Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PEMIKIRAN ISLAM

Pengertian Pemikiran Islam

Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Pada


Mata Kuliah Pemikiran Islam
Semester 3 T. A 2022/2023

Di Susun Oleh :
KELOMPOK 1

ALQORIYANI (2114480011)
KHUSNUL.K. NASUTION (2114480006)
ANTIKA (2114480020)

Dosen Pengampu :

Suwandi, M.Pd.

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PANCA BUDI

PERDAGANGAN-SIMALUNGUN

2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta'ala karena berkat
rahmatnya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Pengertian Pemikiran Islam”,
diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Pemikiran Islam.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna
oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
sempurnanya makalah ini.

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Perdagangan, 17 September 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

A. Latar belakang ................................................................................................ 1


B. Rumusan masalah ......................................................................................... 1
C. Tujuan masalah ................................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................ 2

A. Pengertian pemikiran islam................................................................................. 2


B. Manfaat pemikiran islam .................................................................................... 3
C. Ruang lingkup pemikiran islam .......................................................................... 5
D. Karakteristik pemikiran islam ............................................................................. 9
BAB III PENUTUP .................................................................................................... 11
A. kesimpulan ...................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ `12

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Munculnya pemikiran Islam sebagai cikal bakal kelahiran peradaban Islam pada
dasarnya sudah ada pada awal pertumbuhan Islam, yakni sejak pertengahan abad ke-7 M,
ketika masyarakat Islam sipimpin oleh Khulafaur Rasyidin. Perkembangan pemikiran dan
peradaban Islam ini karena didukung oleh para khalifah yang cinta ilmu pengetahuan dengan
fasilitas dan dana secara maksimal, stabilitas politik dan ekonomi yang mapan. Hal ini
seiring dengan tingginya semangat para ulama dan intelektual muslim dalam melaksanakan
pengembangan ilmu pengetahuan agama, humaniora dan eksakta melalui gerakan penelitian,
penerjemahan danpenulisan karya ilmiah di berbagai bidang keilmuan.

Melalui gerakan pemikiran Islam, berkembang disiplin ilmu-ilmuagama atau ilmu-ilmu


keislaman, seperti ilmu al-Qur’an, ilmu qira’at, ilmu Hadits, ilmu kalam/teologi, ilmu fiqh,
ilmu tarikh, ilmu bahasa dan sastra. Di samping itu berkembang juga ilmu-ilmu sosial dan
eksakta,
seperti filsafat, logika, metafisika, bahasa, sejarah, matematika, ilmu alam, geografi, aljabar,
aritmatika, mekanika, astronomi, musik, kedokteran dan kimia. Ilmu-ilmu eksakta
melahirkan teknologi yang sangat dibutuhkan dalam menunjang peradaban umat Islam.

B.Rumusan Masalah

1. Apakah Pengertian Pemikiran Islam?


2. Apakah Manfaat Pemikiran Islam?
3. Bagaimana Ruang Lingkup Pemikiran Islam?
4. Bagaimana Karakteristik Pemikiran Islam?

C.Tujuan Masalah

Tujuan kami dalam pembuatan makalah ini yaitu untuk memperluas wawasan
mahasiswa agar mengetahui Pengertian, Manfaat, Ruang Lingkup, dan Karakteristik
Pemikiran Islam.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pemikiran Islam

