Anda di halaman 1dari 9

KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini
bisa selesai pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan
memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun
terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
Daftar Isi

Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
Bab II Pembahasan

A. Pengertian Kerajaan
B. Kerajaan Banjar
C. Sistem Pemerintahan Kerajaan Banjar
D. Asal Mula Kerajaan Banten
E. Masuknya Islam ke Banten
F. Masa Kejayaan Kerajaan Banten

BAB III PENUTUP

 A. Simpulan
 B. Saran
BAB I
PENDAHULUAN

Kerajaan Banjar adalah kerajaan terakhir yang pernah ada di daerah Kalimantan
Selatan. Kerajaan Banjar disebut juga sebagai kerajaan Islam karena agama Islam sebagai
agama Negara terlihat dengan jelas pada masa pemerintahan Sultan Adam Al-Wasik Billah.
Namun, sayangnya Kesultanan Banjar (kerajaan Banjar) telah sekian lama tak terangkat ke
permukaan, hal ini bisa jadi konon karena kesultanan ini perang melawan kolonial pada 1857
sehingga kerajaannya dibumi-hanguskan oleh Belanda. Sampai saat ini, tidak banyak yang
mengetahui mengenai perkembangan kerajaan Banjar sekarang, apakah eksistensinya masih
ada atau mungkin telah lenyap ditelan waktu?. Dalam makalah ini akan diuraikan secara
singkat mengenai kerajaan banjar, sistem pemerintahan kerajaan banjar, serta kerajaan Banjar
itu sendiri pada saat ini.
Kesultanan Banten awalnya hanya sebuah kadipaten yang berada di bawah kekuasaan
Kerajaan Padjajaran yang bercorak Hindu. Wilayah kerajaan ini merupakan salah satu
wilayah yang berpengaruh dalam jalur perdagangan internasional. Banten merupakan salah
satu pelabuhan terpenting kerajaan ini dan wilayah lain, di antaranya, Pontang, Tangerang,
Kalapa, Cimanuk, dan Cirebon. Ekspor utama pelabuhan Banten adalah lada dan beras. Posisi
Banten yang sangat strategis membuat wilayah ini menjadi tempat transit pedagang dari
negara-negara lain seperti Maladewa serta kerajaan-kerajaan lain.
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KERAJAAN
Dalam sebuah kamus lengkap Bahasa Indonesia, kerajaan diartikan sebagai bentuk
pemerintahan yang dikepalai oleh raja; tanda-tanda kebesaran raja; martabat (kedudukan)
raja; wilayah kekuasaan seorang raja; sifat sebagai raja; menjadi raja; naik tahta.[1] Selain
itu, kerajaan juga merupakan salah satu bentuk pemerintahan di mana kepala negara dan atau
kepala pemerintahan-nya juga disebut Raja, Ratu, Kaisar, Permaisuri, Sultan, Baginda,
Khalifah dan Emir[2].

