Anda di halaman 1dari 42

BENTUK DAN PERAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN SEBELUM 1928

Seperti yang telah kita ketahui bahwa budi utomo adalah sebuah organisasi pertama di era
sebelum kemerdekaan indonesia, pada saat itu indonesia belum merdeka dan masih dalam
jajahan belanda.

Lahirnya organisasi budi utomo (boedi oeutomo) pada tanggal 20 mei 1908 disebut hari
kebangkitan nasional, karena dari lahirnya organisasi inilah banyak organisasi lain untuk
memperjuangkan kemerdekaan indonesia, jadi budi utomo adalah pelopor utama menuju
kebangkitan nasional.

Budi utomo sebagai pergerakan nasional membawa indonesia bangkit untuk bersatu melawan
penjajahan dan mencerdaskan bangsa melalui berbagai gerakan.

Berikut ini peran organisasi budi utomo dalam pergerakan nasional, diantaranya :

1. Memajukan dan meningkatkan derajat bangsa indonesia melalui pendidikan dan


kebudayaan.
2. Memajukan pengajaran dalam bidang pendidikan.
3. Memperbaiki pelajaran disekolah.
4. Membiayai para pemuda yang cerdas tetapi tidak mampu melanjutkan sekolahnya.
5. Memajukan pertanian, peternakan, perdagangan.
6. Memajukan teknik dan industri.
7. Menghidupkan kembali seni dan budaya bangsa indonesia.
Sejarah Lahirnya Organisasi Budi Utomo

Pada hari Minggu, 20 Mei 1908 pada pukul 09.00 pagi, bertempat di salah satu ruang belajar
STOVIA, Soetomo menjelaskan gagasannya. Soetomo berbicara bahwa kedepannya bangsa
dan Tanah Air Indonesia berada di tangan mereka dan rakyat itu sendiri. Maka lahirlah Boedi
Oetomo. Namun,, para pemuda juga menyadari bahwa tugas mereka sebagai mahasiswa
kedokteran masih banyak, di samping harus berorganisasi. Oleh karena itu, mereka
berpendapat bahwa “kaum tua-lah” yang harus memimpin Budi Utomo, sedangkan para
pemuda sendiri akan menjadi motor yang akan menggerakan organisasi itu.

Kehadiran Budi Utomo ini menandai permulaan pergerakan nasional di Indonesia. Gagasan
lahirnya Budi Utomo diawali dari perjalanan kampanye yang dilakukan oleh dr. Wahidin
Sudirohusodo ke seluruh pulau Jawa. Pada tempat-tempat yang dikunjungi, ia menganjarkan
sebagai langkah untuk memajukan kehidupan rakyat.

Berawal dari kampanyenya dr. Wahidin Sudirohusodo pada akhir tahun 1907 bertemu dengan
para pelajar STOVIA (sekolah dokter pribumi) di Jakarta, satu diantaranya bernama
Soetomo. Pembicaraan semakin berkembang dan melahirkan gagasan dan cita-cita yang sama
untuk mengangkat harkat dan derajat bangsa Indonesia. Gagasan dan cita-cita tersebut
kemudian dituangkan ke dalam suatu bentuk organisasi yang diberi nama Budi Utomo.
Organisasi Budi Utomo didirikan pada hari Minggu tanggal 20 Mei 1908 dan Soetomo
terpilih sebagai ketua. Untuk selanjutnya tanggal 20 Mei 1908 oleh Bangsa Indonesia
diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Budi Utomo mengalami perkembangan
yang cukup pesat, dalam waktu tujuh Budi Utomo memiliki delapan cabang, yaitu:

1. Jakarta
2. Bandung
3. Yogya I
4. Yogya II
5. Magelang
6. Surabaya
7. Probolinggo

Kongres Pertama Budi Utomo

Pada bulan Oktober 1908, Budi Utama menyelenggarakan kongres yang pertama
Yogyakarta.

Dalam kongres tersebut terjadi perbedaan pendapat tentang arah yang akan dituju dan
landasan perjuangan. Dalam hal ini Wahidin Sudirohusodo mengemukakan tentang perlunya
pendidikan yang ditunjukan kepada golongan priyayi, bukan kepada rakyat biasa. Hal itu
didasarkan pada pemikiran bahwa setelah para priyayi menjadi terdidik mereka bisa
mengajarkan kepada rakyat. Dengan demikian, seluruh rakyat akan mendapat pendidikan.

Kerena perjuangan Budi Utomo lebih cenderung memajukan pendidikan, maka pergerakan
ini dianggap tidak berbahaya bagi Belanda. Dengan mudah badan hukum Budi Utomo
mendapat pengesahan dari pemerintahan Hindia-Belanda. Setelah kongres pertama berakhir,
Budi Utomo mengalami perkembangan yang lamban. Pada akhir tahun 1909, Budi Utomo
mempunyai cabang di 40 tempat dengan jumlah anggota sekitar 10.000 orang.

Kongres Kedua Budi Utomo

Pada perkembangan berikutnya, corak Budi Utomo mengalami perubahan. Pemimpin dan
anggotanya kebanyakan adalah pegawai negeri dan priyayi, sehingga tujuan yang di
kembangkannya cenderung hanya memperhatikan kepentingan mereka. Perhatian Budi
Utomo lebih difokuskan pada reaksi pemerintahan Hindia-Belanda, bukan lagi pada reaksi
yang ditunjukan oleh rakyat. Masih banyak lagi perubahan yang dialami oleh organisasi Budi
Utomo, terutama dengan mengutamakan pentingnya pengajaran bahasa Belanda sebagai
syarat untuk diterima menjadi pegawai negeri.

