Anda di halaman 1dari 7

SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM

PROFIL ORGANISASI-ORGANISASI DI INDONESIA

Disusun oleh :
Naila Azmira
Pengajar :
Hj. Lina Helwaty, Lc

KEMENTERIAN AGAMA
MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 HULU SUNHGAI TENGAH
TAHUN PELAJARAN 2021/2022
Organisasi-Organisasi Islam di Indonesia
Agama Islam dipeluk oleh mayoritas rakyat Indonesia. Dengan jumlah penganut yang besar,
tidak pelak lagi secara sosial dan politik kekuatan massa yang besar ini menjadi potensi tersendiri
yang harus diperhitungkan. Umat Islam ada yang bernaung dalam organisasi – organisasi
kemasyarakatan yang sangat banyak jumlahnya di Indonesia. Keberadaaan organisasi Islam di
Indonesia tidak dapat dilepaskan dari peranannya pada zaman perjuangan kemerdekaan. Peranan
para ulama Islam yang tergabung dalam berbagai organisasi akan perjuangan mencapai
kemerdekaan tidak bisa diabaikan.

Organisasi Islam di Indonesia adalah organisasi yang bergerak di bidang keagamaan,


pendidikan, sosial dan ekonomi. Leberadaan organisasi Islam di Indonesia tidak dapat dilepaskan
dari peranannya pada zaman perjuangan kemerdekaan.

Bahkan para pejuang kemerdekaan pun mayoritas beragama Islam. Di masa sekarang ini,
sangat mudah untuk melupakan organisasi Islam pendahulu yang dibentuk pada masa – masa
penjajahan dan masa sebelum kemerdekaan karena adanya berbagai isu politik dan sosial, juga
keengganan generasi muda mempelajari sejarah bangsanya sendiri.

Berikut ini adalah sejarah organisasi Islam di Indonesia yang dibentuk pada masa perjuangan
kemerdekaan hingga sekarang.

1. Jam’iyatul Khair (1905 M)


Didirikan pada 17 Juli 1905 di Jakarta, organisasi ini awalnya beraktivitas di bidang
pendidikan dasar dan mengirim para pelajar ke Turki dan merupakan satu – satunya organisasi
pendidikan modern di Indonesia. Guru – gurunya didatangkan dari Tunisia, Sudan, Maroko, Mesir
dan Arab. Korespondensi mereka dengan tokoh – tokoh pergerakan dan juga surat kabar di luar
negeri turut menyebarkan kabar mengenai kekejaman pemerintah Belanda. Guru yang terkenal dari
sini adalah Syaikh Ahmad Surokati dari Sudan, yang menekankan bahwa tidak ada perbedaan di
antara sesama umat muslim yang berkedudukan sama. Para tokoh ulama Indonesia kebanyakan
lahir dari organisasi ini seperti KH Ahmad Dahlan, HOS Tjokroaminoto, H. Samanhudi, dan H. Agus
Salim.

2. Syarekat Islam (1905 M)

Sejarah organisasi Islam di Indonesia juga tidak dapat dilepaskan dari Syarekat Islam. KH
Samanhudi mendirikan organisasi yang awalnya bernama Syarikat Dagang Islam ini pada 1905 di
Solo. Namanya berubah menjadi Syarekat Islam pada 1912 dengan prakarsa HOS Tjokroaminoto, H.
Agus Salim, AM Sangaji dan KH Samanhudi. Pada awalnya organisasi ini bergerak di bidang
keagamaan serta bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup bangsa dalam perniagaan, namun
seiring waktu berkembang menjadi gerakan politik dan sosial serta dakwah Islam.
Syarikat Islam Indonesia (SI-Indonesia) adalah organisasi massa tertua yang berdiri sejak era
kolonialisme, didirikan oleh KH. Samanhudi pada tanggal 16 oktober 1905. Awal berdirinya SI-
Indonesia bernama Sarekat Dagang Islam (SDI), organisasi yang didirikan sebagai wadah
perkumpulan dan pergerakkan bagi para pedagang muslim pribumi guna menandingi monopoli
perdagangan Tionghoa masa itu. Sikap imprialisme pemerintah kolonial Hindia Belanda terhadap
pedagang pribumi membuat KH. Samanhudi yang juga berprofesi sebagai seorang saudagar bergerak
dengan cepat menyebarkan berdirinya SDI, salah satunya melalui buletan Taman Pewarta (1902-
1915)

Kongres Sarekat Islam yang Pertama di Surabayapada tanggal 10 November 1912. Namun
setahun sebelumnya Sarekat Dagang Islam (SDI) berganti nama menjadi Sarekat Islam. Pergantian
nama juga merubah ruang pergerakan Sarekat Islam, dalam arti luas mencakup berbagai aspek
sosial, politik, ekonomi, pendidikan dan keagamaan. Pergantian nama di tubuh Sarekat Islam dibahas
dalam Kongres Sarekat Islam yang pertama di Surabaya pada tanggal 20 Januari 1913.

