NUSANTARA
Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah dan Kebudayaan Indonesia
Dosen Pengampu: Mardani M.A.Hum
Syukur alhamdulillah, selalu terucap atas segala nikmat yang Allah Swt.
berikan kepada kita berupa iman, islam, dan ihsan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Tribalisme Institusi Kerajaan di
Nusantara” ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita
Nabi Muhammad saw. yang telah membawa umat manusia dari zaman kegelapan
menuju zaman terang benderang seperti yang kita rasakan sekarang.
Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Bapak
Mardani M.A.Hum selaku dosen mata kuliah Sejarah dan Kebudayaan Indonesia.
Selain itu, makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas wawasan ilmu
tentang “Tribalisme Institusi Kerajaan di Nusantara” yang kami sajikan
berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber.
Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini dapat tersusun dengan baik
dan rapi.
Kami memahami bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, baik
dalam teknik penulisan maupun materi, mengingat terbatasnya kemampuan yang
kami miliki. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
Semoga makalah ini dapat memberi kebermanfaatan bagi penulis
khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya demi kemajuan bersama dan
demi majunya ilmu pengetahuan.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................2
C. Tujuan...................................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
PEMBAHASAN...............................................................................................................3
A. Definisi Tribalisme...............................................................................................3
B. Bentuk-bentuk Tribalisme...................................................................................4
C. Tribalisme di Indonesia.......................................................................................4
D. Institusi politik ala india di Indonesia.......................................................................6
BAB III...........................................................................................................................14
PENUTUP.......................................................................................................................14
A. Kesimpulan.........................................................................................................14
B. Saran...................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tribalisme atau kesukuan adalah kepercayaan akan kesetiaan pada sesama
jenisnya sendiri, yang didefinisikan oleh etnisitas, bahasa, budaya, agama sebagai
titik tolak dari nasionalisme baru. Johan Gottfriedf von Herder mengatakan bahwa
kebutuhan manusia yang paling mendasar ialah membentuk suatu kelompok. Pada
tingkatan tertentu, kelompok ini adalah bangsa (Maarif, 1989: 7).
Tribalisme adalah suatu keadaan yang diorganisir oleh kesukuan atau
mengadvokasi gaya hidup kesukuan. Evolusi manusia terutama terjadi dalam
kelompok-kelompok kecil, yang bertentangan dengan massa yang di dalam
masyarakat, dan manusia secara alami memelihara jejaring sosial.
Memasuki era globalisasi dan reformasi yang dilakukan setelah lengsernya
pemerintahan prde baru, konflik-konflik horizontal (lokal) mulai bermunculan,
seperti berbagai bentuk kekerasan dan radikalisme atas nama agama, bom bunuh
diri atas nama agama, dll. Aktivitas dan sepakterjang partai-partai politik pun
telah menyimpang daritujuan yang seharusnya. Mereka membuat rel dan jalannya
sendiri-sendiri untuk mewujudkan kepentingannya dengan terus mengibar-
ngibarkan bendera primordialisme.1
Pinantun Hutasoi mengatakan bahwa semua bicara tentang demokrasi, dan
demokrasi memang indah, tetapi dalam pelaksanaannya justru telah meninggalkan
tujuan membentuk nasionalisme yang kuat, karena selalu tersandung pada
persoalan-persoalan kepentingan kelompok (Sasongko, 2005: 24).
Sekitar awal abad 1M, masyarakat Nusantara telah membuka jalur
perdagangan internasional di kawasan Selat Malaka. Hal ini mendorong
masyarakat Nusantara untuk terlibat lebih aktif di dalamnya. Keterlibatan ini pada
akhirnya memengaruhi peradaban di Nusantara.
1
Primordialisme adalah suatu perasaan-perasaan dimiliki oleh seseorang yang sangat menjunjung
tinggi ikatan sosial yang berupa nilai-nilai, norma, dan kebiasaan-kebiasaan yang bersumber dari
etnik, ras, tradisi dan kebudayaan yang dibawa sejak seorang individu baru dilahirkan.
Primordialisme merupakan ikatan/perasaan kesukuan yang berlebihan.
1
Kontak masyarakat Nusantara tidak hanya dengan pedagang dari kawasan
Asia Tenggara dan Cina tetapi juga India. Kemunculan institusi politik ala India
di Indonesia dikenal pada masa kerajaan Hindu Budha di Indonesia. Salah satu
kerajaannya yaitu kerajaan Kutai.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan definisi tribalisme!
