Anda di halaman 1dari 22

BAB 1.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional Islam untuk
memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agama Islam dengann
menekankan pentingnya moral agama Islam sebagai pedoman hidup
bermasyarakat sehari-hari. Pesantren dilahirkan atas dasar kewajiban dakwah
Islamiyah, yakni menyebarkan dan mengembangPesantren sendiri menurut
pengertian dasarnya adalah ”tempat belajar para santri”, sedangkan pondok berarti
rumah atau tempat tinggal sederhana yang terbuat dari bambu. Di samping itu,
kata “pondok” juga berasal dari bahasa Arab “funduq” yang berarti hotel atau
asramakan ajaran Islam, sekaligus mencetak kader-kader ulama atau da’i ( K
Rrukiati, 2004:103).
Lembaga research Islam (pesantren luhur) mendenifisikan pesantren
adalah “suatu tempat yang tersedia untuk para santri, dalam menerima pelajaran-
pelajaran agama Islam sekaligus tempat berkumpul dan tempat tinggalnya”.
Dalam perkembangannya, pesantren mempunyai tiga peran utama, yaitu sebagai
lembaga pendidikan Islam, lembaga dakwah dan lembaga pengembangan
masyarakat. Pada tahap berikutnya, pondok pesantren berubah sebagai lembaga
sosial yang memberikan perubahan bagi perkembangan masyarakat sekitarnya.
Peranannya pun berubah menjadi agen pembaharuan (Agen Of Change) dan agen
pembangunan masyarakat. Pesantren merupakan sebuah asrama pendidikan Islam
tradisional dimana para siswanya tinggal bersama dan belajar ilmu-ilmu
keagamaan di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan kyai.
Asrama untuk para siswa tersebut berada dalam komplek pesantren dimana kyai
bertempat tinggal (Qomar, 2005: 02). Di samping itu juga ada fasilitas ibadah berupa
masjid di dalamnya. Elemen dasar pesantren terdiri dari lima elemen dasar yaitu
pondok, masjid, santri, kyai dan pengajaran kitab-kitab klasik (kitab kuning).
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di Nusantara yang
eksistensinya masih tetap bertahan hingga di tengah-tengah modernisasi dengan
pendidikan modern yang berkiblat pada dunia pendidikan model Barat yang di
bawa oleh Pemerintah Hindia Belanda sejak abad ke-19 M.
Pondok pesanteren sebagai salah satu kekayaan budaya umat islam yang
memiliki karakteristik di Indonesia. Perkembangan pondok pesanteren juga tidak
terlepas dari peran organisasi ke agamaan. Penting untuk dicatat pula bahwa awal
abad 20 merupakan periode yang sering dikenal dengan zaman pergerakan
nasional. Pada masa ini, muncul berbagai organisasi perjuangan, baik bersifat
sosial maupun politik yang dapat dikategorikan modern. Sebut saja, misalnya,
Boedi Utomo, SI (Sarekat Islam), Muhammadiyyah, Indische Partij,Jamiat
Khair,al-Irsyad, serta NU (Nahdhatul Ulama), (Suharto, 1994:46).
Pada masa ini juga muncul gerakan islam modern yang berpengaruh pada
pendidikan islam di Indonesia. Deliar Noer (1990:23), menyebut masa ini sebagai
masa “gerakan modern Islam”, yang ditandai dengan munculnya SI, organisasi
masyarakat Arab (Jamiat Khair dan al-Irsyad), Muhammadiyyah, dan Persis
(Persatuan Islam). Salah satu organisasi yang memiliki konsistensi dalam dunia
pendidikan islam dalam bentuk pondok pesanteren adalah Al Irsyad.
Kemunculan al-Irsyad adalah bagian dari gerakan Islam modern dan dari
sejarah kebangkitan kaum Arab-Hadrami di Indonesia. Perhimpunan Al-Irsyad
Al-Islamiyyah (Jam’iyat al-Islah wal Irsyad al-Islamiyyah) berdiri pada 6
September 1914 (15 Syawwal 1332 H). Tanggal itu mengacu pada pendirian
Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyyah yang pertama, di Jakarta. Pengakuan
hukumnya sendiri baru dikeluarkan pemerintah Kolonial Belanda pada 11
Agustus 1915. Tokoh sentral pendirian Al-Irsyad adalah Al-‘Alamah Syeikh
Ahmad Surkati Al-Anshori, seorang ulama besar Mekkah yang berasal dari
perkumpulan
Sudan. Pada mulanya Syekh Surkati datang ke Indonesia atas permintaan
Jami’at Khair -yang mayoritas anggota pengurusnya terdiri dari orang-orang
Indonesia keturunan Arab golongan sayyid, dan berdiri pada 1905. Al-Irsyad
adalah organisasi Islam nasional. Syarat keanggotaannya, seperti tercantum dalam
Anggaran Dasar Al-Irsyad adalah: “Warga negara Republik Indonesia yang
beragama Islam yang sudah dewasa.” Jadi tidak benar anggapan bahwa Al-Irsyad
merupakan organisasi warga keturunan Arab di Indonesia. Perhimpunan Al-Irsyad
mempunyai sifat khusus, yaitu Perhimpunan yang berakidah Islamiyyah dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat, di bidang pendidikan, pengajaran,
serta social dan dakwah bertingkat nasional.
Cabang-cabang Al-Irsyad banyak bermunculan di berbagai daerah di
Indonesia. Al-Irsyad membukan cabangnya di Pekalongan pada tanggal 20
November 1917 dan resmi membuka madrasah pertamanya pada tahun 1918.
Ketua pertama Al-Irsyad cabang Pekalongan yaitu Said B. Salmin Sahaq dengan
ketua madrasahnya Umar bin Sulayman Naji. Al-Irsyad selalu diidentikkan
dengan Arab Indonesia, Al-Irsyad selalu berkembang di daerah yang dihuni
masyarakat keturunan Arab.10 Begitu pula dengan cabang Al-Irsyad Pekalongan,
berkembang karena berada di daerah pemukiman Arab, (Deliar Noer, 1982:74-
75). Berkembangnya sekolah-sekolah yang mencetak generasi terpelajar
merupakan bentuk kesadaran nasional dikalangan masyarakat Indonesia. Begitu
pula dengan Sekolah Al-Irsyad, kesadaran nasional Al-Irsyad sering disebut
dengan kesadaran nasional masyarakat Arab.
