1
Muhammad Gharib Jaudah, 147 Ilmuwan Terkemuka Dalam Sejarah Islam, Terj. Muhyiddin Mas
Rida. (Jakarta; Pustaka Al-Kautsar, 2007), hlm. 484.
Mata Kuliah : Filsafat Islam
Dosen : Dr. H. Kasmuri, M.A
Prodi : Ilmu Hadits
Semester : VI (Enam) a.
Hari / Tanggal : Kamis, 27 Mei 2021.
Sedang dalam ilmu tauhid, dia berpegang teguh pada paham Asy ‘Ariyah
dan ini membukakan jalan baginya untuk mempelajari ilmu Falsafah. Dia
hidup di tengah keluarga ilmiah, maka dia belajar segala ilmu. Dia mengambil
pula ilmu-ilmu itu dari para ulama lainnya, seperti Ibnu Basykual, Abu
Marwan bin Masarrah, Abu Bakar samhun sebagaimana yang disebutkan oleh
Ibnul Abbar dalam bukunya “Takmilah”.
Ibnu Rusyd terkenal sebagai ulama yang paling dalam ilmunya, terutma
di lapangan ilmu fiqhi yang termasyhur karena bukunya “Bidayatul
Mutahid”. Sebagaimana namanya menanjak tinggi sebagai sarjana-filosof
yang terbesar, sehingga dia diberi gelar “Komentor” Satu-satunya dari buku-
buku Aristoteles2.
2. Karya-karyanya.
Tidak kurang waktu hidupnya dipergunakan untuk mengarang, hampir 40
tahun lamanya. Dan selama masa itu menurut catatan sejarah karangannya
berjumlah 10.000 lembar yang terdiri dari berbagai buku, besar dan kecil. Di
antara buku-buku itu ada yang terdiri dari beberapa jilid, seperti “Kulliyat”
yang terdiri dari 7 jilid, tetapi ada pula buku-buku kecil yang merupakan
risalah. Ernest Renan dari Perancis mendapati dalam perpustakaan Escurial di
Madrid, Spanyol buku-buku karangan Ibnu Rusyd sebanyak 78 buah buku
yang terperinci sebagai berikut:
a. 28 buah dalam ilmu falsafah, 20 buah dalam ilmu kedokteran, 8 buah
dalam ilmu hukum (fiqhi), 5 buah dalam ilmu theology (kalam), 4 buah
dalam ilmu perbintangan (astronomi), 2 buah dalam ilmu sastra Arab,
11 buah dalam berbagai ilmu.
b. Luthfi Jum’ah menyebutkan hanya 5 buah buku yang masih dijumpai
aslinya dalam bahasa Arab, yaitu: Tafahut at Tafahut, dalam ilmu
2
Nurnaningsih Nawawi, Tokoh Filsuf Dan ERA Keemasan Filsafat.(Makassar: Pusaka Almaida
Makassar,2017), hlm. 171.
Mata Kuliah : Filsafat Islam
Dosen : Dr. H. Kasmuri, M.A
Prodi : Ilmu Hadits
Semester : VI (Enam) a.
Hari / Tanggal : Kamis, 27 Mei 2021.
Rusyd tidak bisa dirubah menjadi wujud (ada). Yang terjadi adalah wujud
berubah menjadi wujud dalam bentuk lain6.
Demikian juga kaum teolog, qadi>m mengandung arti sesuatu yang
berwujud tanpa sebab. Bagi kaum filsuf qadim tidak mesti mengandung arti
hanya sesuatu yang berwujud tanpa sebab, tetapi boleh juga berarti “sesuatu
yang berwujud dengan sebab”. Dengan kata lain, sungguh pun disebabkan ia
boleh bersifat qadi>m, yaitu tidak mempunyai permulaan dalam wujud
Qadim. Dengan demikian, adalah sifat bagi sesuatu yang dalam kejadian
kekal, kejadian terus menerus yaitu kejadian yang tidak bermula dan tak
berakhir7.
Dalam pemikiran al-Ghazali, sewaktu Tuhan menciptakan alam, yang ada
hanya Tuhan. Tidak ada sesuatu yang lain selain Tuhan. Terhadap pemikiran
al–Ghazali tersebut Ibn Rusyd mengajukan bantahannya, bahwa sewaktu
Tuhan menciptakan alam sudah ada sesuatu di samping Tuhan. Dari sesuatu
yang telah ada dan diciptakan Tuhan, itulah Tuhan menciptakan alam.
2. Tuhan Tidak Mengetahui Perincian (Juz’iyat).
Allah mengetahui segala sesuatu yang di langit dan yang di bumi, baik
sebesar zarrah sekalipun adalah suatu hal yang telah digariskan dengan jelas
dalam al-Qur’an, sehingga telah merupakan konsensus dalam kalangan umat
Islam. Hanya bagaimana Tuhan mengetahui hal-hal yang parsial (juz’iyat)
terdapat perbedaan jawaban yang diberikan8.