2. Sebutkan bentuk-bentuk tribalisme!
3. Bagaimana politik tribalisme di Indonesia?
4. Bagaimana kemunculan institusi politik ala India di Indonesia?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dan bentuk-bentuk dari tribalisme.
2. Agar dapat memahami bagaimana politik tribalisme di Indonesia.
3. Dapat mengetahui kemunculan institusi politik ala India di Indonesia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Tribalisme
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tribalisme merupakan
kesadaran dan kesetiaan atas kesukuan. Tribalisme atau kesukuan adalah
kepercayaan akan kesetiaan pada sesama jenisnya sendiri, yang didefinisikan oleh
etnisitas, bahasa, budaya, agama sebagai titik tolak dari nasionalisme baru. Dalam
karyanya Global Paradox (1994: 21), Naisbitt menyebut nasionalisme baru
bertitik tolak dari etnisitas chauvinistic sebagai “new tribalism” (perkauman
baru).
Tribalisme adalah keadaan terorganisir dan mengadvokasi suatu suku.
Sejalan dengan itu, kesukuan mengacu pada budaya istilah, cara berpikir atau
berperilaku di mana orang lebih setia kepada sukunya daripada kepada teman,
negara atau kelompok sosial. Tribalisme, sebagai teori yang didasarkan pada
variabel seperti kombinasi kerajaan, organisasi, pertukaran timbal balik, produksi
manual, komunikasi lisan dan pertanyaan analogis. Tribalisme berorientasi pada
valensi analiogi, silsilah dan mitologi. Artinya suku adat mereka memiliki
landasan sosial dalam beberapa variasi orientasi kesukuan, yang pada saat
bersamaan sering dianggap praktik tradisional. (James, 2006; Martin and Victoria,
2012).
Faktor penting yang membentuk struktur sosial masyarakat ialah
tribalisme. Faktanya, peranan kelompok dalam memengaruhi dinamika sosio-
politik di kawasan yang tua secara historis dan kaya secara kultural tersebut.
Meski terjadi perubahan masif pada tatanan masyarakat, ekonomi, dan politik di
level global, tribalisme tetap menjadi fitur yang melekat pada masyarakat.
Tribalisme adalah suatu bentuk pemerintahan yang paling awal berupa
pemerintahan gabungan dari beberapa suku yang ada di masyarakat, di mana tidak
ada otoritas pusat dan berbagai suku daerah mengajukan klaim atas wilayah,
sumber daya, atau domain yang berbeda. Dalam sistem ini, perdagangan dan
perang dapat terjadi antarsuku yang berbeda tanpa keterlibatan atau pengawasan
3
struktur pemersatu. Cara hidup ini sangat umum di dunia pra-modern, di mana
keluarga dan klan yang berbeda akan menetapkan seperangkat aturan umum dan
ritual khusus untuk komunitas mereka.
Tribalisme adalah suatu keadaan yang diorganisir oleh kesukuan atau
mengadvokasi gaya hidup kesukuan. Evolusi manusia terutama terjadi dalam
kelompok-kelompok kecil, yang bertentangan dengan massa yang di dalam
masyarakat, dan manusia secara alami memelihara jejaring sosial. Dalam budaya
populer, tribalisme juga dapat merujuk pada cara berpikir atau berperilaku setia
hanya kepada kelompok sosial mereka saja di atas segalanya atau merendahkan
kelompok lain, sejenis diskriminasi atau permusuhan berdasarkan perbedaan
kelompok.
B. Bentuk-bentuk Tribalisme
1. Tribalisme Despotik
Diartikan bahwa pemimpin diperoleh dari peperangan antarsuku. Suku yang
menang akan menjabat sebagai pemimpin dan memerintah sampai mati.
Pemimpin biasanya merangkap sebagai dukun atau pemuka agama dan tidak
bertanggung jawab pada siapapun.
2. Tribalisme Demokratik
Yakni suku-suku berembuk untuk memilih pemimpin dari kepala suku yang akan
menjabat sampai mati. Contohnya adalah Uni Emirat Arab.
3. Tribalisme Purba
Ditandai oleh sukuisme dan rasa keprimitifan sehingga berkarakter nomaden.
Berkisar pada perebutan lahan pangan (sumber makanan), militansinya jangka
pendek, dan digerakan oleh ruling class (kepala suku), serta dibangun berdasarkan
sentimen non-intelektual.