Pendidikan islam al irsyad terus di dirikan, tahun 1918 merupakan tahun
didirikannya madrasah Al-Irsyad Pekalongan, sedangkan tahun 1942 sistem
pendidikan Al-Irsyad Pekalongan mengalami perubahan semenjak penjajahan
Jepang. Selain itu, pada kurun waktu tahun 1918-1942 nasionalisme keturunan
Arab Indonesia mulai mendapat perhatian, terlebih ketika tahun 1934 sebuah
sumpah bertanah air Indonesia lahir dari para pemuda keturan Arab di Indonesia.
Perbaikan organisasi sekolah pada tahun 1924, memutuskan bahwa jenjang
pendidikan Al-Irsyad meliputi Madrasah Awwaliyah (berjenjang 3 tahun),
Madrasah Ibtidaiyah (berjenjang 4 tahun), Madrasah Tajhiziyah (berjenjang 2
tahun), Madrasah Mu’allimin (berjenjang 4 tahun), dan madrasah Takhassus
(sejenis sekolah tinggi, berjenjang 2 tahun).
Seiring berjalannya waktu, pendidikan islam mulai mengalami pergeseran,
terjadi sebuah benturan antara realitas antara al irsyad sebagai sekolah agaman
menjadi sekolah umum yang dirasa akan memutus mata rantai keilmuan ulama
AL-Irsyad AL Islamiyyah, yang melanjutkan dakwah Syekh Ahmad Surkati.
Pandangan ini menjadi isu dalam pembahasan muktamar al irsyad al islamiyyah
ke-30 di Kabupaten Bondowoso, sehingga muncul gagarsan untuk mendirikan
pondok pesanteren al irsyad al islamiyyah Bondowoso, atau lebih populer dengan
sebutan Pondok Pesanteren al irsyad al islamiyyah Bondowoso. Pemikiran awal
tentang mendirikan Pondok Pesanteren Al irsyad al islamiyyah Bondowoso ini
bermula tahun 1970 saat muktamar al irsyad di Bondowoso.
Forum yang melahirkan pondok pesanteren AL-Irsyad AL-Islamiyyah ini,
merupakan pertemuan nasional terakhir para murid dan sahabat dekat dari pendiri
Jamiyyah AL-Irsyad al islamiyyah Syikh Ahmad Surkati. Forum Nasional Al-
Irsyad al islamiyyah diisi oleh beberapa pemikiran tokoh Al-Irsyad dari berbagai
wilayah, seperti Ustad Muhammad Munif, Ustad Atmawijaya dan Ustad Umar
Naji dari Bogor. Dari Jakarta, Abdullah Agil Badjerei, Ali Hubeiz, Abdul Qadir
Sudjana dan Ali Harhara. As’ad Al-Kalali, Ali Baraba, Isa Attamimi dari Cirebon.
Saat itu Purwokerto diwakili oleh Ustad Saleh Saudy dan Ustad Ali Basalamah.
Pekalongan diwaliki oleh Ustad Abdul Kadir Asyisyibli, Adnan Nurdyni, Said
Talib, Ustad Said Hilabi dan Ustad Umar Bawazier dari Pemalang. Ustad Ahmad
Sungkar, Abdul Majid Attamimi, dari Solo. Surabaya mengirim perwakilan
yaituUstad Umar Hubeiz, Salim Basyarahildan Ustad Khalid Abri. Dari
Kabupaten Banyuwangi hanya diwakili oleh Ustad Sulton tebe. Selaku tuan
rumah dari Mu’tamar Al-Irsyad Al-Islamiyyah, para tokoh AL-Irsyad Kabupaten
Bondowoso juga turut andil dalam melahirkan Pondok Pesanteren AL-Irsyad Al-
Islamiyyah seperti Ustad Zain Bawazer, Thalib bin Badar bin Thalib, Umar Amar,
dan Abdullah Amar.
Para tokoh Al-Irsyad AL-Islamiyyah tersebut melihat sebuah benturan
realitas pendidikan AL-Irsyad dari sebuah sekolah agama menjadi sekolah umum,
karena kondisi zaman yang mengalami perubahan. Sehingga untuk tetap menjaga
eksistensi sebagai lembaga pendidika, AL-Irsyad al islamiyyah harus
menyesuaikan dengan kondisi yang ada, sehingga terjadi sebuah pergeseran dari
sekolah agama menjadi sekolah umum. Kondisi ini sangat miris dilihat oleh
kacamata para tokoh tersebut.Mereka sepakat bahwa model pendidikan umum
akan memutus mata rantai keilmuan ulama AL-Irsyad AL Islamiyyah, yang
melanjutkan dakwah Syekh Ahmad Surkati.
Kondisi tersebut yang mengharuskan Pondok Pesanteren AL-Irsyad AL-
Islamiyyah Bondowoso lahir, sebagai amanat terakhir dari para tokoh awal AL-
Irsyad al islamiyyah. Gagasan mengenai Pondok Pesanteren AL-Irsyad baru
direalisasikan 12 tahun kemudian, setelah diresmikan oleh Ketua Umum
Pimpinan Pusat AL-Irsyad al islamiyyah yaitu Geys Amar pada tanggal 16 Juli
1988, dengan bantuan dari dalam dan luar negeri.
