Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PERAN TAUHID DALAM PENGEMBANGAN DAN


PEMANFAATAN IPTEKS

KELOMPOK 1 :
- NURUL FAYUNI ( H041211056 )
- ZALZABILAH ZAHRA ( H041211057 )
- RAHMA ( H041211058 )
- NURUL QADRY H.S ( H041211059 )
- A. NURSAYYIDATUL LUTFIAH ( H041211060 )
- AINY NURUL KHAFIFAH ( H041211061 )
- RAHMAT HIDAYATULLAH ( H041211062 )
- MUSLIFAH FAHRI ( H041211063 )

UNIT PELAKSANA TEKNIS MATA KULIAH UMUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji syukur kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan hidayah-Nya,

shalawat serta salam selalu kita ucapkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW,

yang telah menjadi tauladan bagi semua orang, sehingga pada kesempatan ini kami

dapat menyelesaikan tugas Makalah Pedidikan Agama Islam ini dengan baik.

Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas

mata kuliah Pendidikan Agama Islam dan untuk melatih mahasiswa dalam

mengerjakan serta menerapkan ilmu ini sebagai acuan atau pegangan dalam dunia

kerja.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan

serta masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat

membangun sangat diharapkan.

Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan berguna bagi orang lain .

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Makassar , 16 oktober 2021

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .............................................................................................................. i


Daftar Isi....................................................................................................................... ii

BAB I Pendahuluan ................................................................................................1


A. Latar Belakang...........................................................................................2
B. Rumusan Masalah .....................................................................................2
C. Tujuan Makalah ..........................................................................,………..2

BAB II Pembahasan .................................................................................................3


A. Pengertian dan konsep tauhid ..................................................................4
B. Pengertian ilmu pengetaahuan dan teknologi............................................5
C. Hubungan antara tauhid dan ipteks .........................................................9
D. peran tauhid dalam pengembangan dan Pemanfaataan ipteks ................13

BAB III Penutup ......................................................................................................14


A. Kesimpulan............................................................................................. 14
B. Saran ....................................................................................................... 14

Daftar Pustaka ...........................................................................................................15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam yang memiliki pondasi berupa tauhid (mengesakan Tuhan) dan ilmu

pengetahuan adalah dua hal yang seharusnya tidak boleh dipisahkan oleh umat

Muhammad. Islam adalah agama yang akan membawa manusia menuju akhir yang

baik dari perjalanan seorang manusia. Sedangkan ilmu pengetahuan sebagai sarana

untuk mengeksplore, menggali kekayaan yang tersembunyi di bumi ini. Para pemikir

islam, telah mengambil sikap untuk memadukan antara islam dan ilmu pengetahuan,

yang diantara tujuannya adalah mengislamkan ilmu pengetahuan moderen dengan

cara menyusun dan membangun ulang sains sastra, dan sains-sains pasti alam dengan

memberikan dasar dan tujuan-tujuan yang konsisten dengan Islam. Setiap disiplin

harus dituangkan kembali sehingga mewujudkan prinsip-prinsip Islam dalam

metodologinya [2].

Gagasan untuk memadukan islam dengan ilmu pengetahuan telah tertuangkan

secara sistematis dalam sebuah proyek besar yang disebut sebagai “Islamisasi Ilmu

Pengetahuan”. Islamisasi ilmu pengetahuan (islamization of knowledge) merupakan

sebuah ide atau gagasan yang muncul pada sekitar awal tahun 80-an. Ide atau gagasan

ini pertama kali dicetuskan oleh Syed Naquib al-Attas dan dipopulerkan oleh Ismail