Sepuluh tahun pertama Budi Utomo mengalami beberapa kali pergantian pemimpin
organisasi. Kebanyakan memang para pemimpin berasal kalangan priyayi atau para
bangsawan dari kalangan keraton seperti Reden Adipati Tirtokoesoemo, bekas Bupati
Karanganyar (presiden pertama Budi Utomo) dan pangeran Ario Noto Dirojo dari keraton
Pakualaman.

Budi Utomo mengalami fase perkembangan penting saat kepemimpinan Pangeran Ario Noto
Dirodjo pada tahun 1912. Saat itu, Douwes Dekker, seorang Indo-Belanda yang sangat
properjuangan bangsa Indonesia, dengan terus terang mewujudkan kata “politik” ke dalam
tindakan yang nyata. Berkat pengaruhnyalah pengertian mengenai “tanah air Indonesia”
makin lama makin bisa diterima dan masuk ke dalam pemahaman orang Jawa, Maka
Munculah Indische Partij yang sudah lama dipersiapkan oleh Douwes Dekker melalui aksi
persnya. Perkumpulan ini bersifat politik dan terbuka bagi semua orang Indonesia tanpa
terkecuali. Baginya “tanah air Indonesia” adalah di atas segalanya.

Pada saat itu pulalah Budi Utomo menyadari pentingnya organisasi pergerakan bagi rakyat,
oleh karenanya sejak tahun 1920 organisasi Budi Utomo membuka diri untuk menerima
anggota dari kalangan dari rakyat biasa. Dengan demikian, sifat pergerakan Budi Utomo
menjadi pergerakan kerakyatan. Dibidang politik, Budi Utomo telah berkembang menjadi
sebuah organisasi yang memiliki tujuan dan cita-cita Nasional, yakni Indonesia Merdeka.
Untuk mewujudkannya, makan pada tahun 1935 Budi Utomo meleburkan dir dengan PBI
(perhimpunan bangsa Indonesia) yang didirikan Soetomo. Dari peleburan dua organisasit
tersebut, maka lahirlah Parindra.
Hari kebangkitan nasional ditentukan pada
tanggal 20 Mei 1908, yaitu hari lahirnya
perkumpulan Budi Utomo. Pada waktu itu
tercantum sebagai tujuan Budi Utomo: “de
harmonische ontwikkeling van Land en volk
van Java en Madura.” Dalam bahasa
sekarang: “kemajuan yang harmonis bagi
nusa dan bangsa Jawa dan Madura”. (hal. 12
dari Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia,
karangan Drs. Susanto Tirtoprodjo SH). Bagi
Budi Utomo bangsa adalah Jawa dan Madura.

Begitulah pada waktu itu perkataan


“nasional” belum mempunyai arti seperti
pada saat ini. Nasional pada saat sekarang
mempunyai arti yang meliputi seluruh tanah
air, dan tanah air itu adalah Indonesia, yang
daerahnya meliputi seluruh kepulauan bekas
jajahan Nederland.
Perkumpulan yang kedua sesudah Budi
Utomo, ialah Sarekat Islam yang dalam
sejarah lahirnya ditentukan dengan tahun
1912.

Sebelum pergerakan nasional yang pertama


itu didirikan, dengan sendirinya sudah ada
kesadaran di kalangan bangsa pribumi, bahwa
dengan mengadakan perkumpulan orang
dapat mencapai sesuatu tujuan. Kalangan
bangsa pribumi sudah merasakan dan
menyadari keadaan masyarakat, dan
merasakan majalah “Medan Priyayi” yang
terbit di Bandung, waktu RM Tirtoadisurjo
mendirikan Sarekat Dagang Islam di Bogor,
memberikan keterangan sebagai berikut:

“Bagi tiap orang sudah jelas, bahwa masa


sekarang ini, adalah dinamakan zaman
kemajuan. Cita-cita kita ialah, kemajuan itu
tidak hanya kata-kata belaka. Juga bagi kita
orang Islam terletak kewajiban untuk
memberikan darma bakti kita dan karena itu
kita memutuskan mendirikan perkumpulan
Sarekat Dagang Islam.”

Marilah kita catat dua hal dalam kata


sambutan tersebut:

1.Cita-cita untuk mencapai kemajuan


jangan hanya kata-kata belaka.
2.Kewajiban umat Islam untuk
memberikan darma baktinya.
Kalau Budi Utomo membatasi
langkah=langkahnya untuk mencapai
kemajuan di Jawa dan Madura, maka
Tirtoasudirjo alam pikirannya ditujukan
kepada umat Islam, yang daerahnya tentu
lebih luas, sebab di luar Jawa dan Madura,
juga terdapat umat Islam.
Sarekat Dagang Islam yang didirikan di
Surakarta mendapat sukses besar. Salah satu
aktivitasnya ialah dapat bertindak atau
mengadakan reaksi terhadap golongan Cina,
antara lain mengadakan pemboikotan.

