Anda di halaman 1dari 13

PEMIKIRAN FILSAFAT IBN RUSHD

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah


FILSAFAT ISLAM
Dipersentasikan, Senin, 26 Juni 2023

Oleh:
Fitria Mahmudah Putri
Siti Aisyah

Pembimbing:
Drs. Alimuddin Hasan Palawa, M.Ag

JURUSAN PENDIDKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2023 M/1444 H
PEMIKIRAN FILSAFAT IBN RUSHD

Fitria Mahmudah Putri


12010125080@students.uin-suska.ac.id
Siti Aisyah
12010125403@students.uin-suska.ac.id

A. Pendahuluan
Memahami islam adalah kewajiban setiap muslim, namun pada
faktanya banyak kaum muslim yang belum memahami islam dengan
pemahaman yang sebenarnya. Pemahaman bahwa islam adalah agama yang
sempit dan tidak sesuai dengan kemajuan modern, kesalah pahaman ini dapat
diperbaiki melalui ilmu pengetahun yang menyelarakan antara wahyu dan
akal yang biasa kita sebut filsafat.1
Sumber dan pangkal tolak falsafah dalam islam adalah ajaran islam
itu sendiri sebagaimana yang terdapat dalam al-Quran dan Hadis, walaupun
memiliki sumber ajaran yang kokoh namun banyak mengandung unsur-
unsur dari luar, disinilah letak kontroversi yang ada disekitar filsafat. Sampai
dimana islam memperkenankan unsur-unur itu masuk kedalam ajaran islam.
Maka kadang memicu kontroversi antara para ulama dan filosof itu sendiri.2
Ibnu Rushd memiliki nama lengkap Abu al-Walid Muhammad bin
Muhammad Ibn Rushd. Ia lahir di Cordova pada tahun 1126 M. Ia berasal
dari keluarga hakim-hakim DI Andalusia, dan pernah menjadi hakim di
Seville dan beberapa kota lain di Spanyol. Selain menjadi hakim ia juga
pernah menjadi dokter di istana di Cordova, dan menjadi salah satu filosof
yang memiliki pengaruh besar di kalangan istana, terutama pada masa

1
Harun Nasution, 2018, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI-Press),
28.
2
Nurcholish Madjid, 2008, Islam Doktrin dan Peradaban, (Jakarta: Paramadina),
215-216
3 Filsafat Islam

kepemimpinan Abu Yusuf Ya’qub al-Mansur (1184-1199 M). 3 Ibn Rushd


merupakan intelektual muslim yang memiliki kiprah yang sangat
berpengaruh dalam pemikiran dan konsep filsafat islam.
Kiprah Ibn Rushd mulai meluas dan diaku bermula pada masa
kepemimpinan Abu Yusuf Ya’qub al-Mansur (1184-1199 M), tatkala
khalifah Yaqub meminta Ibn Thufail mencari orang yang dapat meringkas
intisari pemikiran filsafat Aristoteles.4 Kelihaian Ibn Rushd dalam meramu
dan meringkas intisari pemikiran Aristoteles, pemikiran-pemikiran filsafat
Yunani membuat Ibn Rushd membuatnya dikenal oleh masyarakat Eropa
pada abad pertengahan, dan layak disebut sebagai “Juru ulas”.
Disamping kesuksesan Ibn Rushd dengan realitas yang dialaminya
sebagai qadhi, dokter, dan didukung oleh berbagai penguasaan ilmu, seperti
matematika, fisika,astronomi, kedokteran, logika dan filsafat yang
menjadikannya sebagai ulama dan filusuf yang sangat sulit untuk ditandingi,
yang kehebatannya dapat dilihat dari karya-karya yang telah ditulisnya,
walaupn pada akhir hayatnya beliau mendapatkan tuduhan besar yang
disebut mihnah yang dipicu oleh tulisannya yang mengatakan bahwa ia telah
melihat jerapah di dalam taman raja orang-orang barbar.5
Pengkafiran al-Ghazali terhadap filsafat ini membuat orang di dunia
Islam bagian timur dengan Baghdad sebagai pusat pemikiran menjauhi
filsafat. Apalagi disamping pengkafiran itu, al-Ghazali mengeluarkan
pendapat bahwa jalan sebenarnya untuk mencapai hakikat bukanlah filsafat
tetapi tasawuf. Sesudah Al- Ghazali, teologi tradisional inilah yang
berkembang di dunia Islam bagian timur. Tidak mengherankan sesudah masa

