Disusun oleh:
Fahruddin Majid
402019222027
FAKULTAS USHULUDDIN
PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM
UNIVERSITAS DARUSSALAM
GONTOR PONOROGO
1444/2022
BAB I
PENDAHULUAN
Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, peneliti merumuskan masalah yang akan menjadi topik
utama pembahasan, yaitu:
Tujuan Penelitian
1
BAB II
PEMBAHASAN
Imam Ghazali memiliki nama lengkap Abu Hamid Ibn Muhammad Ibn
Ahmad Al-Ghazali. Ia lahir di kota kecil yang terletak di dekat Thus, Provinsi
Khurasan, Republik Islam Irak pada tahun 450 H (1058 M).1 Nama Al -Ghazali
sendiri berasal dari kata ghazzal, yang berarti tukang menenun benang, karena
pekerjaan ayahnya adalah menenun benang wol. Nama ayahnya kurang begitu di
kenal namun kakeknya adalah orang yang terpandang pada masanya. Ayahnya
meninggal pada usia muda sehingga meninggalkan dia dalam asuhan ibu dan
kakeknya. Ayahnya meninggal pada usia muda sehingga meninggalkan dia
dalam asuhan ibu dan kakeknya. Al- Ghazali disebut-sebut sebagai nama sebuah
desa di distrik Thus, provinsi Khurasan, Persia. Beberapa orang beranggapan
bahwa kata Ghazali juga diambil dari kata ghazalah, yaitu nama kampung
kelahiran Al Ghazali dan inilah yang banyak dipakai, sehingga namanya pun
dinisbatkan oleh orang-orang kepada pekerjaan ayahnya atau kepada tempat
lahirnya.2
1
Sirajuddin, Filsafat Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007) , hlm. 155
2
Hasyimiyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), hlm. 77.
3
Umdatul Hasanah, Epistemologi Al-Ghazali, (Jurnal Al-Fath, 2007), Vol. 01, No. 01
(Januari-Juni), hlm. 64
2
dibawah bimbingan Imam Abu Nashr Ismail, seorang ulama besar dalam bidang
Bahasa Arab dan Nahwu.
3
dalam keadaan berpindah-pindah antara Damaskus, Yerussalem, Hijaz, dan
Thus yang berisi paduan antara fikih, tasawuf, dan filsafat;
5. Al-Munqids min al-Dhalal (Penyelamat Dari Kesesatan), buku ini
merupakan sejarah perkembangan alam pikiran Al-Ghazali sendiri dan
merefleksikan sikapnya terhadap beberapa macam ilmu serta jalan mencapai
Tuhan;
6. Al-Ma’arif al-‘Aqliah (Pengetahuan Yang Rasional);
7. Misykat al-Anwar (Lampu Yang Bersinar Banyak), buku ini berisi
pembahasan tentang akhlak dan tasawuf;
8. Minhaj al-‘Abidin (Jalan Mengabdikan Diri Kepada Tuhan);
9. Al-Iqtishad fi al-‘Itiqad (Moderasi Dalam Akidah);
10. Ayyuha al-Walad (Wahai Anak), buku ini berisi pelajaran tentang akhlak
seorang anak dalam aqidah Islam;
11. Al-Mustashfa;
12. Iljam al-‘Awwam ‘an ‘Ilm al-Kalam;
13. Mizan al-‘Amal;
14. Mahakk al-Nazhar.6
6
Ali Mahdi Khan, Dasar-Dasar Filsafat Islam: Pengantar Ke Gerbang Pemikiran,
(Bandung: Nuansa, 2004), hlm 135.
