Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

FIQIH MUAMALAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas


Kuliah Mata Kuliah : Fiqih Muamalah

Dosen Pengampu:
Wahdan Al-Haq

Disusun Oleh:

1. Ahmad Muallim NIM 2204010017

Sekolah Tinggi Agama Islam Nida El-Adabi


Tahun 2023
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan
kesempatan, kesehatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah tentang
“Bai’istishna” yang merupakan salah satu tugas yang diberikan kepada mahasiswa untuk
melengkapi penilaian dalam mengikuti mata kuliah Fiqih Muamalah semester ganjil 2023.

Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materi. Penulis sangat
berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca.
Bahkan berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktikkan dalam kehidupan
sehari-hari.

Bagi penulis sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman. Untuk itu penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

Parung Panjang, 10 Februari 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2
1.3 Tujuan.............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................2
2.1 Biografi Al-Razi.............................................................................................2
2.2 Pemikiran Filsafat Al-Razi..............................................................................3

BAB III PENUTUP.................................................................................................7


3.1 Kesimpulan.....................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................8

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah


Bai' Istishnaa (Purchase by Order or Manufacture) dalam perdagangan Islam
bermula dari praktik tradisional umat Islam dalam melakukan jual beli. Dalam perdagangan
Islam, jual beli tidak hanya dilakukan untuk tujuan memperoleh keuntungan semata, tetapi
juga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dengan cara yang sesuai dengan ajaran Islam.
Dalam perkembangannya, konsep Istishnaa semakin berkembang dan banyak
digunakan dalam perdagangan Islam. Istishnaa banyak diterapkan dalam produksi barang-
barang yang membutuhkan waktu produksi yang lama, seperti mobil, peralatan industri, dan
pesawat terbang. Istishnaa juga sering digunakan oleh bank-bank Islam dalam melakukan
pembiayaan proyek-proyek konstruksi atau infrastruktur, di mana bank Islam bertindak
sebagai pihak penjual dan klien bank Islam bertindak sebagai pihak pembeli.

1. Rumusan Masalah
a. Apa Pengertian Bai’istishna?
b. Bagaimana dasar hukum Bai’istishna?
c. Bagaimana ruang lingkup Bai’istishna?
2. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui biografi Ar-Razi.
b. Untuk mengetahui pemikiran filsafat dari Ar-Razi.

1
BAB II
PEMBAHASAN

1. Biografi Ar-Razi

Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Muhammad ibn Zakaria ibn Yahya al-Razi. Di
Barat dikenal dengan Rachez. Ia lahir di Ray dekat Teheran pada 1 Sya’ban 251 H (865 M).
ia hidup pada pemerintahan Dinasti Saman (204-395 H). pada masa mudanya, ia menjadi
tukang intan, penukar uang, dan sebagai pemusik kecapi. Pendek kata, Al-Razi adalah
seorang yang ulet dalam bekerja dan belajar, karenanya tidak heran kalau ia tampak menonjol
dibanding rekan-rekan semasanya, bahkan ia sangat tenar. Di kota Ray ini ia belajar
kedokteran kepada Ali ibn Rabban al-Thabari (192-240 H/ 808-855 M), belajar filsafat
kepada Al-Balkhi, seorang yang senang mengembara, mengusai filsafat, dan ilmu-ilmu kuno.
Ia juga belajar matematika, astronomi, sastra dan kimia.1
Kemasyhuran Al-Razi sebagai seorang dokter tidak saja di Dunia Timur, tapi juga di
Barat; ia kadang-kadang dijuluki The Arabic Galen. Razi meninggal dunia pada 5 sya’ban
313 H (27 Oktober 925) setelah menderita sakit katarak yang dia tolak untuk diobati. Al-Razi
banyak menghabiskan waktu denagn pasien dan muridnya. Ia dikenal seorang yang
pemberani dalam menentang kepercayaan islam yang fundamental karena Al-Razi
menggunakan rasional dan pendukung kaum naturalis kuno, sehingga mendapatkan caci maki
dari pengarang kemudian.
Lawan-lawan dari Al-Razi yang patut dicatat adalah (1) Abu Hatim Al-Razi (w. 322
H/933 M), lawan paling penting mengingat kepiawaiannya berdakwah dalam aliran
Isma’iliyah. Perbedaan pendapatnya dengan Ar-Razi terutama tentang agama dan kenabian ia
tulis dalam buku ’Alam al-Nubuwwah. Menurut Abu Hatim, Al-Razi lebih mengutamakan
filsafat dari agama uyang dianggapnya sebagai khufarat dan membawa kepada kebodohan
dan taqlid. (2) Abu Qasim al-Balkhi, pimpinan kaum mu’tazilah Baghdad. Perbedannya
dengan Al-Razi terutama mengenai waktu yang terdapat dalam buku al-‘ilm al-illahi, dan (3)
Ibn Tammar, yang menolak tulisan ar-Razi dalam al-Thib al-Ruhani.2
Ar-Razi adalah seorang mufassirin (ahli tafsir) dan ahli fiqh, seorang teolog Islam dan
filosof. Al-Razi, secara tidak dipertentangkan lagi, ialah filosof timur yang pertama abad ke-6

