Anda di halaman 1dari 13

ALI SASTROAMIDJOJO II

ANGGOTA KELOMPOK:
1. Kamila Arning Tias
2. Nur Asiska Supriadi
3. Ega Pratiwi
4. Nailah Syiffana P
5. Rosalia Yunianty
6. Fitriya Amelia

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA BARAT


DINAS PENDIDIKAN CABANG WILAYAH IV
SMA NEGERI 2 CIKAMPEK
Jl. Jend.A.Yani Desa Dawuan Tengah Kec.Cikampek Kab.Karawang (41373)
e-mail: sman2ckpschid@gmail.com
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb.

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Syukur
Alhamdulillah Penulis ucapkan dari lubuk hati Penulis kehadirat Allah yang
telahmemberikan kesempatan untuk menyelesaikan tugas ini dengan baik. Sholawat
sertasalam Penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Makalah yang berjudul Kabinet Ali Sastroamidjojo II ini semoga dapat


menambah pengetahuan bagi para pembaca.

Kami menyadari bahwa yang kami tulis ini masih banyak kekurangan
dankesalahan. Dan oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan adanya masukan
dari para pembaca, baik berupa kritikan ataupun saran yang sifatnya membangun
demikesempurnaan makalah ini, supaya lebih baik untuk masa yang akan datang.

Dan terima kasih atas semua bantuan dari semua pihak yang terkait dalam
penyusunan ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

Kemudian kepada Allah kami bertaubat dan kepada manusia kami


memohonmaaf atas kesalahan dan kekhilafan dalam penulisan makalah ini.

Wassalamu’alaikum wr.wb.

Cikampek, Agustus 2022

Tim Penyusun

……………………..

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................

DAFTAR ISI................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................

A. Latar Belakang....................................................................................................

B. Rumusan Masalah..............................................................................................

BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................

A. Awal Terbentuknya Kabinet Ali Sastroamidjojo II .............................................

B. Program-program Kerja Aku Sastroamidjojo II..................................................

C. Kendala/Masalah Yang Dihadapi......................................................................

D. Berakhirnya Kabinet..........................................................................................

Bab III Penutup..........................................................................................................

A. Kesimpulan..……………………….…………………………………………..…6

Daftar Pustaka...........................................................................................................

Lampiran 1.................................................................................................................8

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kabinet Ali Sastroamidjojo 2 adalah kabinet pemerintahan Indonesia
yang dipimpin oleh Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo, yang juga
merupakan Ketua Partai Nasional Indonesia (PNI). Kabinet ini dibentuk
setelah Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tahun 1955,
yang dimenangkan oleh empat partai besar, yaitu PNI, Nahdatul Ulama
(NU), Masyumi, dan Partai Komunis Indonesia (PKI).
PNI mendapat suara terbanyak dengan 22,3 persen, diikuti oleh NU
dengan 18,4 persen, Masyumi dengan 20,9 persen, dan PKI dengan
16,4 persen1. Kabinet Ali Sastroamidjojo 2 diumumkan pada tanggal 20
Maret 1956 dan mulai bertugas sejak tanggal 24 Maret 1956. Kabinet ini
sering disebut juga sebagai Kabinet Ali-Roem-Idham, karena memiliki
dua wakil perdana menteri, yaitu Mohammad Roem dari Masyumi dan
Idham Chalid dari NU2.
1.2. Identifikasi Masalah
Dari uraian diatas kami mengindentifikasi beberapa permasalahan diantaranya:
1. Bagaimana program kabinet Ali Sastroamidjojo II?
2. Bagaimana program kerja Ali Sastroamidjojo II?
3. ?
4. Dampak Tanam Paksa bagi Rakyat Indonesia?

1.3 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pelaksanaan system tanam paksa di era Van Den Bosch?

1.4. Tujuan
• Untuk memenuhi tugas mata pelajaran Sejarah Indonesia.
• Menambah wawasan dan pengetahuan kami terhadap sejarah-sejarah yang ada di
Indonesia.