Bagi yang berkuasa di Solo, sepak terjang


anggauta-anggauta perkumpulan baru itu
menimbulkan kekhawatiran, dan pada tanggal
12 Agustus 1912, Sarekat Dagang Islam atas
perintah Residen Solo “dischors” oleh
Pemerintah Kerajaan Surakarta. Rumah-
rumah pemimpin digeledah, akan tetapi
karena tidak terdapat bukti apa-apa, maka
‘schorsing” dicabut pada tanggal 26 Agustus
1912.

Tujuan Sarekat Dagang Islam di Solo di


formulir sebagai berikut:
1.Mencapai rasa persaudaraan antara
anggauta-anggautanya
2.Mengusahakan persatuan dan rasa
saling membantu antara umat Islam
3.Dengan segala usaha yang sah, dan
tidak bertentangan dengan peraturan
negara dan pemerintah, berusaha
meningkatkan rakyat untuk mencapai
kemajuan, kesejahteraan dan kebesaran
kerajaan.
Meskipun Sarekat Dagang Islam didirikan di
Solo, tapi perhatian sudah ditujukan ke lain
daerah. Karena itu sudah diadakan
propaganda ke Jawa Timur. Salah satu aksi
yang diadakan oleh perkumpulan tersebut
yaitu mengadakan aksi terhadap orang Cina
yang menutup tokonya serta mengakibatkan
rakyat mendapat kesulitan. Adapun aksi
orang Cina itu disebabkan oleh karena
tindakan polisi terhadap orang Cina.
Waktu itu hanya ada pers Belanda dan Cina
Melayu. Atas dorongan pemimpin-pemimpin
Sarekat Dagang Islam, di Surabaya
diusahakan agar bangsa pribumi mempunyai
pers sendiri untuk keperluan macam-macam,
antara lain periklanan.

Karena waktu mendirikan perkumpulan di


Solo belum tegas bahwa SDI tidak hanya
untuk Surakarta saja, maka pada tanggal 10
September 1912 SDI didirikan lagi di
Surabaya dengan akte notaris. Pada saat ini
muncullah nama Umar Said Tjokroaminoto,
akan tetapi yang menjadi pemimpin-
pemimpinnya masih semua dari Solo. Dari 10
orang pendiri itu ada 5 pedagang batik, 4
orang pegawai kesunanan dan seorang
partikelir, yaitu Tjokroaminoto. Nama
perkumpulan: Sarekat Islam.
Dengan surat permohonan tanggal 14
September 1912, statute perkumpulan
tersebut dimajukan kepada Pemerintah untuk
mendapat pengesahan. Daerah perkumpulan
tersebut tidak dibatasi pada suatu tempat saja.

Sebagai tujuan perkumpulan dinyatakan:

1.Mengembangkan semangat berdagang


di kalangan bumi putera
2.Memberi bantuan kepada anggautanya,
yang mendapat kesulitan di luar
kesalahan sendiri
3.Mengusahakan peningkatan
perkembangan spirituil dan
kepentingan materiil golongan
bumiputera
4.Memberantas pengertian yang salah
tentang agama Islam, dan memajukan
hidup diantara rakyat menurut hukum
dan kebiasaan agama Islam
5.Semua itu akan diusahakan dengan
daya upaya yang sah dan tidak
bertentangan dengan ketertiban umum
dan kesusilaan.
Dengan tidak menunggu pengesahan dari
pemerintah, Sarekat Islam mengadakan
Kongresnya yang pertama di Surabaya pada
tanggal 13 Januari 1913. Rapat Raksasa di
stadium Surabaya menggemparkan
masyarakat, terutama masyarakat Belanda dan
Pemerintahnya.

Sampai saat ini tanda-tanda kebangkitan


terdapat di kalangan golongan terpelajar saja.
Akan tetapi dengan adanya rapat terbuka
yang pertama ini terbukti semangat itu juga
meliputi kalangan rakyat.
Kalangan Belanda terkejut dan bertanya-
tanya dari mana pemimpin-pemimpin baru
ini yang berdiri di luar kalangan yang
berkuasa, mendapatkan haknya untuk
menamakan dirinya sebagai pemimpin rakyat
dan menjadi pembela kepentingan rakyat.
Rupa-rupanya masyarakat bumiputera sedang
menuntut hak menempatkan wakail-wakil
mereka sendiri di samping badan-badan
pemerintah yang resmi, sebagai “pembela dan
penuntut yang permanen” dan senantiasa
bersedia untuk menuntut dan mengeluh. Dan
tidak saja di daerah-daerah yang langsung
diperintah oleh Pemerintah Belanda tetapi
juga di daerah kerajaan Solo beribu-ribu
orang dating dari golongan rakyat untuk
mendengarkan, bagaimana keluhan-keluhan
mereka dan keinginan-keinginan mereka
diucapkan dan dibicarakan dengan cara
terbuka. Beribu-ribu rakyat mendengarkan
dengan cara terbuka bagaimana dengan tidak
takut keluhan mereka dan keinginan mereka
menurut pemimpin-pemimpin baru ini dapat
dilaksanakan.

Karena itu Sarekat Islam mencapai sukses.


