Anda di halaman 1dari 16

SUHRAWARDI DAN KAUM ILUMINSIONIS

Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mandiri sebagai


Materi persentasi pada mata kuliah
Studi Keislama Kontemporer

Dosen Pembimbing
Dr. Hj. Muliati, M.Ag

Disusun oleh:
Zul Fahmi Saenong Amiluddin
Nim : 2120203886108044

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PASCA SARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PARE PARE

2022

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada dasarnya Islam sangat menghargai filsafat. Islam bahkan

memberikan sinyal positif terhadap pencarian untuk menggunakan akal atau

logika dan pengembangan filsafat. Hal ini dibuktikan ilmuwan Muslim yang

secara gencar-gencarnya membahas tentang metafisika, alam maupun manusia.

Meskipun secara historisnya, tidak sedikit yang mengkritik filsafat.

Sejarah mencatat bahwa ada lima aliran filsafat Islam yang tumbuh dan

berkembang secara signifikan di dunia Islam, memfokuskan pembahasan tentang

metafisika. Salah satunya adalah iluminasionisme, yang mana sebelumnya telah

membahas tentang peripatetisme dan gnosisme. Urutan ini bukan tanpa tujuan,

dimana tujuan iluminasionisme diletakkan pada urutan ketiga yakni sebagai

gabungan dari aliran peripatetik dan aliran gnosis. Peripatetik memfokuskan pada

rasional atau filsafat dan gnosis memfokuskan pada tasawuf, sehingga

iluminasionisme adalah gabungan dari filsafat dan tasawuf, sehingga filsafat

iluminasi ini dapat dipahami dengan terlebih dahulu mengetahui filsafat

Peripatetik dan gnosis atau tasawuf.

Aliran filsafatnya dikenal sebagai Isyraqiyyah atau filsafat iluminasi yang

sebagai ilmu tentang cahaya, secara lebih tegas aliran ini hanya bertumpu kepada

argumentasi rasional, demonsrasi rasional serta berjuang secara keras melawan

hawa nafsu dan mensucikan jiwa. cara ini bertujuan untuk menyingkap hakikat,

seseorang tidak akan mampu menyingkap hakikat apabila ia hanya menggunakan

argumentasi dan demonstrasi rasional semata, tanpa menggunakan intuisinya,

sehingga filsafat ini memadukan antara latihan intelektual teoritik melalui filsafat.

2
Berikut ini akan dijelaskan pengertian filsafat Iluminasionisme, bagaimana

perkembangannya, siapa saja tokoh serta karyanya dan bagaimana jejak

ilmumanisionisme dalam pemikiran pendidikan Islam.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Sejarah singkat Syihabudin Suhrawardi?

2. Bagaimana Perkembangan Ilumanisionisme Dalam Khazanah Pemikiran

Islam?

3. Bagaimana Jejak Ilumanisionisme dalam Pemikiran Pendidikan Islam?

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Syihabudin Suhrawardi

Syihab al-Din ibn Habasy ibn Amirak ibn Abu al-Futuh al-Suhrawardi

merupakan nama asli Suhrawardi. Ia lahir pada tahun 548 H/1153 M1 di

Suhraward, sebuah daerah di bagian Barat Laut Iran. Ia dikenal dengan syekh al-

isyraq atau master of illuminationist (bapak pencerahan), al-Hakim (sang bijak),

alsyahid (sang martir), dan al-maqtul (yang terbunuh). Awalnya Suhrawardi

belajar filsafat dan teologi kepada Majd al-Din alJili di Maraghah, belajar sekelas

dengan Fakhruddin al-Razi. Kemudian ia pergi ke kota Isfahan untuk belajar

logika dan memperdalam filsafat kepada Fakhr al-Din al-Mardini dan kepada al-

Qari al-Farsi mengkaji kitab karangan Ibn Sahlan al-Sawi. Di samping itu, ia juga

merantau ke Persi, Anatolia, Damaskus, dan Siria untuk bergabung dengan para

sufi untuk belajar tasawuf serta hidup secara asketis.

Selanjutnya Ia pergi ke kota Halb (Aleppo) dan belajar kepada al-Syafir

Iftikharuddin. Di kota ini ia mulai terkenal dan akhirnya membuat iri para fuqaha’

yang lain, sehingga mereka mengecam dan melaporkannya kepada penguasa kota

Halb, Sultan al-Malik al-Dzahir al-Ghani putra Shalah al-Din al-Ayyubi. Sang

pangeran kemudian melangsungkan suatu sidang yang dihadiri para fuqoha’ dan

teolog. Namun, Suhrawardi berhasil mengemukakan argumentasi-argumentasi

yang kuat, sehingga membuatnya menjadi dekat dengan al-Dzahir. Dan akhirnya

ia diberi sambutan dengan sangat baik.