Seiring dengan berjalannya waktu, Pondok Pesanteren AL-Irsyad AL-
Islamiyyah Bondowoso mengalami pasang surut, bahkan Pondok Pesanteren AL-
Irsyad Al-Islamiyyah Bondowoso pernah mengalami penurunan jumlah santri dan
kualitas lembaga pendidikan ditahun 2010. Penurunan tersebut karena
permasalahan yang sangat komplek, terutama mengenai minat masyarakat untuk
mondok di Pondok Pesanteren al irsyad al islamiyyah Bondowoso mulai
berkurang. Persoalan juga berkenaan dengan krisis perestasi yang diperoleh oleh
Pondok Pesanteren al irsyad al islamiyyah sehingga kepercayaan masyarakat
memudar terhadap pondok pesanteren yang di harapkan menjadi lumbung da’i ini.
Titik terang tentang kemajuan kembali Pondok Pesanteren Al Irsyad Al
Islamiyyah mulai tahun 2015. Tahun ini menjadi awal dari perjuangan para ustad
di lembaga pendidikan ini untuk meminta bantuan kepada pengurus pusat
organisasi Al Irsyad Al Islamiyyah. Perbaikan mulai dilakukan terutama pada
menejemen pendidikan. Bantuan menejemen juga didapat dari tenaga menejemen
terutama dari Al Irsyad Purwokerto. Peningkatan kualitas pendidikan, penampilan
dan pelayanan menjadi hal yang dibenahi pertama kali. Hingga pada tahun 2017-
2019 lembaga pendidikan ini mengalami peningkatan dari jumlah santri, kualitas
lembaga pendidikan dan perestasi yang di peroleh dari tingkat regional, nasional,
sampai internasional. Pondok pesanteren ini memiliki banyak perbedaan dengan
pondok yang lain di Kabupaten Bondowoso, pertama adalah Pondok Pesanteren
Al irsyad adalah pondok yang didirikan oleh Organsiasi Al irsyad Al islamiyyah
yang berkantor pusat di jakarta sebagai Pengurus Pusat Organisasi, Pondok ini
didirikan oleh Penurus Pusat Al Irsyad al islamiyyah untuk menjaga keilmuan dan
kemurnian ajarah islam seperti yang di cita-citakan pendirinya yaitu Syeh Ahmad
Surkati. Kedua Pondok ini tidak memiliki Kiyai seperti pondok lainnya, yang
menjadikan Kiyai sebagai pemimpin pondok pesanteren. Ketiga adalah sistem
menejemen yang modern di terapkan dalam pondok ini, serta peningkatan kualitas
pendidik dan pendidikan yang di sesuaikan dengan standart Pondok Pesanteren
Modern yang menjadikan Pondok tersebut mendapatkan banyak perestasi dari
tingkat lokal, nasional sampai internasional. Perbedaan yang paling mendasar dan
menjadi pembeda dengan pondok pesanteren yang lain terutama pondok di
kabupaten Bondowoso yaitu Pondok ini adalah pondok komunitas arab yang
kemudian melakukan perubahan dari pondok yang inklusif hanya untuk
masyarakat arab saja, kemudian berubah menjadi pondok bagi ummat muslim di
Indonesia, sehingga santri di Pondok ini bukan hanya dari Kabupaten Bondowoso,
tetapi jura dari beberapa daerah seperti ternate, NTT, NTB, Sulamesi, Jawa Barat,
Jawa Tangah. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis mengajukan
judul “ Perkembangan Pondok Pesanteren Al Irsyad Al islamiyyah Bondowoso
Tahun 1988-2018”.
1.2 Penegasan Judul
Penelitian ini membahas “Perkembangan Pondok Pesanteren Al Irsyad
Al islamiyyah Bondowoso Tahun 1988-2018”. Untuk menghindari kesalahan
dalam memberikan persepsi terhadap kata-kata ataupun istilah-istilah judul
penelitian ini, penulis memberi batasan pengertian judul sehingga ditemukan
arah pandang dalam menginterpretasikan arti kata-kata ataupun istilah dari
judul.
Perkembangan berasal dari kata “berkembang” berarti mekar terbuka
atau membentang menjadi besar, luas, dan banyak, serta menjadi bertambah
sempurna dalam hal kepribadian, pikiran, pengetahuan, dan sebagainya.
Dengan demikian, kata “berkembang” tidak saja meliputi aspek yang berarti
abstrak seperti pikiran dan pengetahuan, tetapi juga meliputi aspek yang
bersifat konkrit.
Kata “pondok” berasal dari bahasa arab yaitu “funduq” yang artinya
hotel atau asrama. Menurut Sholeh (2003 : 6), pondok berarti tempat tinggal
bermukim seseorang untuk jangka waktu tertentu, tidak untuk selamanya.
Sedangkan pesantren berarti lembaga pendidikan agama Islam untuk
mempelajari, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan
menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pelaku kesehariannya.
Al irsyad al islamiyyah merupakan perhimpunan yang ditopang oleh umat
muslim yang menjungjung tinggi persamaan derajat. Perhimpunan Al-Irsyad
mempunyai sifat khusus, yaitu Perhimpunan yang berakidah Islamiyyah dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat, di bidang pendidikan, pengajaran,
serta social dan dakwah bertingkat nasional. Meski organisasi ini didirikan oleh
orang indonesia keturunan Arab, namun organisasi ini bukan hanya wadah bagi
keturunan arab, meski mayoritas pendiri dan anggota organisasi ini adalah
keturunan arab Hadrami.
1.3 Ruang Lingkup
Sebagai penelitian sejarah, hal yang sangat diperlukan untuk membuat
kajian ini menjadi lebih spesifik yaitu ketepatan dalam menentukan ruang
lingkupnya. Penentuan ruang lingkup yang tepat akan membuat penulisan sejarah
lebih terarah, fokus, unik dan tidak melebar. Lingkup kajian ini di bagi menjadi
lingkup spasial, temporal, dan lingkup materi.