Secara etimologis, pemikiran berasal dari kata dasar pikir, yang berarti akal budi,
ingatan, angan-angan. Dan ketika kata dasar tersebut mendapatkan imbuhan awalan
ber-, maka akan mempunyai makna menggunakan akal budi untuk
mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu, atau menimbang-nimbang dalam
ingatan. Adapun kata pemikiran sendiri mempunyai pengertian proses, cara atau
perbuatan memikir.1
Sedangkan kata Islam secara etimologi berasal dari bahasa Arab, didefinisikan
dari “salima” yang berarti selamat dari bahaya atau aslama yang berarti yang lebih
selamat, aman. Adapun islam dalam bentuk noun atau kata benda berarti ketundukan,
kepatuhan, agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam.2
Dari kata “aslama” tersebut yang berarti “memelihara dalam keadaan yang
selamat sentosa”. Dan juga berarti “menyerahkan diri, tunduk, patuh dan taat”. Kata
aslama itulah yang menjadi kata pokok dalam “Islam”. Mengandung segala arti yang
ada dalam arti pokoknya. Sesungguhnya Islam itu adalah agama sepanjang sejarah
kehidupan manusia, agama yang diseru oleh Nabi dan Rasul yang pernah di utus oleh
Allah Subhanahu Wa Ta’ala kepada bangsa-bangsa dan kelompok-kelompok
manusia.3
Dengan demikian pengertian Islam dapat diambil dari ungkapan Dawam
Rahardjo sebagaimana yang dikutip oleh Amin Syukur4, bahwa Islam dalam
wujudnya memiliki dua bentuk. Pertama, Islam sebagai sistem keagamaan yang
bersifat transendental yang ideal. Yaitu sebagaimana tertuang dalam berbagai ilmu
keislaman yang merupakan hasil interpretasi atau pemahaman secara kontekstual para
ulama’ terhadap Al-Qur’an dan keteladanan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam.

1
Tim Penyusun kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1990, hal.
682-683
2
A. W. Munawir , Kamus Al-Munawar Arab-Indonesia Terlengkap, Pustaka Progresif, Surabaya, 1997, hal. 656
3
Amin Syukur, Pengantar Study Islam, CV. Bima Sejati, Semarang, 2000, hal. 27-28
4
Ibid, hal. 5

2
Kedua, Islam yang tercermin dalam realitas sejarah kebudayaan, peradaban dan
masyarakat muslim.
Ini artinya bagaimana Islam sebagai agama yang memuat ajaran-ajaran Ilahi
dapat dibahasakan dan dilaksanakan oleh manusia, sehingga untuk dapat
menerjemahkan pesan Tuhan yang disabdakan melaui Al-Qur’an sebagai kitab
tuntunan umat Islam, maka perlu adanya suatu pemikiran atau kajian ilmu untuk
memahami pesan yang disampaikan Al-Qur’an, sehingga Al-Qur’an dapat membumi
di masing-masing hati sanubari umat Islam. Oleh karena itu semua pemikiran umat
Islam tentang agama, sudah barang tentu adalah Al-Qur’an.5
Ketika ilmu pengetahuan dan teknologi modern memasuki dunia Islam, terutama
setelah pemukaan abad kesembilan belas, yang dalam sejarah Islam dipandang
sebagai permulaan periode modern. Kontak dengan dunia Barat selanjutnya membawa
ide-ide baru ke dunia Islam seperti rasionalisme, nasionalisme, demokrasi dan
sebagainya. Semua ini menimbulkan persoalan-persoalan baru, dan pemimpin-
pemimpin Islampun mulai memikirkan cara mengatasi persoalan-persoalan baru itu.
Dengan jalan tersebut diharapkan akan dapat melepaskan umat islam dari suasana
kemunduran untuk selanjutnya dibawa kepada kemajuan.6

B. Manfaat Pemikiran Islam

Manfaat dari Pemikiran Islam antara lain :

a. Mengetahui Asal Identitas

Kita tidak dapat mengetahui diri kita sendiri tanpa mengetahui dari mana kita berasal.
Tidak tahu dari mana kita berasal dari meninggalkan kita tanpa rasa kedewasaan kita.
Hilangnya identitas meninggalkan kita tanpa tujuan, seperti kapal tanpa tujuan, atas belas
kasihan angin tanpa ampun. Hilangnya identitas ini telah disebutkan dalam Quran sebagai
hukuman dari Allah:

ِ ‫س ُه ْم ۚ أُو َٰ َل ِئكَ ُه ُم ا ْلفَا‬


َ ُ‫سق‬
‫ون‬ َ ُ‫سا ُه ْم أ َ ْنف‬
َ ‫َّللاَ فَأ َ ْن‬ َ ‫َو ََل تَكُونُوا كَالَّذ‬
ُ َ‫ِين ن‬
َّ ‫سوا‬
“Jangan seperti orang yang melupakan Allah, maka Allah membuat mereka
melupakan diri mereka sendiri .” [Surat Al-Hasyr, 59:19]