Orang-orang yang dengki terhadapnya merasa kecewa, mereka mengirim

surat kepada Shalah al-Din al-Ayyubi. Mereka memperingatkan Shalah al-Din al-

Ayyubi tentang bahaya yang akan menyesesatkan aqidah al-Dzahir karena terus

bersahabat dengan Suhrawardi. Kemudian al-Ayyubi terpengaruh oleh hasutan

4
yang ditulis melalui surat itu, dan memerintahkan putranya (al-Dzahir) untuk

segera membunuh Suhrawardi.

Para sejarahwan abad pertengahan menyebutnya “zindiq” (anti agama),

“merusak agama” dan menyesatkan pangeran muda merupakan tuduhan terhadap

Suhrawardi. Namun, validits tuduhan ini sangat kontroversial. Alasan eksekusi

Suhrawardi yang lebih masuk akal didasarkan atas doktrin politik sang filosof

yang terungkap dalam karya-karyanya tentang filsafat Iluminasi, suatu filsafat

politik yang oleh Hossein Ziai diistilahkan “doktrin politik Iluminasi”. Tahun

eksekusi Suhrawardi bersamaan dengan gejolak konflik politik dan militer. Raja

Inggris, Richard Hati Singa mendarat di Acre, dan pertempuran-pertempuran

besar berlangsung antara Muslim dan Kristen memperebutkan Tanah Suci. Sultan

Saladin jelas memberikan perhatian lebih besar pada urusan ini daripada

menghiraukan eksekusi sang mistikus pengembara yang tidak dianggap sebagai

ancaman nyata bagi keamanan politik.6 Akhirnya, setelah meminta pendapat para

fuqoha’ Halb, al-Dzahir memutuskan agar Suhrawardi dihukum gantung yang

berlangsung pada tahun 587 H di Halb, ketika Suhrawardi baruberusia 38 tahun.

Suhrawardi adalah penulis yang sangat produktif. Ia banyak menulis karya

tentang hampir semua pokok persoalan filsafat, termasuk untuk pertama kali

dalam sejarah filsafat Islam, sebuah narasi simbolik filosofis Persia. Dalam

perjalanan hidup yang sangat pendek, ia telah menulis sekitar 50 judul buku

dalam bahasa Arab dan Persia. Namun tidak semua karyanya dapat diselamatkan,

dan juga tidak semua yang terselamatkan telah diterbitkan.

Teks-teks penting dalam filsafat Iluminasi adalah empat karya filsafat

penting Suhrawardi: al-Talwihat, al-Muqawamat, al-Masyari’ wa al-Mutarahat,

dan Hikmah al-Isyraq. Berdasarkan bukti-bukti tekstual, bahwa karya-karya

tersebut merupakan sebuah kumpulan tulisan integral yang melukiskan detail-

5
detail filsafat Iluminasi. Walaupun mempunyai filosofis, risalah-risalah berbahasa

Arab, al-Alwah al-Imadiyah dan Hayakil al-Nur, dan Partaw-Namah yang

berbahasa Persia barangkali dapat ditambahkan.

Berdasarkan pernyataan tersurat Suhrawardi sendiri, empat karya utama

tersebut di atas harus dikaji dalam urutan yang terencana: (1) al-Talwihat, (2) al-

Muqawamat, (3) alMasyari’ wa al-Mutarahat, dan (4) Hikmah al-Isyraq.

B. Perkembangan Iluminasionisme

Iluminasionisme adalah berasal dari bahasa Arab yaitu, Hikmah Al-Isyraq

yang berarti kata hikmah mempunyai kemiripan makna dengan kata falsafat yang

berasal dari bahasa Yunani yaitu philosophia yang berarti cinta kebijaksanaan.

Sedangkan kata al-Isyraq dimaknai sebagai iluminasi. Istilah ini diartikan sebagai