3
Harun Nasution, 1190, Falsafah dan Mistisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang), 47
4
Dedi Supriadi, 2013, Pengantar Filsafat Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia), 226.
5
Dedi Supriadi, Pengantar Filsafat Islam, 227
Pemikiran Filsafat 4
Ibn Rushd

al-Ghazali, filsafat tidak berkembang lagi di Baghdad sebagaimana


sebelumnya di zaman Mu’tazilah dan filosof –filosof Islam.
Namun sebaliknya di dunia Islam bagian barat yaitu di Andalus atau
Spanyol, pemikiran filsafat masih berkembang sesudah serangan Al-Ghazali.
Bahkan, Ibn Rushd mengarang buku yang berjudul “Tahāfut al Tahāfut”
sebagai jawaban atas kritik – kritik al-Ghazali yang diuraikan dalam
“Tahāfut Falasifah”.6
Benarkah filsafat itu telah menyimpang dari ajaran Islam, sehingga
orang-orang yang berkompeten di dalamnya telah keluar dari agama Islam
atau al-Ghazali telah salah menilai nalar pemikiran kelompok filsafat?
Bagaimanakah pembelaan Ibn Rusyd terhadap rekan-rekannya? artikel ini,
akan menyajikan pandangan kritis Ibn Rushd dalam usahanya mematahkan
setiap pandangan al-Ghazali yang telah menganggap kafir para filosof.

B. Biografi Intelektual Ibn Rushd

C. Komentar Ibn Rushd Terhadap Karya Aristoteles

D. Tahafut al-Tahfut Sebagai Pembelaan Ibn Rushd Terhadap


Pengkafiran al-Ghazali
Sarkasme bukanlah bagian dari filsafat, namun tidak dapat
dipungkiri bahwa al-Gazali dan Ibn Rushd sudah terjebak didalamnya.
Diawali dengan al-Gazali yang menulis buku berjudulkan Tahāfut Falasifah
yang telah mengkritik habis-habisan bahkan mengkafirkan para filosof

6
Moh. Jufriyadi Sholeh, Counter Ibnu Rusyd Terhadap Kritik Imam Ghazali Tentang
Filsafat, al-Waroqoh, Volume 6, No. 1, Januari – Juni 2022, 28-29.
5 Filsafat Islam

dengan pemikiran-pemikiran mereka. Bahkan mewajibkan hukuman mati


bagi siapa yang menganut ‘akidah’ filsuf.7
Pengkafiran al-Ghazali terhadap filsafat ini membuat orang di dunia
Islam bagian timur dengan Baghdad sebagai pusat pemikiran menjauhi
filsafat. Apalagi disamping pengkafiran itu, al-Ghazali mengeluarkan
pendapat bahwa jalan sebenarnya untuk mencapai hakikat bukanlah filsafat
tetapi tasawuf. Sesudah Al- Ghazali, teologi tradisional inilah yang
berkembang di dunia Islam bagian timur. Tidak mengherankan sesudah masa
al-Ghazali, filsafat tidak berkembang lagi di Baghdad sebagaimana
sebelumnya di zaman Mu’tazilah dan filosof –filosof Islam.
Namun sebaliknya di dunia Islam bagian barat yaitu di Andalus atau
Spanyol, pemikiran filsafat masih berkembang seusai serangan Al-Ghazali.
Bahkan, Ibn Rushd mengarang buku yang berjudul “Tahāfut al Tahāfut”
sebagai jawaban atas kritik – kritik al-Ghazali yang diuraikan dalam
“Tahāfut Falasifah”.8
Dalam bukunya Ibn Rushd mengkritik 3 pemikiran al-Gazali yang
dianggap rancu dalam menkritisi pemikiran filosof, yaitu: keqadiman alam,
Allah tidak mengetahui hal-hal yang kecil-kecil (juziyat), dan pengingkaran
kebangkitan dan pengumpulan jasad hari kiamat.
1. Penggugatan pernyataan para filosof masalah eternalitas alam
(Qidam al-Alam)
Abu Hamid mengomentari dalil-dalil yang dilontarkan para
filosof seputar eternaliatas alam. Terdapat 3 dalil yang dibahas al-
Gazali dan kemudian dibantah oleh Ibn Rushd.