5
Baca H.A.R. Gibb, Aliran-Aliran Modern Dalam Islam, Rajawali Pers, Jakarta, 1992, hal. 1-3
6
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Bulan Bintang, Jakarta, 1994, hal 12

3
Orang yang melupakan siapa mereka mungkin lupa siapa mereka seharusnya. Hal ini
menyebabkan arogansi. Allah mengingatkan setiap manusia berulang-ulang tentang
‘sejarah’ pribadinya, untuk mengusir mereka dari ketidakpercayaan dan kesombongan
mereka:

‫أَلَ ْم َيكُ نُ ْط َفةً ِم ْن َم ِني ٍّ يُ ْم َن َٰى‬

َ َ‫علَقَةً فَ َخلَقَ ف‬
‫س َّو َٰى‬ َ ‫ث ُ َّم ك‬
َ ‫َان‬

“Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim), (37)
kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya, dan
menyempurnakannya, (38)” [Surat Al-Qiyamah, 75: 37-38],

ٌ ‫س ُن أَنَّا َخلَ ْق َٰنَهُ ِمن نُّ ْط َف ٍّة فَ ِإذَا ُه َو َخ ِصي ٌم ُّم ِب‬
‫ين‬ ِ ْ ‫أ َ َولَ ْم يَ َر‬
َ َٰ ‫ٱْلن‬
“Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari
setitik air (mani), maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata!” [Surat Yasin,
36:77]

b. Sebagai Sebuah Pengingat

Di Surat Al-Fil dan Surat Quraisy, Allah mengingatkan orang-orang Quraisy atas
nikmat-Nya pada mereka di masa lalu, mendorong mereka untuk belajar pelajaran moral
dari filsafah mereka:

‫ب ا ْل ِفي ِل‬ ْ َ ‫ف فَعَ َل َربُّكَ ِبأ‬


ِ ‫ص َحا‬ َ ‫أَلَ ْم ت َ َر َك ْي‬
“Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap
tentara bergajah?” [Surat Al-Fil 105: 1]

ِ ‫ِ َِل ْي َٰل‬
‫ف قُ َر ْي ٍّش‬

ِ ۚ ‫ص ْي‬
‫ف‬ ِ َ‫اٖ َٰل ِف ِه ْم ِرحْ لَة‬
َّ ‫الشت َ ۤا ِء َوال‬

ِ ‫ب َٰهذَا ا ْل َب ْي‬
‫ت‬ َّ ‫فَ ْل َي ْعبُد ُْوا َر‬

ٍّ ‫ِي ا َ ْطعَ َم ُه ْم ِم ْن ُج ْوعٍّ ە َّو َٰا َمنَ ُه ْم ِم ْن َخ ْو‬


ࣖ‫ف‬ ْْٓ ‫الَّذ‬

4
“Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada
musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik
rumah ini (Ka’bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan
lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.” [QS. Quraisy, 106: 1-4]

c. Bahan Renungan Diri

Allah berulang kali memerintahkan umat Islam di dalam Quran untuk mengamati,
mempertimbangkan, dan merenungkan pelajaran dari pemikiran bangsa-bangsa yang
telah berlalu. Menginstruksikan orang-orang Muslim dalam pemikiran moral dan
spiritual bangsa-bangsa sebelumnya tampaknya menjadi salah satu penekanan utama
Quran.

Fakta bahwa mayoritas Pesan Akhir Allah terdiri dari cerita perjuangan moral orang-
orang sebelumnya merupakan indikasi pentingnya pemikiran belajar, dan
mempelajarinya dengan perspektif yang tepat untuk mencari pelajaran pemikiran islam.

d. Interpretasi Moral Spiritual

Sementara sejarawan modern memusatkan perhatian pada dimensi pemikiran yang


berbeda dan menawarkan basis yang berbeda untuk interpretasi pemikiran berdasarkan
sistem kepercayaan masing-masing, dasar pengisahan Alquran secara tegas bersifat moral
dan spiritual.