Tidak saja karena member kesempatan untuk
memajukan pengaduan tentang tidak keadilan
yang dirasakan secara pribadi, tapi juga
menyoroti kelakuan-kelakuan yang tidak layak
para pejabat. Juga untuk menyatakan
keberatan-keberatan tentang keadaan yang
tidak baik di bidang sosial, hukum dan
ekonomi.

Para petugas pemerintah baik golongan


Belanda maupun golongan bumiputra, yang
sudah biasa menjalankan tugasnya tanpa
kritik terbuka, terutama bagian pamong praja,
sangat terkesan oleh tanda-tanda kebangkitan
kesadaran rakyat ini, yang tidak member
ampun kepada siapapun juga. Siapa pun juga
dikritik tanpa tedeng aling-aling.

Di kalangan pers Belanda tanda-tanda itu


sudah disambut dan macam-macam berita
dan hasutan sudah dikeluarkan agar
Pemerintah Hindia Belanda mengambil
tindakan.

Untuk menjawab segala fitnahan pihak


Belanda itu, Umar Said Tjokroaminoto yang
memimpin kongres tesebut mengatakan:
“Kita loyal terhadap pemerintah, kita puas di
bawah pemerintah Belanda, tidak benar,
bahwa kita bermaksud mengacau, tidak benar
bahwa kita ingin berkelahi, siapa mengatakan
hal itu atau mengira, ia tidak benar dalam
fikirannya; semua itu tidak benar, seribu kali
tidak benar.”
Dalam pidatonya yang sangat mengesankan
itu, ia mengatakan bahwa Sarekat Islam
bukan partai politik, dan bukan partai yang
menghendaki revolusi.

Dalam pada itu dalam kongres itu untuk


pertama kalinya apa yang menjadi isi hati
rakyat mendapat kesempatan dikemukakan
dengan cara yang terbuka, isi hati rakyat
tentang kedudukannya dalam masyarakat dan
Negara.

Intisari apa yang dinamakan politik mendapat


manifestasi dalam kongres pertama di
Surabaya itu. Kongres partai yang belum
mendapat pengesahan dari Pemerintah
Hindia Belanda.

Pada tanggal 30 Juni 1913 keluarlah


keputusan pemerintah Hindia Belanda yang
menolak untuk memberi pengesahan kepada
Sarekat Islam, tapi Pemerintah mengatakan
akan memberi pengesahan kalau Sarekat
Islam minta izin bagi Sarekat Islam yang
bersifat lokal.

Dalam bukunya LM Sitorus: “Sejarah


Pergerakan Kebangsaan Indonesia” (Cetakan
kedua, 1951, hal 14) tersebut: “Ketika
penganjur-penganjur Sarekat Islam
memajukan permintaan untuk mensyahkan
Sarekat Islam sebagai “badan hukum”
(rechtspersoon) dan dengan itu mengakui
Sarekat Islam sebagai pergerakan di seluruh
Indonesia, permintaan yang semacam itu
ditolah oleh GG Idenburg. Beliau
mengetahui bahwa Sarekat Islam yang
menjadi satu pergerakan adalah satu ancaman
besar bagi kedudukan Hindia Belanda.”
Mr Susanto Tirtoprodjo dalam bukunya
“Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia”
halaman 27, mengatakan: “Nyatalah bahwa
perkumpulan Sarekat Islam ini adalah
berlainan dengan Budi Utomo yang dalam
praktek mendapat anggauta hanya dari
kalangan atas saja. Sarekat Islam berhasil
mendapat anggauta-anggauta di kalangan
rakyat banyak, sehingga dalam waktu singkat
meluas menjadi perkumpulan yang banyak
anggautanya.”

Di samping itu Sarekat Islam tidak


membatasi daerahnya, dan daerahnya adalah
seluruh wilayah kekuasaan Hindia Belanda.

Ada dua ikatan dalam itu, ikatan negatif dan


positif.
Ikatan negatif ialah suatu kekuasaan dari luar
yaitu Belanda, yang sangat menentukan segala
hal yang berkenaan dengan nasib rakyat.

Ikatan yang positif adalah Agama Islam,


agama bagian besar rakyat di seluruh tanah
air.

Ada suatu factor lagi yang penting yang


terdapat dalam agama Islam. Rakyat
Indonesia pada waktu sudah sadar akan
nasibnya dan sudah bangun untuk berusaha
memperbaiki nasib. Masyarakat pada waktu
itu merupakan mayarakat yang terbagi dalam
tiga lapisan:

-Lapisan golongan Belanda yang


kedudukannya terbaik, karena mereka
tergolong kepada yang berkuasa.
-Lapisan Cina dan golongan Timur Asing,
yang ekonomis lebih baik dan ikut menghisap
dan memeras rakyat Indonesia.

-Lapisan rakyat sendiri, yang meskipun di


rumah sendiri dan Negara sendiri, nasibnya
paling buruk.

Agama Islam adalah agama yang mengajarkan


keadilan dan mengajarkan bahwa semua
bangsa dan manusia itu sama. Maka kita
mengerti bahwa agama Islam tidak saja
menjadi ikatan bagi seluruh rakyat di seluruh
tanah air, tapi ajarannya tentang persatuan
segala bangsa dan manusia pegangan yang
kuat bagi kebangkitan nasional yang sedang
lahir.