7
Muhammad Mahfud Ridwan, KAFIRNYA FILSUF MUSLIM: Ibn Rusyd Meluruskan
al-Ghazali, Kontemplasi, Volume 04 Nomor 01, Agustus 2016, 166
8
Moh. Jufriyadi Sholeh, Counter Ibnu Rusyd Terhadap Kritik Imam Ghazali Tentang
Filsafat, 28-29.
Pemikiran Filsafat 6
Ibn Rushd

a) Dalil pertama: mereka (para filosof) mengatakan


bahwa sesuatu yang temporal mustahil berasal dari
sesuatu yang eternal secara mutlak. Karena jika
katakan berasal dari sesuatu yang eternal, dan
menolak pernyataan , bahwa alam berasal dari
sesuatu yang eternal tersebut, tetapi kemudian ia
benar-benar berasal dari yang eternal tersebut,
tetapi kemudian ia benar-benar berasal darinya, itu
sama halnya menganggap alam tidak berasal,
karena wujud proses kejadian alam tersebut tidak
ada yang menguatkan (murajjih), hal ini
memungkinkan proses penciptaannya bersifat nisbi,
prosesnya bisa bersifat dinamis atau statis. Jika
prosesnya berubah maka akan timbul pertanyaan-
pertanyaan faktor yang membuatnya berubah,
mengapa baru berubah, mengapa bukan sebelumnya
dan pertanyaan-pertanyaan ini tidak akan ada
akhirnya. Menurut Ibn Rushd pernyataan Abu
Hamid ini cukup banyak mengandung polemik,
sebab yang beliau sampaikan belum sampai pada
takaran pembuktian. Karena mokaddimah yang
bersifat global yaitu kandungannya bukan bersifat
dzattiyah bagi tema. Mukaddimah bukti-bukti
seharusnya terdiri dari persoalan-persoalan subtantif
dan essensial yang tepat. Kerancuan dalam
menggunakan kata mungkin yang bisa saja
mengandung makna kemungkinan mayoritas atau
7 Filsafat Islam

minoritas atau bahkan berimbang menjadikan


pernyataan Abu Hamid menjadi rancu.9
b) Dalil kedua: mereka menganggap orang yang
mengatakan bahwa kosmos ini datang belakangan,
sedangkan entitas Allah lebih eternal adanya, tidak
terlepasdari kemungkinan ia ingin mengatakan,
bahwa entitas Allah lebih dahulu ada dalam zat,
bukan masa, seperti lebih duhulunya bilangan satu
dari dua yang sudah jelas sebagai sebab dan akibat.
Jadi masa wajib qadim, gerakan serta
pergerakannya pun wajib qadim. Menurut Ibn
Rushd arah pembicaraan yang beliau ceritakan
tentang mereka tidaklah disertai bukti. Dan
kesimpulannya ia ingin mengatakan bahwa entitas
Allah lebih dulu adanya dari pada kosmos secara
kausatif bukan dalam masa, seperti lebih dahulu
dalam masa, seperti lebih dahulunya tubuh
seseorang dibanding bayang-bayangnya.
Argumentasi ini tidak benar, sebab Allah
kedudukan Allah tidak terikat dengan masa
sedangkan kosmos terikat dengannya secara
internal.10
c) Dalil ketiga: mereka bersikukuh mengatakan wujud
kosmos bersifat mungkin, dan kemungkinan-
kemungkinan itu akan terus berlangsung, dan
karena sifat kemungkinan akan terarah pada
kemungkinan tidak adanya kosmos maka berimbas
9
Ibn Rusyd, 2010, Tahafut at-Tahafut, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), 48-49.
10
Ibn Rusyd, 2010, Tahafut at-Tahafut, 95-97
Pemikiran Filsafat 8
Ibn Rushd