R. alFaruqi. Dalam pandangan al-Faruqi berkenaan dengan langkah-langkah dalam

1
islamisasi ilmu pengetahuan, dia mengemukakan ide islamisasi ilmunya

berlandaskan pada esensi tauhid yang memiliki makna bahwa ilmu pengetahuan

harus mempunyai kebenarannya. Dalam pandangan al-Faruqi berkenaan dengan

langkah-langkah dalam islamisasi ilmu pengetahuan, dia mengemukakan ide

islamisasi ilmunya berlandaskan pada esensi tauhid yang memiliki makna bahwa

ilmu pengetahuan harus mempunyai kebenarannya. [1] AlFaruqi menggariskan

beberapa prinsip dalam pandangan Islam sebagai kerangka pemikiran metodologi dan

cara hidup Islam. Prinsip-prinsip tersebut ialah:

1. Keesaan Allah.

2. Kesatuan alam semesta.

3. Kesatuan kebenaran dan kesatuan pengetahuan.

4. Kesatuan hidup.

5. Kesatuan umat manusia.

B. Rumusan masalah

1.Apa yang di maksud dengan tauhid ?

2. Apa yang dimaksud dengan ilmu pengetahuan dan teknologi ?

3. Apa hubungan antara Tauhid dan ipteks ?

4. Bagaimana peran tauhid dalam pengembangan ipteks dan pemanfaatan ipteks

di masa sekrang ini ?

C. Tujuan

Untuk mengetahui bagaimana peranan tauhid dalam pengembangan ipteks

dan pemanfaatan ipteks di masa sekrang ini

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tauhid

Intisari islam adalah tauhid, sebuah komitmen yang menegaskan bahwa Allah

itu Esa, pencipta mutlak lagi utama, Tuhan semesta alam. Menurut Ismail Raji al-

Faruqi, tauhid ini adalah pengikat bagian-bagian islam, yang menjadikan semua

bagian-bagian islam sebagai suatu badan yang integral dan organis yang kita sebut

sebagai peradaban. Secara sederhana, tauhid adalah keyakinan dan kesaksian bahwa

“tak ada Tuhan kecuali Allah”. Penafian ini, yang sangat ringkas, memberikan

makna sangat kaya dan agung dalam keseluruhan Islam. Kadang-kadang seluruh

kebudayaan, seluruh peradaban, atau seluruh sejarah terpadatkan dalam satu kalimat.

Inilah kasus dalam kalimat atau syahadat (kesaksian) Islam. Semua keanekaragaman,

kekayaan dan sejarah, kebudayaan dan pengetahuan, kearifan dan peradaban Islam

terpadatkan dalam kalimat pendek ”Lâ ilâha illallah”[1].

Fondasi ajaran Islam itu bertumpu pada tauhid, yaitu suatu kesadaran dalam

"peng-Esa-an Tuhan" dengan "Nabi Muhammad sebagai utusan Tuhan." Kesadaran

keEsa-an Tuhan ini mengimplikasikan suatu pandangan hidup bahwa eksistensi alam

semesta hanya berinti pada Tuhan. Maka keyakinan hidup manusia haruslah

bertumpu pada Tuhan. Manusia harus yakin bahwa segala gerak alam semesta itu

terjadi kerena eksistensi Tuhan. Tanpa Tuhan Yang Mahakuasa, maka alam semesta

3
tidak ada. Tuhan adalah inti realitas yang membuat realitas menjadi ada, termasuk

manusia itu sendiri. Sebab dasar tauhid ini, tidak mengherankan bila "pengingkaran"

manusia terhadap Tuhan, dalam Islam, diposisikan sebagai sikap berdosa paling

tinggi yang tidak terampuni. Implikasi dari penyaksiaan ketauhidan ini adalah iman,

yaitu keyakinankeyakinan terhadap keberadaan Tuhan, malaikat, kitab-kitab, para

rasul, hari kiamat, dan takdir. Dengan keimanan ini maka sudah sempurnalah setiap

individu menjadi muslim. Selanjutnya, individu tersebut akan hidup dalam garis

Islam yang bersandar pada Alquran dan Hadis. Di sini terlihat bahwa peran utama

tauhid adalah sebagai pintu masuk menuju "Islam" sebagai agama teologis-

humanisme, yaitu pencipta rahmatan lil alamin dengan berdasar konsep ketuhanan[5].