Dapat dikatakan bahwa juga di kalangan


bangsa Indonesia umumnya, golongan Jawa
khususnya, yang masih mengenal sekedar
pembagian antara golongan rendah dan
tinggi. Agama Islam adalah pedoman yang
kuat dalam cita-cita mencapai kedudukan
berdasarkan persamaan.

Penolakan untuk mengesahkan Sarekat Islam


untuk seluruh daerah Hindia Belanda, disertai
kesediaan memberi pengesahan kepada
Sarekat Islam sebagai perkumpulan Lokal.

Melalui konsultasi dengan Pemerintah maka


dibuatlah model statuten untuk Sarekat Islam
lokal, yang pada garis besarnya sama dengan
tujuan Sarekat Islam untuk seluruh wilayah.

Dalam pada itu maka usaha untuk


mempersatukan Sarekat Islam seluruh
wilayah diteruskan. Pada tahun 1914 sudah
terbentuk 56 Sarekat Islam lokal dan pada
tahun 1915 diadakan usaha untuk
membentuk Central Sarekat Islam.

Di tahun 1916 maka terdapat pengesahan


untuk Central Sarekat Islam sebagai Badan
Hukum, dimana anggauta-anggautanya ialah
Lokal Sarekat Islam.

Maka datanglah saatnya untuk mengadakan


Kongres Nasional Pertama Central Sarekat
Islam, yang diadakan di Bandung dari tanggal
17 sampai 24 Juni 1916.

Kongres ini dihadiri oleh 80 utusan dari Jawa,


Sumatra, Kalimantan, Bali dan Sulawesi. Dari
pemimpin-pemimpin pusat yang hadir adalah
nama-nama seperti Tjokroaminoto, Abdul
Muis, Hasan Djajadiningrat, Ardiwinata,
Muhamad Jusuf.
Soal-soal yang dibicarakan dalam kongres
tersebut, antara lain:

“Langkah-langkah yang harus diusahakan


agar dengan jalan bertahap dan sesuai dengan
hukum mencapai pemerintahan sendiri atau
setidaknya hak ikut serta dalam menjalankan
urusan negara,”oleh Tjokroaminoto.

“Soal tanah partikelir”, oleh Abdul Muis.


Abdul Muis juga mengadakan ceramah
tentang kebutuhan adanya sekolah untuk
mendidik guru agama Islam.

Yang menjadi intisari Kongres tersebut ialah


pidato ketuanya, Tjokroaminoto dalam rapat
terbuka di alun-alun Bandung pada hari
Minggu tanggal 18 Juni. Pidato itu semata-
mata pidato politik, mengenai soal
kenegaraan, keinginan rakyat untuk ikut serta
dalam menentukan nasib sendiri(Bacalah
karangan saya “Kongres Nasional Pertama
Central Sarekat Islam”, Abadi, tanggal 18 Juni
tahun 1970).

Kemudian dengan cepat sekali Sarekat Islam


mencapai kemajuan, yang berarti mencapai
rakyat banyak di seluruh tanah air, yang
meliputi wilayah Hindia Netherland dan
membangkitkan semangat untuk menjadi satu
bangsa yang merdeka.

Tiap tahun Sarekat Islam mengadakan


kongres yang dinamakan Kongres Nasional.
Nasional berarti menyangkut atau meliputi
seluruh daerah tanah air.

Kongres Nasional kedua diadakan di Jakarta


Nopember 1917. Dalam Kongres ini
Pimpinan Pusat Central Sarekat Islam tetap
berpendirian, bahwa maksud dan tujuan
seperti diterangkan oleh Tjokroaminoto
dalam kongres pertama, akan dicapai dengan
jalan parlementer dan damai. Akan tetapi
ditambahkan, jika jalan damai itu terbukti sia-
sia dan jalan parlementer tidak mendatangkan
hasil, karena ia senantiasa terbentur pada
benteng-benteng kesewenang-wenangan dan
penindasan, maka anggauta-anggauta Sarekat
Islam akan cukup ikhlas mengorbankan diri
bagi negara dan kawan-kawan senegara, jika
hal yang demikian itu benar-benar perlu.

Kongres kedua ini menentukan keterangan


asas sebagai berikut:

Central Sarekat Islam berusaha agar pengaruh


rakyat dalam pemerintahan semakin
meningkat supaya mencapai pemerintahan
sendiri.
Central Sarekat Islam tidak mengakui hak
rakyat manapun untuk memerintah rakyat
lain atau sebagian rakyat lain.

Karena sebagian rakyat hidup dalam keadaan


yang menyedihkan, maka Central Sarekat
Islam akan berjuang memberantas penjajahan
oleh “kapitalisme yang berdosa”.

Kongres Nasional Ketiga yang diadakan di


Surabaya, akhir September sampai awal
Oktober 1918 menyatakan, menyatakan
Central Sarekat Islam menentang Pemerintah
jika menjadi pelindung “kapitalisme yang
berdosa”.

Pada waktu itu sudah terasa pengaruh


gerakan sosialisme yang sudah sampai di
tanah air. Gagasan perjuangan kelas sudah
sampai disini, akan tetapi Central Sarekat
Islam masih dapat memelihara
kepribadiannya. Perjuangan kelas ditafsirkan
dengan kaum sana dan kaum sini. Golongan
kapitalis adalah pihak Belanda, golongan
proletariat adalah golongan bumiputera, yang
keadaannya sebenarnya tidak berlainan
dengan kedudukan proletariat.