3. Persatuan Uman Islam (1911 M)

Persatuan Umat Islam (PUI) didirikan oleh KH. Abdul Halim, yang merupakan seorang ulama
pengasuh di Pondok Pesantren Majalengka, Jawa Barat pada tahun 1911. Persatuan Umat Islam
(PUI) adalah gabungan dari dua organisasi Islam yang ada di Jawa Barat yaitu Persyarikatan Umat
Islam dan organisasi Al Ittihad Al Islamiyah pimpinan KH Ahmad Sanusi di Sukabumi. Persatuan Umat
Islam (PUI) kemudian mendirikan banyak sekolah serta pondok pesantren di Jawa Barat.

4. Muhammadiyah (1912 M)

Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang berlandaskan pada Al Qur’an dan
Sunnah yang pusatnya berkedudukan tetap di ibukota Republik Indonesia, saat ini adalah Jakarta.
Sebagai sebuah organisasi ada komponen-komponen yang membentuk Muhammadiyah sehingga
bisa berjalan dengan baik bahkan menjadi besar.

Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman,


Yogyakarta pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H atau 18 November 1912. Kelahiran dan keberadaan
Muhammadiyah pada awal berdirinya tidak lepas dan merupakan menifestasi dari gagasan
pemikiran dan amal perjuangan KH. Ahmad Dahlan (Muhammadiyah Darwis) yang menjadi
pendirinya. Setelah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan bermukin yang kedua kalinya pada
tahun 1903, KH. Ahmad Dahlan mulai menyemaikan benih pembaharuan di Tanah Air. Gagasan
pembaharuan itu diperoleh KH. Ahmad Dahlan setelah berguru kepada ulama-ulama Indonesia yang
bermukim di Mekkah seperti Syekh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai
Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari Maskumambang, juga setelah membaca pemikiran-
pemikiran para pembaru Islam seperti Ibn Taimiyah, Muhammad bin Abdil Wahhab, Jamaluddin Al-
Afghani, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha.

Embrio kelahiran Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi untuk mengaktualisasikan


gagasan-gagasannya merupakan hasil interaksi KH. Ahmad Dahlan dengan kawan-kawan dari Boedi
Oetomo yang tertarik debgan masalah agama yang diajarkan Kyai Dahlan, yakni R. Budihardjo dan R.
Sosrosugondo. Gagasan itu juga merupakan saran dari salah seorang siswa Kyai Dahlan di
Kweekscholl Jetis dimana Kyai mengajar agama pada sekolah tersebut secara ekstrakurikuler, yang
sering datang kerumah Kyai dan menyarankan agar kegiatan pendidikan yang dirintis Kyai Dahlan
tidak diurus Kyai Dahlan sendiri tetapi oleh suatu organisasi agar dapat kesinabungan setelah Kyai
wafat.

KH. Ahmad Dahlan sebagaimana para pembaru Islam lainnya, tetapi dengan tipikal yang
khas, memiliki cita-vita membebaskan Umat Islam dari keterbelakangan dan membangun kehidupan
yang berkemajuan melalui Tajdid (pembaruan) yang meliputi aspek-aspek Tauhid (‘Aqidah), ibadah,
mu’amalah dan pemahaman terhadap ajaran Islam dan Kehidupan Umat Islam, dengan
mengembalikan kepada sumbernya takni Al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang Shahih dengan membuka
ijtihad.

