Anda di halaman 1dari 13

Mata Kuliah : Filsafat Islam

Dosen : Dr. H. Kasmuri, M.A


Prodi : Ilmu Hadits
Semester : VI (Enam) a.
Hari / Tanggal : Kamis, 27 Mei 2021.

IBNU RUSYD SERTA FILSAFATNYA


Oleh;
Kelompok XI
Alvi Mialbi Hasibuan : 11830114807
Sarmin : 11830114458

A. Riwayat Hidup Secara Singkat dan Karyanya.


1. Biografi Ibnu Thufail.
Abu Al Walid Muhammad bin Abu Qasimbin Abu A1Walid Muhammad
bin Ahmad bin Rusyd. Di kalangan orang-orang Barat, dia dikenal dengan
nama Averroes. Dia diberi gelar denganAsy-Syarih Al A'zham (Penerjemah
Besar), karena dia adalah pensyarah karya dan pemikiran Aristoteles terhebat.
Ibnu Rusyd dilahirkan pada tahun 520 H (1126 M), dan wafat pada tahun 595
H (1198 M). Dia dibesarkan di lingkungan orang-orang terpelajar, karena
orang tua dan kakeknya adalah seorang hakim. Ibnu Rusyd termasuk filsuf
dan pemikir terbesar dalam sejarah manusia. Pemikiran-pemikirannya telah
banyak mempengaruhi perkembangan roh kebebasan sebelum dan setelah era
kebangkitan di Eropa. Universitas Padua di Itali telah menjadi pusat
penyebaran pemikirannya di Eropa.1
Ibnu Rusyd sewaktu kecilnya belajar pertama kali di rumahnya sendiri.
Neneknya tidak sempat mengajarnya karena sudah meninggal beberapa bulan
setelah dia lahir. Ayahnya seorang guru pertama baginya dalam ilmu-ilmu
agama. Dari ayahnya dia belajar ilmu-ilmu fiqhi, ushul, bahasa Arab, kalam
dan adab (sastra). Buku al-Muwattha karangan Imam Malik yang menjadi
pegangan mazhab Maliki yang menjadi anutan umat Islam Andalusia, dapat
dihafalkannya diluar kepala.

1
Muhammad Gharib Jaudah, 147 Ilmuwan Terkemuka Dalam Sejarah Islam, Terj. Muhyiddin Mas
Rida. (Jakarta; Pustaka Al-Kautsar, 2007), hlm. 484.
Mata Kuliah : Filsafat Islam
Dosen : Dr. H. Kasmuri, M.A
Prodi : Ilmu Hadits
Semester : VI (Enam) a.
Hari / Tanggal : Kamis, 27 Mei 2021.

Sedang dalam ilmu tauhid, dia berpegang teguh pada paham Asy ‘Ariyah
dan ini membukakan jalan baginya untuk mempelajari ilmu Falsafah. Dia
hidup di tengah keluarga ilmiah, maka dia belajar segala ilmu. Dia mengambil
pula ilmu-ilmu itu dari para ulama lainnya, seperti Ibnu Basykual, Abu
Marwan bin Masarrah, Abu Bakar samhun sebagaimana yang disebutkan oleh
Ibnul Abbar dalam bukunya “Takmilah”.
Ibnu Rusyd terkenal sebagai ulama yang paling dalam ilmunya, terutma
di lapangan ilmu fiqhi yang termasyhur karena bukunya “Bidayatul
Mutahid”. Sebagaimana namanya menanjak tinggi sebagai sarjana-filosof
yang terbesar, sehingga dia diberi gelar “Komentor” Satu-satunya dari buku-
buku Aristoteles2.
2. Karya-karyanya.
Tidak kurang waktu hidupnya dipergunakan untuk mengarang, hampir 40
tahun lamanya. Dan selama masa itu menurut catatan sejarah karangannya
berjumlah 10.000 lembar yang terdiri dari berbagai buku, besar dan kecil. Di
antara buku-buku itu ada yang terdiri dari beberapa jilid, seperti “Kulliyat”
yang terdiri dari 7 jilid, tetapi ada pula buku-buku kecil yang merupakan
risalah. Ernest Renan dari Perancis mendapati dalam perpustakaan Escurial di
Madrid, Spanyol buku-buku karangan Ibnu Rusyd sebanyak 78 buah buku
yang terperinci sebagai berikut:
a. 28 buah dalam ilmu falsafah, 20 buah dalam ilmu kedokteran, 8 buah
dalam ilmu hukum (fiqhi), 5 buah dalam ilmu theology (kalam), 4 buah
dalam ilmu perbintangan (astronomi), 2 buah dalam ilmu sastra Arab,
11 buah dalam berbagai ilmu.
b. Luthfi Jum’ah menyebutkan hanya 5 buah buku yang masih dijumpai
aslinya dalam bahasa Arab, yaitu: Tafahut at Tafahut, dalam ilmu