Kongres Nasional keempat diadakan di


Surabaya akhir Oktober sampai awal
Nopmeber tahun 1919. Dalam kongres ini
sudah dibentuk “Indische Vakcentrale”, yaitu
Gabungan Sarekat-Sarekat Buruh. Sesuai
dengan tafsir asas dan program usaha, maka
tujuan Vakcentrale itu adalah: “mendapatkan
kekuasaan untuk mengadakan perubahan
dalam masyarakat secara revolusioner yang
wajar.” Dalam berjuang mencapai tujuan itu,
maka golongan buruh harus disiapkan untuk
menjalankan tugasnya yang akan dipikul
dalam masyarakat yang sosialistis.

Central Sarekat Islam berusaha mencapai


tujuan ini dengan tiga macam jalan, yaitu:
politik yang sosial demokratis, perjuangan
buruh dengan dasar perjuangan klas dan
gerakan koperasi.

Timbul pertanyaan: Apakah peranan Islam


dalam semua ini?

Ketua Central Sarekat Islam (Tjokroaminoto


–pen) menjawab: “Memberantas nafsu
penjajahan dan kapitalisme Belanda, yang
menindas beribu-ribu, sekali lagi beribu-ribu
rakyat, sehingga mereka menjadi melarat.
Apakah nanti yang akan datang, apakah
sosialisme atau nasososiolisme, kita harus
menunggu dengan sabar. Sekarang
perjuangan ditujukan terhadap penjajahan
dan kapitalisme. Untuk itu Sarekat Islam
harus mempersatukan rakyat untuk berjuang
dengan segala tenaga.”

Teranglah bahwa yang dimaksud dengan


peranan Islam adalah satu-satunya ikatan bagi
seluruh bangsa.

Pemimpin-pemimpin Sarekat Islam


menyadari bahwa tugasnya berat dan
beraneka warna-warna. Karena itu dibentuk 5
buah komite (panitia) untuk mempelajari
berbagai-bagai masalah:

1.Panitia politik, dengan tugas untuk


mempelajari asas dan tujuan Sarekat
Islam dan menyesuaikan dengan
perkembangan-perkembangan terkahir
juga dalam hubungannya dengan lain-
lain perserikatan.
2.Panitia, untuk mempelajari bagaimana
caranya memurnikan agama dari segala
takhyul dan lain-lain salah pengertian
tentang hubungan agama dan
sosialisme, dan bagaimana agama
Islam memandang lain-lain
kepentingan rakyat.
3.Panitia Adat. Mempelajari adat dan
bagaimana caranya menghapuskan
bagian-bagian adat kuno yang tidak
sesuai dengan semangat zaman.
Disebut “adat sembah dan jongkok”,
keduanya disebut dua hal yang
memalukan bangsa; mempelajari
bagaimana mempersatukan bahasa,
termasuk mempersatukan bahasa
daerah, artinya bagaimana mencapai
bahasa satu dalam bahasa Jawa, tanpa
bahasa Inggil dan rendah; mempelajari
dan mengusahakan agar timbul
pengertian tentang hak dan hukum
wanita dan pria; bagaimana caranya
membatasi poligami.
4.Panitia pergerakan kaum buruh. Untuk
mempelajari berbagai-bagai soal yang
mengenai kaum buruh, perhubungan
antara serikat-serikat buruh. Hubungan
dengan kaum buruh di luar negeri.
5.Panitia koperasi, untuk mempelajari
segala persoalan mengenai koperasi.
Begitulah sekedar gambaran yang kita
dapati dalam kongres-kongres nasional
yang diadakan tiap tahun oleh Sarekat
Islam. Nasional dalam arti yang seluas-
luasnya, yaitu seluruh tanah air yang
meliputi seluruh kepulauan Indonesia, yang
berada dalam penjajahan Nederland.
Kita akan dapat gambaran betapa Sarekat
Islam sudah merintis jalan, kalau dihitung
dari kongres nasional ke-4, sembilan tahun
kemudian, tahun 1928, Kongres Pemuda
mengadakan sumpahnya:

Kami bangsa Indonesia menyatakan


berbangsa satu, Bangsa Indonesia

Kami bangsa Indonesia menyatakan


bertanah air satu, tanah air Indonesia

Kami bangsa Indonesia menyatakan


berbahasa satu, bahasa Indonesia.*

(Penataran Dewan Dakwah, 1975 dalam buku


Bunga Rampai dari Sejarah (II), Mohamad
Roem, Bulan Bintang, 1977).
Indische Partij yang dalam bahasa Indonesia
disebut Partai Hindia merupakan organisasi
politik pertama yang memiliki tujuan
kemerdekaan Indonesia. Keberaniannya
menyuarakan kemerdekaan di masa
penjajahan Belanda di Indonesia masih kuat
mengekang malah mempersulit pergerakan
organisasi ini di Indonesia.

Awal Pendirian
 Mencari Izin
Indische Partij didirikan oleh tokoh 3 serangkai
yang beranggotakan para cendekiawan Hindia
Belanda. Mereka adalah E.F.E Douwes Dekker,
dr. Cipto Mangunkusumo, dan Raden Mas
Suwardi Suryaningrat alias Ki Hajar Dewantara.
3 tokoh terpelajar tersebut mendirikan Partai
Hindia di tanggal 25 Desember 1912.