1
BAB II
PEMBAHASAN

Tokoh pencetus sistem tanam paksa adalah van den Bosch. Usul cultuurstelsel
membuat van den Bosch diangkat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Tugas utama
van den Bosch adalah mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dari negeri jajahan
untuk mengisi kas Belanda yang kosong dan membayar utang-utang Belanda.
Pada masa kepemimpinan Johanes Van Den Bosch Belanda memperkenalkan
culturstelsel atau Cultivation System (tanam paksa). Sistem tanam paksa pertama kali
diperkenalkan di Jawa dan dikembangkan di daerah-daerah lain di luar Jawa. Tujuan Sistem
Tanam Paksa adalah untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar besarnya.
Cultuurstelsel sebenarnya berarti kewajiban rakyat (Jawa) untuk menanam tanaman ekspor
yang laku dijual di Eropa. Rakyat pribumi menerjemahkan cultuurstelsel dengan sebutan
tanam paksa karena pelaksanaannya dilakukan dengan pemaksaan.
Pelanggar tanam paksa dikenakan hukuman fisik yang berat, seperti dikutip dari
buku Sejarah untuk Kelas 2 SMA oleh M. Habib Mustopo. Uangnya untuk mengisi
kekosongan kas Belanda yang pada saat itu terkuras habis akibat perang.

A. Aturan sistem tanam paksa


Setiap penduduk wajib menyerahkan seperlima dari lahan garapannya untuk ditanami
tanaman wajib yang berkualitas ekspor.
1. Tanah yang disediakan untuk tanah wajib dibebaskan dari pembayaran pajak tanah.
2. Hasil panen tanaman wajib harus diserahkan kepada pemerintah kolonial. Setiap
kelebihan hasil panen dari jumlah pajak yang harus dibayarkan kembali kepada
rakyat.
3. Tenaga dan waktu yang diperlukan untuk menggarap tanaman wajib tidak boleh
melebihi tenaga dan waktu yang diperlukan untuk menanam padi atau kurang lebih 3
bulan.
4. Mereka yang tidak memiliki tanah, wajib bekerja selama 66 hari atau seperlima tahun
di perkebunan pemerintah.
5. Jika terjadi kerusakan atau kegagalan panen menjadi tanggung jawab pemerintah
(jika bukan akibat kesalahan petani).
6. Pelaksanaan tanam paksa diserahkan sepenuhnya kepada kepala desa.

B. Pelaksanaan Tanam Paksa


Dalam kenyataannya, pelaksanaan Culturstelsel banyak terjadi penyimpangan, karena
berorientasi pada kepentingan imperialis, di antaranya:
1. Jatah tanah untuk tanaman ekspor melebihi seperlima tanah garapan, apalagi
tanahnya subur.

2
2. Rakyat lebih banyak mencurahkan perhatian, tenaga, dan waktunya untuk tanaman
ekspor, sehingga banyak tidak sempat mengerjakan sawah dan ladang sendiri.
3. Rakyat tidak memiliki tanah harus bekerja melebihi 1/5 tahun.
4. Waktu pelaksanaan tanaman ternyata melebihi waktutanam padi (tiga bulan) sebab
tanaman-tanaman perkebunan memerlukan perawatan yang terus-menerus.
5. Setiap kelebihan hasil panen dari jumlah pajak yang harus dibayarkan kembali
kepada rakyat ternyata tidak dikembalikan kepada rakyat.
6. Kegagalan panen tanaman wajib menjadi tanggung jawab rakyat/petanI.

C. Dampak Tanam Paksa bagi Indonesia


Akibat adanya penyimpangan-penyimpangan pelaksanaan tanam paksa, maka membawa
akibat yang memberatkan rakyat Indonesia, yaitu:
1. Banyak tanah yang terbengkalai, sehingga panen gagal.
2. Rakyat makin menderita.
3. Wabah penyakit merajalela.
4. Bahaya kelaparan yang melanda Cirebon memaksa rakyat mengungsi ke daerah lain
untuk menyelamatkan diri.
5. Kelaparan hebat di Grobogan, sehingga banyak yang mengalami kematian dan
menyebabkan jumlah penduduk menurun tajam.