Pemikiran bahwa tauhid sebagai konsep yang berisikan nilai-nilai

fundamental yang harus dijadikan paradigma sains Islam merupakan kebutuhan

teologis filosofis. Sebab tauhid sebagai pandangan dunia Islam menjadi dasar atau

fundamen bangunan Islam. Oleh karena itu, sains dan teknologi harus dibangu di atas

landasan yang benar dari pandangan dunia tauhid. Sains dan teknologi dalam

pandangan tauhid adalah yang berlandaskan nilai-nilai ilahiah (teologis) sebagai

landasan etis normative dan nilai-nilai insaniyah [antropo-sosiologis] dan alamiah

[kosmologis] sebagai basis praksisoperasional.

B. Pengertian ilmu pengetahuan dan teknologi

Ilmu pengetahuan (sains) adalah pengetahuan tentang gejala alam yang diperoleh

melalui proses yang disebut metode ilmiah (scientific method). Sedang teknologi

adalah pengetahuan dan ketrampilan yang merupakan penerapan ilmu pengetahuan

4
dalam kehidupan manusia sehari-hari. Perkembangan iptek, adalah hasil dari segala

langkah dan pemikiran untuk memperluas, memperdalam, dan mengembangkan

iptek.6 Agama yang dimaksud di sini, adalah agama Islam, yaitu agama yang

diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, untuk mengatur hubungan

manusia dengan Penciptanya (dengan aqidah dan aturan ibadah), hubungan manusia

dengan dirinya sendiri (dengan aturan akhlak, makanan, dan pakaian), dan hubungan

manusia dengan manusia lainnya (dengan aturan mu’amalah dan uqubat/sistem

pidana).

Menurut Achmad Baiquni mendefinisikan sains sebagai himpunan pengetahuan

manusia tentang alam yang diperoleh sebagai konsensus para pakar pada

penyimpulan secara rasional mengenai hasil-hasil analisis yang kritis terhadap data-

data pengukuran yang diperoleh dari observasi pada gejala-gejala alam.7 Melalui

proses pengkajian yang dapat diterima oleh akal, sains disusun atas dasar intizhar

pada gejala-gejala alamiah yang dapat diperiksa berulang-ulang atau dapat diteliti

ulang oleh orang lain dalam eksperimen laboratorium. Kata intizhar (nazhara) dapat

berarti mengumpulkan pengetahuan melalui pengamatan atau observasi dan

pengukuran atau pengumpulan data pada alam sekitar kita, baik yang hidup maupun

yang tak bernyawa [5]

C. Hubungan antara tauhid dan ipteks

Dalam dunia modern sekarang ini sains merupakan karunia tak tertandingi

sepanjang zaman bagi kehidupan manusia dalam menghadapi segala tuntutan dan

perkembangannya. Dan sudah menjadi kebutuhan manusia yang ingin mencapai

5
kemajuan dan kesejahteraan hidup, untuk menguasai dan memanfaatkan sains sebagai

prasyarat bagi kelangsungan hidupnya. Namun, apakah kemajuan dan kesejahteraan

hidup ini menjadi tujuan tunggal atas penguasaan dan pemanfaatan sains. Pesatnya

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai hasil aplikasi sains tampak jelas

memberikan kesenangan bagi kehidupan lahiriah manusia secara luas. Dan manusia

telah mampu mengeksploitasi kekayaan-kekayaan dunia secara besar-besaran. Yang

menjadi permasalahan adalah pesatnya kemajuan itu sering diikuti dengan merosotnya

kehidupan beragama.[5]

Karakteristik Islam sebagai satu-satunya agama yang benar dan sempurna


ialah dengan memberikan dorongan yang positif terhadap manusia untuk
menggunakan akal dan sains untuk meneliti dan menghayati kebenaran nilai-nilai
ajaran Islam. Hubungan antara Islam dengan sains sejalan dengan firman Allah dalam
[QS: Yunus: 101]: ِ

Terjemahnya:

Katakanlah: "Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi. tidaklah

bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan

bagi orang-orang yang tidak beriman".

