Anda di halaman 1dari 16

ILMU PENGETAHUAN INTERGRAL DI HADIRAT TUHAN

DISUSUN OLEH (KEL.1)

M. Farid Abrar (0506221062)

Alfa Nadiah (0506223202)

Indri Lestari (0506223188)

Salsabilla (0506223110)

Rifa Sabila Usni Sitompul (0506221035)

MATA KULIAH

Wahdatul Ulum

DOSEN PENGAMPU : Bakhtiar Ahmad Fani Rangkuti

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

2022/2023
KATA PENGANTAR
Segala puji mari kita curahkan kepada Allah SWT. Selawat dan salam mari kita curahkan
hanya kepada Rasulullah SAW. Sebab berkat izinnya, Kami mampu menyelesaikan makalah ini
demi memenuhi tugas mata kuliah Wahdatul Ulum.

Dalam penyusunan tugas dan materi di makalah ini, tidak sedikit hambatan yang kami sebagai
penulis hadapi. Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak
akan terjadi tanpa adanya bantuan, dorongan, dan bimbingan dari orang tua dan dosen kami.
Sehingga kendala yang ada pun jadi tidak berarti.

Makalah ini saya susun agar pembaca dapat memperluas ilmunya tentang kaitan Ilmu
Pengetahuan terhadapan kehadirat Tuhan (Allah SWT) yang kami sajikan berdasarkan
pengamatan serta informasi dari berbagai sumber, dan referensi.

Semoga makalah yang kami susun ini dapat memberikan wawasan baru dan lebih luas serta
dapat menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa di Universitas
ini.

Kami sadar bahwa makalah yang kami susun ini pastilah masih banyak kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Untuk itu, kepada para dosen serta pembimbing, kami mohon masukan dan
kritiknya agar makalah kami di masa depan dapat jauh lebih baik lagi.

Demikian yang dapat saya sampaikan. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih pada
semua yang telah mendukung saya.

Medan, 23 Oktober 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................................ii
BAB I............................................................................................................................................................1
BAB II...........................................................................................................................................................2
2.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan................................................................................................................2

2.2 Perkembangan Ilmu dalam Islam...........................................................................................................2

2.3 Sifat Allah yang terkait dengan keilmuan...............................................................................................4

2.4 Ilmuwan Pertama dalam Islam...............................................................................................................6

2.5 Dikotomi Ilmu Pengetahuan dalam Islam.............................................................................................. 9

BAB III........................................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Walaupun pengembangan ilmu pengetahuan dicapai melalui riset, dialog, dan nalar-
perenungan (nazhariyyah), namun tidak dapat dipungkiri bahwa Allah Yang Maha Alim-
lah yang menjadi sumber ilmu pengetahuaan. Karena ilmu pengetahuan itu sendiri merupakan
sifat Allah yang abadi, suci, dan universal, maka semua ilmu pengetahuan particular bersumber
dari-Nya sehingga Allah merupakan satu-satunya sumber ilmu pengetahuan.
Allah adalah guru pertama yang dari-Nya cahaya pengetahuan (light of knowledge, nur al-ilmi)
memancar bersama kasih sayang-Nya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Pengertian ilmu pengetahuan.


2. Sifat Allah terkait dengan ilmu pengetahuan.
3. Ilmuwan pertama dalam Islam.
4. Perkembangan ilmu dalam Islam.
5. Dikotomi ilmu pengetahuan dalam Islam.

BAB II

1
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan

Kata ilmu berasal dari kata dalam bahasa Arab yaitu ‘ilm yang berarti pengetahuan dan
kemudian arti tersebut berkembang menjadi ilmu pengetahuan. Kata ilm itu sendiri diserap
dalam bahasa Indonesia menjadi kata ilmu atau yang merujuk pada ilmu pengetahuan.