Lingkup spasial atau tempat yaitu di Pondok Pesanteren Al Irsyad al
islamiyyah Bondowoso yang terletak di Kelurahan Kademangan, Kecamatan
Bondowoso, Kabupaten Bondowoso. Letak dari Pondok Pesanteren Al Irsyad al
islamiyyah Bondowoso lebih spesifik terletak di Kabung Arab, sehingga kultur
masyarakat arab cukup terlihat dari lingkungan pondok pesanteren.
lingkup temporal dalam penelitian ini menjadi fokus dalam penelitian,
pembatasan pada lingkup penelitian ini sangat dibutuhkan. Penelitian ini dimulai
pada tahun 1988, dan diakhiri pada tahun 2018. Tahun 1988 menjadi awal
penelitian karena di tahun tersebut Pondok Pesanteren Al irsyad al islamiyyah
Bondowoso mulai mendapat ijin untuk operasional sebagai lembaga pendidikan.
Gagasan mengenai Pondok Pesantern Al Irsyad al islamiyyah Bondowoso ini
sudah ada sejak muktamar ke30di tahun 1970 di Bondowoso, yang melihat bahwa
pendidikan islam yang menjadi konsep pendidikan al irsyad mulai tergerus oleh
zaman, banyak sekolah alirsyad yang awalnya sekolah islam, berubah menjadi
sekolah umum karena tuntutan zaman yang terus berubah, sehingga gagasan
mengenai pondok pesanteren ini muncul. Namun gagasan tersebut dapat di
realisasikan beberapa tahun kemudian, khusunya di tahun 1988. Penelitian ini di
akhiri tahun 2018, karena di tahun tersebut Pondok Pesanteren Al Irsyad
mengelami kemajuan, setelah beberapa tahun sebelumnya berada dalam masa
kemundura dari segi kualitas pendidikan, jumlah santri dan perestasi. Tahun 2018
Pondok pesanteren al irsyad berkembang, dari jumlah santri, jumlah perestasi dari
tingkat regional, Nasional, dan Internasional. Di tahun ini juga Pondok Pesanteren
al irsyad mulai semakin di kenal oleh masyarakat di seluruh indonesia dan
pemerintah, sebagai lembaga pendidikan islam yang mampu melahirkan kader
da’i dan ulama sesuai dengan motto lembaga pendidikan tersebut.
lingkup materi dari kajian ini adalah mengenai latar belakang berdirinya
pondok pesanteren al irsyad al islamiyyah Bondowoso, Perkembangan
Menejemen yang terjadi dalam pondok pesanteren ini dari tahun 1988-2018, dan
dampak perkembangan pondok pesanteren al irsyadal islamiyyah Bondowoso
terhadap masyarakat.
1.4 Rumusan Masalah.
Penelitian yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif, tentu terdapat suatu
rumusan yang tepat untuk memberikan arahan dalam kegiatan penelitian yang
dilakukan, hal ini bertujuan agar permasalahan yang dikaji tidak menyimpang dari
judul yang ditentukan dan pembahasannya fokus pada ruang lingkup. Adapun
rumusan dalam penulisan skripsi ini adalah:
1. Bagaimana latar belakang berdirinya Pondok Pesanteren Al irsyad al
islamiyyah Bondowoso.
2. Bagaimana perkembangan yang terjadi dalam Pondok Pesanteren Al
irsyad al islamiyyah Bondowoso 1988-2018.
3. Bagaimana dampak Pondok Pesanteren Al irsyad Al irsyad al islamiyyah
Bondowoso terhadap masyarakat.
1.5 Tujuan Penelitian.
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka dapat dirumuskan tujuan
penelitian sebagai berikut:
1. Mengkaji latar belakang berdirinya Pondok Pesanteren Al irsyad Al irsyad
al islamiyyah Bondowoso.
2. Mengkaji dinamika (perubahan, hambatan, dan perkembangan)
Pondok Pesanteren Al irsyad Al irsyad al islamiyyah Bondowoso.
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. bagi peneliti, penelitian ini sebagai sarana latihan dalam melakukan
penelitian dan penulisan karya tulis ilmiah, latihan berfikir dan
memecahkan masalah secara kritis dan logis;
2. bagi pembaca, penelitian ini dapat menambahan pengetahuan dan
pemahaman mengenai pondok pesantrenal irsyad alislamiyyah Bondowos
3. bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
referensi tentang sejarah lokal. Serta pengembangan dalam ilmu
pengetahuan yang bermanfaat sebagai salah satu wujud Tri Dharma
Perguruan Tinggi dan menambah khasanah kepustakaan Universitas
Jember;
4. bagi masyarakat umum, dapat memberikan pengetahuan mengenai pondok
pesantren dan setiap unsur-unsur didalamnya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Peneliti meninjau beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian
yang akan dilakukan agar tidak terjadi pengulangan riset yang berujung pada
situasi tumpang-tindih. Peneliti meninjau penelitian terdahulu baik yang
diterbitkan dalam bentuk buku maupun yang tidak diterbitkan, yang berupa
laporan penelitian, tesisi maupun skripsi.
Tinjauan pertama peneliti lakukan pada Tesisi Adam Malik (2019),
dengan judul Jam’iyyah al-Irsyad al-Islamiyyah : Napak Tilas Sejarah
Pergulatan Identitas Kebangsaan Kaum Hadrami di Indonesia. Tesis mahasiswa
Pasca Sarjana UniversitasIslam Negeri Alaudin Makasar ini banyak memebahas
mengenai sejarah pergulatan identitas kebangsaan komunitas Hadrami di
Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian sejarah, yang meliputi;
heuristik, analisis serta kritik sumber data, dan historiografi. Dalam penelitian ini
Adam Malik memberikan penjelasan bahwa Konstruksi identitas Hadrami di
Indonesia disusun oleh beberapaelemen seperi, Perkembangan dunia Islam
internasional, Negara (kolonial dan modern), Komunitas Hadrami dan Masyarakat
lokal. Adam Malik menjelaskan bahwa proses integrasi kebangsaan kaum
Hadrami didorong oleh beberapa faktor, yaitu, Konflik wullayti-muwallad,
Adanya agent of change, serta Tekanan politik nasional. Garis koordinasi
organisasi yang tidak solid adalah penyebab utama munculnya dualisme salah satu
organisasi Hadrami pasca-reformasi, yaitu al-Irsyad al-Islamiyyah.