2
Nurnaningsih Nawawi, Tokoh Filsuf Dan ERA Keemasan Filsafat.(Makassar: Pusaka Almaida
Makassar,2017), hlm. 171.
Mata Kuliah : Filsafat Islam
Dosen : Dr. H. Kasmuri, M.A
Prodi : Ilmu Hadits
Semester : VI (Enam) a.
Hari / Tanggal : Kamis, 27 Mei 2021.

filsafah. Fashl al Maqal, dalam ilmu teologi (kalam). Al Kasyaf ‘an


Manahij Al Adillah, dalam Ilmu Teolog. Qism Ar Rabi’ min Warait
thabi’ah, dalam ilmu Metafisika. Bidayat Al Mujtahid wa Nihayat Al
Muqtashid, dalam ilmu Hukum3.
1) Bidayatul Mujtahid, ilmu fiqhi, buku ini berisi perbandingan
mazhab (aliran-aliran) dalam fiqhi dengan menyebutkan alasan
masing-masing.
2) Fashlul Maqal fi bainal Al-Hikmah was Syariat min al-Ittisal
(ilmu kalam), buku ini menunjukkan adanya persesuaian antara
filsafat dengan syariat.
3) Manahij al-Adillah fil laqaidi Ahlal Millah (ilmu kalam), buki ini
menguraikan tentang pendirian aliran-aliran ilmu kalam dan
kelemahan-kelemahannya.
4) Tahafut at Tahafut, suatu buku yang terkenal dalam lapangan
filsafat dan ilmu kalam, dan dimaksudkan untuk membela filsafat
dari serangan Al-Ghazali dalam bukunya tahafut al Falasiifah4.
B. Jawaban terhadap Al-Ghazali.
Imam al-Ghazali mengkafirkan para filsuf dalam tiga masalah
(1)keqadiman alam, (2) Allah tidak mengetahui hal-hal yang kecil-kecil (juziyat)
dan (3) pengingkaran kebangkitan dan pengumpulan jasad hari kiamat5.
1. Keqadiman Alam.
Mengenai masalah alam qadim, antara kaum teologi dan kaum filosof,
memang terdapat perbedaan tentang arti ‫ األحداث‬dan ‫قديم‬. Bagi kaum teolog
“Al Ihdas” mengandung arti menciptakan dari tiada. Sementara itu, menurut
kaum filsuf kata itu berarti menciptakan dari “ada”. Adam (tiada), kata Ibn
3
Ibid,. hlm. 173.
4
Ibrahim, Filsafat Islam Masa Awal.(Makasar; percetakan carabaca,2016), hlm. 104.
5
Ahmad Fuad al-Ahwany, “Segi-Segi Pemikiran Filsafat Dalam Islam”, Dalam Ahmad Daudy (ed.)
(Jakarta: Bulan Bintang, 1984), hlm. 66
Mata Kuliah : Filsafat Islam
Dosen : Dr. H. Kasmuri, M.A
Prodi : Ilmu Hadits
Semester : VI (Enam) a.
Hari / Tanggal : Kamis, 27 Mei 2021.