Terhadap tuduhan al-Ghazali, bahwa Tuhan tidak mengetahui princian
yang ada dalam alam ini, Ibn Rusyd mengatakan bahwa al Ghazali salah
paham, karena tidak pernah kaum filosof mengatakan yang demikian.19
Menurut Ibn Rusyd Tuhan mengetahui sesuatu dengan dzatNya. Pengetahuan
6
Ibn Rusyd, Tahafut at-Tahafut, Tahqiq Sulaiman Dunia, (Kairo, Dar al Ma’arif, 1964), hlm. 362
7
Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1985), hlm. 53.
8
Ahmad Daudy, Kuliah Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), hlm. 176.
Mata Kuliah : Filsafat Islam
Dosen : Dr. H. Kasmuri, M.A
Prodi : Ilmu Hadits
Semester : VI (Enam) a.
Hari / Tanggal : Kamis, 27 Mei 2021.
Tuhan tidak bersifat juz’i maupun bersifat kulli. Pengetahuan Tuhan tidak
mungkin sama dengan manusia, karena pengetahuan Tuhan merupakan sebab
dari wujud, sedangkan pengetahuan manusia adalah akibat 9. Bagi Ibn Rusyd
bahwa Tuhan tidak mengetahui peristiwa-peristiwa kecil. Tuhan tidak
mengetahui perincian itu dengan ilmu baru, di mana syarat ilmu baru itu
dengan kebaharuan peristiwa dan perincian tersebut, karena Tuhan menjadi
sebab (illat) bagi perincian tersebut, bukan menjadi akibat (musabbab) dari
padanya seperti halnya dengan ilmu baru. Ilmu Tuhan bersifat qadim tidak
berubah, karena perubahan peristiwa. Ini dimaksudkan untuk menjaga
kesucian Tuhan Yang Maha Mengetahui segala-galanya.
3. Kebangkitan Jasmani Tidak Ada.
Bagi Ibn Rusyd bahwa Tuhan tidak mengetahui peristiwa-peristiwa kecil.
Tuhan tidak mengetahui perincian itu dengan ilmu baru, di mana syarat ilmu
baru itu dengan kebaharuan peristiwa dan perincian tersebut, karena Tuhan
menjadi sebab (illat) bagi perincian tersebut, bukan menjadi akibat
(musabbab) dari padanya seperti halnya dengan ilmu baru. Ilmu Tuhan
bersifat qadim tidak berubah, karena perubahan peristiwa. Ini dimaksudkan
untuk menjaga kesucian Tuhan Yang Maha Mengetahui segala-galanya.
Ibn Rusyd menjelaskan bahwa para filosof tidak menyebutkan masalah
pembangkitan jasmani. Semua agama menurut Ibn Rusyd mengakui adanya
hidup kedua di akhirat meskipun ada perbedaan pendapat mengenai
bentuknya. Namun, perlu disadari maksud pokok dari syari’at adalah
menghimbau manusia untuk selalu melakukan perbuatan terpuji dan
meninggalkan perbuatan jahat sehingga ajaran yang dibawa oleh agama harus
sesuai dengan tanggapan dan pemikiran orang awam10.
9
Harun Nasution ,. Loc.cit.
10
Ibn Rusyd, Op.cit,. hlm. 864.
Mata Kuliah : Filsafat Islam
Dosen : Dr. H. Kasmuri, M.A
Prodi : Ilmu Hadits
Semester : VI (Enam) a.
Hari / Tanggal : Kamis, 27 Mei 2021.
mengandung adanya penggerak pertama yang tidak bergerak dan berbenda, yaitu
Tuhan.
Menurut Rushd, benda-benda langit beserta gerakannya dijadikan oleh
Tuhan dari tiada dan bukan dalam zaman. Sebab, zaman tidak mungkin
mendahului wujud perkara yang bergerak, selama zaman itu kita anggap sebagai
ukuran gerakannya. Jadi gerakan menghendaki adanya penggerak pertama atau
sesuatu sebab yang mengeluarkan dari tiada menjadi wujud. Rushd yang juga
dikenal sebagai 'pelanjut' aliran Aristoteles ini, menilai bahwa substansi yang lebih
dahulu itulah yang memberikan wujud kepada substansi yang kemudian tanpa
memerlukan kepada pemberi form (Tuhan) yang ada di luarnya12.
Adapun intisari dari pendiriannya adalah sebagai berikut:
1. Tuhan yang ada (bersifat wujud) itu adalah penggerak bagi segenap ala
mini.
2. Sifat-sifat Tuhan adalah bersatu tunggal dengan zatNya Yang Maha
Agung.
3. Ilmu Tuhan terhadap segala makhluk-Nya tidaklah memerlukan tahu
sampai kepada perincian segala sesuatu.
4. Sifat Nabi sangat erta hubungannya dengan mu’jizat.
5. Kepercayaan kepada qadha dan qadar harus diartikan bahwa secara
keseluruhan Tuhan menetapkan sesuatu13.
