Anda di halaman 1dari 3

Biografi Syekh Siti Jenar

Kayla Miskaatuzahra (11190220000018)


Syekh Siti Jenar merupakan salah satu tokoh sufi sekaligus penyebar agama islam yang
kontroversial, banyak literatur yang membahas mengenainya dengan versi beragam. Ada yang
menyatakan bahwa Syekh Siti Jenar berasal dari cacing. Dilain versi menyatakan bahwa Syekh
Siti Jenar merupakan salah satu anggota wali yaitu wali kesepuluh, literatur lain menyebutnya
sebagai pembawa ajaran Manunggaling kawula Gusti. ada pula yang menyebutkan bahwa Syekh
Siti Jenar adalah wali yang meninggalkan ibadah wajib dan sunnah. Bahkan, ada pula yang
menyatakan bahwa Syekh Siti Jenar hanyalah mitos belaka. Segala perbedaan cerita riwayat
hidup Syekh Siti Jenar yang membingungkan merupakan sebuah cara para Walisongo untuk
menutupi keberadaannya, mereka mengkhawatirkan ajaran sufi yang dibawa oleh Syekh Siti
Jenar dapat menyesatkan masyarakat nusantara yang baru saja mempelajari syariat agama Islam.
Dalam sebuah literatur menyatakan bahwa Syekh Siti Jenar benar adanya dengan bukti
makamnya yang berada di Desa Balong kecamatan Kembang, kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
Namun dilain sisi ada yang beranggapan bahwa ia dimakamkan dibawah Masjid Agung Demak.
Hal ini masih diperdebatkan, belum ditetapkan kesepakatan yang merujuk pada fakta mengenai
keberadaan makamnya.
Sejarah Syekh Siti Jenar telah membuat sebagian masyarakat penasaran akan orisinil
cerita hidupnya. Kita tidak tahu pasti yang manakah cerita asli yang tidak direkayasa untuk
kepentingan terselubung. Berdasarkan pada literatur yang beredar, Syekh Siti Jenar dengan
ajaran sufinya telah membawa kekhawatiran Walisongo dalam misi penyebaran agama Islam.
Pandangan sufi yang dianut olehnya menyatakan bahwa syariat tidaklah dijalankan semasa hidup
manusia, namun pasca kematian. Sebab menurutnya dunia adalah hal yang fana sedangkan
kehidupan setelah kematian adalah hal yang sebenarnya. Pandangan ini sangat bertentangan
dengan Walisongo yang mengajarkan bahwa syariat haruslah dijalankan sebelum manusia
menemukan kematiannya. Dengan manusia menjalankan syariat dengan benar maka hal tersebut
dapat menjadi sebuah representasi kehidupannya sebelum kematian. Karena setiap manusia akan
menjalankan kehidupan baru pasca kematiannya sesuai dengan apa yang telah ia usahakan dalam
menjalani syariat islam di dunia.
Syekh Siti Jenar dikenal karena ajaran Manunggaling Kawula Gusti (penjawaan dari
wahdatul wujud). Ajaran tersebut membuat dirinya dianggap sesat oleh sebagian umat Islam,
sementara yang lain menganggap sebagai seorang intelek yang telah memperoleh esensi Islam.
Ajaran-ajarannya tertuang dalam karya sastra buatannya sendiri yang disebut Pupuh, berisi
tentang budi pekerti. Syaikh Siti Jenar (menurut KH. Shahibul Faraji Ar-Rabbani), memiliki
nama asli Sayyid Hasan ‘Ali Al Husaini (masih memiliki garis darah / keturunan Rasulullah
SAW) dan setelah dewasa mendapat gelar Syaikh Abdul Jalil atau Raden Abdul Jalil. Semasa
hidupnya beliau mendapat beberapa julukan Syaikh Siti Jenar, Syaikh Lemah Abang, Syaikh
Lemah Brit dan lainnya.
Akhir hayat Syekh Siti Jenar masih belum diketahui pasti. Namun ada beberapa literatur yang
membahasnya. Berdasarkan pada pada “Serat Syeikh Siti Jenar” Ki Sosrowidjojo, disebutkan
bahwa Syekh Siti Jenar meninggal akibat dihukum mati oleh Sultan Demak, Raden Fatah atas
persetujuan Dewan Wali Songo yang dipimpin Sunan Bonang. Bertindak sebagai algojo atau
pelaksana hukuman pancung itu adalah Sunan Kalijaga. Eksekusi berlangsung di alun-alun
kesultanan Demak. Versi lain yang tercantum dalam Wawacan Sunan Gunung Jati Pupuh ke-39
terbitan Emon Suryaatmana dan T.D Sudjana (alih bahasa pada tahun 1994), Syekh Siti Jenar
dijatuhi hukuman mati oleh Sunan Gunung Jati. Pelaksana hukuman atau algojonya tak lain
adalah Sunan Gunung Jati sendiri, dengan tempat eksekusi di Masjid Ciptarasa Cirebon. Mayat
Syekh Siti Jenar dimandikan Sunan Kalijaga, Sunan Bonang, Sunan Kudus, dan Sunan Giri,
kemudian dimakamkan di Graksan, yang kemudian disebut sebagai Pasarean Kemlaten.