cahaya pertama pagi hari, cahaya matahari dari Timur. Jadi kata isyraq bermakna

pancaran cahaya. Sementara kata isyraq dikaitkan dengan kata syarq yang artinya

timur yang dimaknai sebgai dunia cahaya tanpa kegelapan. 1Secara harfiah kata

Isyraq dapat diartikan dengan bersinar atau memancarkan cahaya. Namun jika

dilihat dari isi ajarannya, kata Isyraq lebih tepat dengan penyinaran, pancaran

cahaya atau iluminasi.2


Sedangkan dalam konteks ini kata timur tidak saja berarti timur secara
geografis, tapi timur secara simbolis, bahwa ia berarti awal dari cahaya, sebab
timur sebagai sumber cahaya, seperti cahaya pagi terbit dari sebelah timur.
Sementara isyraqiyyah diartikan sebagai matefisika cahaya. Sebab itu filsafat
Isyraqiyyah disebut pula seabagai filsafat ketimuran dan ia didasari kepada
metafisika cahaya. Dengan demikian istilah hikmah al-Isyraq berarti
kebijaksanaan cahaya, kebijaksanaan iluminasi dan kebijaksanaan timur.3
Kesatuan maknawi antara cahaya dan timur dalam peristilahan filsafat
Isyraq berkaitan dengan simbolisme matahari yang terbit dari timur dan yang
1
Dja’far Siddik dan Ja’far, Jejak Langkah Intelektual Islam (Medan: IAIN Press, 2010),
hlm. 88-90.
2
Asmaran, Pengantar Studi Tasawuf (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994), h. 174.
3
Katimin, Mozaik Pemikiran Islam (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2010), h. 128.

6
menerangi segala sesuatu, sehingga cahaya diidentifisir dengan gnosir dan
iluminasi. Begitu pula Barat, tempat terbenamnya matahari, sebaliknya Timur
adalah alam cahaya dan wujud, negeri pengetahuan dan iluminasi yang mengatasi
keterbatasan pemikiran diskursif dan rasional. Timur adalah negeri ilmu yang
membebaskan manusia dari dirinya sendiri serta dari dunia, yaitu ilmu yang
terpada dengan kesucian.4 Hal ini dinyatakan oleh Corbin, bahwa Isyraqiyyah
adalah suatu pengetahuan yang bersifat ketimuran, karena pengetahuan itu sendiri
pengetahuan Timur Suhrawardi. Inilah sebabnya mengapa Suhrawardi
mengaitkan kearifan Isyraq dengan para filosof Yunani.5
Berdasarkan penjelasan diatas, pengertian Illuminasionisme menurut
penulis, adalah suatu aliran filsafat dalam Islam, yaitu penggabungan antara
filsafat dengan tasawuf, untuk memahami kenyataan, dimana cahaya Ilahi adalah
simbol utama dari filsafat Isyraq. Berarti, hikmah Isyraqiyyah adalah aliran yang
mempercayai tentang otoritas cahaya Ilahi dalam segala hal.
Akar pemikiran Suhrawardi sangat unik dan mendasar. Ia berusaha
mendapatkan bahan-bahan pemikirannya sampai kepada sumber yang paling
awal, dan meneliti sumber kebenaran dan kepercayaan. Menurutnya hikmah
kebenaran itu abadi tidak terbagi-bagi.6Adapun sumber-sumber ajaran filsafat
iluminasi memiliki 7 sumber yaitu:
1. Wahyu Ilahi: menurut pendapat Nasr bahwa teosofi (filsafat iluminasi)
diwahyukan oleh Allah Swt. Kepada manusia melalui Hermes (Nabi
Idris). Oleh karena teosofi berasal dari wahyu Allah. Kepada Hermes.
2. Ajaran kenabian: Yaitu teosofi Hermes sendiri sebagai peletak dasar ilmu
iluminasi (teosofi).
3. Ajaran filsafat Yunani Kuno: Sebagai sumber doktrin seperti ajaran
Socrates, Pythagoras, Plato, Aristoteles, dan Plotinus.
4. Ajaran Persia Kuno: Seperi Zoroastrianianisme, Sabean, dan Magi.
5. Ajaran para filsuf Timur: Seperti ajaran sejumlah teosof india dan budha

4
Arifinsyah, Dialog Esoteris Antara: Kajian Filsafat Iluminasi Suhrawardi,”: Jurnal Ilmu-
ilmu keislaman Vol: XXXII No: 1 Januari-Juli (2008), h. 53.
5
Ibn Sina, Mantiq al-Masyriqiyah (Kairo: Nahdah, 1919 M) , h. 2-4.
6
Amroeni Drajat, Filsafat Islam (Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama, 2006), h. 139.