Rusyd tidak bisa dirubah menjadi wujud (ada). Yang terjadi adalah wujud
berubah menjadi wujud dalam bentuk lain6.
Demikian juga kaum teolog, qadi>m mengandung arti sesuatu yang
berwujud tanpa sebab. Bagi kaum filsuf qadim tidak mesti mengandung arti
hanya sesuatu yang berwujud tanpa sebab, tetapi boleh juga berarti “sesuatu
yang berwujud dengan sebab”. Dengan kata lain, sungguh pun disebabkan ia
boleh bersifat qadi>m, yaitu tidak mempunyai permulaan dalam wujud
Qadim. Dengan demikian, adalah sifat bagi sesuatu yang dalam kejadian
kekal, kejadian terus menerus yaitu kejadian yang tidak bermula dan tak
berakhir7.
Dalam pemikiran al-Ghazali, sewaktu Tuhan menciptakan alam, yang ada
hanya Tuhan. Tidak ada sesuatu yang lain selain Tuhan. Terhadap pemikiran
al–Ghazali tersebut Ibn Rusyd mengajukan bantahannya, bahwa sewaktu
Tuhan menciptakan alam sudah ada sesuatu di samping Tuhan. Dari sesuatu
yang telah ada dan diciptakan Tuhan, itulah Tuhan menciptakan alam.
2. Tuhan Tidak Mengetahui Perincian (Juz’iyat).
Allah mengetahui segala sesuatu yang di langit dan yang di bumi, baik
sebesar zarrah sekalipun adalah suatu hal yang telah digariskan dengan jelas
dalam al-Qur’an, sehingga telah merupakan konsensus dalam kalangan umat
Islam. Hanya bagaimana Tuhan mengetahui hal-hal yang parsial (juz’iyat)
terdapat perbedaan jawaban yang diberikan8.
Terhadap tuduhan al-Ghazali, bahwa Tuhan tidak mengetahui princian
yang ada dalam alam ini, Ibn Rusyd mengatakan bahwa al Ghazali salah
paham, karena tidak pernah kaum filosof mengatakan yang demikian.19
Menurut Ibn Rusyd Tuhan mengetahui sesuatu dengan dzatNya. Pengetahuan

6
Ibn Rusyd, Tahafut at-Tahafut, Tahqiq Sulaiman Dunia, (Kairo, Dar al Ma’arif, 1964), hlm. 362
7
Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1985), hlm. 53.
8
Ahmad Daudy, Kuliah Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), hlm. 176.
Mata Kuliah : Filsafat Islam
Dosen : Dr. H. Kasmuri, M.A
Prodi : Ilmu Hadits
Semester : VI (Enam) a.
Hari / Tanggal : Kamis, 27 Mei 2021.