Awalnya organisasi Indische Partij ini didirikan


karena terjadinya diskriminasi dan rasisme antar
keturunan Belanda asli dan orang Eropa
campuran yang lahir dari hasil perkawinan
Belanda dengan orang Indonesia. Meskipun
begitu, sebenarnya 3 serangkai ingin Indische
Partij dapat memfasilitasi para pribumi juga.
Sayangnya orang-orang pribumi saat itu masih
sangat sensitif dengan golongan Eropa karena
menjadi bangsa penjajah yang menyebabkan
penderitaan keluarga mereka selama ratusan
tahun.

Sebagai sebuah organisasi yang tujuannya bukan


sekedar untuk merekatkan hubungan
kekeluargaan, Indische Partij merasa butuh
pengakuan tertulis dari pemerintah Hindia
Belanda. Pemerintahan yang setirnya dipegang
oleh bangsa Belanda sebagai negara penjajah
membuat suatu peraturan yang mengharuskan
segala operasi organisasi di bumi jajahan harus
mendapatkan persetujuan pemerintah. Jika
organisasi telah disetujui secara legal oleh
pemerintah, maka organisasi tersebut dapat
beroperasi dengan aman dan lancar karena
keberadaannya telah dijamin oleh pemerintah.

Sayangnya, meski telah berusaha berkali-kali


mengajukan izin operasi Indische Partij,
pemerintah Belanda selalu menolaknya. Bahkan
hingga setahun setelah Indische Partij berjalan,
tepatnya tanggal 11 Maret 1913 3 serangkai
mengajukan permohonan izin digagalkan lagi.
Penolakannya langsung dinyatakan oleh
Gubernur Belanda yang menjadi wakil Ratu
Belanda di negara jajahan Hindia Belanda,
Gubernur Jenderal Idenburg.

Secara terang-terangan Belanda mengatakan


bahwa Indische Partij tidak diberikan izin
beroperasi karena membahayakan kepentingan
Belanda. Sepak terjang 3 serangkai pasti berhasil
membakar semangat nasionalisme rakyat Hindi
Belanda. Ditakutkan akan terjadi kudeta atau
beberapa pemberontakan yang membahayakan
kedudukan pemerintah Hindia Belanda.

 Konsistensi Tujuan
Sebenarnya ada banyak organisasi atau
perserikatan yang didirikan oleh tokoh nasional
dan tetap beroperasi lancar. Mereka bergerak
dengan penutup tujuan lain, misalkan
memperbaiki perekonomian masyarakat. Dengan
sabotase semacam itu, pemerintah Belanda akan
lebih lunak mengeluarkan izin operasi.

Namun 3 serangkai memang sekumpulan orang-


orang idealis. Di zaman pergerakan seperti itu,
mereka dengan terang-terangan menyatakan
tujuan dibentuknya Indiche Partij adalah
mencapai Indonesia merdeka dengan memupuk
semangat nasionalisme serta patriotisme di dalam
dada orang-orang Hindi Belanda. Baik itu para
pribumi maupun bumiputera yang merasa ada
ikatan batin kuat dengan Hindia Belanda alias
Indonesia.

Tidak main-main dengan tujuan agung pendirian


Indische Partij, 3 serangkai tetap nekad
menggerakkan Indische Partij agar berguna bagi
rakyat Hindia-Belanda. Mereka menyuarakan
opini mereka ke dalam media cetak yang
kemudian disebarluaskan. Media berupa
majalah Het Tijdschrifc dan surat kabar De
Express.
Pastinya dengan keberanian menanggung resiko
menjadi buronan polisi Belanda, E.F.E Douwes
Dekker mulai menggunakan nama samaran. Ia
memilih nama Multatuli yang bermakna orang
yang menanggung penuh kesengsaraan. Dengan
nama itulah Douwes Dekker yang merupakan
anak hasil perkawinan campuran dari ayahnya
Belanda dengan ibunya Hindia-Belanda mulai
mengkritis habis-habisan kondisi sosial dan
politik di masanya.
Tulisannya benar-benar tajam dan akurat.
Meskipun merupakan suatu kejujuran, namun
suaranya sangat membahayakan kedudukan
Belanda atas penjajahan Hindia-Belanda. Maka
mulailah ia menjadi daftar buruan polisi Belanda
dimana-mana. Namun pemburuan ini belum
gencar dilaksanakan. 3 serangkai hanya diintai
pergerakannya oleh para polisi Belanda.

Perkembangan Indische Partij


 Berurusan dengan Polisi
Sudah diketahui publik bahwa Indische Partij
merupakan organisasi ilegal yang tidak kunjung
diberi izin operasi oleh pemerintah. Anehnya,
para pendiri Indische Partij tetap saja beroperasi
tanpa rasa takut seakan sepak terjangnya telah
didukung pemerintah kolonial. Mereka terus
menulis dan menyebarkan opini mereka lewat
kedua medianya.

Karena yang menjadi fokus perhatian 3 serangkai


adalah kondisi politik dan sosial, mereka selalu
mengamati setiap kebijakan yang diambil oleh
pemerintah. Pernah suatu hari wakil
pemerintahan kolonial di Hindia-Belanda
bermaksud merayakan sebuah pesta. Bukan pesta
syukuran, melainkan pesta penderitaan bagi
warga pribumi.