Tesis Adam Malik ini sudah bagus untuk dijadikan sebagai tinjauan
pustaka, sebagai rujukan dan pembanding penelitian ini. Adam Malik dalam
tesisinya memiki fokus pada kajian mengenai pergulatan atau persoalan-persoalan
yang terjadi dalam komunitas Hadrami yaitu keturunan arab yang tinggal di
Indonesia yang berasal dari Hadramaut, dan Negara Yaman. Ketidak cocokan
pemahaman antara organisasi Jami’at Khair sebagai organisasi keturunan Arab
dengan beberapa pemikir saat itu salah satunya Syeh Ahmad Syurkati yang
kemudian mendirikan organisasi yang juga memiliki gerakan pendidikan yang di
sebut dengan perhimpunan al-Irsyad al-Islamiyyah. Adam Malik fokus pada
persoalan organisasi, berbeda dengan penelitian ini yang memiliki fokus pada
perkembangan pondok pesanteren yang dilahirkan oleh organisasi al irsyad al
islamiyyah.
Tinjauan selanjutnya sebuahskripsi yang ditulis oleh Risna Afriani (2016)
dengan judul Lembaga Pendidikan Al irsyad Al islamiyyah Pekalongan Dalam
Penanaman Nasionalisme Keturunan Aran Tahun 1914-1942. Skripsi mahasiswi
Universitas Negeri Yogyakarta ini mengkaji latar belakang didirikannya Lembaga
Pendidikan AlIrsyad Al-Islamiyyah Pekalongan yang disebabkan oleh adanya
kebutuhan dari masyarakat Arab untuk memperoleh pendidikan yang bersifat
modern. Al-Irsyad Pekalongan merupakan cabang Al-Irsyad kedua dari Al-Irsyad
pusat di Jakarta, yang didirikan pada tahun 1918. Sistem pendidikan AlIrsyad
Pekalongan adalah sistem pendidikan Islam modern, dengan memadukan
pengajaran agama Islam dan pengetahuan umum. Mata pelajaran Bahasa Arab
menjadi pelajaran wajib dalam kurikulum pendidikan Al-Irsyad. Penanaman
nasionalisme keturunan Arab melalui sistem pendidikan Al-Irsyad Pekalongan
yang memiliki sifat ke-Indonesia-an seperti, penggunaan Bahasa Melayu sebagai
bahasa pengantar kegiatan pembelajaran, adanya pelajaran Bahasa Indonesia dan
diterimanya murid dari masyarakat pribumi mampu merubah orientas
nasionalisme keturunan Arab yang sebelumnya masih bersifat ke-Hadramaut-an
(negara nenek moyang bangsa Arab di Indonesia). Nasionalisme keturunan Arab
yang mengakui berbangsa Indonesia diperkuat dengan lahirnya Sumpah Pemuda
Keturunan Arab Indonesia pada tahun 1934.
Skripsi yang membahas mengenai Pondok Pesanteren Alirsyad al
islamiyyah Bondowoso sudah pernah dilakukan oleh Bahrul, mahasiswa Sekolah
Tinggi Agama Islam At-Taqwa Bondowoso. Bahrul menulis dengan judul “
Pengaruh Gaya Kepemimpinan Otoritar Terhadap Kinerja Guru Di Madrasah
Aliyah (MA) Al Irsyad Al Islamiyyah Bondowoso. Sesuai dengan judulnya,
Bahrul dalam tulisan tersebut mengungkapkan gaya kemepimpinan dari kepala
MA Al Irsyad Al Islamiyyah Bondowoso yang berdampak pada kinerja dari guru
dilembaga tersebut. Jenis penelitia yang menggunakan penelitian kuantitatif ini,
Bahrul menganalisis bahwa Koefisiensi regresi diperoleh siknifikasi
kemepimpinan otoriter 0,466 dengan hasil test -0,749. Sedangkan hasil
kepemimpinan deokratis di MA al irsyad al islamiyyah Bondowoso 0,118 dengan
hasil test -1,667. Karena signifikasi >0,05 dan <0,692 berarti menunjukkan bahwa
kepemimpinan yang otoriter dan demokratis tidak berpengaruh di lembaga
tersebut. Dalam hal ini dapat diartikan bahwa ada variabel lain yang
mempengaruhi terhadap kinerja guru, seperti faktor internal dan internal dalam
mewujudkan kompetensi guru, kemampuan diri, motivasi, serta kecakapan
menjadi faktor penentu kinerja guru dilembaga ini.
Tulisan kedua yang juga membahas mengenai Pondok Pesanteren AL
Irsyad al islamiyyah Bondowoso adalah tulisan Abdul Ghafur, mahasiswa Institut
Agama Islam Negeri Jember. Abdul Gafur menulis dengan judul Pengembangan
Budaya Organisasi Madrasah Tasanawiyyah AL Irsyad al islamiyyah Bondowoso.
hasil penelitian Abdul Gafur menunjukkan bahwa pelaksanaan pola-pola, perilaku
organisasi atau Arifak organisasi di Mts Al Irsyad Al islamiyyah Bondowoso
menunjukan tingkat paling mudah diamati, karena sudah terkelola dengan baik
melalui kenampakan nilai-nilai keislaman yang sangat nampak. Pelasakaan norma
dan lembaga ini sudah tersistem dengan adanya tatatertip yang baku dan
dibukukan bagi warga madrasah, lengkap dengan ganjaran dan sanksi.
Pelaksanaan asumsi dasar Mts Al Irsyad Al islamiyyah Bondowoso terdapat
dalam aturan tertulis dan tidak tertulis, yang berguna sebagai acuan dalam
menjalakan roda organisasi.