Tuhan tidak bersifat juz’i maupun bersifat kulli. Pengetahuan Tuhan tidak
mungkin sama dengan manusia, karena pengetahuan Tuhan merupakan sebab
dari wujud, sedangkan pengetahuan manusia adalah akibat 9. Bagi Ibn Rusyd
bahwa Tuhan tidak mengetahui peristiwa-peristiwa kecil. Tuhan tidak
mengetahui perincian itu dengan ilmu baru, di mana syarat ilmu baru itu
dengan kebaharuan peristiwa dan perincian tersebut, karena Tuhan menjadi
sebab (illat) bagi perincian tersebut, bukan menjadi akibat (musabbab) dari
padanya seperti halnya dengan ilmu baru. Ilmu Tuhan bersifat qadim tidak
berubah, karena perubahan peristiwa. Ini dimaksudkan untuk menjaga
kesucian Tuhan Yang Maha Mengetahui segala-galanya.
3. Kebangkitan Jasmani Tidak Ada.
Bagi Ibn Rusyd bahwa Tuhan tidak mengetahui peristiwa-peristiwa kecil.
Tuhan tidak mengetahui perincian itu dengan ilmu baru, di mana syarat ilmu
baru itu dengan kebaharuan peristiwa dan perincian tersebut, karena Tuhan
menjadi sebab (illat) bagi perincian tersebut, bukan menjadi akibat
(musabbab) dari padanya seperti halnya dengan ilmu baru. Ilmu Tuhan
bersifat qadim tidak berubah, karena perubahan peristiwa. Ini dimaksudkan
untuk menjaga kesucian Tuhan Yang Maha Mengetahui segala-galanya.
Ibn Rusyd menjelaskan bahwa para filosof tidak menyebutkan masalah
pembangkitan jasmani. Semua agama menurut Ibn Rusyd mengakui adanya
hidup kedua di akhirat meskipun ada perbedaan pendapat mengenai
bentuknya. Namun, perlu disadari maksud pokok dari syari’at adalah
menghimbau manusia untuk selalu melakukan perbuatan terpuji dan
meninggalkan perbuatan jahat sehingga ajaran yang dibawa oleh agama harus
sesuai dengan tanggapan dan pemikiran orang awam10.

9
Harun Nasution ,. Loc.cit.
10
Ibn Rusyd, Op.cit,. hlm. 864.
Mata Kuliah : Filsafat Islam
Dosen : Dr. H. Kasmuri, M.A
Prodi : Ilmu Hadits
Semester : VI (Enam) a.
Hari / Tanggal : Kamis, 27 Mei 2021.

Ibn Rusyd berpendapat Tuhan menciptakan semenjak Qidam. Sebaliknya,


al-Ghazali tidak semenjak Qidam. Kedua pihak mengakui adanya hari
perhitungan dan yang di permasalahkan adalah apakah yang menghadapi
perhitungan itu roh atau tubuh, ataukah hanya roh manusia saja. Menurut Ibn
Rusyd hanya roh, sedangkan menurut al-Ghazali tubuh dan roh. Kedua
golongan sama-sama mengakui bahwa Tuhan mengetahui perincian (juz’iyat)
dan yang dipersoalkan kaum filsuf cara Tuhan mengetahui yang juz’iyat itu.
Kedua filsuf hanya terlibat dalam perbedaan ijtihad, dan perbedaan ijtihad itu
lumrah dalam Islam, tidak membawa kepada kekafiran. Bahkan, Nabi
Muhammad bersabda, “Jika seorang benar dalam ijtihadnya mendapat dua
pahala, dan jika salah, mendapat satu”
C. Pengetahuan menuju Tuhan.
Pengetahuan Tuhan, Ibnu Rusyd membela pendapat Aristo yang
memandang bahwa Tuhan merupakan akal murni yang tinggi. Oleh karena itu,
pengetahuan dari akal yang tinggi harus merupakan pengetahuan tertinggi, agar
persesuaian antara yang mengetahui dan yang diketahui. Sesuatu yang diketahui
Tuhan menjadi sebab adanya pengetahuan Tuhan. Jadi, kalau Tuhan mengetahui
hal-hal yang kecil itu berarti pengetahuan Tuhan kurang sempurna.
Dalil Inayah, segala yang ada dalam alam ini sesuai dengan kehidupan
manusia serta makhluk lain. Persesuaian ini menunjukkan adanya penciptaan yang
rapi dan teratur, yang didasarkan atas ilmu dan kebijaksanaan. Seperti siang dan
malam, matahari dan bulan, empat musim dan hewan, tumbuhtumbuhan dan
hujan, kesemuanya itu sesuai untuk kehidupan manusia, seolah-olah semuanya itu
dijadikan untuknya. Perhatian dan kebijaksanaan Tuhan tampak jelas dalam
susunan tubuh manusia dan hewan.
Setiap makhluk terdapat gejala hidup yang berlainan serta tingkatan
pekerjaannya, semakin tinggi tingkatan makhluk semakin tinggi pula tingkatan
Mata Kuliah : Filsafat Islam
Dosen : Dr. H. Kasmuri, M.A
Prodi : Ilmu Hadits
Semester : VI (Enam) a.
Hari / Tanggal : Kamis, 27 Mei 2021.

