Anda di halaman 1dari 11

CRITICAL BOOK REPORT

STUDI MASYARAKAT INDONESIA

DOSEN PENGAMPU : Ika Purnama Sari, M.Si

DISUSUN OLEH :

BRATA MALAU

3193321011

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2020
DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar isi

BAB I : Identitas Buku

BAB II : Ringkasan Buku

BAB III : Penutup

 Kesimpulan
 Saran
 Kekurangan dan kelebihan

Daftar Pustaka
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat tuhan Yang Maha Esa, karena saya masih
diberikan kesehatan sehingga saya dapat menyelesaikan tugas Critical Book Report (CBR)
tepat pada waktunya. Adapun tugas ini dapat dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Studi Masyarakat Indonesia”. Tugas CBR ini disusun dengan harapan dapat menambah
pengetahuan dan wawasan kita khusus nya dalam hal menulis.

Saya menyadari bahwa tugas CBR masih jauh dari kata sempurna. Apabila dalam
tugas ini terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, saya mohon maaf karena sesungguhnya
pengetahuan dan pemahaman saya masih terbatas. Kritik dan saran membangun dari pembaca
sangat saya harapkan supaya makalah ini menjadi lebih baik. Akhir kata, saya sebagai penulis
mengucapkan terima kasih kepada pembaca atas perhatiannya.
BAB I

IDENTITAS BUKU

Judul : Studi masyarakat Indonesia

Penulis : Tim Dosen Pengampu Mata Kuliah jati diri

Tahun terbit : 2018

Kota Terbit : Medan

Jumlah Halaman : 224 Halaman

ISBN : 978-602-51398-9-5
BAB II
RINGKASAN BUKU

Bagian awal dari buku ini, pada dasarnya ingin mengajak Anda untuk mengkaji
konsepsi yang terkandung dalam D hakekat kebudayaan dan masyarakat, sehingga para
maha- siswa dapat memiliki dasar yang kuat dalam mengkaji hakekat kebudayaan dan
masyarakat secara komprehensif. Untuk itu pada kegiatan awal pembelajaran Studi
Masyarakat Indonesia, Anda diminta untuk membentuk kelompok kerja guna mengkaji
kembali materi yang terdapat pada mata kuliah Studi Masyarakat Indonesia. Pengkajian
kembali materi-materi yang ada pada mata kuliah Studi Masyarakat Indonesia melalui
kelompok kerja menjadi penting sebagai dasar dalam memahami pembelajaran Studi
Masyarakat Indonesia.

Ciri-ciri yang menyolok dan kritikal dari masyarakat majemuk adalah hubungan
antara sistem nasional atau pemerintah nasional dengan masyarakat suku bangsa, dan
hubungan di antara masyarakat suku bangsa yang dipersatukan oleh sistem nasional. Dalam
perspektif hubngan kekuatan, sistem nasional atau pemerintahan nasional adalah yang
dominan dan masyarakat-masyarakat suku bangsa adalah minoritas. Hubungan antara
pemerintah nasional dengan masyarakat suku bangsa dalam masyarakat jajahan selalu
diperantarai oleh golongan perantara, yang posisi ini di hindia Belanda dipegang oleh
golongan Cna, Arab, dan Timur Asing lainnya untuk kepentingan pasar. Sedangkan para
sultan dan raja atau para bangsawan yang disukung oleh para birokrat (priyayi) digunakan
untuk kepentingan pemerintahan dan penguasaan. Atau dipercayakan kepada para bangsawan
dan priyayi untuk kelompok-kelompok suku bangsa yang digolongkan sebagai terbelakang
atau primitif. Dalam masyarakat majemuk dengan demikian ada perbedaan- perbedaan sosial,
budaya, dan politik yang dikukuhkan sebagai hukum ataupun sebagai konvensi sosial yang
membedakan mereka yang tergolong sebagai dominan yang menjadi lawan dari yang
minoritas. Dalam masyarakat Hindia Belanda, pemerintah nasional atau penjajah mempunyai
kekutan iliter dan polisi yang dibarengi dengan kekuatan hukum untuk memaksakan
kepentingan-kepenting- annya, yaitu mengeksploitasi sumber daya alam dan manusia. Dalam
struktur hubungan kekuatan yang berlaku secara nasional, dalalm penjajahan hindia Belanda
terdapat golongan yang paling dominan yang berada pada lapisan teratas, yaitu orang
Belanda dan orang kulit putih, disusul oleh orang Cina, Arab, dan Timur asing lainnya, dan
kemuian yang terbawah adalah mereka yang tergolong pribumi.