pada tidak mampunya Allah menciptakan. Menurut


Ibn Rushd bagi orang yang sependapat dengan
pernyataan kosmos sebelumnya bersifat mungkin
dan berlangsung terus berarti ia menyatakan
kosmos sebagai sesuatu yang azali, karena sesuatu
yang mungkin tidak bisa bersifat mustahil.11
d) Dalil keempat: mereka mengatakan bahwa setiap
yang temporal berasal dari materi yang sebelumnya.
setiap temporal pasti membutuhkan materi maka
materi bukanlah temporal, tetapi temporal adalah
bentuk, sifat dan kaifiyyah, sampai pernyataan
materi pertama tidak menjadi temporal dengan
sesuatu apapun. Ibn Rush inti pernyataan ini adalah
bahwa temporal sebelum terjadi masih bersifat
mungkin, dan jika mungkin mendahului temporal
maka tidak akan mungkin menjadi objek.12
perselisihan antara mereka tentang alam ini hanyalah
perselisihan dari segi penamaan atau semantik. Lebih lanjut
dijelaskan, mereka sepakat bahwa segala yang ada ini terbagi ke
dalam tiga jenis:
1) Jenis pertama, wujudnya karena sesuatu yang lain dari
sesuatu, dengan arti wujudnya ada Pencipta dan yang
diciptakan dari benda serta didahului dengan indera,
seperti hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, dan lainnya.
Wujud ini mereka namakan dengan Baharu.

11
Ibn Rusyd, 2010, Tahafut at-Tahafut, 124-127
12
Ibn Rusyd, 2010, Tahafut at-Tahafut, 127-128
9 Filsafat Islam

2) Jenis kedua, wujudnya tidak karena sesuatu, tidak pula


dari sesuatu dan tidak didahului oleh zaman. Wjud ini
sepakat mereka namakan dengan qadim. Ia hanya dapat
diketahui dengan bukti pikiran. Ia yang menciptakan
segala yang ada dan memeliharanya. Wjud yang qadim
inilah yang disebut Allah.
3) Wujud yang ketiga ini adalah wujud di tengah-tengah
antara kedua jenis di atas, yaitu wujud yang tidak terjadi
berasal dari sesuatu, tidak didahului oleh zaman, tetapi
terjadinya karena sesuatu (diciptakan). Wujud jenis ini
adalah alam semesta. Wujud alam ini ada kemiripannya
dengan wujud jenis pertama dan yang kedua. Dikatakan
mirip dengan jenis yang pertama karena wujudnya dapat
kita saksikan dengan indera, dan dikatakan wujudnya
mirip dengan jenis yang kedua karena wujudnya tidak
didahului oleh zaman dan adanya sejak azali. Yang
mengutamakan kemiripannya dengan baharu, maka
wujud alam ini mereka sebut baharu, dan siapa yang
mengutamakan kemiripannya dengan yang qadim, maka
mereka katakan ala ini qadim. Namun sebenarnya,
wujud pertengahan (alam) ini tidak benar-benar qadim
dan tidak pula benar-benar baharu. Sebab, yang benar-
benar qadim adanya tanpa sebab, dan yang benar-benar
baharu pasti bersifat rusak.13
2. Allah tidak mengetahui hal-hal yang kecil-kecil (juziyat)
Tentang persoalan bahwa Tuhan tidak mengetahui perincian
yang ada dalam alam. Ibn Rushd mengatakan bahwa al-Ghazali salah
13
Armin Tedy, Kritik Ibnu Rusyd terhadap tiga kerancuan berfikir al- Ghazali, El-
Afkar Vol. 5 Nomor 1, Januari-Juni2016, 16-17.
Pemikiran Filsafat 10
Ibn Rushd

faham, karena tidak pernah para filosuf mengatakan yang demikian.