1
Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam (Jakarta: Gaya Media Jakarta, 2002), Cet.3, hlm.24.
2
Ibid, hlm.25.
2
H. ia begitu serius menggeluti filsafat, mempelajari logika, masalah-masalah alam
(kosmologi) dan metafisika. Ia berguru kepada ibnu sina, dan mengomentari sebagian buku
ibnu Sina. Ia berusaha memadukan agama dengan filsafat, dan mencampur filsafat dengan
ilmu kalam (teologi islam).3
2. Pemikiran Ar-Razi
a. Metafisika
Filsafat Ar-Razi terkenal dengan ajarannya “Lima kekal”4 , yakni:
1) Al-Bary Ta’ala (Allah Ta’ala)
2) Al-Nafs al-Kulliyat (Jiwa Universal)
3) Al-Hayula al-Ula ( Materi Pertama)
4) Al-Makan al-Muthlaq (Tempat/Ruang absolut)
5) Al-Zaman al-Muthlaq (Masa Absolut)
Allah adalah Maha Penciptadan Pengatur seluruh alam ini. Alam diciptakan
Alloh bukan dari tiada, tetapi dari sesuatu yang telah ada. Karena itu, alam semestinya
tidak kekal, sekalipun materi pertama kekal, sekalipun materi pertama kekal, sebab
penciptaan di sini dalam arti disusun dari bahan yang telah ada.
Jiwa universal merupakan al-mabda al-qadim al-tsaniy (sumber kekal yang
kedua). Padanya terdapat daya hidup dan bergerak, sulit diketahui karena ia tanpa rupa.
Tetapi karena ia dikuasai naluri untuk bersatu dengan al-hayyula al-ula (materi
pertama), terjadilah pada zatnya rupa yang dapat menerima fisik. Sementara itu, materi
pertama tanpa fisik, Alloh datang menolong roh dengan menciptakan alam semesta
termasuk tubuh manusia yang ditempati ruh.5
Materi pertama menurut Al-Razi adalah substansi yang kekal yang terdiri dari
atom-atom. Keabadian materi yang sedang “dalam pembentukan”, menyaratkan adanya
bukan saja materi yang mendahuluinya, tetapi juga sebuah substatum atau materi
diamana materi tindakan itu melekat. Selain itu, konsep yang sebenarnya dari
penciptaan ex nihilo tidak dapat dipertahankan secara logis, karena jika Tuhan telah
mampu menciptakan sesuatu dari tiada, karena hal ini merupakan modus pembuatan
yang paling sederhana dan paling tepat. Tetapi karena tidak demikian halnya, maka
dunia haruslah dikatakan telah diciptakan dari materi tanpa benrtuk, yang telah
mendahuluinya sejak semula.6
3
Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat Islam ,.., Cet.3, hlm.76.
4
Sirajuddin Zar, Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), Cet. 6,
hlm. 121.
5
Ibid, hlm. 122.
6
Sudarsono, Filsafat Islam, (Jakarta: Rineka Cipta,2010), hlm. 57.
3
Ruang absolut oleh karena materi pertama itu kekal maka membutuhkan ruang
yang sifatnya kekal juga, sebab tidak mungkin kekal itu berada di dalam yang nisbi.
Menurut Al-Razi ruang ada dua macam yaitu ruang absolut dan ruang relatif. Ruang
absolut tidak menggantungkan wujudnya pada alam maupun benda-benda yang
membutuhkan ruang. Sebaliknya setiap ruang mesti diisi oleh benda, ruang ini disebut
ruang relatif.
Waktupun menurutnya dibagi menjadi dua macam, yaitu waktu absolut dan
waktu yang terbatas. Waktu absolut ialah perputaran waktu, sifatnnya bergerak dan
kekal. Waktu yang terbatas adalah waktu yang yang diukur berdasarkan dan pergerakan
bumi, matahari dan bintang-bintang.7
b. Akal, Wahyu dan Kenabian
Al Razi menyanggah anggapan bahwa untuk keteraturan kehidupan, manusia
memerlukan nabi. Pendapat yang kontroversial ini harus dipahami bahwa ia adalah
seorang rasioanalis murni. Akal menurutnya adalah karunia Alloh yang terbesar untuk
manusia. Dengan akal manusia dapat memperoleh manfaat sebanyak-banyaknya,
bahkan dapat memperoleh pengetahuan tentang Tuhan. Karena itu, manusia tidak boleh
menyia-nyiakan dan mengekang ruang gerak akal, tetapi memberi kebebasan
sepenuhnya dalam segala hal.8
Pandangan Al-Razi yang mngkultuskan kekuatan akal tersebut menjadikan ia tidak
percaya kepada wahyu dan adanya Nabi sebagai diutarakannya dalam bukunya Naqd al
Adyan au fi al-Nubuwwah (kritik terhadap Agama-agama atau terhadap Kenabian).
Menurutnya, para Nabi tidak berhak mengklaim dirinya sebagai orang yang memiliki
keistimewaan khusus, baik pikiran maupun rohani, karena semua orang itu adalah sama
dan keadilan Tuhan serta hikmah-Nya mengharuskan tidak membedakannya antara
seseorang dengan yang lainnya.9