Dalam sudut pandang Islam, ilmu sendiri diartikan sebagai pengetahuan yang diperoleh
berdasarkan ijtihad atau hasil pemikiran mendalam para ulama dan ilmuwan muslim yang
didasarkan pada Alqur’an dan hadits. Alqur’an dan hadits adalah pedoman hidup manusia dan di
dalamnya terdapat ilmu pengetahuan yang universal. Allah bahkan menurunkan ayat pertama
yang berbunyi “Bacalah” sedangkan kita mengetahui bahwa membaca adalah aktifitas utama
dalam kegiatan ilmiah. Kata ilmu itu sendiri disebut sebanyak 105 kali dalam alQur’ān dan kata
asalnya disebut sebanyak 744 kali.

2.2 Perkembangan Ilmu Pengetahuan dalam Islam

Masa keemasan umat islam terjadi pada masa kelam masyarakat barat dimana ilmu
pengetahuan berkembang dengan pesat dikalangan umat muslim. Pada saat itu islam telah
memperluas wilayah hingga Eropa. Pada masa keemasan tersebut banyak ilmuwan muslim yang
melalukan riset dan penterjemahan besar-besaran terhadap karya-karya filosofi para ilmuwan
Yunani (baca hakikat pendidikan islam dalam filsafat).

Periode Islam klasik (650-1250 M) dipengaruhi oleh pandangan tentang tingginya kedudukan
akal seperti yang terdapat dalam al-Qur`an dan hadist. Kemudian pandangan ini ternyata sejalan
dengan filsafat sains bangsa Yunani kuno (baca sejarah islam dunia dan sejarah yahudi). Adapun
beberapa ilmuwan besar pada masa itu yang tercatat dalam sejarah agama islam diantaranya
adalah :

 Al-razi dengan karyanya Al-Hāwī (850-923) yang merupakan sebuah ensiklopedi


mengenai

2
perkembangan ilmu kedokteran sampai masanya. Rhazas juga mengarang suatu ensiklopedia
atau kamus kedokteran dengan judul Continens,
 Ibnu Sina (980-1037) yang menulis buku-buku kedokteran yang diberi judul Al qonun
atau the Canon of Medicine yang kini menjadi standar dalam ilmu kedokteran di Eropa.
 Al-Khawarizmi atau Algorismus yang menulis buku Aljabar pada tahun 825 M, dan
merupakan buku standar ilmu matematika selama beberapa abad di Eropa. Ia juga yang
menemukan penggunaan angka desimal yang menggantikan angka romawi di Eropa.
 Ibnu Rushd (1126-1198) seorang filosofi yang banyak menterjemahkan karya Aristoteles
 Al Idris (1100-1166) yang membuat 70 peta kerajaan Sicilia di Eropa.
 Jabir ibn hayyan dan Al biruni yang merupakan ilmuwan di bidang kimia.

Pengaruh ilmu pengetahuan Islam atas di wilayah Eropa sudah berlangsung sejak abad ke-12
M dan menimbulkan gerakan kebangkitan atau masa renaisance. Masyarakat barat mulai
mengadopsi ilmu yang telah dikembangkan ilmu pada masa itu dan meskipun akhirnya islam
terusir dari Spanyol. (baca perkembangan islam di Eropa dan islam di Amerika)

Dalam sejarah pandangan islam tentang pentingnya ilmu tumbuh bersamaan dengan
munculnya islam itu sendiri. Ketika Rasulullah SAW menerima wahyu pertama yang mula-mula
diperintahkan kepadanya adalah “membaca”. Malaikat Jibril memerintahkan kepada Nabi
Muhamad SAW dengan bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang menciptakan. Perintah
ini tidak hanya sekali diucapkan Jibril tetapi berulang kali sampai Nabi dapat menerima wahyu
tersebut.