Suatu bangsa atau masyarakat yang berusaha menjalani proses modernisasi, berarti ia
hanya berkemauan untuk berusaha menyesuaikan diri dengan konstelasi kehidupan dunia
pada zaman atau periode bangsa atau masyarakat tersebut hidup. Hal ini berarti, bahwa pada
hakekatnya dalam segala zaman, tidak terbatas dalam abad ke-20 ini, berbagai bangsa atau
masyarakat pernah mengalami suatu usaha dan proses modernisasi. Ketika sekitar abad ke-4
sampai ke-10 kerajaan-kerajaan besar di India dan Cina menentukan konstelasi kehidupan
dunia. Asia Timur dan Asia Tenggara khususnya, maka kerajaan-kerajaan di Asia termasuk
Sriwijaya dan Majapahit berusaha menyesuaikan diri dengan kehidupan ekonomi, politik, dan
kebudayaan dari kerajaan-kerajaan besar terscbut (India dan Cina). Namun, tentu saja dalam
menyesuaikan diri tersebut setiap kerajaan menjaga sifat kekhususannya masing-masing
dalam melaksanakan moderni- sasinya itu. Itulah sebabnya, mengapa kebudayaan Sriwijaya
darr Majapahit berbeda dengan kebudayaan di India; atau kebudayaan Vietnam, Jepang, dan
Korea berbeda dengan kebudayaan Cina. Dewasa ini ada: empat kekuatan yang menentukan
konstelasi kehidupan dunia, yaitu Pasaran Bersama Eropa; Amerika Serikat, Jepang, dan Uni
Soviet. Jika masyarakat Indonesia tidak mau sekedar menjadi Satelit dari salah satu kekuatan
tadi, maka masyarakat Indonesia narus berusaha menjaga dan memelihara sifat
kekhususannya; seperti halnya nenek moyang kita di zaman Sriwijaya dan Majapahit, yang
tidak menjadi orang India. Untuk memasuki proses modemisasi aua baiknya memahami dulu
tiga istilah.

Membeli unsur-unsur kebudayaan Barat terutama dimensi-dimensi Ipteknya, dan


kemudian masyarakat Indonesia menjadi seperti an bergaya hidup seperti Barat, itulah yang
disebut proses westemisasi ika masyarakat Indonesia mengadaptasi dimensi-dimensi Iptek
deri Barat, dan berusaha membiasakan menganut nilai-budaya atau mentalitas seperti yang
telah dirumuskan ke dalam empat cifat mental tadi, serta tetap memelihara sifat-sifat
kekhususannya, maka itulah yang disebut proses modernisasi masyarakat Indonesia. Sejak
masa lampau usaha semacam ini telah dilakukan pula oleh bangsa Indonesia, seperti halnya
telah ditunjukkan oleh kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Usaha modernsasi seperti telah
diuraikan tadi, dewasa ini yang paling tampak berlangsung di daerah dan masyarakat
perkotaan. Kota- kota di Indonesia merupakan pusat-pusat modernisasi yang diaktualisasikan
oleh berbagai bentuk kegiatan pembangunan baik aspek-aspek fisik-material maupun sosio-
kultural serta mental- spritual. Oleh karena itu selayaknya masyarakat perkotaan menjadi
sumber inovasi, atau sebagai inovator. Fungsi daerah perkotaan dan masyarakatnya seperti
ini, tentu saja menjaditumpuan sejumlah harapan dan sekaligus menjadi sasaran kecemburuan
dari masyarakat pedesaan di sekitar daerah perkotaan yang bersangkutan. Artinya, daerah
perkotaan dipersepsikan oleh masyarakat pedesaan terutama oleh generasi mudanya, serba
menjanjikan kehidupan yang lebih Ddik dari pada di daerah pedesaan. Obsesi semacam inilah
sebagai Salan satu pendorong yang kuat bagi penduduk pedesaan untuk beramai-ramai
membanjiri atau memadati kota-kota besar terutama yang ada di Jawa, misalnya Jakarta,
Bandung, Botabek, dan Surabaya.