D. Akhir Sistem Tanam Paksa


Sistem tanam paksa Belanda berakhir di Indonesia pada 1870 setelah mendapat protes dari
menteri jajahan Belanda Engelbertus de Waal. Politikus liberal yang saat itu berkuasa di
Belanda menilai sistem tanam paksa merugikan masyarakat Indonesia.
Padahal, menurutnya, masyarakat layak mendapat keuntungan ekonomi dari tanah
garapannya. Akhirnya, terbitlah Undang-Undang (UU) Agraria 1870.
Dengan UU Agraria ini, masyarakat yang punya tanah akan dicatatkan kepemilikannya. Hal
ini memberi perlindungan kepada petani atas tanahnya dari penguasa dan pemodal asing.
Sementara tanah tak bertuan bisa disewakan. Penyewanya bisa dari masyarakat asing,
seperti Inggris, Belgia, Amerika Serikat, Jepang, sampai China. Ini menjadi akhir dari sistem
tanam paksa Belanda di Tanah Air.

3
E. Latar Belakang Sistem Tanam Paksa
Sistem tanam paksa pemerintah kolonial Belanda dilaksanakan karena sejumlah peristiwa
dan kondisi saat itu, di antaranya sebagai berikut:
1. Belanda menghabiskan biaya yang besar karena terlibat dalam peperangan di masa
kejayaan Napoleon Bonaparte di Eropa.
2. Terjadinya Perang Kemerdekaan Belgia yang diakhiri dengan pemisahan Belgia dari
Belanda pada 1830.
3. Belanda menghabiskan biaya hingga sekitar 20 juta gulden untuk menghadapi
Perang Diponegoro (1825-1830). Perang Diponegoro adalah perlawanan rakyat
jajahan termahal bagi Belanda.
4. Kas negara Belanda kosong dan utang yang ditanggung Belanda cukup berat.
5. Pemasukan uang dari penanaman kopi tidak banyak.
6. Kegagalan upaya mempraktikkan gagasan liberal (1816-1830) dalam
mengeksploitasi tanah jajahan agar memberikan keuntungan yang besar bagi negeri
induk (Belanda).

F. Penentangan Tanam Paksa

Tanam paksa yang diterapkan Belanda di Indonesia ternyata mengakibatkan aksi


penentangan. Orang yang menentang tanam paksa terdiri dari:

1) Golongan pendeta

Golongan ini menentang atas dasar kemanusiaan. Adapun tokoh yang mempelopori
penentangan ini adalah Baron Van Hovel.

2) Golongan liberal

Golongan liberal terdiri dari pengusaha dan pedagang, di antaranya:

a) Douwes Dekker dengan nama samaran Multatuli yang menentang tanam paksa
dengan mengarang buku berjudul Max Havelaar.

b) Frans Van de Pute dengan mengarang buku berjudul Suiker Constracten (Kontrak
Kerja).

c) Penghapusan pelaksanaan tanam paksa secara bertahap

Di Sumatra Barat, sistem tanam paksa dimulai sejak tahun1847, ketika penduduk yang telah
lama menanam kopi secara bebas dipaksa untuk menanam kopi untuk diserahkan kepada
pemerintah kolonial. Begitu juga di Jawa, pelaksanaan sistem tanam paksa ini dilakukan

4
melalui jaringan birokrasi lokal. Berkat adanya kecaman dari berbagai pihak, akhirnya
pemerintah Belanda menghapus tanam paksa secara bertahap:
1) Tahun 1860 tanam paksa lada dihapus.
2) Tahun 1865 tanam paksa nila dan teh dihapus.
3) Tahun 1870 tanam paksa semua jenis tanaman, dihapus kecuali kopi di Priangan. Selain
di Pulau Jawa, kebijaksanaan yang hampir sama juga dilaksanakan di tempat lain seperti
Sumatra Barat, Minahasa, Lampung, dan Palembang. Kopi merupakan tanaman utama di
dua tempat pertama. Adapun lada merupakan tanaman utama di dua wilayah yang kedua.
Di Minahasa, kebijakan yang sama kemudian juga berlaku pada tanaman kelapa.