Dengan kata lain, Allah menuntut kita untuk melihat terlebih dahulu dan terutama
aspek moral dari pemikiran suatu bangsa. Bangsa-bangsa jatuh, misalnya, bukan karena
kegagalan ekonomi, namun karena kegagalan moral spiritual untuk secara tepat
mengeluarkan keadilan ekonomi berdasarkan kepercayaan dan ketaatan yang benar
kepada Allah.

Di Surat Al-A’raf, setelah menceritakan beberapa kisah perjumpaan antara nabi-nabi


Allah yang benar dan orang-orang yang tidak percaya mereka, Allah merangkum
pelajaran dari cerita-cerita ini dengan mengatakan:

5
۟ ُ‫ض َو َٰلَ ِكن َكذَّب‬
‫وا‬ ِ ‫س َما ِْٓء َو ْٱْل َ ْر‬ ٍّ ‫علَ ْي ِهم َب َر َٰ َك‬
َّ ‫ت ِم َن ٱل‬ َ ‫وا َوٱتَّقَ ْو ۟ا لَفَتَحْ نَا‬
۟ ُ‫َولَ ْو أ َ َّن أَ ْه َل ٱ ْلقُ َر َٰ ْٓى َءا َمن‬
َ ُ‫سب‬
‫ون‬ ِ ‫وا يَ ْك‬ ۟ ُ‫فَأ َ َخ ْذ َٰنَ ُهم ِب َما كَان‬

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami


akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”
[Surat Al-A’raf 7:96]

Penyebab jatuhnya bangsa-bangsa jaman dahulu adalah bahwa mereka mengabaikan


pelajaran moral dari pemikiran nenek moyang mereka, dan berpikir bahwa hal yang sama
tidak berlaku bagi mereka:

َ ‫ض َّرع‬
{ ‫ُون‬ َّ ‫اء لَعَلَّ ُه ْم َي‬ َّ ‫اء َوال‬
ِ ‫ض َّر‬ ِ ‫س‬َ ْ ‫س ْلنَا فِي قَ ْريَ ٍّة ِم ْن نَبِي ٍّ إَِل أ َ َخ ْذنَا أَ ْهلَ َها بِا ْلبَأ‬ َ ‫َو َما أ َ ْر‬
‫س َّرا ُء‬
َّ ‫ض َّرا ُء َوال‬َّ ‫س آبَا َءنَا ال‬ َّ ‫ع َف ْوا َو َقالُوا قَ ْد َم‬ َ ‫س َنةَ َحتَّى‬ َ ‫س ِيئ َ ِة ا ْل َح‬ َ ‫) ث ُ َّم بَ َّد ْل َنا َمك‬94(
َّ ‫َان ال‬
ْ ‫}فَأ َ َخ ْذنَا ُه ْم بَ ْغتَةً َو ُه ْم ََل َي‬
َ ‫شعُ ُر‬
95( ‫ون‬

“Kami tidaklah mengutus seseorang nabipun kepada sesuatu negeri, (lalu


penduduknya mendustakan nabi itu), melainkan Kami timpakan kepada penduduknya
kesempitan dan penderitaan supaya mereka tunduk dengan merendahkan diri.

Kemudian Kami ganti kesusahan itu dengan kesenangan hingga keturunan dan harta
mereka bertambah banyak, dan mereka berkata: “Sesungguhnya nenek moyang kamipun
telah merasai penderitaan dan kesenangan”, maka Kami timpakan siksaan atas mereka
dengan sekonyong-konyong sedang mereka tidak menyadarinya.” [Surat Al-A’raf, 7:
94-95]

C. Ruang Lingkup Pemikiran Islam

Berbicara ruang lingkup pemikiran Islam, maka tidak terlepas dari mana Islam tersebut
lahir. Tanah Arab adalah cikal bakal tumbuh dan berkembangnya agama Islam, sehingga
untuk mengetahui sejauh mana perkembangan pemikiran Islam, maka perlu kiranya
menelisik sumber aslinya hingga masa sekarang.