7
6. Ajaran sufisme: Seperti al-hallaj, Dzunnun al-Mishri, Abu Sahal At-
Tsutari, Abu Yazid Al-Bustami, dan Al-Ghazali.
7. Ajaran filsafat islam: dipengaruhi oleh ajaran sejumlah filsuf peripatetic,
misalnya al-Kindi, al-Farabi, dan Ibnu Sina.
Suhrawardi tokoh yang mempengaruhi jalan sufi dan menekuni praktik
spiritual menyendiri dan merenung, juga dipandang sebagai juru utama ajaran
isyraqiyyah. Tetapi dia bukanlah seorang filsuf mistik dalam arti biasa melainkan
seorang filsuf tasawuf. Para filsuf tasawuf sufi seperti halnya yang lain, sumber
kebenarannya abadi bagi manusia.7 Suhrawardi menganggap, seperti yang dikutip
Ali Mahdi Khan, bahwa akhir gnosis dan realitas akhir dari segala wujud dan
eksistensi adalah ”cahaya”. Hakikat cahaya ini adalah penyinaran abadi. Dengan
demikian, cahaya ini ada dengan sendirinya sempurna, tidak bisa tergambarkan
dan termanifestasi dengan sendirinya. maka dapat disimpulkan bahwa ketiadaan
cahaya merupakan kegelapan atau non cahaya yang pada hakikatnya tidak ada,
tetapi diperlukan bagi manifestasi cahaya.
Suhrawardi menyatakan bahwa orang-orang yang mengabdikan hidup
untuk beribadah kepada Allah akan memperoleh pengetahuan rahasia, akan
mencapai kekuatan apara wali dan memperoleh mukjizat, mukjizat yang paling
baik adalah berbagai bentuk cahaya yang memanifestasikan diri kepada
pengembara spiritual. Dengan semua perjuangan batin ini manusia dapat naik ke
derajat peniadaan diri, dengan meninggalkan hasrat material dunia, raga dan
pengetahuan duniawi, yakni ketika jiwa menjadi cermin yang memantulkan
cahaya Allah dan jiwa menyaksikan citra sang cahaya.8
Menurut pengkajian para sufi, para ahli hikmah atau filosof yaitu menuntut
cahaya kebenaran dari segala cahaya adalah Allah Swt. Ahli sufi sangat
mementingkan unsur perasaan dengan menakwilkan nash yang selaras dan serasi
dengan perasaan tasawuf. Unsur inilah yang mempengaruhi ajaran Suhrawardi

7
Syihab al-Din Yahya al-Suhrawardi, Altar-Altar Cahaya (Jakarta: PT. Serambi Ilmu
Semesta, 2003), h. 12.
8
Syihab al-Din Yahya al-Suhrawardi, Altar..., h. 35.

8
dapat disimpulkan bahwa pembahasan filsafat Isyraq Suhrawardi adalah
didasarkan atas perasaan kerohanian dalam khalwat.9
Dari beberapa penjelasan diatas, dapat disimpulkan dalam filsafat
iluminasi, bahwa eksistensi cahaya dapat juga dimaknai sebagai kebaikan, dan
non cahaya sebagai kejahatan. Sebagaimana cahaya menerangi kegelapan
demikian halnya kebaikan dapat menggugurkan kejahatan.
Aliran ini akan menghormonisasikan spiritualitas dan filsafat untuk meraih
kebijaksanaan, hal ini seabagaimana dinyatakan Seyyed Hossein Nasr, Ibrahim
Madkour, dan M. Saeed Shaikh. Seadangkan menurut pendapat Muthahhari
secara metodologis, aliran ini bertumpu kepada argumentasi rasional, demonstrasi
rasional serta berjuang secara keras melawan hawa nafsu dan mensucikan jiwa.10
Menurut Hossein Ziai, sebagaimana dikutip oleh Dja’far Siddik, metode
mencapai pengetahuan perpektif filsafat iluminasi yakni:
1. Tahap pertama harus melakukan sejumlah persiapan awal: meninggalkan
kenikmatan dunia, dan melakukan sejumlah hal seperti ber-uzlah selama
empat puluh hari, tidak makan daging dan mempersiapkan diri menerima
ilham dan wahyu.
2. Tahap iluminasi, yakni ketika filsuf mencapai visi melihat cahaya ilahi
akan memasuki wujudnya, sehingga memperoleh ilmu hakiki, sebuah ilmu
dasar bagi ilmu sejati.
3. Filsuf mengkonstruksikan ilmu tersebut dengan menggunakan filsafat
diskursif. Pengalaman itu diuji dengan demonstrasi Aristotelian.
4. Tahap dokumentasi, yaitu filsuf mulai menuliskan hasil konstruksi atas
pengalaman secara diskursif itu. Jadi filsafat iluminasi diturunkan dalam
bentuk tulisan. Tahapan-tahapan ini sebagaimana telah diuraikan
Suhrawardi Al-Maqtul dalam kitabnya Hikmat al-Isyraq.11

Suhrawardi mulai Dari tahapan pertama dapat dilihat para sufi antara
kenikmatan duniawi yang berwujud harta benda serta lainnya dan kemiskinan dan
kesulitan adalah tidak ada perbedaannya. Semua yang dirasakan dan dimilikinya
sama saja tidak ada bedanya, tidak lain adalah ujian yang diberikan Allah di dunia
fana.12 Secara metodologis kaum sufi hanya bertumpu pada cara pensucian jiwa
9
Zakiah Daradjat, Pengantar Ilmu Tasawuf (Jakarta: Depertemen Agama RI, 1983), h.
81.
10
Katimin, Mozaik, h.129.
11
Dja’far Siddik dan Ja’far, Jejak, h. 91.
12
Hasyim Muhammad, Dialog Antara Tasawuf Dan Psikologi, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2002), h. 40.