B. KERAJAAN BANJAR
Sultan Suriansyah merupakan raja pertama dari Kerajaan Banjar dan raja pertama
yang memeluk agama Islam. Agama Islam merupakan agama Negara dan menempatkan
kedudukan para ulama pada tempat yang terhormat dalam Negara. Kedudukan agama Islam
sebagai agama Negara terlihat dengan jelas pada masa pemerintahan Sultan Adam Al-Wasik
Billah yang mengeluarkan Undang-Undang Negara pada tahun 1835 yang kemudian dikenal
sebagai Undang-Undang Sultan Adam, yang mana dalm Undang-Undang tersebut terlihat
jelas bahwa sumber hukum yang dipergunakan adalah hukum Islam. Oleh karena itu,
kerajaan Banjar disebut juga sebagai kerajaan Islam, dan oleh karena itu pulalah urang Banjar
dikenal sebagai orang yang beragama Islam.
Kerajaan Banjar adalah kerajaan terakhir yang pernah ada di daerah Kalimantan
Selatan. Kerajaan tertua yang pernah ada adalah kerajaan Tanjungpura atau Tanjungpuri,
sebuah kerajaan migrasi orang-orang Melayu dengan membawa unsur kebudayaan Melayu
dengan menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa komunikasi. Banyak pendapat yang
berbeda tentang dimana lokalisasi kerajaan Tanjungpura ini. Salah satu diantaranya ada yang
berpendapat bahwa Tanjungpura merupakan kota Tanjung ibukota Kabupaten Tabalong
sekarang ini.[3] J.J. Ras menyebutkan bahwa Tanjung merupakan sebuah daerah tempat
imigrasi Melayu yang pertama ke Kalimantan. Mpu Prapanca menyebutkan dalam
Negarakartagama (1365) dengan nama Nusa Tanjung Negara dan ini identik dengan Pulau
Hujung Tanah, dengan kota terpenting adalah Tanjungpuri. Pada bagian llain Mpu Prapanca
menyebutkan nama Bakulapura adalah nama lain dari bahasa Sanskerta untuk menyebutkan
nama Tanjungpura. Kalau kerajaan Tanjungpura merupakan migrasi Orang Melayu
Sriwijaya, hal ini berarti puela ahwa ke daerah ini telah masuk unsur kebudayaan agama
Budha sebagai agama dari kerajaan Sriwijaya. Migrasi Melayu ke Kalimantan diperkirakan
antara abad ke 12-13 Masehi.
Pada abad ke-13 muncul pula kerajaan Negara Dipa yang kemudian diganti oleh
Negara Daha. Negara Dipa berlokasi di sekitar Amuntai sedangkan Negara Daha berlokasi
sekitar Negara sekarang. Kedua kerajaan ini bercorak Hindu dengan peninggalan Candi
Agung dan Candi Laras. Negara Dipa merupakan kerajaan migrasi dari Jawa Timur sebagai
akibat dari peperangan antara Ken Arok dengan raja Kertajaya yang dikenal dengan Perang
Ganter.[4]
Dalam abad ke-16 muncul perkembangan baru dengan lahirnya kerajaan Banjar yang
bercorak Islam di Kalimantan Selatan. Kerajaan Banjar berkembang pesat sampai abad ke-19
merupakan kerajaan Islam merdeka dengan nation baru bangsa Banjar sebagai warganegara
dari sebuah kerajaan (1859-1915) maka bangsa Banjar sebagai warganegara dari sebuah
kerajaan merdeka juga ikut lenyap, dan turun derajatnya menjadi bangsa jajahan dan
kemudian dikenal sebagai Urang Banjar atau Orang Banjar.[5]
C. SISTEM PEMERINTAHAN KERAJAAN BANJAR
Sebelum Kerajaan Banjar berdiri, pada masa Negaradaha jabatan raja selalu diambil
silih berganti dari pewaris yang sah (sengketa). Kerajaan Banjar memulai kembali tradisi
bahwa raja diganti oleh puteranya, sedangkan jabatan Mangkubumi (jabatan tertinggi setelah
raja) diputuskan dari rakyat biasa yang mempunyai jasa besar terhadap kerajaan. Saudara raja
dapat menjadi Adipati (raja kecil di daerah kekuasaan/taklukan) tetapi mereka tetap di bawah
Mangkubumi. Kaum bangsawan yang bergelar Pangeran dan Raden boleh selalu ikut serta
dalam sidang membicarakan masalah negara dan ikut serta memberikan kesejahteraan bagi