Ketika masa Nabi Muhammad masih hidup, penggunaan penalaran rasional


dalam memahami ajaran Islam belum banyak dilakukan, karena wahyu masih belum

6
berhenti diturunkan. Masalah-masalah yang timbul di kalangan masyarakat diselesaikan
oleh wahyu, atau oleh Nabi Muhammad sebagai orang yang memperoleh “otoritas tasyri”
(menetapkan hukum). Bahkan dalam akidah terdapat kecenderungan agar tidak umat Islam
tidak mempertanyakan hal-hal yang memang bukan jangkauan atau otoritas akal untuk
membahasnya, misalnya seperti masalah takdir. Hal tersebut dikarenakan umat Islam pada
masa Nabi baru
saja dialihkan dari keyakinan syirik (politeisme) kepada keyakinan tauhid
(monoteisme), dan situasinya memang belum memerlukan penggunaan nalar
rasional.7

Dengan bergulirnya waktu sejarah umat Islam mewarisi sebuah


peradaban kuno yang besar di abad ke-20 dalam beberapa dekade sekarang, dunia Arab
sedang melakukan modernisasi berbagai aspek kemasyarakatan. Proses perubahan
ke arah modernitas ini tidak terjadi secara bersamaan atau meliputi seluruh bagian dunia
Arab. Di beberapa bagian terjadi perubahan yang lebih mendalam dibandingkan
dengan bagian lainnya, dan modernisasi memperlebar jangkaunnya hingga
merambah ke dalam beberapa struktur sosial Arab, serta mulai menjebol institusi-institusi
mapan yang mempengaruhi nilainilai tradisional, pola-pola perilaku dan sikap.

Kekuatan perubahan pada dasarnya didorong oleh model kebudayaan Barat


modern, khususnya yang terjadi hegemoni kolonial. Bahkan setelah
kemerdekaan politik, negara-negara Arab terus melakukan modernisasi dengan berusaha
melampaui paradigma Barat. Seluruh perubahan ke arah modernitas ini bukan tanpa
tantangan, kadang ringan dan kadang berat, yang terus menerus menghambat
pertumbuhan, meskipun tidak menghentikan proses modernisasi secara total.8

Dalam dunia Islam tradisional, subjek dan objek pengetahuan dipandang bersifat
hierarkis. Realitas objek bukan hanya dunia spasio-temporal (ruang-waktu) yang tersedia
yang bagi alat-alat indra saja. Yang pertama adalah Realitas Mutlak, Allah. Dia
sendirilah Yang Ada dalam pengertian mutlak kata itu. Kemudian terdapat alam
malakut, alam khayal yang dekat (‘alam al-khayal), dunia jin dan manusia, dan akhirnya
dunia alami. Al-Qur’an secara konstan menyebut realitas-realitas ini sebagai langit
dan bumi. Langit, perlu digaris bawahi, selalu dalam bentuk jamak. Dari sudut

7
Ahmad Azhar Basyir, Refleksi Atas Persoalan Keislaman Seputar Filsafat, Hukum, Politik, dan Ekonomi, Mizan, bandung, 1993, hal.20
8
Issa J. Boullata, Dekonstruksi Tradisi Gelegar Pemikiran Arab Islam, LKis, Yogyakarta, 2001, hal. 1

7
Islam jelas bahwa ilmu yang berhubungan dengan Tuhan tidak mempunyai pijakan yang
sama dengan ilmu tentang jiwa manusia ataupun dengan ilmu tentang mineral. Ini kontras
sekali dengan sistem pendidikan modern di mana teologi, psikologi dan
geologi ditempatkan secara horisontal satu sama lain, sebagaimana laci-laci dalam sebuah
lemari kabinet yang masing-masing berisi sejumlah informasi.