Pemerintah kerajaan Belanda menginginkan suatu


pesta peringatan kemerdekaan Belanda di bawah
kekejaman Napoleon Bonaparte yang berasal dari
Perancis. Telah genaplah 1 abad Belanda menjadi
negara yang merdeka, terus berkembang dan
telah memiliki banyak negara jajahan. Yang
dipikirkan oleh 3 serangkai adalah perasaan
rakyat Hindia-Belanda yang menjadi pihak
terjajah dan dipaksa merayakan kemerdekaan
bangsa yang menjajahnya hingga berabad-abad
lamanya.

 Dihukum Pemerintah
Raden Mas Suwardi Suryaningrat menjadi tokoh
pertama yang menyuarakan tindakan tidak
berperikemanusiaan tersebut. Ia menulis di kolom
De Express dengan judul ‘Als ik een Nederlander
was’ yang jika diartikan ke dalam bahasa
Indonesia berarti ‘Andaikan Aku Seorang
Belanda.’ Tulisannya ini mengantarkan Ki Hajar
Dewantara ke dalam jeruji besi karena dianggap
menghina pemerintah.
Parahnya lagi, sahabat Ki Hajar, dr. Cipto
Mangunkusmo langsung meneruskan pemikiran
sahabatnya yang lebih dulu masuk sel tahanan.
dr. Cipto menulis ‘Kracht of Vrees?’ dan dimuat
di De Express tanggal 26 Juli 1913. Dia tidak lagi
membicarakan topik yang sama persis dengan Ki
Hajar. Namun, dr. Cipto mengungkit tentang rasa
ketakutan, kekhawatiran serta kekuatan yang
terus memojokkan pemerintah Belanda.
Akibatnya, ia menyusul Ki Hajar menikmati
dinginnya dinding penjara.
Baca juga :

 Sejarah Kerajaan Majapahit


 Sejarah Berdirinya Patung Liberty
 Penyebab Terjadinya Pertempuran Ambarawa
Karena di antara 3 serangkai yang tidak
dimasukkan penjara hanya Douwes Dekker saja,
ia mencoba meluapkan perasaan dan
pemikirannya dengan cara menulis. Lagi-lagi
tulisan ini dimuat di De Express tanggal 5
Agustus 1913. Tulisannya diberi judul Onze
Helden: Tjipto Mangoenkoesoemo en Soewardi
Soerjaningrat yang artinya Pahlawan Kita : Cipto
Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat.
3 pahlawan tulisan tersebut mau tidak mau
langsung dijebloskan ke dalam penjara semua.
Tetapi pemerintah Belanda berpendapat, jika
mereka dijadikan satu di dalam tahanan, maka
mereka akan tetap bersatu dan menyebarkan
pengaruhnya meskipun dari dalam jeruji besi.
Akhirnya mereka menjalani pengasingan yang
masing-masing dibedakan tempatnya.

3 serangkai sempat dibuang ke tanah Belanda


agar tidak mempengaruhi orang-orang di Hindia
Belanda. Namun akhirnya Douwes Dekker yang
masuk penjara terakhir daripada sahabat-
sahabatnya kemudian dikirim ke Kupang, Nusa
Tenggara Timur. Pengasingan ini dilaksanakan
akhir tahun 1913. Sementara itu, dr. Cipto
Mangunkusumo dibuang ke pulau Banda yang
memiliki laut terdalam se-nusantara. Di sana, dr.
Cipto sempat mengalami sakit parah yang
membuat sulit perawatannya. Dia pun dikirim
kembali ke Jawa di tahun 1914.

 Bubarnya Indische Partij


Sekembalinya dari pengasingan pada tahun 1919,
Douwes Dekker dan Ki Hadjar Dewantara
mengabdikan diri di dunia pendidikan. Mereka
menyadari bahwa kemerdekaan dapat didapatkan
dan dinikmati bila warganya memiliki
kemampuan untuk itu. Yaitu dengan jalan
pendidikan, mereka mencoba membuka kembali
pola pikir masyarakat yang masih tertutup.
Baca juga :

 Sejarah Berdirinya Budi Utomo


 Biografi W.R. Soepratman
 Sejarah MPR
Ki Hadjar mendirikan Taman Siswa yang
terkenal akan Tut Wuri Handayani-nya.
Sementara itu, Douwes Dekker semakin tajam
menulis di samping pada 1940 ia mendirikan
Ksatrian Institut yang diletakkannya di
Sukabumi, Jawa Barat.

Dinamika perkembangan pergerakan Indische


partij terus mengalami kemunduran. Douwes
Dekker yang semakin beringas menulis telah
melahirkan Max Havelar menggunakan nama
samaran Multatuli. Setelah gagal berkali-kali,
akhirnya polisi Belanda berhasil meringkusnya
kembali untuk diasingkan ke Suriname –sebuah
daratan di Amerika Selatan yang menjadi tempat
pembuangan warga Hindia-Belanda.

Pembubaran Indische Partij tidak secara resmi


mengingat pendiriannya sendiri juga tidak
diresmikan pemerintah. Organisasi ini tenggelam
sendiri seiring dengan berpencarnya 3 serangkai
mengikuti nasib perjuangan masing-masing.

Anda mungkin juga menyukai