Dari kata iqra’ inilah kemudian lahir aneka makna seperti menyampaikan, menelaah,
mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu dan membaca teks baik yang tertulis maupun tidak.
Wahyu pertama itu menghendaki umat islam untuk senantiasa membaca dengan dilandasi bismi
Rabbik, dalam arti hasil bacaan itu nantinya dapat bermanfaat untuk kemanusiaan.

Selanjutnya dalam ayat yang lain yang menyatakan, katakanlah : apakah sama orang-orang
yang mengetahui (berilmu) dengan orang-orang yang tidak mengetahui?, sesungguhnya (hanya)
orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. ( Al-Zumar, 39 : 9). Selain ayat-
ayat di atas ada juga hadis rasullullah yang menekankan wajibnya mencari ilmu, bahkan begitu
pentingnya kalau perlu “ Carilah ilmu sampai ke negeri Cina”. Dalam pembahasan

3
perkembangan ilmu zaman islam di bagi beberapa zaman antara lain : 1. Penyampaian Ilmu dan
Filsafat Yunani ke Dunia Islam 2. Perkembangan Ilmu Pada Masa Islam Klasik 3.
Perkembangan Ilmu pada Masa Kejayaan Islam 4. Masa Keruntuhan Tradisi Keilmuan dalam
Islam

2.3 Sifat-Sifat Allah terkait Ilmu Pengetahuan

Sifat wajib Allah SWT adalah sifat yang pasti ada dan dimiliki oleh Allah SWT. Berikut ini
sifat-sifat wajib Allah SWT yang perlu diketahui beserta makna dan dalillanya dalam Surah dan
ayat Al-Quran:

1. Wahdaniyah
Sifat wahdaniah berarti Allah SWT tunggal atau esa karena tidak memiliki sekutu. Allah
SWT adalah tuhan Yang Maha Esa dan satu- satunya tuhan pencipta alam semesta. Sebagai umat
muslim, Grameds harus mengimani bahwa Allah SWT maha esa dan satu- satunya yang
dipercaya sebagai pencipta alam semesta beserta isinya. Itulah sebabnya jika umat muslim
menyekutukan Allah SWT maka musyrikkah dari imannya sebagai umat beragama islam yang
harus mengimani Allah SWT sebagai satu- satu sang pencipta. 

Sifat wahdaniyah Allah SWT tertulis dalam Al-Quran surah Al-Ikhlas ayat 1  berikut ini: 

‫قُلْ هُ َو هّٰللا ُ اَ َح ۚ ٌد‬


Terjemahan
Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah, Yang Maha Esa.

2. Ilmun
Ilmu dalam bahasa Arab berarti mengetahui atas segala sesuatu. Sifat ilmu berarti Allah SWT
mengetahui segala hal dan tidak ada suatu hal apapun yang tidak diketahui oleh Allah SWT.
Pengetahuan dan kepandaian Allah SWT sangat sempurna, artinya ilmu yang dimiliki Allah
SWT tidak terbatas dan tidak juga dibatasi.  Segala sesuatu yang ada di alam semesta, baik yang
tampak maupun gaib pasti diketahui Allah SWT. Bahkan rahasia dalam hati manusia sekalipun
Allah SWT mengetahuinya. 

4
Sifat ilmu Allah SWT tertulis dalam Al-Quran surah Qaf ayat 16  berikut ini: 

‫َولَقَ ْد َخلَ ْقنَا ااْل ِ ْن َسانَ َونَ ْعلَ ُم َما تُ َوس ِْوسُ بِ ٖه نَ ْف ُسهٗ َۖونَحْ ُن اَ ْق َربُ اِلَ ْي ِه ِم ْن َح ْب ِل ْال َو ِر ْي ِد‬
Terjemahan
Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh
hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.