pekerjaannya, serta tanggungjawabnya. Misalnya manusia lebih tinggi


tingkatannya dari hewan karena akal, hewan lebih tinggi tingkatannya dari
tumbuh-tumbuhan karena instinknya, semuanya ini menunjukkan adanya pencipta
yang menghendaki sebagian lebih tinggi dari yang lainnya11.
D. Teori gerak.
pengetahuan tentang penciptaan alam, Rushd menganut teori Kausalitas
(hukum sebab-akibat). Dia berpendapat bahwa memahami alam harus dengan
dalil-dalil tertentu agar dapat sampai kepada hakikat dan eksistensi alam. Terdapat
tiga dalil sekurang-kurangnya untuk menjelaskan teori itu, kata Rushd. Pertama,
dalil inayah yakni dalil yang mengemukakan bahwa alam dan seluruh kejadian
yang ada di dalamnya, seperti siang dan malam, matahari dan bulan, semuanya
menunjukkan adanya penciptaan yang teratur dan rapi yang didasarkan atas ilmu
dan kebijaksanaan.
Dalil ini mendorong orang untuk melakukan penyelidikan dan penggalian
yang terus menerus sesuai dengan pandangan akal fikirannya. Dalil ini pula yang
akan membawa kepada pengetahuan yang benar sesuai dengan ketentuan Alquran.
Kedua, dalil ikhtira' yaitu asumsi yang menunjukkan bahwa penciptaan alam dan
makhluk di dalamnya nampak jelas dalam gejala-gejala yang dimiliki makhluk
hidup.
Semakin tinggi tingkatan makhluk hidup itu, kata Rushd, semakin tinggi
pula berbagai macam kegiatan dan pekerjaannya. Hal ini tidak terjadi secara
kebetulan. Sebab, bila terjadi secara kebetulan, tentu saja tingkatan hidup tidak
berbeda-beda. Ini menunjukkan adanya pencipta yang mengatur kehidupan. Dalil
ini sesuai dengan syariat Islam, dimana banyak ayat yang menunjukkan perintah
untuk memikirkan seluruh kejadian alam ini. Ketiga, dalil gerak disebut juga dalil
penggerak pertama yang diambil dari Aristoteles. Dalil tersebut mengungkapkan
bahwa alam semesta bergerak dengan suatu gerakan yang abadi, dan gerakan ini
11
Ibrahim. Op.cit,. hlm. 257.
Mata Kuliah : Filsafat Islam
Dosen : Dr. H. Kasmuri, M.A
Prodi : Ilmu Hadits
Semester : VI (Enam) a.
Hari / Tanggal : Kamis, 27 Mei 2021.