rakyat.
Mangkubumi dalam perkembangannya disebut juga Perdana Menteri kemudian
berkembang pula sebutan Wazir, ketiga sebutan ini memiliki tingkat jabatan yang sama
hanya berbeda nama. Sebutan untuk sultan dalam penyebutan acara resmi adalah Yang Mulia
Paduka Seri Sultan. Calon pengganti Sultan disebut Pangeran Mahkota, pada masa
pemerintahan Sultan Adam disebut Sultan Muda.[6]
D. Asal Mula Kerajaan Banten
Pada tahun 1522 Jorge d’ Albuquerque, Gubernur Portugis di Malaka, mengirim
Henrique menemui Raja Samiam di Sunda untuk mengadakan perjanjian dagang dengannya.
Pada tanggal 21 Agustus kesepakatan dagang antara Portugis dan Sunda Kelapa akhirnya
disepakati. Dalam perjanjian ini, Kerajaan Sunda berkewajiban membayar 1000 bahar lada
setiap tahunnya dan Kerajaan Sunda Padjajaran memberikan sebuah wilayah untuk dijadikan
benteng Portugis. Sebagai imbalannya, Portugis akan melindungi Kerajaan Sunda Padjajaran
dari serangan Kerajaan Islam yang saat itu telah berkembang di Pulau Jawa
bagian tengah. Akhrinya, Portugis diberikan izin untuk mendirikan kantor dagang di Sunda
kelapa.
Perjanjian dagang antara Portugis dan Sunda Kelapa tersebut tidak berhasil. Hal ini
dikarenakan pada tahun 1925 wilayah Banten berhasil direbut dari kekuasan Sunda
Padjajaran oleh pasukan dari Kesultanan Demak, salah satu kerajaan Islam di pulau
Jawa. Pasukan ini dipimpin oleh seorang guru besar serta panglima militer yang handal yang
berasal dari sebenarnya berasal dari Pasai, yaitu Fatahillah. Beliau diutus langsung oleh
Kerajaan Demak yang saat itu diperintah oleh seorang sultan yang bernama Sultan
Trenggono. Alasan mengapa Fatahillah diutus untuk menaklukkan Jawa Barat sebenarnya
adalah untuk menghalau pengaruh Portugis yang saat itu sudah melakukan perjanjian dagang
dengan kerajaan Sunda Padjajaran.
Pada tahun 1526, Sultan Trenggono mengutus Syarif Hidayatullah beserta
pasukannya untuk menaklukkan Jawa Barat agar Portugis tidak dapat memasuki wilayah
tersebut. Penyerangan yang dilakukan oleh Fatahillah beserta pasukannya berhasil. Wilayah
Banten akhirnya jatuh ke tangan Kesultanan Demak. Sebagai orang yang memimpin
penaklukan tersebut, Syarif Hidayatullah langsung diberikan wewenang oleh Sultan
Trenggono untuk memimpin wilayah Banten.
Pada tahun 1552, Syarif Hidayatullah diharuskan kembali ke Cirebon. Cirebon
merupakan wilayah yang dipimpin oleh Syarif Hidayatullah sebelum Banten. Setelah berhasil
menaklukkan Banten, Syarif Hidayatullah diperintahkan oleh Sultan Trenggono untuk
mengatur wilayah tersebut sehingga wilayah Cirebon diserahkan kepada salah seorang putra
dari Syarif Hidayatullah yang bernama Pangeran Pasarean. Namun, putra yang diberikan
mandat untuk memimpin wilayah Cirebon tersebut wafat mendahului ayahnya. Alhasil,
Syarif Hidayatullah pun hijrah ke Cirebon untuk menggantikan putranya tersebut. Daerah
Banten diserahkan kepada putra lainnya yang bernama Hassanudin.
Pada tahun 1546, Sultan Trenggono, Sultan kerajaan Demak gugur dalam
penyerangan Kerajaan Demak ke Pasuruan. Hal ini menyebabkan terjadinya kekacauan
dalam tubuh Kerajaan Demak sendiri. Negara-negara bagian atau kadipaten berusaha untuk
memisahkan diri. Kerajaan Banten yang saat itu dipimpin oleh Hassanudin merupakan salah
satu kadipaten yang ikut berusaha melepaskan diri dari kerajaan induknya, Demak. Akhirnya
pada tahun 1568, Banten benar-benar terlepas dari kerajaan Demak. Pada tahun tersebut pula,
Kerajaan Banten resmi berdiri dengan Maulana Hassanudin sebagai Sultan pertamanya.