Berdasarkan dua tulisan yang membahas mengenai Pondok Pesanteren Al
Irsyad Al Islamiyyah Bondowoso, tulisan yang berjudul Perkembangan Pondok
Pesanteren Al Irsyad Al Islamiyyah Bondowoso ini jelas berbeda dengan tulisan
di atas. Hal yang paling medasar adalah obyek kajian yang lebih luas, karena dua
tulisan diatas hanya membahas mengenai dua lembaga yang ada didalam Pondok
Pesanteren Al Irsyad Al Islamiyyah Bondowoso, dari tingkat MA dan MTS.
Sedangkan kajian ini akan membahas lebih dalam dan luas, dari proses sejarah
sampai terjadi perkembangan pada lembaga pendidikan ini.
Berdasarkan review telaah dari hasil penelitian terdahulu, maka posisi
penelitian ini adalah belum ada. Meskipun review dan penjelasan mengenai
pondok pesantren di berbagai daerah telah dijabarkan, sebagian besar membahas
awal mula berdirinya suatu pondok pesantren hingga dampaknya bagi masyarakat
sekitar. Penelitian yang akan peneliti lakukan hampir terdapat kemiripan dengan
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, namun peneliti berusaha mencari
fokus permasalahan yang berbeda dengan penelitian yang lain dan fokus kajian
akan lebih dispesifikkan. Peneliti ingin meneliti perkembangan pondok pesanteren
al irsyad al islamiyyah Bondowoso.
Secara khusu penelitian dan lebih mendalam penelitian ini akan membahas
mengenai latar belakang lahirnya pondok pesanteren al irsyad al islamiyyah
Bondowoso, sebagai lembaga pendidikan islam yang di pelopori oleh keturunan
arab yang ada di indonesia. Kedua penelitian ini akan membahas mengenai
dinamika dalam perjalanan pondok pesanteren ini, mengenai hambatan dan
tantangan dalam menjakan pendidikan. Ketiga peneitian ini akan membahas
mengenai perkembangan pondok pesanteren ini secara nasional dari tahun 1988-
2018.
Demi mempermudah peneliti dalam melakukan kajian maka peneliti
menggunakan pendekatan sosiologi agama. Teori yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teori perubahan sosial. Menurut Scharf sasaran utama dalam
sosiologi agama bukanlah agama itu sendiri, melainkan gejala kemasyarakatan
yang ditimbulkan oleh agama. Dapat dikatakan bahwa yang menjadi pembahasan
dalam sosiologi agama adalah tentang fenomena dan fakta sosial masyarakat.
Melalui pendekatan sosiologi agama, peneliti ingin memahami seberapa besar
pengaruh dari agama itu sendiri terhadap fakta-fakta dan aktivitas-aktivitas sosial
dalam pondok pesanteren al irsyad al islamiyyah Bondowoso. Selain
menggunakan pendekatan, penelitian ini membutuhkan teori untuk memberikan
jawaban dan memperjelas dalam membahas pembahasan. Teori yang mendukung
penelitian ini adalah teori perubahan sosial. Menurut Soedjatmoko perubahan
besar ini disebabkan oleh tiga faktor utama, yaitu pertama, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, kedua, faktor kependudukan, dan ketiga, faktor
ekologi dan lingkungan hidup (Kartakusumah, 2006:2). Perubahan sosial dapat di
banyangkan sebagai perubahan yang terjadi di dalam atau mencakup sistem sosial.
Lebih tepatnya, adapun perbedaan antara keadaan sistem tertentu dan jangka
waktu berlainan (Piotr, 2007:3). Jadi perubahan sosial adalah perubahan yang
terjadi di dalam masyarakat secara bergantian mulai dari yang sederhana ke arah
yang lebih kompleks. Teori ini digunakan untuk menjawab permasalahan dalam
penelitian ini, dimana permasalahan tersebut antara lain: bagaimana latar belakang
berdirinya Pondok Pesanteren Al irsyad al islamiyyah Bondowoso, bagaimana
dinamika yang terjadi dalam Pondok Pesanteren Al irsyad Al irsyad al islamiyyah
Bondowoso 1988-2018, dan bagaimana Perkembangan Pondok Pesanteren Al
irsyad Al irsyad al islamiyyah Bondowoso.
BAB 3.
METODE PENELITIAN
Suatu penelitian yang baik adalah penelitian dengan menggunakan metode
penelitian yang sesuai dengan bidang keilmuannya. Di samping itu suatu
penelitian akan dapat berjalan efisien dan efektif apabila menggunakan metode
yang tepat dan memiliki keselarasan dengan tujuan yang ingin dicapai. Metode
penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode penelitian sejarah.
Gottschalk (1985:32) menjelaskan bahwa metode sejarah adalah proses menguji
dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau. Dalam
metode penelitian sejarah ada empat tahap yang harus dilakukan yaitu heuristik,
kritik, interpretasi, dan historiografi. Empat hal tersebut secara rinci dapat
dijelaskan di bawah ini:
1. Heuristik
Heuristik merupakan langkah awal dalam penelitian sejarah. Heuristik
adalah mengumpulkan sumber- sumber guna memperoleh data. Menurut Carrad
(dalam Sjamsuddin, 2007: 86) sebagai langakah awal ialah yang disebut heuristik
(heuristics) atau dalam bahasa Jerman Quellenkunde, sebuah kegiatan mencari
sumber-sumber untuk mendapatkan data-data, atau materi sejarah, atau evidensi
sejarah. Sumber-sumber tersebut akan dipergunakan untuk merekonstruksi
peristiwa sejarah yang akan diteliti, terkait dengan penulisan skripsi yang berjudul
“Perkembangan Pondok Pesanteren Al Irsyad al islamiyyah Bondowoso tahun
1988-2018”. Beberapa sumber yang diguanakan peneliti terbagi menjadi dua,
yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah kesaksian dari
pada seorang saksi dengan mata- kepala sendiri atau saksi dengan pancaindera
yang lain, atau dengan alat mekanis seperti diktafor yakni orang atau alat yang
hadir pada peristiwa yang diceritakannya, sumber primer berupa dokumen foto-
foto yang berkaitan dengan topik kajian. Sumber sekunder merupakan kesaksian
daripada siapapun yang bukan merupakan saksi pandangan-mata, yakni dari
seseorang yang tidak hadir pada peristiwa yang dikisahkannya (Gottschalk, 1985:
35). Sumber primer dari penelitian ini adalah dokumen pendirian Pondok
Pesanteren Al irsyadal islamiyyah Bondowoso, Handbook Ma’had alirsyad al
islamiyyah Bondowoso, catatan tentang Ma’had al irsyad al islamiyyah
Bondowoso.