mengandung adanya penggerak pertama yang tidak bergerak dan berbenda, yaitu
Tuhan.
Menurut Rushd, benda-benda langit beserta gerakannya dijadikan oleh
Tuhan dari tiada dan bukan dalam zaman. Sebab, zaman tidak mungkin
mendahului wujud perkara yang bergerak, selama zaman itu kita anggap sebagai
ukuran gerakannya. Jadi gerakan menghendaki adanya penggerak pertama atau
sesuatu sebab yang mengeluarkan dari tiada menjadi wujud. Rushd yang juga
dikenal sebagai 'pelanjut' aliran Aristoteles ini, menilai bahwa substansi yang lebih
dahulu itulah yang memberikan wujud kepada substansi yang kemudian tanpa
memerlukan kepada pemberi form (Tuhan) yang ada di luarnya12.
Adapun intisari dari pendiriannya adalah sebagai berikut:
1. Tuhan yang ada (bersifat wujud) itu adalah penggerak bagi segenap ala
mini.
2. Sifat-sifat Tuhan adalah bersatu tunggal dengan zatNya Yang Maha
Agung.
3. Ilmu Tuhan terhadap segala makhluk-Nya tidaklah memerlukan tahu
sampai kepada perincian segala sesuatu.
4. Sifat Nabi sangat erta hubungannya dengan mu’jizat.
5. Kepercayaan kepada qadha dan qadar harus diartikan bahwa secara
keseluruhan Tuhan menetapkan sesuatu13.
E. Kritik terhadap teori emanasi.
Dalam wujud Tuhan, Al-Farabi dan Ibn Sina memunculkan pendapat Dalil
Al Wajib wa Al Mumkin. Bahwa yang ada ini dibagi menjadi dua; Wajibal Wujud
(necessary being), dan Mumkinul Wujud (possible being). Wajibal Wujud lah yang

12
Ilim Abdul Halim, “PEMIKIRAN FILOSOFIS DAN ILMIAH DARI AVERROISME”. Jaqfi: Jurnal
Aqidah dan Filsafat Islam. Hlm. 58.
13
Nurnaningsih Nawawi, Op.cit,. hlm. 175.
Mata Kuliah : Filsafat Islam
Dosen : Dr. H. Kasmuri, M.A
Prodi : Ilmu Hadits
Semester : VI (Enam) a.
Hari / Tanggal : Kamis, 27 Mei 2021.

menyebabkan Mumkinul Wujud, sehingga hubungan keduanya bersifat


emanasionistis.
Menurut Jamil Shaliba, pembagian di atas tidak dijumpai di antara para
filsuf selain Ibn Sina, sehingga karena itulah Ibn Rusyd menilai negatif
terhadapnya. Ibn Rusyd menilai, bahwa Ibn Sina telah mengikuti metode teolog,
khususnya Al Juwaini, yang menyatakan bahwa alam seluruhnya ini diliputi oleh
pelbagai kemungkinan. Ibn Sina berpendapat bahwa segala yang ada selain Allah,
adalah mumkin dan jaiz.
Ibn Rusyd menyatakan, jika dalam teori tersebut dikatakan bahwa bisa saja
terjadi keadaan yang berlawanan dengan keadaan alam saat ini, misalnya matahari
terbit di barat dan terbenam di timur, air bergerak ke tempat yang tinggi, batu jatuh
ke atas, maka hal itu baru sebatas retorika saja. Sebab secara aksiomatik, hal
tersebut terbukti tidak benar dengan sendirinya. Sedangkan terhadap pandangan
yang menyatakan bahwa yang jaiz itu adalah baru dan dibuat oleh pembuatnya,
maka hal itu menurut Ibn Rusyd tidak jelas dan debatable. Kenyataannya, Plato
membolehkan sesuatu yang jaiz secara azali, sementara Aristoteles menolaknya.
Maka, hal itu merupakan masalah yang sangat niscaya dan mungkin terjadi.
Jika dikatakan bahwa yang jaiz itu terjadi karena disengaja oleh pembuat
yang menghendakinya, sedangkan yang terjadi karena kehendak adalah sesuatu
yang baru, maka disimpulkan bahwa yang jaiz itu terjadi karena kehendak
pembuatnya. Sebeb, setiap aktivitas dapat berlangsung karena proses alamiah atau
karena adanya kehendak. Maka, Ibn Rusyd mengambil kesimpulan bahwa alam ini
terjadi karena sesuai dengan kehendak-Nya.
Ibn Rusyd juga menilai bahwa orang yang berpandangan seperti yang
disebutkan di atas adalah orang-orang yang tidak mengerti hukum alam. Hal itu
terjadi karena mereka menyerupakan atau paling tidak menganalogikan
pengetahuan Allah dengan pengetahuan makhluk yang amat terbatas dan lemah
Mata Kuliah : Filsafat Islam
Dosen : Dr. H. Kasmuri, M.A
Prodi : Ilmu Hadits
Semester : VI (Enam) a.
Hari / Tanggal : Kamis, 27 Mei 2021.