Menurutnya kaum filosof mengatakan bahwa pengetahuan Tuhan
tentang perincian yang terjadi dalam alam tidak sama dengan
pengetahuan manusia tentang perincian itu. Pengetahuan manuisa
mengambil bentuk effek, sedang pengetahuan Tuhan merupakan sebab,
yaitu sebab bagi terwujudnya perincian.14
Bagi Ibn Rusyd bahwa Tuhan tidak mengetahui peristiwa-
peristiwa kecil. Tuhan tidak mengetahui perincian itu dengan ilmu
baru, di mana syarat ilmu baru itu dengan kebaharuan peristiwa dan
perincian tersebut, karena Tuhan menjadi sebab (illat) bagi perincian
tersebut, bukan menjadi akibat (musabbab) dari padanya seperti halnya
dengan ilmu baru. Ilmu Tuhan bersifat qadim tidak berubah, karena
perubahan peristiwa. Ini dimaksudkan untuk menjaga kesucian Tuhan
Yang Maha Mengetahui segala-galanya.15
3. pengingkaran kebangkitan dan pengumpulan jasad hari kiamat
Dalam kitab Tahāfut Falasifah, al-Ghazali menunjukkan
kepada filosof yang mengatakan bahwa di akhirat nanti manusia akan
dibangkitkan kembali dalam wujud rohani, tidak dalam wujud jasmani.
Atas dasar kepercayaan ini, mereka dan para penganut pendapat
tersebut dianggap kafir oleh al-Ghazali, karena dalam al-Qur’an
dengan tegas menyatakan bahwa manusia akan mengalami berbagai
kenikmatan jasmani nanti di surga.
Dalam membantah gugatan AlGhazali, Ibnu Rusyd mencoba
untuk menggambarkan kebangkitan rohani melalui analogi tidur.
Ketika manusia tidur, jiwa tetap hidup, begitu pula ketika manusia

14
Agus Fawait, Rancang Bangun Pemikiran Ibn Rusyd Dalam Pembelaan Atas
Filsafat, Islamic Akademika : Jurnal Pendidikan & Keislaman, Vol.No.3, Issue No.1, 28
15
Muhammad Mahfud Ridwan, KAFIRNYA FILSUF MUSLIM: Ibn Rusyd Meluruskan
al-Ghazali, 173
11 Filsafat Islam

mati, maka badan akan hancur, jiwa tetap hidup bahkan jiwalah yang
akan dibangkitkan. Adapun ungkapannya, yaitu “… perbandingan
antara kematian dan tidur dalam masalah ini adalah bukti yang terang
bahwa jiwa itu hidup terus karena aktivitas dari jiwa berhenti bekerja
pada saat tidur dengan cara membuat tidak bekerjanya organorgan
tubuhnya, tetapi keberadaan atau kehidupan jiwa tidaklah terhenti.
Maka sudah semestinya keadaanya pada saat kematian akan sama
dengan keadaannya ketika tidur..dan bukti inilah yang dapat dipahami
oleh seluruh orang dan cocok untuk diyakini oleh orang banyak atau
orang awam, dan akan menunjukkan jalan bagi orang-orang yang
terpelajar yang keberlangsungan hidup daripada jiwa itu adalah satu
hal yang pasti. Hal inipun terang gambling dari firman Tuhan, “Tuhan
mengambil jiwa-jiwa pada saat kematiannya untuk kembali kepada-
Nya, dan jiwa-jiwa orang yang belum mati pada saat tidur mereka.16
Kehidupan manusia di akhirat berbeda dan lebih tinggi
daripada kehidupan di dunia. Sesuai dengan keterbatasan daya tangkap
orang awam tentang hal-hal yang abstrak, Ibnu Rushd berpendapat
bahwa kehidupan manusia di akhirat lebih baik digambarkan bentuk
jasmani daripada digambarkan dalam bentuk rohani saja. Pokok
permasalahan yang timbul dalam masalah ini dikatakan oleh Ibnu
Rushd adalah apakah kehidupan (kenikmatan dan kesengsaraan) di
akhirat bersifat jasmani atau rohani atau keduanya. Ada tiga kelompok
pandangan dalam masalah terebut. Pertama, Golongan Zindiq, mereka
mengatakan bahwa keadaan disana hanya menyangkut masalah
kenikmatan dan kelezatan yang tidak terbatas, seperti kenikmatan dan
kelezatan dalam kehidupan dunia. Kedua, golongan yang menyakatan
bahwa keadaan (kenikmatan dan kesengsaraan) disana hanya bersifat