Berdasarkan pengertian dan tipologi pola konflik primordial yang diajukan Geertz,
menunjukkan bahwa masyarakat majemuk di mana pun selalu diwarnai adanya kelompok-
kelompok, baik berdasarkan pada latar belakang ikatan daerah asal, bahasa, agama, atau yang
lainnya. Namun yang ditakutkan dari kondisi masyarakat seperti ini adalah munculnya
persaingan antar kelompok yang diikat oleh nilai-nilai primordial tadi. Kelompok yang
merasa mempunyai kelebihan dibandingkan dengan kelompok yang lainnya tidak jarang
menuntut perilaku yang berbeda. Sementara kelompok lainnya yang kemungkinan
merupakan minoritas, pada umumnya menuntut perlakuan yang sama bagi semua kelompok
yang ada. Terlebih apabila masing-masing kelompok menggunakan kerangka budaya mereka
sendiri dalam berkomunikasi, maka hal ini dapat menjadi masalah krusial yang dapat
menghambat proses integrasi. Sampai di sini perlu digarisbawahi bahwa munculnya konflik
dalam masyarakat majemuk bukan hanya terletak pada sifat kemajemuk- annya, tetapi
konflik tersebut dapat juga dimunculkan antara lain karena sistem ekonomi dan sistem politik
yang tidak bersifat demokratis. Dari sini penulis berasumsi; perbedaan kebudayaan memang
merupakan sesuatu yang laten yang dapat mendestabilkan integrasi masyarakat, tetapi sifat
laten itu tidak akan muncul ke permukaan bila sistem ekonomi dan sistem politik bersifat
demokratis. Dengan demikian faktor perbedaan kebudayaan akan ekonomi dan sistem politik
tidak memberikan peluang dan kesempatan yang sama bagi semua anggota masyarakat. Hal
ini pun diakui oleh Pelly (1992) bahwa, sumber konflik dalam masyarakat majemuk tidak
saja dimunculkan dari faktor-faktor horizontal tetapi dapat juga dipicu dari faktor-faktor
vertikal.
4 Gambaran Umum Kehidupan Masyarakat Modern Pada kehidupan masyarakat modem,
kerja merupakan bentuk eksploitasi kepada diri, sehingga mempengaruhi pola ibadah, makan,
dan pola hubungan pribadi dengan keluarga. Sehingga dalam kebudayaan industri dan
birokrasi modern pada umumnya, dipersonalisasi menjadi pemandangan sehari-hari.
Masyarakat modem mudah stres dan muncul penyakit-penyakit baru yang berkaitan dengan
perubahan pola makanan dan pola kerja. Yang terjadi kemudian adalah dehumanisasi dan
alienasi atau keterasingan, karena dipacu oleh semangat kerja yang tinggi untuk menumpuk
modal. Berger menyebutnya sebagai “lonely dowd” karena pribadi menemukan dirinya amat
kuat dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam kebudayaan industrialisasi, terus terjadi krisis.
Pertama, kosmos yang nyaman berubah makna karena otonomisasi dan sekularisasi sehingga
yang nyaman dirobek-robek karena individu mendesakkan diri kepada rasa aman lenyap.
Kedua masyarakat pusat semesta, ketiga nilai kebersamaan goyah, keempat birokrasi dan
waktu menggantikan tokoh mistis dan waktu mitologi.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Suatu bangsa atau masyarakat yang berusaha menjalani proses modernisasi, berarti ia
hanya berkemauan untuk berusaha menyesuaikan diri dengan konstelasi kehidupan dunia
pada zaman atau periode bangsa atau masyarakat tersebut hidup. Hal ini berarti, bahwa pada
hakekatnya dalam segala zaman, tidak terbatas dalam abad ke-20 ini, berbagai bangsa atau
masyarakat pernah mengalami suatu usaha dan proses modernisasi. Ketika sekitar abad ke-4
sampai ke-10 kerajaan-kerajaan besar di India dan Cina menentukan konstelasi kehidupan
dunia. Asia Timur dan Asia Tenggara khususnya, maka kerajaan-kerajaan di Asia termasuk
Sriwijaya dan Majapahit berusaha menyesuaikan diri dengan kehidupan ekonomi, politik, dan
kebudayaan dari kerajaan-kerajaan besar terscbut (India dan Cina).

B. Saran

Saran saya agar lebih menggunakan kosa kata yang mudah dipahami oleh khalayak
umum dan dapat dimengerti sebagai penambah wawasan.
DAFTAR PUSTAKA

Tim Dosen Pengampu Mata Kuliah jati diri. 2018. “Studi Masyarakat Indonesia:Akasha
Sakti”. Medan.

Anda mungkin juga menyukai