ini.Teori emanasi yang banyak diusung oleh para filsuf, juga tidak luput dari kritik
Ibn Rusyd. Teori emanasi yang menyatakan bahwa alam ini diciptakan bukan dari
ketiadaan melainkan melimpah atau keluar dari Wujud Pertama, mendapat kritik
tajam dari Ibn Rusyd.
Menurut Ibn Rusyd teori ini dibangun atas pemikiran yang berasal dari
buku Theologia Aristoteles dan Liber de Causis yang dinisbahkan secara gegabah
kepada Aristoteles oleh kaum Neo-Platonis. Ironinya, di kalangan filsuf muslim,
semacam Al-Farabi dan Ibn Sina justru mengikuti dan mengembangkannya. Tak
berlebihan jika dikatakan, hampir tidak dijumpai dalam sejarah filsafat Islam ada
seorang filsuf yang dengan gencar dan secara tajam melancarkan kritik dalam
masalah emanasi melebihi Ibn Rusyd. Kegigihannya dalam masalah tersebut
adalah dalam rangka mengembalikan dan memurnikan pendapat Aristoteles yang
sebenarnya. Karena, menurut Ibn Rusyd, filsuf Yunani tersebut sama sekali tidak
pernah berpendapat demikian, dan tidak pernah dijumpainya dalam karya-
karyanya.
Dikatakan dalam teori emanasi bahwa wujud-wujud yang melimpah itu
muncul dari Sebab Pertama, dan melalui satu daya yang melimpah itu alam
seluruhnya adalah satu, sehingga setiap bagian alam mempunyai kaitan yang utuh,
tak ubahnya seperti bagian-bagian tubuh makhluk yang bermacam-macam dengan
fungsi masing-masing, namun tetap merupakan satu kesatuan. Maka, dikatakan,
dari yang Satu hanya keluar satu juga. Ibn Rusyd menilai bahwa teori emanasi
tersebut sebagai teori yang tidak dibangun atas proposisi-proposisi yang akurat dan
meyakinkan, melainkan didasarkan pada praduga yang tidak valid. Maka, ia
menyatakan bahwa Al-Farabi dan Ibn Sina dituding sebagai yang paling
bertanggung jawab atas munculnya teori “Bid’ah” tersebut, lalu diikuti oleh
banyak orang, dan dikatakan bahwa hal itu merupakan pandangan para filsuf.
Mata Kuliah : Filsafat Islam
Dosen : Dr. H. Kasmuri, M.A
Prodi : Ilmu Hadits
Semester : VI (Enam) a.
Hari / Tanggal : Kamis, 27 Mei 2021.

Dengan munculnya teori emanasi itu, jelas Ibn Rusyd menolaknya.