4. Tribalisme Modern (neo-tribalism)
Dibangun berdasarkan perebutan lahan sumber daya alam (SDA), militansinya
berlaku jangka panjang, menggunakan bermacam media (baik koran, televisi,
maupun radio), digerakan oleh kelas menengah, dan dikelola
berdasarkan sikap intelektual yang tinggi.
C. Tribalisme di Indonesia
1. Politik Tribalisme
4
Di Indonesia, secara ikonik, tribalisme tercermin dalam komunitas partai
politik. Partai politik ini memiliki daya tarik bagi masyarakat untuk berhimpun
dan membangun identitas baru dalam bingkai keindonesiaan dengan menyimpan
agenda politik dan ekonomi yang kental. Rizal Ramli menyebutkan bahwa politik
tribalisme merupakan istilah baru dalam dinamika politik Indonesia untuk
menyebut kelompok yang selalu mengutamakan kepentingan kelompoknya di atas
kepentingan bangsa dan negara.
Partai-partai politik besar cenderung semakin inklusif, longgar, tidak
menonjolkan identitasnya. Para kadernya pun sering melakukan akrobat kutu
loncat. Militansi mereka lebih didasari motif kalkulasi kekuasaan dan ekonomi.
Partai politik hanya sebuah kerumunan orang-orang yang haus dan lapar akan
kekuasaan dan sumber ekonomi, bukan lagi sebagai penyangga dan pejuang bagi
kemajuan bangsa dan kesejahteraan rakyat. Selain itu, partai politik hanya
menjadi bagian dari problem, bukannya solusi bangsa.
Paham politik tribalisme juga mengarah kepada politik sempit yang hanya
memikirkan kepentingan segelintir orang. Paham ini yang sejatinya
membahayakan Indonesia di tengah krisis yang melanda. Karena jika
pemimpinnya bermental tribalisme, multikrisis yang terjadi di Indonesia tak akan
bisa diselesaikan. Mimpi Indonesia untuk menjadi negara besar di dunia yang
sejajar dengan Amerika dan China pun hanya tinggal mimpi jika mental
tribalisme ini masih mengakar.
2. Politik Ketakutan
Tribalisme menjadi celah biologis yang telah lama disalahgunakan oleh
banyak politikus, memanfaatkan ketakutan dan naluri kesukuan kita.
Kecenderungan manusia inilah yang menjadi sasaran empuk bagi para politikus
yang ingin mengeksploitasi rasa takut.
Orang-orang selalu menggunakan rasa takut untuk intimidasi terhadap
bawahan atau musuh, dan mempengaruhi berbagai kelompok melalui para
pemimpinnya. Ketakutan adalah alat yang sangat kuat yang dapat mengaburkan
logika manusia dan mengubah perilaku mereka.
Para politikus, kadang-kadang dengan bantuan media, mencoba membuat
kelompok-kelompok orang tetap terpisah-pisah. Politikus dan media sangat sering
5
menggunakan rasa takut untuk menghindari logika kita. Ketika ideologi berhasil
menguasai sirkuit ketakutan kita, kita akan berpikir logis dan agresif, bahkan
menjadi bagi para politisi untuk kepentingan mereka sendiri.
Politik menebar ketakutan (krisis) dapat menjadikan seorang kandidat
presiden yang pada awalnya tidak populer bisa berhasil memenangkan Pilpres.
Suasana krisis bisa diciptakan dengan menebarkan persepsi negatif tentang
kondisi sosial dan ekonomi. Suasana krisis juga bisa diciptakan dengan memutar
balikkan fakta.
Politik menebar ketakutan sama seperti cara kampanye politik dengan
menebar kabar bohong (hoaks) dan fitnah, serta kampanye politik dengan
menebarkan kebencian. Ketakutan, fitnah, dan kebencian menjadi trisula politik
yang destruktif bagi masa depan bangsa dan demokrasi di Indonesia.
1. Kerajaan Kutai
Bicara soal perkembangan Kerajaan Kutai, tidak lepas dari sosok Raja
Mulawarman. Kamu perlu memahami keberadaan Kerajaan Kutai, karena
Kerajaan Kutai ini dipandang sebagai kerajaan Hindu-Buddha yang pertama di
Indonesia. Kerajaan Kutai diperkirakan terletak di daerah Muarakaman di tepi
Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Sungai Mahakam merupakan sungai yang
cukup besar dan memiliki beberapa anak sungai. Daerah di sekitar tempat
6
pertemuan antara Sungai Mahakam dengan anak sungainya diperkirakan
merupakan letak Muarakaman dahulu.