3. Aliman
Aliman dalam bahasa Arab artinya mengetahui. Sifat wajib aliman berarti Allah SWT maha
mengetahui segala sesuatu di alam semesta ini, baik yang sudah terjadi maupun yang belum
terjadi di muka bumi dan alam semesta. Tidak ada suatu hal apapun yang tidak diketahui oleh
Allah SWT dan tidak ada yang bisa disembunyikan darinya. Bahkan Allah SWT mengetahui
pikiran dan isi hati manusia. Allah SWT maha mengetahui tanpa batasan dan tidak tertandingi
oleh zat apapun. 
Sifat aliman Allah SWT tertulis dalam Al-Quran surah An-Nisa Ayat 176 berikut ini: 

‫ف َما تَ َر ۚكَ َوهُ َو‬ ُ ْ‫ت فَلَهَا نِص‬ ٌ ‫ْس لَهٗ َولَ ٌد َّولَهٗ ٓ اُ ْخ‬ َ ‫ك لَي‬ َ َ‫ك قُ ِل هّٰللا ُ يُ ْفتِ ْي ُك ْم فِى ْال َك ٰللَ ِة ۗاِ ِن ا ْم ُرٌؤ ا هَل‬
َ ۗ َ‫يَ ْستَ ْفتُوْ ن‬
‫ ۤا ًء‬Œ‫ ااًل َّونِ َس‬Œ‫ َوةً ِّر َج‬Œ‫انُ ْٓوا اِ ْخ‬ŒŒ‫ك ۗ َواِ ْن َك‬ َ ‫ َر‬Œَ‫ا الثُّلُ ٰث ِن ِم َّما ت‬ŒŒ‫ا ْاثنَتَي ِْن فَلَهُ َم‬ŒŒَ‫يَ ِرثُهَٓا اِ ْن لَّ ْم يَ ُك ْن لَّهَا َولَ ٌد ۚ فَا ِ ْن َكانَت‬
ࣖ ‫َضلُّوْ ا ۗ َوهّٰللا ُ بِ ُكلِّ َش ْي ٍء َعلِ ْي ٌم‬ ‫هّٰللا‬
ِ ‫فَلِل َّذ َك ِر ِم ْث ُل َحظِّ ااْل ُ ْنثَيَ ْي ۗ ِن يُبَي ُِّن ُ لَ ُك ْم اَ ْن ت‬
Terjemahan
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa
kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi
mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari
harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara
perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka
bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri
dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama
dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu
tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

2.4 Ilmuwan Pertama dalam Islam


Pandangan Islam tentang sains dan teknologi dapat diketahui prinsip-prinsipnya dari analisis
wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW

5
Yang artinya :Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang
mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya. (QS. Al-‘Alaq:1-5).

Menurut seorang pakar tafsir kontemporer asal Indonesia, Prof. Dr. Quraisy Syihab, ‘iqra’
terambil dari kata menghimpun. Dari menghimpun lahir aneka makna seperti menyampaikan,
menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu,dan membaca baik teks tertulis maupun
tidak.Dalam ayat yang lain, Allah SWT memuji kepada hambanya yang memikirkan penciptaan
langit dan bumi. Bahkan banyak pula ayat-ayat alqur’an yang menyuruh manusia untuk meneliti
dan memperhatikan alam semesta.