9
( tazkiyah al-nafs) semata, mereka melakukan perjalanan rohani guna
mendekatkan diri kepada Allah Swt, hingga mereka bisa mengetahui bahkan
sampai kepada hakikatnya.13
Setelah sufi menjalani semua tahapan ini, pada umumnya seorang filsuf
teosofi meningkat kemuliaannya, mistiknya naik menjadi perenungan sifat-sifat
Ilahi dan pada puncaknya seluruh kesadarannya melebur, ia mengalami
transubstansiasi (tajawahra) dalam radiasi esensi Ilahi. Ini adalah “perhentian”
dari perbuatan baik (ihsan)- yang mana Tuhan selalu bersama-sama dengan
mereka yang berbuat baik)14
Melihat uraian sebelumnya, dijelaskan terlebih dahulu bahwa pendiri
aliran filsafat iluminasi Al-Suhrawardi al-Maqtul. menurut pendapat Netton,
seperti yang dikutip dalam buku Dja’far Siddik bahwa dalam sejarah intelektual
Islam, setidaknya ada tiga sufi besar muslim memiliki nama Suhrawardi ini.
a. Abd Qadir Abu Najid al-Suhrawardi (w. 564 H/1168 M), seorang keturunan
khalifah Abu Bakar Shiddiq, dan Ali bin Nabhan, belajar fikih kepada As’ad
al-Maihani, dan belajar tasawuf kepada Hammad al-Dabbas dan Ahmad al-
Gazali. Ia pernah belajar di universitas Nizamiyyah, dan mendirikan sebuah
ribath di Tigris. Sejumlah muridnya antara lain Abu Muhammad Ruzbihan
Baqli Syiraz i (w. 1209 M), Ismail Al Qosri (W. 1193), dan Ammr Arbidlisi
(W. 1200 M). Adapun salah satu dari karya sufistiknya yaitu Adab Muridin.
Ia lebih dikenal sebagai pendiri tarekat Suhrawardiyah.15
b. Shuhab Al-Din Abu Al-Futuha Yahya Ibnu Amirak Asuhrawardi. (W. 587
H/ 1191 M). Ia lahir pada tahun 549 H/ 1153 M di Suhrawardi di sebuah
desa dekat dengan kota Zanjan di Utara Persia. Setelah menyelesaikan
pendidikan informal ia menyelanjutkan melanjutkan di kota Maraghah
Azerbaizan (Persia). Di kota ini ia berguru kepada Majid Al-Addin Al-Jilli
yang dikenal luas sebagai salah seorang filsuf pendukung aliran filsafat
Peripatetik, sehingga bisa di anggap bahwa Suhrawardi mulai mengenal

13
Katimin, Mozaik..., h. 127.
14
Reynold A. Nicholson, Tasawuf: Menguak Cinta Ilahiah, terjemahan A. Nashir
Budiman, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1993), h. 50.
15
Ja’far, Manusia Menurut Suhrawardi Al-Maqtul (Banda Aceh: peNA, 2011), h. 58.