7
Tim Penulis Rosda, Kamus Filsafat, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995), hlm. 96
8
Miska Muhammad Amin, Epistemologi Islam, (Jakarta: UI Press, 1983)
4
justifikasi, dan rasionalitas keyakinan.9 Terdapat dua aliran besar dalam
epistemologi, Pertama adalah Idealisme atau lebih populer dengan sebutan
Rasionalisme yang menekankan pentingnya peran akal, idea, sebagai sumber
pengetahuan. Sedangkan aliran kedua yaitu Realisme atau Empirisme yang lebih
menekankan peran indera sebagai sumber ilmu pengetahuan.10
9
Tedi Priatna, Filsafat Ilmu Untuk Pendidikan, (Bandung, Jawa Barat: Trussmedia Grafika,
2020), hlm. 16.
10
M. Amin Abdullah, Filsafat Islam, seri Filsafat Islam, No.2, (Yogyakarta: Lembaga Studi
Filsafat Islam, 1992), hlm. 28
11
M. Bahri Ghazali, Konsep Ilmu menurut Al-Ghazali, suatu tinjauan Psikologik-Pedagogik,
(tanpa daerah: Penerbit CV. Pedoman Ilmu Jaya, tanpa tahun), hlm. 83
5
Al-Ghazali juga mendefinisikan ilmu pengetahuan, definisi tersebut
tertulis dalam ar-Risalah al Ladunniyyah, ia mengatakan:
Knowledge (al-‘ilm) is the presentation, by rational,
tranquilized soul (al-nafs al-nathiqah al-muthma’innah), of the
real meaning of things, their outward forms-when divested of
matter inthemselves-their modes, their quantities, their substance,
and their essences, if they are sImāmple. So, the knower
(al-‘alim) is the one who comprehends and perceipes and
apprehends, and that which is known (al-ma’lum) is the essence
of the thing, the knowledge of which is engraved upon the soul.12
Dari kutipan di atas al-Ghazali mengindikasikan bahwasannya objek
daripada ilmu pengetahuan akan menjadi sebuah ilmu pengetahuan setelah
memahami arti, tujuan, kuantitas, substansi, dan esensi yang dapat di nalar
setelah dipersepsi oleh akal dan jiwa yang tenang. Untuk mencapai hal
demikian, kiranya ada beberapa langkah yang harus diambil oleh para penuntut
ilmu pengetahuan umumnya, khususnya para muslimin dan muslimat.
Kemudian Al-Ghazali mengklasifikasi ilmu pengetahuan berdasarkan
kewajiban mempelajarinya, yaitu ‘ilmu fardhu ‘ain dan ‘ilmu fardhu kifayah.
1. ‘Ilmu Fardhu ‘Ain
Kata fardhu ‘ain merujuk pada hukum Islam, yang berarti wajib
dilakukan secara individual. Dengan begitu ‘ilmu fardhu ‘ain berarti ilmu
yang wajib hukumnya dipelajari secara individual seorang muslim. Ilmu-
ilmu tersebut ialah ilmu yang berkaitan dengan agama Islam, yang tentunya
bersumber pada Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW.
Banyak ayat al-Qur’an yang berbicara perihal keutamaan ilmu dan
ketinggian derajat. Pada periode awal Islam, ilmu mengacu pada dua
hal, yaitu ‘ilm dan fiqh. ‘Ilm digunakan oleh al-Qur’an dan hadith untuk
mengacu kepada pengetahuan wahyu (revealed knowledges), yang pasti dan
absolut, sedangkan fiqh lebih bersifat keilmuan dan rasional.
12
Hamid Fahmy Zarkasyi, Al-Ghazālī’s Concept of Causality, With Reference to His
interpretations of reality and knowledge, (Malaysia: IIUM Press, 2010), hlm. 149.
6
‘Ilmu fardhu ‘ain berkenaan dengan tiga hal, yaitu i’tiqad (hal-hal
yang wajib diimani), ‘amal, larangan.13 Kewajiban untuk mencari
pengetahuan tentang ketiga aspek kehidupan ini diisyaratkan oleh
munculnya perkembangan baru dan lingkungan yang berubah dalam
kehidupan individu.14
2. ‘Ilmu Fardhu Kifayah
Kata fardhu kifayah sama seperti kata fardhu ‘ain, yang merujuk
pada hukum Islam, yang berarti ilmu yang kewajiban mempelajarinya akan
terpenuhi jika sudah ada yang mewakilinya. ‘Ilmu fardhu kifayah mencakup
ilmu-ilmu yang penguasaannya wajib bagi suatu masyarakat Muslim tapi
tidak mengikat bagi tiap individu.