A. Ilmuwan Muslim dan Penemuannya Sains dan seni dalam Islam

Merupakan kesatu paduan antara nilai kewahyuan dan kreatifitas kemanusiaan dalam
mengembangkan potensi alam semesta. Proses pengembangan dan wujud dari puncak
kemampuan semua ini selalu disebut sebagai peradaban. Kesemua fenomena di kalangan
masyarakat Islam dalam mewujudkan hal ini, adalah sebagai sesuatu yang khas yang
menunjukkan bahwa Islam sendiri adalah sebagai bagian dari sistem peradaban dunia. Karena
dalam banyak hal, Islam memiliki sejumlah doktrin yang selalu mengarahkan pada semua
penganutnya untuk mewujudkan kemampuan masing-masing semaksimal mungkin dalam aspek-
aspek kebudayaan. Seperti semua seni Islam murni, apakah itu bentuk-bentuk arsitektur masjid,
sya’irsya’ir alegoris sufi, dan sebagainya sampai pada bentuk-bentuk dan model alat
pengembangan sains, dan sebagainya, kesemuanya itu sebagai perwujudan dari bentuk-bentuk
pengabdian pada nilai-nilai ilahiyah22. Dengan demikian semua bentuk-bentuk sains dan seni
dalam Islam secara keseluruhannya juga memanifestasikan pada pemanfaatan fasilitas alam
semesta, yang secara tidak langsung juga memang berasal dari Allah SWT. Sehingga hampir
tidak ada ruang untuk menjelaskan bahwa, berbagai bentuk sains dan seni dalam Islam bersifat
secular atau terpisah dari pertanggung jawaban (para penciptanya) terhadap Allah Yang Maha
Pencipta dan Maha Ahli dalam semua hal “Wa Fauqo Kulli Dzi ‘Ilmin ‘Aliim” (QS. Yusuf: 76).

Dalam sebuah tulisannya Oleg Grabor23 menjelaskan, bahwa sains, seni dan budaya Islam
jelas-jelas memiliki corak dan karakteristik yang berbeda dengan seni dan budaya masyarakat

6
dunia lainnya yang lainnya, berikut sejumlah kekhasan dan keunikannya. Seperti halnya juga
Kristen, Budha, Eropa, China dan sebagainya. Hal ini bisa dimengerti, karena semua
bentukbentuk karya seni dan budaya bahkan sains dan teknologinya tidak semata mata lahir dari
dunia yang kosong atau hampa, tapi ia merupakan wujud dari hasil dialog antara idealitas dan
sistem keyakinan si pencipta (kreator) nya dengan realitas dan tuntutan sejarah yang
mengililinginya.

Sekalipun demikian bukan berarti sains dan teknologi serta seni dan budaya Islam sama sekali
tanpa mengadopsi dari luar doktrin mereka, bahkan mungkin sebagian dalam hal-hal yang
bersifat teknis hampir sepenuhnya juga berangkat dari luar doktrin. Karena doktrin-doktrin
dalam Islam pada umumnya lebih bersifat dan bernuansa pada sesuatu yang lebih universal,
dorongan kemajuan, tidak berbicara pada hal-hal yang bersifat teknis. Oleh karena itu para
sarjana muslim sebagai kreatornya, telah mengambil dan mengadopsi unsur-unsur dari luar.
dengan begitu antusias, untuk kemudian menyesuaikannya dengan konsepkonsep ajaran Islam
itu sendiri.

B. Kontribusi Ilmuwan Muslim di Bidang Sains

Konstribusi ilmuwan muslim dalam bidang sains, khususnya ilmu alam (natural science; ilmu
kauniyah) amatlah besar, sehingga usaha menutupinya, memperkecil perannya, mengaburkan
sejarahnya tidak sepenuhnya berhasil. CIPSI (Center for Islamic Philosophical Studies an
Information) sebuah lembaga penelitian yang dipimpin Mulyadhi Karta negara telah
menginvertaris setidaknya ditemukan tidak kurang 756 ilmuwan Muslim termuka yang memiliki
konstribusi dalam perkembangan sains dan pemikiran filsafat. Daftar ini baru tahap awal, dan
tidak termasuk di dalamnya ribuan ulama dalam disiplin ilmu-ilmu syar’iyyah. Saat ini, sangat
banyak rujukan berupa buku, jurnal ilmiah atau situs internet, yang bisa kita gunakan untuk
mengetahui informasi ini. Bahkan ada beberapa lembaga yang khusus didirikan untuk melakukan
inventarisasi kontribusi ilmuwan muslim dalam peradaban dunia. Namun sayangnya sejarah
kegemilangan ilmuwan muslim ini amatlah langka kita temui dalam buku-buku sains di
lingkungan sekolah dan akademik.