10
ajaran-ajaran peripatetik dari Al-Jilli, dan pada tahap berikutnya banyak
memperangaruhi pemikiran-pemikirannya tentang filsafat ilumiasi.16
c. Syhihab Al Din Abu Habs Umar Suhrawardi (540H / 1154 M- 632 H/
1234 M). Ia lahir di Suhraward pada tahun 539 H/ 1145 M). Ia pernah
menuntut ilmu kepada pamannya. Syekh Abd Qhadir Abd Nazib
Asuhrawardi. Ia juga mendirikan sebuah ribath yang dibantu oleh Khalifah
Al Nasir yang bertujuan untuk mengembangkan terekat suhrawardiyah.17
Selain mengajar Suhrawardi aktif menulis karya-karya besar filsapat.
Adapun guru-guru tasawuf Falsafi, yang mempengaruhi pemikiran Suhrawardi,
diantaranya: Abu Yazid Bisthami (w. 877M), sufi pencetus konsep Fana Fi Allah
(pelenyapan diri di dalam Allah), baqa bi Allah (hidup abadi bersama Allah) dan
ittihad. Zunnun al-Mishri (w. 60 M), penggagas konsep Ma’rifah, Hussain bin
Manshur Hallaj (w. 913 M) penulis kitab Thawasin yang menggagas paham Hulul
dan ‘Ain al-Qudhat al-Hamadani (1131 M) penulis kitab Tamhidat. Tidak bisa
dipungkiri bahwa ajaran tasawuf ini sangat mempengaruhi pemikiran
Suhrawardi.18
C. Jejak Ilumanisionisme dalam Pemikiran Pendidikan Islam
Suhrawardi wafat di Aleppo pada tahun 578 H/1191 M. Ketika itu ia
masih berusia 28 tahun. Pada masa mudanya ia mampu membangun sebuah aliran
filsafat baru pasca Ibn Rusid bernama Hikmah Isyraqiyyah. Kendati ia telah
wafat, namun ajarannya masih dikembangkan oleh para penerusnya, sejak ia
wafat sampai sekarang ini. Pasca tragedi kematian Suhrawardi, doktrin-doktrin
Suhrawardi tidak kelihatan selama satu generasi. Tampaknya para muridnya tidak
berani mengajarkan doktrin-doktrin iluminasi secra terang-terangan lagi. Kendati
ia memiliki sejumlah murid langsung, namun nama-nama mereka bisa tidak
diketahui secara pasti. Barangkali hanya gubernur Aleppo, yakni Malik al-Zahir
bisa disebut sebagai murid langsung Suhrawardi. Diduga Malik al-Zahir memiliki
peran besar dalam mengembangkan ajaran Suhrawardi pasca kematian gurunya.

16
Dja’far Siddik dan Ja’far, Jejak, h. 98.
17
Ja’far, Gerbang-Gerbang Hikmah: Pengantar Filsafat Islam (Banda Aceh: peNA,
2011), h. 122.
18
Dja’far Siddik dan Ja’far, Jejak, hlm. 100

11
Malik al-Zahir ini adalah gubernur kota Aleppo sekaligus putra Shalah al-
Din al-Ayyub. Al-Zahir dikenal luas sebagai pencinta ilmu ia sangat suka kepada
pemikir-pemikir Islam baik fuqaha, teolog sufi maupun filosaof. Karena alasan ini
pula Malik al-Zahir mengundang Suhrawardi ke istananya.
Sejak abad ke-13 M, ajaran-ajaran Suhrawardi tetap dilestarikan oleh
sejumlah sufi. Ajarannya diambil oleh para sufi syi’ah, bahkan ia menjadi unsur
penting filsafat syi’ah pada abad pertengahan. Filsafat iluminasi ini hanya
berkembang pesat di Persia, kendati filsafat ini dikaji juga di kawasan lain.
Plestari utama tradisi filsafat Isyraqiyyah ini seperti Syarh al-Din Muhammad al-
Suhrawardi ini (w. 1288 M), penulis kitab Syarh Hikmah al-Isyraq, kitab Nuzah
al-Anwah wa Raudah al-Afrah, kitab al-Syajarah al-Ilahiyyah, dan kitab Syarh
Talwihat, Sa’ad bin Mansur bin Kammunah (w. 1284 M), menulis risalah fi al-
Nafs, kitab al-Jadid fi al-Hikmah dan sebuah kitab Syarh atas kitab Talwihat
karya Suhrawardi, Qutb al-Din al-Syirazi (w. 1311 M), penulis kitab Durrah al-
Taj dan kitab Syarh Hikmah Isyraq, Nasir al-Din al-Tusi dan tokoh-tokoh yang
lainnya.
Sejak abad ke-16 M, pemikiran Suhrawardi diulas, dikomentari dan
dikritik oleh para pemikir syi’ah Persia. Misalnya, Mir Damad (w. 1631 M),
penulis kitab Qabasat, al-Ufuq al-Mubin, dan kitab Jadzawat, Mulla Shadra (w.
1640 M), penulis kitab Ta’liqat ‘ala Syarh Hikmah al-Isyraq, Mirza Tenekaboni
yang menulis kitab Risalah fi Tahqiq Wahdah al-Wujud, dan Mis Sayyid Hasan
Thaleqani yang menjadi pengajar kitab Hikmah al-Isyraq.
Kecanggihan ajaran Suhrawardi tidak membuatnya lepas dari sejumlah
kritikan. Selain memiliki sejumlah pengagum, sebagaimana telah disebut di atas,
sejumlah doktrin Isyraqiyyah ditolak oleh banyak pemikir belakangan. Pengkritik
paling masyhur terhadap sejumlah ajaran aliran ini adalah Mulla Shadra (w. 1640
M), pendiri aliran Hikmah Muta’aliyah. Kendati dipengaruhi ajaran-ajaran
Suhrawardi, namun Mulla Shadra mengkritik sejumlah doktrin fundamental
Suhrawardi. Suhrawardi ini misalnya meyakini bahwa esensi/al-mahiyah adalah
sebagai realitas yang paling objektif, sementara eksistensi (al-wujud) sebagai
realitas subjektif, konstruktif dan artifisial (i’tibari). Namun Mulla Shadra