‘Ilmu fardhu kifayah terbagi menjadi dua, yaitu ilmu-ilmu agama
(syar’iyyah), yang mempelajari tentang wahyu Allah dan Sunnah
Rasulullah, seperti ilmu tafsir, hadith, fiqh, ushul al-fiqh, dan lain-lain, serta
ilmu non agama (ghayru syar’iyyah) yang berasal dari hasil penalaran akal
manusia, pengalaman, dan percobaan, seperti kedokteran, matematika,
ekonomi, astronomi, dan lain.15 Ilmu ini berkaitan dengan fisik dan objek-
objek yang berhubungan dengannya, yang dapat dicapai melalui
penggunaan daya intelektual dan jasmaniah. Ilmu pengetahuan ini bersifat
tanpa pola dan pencapaiannya menempuh jalan yang bertingkat-tingkat.
13
Al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din, (Beirut: Dar al-Fikr, 1995) hlm. 27
14
Ibid, hlm. 28
15
Al-Ghazālī, al-Risālah al-Lāduniyah dalam Majmu’atu Rasāil, (Kairo: Maktabah
Taufiqiyah, tanpa tahun), hlm. 244.
7
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Epistemologi merupakan cabang filsafat yang berkaitan dengan hakikat dan teori
pengetahuan. Dalam pembahasannya, Epistemologi memiliki dua aliran yang terkenal
yaitu Rasionalisme dan Empirisme. Al-Ghazali memiliki pandangan bahwa kebenaran
keduanya belum smepurna, karena keduanya memiliki batas-batas akal pikiran sebagai
satu instrumen pengetahuan. Dengan begitu, Al-Ghazali berusaha memadukan antara
keberadaan (eksistensi) indra dan akal dengan kebenaran hakiki. Karena menurutnya,
hakikat pengetahuan adalah monokhotomik, yaitu ilmu itu semata-mata berasl dari satu
sumber yakni merupakan milik Allah.
8
Daftar Pustaka
A. Heris Hermawan dan Yaya Sunarya, Filsafat, (Bandung : CV Insan Mandiri, 2011)
Ali Mahdi Khan, Dasar-Dasar Filsafat Islam: Pengantar Ke Gerbang Pemikiran,
(Bandung: Nuansa, 2004)
Al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din, (Beirut: Dar al-Fikr, 1995)
_________, al-Risālah al-Lāduniyah dalam Majmu’atu Rasāil, (Kairo: Maktabah
Taufiqiyah, tanpa tahun)
Hamid Fahmy Zarkasyi, Al-Ghazālī’s Concept of Causality, With Reference to His
interpretations of reality and knowledge, (Malaysia: IIUM Press, 2010)
Hasyimiyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999)
Miska Muhammad Amin, Epistemologi Islam, (Jakarta: UI Press, 1983)
M. Amin Abdullah, Filsafat Islam, seri Filsafat Islam, No.2, (Yogyakarta: Lembaga
Studi Filsafat Islam, 1992)
M. Bahri Ghazali, Konsep Ilmu menurut Al-Ghazali, suatu tinjauan Psikologik-
Pedagogik, (tanpa daerah: Penerbit CV. Pedoman Ilmu Jaya, tanpa tahun)
Sirajuddin, Filsafat Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007)
Tim Penulis Rosda, Kamus Filsafat, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995)
Tedi Priatna, Filsafat Ilmu Untuk Pendidikan, (Bandung, Jawa Barat: Trussmedia
Grafika, 2020)
Umdatul Hasanah, Epistemologi Al-Ghazali, (Jurnal Al-Fath, 2007), Vol. 01, No. 01
(Januari-Juni)