Sejarah sains biasanya disebutkan dimulai sejak zaman Yunani Kuno kira-kira 550 SM pada
masa Phytagoras, kemudian meredup pada zaman Hellenistik sekitar 300 SM yang dipenuhi

7
mitos dan tahayul, kemudian bangkit kembali pada masa Renaissance sekitar abad 14-17 M
hingga saat ini.

Dengan demikian sejarah sains “hilang” selama lebih dari 1500 tahun lamanya dari buku-
buku pelajaran dan buku teks sains.24 Sementara itu ada diantara kaum Muslim sendiri
memandang usaha untuk mengungkap sejarah sains dan penemuan ilmuwan Muslim sebagai
usaha yang bersifat apologetik dan hanya nostalgia semata.

Namun pandangan sinis seperti ini sangat tidak benar, sebab menemukan akar sejarah adalah
penting bagi peradaban manapun di dunia ini, terlebih bagi peradaban yang ingin bangkit dari
keterpurukan. Banyak pelajar, mahasiswa atau bahkan guru dan dosen Muslim yang mungkin tak
kenal sama sekali, bahwa perkembangan teknologi kamera tak bisa dilepaskan dari jasa seorang
ahli fisika eksperimentalis pada abad ke-11, yaitu Ibn Al Haytham. Ia adalah seorang pakar optik dan
pencetus metode eksperimen. Bukunya tentang teori optik, alManadir (book of optics), khususnya dalam
teori pembiasan, diadopsi oleh Snellius dalam bentuk yang lebih matematis.

Tak tertutup kemungkinan, teori Newton juga dipengaruhi oleh Al Haytham, sebab pada Abad
Pertengahan Eropa, teori optiknya sudah sangat dikenal. Karyanya banyak dikutip ilmuwan Eropa.
Selama abad ke-16 sampai 17, Isaac Newton dan Galileo Galilei, menggabungkan teori Al Haytham
dengan temuan mereka. Juga teori konvergensi cahaya tentang cahaya putih terdiri dari beragam warna
cahaya yang ditemukan oleh Newton, juga telah diungkap oleh Al Haytham abad ke11 dan muridnya
Kamal ad-Din abad ke-14. Al Haytham dikenal juga sebagai pembuat perangkat yang disebut sebagai
Camera Obscura atau “pinhole camera”. Kata “kamera” sendiri, konon berasal dari kata “qamara“, yang
bermaksud “yang diterangi”. Kamera Al Haytham memang berbentuk bilik gelap yang diterangi berkas
cahaya dari lubang di salah satu sisinya.

Dalam alat optik, ilmuwan Inggris, Roger Bacon (1292) menyederhanakan bentuk hasil kerja Al
Haytham, tentang kegunaan lensa kaca untuk membantu penglihatan, dan pada waktu bersamaan
kacamata dibuat dan digunakan di Cina dan Eropa.25 Dalam bidang Fisika-Astronomi, Ibnu Qatir,
ilmuwan muslim yang mempelajari gerak melingkar planet Merkurius mengelilingi matahari. Karya dan
persamaan Matematikanya sangat mempengaruhi Nicolaus Copernicus yang pernah mempelajari karya-
karyanya. Ibn Firnas dari Spanyol sudah membuat kacamata dan menjualnya keseluruh Spanyol pada
abad ke-9. Christoper Colombus ternyata menggunakan kompas yang dibuat oleh para ilmuwan Muslim
Spanyol sebagai penunjuk arah saat menemukan benua Amerika.