Sumber Primer juga dapat berupa sumber-sumber dari beberapa
kepustakaan, misalnya dari buku, laporan penelitian, majalah, internet dan lain-
lain yang menyangkut permasalahan yang diteliti, serta wawancara langsung
dengan pelaku sejarah di Pondok Pesanteren al irsyad al islamiyyah Bondowoso.
Adapun tempat yang dituju dalam mencari dan mengumpulkan sumber- sumber
penelitian ini seperti Perpustakaan AlIrsyad Al islamiyyah Bondowoso,
Laboraturium Pendidikan Sejarah, Perpustakaan FKIP Universitas Jember, UPT
Perpustakaan Universitas Jember, Perpustakaan Universitas Muhammadiyah
Jember, dan beberapa koleksi pribadi yaitu sumber dari observasi dan wawancara.
2. Kritik
Kritik sumber sejarah adalah upaya untuk mendapatkan otentisitas dan
kredibilitas sumber. Adapun caranya, yaitu dengan melakukan kritik, yang
dimaksud dengan kritik adalah kerja intelektual dan rasional yang mengikuti
metodologi sejarah guna mendapatkan objetivitas suatu kejadian (Pranoto, 2010:
35). Seorang peneliti melakukan langkah kritik ini untuk menguji sumber-sumber
yang telah dikumpulkan agar memperoleh suatu kebenaran. Sumber-sumber yang
telah dikumpulkan bukan tidak mungkin ada beberapa yang tidak benar atau
palsu. Alasan tersebut yang menjadi pertimbangan bagi peneliti untuk melakukan
langkah kritik.
Kritik sumber umumnya dilakukan terhadap sumber-sumber pertama.
Kritik ini menyangkut verifikasi sumber yaitu pengujian mengenai kebenaran atau
ketepatan (akurasi) dari sumber itu. Dalam metode sejarah dikenal dengan cara
melakukan kritik eksternal dan internal. Kritik eksternal ialah cara melakukan
verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek “luar” dari sumber sejarah. Kritik
eksternal merupakan suatu penelitian asal-usul dari sumber, suatu pemeriksaan
atas catatan atau peninggalan itu sendiri untuk mendapatkan semua informasi
yang mungkin, dan untuk mengetahui apakah pada suatu waktu sejak asal
mulanya sumber itu telah diubah oleh orang-orang tertentu atau tidak. Sedangkan
kritik internal sebagaimana yang disarankan oleh istilahnya menekankan aspek
“dalam” yaitu isi dari sumber (Sjamsuddin, 2007: 132-143).
Kritik sumber baik internal maupun ekternal dijadikan sebagai alat untuk
menguji kredibelitas pada data yang diperoleh seperti, buku-buku yang berkenaan
dengan sumber primer dan sekunder yang membahas mengenai Pondok
Pesanteren al irsyad alislamiyyah Bondowoso, kritik juga dilakukan pada hasil
wawancara tokoh yang menjadi saksi sejarah dalap perkembangan Pondok
Pesanteren al irsyad alislamiyyah Bondowoso.
3. Interpretasi
Langkah selanjutnya dalam penelitian sejarah adalah interpretasi atau yang
biasa disebut dengan penafsiran. Menurut Pranoto (2010: 55) kedudukan
interpretasi ada di antara verifikasi dan eksposisi. Sejarawan dalam melakukan
interpretasi atau penafsiran memiliki kebebasan sendiri tetapi tetap harus dalam
aturan atau sesuai dengan metodologi sejarah. Interpretasi adalah usaha
menyatukan fakta-fakta dari data yang diperoleh dari sumber-sumber sehingga
dapat memperoleh kronologi dari peristiwa sejarah. Penulis menyatukan fakta-
fakta sejarah mengenai Perkembangan Pondok Pesanteren Al irsyad al islamiyyah
Bondowoso, dengan cara mengumpulkan fakta sehingga dapat dianalisis dan
disimpulkan. Kesimpulan yang didapat ditujukan agar mendapat sebuah arti dan
selanjutnya dapat menyusun sebuah cerita sejarah yang otentik.
4. Historiografi
Proses terakhir dalam metodologi sejarah adalah historiografi.
Historiografi merupakan cara penulisan, pemaparan atau pelaporan hasil
penelitian sejarah yang telah dilakukan. Layaknya laporan hasil penelitian ilmiah,
penulisan hasil penelitian sejarah hendaknya dapat memberikan gambaran yang
jelas mengenai proses penelitian dari awal (fase perencanaan) sampai dengan
akhir (penarikan kesimpulan) (Abdurrahman, 2007:76). Ketika sejarawan
memasuki tahap menulis, maka sejarawan mengerahkan seluruh daya pikirannya,
bukan saja keterampilan teknis penggunaan kutipan-kutipan dan catatan-catatan,
tetapi yang terutama penggunaan pikiran-pikiran kritis dan analisisnya karena
sejarawan pada akhirnya harus menghasilkan suatu sintesis dari seluruh hasil
penelitiannya atau penemuannya itu dalam suatu penulisan utuh yang disebut
historiografi (Sjamsuddin, 2007: 156).
Tujuan dari historiografi adalah melukiskan hasil interpretasi agar menjadi
kisah sejarah yang tidak hanya mengajarkan fakta-fakta tetapi juga disertai dengan
uraian-uraian secara objektif mengenai pokok-pokok masalah sehingga nantinya
akan terwujud kisah sejarah. Langkah yang akan dilakuakn dalam penelitian ini
menuangkan semua hasil interpretasi dengan cara menyatukan semua sumber-
sumber yang sudah di kritik dan dilakukan interperasi pada peritiwa yang dikaji,
dengan menggambarkan perisitiwa dalam narasi yang menarik, sistematis,
kronologis, dan obyektif.