16
Armin Tedy, Kritik Ibnu Rusyd terhadap tiga kerancuan berfikir al- Ghazali, 19.
Pemikiran Filsafat 12
Ibn Rushd

rohani. Ketiga, golongan yang mengatakan bahwa keadaan disana


adalah bersifat jasmani seperti di kehidupan dunia dengan perbedaan
dalam masalah kekekalan di akhirat. Ia sendiri sependapat dengan
golongan yang kedua, karena menurutnya, unsur jasmani
(kuantitas/fisik) manusia telah rusak setelah kematian, yang tidak rusak
dari manusia setelah kematian adalah unsur rohaninya.
Jadi, masalah kebangkitan itu termasuk persoalan yang sangat
tua. Ibnu Rushd menyebutkan bahwa penjelasan tentang peristiwa itu
berguna untuk mendorong manusia untuk meyakini dan
mengagungkannya. Hanya Allah yang mengetahui perkara kebangkitan
secara jasmani dan rohani. Para filosof melihat bahwa kematian
menyebabkan tubuh itu hancur menjadi tanah. Apakah tubuh yang
telah hancur itu yang akan dibangkitkan kembali oleh Allah, kalau
Allah menciptakan tubuh itu kembali, maka hal itu bukanlah
kebangkitan, tetapi penciptaan ulang.17
Akibat sarkasme yang terjadi antara al-Ghazali dan Ibn Rushd
membuat polemik diantara kaum muslimin, sebagian kalangan
menuduh kafir Ibn Rushd karena menfilsafatkan agama, sembari
membela al-Ghazali yang dinilai telah menjadi pembela agama dan
bahkan menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama. Sebaliknya ada
sebagian kalangan yang justru menjadi pengikut fanatik Ibn Rushd
karena diusung sebagai pembela rasionalitas agama, sembari menuduh
al-Ghazali sebagai biang keladi kemunduran islam yang mengkritik
kafir para filosof.18 Dengan demikian maka problem yang terjadi
adalah problem pembaca, bagaimana cara pembaca mengambil sudut

17
Fitria Rika Susanti, Surma Hayani, Pemikiran Filosofis Ibnu Rusyd Tentang
Eskatologi (Kajian Tentang Kehidupan di Akhirat), Ilmu Ushuluddin, Vol. 20, No. 1, Januari-
Juni 2021, 27-28
18
Ibn Rusyd, 2015, Mendamaikan Agama dan Filsafat, (Yogyakarta: Kalimedia), 2
13 Filsafat Islam

pandang terhadap kedua tokoh tersebut. Karena pada hakikatnya


keduanya adalah tokoh yang kritis dan membenarkan hal
tersebut,bahkan al-Ghazali pernah mengatakan bahwa “musuh yang
pintar lebih baik dari pada teman yang bodoh”.
E. Filsafat Politik Ibn Rushd

F. Filsafat Islam Pasca Ibn Rushd dan Pengaruhnya di Barat

G. Penutup

DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Harun, 2018, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta:
UI-Press).
Nasution, Harun, 1190, Falsafah dan Mistisme dalam Islam, (Jakarta:
Bulan Bintang).
Supriyadi, Dedi, 2013, Pengantar Filsafat Islam, (Bandung: CV. Pustaka
Setia).
Sholeh, Moh. Jufriyadi, Counter Ibnu Rusyd Terhadap Kritik Imam
Ghazali Tentang Filsafat, al-Waroqoh, Volume 6, No. 1, Januari –
Juni 2022.
Ridwan, Muhammad Mahfud, KAFIRNYA FILSUF MUSLIM: Ibn Rusyd
Meluruskan al-Ghazali, Kontemplasi, Volume 04 Nomor 01,
Agustus 2016.
Rusyd, Ibn, 2010, Tahafut at-Tahafut, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar). Tedy,
Armin, Kritik Ibnu Rusyd terhadap tiga kerancuan berfikir al- Ghazali,
El-Afkar Vol. 5 Nomor 1, Januari-Juni2016.
Fawait, Agus, Rancang Bangun Pemikiran Ibn Rusyd Dalam Pembelaan
Atas Filsafat, Islamic Akademika : Jurnal Pendidikan &
Keislaman, Vol.No.3, Issue No.1.
Susanti, Fitria Rika, dan Surma Hayani, Pemikiran Filosofis Ibnu Rusyd
Tentang Eskatologi (Kajian Tentang Kehidupan di Akhirat), Ilmu
Ushuluddin, Vol. 20, No. 1, Januari-Juni 2021.
Madjid, Nurcholish, 2008, Islam Doktrin dan Peradaban, (Jakarta:
Paramadina).
Rusyd, Ibn, 2015, Mendamaikan Agama dan Filsafat, (Yogyakarta:
Kalimedia).

Anda mungkin juga menyukai