Sungai Mahakam dapat dilayari dari pantai sampai masuk ke
Muarakaman, sehingga baik untuk perdagangan. Inilah posisi yang sangat
menguntungkan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Sungguh Tuhan
Yang Maha Esa menciptakan alam semesta dan tanah air Indonesia itu begitu
kaya dan strategis. Hal ini perlu kita syukuri.
Untuk memahami perkembangan Kerajaan Kutai itu, tentu memerlukan
sumber sejarah yang dapat menjelaskannya.
Sumber sejarah Kutai yang utama adalah prasasti yang disebut yupa, yaitu
berupa batu bertulis. Yupa juga sebagai tugu peringatan dari upacara kurban.
Yupa ini dikeluarkan pada masa pemerintahan Raja Mulawarman. Prasasti Yupa
ditulis dengan huruf pallawa dan bahasa sanskerta. Dengan melihat bentuk
hurufnya, para ahli berpendapat bahwa yupa dibuat sekitar abad ke 5 M.
Hal menarik dalam prasasti itu adalah disebutkannya nama kakek
Mulawarman yang bernama Kudungga.
Kudungga berarti penguasa lokal yang setelah terkena pengaruh Hindu-
Buddha daerahnya berubah menjadi kerajaan.
Walaupun sudah mendapat pengaruh Hindu-Buddha namanya tetap
Kudungga berbeda dengan puteranya yang bernama Aswawarman dan cucunya
yang bernama Mulawarman. Oleh karena itu yang terkenal sebagai wamsakerta
adalah Aswawarman.
Satu di antara yupa itu memberi informasi penting tentang silsilah Raja
Mulawarman. Diterangkan bahwa Kudungga mempunyai putra bernama
Aswawarman. Raja Aswawarman dikatakan seperti Dewa Ansuman (Dewa
Matahari). Aswawarman mempunyai tiga anak, tetapi yang terkenal adalah
Mulawarman. Raja Mulawarman dikatakan sebagai raja yang terbesar di Kutai. Ia
pemeluk agama Hindu-Siwa yang setia. Tempat sucinya dinamakan
Waprakeswara. Ia juga dikenal sebagai raja yang sangat dekat dengan kaum
brahmana dan rakyat. Raja Mulawarman sangat dermawan. Ia mengadakan
kurban emas dan 20.000 ekor lembu untuk para brahmana. Oleh karena itu,
7
sebagai rasa terima kasih dan peringatan mengenai upacara kurban, para
brahmana mendirikan sebuah yupa.
Pada masa pemerintahan Mulawarman, Kutai mengalami zaman
keemasan. Kehidupan ekonomi pun mengalami perkembangan. Kutai terletak di
tepi sungai, sehingga masyarakatnya melakukan pertanian. Selain itu, mereka
banyak yang melakukan perdagangan. Bahkan diperkirakan sudah terjadi
hubungan dagang dengan luar. Jalur perdagangan internasional dari India
melewati Selat Makassar, terus ke Filipina dan sampai di Cina. Dalam
pelayarannya dimungkinkan para pedagang itu singgah terlebih dahulu di Kutai.
Dengan demikian, Kutai semakin ramai dan rakyat hidup makmur.
Satu di antara yupa di Kerajaan Kutai berisi keterangan yang
artinya:“Sang Mulawarman, raja yang mulia dan terkemuka, telah memberi
sedekah 20.000 ekor sapi kepada para brahmana yang seperti api, (bertempat) di
dalam tanah yang sangat suci (bernama) Waprakeswara”.
2. Kerajaan Tarumanegara
8
Sumber sejarah Tarumanegara yang utama adalah beberapa prasasti yang
telah ditemukan. Berkaitan dengan perkembangan Kerajaan Tarumanegara, telah
ditemukan tujuh buah prasasti. Prasasti-prasasti itu berhuruf pallawa dan
berbahasa sanskerta. Prasasti itu adalah:
1. Prasasti Ciaruteun
2. Prasasti Tugu
5. Prasasti Jambu
6. Prasasti Lebak
9
penduduk daerah itu pandai membuat minuman keras yang terbuat dari bunga
kelapa. Rakyat Tarumanegara hidup aman dan tenteram.