Selanjutnya, dalam perspektif Islam terdapat hierarki dalam diri subjek yang
mengetahui. Manusia bukan hanya subjek Cartesian cogito yang
“mengetahui” pada satu dataran tunggal dari apa yang disebut dengan pikiran. Manusia
dapat mengetahui melalui indra, melalui daya khayal, melalui akal budi yang begitu sering
disinggung dalam Al-Qur’an dan akhirnya melalui wahyu yang merupakan mitra objektif
pengintelekan (inteleksi) melalui mata hati (‘ain al-qulub). Sebagai wahyu pemungkas
Kalam Tuhan, Al-Qur’an memuat segenap prinsip pengetahuan karena ia berada pada
puncak hierarki dalam cara dan sumber ‘untuk mengetahui’ yang kemudian disusul
secara hierarkis oleh caracara ‘untuk mengetahui’ yang lain.

Otoritas-otoritas intelektual Islam sepenuhnya sadar akan hierarki objek dan subjek
pengetahuan. Berdasarkan realitas-realitas ini mereka mencoba mengklasifikasikan
ilmu-ilmu yang dijabarkan hukan hanya dari Al-Qur’an dan hadits, tetapi juga yang
diwarisi oleh para ilmuan dan sarjana muslim dari peradaban-peradaban
terdahulu seperti, Yunani, Persia, dan India. Mereka mengembangkan
skema-skema klasifikasi ini menurut perspektif intlektual mereka sendiri, bukan
berdasarkan ulah atau khayalan individual, karena dalam tradisi Islam apa yang diucapkan
(maa qaala) selalu lebih didahulukan daripada siapa yang mengucapkan (man qaala). Ini
merupakan tradisi-tradisi intelektual utama yang amat penting dalam menentukan sisi-sisi
pemikiran Islam mengenai subjek tertentu.9

Dari perkembangan pemikiran Islam dari masa ke masa inilah, muncul pemikaran atau
gerakan Islam yang sangat bervariatif, sehingga di era modern ini Islam memiliki madzhab
(aliran) pemikiran yang banyak sekali. Akan tetapi kita tidak ingin menyoroti madzhab dan
aliran pemikiran tersebut kecuali dari sudut peranan dan sejauh mana keterkaitan
dengan dua sistem, yaitu elitisme (nakhbawiyah) dan populisme (jamahariyah),
sebagaimana kajian ini juga tidak ingin memasukkan pembahasan tentang

9
Osman Bakar, Hierarki Ilmu Membangun Rangka-Pikir Islamisasi Ilmu, Pen. Purwanto, Mizan, bandung, 1997, hal 12

8
madzhab-madzhab dan aliran-aliran pemikiran lain yang tidak membawa ‘misi perubahan’
secara sempurna.

Berdasarkan hal itu ada tiga madzhab pemikiran yang berkembang di Dunia Islam
secara Internasional.

a. Madzhab Pemikiran Pertama

Madzhab pemikiran ini menyatukan sistem-sistem elitisme, bunyawiyyah


(strukturalasime) serta populisme. Didirikan oleh oleh Imam Hasan Al-Banna pada tahun
empat puluhan sejak bermunculan beberapa madzhab pemikiran lain yang mempunyai misi
untuk memperbaiki kondisi umat (Islam) pada saat itu. Seperti yang paling terkenal
madzhab-madzhab Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh dan Syaid Rasyid
Ridha.

b. Madzhab Pemikiran Kedua


Madzhab ini bercirikan ishthifaiyyatu al-munha (selektifitas misi) dan
nukhbawiyyatu at-tasykil (kaderisasi golongan elit) yang dilandasi dengan pemikiran
radikal (al-fikr al-mistaly). Pencetusnya adalah As-Syahid Sayid Quthb pada tahun
enam puluhan. Gerakan Islam ini telah mengalami tekanantekanan sangat kejam yang
dilakukan oleh para penguasa Mesir dan dibantu oleh badan-badan militer Inggris.