5. Al-Irsyad Al-Islamiyah (1914 M)

Perhimpunan Al-Irsyad Al-Islamiyyah (Jam’iyat al-Islah wal Irsyad al-Islamiyyah) berdiri pada
6 September 1914 (15 Syawwal 1332 H). Tanggal itu mengacu pada pendirian Madrasah Al-Irsyad Al-
Islamiyyah yang pertama, di Jakarta. Pengakuan hukumnya sendiri baru dikeluarkan pemerintah
Kolonial Belanda pada 11 Agustus 1915.
Tokoh sentral pendirian Al-Irsyad adalah al-‘Alamah Syeikh Ahmad Surkati, seorang ulama
besar Mekkah yang berasal dari Sudan. Pada mulanya Syekh Surkati datang ke Indonesia atas
permintaan perkumpulan Jami’at Khair –yang anggota pengurusnya terdiri dari orang-orang
Indonesia keturunan Arab golongan sayyid, dan berdiri pada 1905.
Al-Irsyad di masa-masa awal kelahirannya dikenal sebagai kelompok pembaharu Islam di
Nusantara, bersama Muhammadiyah dan Persatuan Islam (Persis). Tiga tokoh utama organisasi ini:
Ahmad Surkati, Ahmad Dahlan, dan Ahmad Hassan (A. Hassan), sering disebut sebagai “Trio
Pembaharu Islam Indonesia.” Mereka bertiga juga berkawan akrab. Malah menurut A. Hassan,
sebetulnya dirinya dan Ahmad Dahlan adalah murid Syekh Ahmad Surkati, meski tak terikat jadwal
pelajaran resmi.
Al-Irsyad juga berperan penting sebagai pemrakarsa Muktamar Islam I di Cirebon pada 1922,
bersama Syarekat Islam dan Muhammadiyah. Sejak itu pula, Syekh Ahmad Surkati bersahabat dekat
dengan H. Agus Salim dan H.O.S. Tjokroaminoto. Al-Irsyad juga aktif dalam pembentuan MIAI (Majlis
Islam ‘A’laa Indonesia) di zaman pendudukan Jepang, Badan Kongres Muslimin Indonesia (BKMI) dan
lain-lain, sampai juga pada Masyumi, Badan Kontak Organisasi Islam (BKOI) dan Amal Muslimin.
Sejak didirikannya, Al-Irsyad Al-Islamiyyah bertujuan memurnikan tauhid, ibadah dan
amaliyah Islam. Bergerak di bidang pendidikan dan dakwah. Untuk merealisir tujuan ini, Al-Irsyad
sudah mendirikan ratusan sekolah formal dan lembaga pendidikan non-formal di seluruh Indonesia.
Dan dalam perkembangannya kemudian, kegiatan Al-Irsyad juga merambah bidang kesehatan,
dengan mendirikan beberapa rumah sakit. Yang terbesar saat ini adalah RSU Al-Irsyad di Surabaya
dan RS Siti Khadijah di Pekalongan.

6. Persatuan Islam (1923 M)

Persatuan Islam (PERSIS) adalah sebuah organisasi Islam di Indonesia. Persis didirikan pada
12 September 1923 di Bandung oleh sekelompok Islam yang berminat dalam pendidikan dan
aktivitas keagamaan yang dipimpin oleh Haji Zamzam dan Haji Muhammad Yunus.
Persis didirikan dengan tujuan untuk memberikan pemahaman Islam yang sesuai dengan
aslinya yang dibawa oleh Rasulullah SAW dan memberikan pandangan berbeda dari pemahaman
Islam tradisional yang dianggap sudah tidak orisinil karena bercampur dengan budaya lokal, sikap
taklid buta, sikap tidak kritis, dan tidak mau menggali lebih Islam dalam dengan membuka kitab-
kitab Hadis yang Shahih. Oleh karena itu, lewat para ulamanya seperti Ahmad Hassan yang juga
dikenal dengan Hassan Bandung atau Hassan Bangil, persis mengenalkan Islam yang hanya
bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits.