Dari ayat tersebut dapat diketahui bahwa betapa pentihnya intizhor terhadap

alam semesta yang ada disekitar kita. Allah menciptakan manusia, dan kepada

mereka diberikan hak untuk menguasai alam dengan syarat, manusia itu wajib

mengetahui alam dan menggali rahasianya. Dan Allah menjelaskan tentang konsepsi

6
Islam tentang sumber alam dan teknologi. Firman Allah dalam [QS; Luqman:20]:

Terjemahnya: “Tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah Telah

menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan

menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. dan di antara manusia ada

yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan

tanpa Kitab yang memberi penerangan. Ayat tersebut diatas menjelaskan bahwa

Allah menempatkan ilmu pada kedudukan yang tinggi dan memberikan dorongan

secara sistematis bagi perkembangan sains dan teknologi melalui ajakan

menggunakan akal pikiran. Ajakan mengobservasi meneliti dan mengkaji realitas-

realitas alam semesta termasuk manusia itu sendiri.[5]

Hubungan tauhid dengan sains dan teknologi secara garis besar dapat dilihat

berdasarkan tinjauan ideology tauhid yang mendasari hubungan keduanya, ada tiga

paradigma yaitu:

 Paradigma Sekuler,

yaitu paradigma ini memandang agama dan iptek adalah terpisah satu sama

lain. Sebab, dalam ideology sekularisme barat, agama [tauhid] dipisahkan dari

kehidupan (fash al din al hayah). Tauhid tidak dinafikan eksistensinya, tapi hanya

dibatasi perannya dalam hubungan pribadi manusia dengan Tuhannya. Agama

tidak mengatur kehidupan umum /public. Paradigma ini memandang tauhid dan

iptek tidak bisa mencampuri dan mengintervensi yang lainnya. tauhid dan iptek

7
sama sekali terpisah baik secara ontologis (berkaitan dengan pengertian atau

hakikat sesuatu hal), efistemologis (berkaitan dengan cara memperoleh

pengetahuan), dan aksiologis (berkaitan dengan cara menerapkan pengetahuan).

Paradigma ini mencapai kematangan pada akhir abad XIX di Barat sebagai jalan

keluar dari kontradiksi ajaran Kristen dengan penemuan ilmu pengetahuan

modern. Semula ajaran Kristen dijadikan standar kebenaran ilmu pengetahuan,

tapi ternyata banya ayat Bible yang berkotradiksi dan tidak relevan dengan fakta

ilmu pengetahuan.

 Paradigma Sosialis,

yaitu paradigma dari ideology sosialisme yang menafikan eksistensi agama

sama sekali. Agama [tauhid] tidk ada, tidak ada hubungan dan kaitan apapun

sains dan teknologi. Sains dan teknologi bias berjalan secara independen dan

lepas secara total dari Tauhîd. Paradigma ini mirip dengan paradigma sekuler,

tetapi lebih ekstrim. Dalam paradigma sekuler, tauhid berfungsi secara

sekularistik, yaitu tidak dinafikan keberadaannya, hanya dibatasi perannya dalam

hubungan vertikal manusia dengan Allah. Sedangkan dalam paradigma sosialis

tauhid dipandang secara ateistik, yaitu dianggap tidak ada dan dibuang sama

sekali dari kehidupan.

Menurut paradigma sosialis ini, agama tidak ada sangkut pautnya sama sekali

dengan iptek. Seluruh bangunan ilmu pengetahuan dalam paradigma sosialis

didasarkan pada ide dasar materialisme, khususnya Materialisme Dialektis.16

Paham Materialisme dialektis adalah paham yang memandang adanya

8
keseluruhan proses perubahan yang terjadi terus menerus melalui proses

dialektika, yaitu melalui pertentangan-pertentangan yang ada pada materi yang

sudah mengandung benih perkembangan itu sendiri.