12
menolak keras ajaran ini, sebab baginya eksistensi (wujud) sebagai satu-satunya
realitas objektif, sementara esensi (mahiyah) hanya sebagai realitas subjrktif,
konstruktif dan artifisial (i’tibari). Jadi Mulla Shadra ini meyakini Ashahlah al-
Wujud/ kesejatian eksistensi sedangkan Suhrawardi meyakini Ashalah al-
Mahiyah. Kendati demikian Mulla Shadra ikut mengambil peran besar sebagai
pelestari tradisi filsafat Illuminasi sebab ajaran filsafatnya sendiri dipengaruhi
oleh filsafat iluminasi.
Dalam hal ini Mulla Shadra tidak sendiri sebab para pendukungnya dari
aliran Hikmah Muta’aliyah mendukung ajarannya tersebut misalnya Mulla
Muhsin Faidz Kasyani (w. 1007-1091 H), penulis kitab Anwar al-Hikmah dan
kitab Mas’alah al-Wujud, Mulla Abdul Razaq Lahiji (w. 107 H), penulis kitab
Syarh al-Hayakil dan kitab Masyariq al-Ilham fi Syarh Tajrid al-Kalam, Mulla
Hasayn Tenkoboni (w. 1105 H), Qadhi Said Al-Qommi (w. 1090 H), penulis kitab
Kelid-e Beheht, Mulla Muhammad Shadiq Ardistani (w. 1134-1721 H), penulis
kitab Hikmah Sadeqiyah dan lainnya.19
Pada masa periode dinasti Pahlevi (w. 1925-1979 M), dikenal sejumlah
filsuf penerus tradisi filsafat Islam seperti Syeikh Husain Sanzawari, Muhammad
Ali Syahabadi, Mirza Ali Akbar Yazdi dan lainnya. Ketika dinasti Pahlevi berahir
pada tahun 1979 M, maka Republik Islam Iran berdiri. Pada masa ini banyak para
filsuf mengkaji ajaran Iluminasi Suhrawardi. Selain sebagai filsuf mereka pun
menduduki sejumlah jabatan penting di berbagai kenegaraan Republik Iran. Pada
periode ini dikenal beberapa filsuf terkenal, di antaranya Muhammad Husein
Behesyti, penulis kitab Allah min Wijhah Nazar Islam dan Ja’far Subhani penulis
kitab al-ilahiyyat. Di piha lain, filsafat iluminasi dikaji pula di Iraq terutama di
Hawzah (wilayah) Najaf dan Hawzah Karbala, dua lembaga pendidikan Islam
tradisional Syi’ah terbesar di Iraq. Di antara tokoh pengkaji ajaran iluminasi
adalah Agha Husein Badkuba’i yang mengajar kitab al-Asfar al-Arba’ah karya
Mulla Shadra dan Syekh Muhammad Husein Garawi Ishfahani yang menulis kitab
Tuhfah al-Alim.20

19
Ja’far, Warisan Filsafat Nusantara (Banda Aceh: peNA 2010), h. 67.
20
Dja’far Siddik dan Ja’far, Jejak..., h. 109.

13
Di Indonesia ajaran-ajaran Suhrawardi telah dikenal oleh para namun
demikian mereka kurang kurang memberikan apresiasi terhadap ajarannya. Hal ini
dibuktikan oleh keminiman penelitian secara hkusus terhadap ajarannya. Namun
beberapa penelitian telah dilaksanakan. Sejumlah serjana telah menelaah
pemikiran Suhrawardi. Seperti Amroeni Drajat menelaah tentang ajaran
Suhrawardi konsep cahaya dan kritiknya terhadap filsafat Pratetik. Beberapa
karya filsafat Islam para serjana Indonesia pun telah menyebutkan pokok-pokok
pemikiran Suhrawardi. Beberapa karya Suhrawardi juga telah ditrjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia, seperti kitab Hikmah Isyaraq dan kitab Hayakil al-Nur.
Kendati demikian penelitian terhadap pemikiran Suhrawardi masih perlu
dilakukan secara serius oleh para serjana Muslim di Indonesia.21
Adapun pengaruh filsafat iluminasi ini dalam pendidikan Islam adalah
menjadi landasan pentingnya tazkiyat al-nafs bagi setiap individu untuk
memperoleh ilmu pengetahuan, karena ilmu pengetahuan adalah cahaya Ilahi
yang mana cahaya tersebut adalah ilmu tidak akan masuk ke dalam jiwa yang
kotor, oleh karena itu ibadah tanpa ilmu tidak diterima amal seseorang.