c. Madzhab Pemikiran Ketiga


Madzhab pemikiran ini bercirikan ulamiyyah-jamahariyyah (dimotori oleh kaum
cendekia dan rakyat) dam terbentuk oleh pemikiran serta pengaruh Revolusi Islam di
Iran khususnya pemikiran-pemikiran pemimpin revolusi tersebut yaitu Imam
Khomaini. Aliran ini menuntut pentingnya peran aktif dari rakyat dalam mewujudkan
suatu perubahan yang Islam di mana para ulama (kaum cendekia)-nya juga dituntut
untuk mampu memikul tanggung jawab dalam memimpin rakyat serta sebagai motor
penggerak proses perubahan tersebut secara keseluruhan.
Imam Hasan Al-Banna mempunyai satu keyakinan kuat akan pentingnya ‘Gerakan
Islamisasi’ yang mana ia sendiri telah menetapkan langkah-langkah serta menyerukan
keada segenap umat Islam untuk merealisasikannya. Namun beliau berpendapat bahwa
suatu gerakan perubahan pertama kali harus melalui satu fase yang mana di situ
dibentuk satu generasi muslim yang mampu menghadapi konsekwensi-konsekwensi
yang terjadi sebelum dan sesudah proses perubahan tersebut.

9
Beliau juga menekankan akan pentingnya kualitas (anggota pergerakan) dalam
menghadapi sistem jahiliyah dan menetapkan syarat-syarat khusus yang tidak ringan
yang harus dipenuhi oleh siapa saja yang disiapkan untuk kepentingan tersebut.
Hal itu tampak jelas berdasarkan pandangan beliau tentang ‘komunitas yang berkualitas’
sebagaimana yang beliau sampaikan kepada generasi pertama dari para aktifis: “anda
sekalian merupakan spirit baru yang mengalir dalam qalbu umat Islam untuk
membangkitkan kembali dengan Al-Qur’an. Dan merupakan cahaya baru yang
memancarkan untuk menghancurkan kegelapan materialisme dengan ma’rifatullah.
Serta merupakan suara yang menggema dan senantiasa menyerukan dakwah Rasulullah
SAW”.10
Dengan demikian dengan keragaman pemikiran Islam yang muncul ke permukaan
diharapkan akan membawa Islam mencapai Renaisans yang pada akhirnya akan
mencapai kejayaan umat Islam (Aufklarung).

D. Karakteristik Pemikiran Islam


Pemikiran Islam mempunyai beberapa ciri khas, antara lain: bersifat komprrehensif
(syumuliyah), luas, praktis (amally), dan manusiawi.

A. Bersifat Komprehensif
Pemikiran Islam mengatur semua aspek kehidupan manusia , seperti politik, sosial
kemasyarakatan, perekonomian, kebudayaan dan akhlak. Islam hadir dengan membawa
aturan yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhannya, dengan dirinya
sendiri dan dengan orang lain. Aturan yang mengatur hubungan manusia dengan
Tuhannya tercakup dalam perkara akidah dan ibadah. Sedangkan aturan yang mengatur
hubungan antara manusia dengan dirinya sendiri tercakup dalam hukum-hukum tentang
makanan, pakaian, dan akhlak. Selebihnya adalah aturan yang mengatur hubungan
manusia dengan manusia lain, seperti perkara muamalah ekonomi dan sosial, sanksi-
sanksi hukum bagi para pelanggar hukum (uqubat), politik ketatanegaraan, pertahanan
dan keamanan, politik luar negeri dengan dakwah dan jihad fi sabilillah. Semua
persoalan dari sejak Islam turun ke bumi 15 abad yang lalu hingga hari kiamat, semua
masalah pasti tercakup dalam perkara yang dipecahkan oleh Islam. Kalau sekilas saja
kita membaca buku-buku fiqih, kita akan mendapatkan bahwa masalah yang dipecahkan
oleh syariah itu tidak hanya masalah ritual belaka, tapi seluruh masalah kehidupan.