 Paradigma Islam,

yaitu paradigma yang memandang bahwa agama adalah dasar dan pengatur

kehidupan. Aqidah tauhid menjadi basis dari segala ilmu pengetahuan. Aqidah

tauhid yang terwujud dalam apa-apa yang ada dalam Alqur`an dan al-Hadits

menjadi qa’idah fikriyah (landasan pemikiran), yaitu suatu asas yang di atasnya

dibangun seluruh bangunan pemikiran dan ilmu pengetahuan manusia.18

Paradigma ini memerintahkan manusia untuk membangun segala pemikirannya

berdasarkan tauhid Islam, bukan lepas dari tauhid itu. Ini bisa kita pahami dari

ayat yang pertama kali turun 19 (artinya) : “Bacalah dengan (menyebut) nama

Tuhanmu Yang menciptakan.” Dalam ayat tersebut manusia telah diperintahkan

untuk membaca guna memperoleh berbagai pemikiran dan pemahaman. Tetapi

segala pemikirannya itu tidak boleh lepas dari aqidah tauhid, karena iqra`

haruslah dengan bismi rabbika, yaitu tetap berdasarkan iman kepada Allah, yang

merupakan asas Aqidah Islam. Paradigma Islam ini menyatakan bahwa, kata

putus dalam ilmu pengetahuan bukan berada pada pengetahuan atau filsafat

manusia yang sempit, melainkan berada pada ilmu Allah yang mencakup dan

meliputi segala sesuatu[5].

9
D. Peran tauhid dalam pengembangan dan Pemanfaataan iptek

1. AQIDAH ISLAM SEBAGAI DASAR IPTEK

Inilah peran pertama yang dimainkan Islam dalam iptek, yaitu aqidah Islam

harus dijadikan basis segala konsep dan aplikasi iptek. Inilah paradigma Islam

sebagaimana yang telah dibawa oleh Rasulullah SAW. Paradigma Islam inilah yang

seharusnya diadopsi oleh kaum muslimin saat ini. Bukan paradigma sekuler seperti

yang ada sekarang. Diakui atau tidak, kini umat Islam telah telah terjerumus dalam

sikap membebek dan mengekor Barat dalam segala-galanya; dalam pandangan hidup,

gaya hidup, termasuk dalam konsep ilmu pengetahuan. Bercokolnya paradigma

sekuler inilah yang bisa menjelaskan, mengapa di dalam sistem pendidikan yang

diikuti orang Islam, diajarkan sistem ekonomi kapitalis yang pragmatis serta tidak

kenal halal haram. Eksistensi paradigma sekuler itu menjelaskan pula mengapa tetap

diajarkan konsep pengetahuan yang bertentangan dengan keyakinan dan keimanan

muslim. Misalnya Teori Darwin yang dusta dan sekaligus bertolak belakang dengan

Aqidah Islam. Kekeliruan paradigmatis ini harus dikoreksi. Ini tentu perlu

perubahan fundamental dan perombakan total. Dengan cara mengganti paradigma

sekuler yang ada saat ini, dengan paradigma Islam yang memandang bahwa Aqidah

Islam (bukan paham sekularisme) yang seharusnya dijadikan basis bagi bangunan

ilmu pengetahuan manusia. Namun di sini perlu dipahami dengan seksama, bahwa

ketika Aqidah Islam dijadikan landasan iptek, bukan berarti konsep-konsep iptek

harus bersumber dari Al-Qur`an dan Al-Hadits, tapi maksudnya adalah konsep iptek

harus distandardisasi benar salahnya dengan tolok ukur AlQur`an dan Al-Hadits dan

10
tidak boleh bertentangan dengan keduanya.[3]

Jika kita menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan iptek, bukan berarti

bahwa ilmu astronomi, geologi, agronomi, dan seterusnya, harus didasarkan pada

ayat tertentu, atau hadis tertentu. Kalau pun ada ayat atau hadis yang cocok dengan

fakta sains, itu adalah bukti keluasan ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu QS.