Selanjutnya skripsi yang berjusul Perkembangan Pondok Pesanteren al
irsyad al islamiyyah Bondowoso tahun 1988-2018 ini akan disusun secara
sistematis dan dibagi beberapa pokok bab kajian. Penelitian ini dibagi menjadi 7
bab pembahasan. Bab 1 akan membahas mengenai pendahuluan, latar belakang
masalah, penegasan judul, ruang lingkup, rumusan masalah, dan tujuan serta
manfaat penelitian. Dalam bab 1 ini akan memberikan gambaran mengenai latar
belakang peneltian ini mengapa layak untuk dijadikan sebagai kajian dalam
penulisan sejarah.
Bab 2 dalam penelitian ini akan membahas mengenai tinjuan pustaka,
dalam hal ini peneliti mengumpulkan buku-buku referensi yang berkaitan dengan
kajian ini. selain buku-buku yang membahas mengenai pendidikan dalam wadah
organisasi al irsyad al islamiyyah, peneliti juga menjadikan buku teori-teosi sosial
untuk menjadi alat bedah penelitian dalam menelusuri peritiwa-peristiwa yang
terjadi dalam perkembangan pondok pesanteren al irsyad al islamiyyah
Bondowoso.
Bab 3 membahas mengenai metode yang digukan dalam penelitian ini,
yang secara metodologi menggunakan metode sejarah. Metode sejarah yang
digukana melalui empat tahapan dari tahapan heuristik, kritik, interpetasi, dan
historiografi. Metode ini sangat diperlukan dalam penelitin ini untuk mendapat
data-data yang benar-benar dapat dipertanggung jawabkan tingkat kredibelitasnya
secara keilmuan dan ilmiah.
Pembahasan mengenai perkembangan Pondok Pesanteren Al Irsyad Al
islamiyyah Bondowoso ini, akan dibahas dalam tiga bab yaitu bab 4,5 dan 6. Pada
bagian Bab 4 ini akan memberikan gambaran pembahasan tentang sejarah awal
berdirinya Pondok Pesanteren Al irsyad Al islamiyyah Bondowoso. Pada bab ini
juga memberikan gambaran mengenai kondisi spasial dalam kajian ini, seperi
letak geografis dari Pondok Pesanteren Al irsyad Al islamiyyah Bondowoso,
jumlah penduduk, matapencarian dan tingkat pendidikan. Kemudian pada bab 5
membahas mengenai kondisi awal dari penririan Pondok Pesanteren Al irsyad Al
islamiyyah Bondowoso, serta dinamika yang terjadi dalam masa perkembangan
yang dimulai pada tahun 1988 sampai 2018. Sebagai kajian ilmiah di harapkan
penulisan sejarah ini akan memberikan dampak, maka dalam kajian ini dijelaskan
betul mengenai dampak dari keberadaan lembaga pendidikan Pondok Pesanteren
Al irsyad Al islamiyyah Bondowoso, yang dibahas secara detail dalam bab 6.
Dalam bab 6 ini menjelaskan mengenai dampak Pondok Pesanteren Al irsyad Al
islamiyyah Bondowoso terhadap masyarakat. Penelitian ini diakhiri pada bab 7
yang menjadi bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Noer, D. (1982). Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta:
LP3ES
Hasbullah. 1999. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Lintasan Sejarah dan
Pertumbuhan Islam. Jakarta: PT. Grafindo Persada

Kuntowijoyo. 2013. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wicara

Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana.


Rrukiati, E. K. 2004. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Bandung: Pustaka
Setia.
Qomar, M. 2005. Pesantren dari transformasi Metodologi menuju Demokratisasi
Institusi. Jakarta: Erlangga.
Pranoto, S.W. (2010). Teori dan Metodologi Sejarah.Yogyakarta: Graha Ilmu

Sholeh, A. 1995. Belajar di Pondok Pesanteren. Jakarta : PT Balai Pustaka.

Scharf, B. R. Sosiologi Agama. Jakarta: Prenada Media.

Gottschalk, Louis, Mengerti Sejarah, terjemahan Nugoho Susanto,Jakarta:


Universitas Indonesia Press, 1987
Soepeno, B. Tanpa Tahun. Fungsi dan Aplikasi Teori dalam Penelitian Sosial.
Jember: UPT. Penerbitan Universitas Jember.
Sjamsuddin, H. 2007. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Tesis dan Skripsi
Afriani, R. 2016. “Lembaga Pendidikan Al Irsyad Al Islamiyyah Pekalongan
Dalam Penanaman Nasionalisme Keturunan Arab Tahun 1914-1942”.
Tidak Diteritkan. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Bahrul. 2019. “ Pengaruh Gaya Kepemimpinan Otoriter dan Demokratis Terhadap
Kinerja Guru di Madrasah Aliyah AlIrsyad AL Islamiyyah Bondowoso.
Tidak terbit. Bondowoso : STAI AL-Taqwa Bondowoso.
Ghafur, A. 2018. “ Pengembangan Budaya Organisasi di Madrasah Tsanawiyyah
Al Irsyad Bondowoso”. Tidak diterbitkan. Skripsi. Jember: Institut Agama
Islam Negeri Jember.
Malik. 2019. ”Jam’iyyah AL Irsyad Al Islamiyyah (Napak Tilas Sejarah
Pergulatan Identitas Kebangsaan Kaum Hadrami di Indonesia). Tidak
Diterbitkan. Tesis. Makasar : Universitas Islam Negeri Alaudin.
Ket : BAB 1 rumusan masalah masih belum diperbki dimana kata2 masih belum
baku. Penggunaan kata yang biasanya dipakai FKIP masih belum dicantumkan.

Tata penulisan dapus yang masih ambigu

Anda mungkin juga menyukai