Pertanian merupakan mata pencaharian pokok. Di samping itu,
perdagangan juga berkembang. Kerajaan Tarumanegara mengadakan hubungan
dagang dengan Cina dan India.
Untuk memajukan bidang pertanian, raja memerintahkan pembangunan
irigasi dengan cara menggali sebuah saluran sepanjang 6112 tumbak (±11 km).
Saluran itu disebut dengan Sungai Gomati. Saluran itu selain berfungsi sebagai
irigasi juga untuk mencegah bahaya banjir.
3. Kerajaan Sriwijaya
10
5. Prasasti Karang berahi
11
Untuk mengurus setiap daerah kekuasaan Sriwijaya, dipercayakan kepada
seorang Rakryan (wakil raja di daerah). Dalam hal ini Sriwijaya sudah mengenal
struktur pemerintahan.
4. Kerajaan Madjapahit
12
pemerintahan Tribhuwanattunggadewi Jayawisnuwarddani adalah pembentuk
kemegahan kerajaan. Tribhuwana berkuasa di Majapahit sampai kematian ibunya
pada tahun 1350. Ia diteruskan oleh putranya, Hayam Wuruk. Pada masa Hayam
Wuruk itulah Majapahit berada di puncak kejayaannya. Hayam Wuruk disebut
juga Rajasanagara. Ia memerintah Majapahit dari tahun 1350 hingga 1389.
Pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada,
Majapahit mencapai zaman keemasan. Wilayah kekuasaan Majapahit sangat luas,
bahkan melebihi luas wilayah Republik Indonesia sekarang. Oleh karena itu,
Muhammad Yamin menyebut Majapahit dengan sebutan negara nasional kedua di
Indonesia. Seluruh kepulauan di Indonesia berada di bawah kekuasaan Majapahit.
Hal ini memang tidak dapat dilepaskan dan kegigihan Gajah Mada. Sumpah
Palapa, ternyata benar-benar dilaksanakan. Dalam melaksanakan cita-citanya,
Gajah Mada didukung oleh beberapa tokoh, misalnya Adityawarman dan
Laksamana Nala. Di bawah pimpinan Laksamana Nala Majapahit membentuk
angkatan laut yang sangat kuat. Tugas utamanya adalah mengawasi seluruh
perairan yang ada di Nusantara.
Di bawah pemerintahan Hayam Wuruk, Majapahit mengalami kemajuan
di berbagai bidang. Menurut Kakawin Nagarakertagama pupuh XIII-XV, daerah
kekuasaan Majapahit meliputi Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan,
Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura) dan
sebagian kepulauan Filipina. Majapahit juga memiliki hubungan dengan Campa,
Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, dan Vietnam, dan bahkan mengirim
duta-dutanya ke Tiongkok.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tribalisme adalah bentuk pemerintahan yang paling awal berupa
pemerintahan gabungan dari beberapa suku yang ada di masyarakat. Bentuk-
bentuk tribalisme ada empat, yaitu: 1) tribalisme despotik, 2) tribalisme
demokratik, 3) tribalisme purba, dan 4) tribalisme modern/neotribalism.
Sekitar awal abad 1M, masyarakat Nusantara telah membuka jalur
perdagangan internasional di kawasan Selat Malaka. Kontak masyarakat
Nusantara tidak hanya dengan pedagang dari kawasan Asia Tenggara dan Cina
tetapi juga India. Munculnya institusi politik ala India di Indonesia dikenal pada
masa kerajaan Hindu Budha di Indonesia. Salah satu kerajaannya yaitu kerajaan
Kutai.
B. Saran
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat
banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki
makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang
membangun dari para pembaca.
14
DAFTAR PUSTAKA
https://id.sainte-anastasie.org/articles/psicologa-social-y-relaciones-personales/qu-
es-el-tribalismo-analizando-este-fenmeno-social.html
Fikri, M. Sirajudin & A., Nico Oktaria. (2018). Politik Identitas dan
Penguatan Demokrasi Lokal. Tamaddun: Jurnal Kebudayaan dan Sastra
Islam, 18(2), 173-185.
Indradjaja, Agustijanto & Hardiati, Endang Sri. (2014). Awal Pengaruh Hindu
Buddha di Indonesia. KALPATARU: Majalah Arkeologi, 23(1),17-33.
Kristianus. (2016). Politik dan Strategi Budaya Etnik dalam Pilkada Serentak
di Kalimantan Barat. Politik Indonesia:q Indonesian Politik Science
Review, 2(1), 87-101.
15