E. Masuknya Islam ke Banten


Islam telah memasuki wilayah Banten sebelum Kesultanan Banten berdiri. Agama ini
dibawa oleh para pedagang Arab pada akhir abad ke-15. Karena itu, posisi Banten sebagai
jalur perdagangan internasional sangat menentukan dalam penyebaran Islam ke tanah Banten
ini.
Setelah itu, Islamisasi di Banten dilanjutkan oleh seorang pemuda yang bernama
Syarif Hidayatullah. Beliau adalah cucu dari Prabu Siliwangi dari putrinya yang menikah
dengan seorang pemimpin Ismailiyyah. Syarif Hidayatullah yang saat itu baru kembali ke
tanah kelahiran ibundanya, Cirebon, mulai berdakwah di tanah Pasundan. Di Banten, beliau
menikah dengan adik dari Bupati setempat yang bernama Nyai Kawunganten. Dari
penikahannya ini, lahirlah dua anak, yakni Ratu Winahon dan Hassanudin. Bersama
putranya, Syarif Hidayatullah menyebarkan agama Islam hingga ke arah Gunung Pulosari.
Setelah Syarif Hidayatullah kembali ke Cirebon, perjuangan dakwah Islam di Banten
dilanjutkan oleh Hassanudin. Beliau berkelana dari Gunung Pulosari hingga Ujung Kulon.
Dalam menyebarkan ajaran Islam, Hasanuddin menggunakan budaya penduduk
setempat. Karena itu, dakwahnya cepat diterima oleh masyarakat. Cara ini terus dilakukan
oleh Hasanuddin hingga pada tahun 1525, beliau berhasil merebut kekuasaan Banten dari
kerajaan Sunda Padjajaran dan mendirikan Kesultanan Islam.Mulai saat itu, Islam disebarkan
di Banten melalui kekuasaan.
Adapun raja- Raja Kesultanan Banten yaitu: Sultan pertama yang memerintah Banten
adalah Sultan Maulana Hasanudin. Beliaulah yang berhasil membebaskan Banten dari
kekuasaan Kerajaan Demak. Maulana Hasanudin kemudian mengubah wilayah yang semula
hanyalah sebuah kadipaten tersebut menjadi kesultanan.
Sultan Maulana Hasanudin adalah putra dari Syarif Hidayatullah, tokoh penaklukan
Banten dari Kerajaan Sunda Padjajaran. Maulana Hasanudin memerintah dari tahun 1552
hingga 1570. Selama pemerintahannya, Sultan Maulana Hasanudin lebih fokus pada
perluasan wilayah perdagangan dan tata keamanan kota.
Sultan kedua yang memimpin Banten adalah Maulana Yusuf. Beliau adalah putra
pertama dari Sultan Maulana Hassanudin dengan seorang putri Sultan Trenggono. Sama
seperti ayahnya yang menggantikan kakeknya, beliau juga mewarisi tahta ayahnya.
Sedangkan adiknya, Sunan Parwoto, menjadi Pangeran Jepara. Maulana Yusuf memerintah
selama 10 tahun mulai tahun 1570 hingga akhir hayatnya pada tahun 1580.
Sultan ketiga yang memegang tampuk pemerintahan Banten adalah Maulana
Muhammad, putra Maulana Yusuf. Beliau diangkat menjadi seorang Sultan pada usia yang
sangat muda. Hal ini menyebabkan adanya perseteruan antara dirinya dan pamannya, yakni
Pangeran Jepara. Alhasil, pada masa pemerintahannya, Maulana Muhammad harus
menghadapi perlawanan dari pamannya sendiri. Namun, dengan dukungan ulama-ulama
Banten, Maulana Muhammad berhasil membendung serangan Pangeran Jepara. Beliau pun
dapat mempertahankan tahtanya.
Sultan lainnya yang pernah memerintah Kesultanan Banten antara lain: 1. Sultan
Abdul Mufahir Mahmud Abdul Kadir (1605-1640), 2. Sultan Abu al-Ma’ali Ahmad (1640-
1650), 3. Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682), 4. Sultan Abdul Kahar atau Sultan Haji
(1682-1687), 5. Abdul Fadhl atau Sultan Yahya (1687-1690), 6. Abul Mahasin Zainul
Abidin (1690-1733), 7. Muhammad Syifa Zainul Ar atau Sultan Arifin (1733-1750), 8.
Muhammad Wasi Zainifin (1750-1752), 9. Syarifuddin Artu Walikul Alimin (1752-1753),
10. Muhammad Arif Zainul Asyikin (1753-1773), 11. Abul Mafakir Muhammad Aliyuddin
(1773-1799), 12. Muhyidin Zainush Sholihin (1799-1801), 13. Muhammad Ishaq Zainul
Muttaqin (1801-1802), 14. Wakil Pangeran Natawijaya (1802-1803), 15. Aliyuddin II (1803-
1808) , 16. Wakil Pangeran Suramanggala (1808-1809), dan 17. Muhammad Syafiuddin
(1809-1813).
F. Masa Kejayaan Kerajaan Banten
Banten mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Ageng
Tirtayasa. Kejayaan tersebut berhasil diraih dalam berbagai bidang seperti politik, ekonomi,