8
Ilmuwan lain, Taqiyyuddin (m. 966) seorang astronom telah berhasil membuat jam mekanik di
Istanbul Turki. Sementara Zainuddin Abdurrahman ibn Muhammad ibn al-Muhallabi al-Miqati, adalah
ahli astronomi masjid (muwaqqit – penetap waktu) Mesir, dan penemu jam matahari. Ahmad bin Majid
pada tahun 9 H atau 15 Masehi, seorang ilmuwan yang membuat kompas berdasarkan pada kitabnya
berjudul Al-Fawaid

2.5 Dikotomi dalam Islam

Dikotomi ilmu pengetahuan adalah masalah yang selalu diperdebatkan dalam dunia Islam, mulai sejak
zaman kemunduran Islam sampai sekarang. Islam menganggap ilmu pengetahuan sebagai sebuah konsep
yang holistis. Di dalam konsep ini tidak terdapat pemisah antara pengetahuan dengan nilai-nilai.
Selanjutnya apabila dikaji lebih lanjut bagaiman Islam memandang ilmu pengetahuan, maka akan di
temui bahwa Islam mengembalikan kepada fitrah manusia tentang mencari ilmu pengetahuan. Dalam Al-
Qur‟an banyak ditemukan ayat yang menjelaskan tentang sains, dan mengajak umat Islam untuk
mempelajarinya.

Tidak diragukan lagi bahwa Al-Qur‟an adalah sumber ilmu pengetahuan. Al-Qur‟an diturunkan bagi
manusia sebagai pedoman dan petunjuk dalam menganalisis setiap kejadian di alam ini yang merupakan
inspirasi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan. Secara historis dapat di ketahui bahwa dunia Islam
pernah menggapai masa kejayaan dan kemegahan yang ditandai dengan maraknya ilmu pengetahuan dan
filsafat, sehingga menjadi mercusuar baik di Barat maupun di Timur. Pada abad pertengahan, telah
bermunculan para saintis dan filsuf kaliber dunia di berbagai lapangan keilmuan. Dan bidang fikih terdapt
Imam Malik, Imam Syafi‟i, Imam Hambali, Imam Abu hanifah, dalam bidang filsafat muncul Al-Kindi,
Al-Farabi, dan Ibnu Sina, sedang dalam bdang sains muncul Ibnu Hayyan, al-Khawarizmi dan Ar-Razi.2
Para filsuf dan saintis muslim tersebut tidak pernah memisahkan ilu pengetahuan dengan agama.

Mereka meyakini ilmu pengetahuan dan agama sebagai satu totalitas dan intregalitas Islam yang tidak
dapat dipiahkan satu dengan yang lainnya. Kenyataan yang terlihat sekarang, para ilmuwan muslim
cenderung membedakan antara kedua ilmu tersebut dengan banyaknya istilah yang mereka gunakan
dalam berbagai literatur.

Sesungguhnya Allah lah yang menciptakan akal bagi manusia untuk mengkaji dan
menganalisis apa yang ada dalam alam ini sebegai pelajaran dan bimbingan bagi manusia dalam

9
menjalankan kehidupannya di dunia. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Ali Imran
ayat 190:

Artinya: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan
siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.

Apabila kita lihat saat ini, para ilmuwan cenderung memisahkan (dikotomi) antara ilmu
agama dengan ilu keduniaan, sehingga hal inilah yang mendorong Naquib Al-Attas dan Ismail
Raji Al-Faruqi utuk mendengungkan konsep Islamisasi ilmu pengetahuan.7 Hal ini yang
dilakukan karena dilatarbelakangi oleh kekecewaannya sebagai intelektual muslim terhadap
sistem pendidikan yang diterapkan di dunia Islam yang dinilai telah mempraktikkan dualisme
pendidikan. Praktik dualisme pendidikan tersebut sebenarnya disebabkan oleh kemunduran umat
Islam dalam segala bidang, seiring dengan kemajuan Barat (Eropa) yang menguasai berbagai
macam ilmu pengetahuan dan berusaha menguak misteri alam dengan menakhlukkan lautan dan
daratan.

Dari analisis ini ditemukan bahwa ada lima dikotomi yang dihadapi dalam dunia keilmuan, terutama
dalam keilmuwan islam.