10
Fathi Yakan, Islam Era Global (Kajian Proyek Islamisasi Ideal), Ababil, Yogyakarta, 1996, hal 63-65

10
B. Bersifat Luas

Keluasan pemikiran Islam memungkinkan Para Ulama untuk melakukan istinbath


(menggali) hukum-hukum syari’iy dari nash-nash syariat-syariat tentang perkara baru
apapun jenisnya, baik perbuatan ataupun benda. Dalil-dalil syariat hadir dalam bentuk
gaya bahasa yang mampu mencakup perkara apa saja hingga hari kiamat

C. Bersifat Praktis

Pemikiran Islam telah diterapkan di tengah-tengah manusia selama 13 abad, dalam


naungan negara besar di dunia, Daulah Khilafah Islamiyah. Pemikiran-pemikiran islam
yang dituangkan dalam hukum syariah yang sudah pernah diterapkan adalah: hukum
syariah tentang pemerintahan (nizhamul hukm fil Islam), hukum syariah tentang ekonomi
(nizhamul iqtishadi fil Islam), hukum syariah tentang hubungan sosial atau aturan
pergaulan pria wanita (an nizhamul ijtima’i fil Islam), hukum-hukum syariah tentang
kebijakan pendidikan (siyasah at ta’lim fil Islam), hukum-hukum syariah tentang politik
luar negeri negara islam (siyasah kharijiyah lid daulah al Islamiyah). Hukum-hukum
Islam hadir untuk diterapkan dan dilaksanakan ditengah-tengah kehidupan. Manusia tidak
akan dibebani melebihi yang dia sanggupi .

D. Bersifat Manusiawi

Islam menyeru kepada manusia dalam kapasitasnya sebagai manusia, tanpa melihat
lagi ras atau warna kulitnya.Dan dalam seruannya menyuruh seluruh manusia agar
menyembah Allah Yang Satu. Orang-orang selain orang Arab pun telah beriman pada
agama ini, seperti Persia, Romawi, Asia Tengah, India, Indonesia dan sebagainya.
Demikianlah, Islam telah mengeluarkan mereka dari kegelapan jahiliyah menuju cahaya
hidayah, dari keterpurukan menuju kebangkitan.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemikiran Islam adalah pemikiran yang khas, lain daripada yang lain. Sebab
pemikiran Islam berasal dari wahyu atau bersandarkan pada penjelasan wahyu, sedangkan
pemikiran-pemikiran yang lain yang berkembang di antara manusia, baik itu berupa agama-
agama non samawi, ideologi-ideologi politik dan ekonomi, maupun teori-teori sosial sekedar
muncul dari kejeniusan berfikir manusia yang melahirkannya.

Berdasarkan pembahasan diatas, maka adanya Pemikiran Islam dapat memberi


manfaat seperti mengetahui asal identitas, sebagai bahan renungan, interpretasi moral-
spiritual,dan lain lain.

Ciri khas Pemikiran Islam yaitu:


A. Kekomprehensifan pemikiran Islam
B. Keluasan pemikiran Islam
C. Pemikiran Islam merupakan pemikiran yang bersifat praktis (‘Amaliy)
D. Pemikiran Islam merupakan pemikiran bersifat manusiawi.

12
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Azhar Basyir, Refleksi Atas Persoalan Keislaman Seputar Filsafat, Hukum, Politik,
dan Ekonomi, Mizan, Bandung, 1993, hal.20
Amin Syukur, Pengantar Study Islam, CV. Bima Sejati, Semarang, 2000, hal. 27-28
A W. Munawir , Kamus Al-Munawar Arab-Indonesia Terlengkap, Pustaka Progresif,
Surabaya, 1997, hal. 656
Baca H.A.R. Gibb, Aliran-Aliran Modern Dalam Islam, Rajawali Pers, Jakarta, 1992, hal. 1-3
Fathi Yakan, Islam Era Global (Kajian Proyek Islamisasi Ideal), Ababil,
Yogyakarta, 1996, hal 63-65
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan,
Bulan Bintang, Jakarta, 1994, hal 12
Ibid, hal. 5
Issa J. Boullata, Dekonstruksi Tradisi Gelegar Pemikiran Arab Islam, LKis,
Yogyakarta, 2001, hal. 1
Osman Bakar, Hierarki Ilmu Membangun Rangka-Pikir Islamisasi Ilmu,
Pen. Purwanto, Mizan, Bandung, 1997, hal 12
Tim Penyusun kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1990, hal. 682-683

13

Anda mungkin juga menyukai