1900-1930. Jurnal Artefak Vol.7 N0.1 (2020).

INTERNET :
https://irfanwineers.wordpress.com/2012/02/15/pendidikan-pribumi-pada-masa-penjajahan-
belanda/

http://helm-mmpt.pasca.ugm.ac.id/opini/opini/sejarah-pendidikan-tinggi-di-indonesia

https://www.gurupendidikan.co.id/tokoh-politik-etis/

https://nurdayat.wordpress.com/2008/02/11/politik-etis-dan-kondisi-umum-indonesia-pada-awal-
abad-ke-20-1/

13

Anda mungkin juga menyukai