Merujuk pada versi pertama, Sudirman Tebba, Syek Siti Jenar; pengaruh tasawuf al-hajj.
Menceritakan secara detil prosesi eksekusi Syekh Siti Jenar saat dipenggal lehernya oleh Sunan
Kalijaga. Pada awalnya mengucur darah berwarna merah, kemudian berubah menjadi putih. Saat
itulah Syekh Siti Jenar berkata: “Tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-
Nya”. Kemudian tubuh Syekh Siti Jenar naik ke surga seiring dengan kata-kata: ”Jika ada
seorang manusia yang percaya kepada kesatuan selain dari Allah Yang Mahakuasa, dia akan
kecewa, karena dia tidak akan memperoleh apa yang dia inginkan”. Pada peristiwa selanjutnya,
mulai diperlihatkan kecurangan yang dilakukan oleh para ulama di Cirebon terhadap keberadaan
jenazah Syekh Siti Jenar. Dikisahkan, setelah eksekusi dilaksanakan, jenazah Syekh Siti Jenar
dimakamkan di suatu tempat yang kemudian banyak diziarahi orang. Untuk mengamankan
keadaan, Sunan Gunung Jati memerintahkan secara diam-diam agar mayat Syekh Siti Jenar
dipindahkan ke tempat yang dirahasiakan, sedangkan di kuburan yang sering dikunjungi orang
itu dimasukkan bangkai anjing hitam.

Ketika para peziarah menginginkan agar mayat Syekh Siti Jenar dipindahkan ke Jawa Timur,
kuburan dibuka dan ternyata yang tergeletak di dalamnya bukan mayat Syekh Siti Jenar
melainkan bangkai seekor anjing. Para peziarah terkejut dan tak bisa mengerti keadaan itu.
Ketika itu Sultan Cirebon memanfaatkan situasi dengan mengeluarkan fatwa agar orang-orang
tidak menziarahi bangkai anjing dan segera meninggalkan ajaran-ajaran Syekh Siti Jenar. Versi
lain mengatakan pada Serat Seh Siti Jenar gubahan Ki Sosrowidjojo, yang kemudian
disebarluaskan kembali oleh Abdul Munir Mulkan (t.t), disebutkan bahwa Syekh Siti Jenar
dijatuhi hukuman mati oleh Wali Songo. Pada saat hukuman harus dilaksanakan, para anggota
Wali Songo mendatangi Syekh Siti Jenar untuk melaksanakan eksekusi. Akan tetapi kemudian
para anggota Wali Songo tidak jadi melaksanakan hukuman tersebut, karena Syekh Siti Jenar
justru memilih cara kematiannya sendiri, dengan memohon kepada Allah agar diwafatkan tanpa
harus dihukum oleh pihak Sultan dan para Sunan, sekaligus Syekh Siti Jenar menempuh jalan
kematiannya sendiri, yang sudah ditetapkan oleh Allah.

Anda mungkin juga menyukai