An-Nisaa` [4]:126 dan QS AthThalaq [65]:12), bukan berarti konsep iptek harus

bersumber pada ayat atau hadis tertentu. Misalnya saja dalam astronomi ada ayat

yang menjelaskan bahwa matahari sebagai pancaran cahaya dan panas (QS Nuh [71]:

16), bahwa langit (bahan alam semesta) berasal dari asap (gas) sedangkan galaksi-

galaksi tercipta dari kondensasi (pemekatan) gas tersebut (QS. Fushshilat [41]: 11-

12), dan seterusnya. Ada sekitar 750 ayat dalam Al-Qur`an yang semacam ini.17

Ayat-ayat ini menunjukkan betapa luasnya ilmu Allah sehingga meliputi segala

sesuatu, dan menjadi tolok ukur kesimpulan iptek, bukan berarti bahwa konsep iptek

wajib didasarkan pada ayat-ayat tertentu. Jadi, yang dimaksud menjadikan Aqidah

Islam sebagai landasan iptek bukanlah bahwa konsep iptek wajib bersumber kepada

Al-Qur`an dan Al-Hadits, tapi yang dimaksud, bahwa iptek wajib berstandar pada Al-

Qur`an dan Al-Hadits. Ringkasnya, Al-Qur`an dan Al-Hadits adalah standar (miqyas)

iptek, dan bukannya sumber (mashdar) iptek. Artinya, apa pun konsep iptek yang

dikembangkan, harus sesuai dengan Al-Qur`an dan Al-Hadits, dan tidak boleh

bertentangan dengan Al-Qur`an dan AlHadits itu. Jika suatu konsep iptek

bertentangan dengan Al-Qur`an dan Al-Hadits, maka konsep itu berarti harus ditolak.

Misalnya saja Teori Darwin yang menyatakan bahwa manusia adalah hasil evolusi

11
dari organisme sederhana yang selama jutaan tahun berevolusi melalui seleksi alam

menjadi organisme yang lebih kompleks hingga menjadi manusia modern sekarang.

Berarti, manusia sekarang bukan keturunan manusia pertama, Nabi Adam AS, tapi

hasil dari evolusi organisme sederhana. Ini bertentangan dengan firman Allah SWT

yang menegaskan, Adam AS adalah manusia pertama, dan bahwa seluruh manusia

sekarang adalah keturunan Adam AS itu, bukan keturunan makhluk lainnya

sebagaimana fantasi Teori Darwin .18 Firman Allah SWT (artinya): “(Dialah Tuhan)

yang memulai penciptaan manusia dari tanah, kemudian Dia menciptakan

keturunannya dari sari pati air yang hina (mani).” (QS AsSajdah [32]: 7). “Hai

manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang

perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu

saling kenal mengenal.” (QS Al-Hujuraat [49]: 13).

2. SYARIAH ISLAM STANDAR PEMANFAATAN IPTEK

Peran kedua Islam dalam perkembangan iptek, adalah bahwa Syariah Islam

harus dijadikan standar pemanfaatan iptek. Ketentuan halal-haram (hukum-hukum

syariah Islam) wajib dijadikan tolok ukur dalam pemanfaatan iptek, bagaimana pun

juga bentuknya. Iptek yang boleh dimanfaatkan, adalah yang telah dihalalkan oleh

syariah Islam. Sedangkan iptek yang tidak boleh dimanfaatkan, adalah yang telah

diharamkan syariah Islam.