perdagangan, kebudayaan, maupun keagamaan. Dalam bidang politik misalnya, Banten
selalu membangun hubungan persahabatan dengan daerah-daerah lainnya. Daerah-daerah
sahabat Banten yang berada di wilayah nusantara antara lain Cirebon, Lampung, Gowa,
Ternate, dan Aceh. Selain itu, Kesultanan Banten juga menjalin hubungan persahabatan
dengan negara-negara lain yang jauh dari nusantara. Salah satunya adalah dengan mengirim
utusan diplomatik ke Inggris yang dipimpin oleh Tumenggung Naya Wipraya dan Jaya
Sedana pada 10 November 1681.
Dalam bidang ekonomi, Sultan Ageng Tirtayasa berhasil mengembangkan
perdagangan Banten. Pada masanya, Banten menjadi salah satu tempat transit utama
perdagangan internasional. Pedagang-pedagang dari berbagai negara, seperti Inggris,
Perancis, Denmark, Portugis, Iran, India, Arab, Cina, Jepang, Filipina, Malayu, dan Turki
datang ke sini untuk memasarkan barang komoditas dari negeri mereka. Walaupun saat itu
Banten menghadapi persaingan dengan VOC, tetapi Sultan Ageng Tirtayasa tetap mampu
menarik pedagang mancanegara tersebut untuk tetap berdagang di Banten. Hal ini disebabkan
Banten tidak menerapkan monopoli perdagangan seperti yang dijalankan oleh VOC.
Sultan Ageng Tirtayasa juga mendirikan keraton baru di wilayah Tirtayasa untuk
memperkuat pertahanan kesultanannya. Dengan pembangunan keraton ini, wilayah Tirtayasa
terus dibuka. Beliau membangun jalan dari Pontang ke Tirtayasa. Tidak hanya itu, Sultan
Ageng juga membuka lahan-lahan persawahan sepanjang jalan tersebut serta
mengembangkan pemukiman warga di daerah Tangerang.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
· Kerajaan diartikan sebagai bentuk pemerintahan yang dikepalai oleh raja.
· Kerajaan Banjar adalah kerajaan terakhir yang pernah ada di daerah Kalimantan Selatan.
· Kerajaan Banjar berkembang pesat sampai abad ke-19, merupakan kerajaan Islam
merdeka dengan nation baru bangsa Banjar sebagai warganegara dari sebuah kerajaan (1859-
1915) maka bangsa Banjar sebagai warganegara dari sebuah kerajaan merdeka juga ikut
lenyap , dan turun derajatnya menjadi bangsa jajahan dan kemudian dikenal sebagai Urang
Banjar atau Orang Banjar.
· Pada tahun 1546, Sultan Trenggono, Sultan kerajaan Demak gugur dalam penyerangan
Kerajaan Demak ke Pasuruan. Hal ini menyebabkan terjadinya kekacauan dalam tubuh
Kerajaan Demak sendiri. Negara-negara bagian atau kadipaten berusaha untuk memisahkan
diri. Kerajaan Banten yang saat itu dipimpin oleh Hassanudin merupakan salah satu
kadipaten yang ikut berusaha melepaskan diri dari kerajaan induknya, Demak. Akhirnya pada
tahun 1568, Banten benar-benar terlepas dari kerajaan Demak. Pada tahun tersebut pula,
Kerajaan Banten resmi berdiri dengan Maulana Hassanudin sebagai Sultan pertamanya.
· Islam telah memasuki wilayah Banten sebelum Kesultanan Banten berdiri. Agama ini
dibawa oleh para pedagang Arab pada akhir abad ke-15. Karena itu, posisi Banten sebagai
jalur perdagangan internasional sangat menentukan dalam penyebaran Islam ke tanah Banten
ini.
· Banten mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa.
Kejayaan tersebut berhasil diraih dalam berbagai bidang seperti politik, ekonomi,
perdagangan, kebudayaan, maupun keagamaan. Dalam bidang politik misalnya, Banten
selalu membangun hubungan persahabatan dengan daerah-daerah lainnya. Daerah-daerah
sahabat Banten yang berada di wilayah nusantara antara lain Cirebon, Lampung, Gowa,
Ternate, dan Aceh. Selain itu, Kesultanan Banten juga menjalin hubungan persahabatan
dengan negara-negara lain yang jauh dari nusantara. Salah satunya adalah dengan mengirim
utusan diplomatik ke Inggris yang dipimpin oleh Tumenggung Naya Wipraya dan Jaya
Sedana pada 10 November 1681.
MAKALAH SEJARAH INDONESIA
(KERAJAAN BANJAR DAN BANTEN)

D
I
S
U
S
U
N

OLEH : KELOMPOK IV

 YENI
 MUNIFA
 INDAH
 DINA APSANA
 DINI DIYANTI
 RANI SALSABILA

SMA NEGERI 1 AMPIBABO


TAHUN AJARAN 2019/2020

Anda mungkin juga menyukai