1. Dikotomi Vertikal

Saat ilmu pengetahuan terpisah dari Tuhan termasuk dalam kategori ini. Dimana seorang ilmuwan
merasa mencapai prestasi keilmuwannya tanpa adanya keterkaitan dengan Tuhan. Dan penerapannya bisa
pula bertentangan dengan perintah Tuhan.

2. Dikotomi Horizontal
a) Pengembangan ilmu keislaman yang hanya memperhatikan 1 dimensi dan mengabaikan sisi ilmu
pengetahuan islam lainnya (berdasarkan ortodoksinya).
b) Dimana dilakukannya pendekatan ilmu islam tanpa memperhatikan ilmu pengetahuan islamnya
(secara atomistik).
c) Penerapan ilmu keislaman secara radikal sehingga kurang kontributif dan ramah pada
kemanusiaan.
3. Dikotomi Aktualitas

10
Dalam hal ini, hal nomor satu dalam keilmuwan yakni proses pengembangan kehidupan peradaban
umat manusia. Sementara itu, implementasinya, penerapannya dipandang sebagai hal yang tak terpikirkan
yang menyebabkan ilmu cenderung hanya untuk ilmu bukan untuk kemanusiaan.

4. Dikotomi Etis

Kejadian dimana perolehan dan penguasaan ilmu dengan etika keagamaan tidak seimbang.
Menyebabkan dirinya sulit menempatkan dirinya sebagai umat beragama.

5. Dikotomi Intrapersonal

Momen disaat para penekun ilmu tidak menyadari bahwa kaitan roh dan jasmani dalam
pengembangan ilmu pengetahuan. Contoh saat dalam keadaan tidak sadar seperti tidur.

BAB III
11
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ilmu Pengetahuan ialah hal yang harus dipelajari dan diamalkan oleh setiap kaum muslimin,
terkhususnya ilmu pengetahuan menyangkut aspek keislaman. Dengan mempelajar ilmu
pengetahuan maka kita mampu membedakan hal yang baik dan juga hal yang buruk. Ilmu juga
perantara yang sangat kuat untuk meningkatkan iman dan ketakwaan kita kepada sang Khaliq.
Ilmu tanpa agama itu buta, agama tanpa ilmu lumpuh. Islam juga tidak pernah mendikotomi dan
membedakan bagian dari setiap ilmu, sebab semua ilmu pengetahuan itu berasal dari Allah.

3.2 Saran

Dalam memaksimalkan penyampaian makalah kami, diharapkan teman teman sekalian


menuai kritikan terhadap apa yang kurang terkait dari isi materi makalah, penulisan makalah,
tata letak dan lain sebagainya. Hal ini berguna untuk penyampaian makalah lebih baik di
kemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA
“Allah SWT Telah Memberi Ilmu Pengetahuan dalam Alquran”, 11 Januari 2017,
12
https://www.republika.co.id/berita/ojliq8396/allah-swt-telah-memberi-ilmu-pengetahuan-dalam-
alquran diakses pada 17 Oktober 2022.

Samuji Samuji, “Perkembangan Ilmu pada Zaman Islam”, April 2020, Vol. 9 No. 1,
https://ejournal.staimmgt.ac.id/index.php/paradigma/article/view/78 diakses pada 17 Oktober
2022.

“Islam dan Ilmu Pengetahuan”, https://dalamislam.com/sejarah-islam/islam-dan-ilmu-


pengetahuan diakses pada 17 Oktober 2022.

Harahap Syahrin, Aisyah Simamora, Amiur Nuruddin dkk. “Wahdatul ‘Ulum”, 1 Oktober 2022,
Edisi 2, Hlm. 5-10.

Wahyuni Fitri, “Islamisasi Ilmu Pengetahuan (Upaya Mengurai Dikotomi Ilmu Pengetahuan
dalam Islam)”, Vol. 10 No. 2, Desember 2018, Hlm. 5-6.

13

Anda mungkin juga menyukai