E. Kritik terhadap teori emanasi.
Dalam wujud Tuhan, Al-Farabi dan Ibn Sina memunculkan pendapat Dalil
Al Wajib wa Al Mumkin. Bahwa yang ada ini dibagi menjadi dua; Wajibal Wujud
(necessary being), dan Mumkinul Wujud (possible being). Wajibal Wujud lah yang
12
Ilim Abdul Halim, “PEMIKIRAN FILOSOFIS DAN ILMIAH DARI AVERROISME”. Jaqfi: Jurnal
Aqidah dan Filsafat Islam. Hlm. 58.
13
Nurnaningsih Nawawi, Op.cit,. hlm. 175.
Mata Kuliah : Filsafat Islam
Dosen : Dr. H. Kasmuri, M.A
Prodi : Ilmu Hadits
Semester : VI (Enam) a.
Hari / Tanggal : Kamis, 27 Mei 2021.
ini.Teori emanasi yang banyak diusung oleh para filsuf, juga tidak luput dari kritik
Ibn Rusyd. Teori emanasi yang menyatakan bahwa alam ini diciptakan bukan dari
ketiadaan melainkan melimpah atau keluar dari Wujud Pertama, mendapat kritik
tajam dari Ibn Rusyd.
Menurut Ibn Rusyd teori ini dibangun atas pemikiran yang berasal dari
buku Theologia Aristoteles dan Liber de Causis yang dinisbahkan secara gegabah
kepada Aristoteles oleh kaum Neo-Platonis. Ironinya, di kalangan filsuf muslim,
semacam Al-Farabi dan Ibn Sina justru mengikuti dan mengembangkannya. Tak
berlebihan jika dikatakan, hampir tidak dijumpai dalam sejarah filsafat Islam ada
seorang filsuf yang dengan gencar dan secara tajam melancarkan kritik dalam
masalah emanasi melebihi Ibn Rusyd. Kegigihannya dalam masalah tersebut
adalah dalam rangka mengembalikan dan memurnikan pendapat Aristoteles yang
sebenarnya. Karena, menurut Ibn Rusyd, filsuf Yunani tersebut sama sekali tidak
pernah berpendapat demikian, dan tidak pernah dijumpainya dalam karya-
karyanya.
Dikatakan dalam teori emanasi bahwa wujud-wujud yang melimpah itu
muncul dari Sebab Pertama, dan melalui satu daya yang melimpah itu alam
seluruhnya adalah satu, sehingga setiap bagian alam mempunyai kaitan yang utuh,
tak ubahnya seperti bagian-bagian tubuh makhluk yang bermacam-macam dengan
fungsi masing-masing, namun tetap merupakan satu kesatuan. Maka, dikatakan,
dari yang Satu hanya keluar satu juga. Ibn Rusyd menilai bahwa teori emanasi
tersebut sebagai teori yang tidak dibangun atas proposisi-proposisi yang akurat dan
meyakinkan, melainkan didasarkan pada praduga yang tidak valid. Maka, ia
menyatakan bahwa Al-Farabi dan Ibn Sina dituding sebagai yang paling
bertanggung jawab atas munculnya teori “Bid’ah” tersebut, lalu diikuti oleh
banyak orang, dan dikatakan bahwa hal itu merupakan pandangan para filsuf.
Mata Kuliah : Filsafat Islam
Dosen : Dr. H. Kasmuri, M.A
Prodi : Ilmu Hadits
Semester : VI (Enam) a.
Hari / Tanggal : Kamis, 27 Mei 2021.
14
Sujiat Zubaidi Saleh, “Kritik Ibn Rusyd Terhadap Pandangan Para Filsuf Tentang Ketuhanan”. Vol.
5, No. 1, Jumadal Ula 1430, Jurnal TSAQAFAH. Hlm. 106-111.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Gharib Jaudah, 2007. 147 Ilmuwan Terkemuka Dalam Sejarah Islam,
Terj. Muhyiddin Mas Rida. Jakarta; Pustaka Al-Kautsar.
Nurnaningsih Nawawi, 2017. Tokoh Filsuf Dan ERA Keemasan Filsafat.(Makassar:
Pusaka Almaida Makassar.
Ibrahim, Filsafat Islam Masa Awal.Makasar; percetakan carabaca,2016), hlm. 104.
Ahmad Fuad al-Ahwany, 1984. “Segi-Segi Pemikiran Filsafat Dalam Islam”, Dalam
Ahmad Daudy (ed.). Jakarta: Bulan Bintang,
Ibn Rusyd, 1964. Tahafut at-Tahafut, Tahqiq Sulaiman Dunia, Kairo, Dar al Ma’arif,
Harun Nasution, 1985. Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang,
Ahmad Daudy, 1986. Kuliah Filsafat Islam, Jakarta: Bulan Bintang,
Ilim Abdul Halim, “PEMIKIRAN FILOSOFIS DAN ILMIAH DARI
AVERROISME”. Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam.
Sujiat Zubaidi Saleh, “Kritik Ibn Rusyd Terhadap Pandangan Para Filsuf Tentang
Ketuhanan”. Jurnal TSAQAFAH. Vol. 5, No. 1, Jumadal Ula 1430.