7. Nahdlatul Ulama (1926 M)

Nahdlatul Ulama (bahasa Arab: ‫ْضةُ ْال ُعلَ َما ْء‬


َ ‫( ;نَه‬terj. har. Kebangkitan Ulama) atau
disingkat Nahdlatul Ulama adalah organisasi Islam yang pernah menjadi partai politik di Indonesia.
Nahdlatul Ulama memiliki anggota berkisar dari 40 juta (2013) hingga lebih dari 108 juta (2019) yang
menjadikannya sebagai organisasi Islam terbesar di dunia. Nahdlatul Ulama juga merupakan badan
amal yang mendanai sekolah, perguruan tinggi, dan rumah sakit serta mengorganisir masyarakat
untuk membantu pengentasan kemiskinan.
Nahdlatul Ulama didirikan pada 31 Januari 1926 di Kota Surabaya oleh seorang ulama dan
para pedagang untuk membela praktik Islam tradisionalis (sesuai dengan mazhab Syafi'i) dan
kepentingan ekonomi anggotanya. Pandangan keagamaan Nahdlatul Ulama dianggap "tradisionalis"
karena menoleransi Adat dan budaya lokal selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Hal ini
membedakannya dengan organisasi Islam terbesar kedua di Indonesia, Muhammadiyah, yang
dianggap "reformisme" karena membutuhkan interpretasi yang lebih literal terhadap Al-
Qur'an dan Sunnah.
Beberapa tokoh Nahdlatul Ulama adalah pendukung konsep Islam Nusantara, sebuah ciri
khas Islam yang telah mengalami interaksi, kontekstualisasi, pribumisasi, interpretasi,
dan vernakularisasi sesuai dengan kondisi Adat Istiadat dan sosial budaya di Indonesia. Islam
Nusantara mempromosikan moderasi, anti-fundamentalisme, pluralisme dan pada titik
tertentu, sinkretisme. Namun, banyak sesepuh, pemimpin, dan ulama NU telah menolak Islam
Nusantara dan memilih pendekatan yang lebih konservatif.
Dalam menegaskan prinsip dasar organisasi, KH. Hasyim Asy’ari merumuskan kitab Qanun
Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I’tikad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab
tersebut kemudian diejawantahkan dalam Khittah NU, yang dijadikan dasar dan rujukan warga NU
dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik. Nahdlatul Ulama (NU)
menorehlan sejarah tersendiri bagi perjuangan bangsa Indonesia. Para ulama, kyai, santri, warga
nahdliyin memberikan konstribusi nyata dalam mengawal perjuang kemerdekaan, mempertahankan
dan mengisinya dengan spirit yang tak kenal lelah dan pamrih.

Perjuangan semakin menggelora setelah keluar fatwa jihad yang dikumandangkan


Hadharatus Syekh KH. Hasyim Asy’ari dan lebih dikenal dengan esolusi jihad tanggal 22 Oktober
1945. Peristiwa penting yang merupakan rangkaian sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan
kolonialisme. Peristiwa tersebut kini diperingati sebagai Hari Santri Nasional.

Pada tanggal 9 November 1945 Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy’ari sebagai pemimpin
tertinggi Laskar Hizbullah menggalang kekuatan dari seluruh penjuru Surabaya untuk menghadapi
setiapkemungkinan dengan penolakan terhadap sekutu NICA (Netherlands-Indies Civil
Administration). KH. Abbas Abdul Jamil (Buntet) memimpin komando pertempuran dibantu oleh KH.
Wahab Hasbullah, Bung Tomo, Roeslan Abdul Ghani, KH. Mas Masur dan Cak Arnomo. Bung Tomo
berpidato dengan disiarkan radio, membakar semangat para pejuang dengan pekik teakbirnya untuk
bersiap syahid fi sabilillah. Peristiwa heroik pada tanggal 10 November 1945 yang diperingati sebagai
Hari Pahlawan tidak lepas dari rangkaian panjang semangat resolusi jihas yang dicetuskan dimarkas
NU, Jalan Bubutan VI No. 2 Surabaya.

Hadrastus Syekh KH. Hasyim Asy’ari dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional yang ditetapkan
oleh Presiden Soekarno dalam Keppres Nomor 249 Tahun 1945.

8. Majelis Islam A’la Indonesia (1937 M )


Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) merupakan wadah bagi ormas-ormas Islam di Indonesia
pada zaman sebelum kemerdekaan. Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) didirikan pasa Selasa, 15
Rajab 1356 atau 21 september 1937 atas prakarsa KH. Hasyim Asy’ari.
Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) mengoordinasikan berbagai kegiatan dan menyatukan
umat Islam di Indonesia dalam menghadapi politik Belanda seperti menolak undang-undang
perkawinan dan wajib militer bagi umat Islam. KH Hasyim Asy'ari menjadi ketua badan legislatif
dengan 13 organisasi tergabung dalam MIAI.MIAI dapat berkembang menjadi organisasi besar yang
mendapat simpati dari seluruh umat islam Indonesia sehingga Jepang mulai mengawasi kegiatannya.
Diantara organisasi Islam anggota MIAI adalah Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), Al
Irsyad, Partai Arab Indonesia (PAI), Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII), Al Khoiriyah, Persyarikatan
Ulama Indonesia (PUI), Al-Hidayatul Islamiyah, Persatuan Islam (PERSIS), Partai Islam Indonesia (PII),
Jong Islamiaten Bond

Anda mungkin juga menyukai