Menurutnya, mungkin saja dari yang Satu itu muncul multiplisitas (wujud yang
banyak), yang berbeda dalam materi, bentuk, dan jaraknya dari yang Satu itu. Ibn
Rusyd juga menegaskan bahwa terori emanasi yang dibawa oleh Al-Farabi dan
diikuti oleh Ibn Sina itu sama sekali bukan berasal dari Aristoteles atau para filsuf
peripatetik lainnya. Pandangan tersebut berasal dari Porphyre, yang bukan seorang
peripatetik sejati melainkan seorang Neo-Plotinus. Menurut Ibn Rusyd, Aristoteles
telah menggabungkan antara wujud sensible (Al Mahsus, empirik) dan wujud
rasionable (Al Ma’qul, ideal), lalu mengatakan bahwa “alam ini satu dan keluar
dari Yang Satu”. Yang Satu itu dari satu sisi merupakan sebab bagi kesatuan dan
dari sisi lain menjadi sebab bagi adanya keberagaman. Namun, banyak yang
kesulitan memahami pengertian pernyataan tersebut. Maka, Ibn Rusyd
menjelaskan bahwa dari yang Satu itu muncul “satu daya”, dan karena daya itulah
terjadi semua wujud sesuai ragam dan bentuknya.
Dalam penjelasannya, Ibn Rusyd menegaskan bahwa proses munculnya
wujud yang banyak itu dari Allah. Bahwa alam dan seluruh isinya terkait antara
satu dengan lainnya, dan kaitan itulah yang menjadikan adanya bagian-bagian itu
saling mempengaruhi dan menggantungkan antara satu dengan lainnya, dan
akhirnya secara keseluruhan alam tergantung pada Sebab Pertama. Oleh karena
itulah diyakini bahwa alam seisinya yang beraneka ragam ini merupakan karya
Allah, dan muncul sebagai ciptaan-Nya, karena Dia yang membuat adanya
keterkaitan tersebut sehingga menjadi satu kesatuan. Menurut Ibn Rusyd “Pembuat
kaitan-kaitan tersebut adalah Pembuat Wujud” Demikianlah Ibn Rusyd memahami
pengertian perkataan Aristoteles bahwa “alam ini satu dan keluar dari Yang Satu”.
Dari pernyataan itu Ibn Rusyd yakin bahwa Allah menciptakan alam dengan
kehendak dan kemauan-Nya secara hakiki bukan simbolik dan manipulatif. Ini
adalah bentuk penolakan yang tegas terhadap teori emanasi yang menyatakan
Mata Kuliah : Filsafat Islam
Dosen : Dr. H. Kasmuri, M.A
Prodi : Ilmu Hadits
Semester : VI (Enam) a.
Hari / Tanggal : Kamis, 27 Mei 2021.

bahwa penciptaan alam mini terjadi secara simbolik, karena ia berlangsung


melalui pemancaran dari satu wujud ke wujud berikutnya14.

14
Sujiat Zubaidi Saleh, “Kritik Ibn Rusyd Terhadap Pandangan Para Filsuf Tentang Ketuhanan”. Vol.
5, No. 1, Jumadal Ula 1430, Jurnal TSAQAFAH. Hlm. 106-111.
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Gharib Jaudah, 2007. 147 Ilmuwan Terkemuka Dalam Sejarah Islam,
Terj. Muhyiddin Mas Rida. Jakarta; Pustaka Al-Kautsar.
Nurnaningsih Nawawi, 2017. Tokoh Filsuf Dan ERA Keemasan Filsafat.(Makassar:
Pusaka Almaida Makassar.
Ibrahim, Filsafat Islam Masa Awal.Makasar; percetakan carabaca,2016), hlm. 104.
Ahmad Fuad al-Ahwany, 1984. “Segi-Segi Pemikiran Filsafat Dalam Islam”, Dalam
Ahmad Daudy (ed.). Jakarta: Bulan Bintang,
Ibn Rusyd, 1964. Tahafut at-Tahafut, Tahqiq Sulaiman Dunia, Kairo, Dar al Ma’arif,
Harun Nasution, 1985. Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang,
Ahmad Daudy, 1986. Kuliah Filsafat Islam, Jakarta: Bulan Bintang,
Ilim Abdul Halim, “PEMIKIRAN FILOSOFIS DAN ILMIAH DARI
AVERROISME”. Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam.
Sujiat Zubaidi Saleh, “Kritik Ibn Rusyd Terhadap Pandangan Para Filsuf Tentang
Ketuhanan”. Jurnal TSAQAFAH. Vol. 5, No. 1, Jumadal Ula 1430.

Anda mungkin juga menyukai