5
BAB III

PENUTUP

Demikian susunan makalah ilmiah sistem masa pemerintahan Johannes Van Den
Bosch kami susun sebagai pemenuhan tugas sejarah Indonesia Terimakasih
kepada para anggota kelompok yang telah berkonstribusi dalam penyusunan
makalah ini. Terimakasih juga kepada Shafa Hayuning Pramesti yang sudah
meminjamkan laptopnya.

Semoga makalah ini dapat diterima dengan baik dan bermanfaat bagi para
pembaca. Atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

6
DAFTAR PUSTAKA

1. Sri Sudarmi . 2008. Galeri pengetahuan sosial terpadu2: SMP/MTs Kelas VIII/,
Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.

2. Herlan Firmansyah .2009. Ilmu Pengetahuan Sosial 2 : untuk Sekolah Menengah


Pertama/Madrasah Tsanawiyah Kelas VIII /Semester 1 dan 2 /. Jakarta : Pusat
Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, LINK:
https://www.donisetyawan.com/masa-pemerintahan-van-den-bosch-di-indonesia/.

3. Tim CNN Indonesia, Senin, 11 Juli 2022, LINK: https:


//www.cnnindonesia.com/nasional/20220711110107-31-819882/sistem-tanam-
paksa-belanda-di-masa-penjajahan-sejarah-dan-aturannya
4. Kompas.com, 27 Juli 2022, 14.00 WIB, LINK: https: //www.kompas.com/
stori/read/2022/07/27/140000179/johannes-van-den-bosch-penggagas-sistem-
tanam-paksa?page=3.
5. Wersch, M. (2013). Johannes graaf van den Bosch: de levensloop van een groot
man. Mijnbestseller.nl. ISBN 9461938195.Sens, Angelie (2019). De kolonieman:
Johannes van den Bosch (1780-1844), volksverheffer in naam van de Koning.
Amsterdam: Uitgeverij Balans. ISBN 9789460038914.
6. 17 Juni 1835: menjadi seorang bangsawan Belanda dengan gelar Baron25
Desember 1839: menjadi Graaf.
LINK:https://www.kompas.com/stori/read/2022/07/27/140000179/johannes-van-den-
bosch-penggagas-sistem-tanam-paksa?page=3.
7. HISTORI | 31 Mei 2022 05:04 Reporter : Merdeka. LINK:
https://m.merdeka.com/histori/berlakukan-tanam-paksa-van-den-bosch-raup-
untung-besar.html.
8. Dutch statesman Actions By The Editors of Encyclopaedia Britannica. LINK:
https://www-britannica-com.translate.goog/biography/Johannes-graaf-van-den-
Bosch?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=tc,sc

7
Lampiran 1

Johannes Van Den Bosch

Kelahiran :2 Februari 1780, Herwijnen, Belanda


Meninggal : 28 Januari 1844, Den Haag, Belanda
Anak : Hendrik van den Bosch, Willem Joannes Petrus van den
Bosch, Adriana van den Bosch, lainnya
Cucu : Louise Charlotte Mathilde van den Bosch, Cathérine
Adrienne Jacqueline van den Bosch, lainnya
Jabatan sebelumnya: Anggota Tweede Kamer (1842–1844), lainnya
Organisasi didirikan : Society of Humanitarianism, lainnya
Kakek-Nenek : Syke van Kessel, Benjamin Poningh
Gelar : 17 Juni 1835: menjadi seorang bangsawan Belanda dengan
gelar Baron 25 Desember 1834: Kembali ke Belanda dan

8
diangkat menjadi Menteri Urusan Daerah Jajahan
In his early years (1798–1810), Bosch served in the army in Batavia (now
Jakarta, Indon.) in the Dutch East Indies, and on this experience he based his
Nederlandsche bezittingen in Azië, Amerika, en Afrika (1818; “Dutch Possessions in
Asia, America, and Africa”), in which he argued against a liberal colonial system and
for a strongly paternalistic one, claiming that people unaccustomed to a work ethic
needed strong guidance. From 1828 to 1833, he was governor-general in the Dutch
East Indies, and, from 1834 to 1839, minister of the colonies. He instituted a “Culture
System” that made Indonesian noblemen semiautonomous rulers, exacted
compulsory labour from villagers, and required each village to devote at least one-
fifth of its land to export crops.

Anda mungkin juga menyukai