Kontras dengan ini, adalah apa yang ada di Barat sekarang dan juga negeri-

negeri muslim yang bertaqlid dan mengikuti Barat secara membabi buta. Standar

pemanfaatan iptek menurut mereka adalah manfaat, apakah itu dinamakan

12
pragmatisme atau pun utilitarianisme. Selama sesuatu itu bermanfaat, yakni

dapat memuaskan kebutuhan manusia, maka ia dianggap benar dan absah untuk

dilaksanakan. Meskipun itu diharamkan dalam ajaran agama. Keberadaan standar

manfaat itulah yang dapat menjelaskan, mengapa orang Barat mengaplikasikan iptek

secara tidak bermoral, tidak berperikemanusiaan, dan bertentangan dengan nilai

agama. Misalnya menggunakan bom atom untuk membunuh ratusan ribu manusia tak

berdosa, memanfaatkan bayi tabung tanpa melihat moralitas (misalnya meletakkan

embrio pada ibu pengganti), mengkloning manusia (berarti manusia bereproduksi

secara a-seksual, bukan seksual), mengekploitasi alam secara serakah walaupun

menimbulkan pencemaran yang berbahaya, dan seterusnya. Karena itu, sudah

saatnya standar manfaat yang salah itu dikoreksi dan diganti dengan standar yang

benar. Yaitu standar yang bersumber dari pemilik segala ilmu yang ilmu-Nya

meliputi segala sesuatu, yang amat mengetahui mana yang secara hakiki bermanfaat

bagi manusia, dan mana yang secara hakiki berbahaya bagi manusia. Standar itu

adalah segala perintah dan larangan Allah SWT yang bentuknya secara praktis dan

konkret adalah syariah Islam. [3]

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat dipahami, hubungan Islam dalam perkembangan

iptek setidaknya ada 2 (dua). Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma

pemikiran dan ilmu pengetahuan. Jadi, paradigma Islam, dan bukannya paradigma

sekuler, yang seharusnya diambil oleh umat Islam dalam membangun struktur ilmu

pengetahuan. Kedua, menjadikan tauhid sebagai standar/landasan penggunaan

sainstek. Jadi, tauhidlah, bukannya standar manfaat (utilitarianisme), yang seharusnya

dijadikan tolok ukur umat Islam dalam mengaplikasikan iptek. Tauhid sebagai

landasan pijak untuk memajukan sains masih mungkin dilakukan umat kini dan di

masa depan. Namun dibutuhkan upaya saksama memperbaiki keadaan. Untuk

dibutuhkan transformasi nilai-nilai Islam di dalam memajuka sains.

B. Saran

Maka diharapkan kepada kita semua baik yang tua maupun yang muda agar

dapat mewujudkan masyarakat madani di negeri kita ini Indonesia. Dengan

peningkatan kualiatas sumber daya manusia, potensi, perbaikan sistem ekonomi, dan

menerapkan budaya zakat, infak, dan sedekah. Insya Allah dengan menjalankan

syariat Islam dengan baik dan teratur kita dapat memperbaiki kehidupan bangsa ini

secara Perlahan.

14
DAFTAR PUSTAKA

[1] Al-Faruqi, Ismail Raji, Tauhid, Terj. Rahmani Astuti (Bandung : Pustaka, 1988,
cet. ke-1)

[2] Fatah , M, H., Tauhid Sebagai Dasar Pengembangan ilmu pengetahuan , Fakultas
ushuluddin dan UIN Sultan Maulana Hasanuddin, Banten.

[3] Ilmi ,Z., 2012, Islam sebagai Landasan Perkembangan ilmu Pengetahuan dan
Teknologi , 15 (1) : 95-105.

[4] Inayah, F., Tauhid Sebagaai Prinsip Ilmu Pengetahuan (studi Analisis ismail Raji
al Faruqi), jurnal pemikiran islam, 2 (1) ; 97-121.

[5] Mannan, A., 2018, Transformasi Nilai-Nilai Tauhid dalam Pengembangan Sains
dan Teknologi, Jurnal Aqidah, 4(2) : 1-17.

15

Anda mungkin juga menyukai