Berkaitan dengan sanggahan terhadap wahyu dan nabi sebagai pembawa berita
eskatologis (alam keakhiratan), seperti kematian. Bagi Al-Razi, kematian bukanlah
suatu hal yang perlu ditakuti, karena bila tubuh hancur, maka ruh juga hancur. Setelah
mati, tak sesuatu pun terjadi pada manusia, karena ia tidak merasakan apa-apa lagi.
Sebaiknya orang yang menggukana nalar menghindari rasa takut mati, karena bila ia
mempercayai kehidupan lain, maka ia tentu gembira, sebab melalui mati ia pergi ke
dunia lain yang lebih baik. Bila ia percaya bahwa tiada sesuatu pun setelah mati, maka
7
Ibid, hlm.60.
8
Al- Razi, Rasa’il Falsafiyyah (Beirut: Dar al- Afaq al –Jadidah, 1982), hlm. 18.
9
Ibrahim Madkur, Fi Falsafah al-Islamiyyah wa Manhaj wa Tathbiquh, Jilid I (Kairo: Dar al-Ma’arif,
1968), hlm. 19-20.
4
ia tak perlu cemas.
Al-Razi juga mengkritik kitab-kitab suci, baik Injil maupun Al-Qur’an. Ia
mengkritik yang satu dengan menggunakan yang lain. Ia menolak mu’jizat Al-Qur’an
baik segi isi maupun gaya bahasanya. Boleh jadi pendapatnya yang ekstrim inilah
menyebabkan buku-bukunya dimusnahkan. Kendatipun demikian, Al-Razi tidak berarti
seorang atheis, karena ia masih tetap myakini adanya Tuhan Yang Maha Kuasa dan
Maha Pencipta, sebab itu ia lebih tepat disebut seorang rasionalis murni.10
Adapun tentang pemikiran Al-Razi tentang Lima Kekal, tidak otomatis ia
menjadi zindik, apalagi bila dinilai dengan Al-Qur’an, tidak satu ayat pun secara qath’i
bertentangan dengan pemikiran tersebut. Karena itu, tidak tertutup kemungkinan benar
pemikiran Al-Razi tersebut.
c. Agama
Ar-Razi berusaha memadukan agama dengan filsafat, dan mencampur filsafat
dengan ilmu kalam (Teologi Islam). Ar-Razi adalah seorang Asy’ariyah yang konsisten
terhadap ke-Asy’ariyahan-nya, walaupun ia cenderung kepada sebagian pandangan
muktazilah dan maturidiah. Dalanm tafsirnya yang besar dan belum sempurna ia
mengkritik al-Zamakhsyari da daklam al-kasysyaf. Ia menafsirkan ketubuhan (al-
Jismiyah), berada di suatu ruang (al-makaniyah), terjadi hal-hal temporal dengan
sendirinya dari Alloh sebaliknya, ia meneguhkan bahwa Alloh memilki sifat maha kuasa
(al-Qudrah), maha mengetahui (al-Ilmu), maha berkehendak (al-Iradah), maha hidup
(al-haya), maha berfirman (al-kalam), maha mendengar (al-sami’), dan maha melihat
(al-Basar). Ia membedakan alkalam, al nafsi dari kalam yang dinyatakan dengan suara
dan huruf. Ia mengkritik secara tajam pandangan-pandangan yang saling bertentangan.
Ia nyaris tidak berbeda pendapat dari Al-asy’ari kecuali mengenai kekekalan. (Allah,
Al-baqa) yang dalam hal ini ia memegangi pandangan al-baqillani dan imam al-
Haramain. Ia juga meneguhkan bahwa Alloh bias dilihat dengan mengutamakan dalil
agama sebagaimana yang dilakukan oleh al maturidi, sebagai ganti dalil rasional.11
d. Pandangan tentang moral
Pandangan Ar-Razi tentang moral dapat kita lihat dalam bukunya “Al Tibb al
Ruhani dan Sirat al Falasafiyah ”. menurutnya dalam hidup ini kita jangan terlau zuhud
tetapi jangan juga tamak. Menurutnya yang paling baik adalah moderat. Artinya jangan
terlalu membunuh nafsu juga jangan terlau mengumbar nafsu. Segala sesuatu hendakya
sesuai sebutuhan saja.
10
Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam,.., hlm 31-32.
11
Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat Islam,.., Cet.3, hlm.76-77.
5
Untuk mencapai teujuan tersebut dia membuat dua batas. Pertama batas tertinggi,
yaitu kesenangan yang hanya didapat dari jala menyakiti orang lain atau yang
bertentangan dengan rasio. Kedua batas rendah, yaitu menemukan yang tidak merusak
atau mnyebabkan penyakit dan berpakaian sekedar menutupi tubuh.
Risalah etika Ar-Razi yang cukup terkenal, Obat Pencahar Rohani (Spritual
Physic), merupakan sebuah penjelasan yang terpercaya mengenai ajaran Plato tentang
jiwa yang memiliki tiga bagian seperti yang dikemukakan oleh Republik, dan senam
(yang ia sebut ‘obat pencahar rohani”) disatu pihak, dan senam (yang ia sebut“obat
pencahar”) di pihak lain, untuk menjaga keselarasan dan keseimbangan yang menurut
ajaran Plato merupakan tanda lurusnya moral spritual jiwa.12