BAB III
21
Ja’far, Manusia..., h. 109.

14
PENUTUP
Kesimpulan

Aliran filsafat membahas tentang aliran ilumanisionisme yang memadukan


antara filsafat dengan tasawuf. Filsafat iluminasi ini dapat dipahami dengan
terlebih dahulu mengetahui filsafat Peripatetik dan Gnosisme, karena pada
hakikatnya iluminasi adalah perpaduan kemampuan akal (filsafat) dan intuisi
bersufi (tasawuf).
Illuminasionisme merupakan suatu aliran filsafat dalam Islam, yang
menggabungkan antara filsafat dan tasawuf, dalam memahami realitas, dimana
cahaya Ilahi adalah simbol utama dari filsafat Isyraqi. Berarti, hikmah Isyraqiyyah
adalah aliran yang mempercayai tentang otoritas cahaya Ilahi dalam segala hal.
Filsafat iluminasi memiliki 7 sumber meliputi Wahyu Ilahi, Ajaran
kenabian, Ajaran filsafat Yunani Kuno, Ajaran Persia Kuno, Ajaran para filsuf
Timur, Ajaran sufisme dan Ajaran filsafat islam. Eksistensi cahaya dapat juga
dianalogikan sebagai kebaikan, dan non cahaya sebagai kejahatan. Sebagaimana
cahaya menerangi kegelapan demikian halnya dengan kebaikan menghapuskan
kejahatan.
Metode untuk mencapai pengetahuan perpektif filsafat iluminasi yakni
meliputi Tahap pertama harus melakukan sejumlah persiapan awal dengan
meninggalkan kenikmatan dunia, dan melakukan sejumlah hal seperti ber-uzlah
selama empat puluh hari, tidak makan daging dan mempersiapkan diri menerima
ilham dan wahyu kemudian Tahap iluminasi, yakni ketika filsuf mencapai visi
melihat cahaya ilahi akan memasuki wujudnya dan filsuf mengkonstruksikan ilmu
tersebut dengan menggunakan filsafat diskursif serta Tahap dokumentasi, yaitu
filsuf mulai menuliskan hasil konstruksi atas pengalaman secara diskursif itu

DAFTAR PUSTAKA

Ali Mahdi Khan, Dasar-dasar filsafat Islam Pengantar Ke Gerbang Pemikiran,


Bandung, Penerbit Nuansa, 2004

15
.
Amroeni Drajat, Filsafat Islam Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama, 2006.

Arifinsyah, Dialog Esoteris Antara: Kajian Filsafat Iluminasi Suhrawardi,”: Jurnal


Ilmu-ilmu keislaman Vol: XXXII No: 1 Januari-Juli 2008.

Asmaran, Pengantar Studi Tasawuf Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994.

Departemen Agama RI, Mushaf Alquran Terjemah, Jakarta: Al-Huda, 2002.

Dja’far Siddik dan Ja’far, Jejak Langkah Intelektual Islam Medan: IAIN Press,
2010.

Hasyim Muhammad, Dialog Antara Tasawuf Dan Psikologi, Yogyakarta: Pustaka


Pelajar, 2002.

Ibn Sina, Mantiq al-Masyriqiyah Kairo: Nahdah, 1919 M.

Ja’far, Gerbang-Gerbang Hikmah: Pengantar Filsafat Islam Banda Aceh: peNA,


2011.

Ja’far, Manusia Menurut Suhrawardi Al-Maqtul Banda Aceh: peNA, 2011.

Ja’far, Warisan Filsafat Nusantara Banda Aceh: peNA 2010.

Katimin, Mozaik Pemikiran Islam Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2010.

Reynold A. Nicholson, Tasawuf: Menguak Cinta Ilahiah, terjemahan A. Nashir


Budiman, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1993.

Syihab al-Din Yahya al-Suhrawardi, Altar-Altar Cahaya Jakarta: PT. Serambi


Ilmu Semesta, 2003.

Zakiah Daradjat, Pengantar Ilmu Tasawuf Jakarta: Depertemen Agama RI, 1983.

16

Anda mungkin juga menyukai