BAB III

12
Sudarsono, Filsafat Islam,.., hlm. 56
6
PENUTUP

Kesimpulan
Ar Razi adalah seorang rasionalis murni yang lahir di Ray dekat Teheran pada 1
Sya’ban 251 H (865 M). Ia hidup pada pemerintahan Dinasti Saman (204-395 H). Ia
banyak mengkritik hasil pemikiran orang lain , sehingga banyak karyanya yang
dimusnahkan. Dan diantara pemikirannya yang terkenal adalah mengenai kekekalan
yang dikenal dengan sebutan “Lima Kekal”.

DAFTAR PUSTAKA

7
Al-Razi. 1982. Rasa’il Falsafiyyah. Beirut: Dar al-Afaq al-Jadidah.
Fakhry, Majid. 2002. Sejarah Filsafat Islam: Sebuah Peta Kronologis. Bandung: Mizan
Media Utama.
Madkour, Ibrahim. 2004. Aliran dan Teori Filsafat Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
______. 1968. Fi Falsafah al-Islamiyyah wa Manhaj wa Tathbiquh. Kairo: Dar al-
Ma’arif.
Nasution, Hasyimsyah. 2002. Filsafat Islam. Jakarta: Gaya Media Jakarta.
Sudarsono. 2010. Filsafat Islam. Jakarta: Rineka Cipta.
Zar, Sirajuddin. 2014. Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.

Anda mungkin juga menyukai