Anda di halaman 1dari 68

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas ridho dan
rahmat-Nya sehingga Buku yang berjudul ‘Laporan Praktikum Rempah dan Obat
(Mengenal tanaman rempah dan obat disekitar)’ ini dapat disusun.
Buku ini disusun guna memenuhi tugas praktikum mata kuliah Budidaya
tanmahan rempah dan obat, dimana didalamnya berisi beberapa tanaman rempah
dan obat yang berada disekitar, serta berisi mengenai cara budidaya tanaman
rempah dan obat tersebut.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Hilda Susanti, S.P.,
M.Si. dan Ibu Bakti Nur Ismuhajaroh, S.P., M.P. selaku dosen pengampu yang
memberikan tugas sekaligus sarana bagi penulis untuk belajar lebih banyak
melalui tugas ini. Serta tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada semua
asisten dosen yang telah banyak membantu dalam kegiatan praktikum mata kuliah
ini.
Masih ada banyak kesalahan, kekeliruan dan kekurangan dalam
penyusunan dan isi buku ini. Oleh karena itu, penulis memohon maaf sebesar-
besarnya, dan mengharapkan kritik dan saran agar penulis semakin berkembang di
masa depan.

Banjarbaru, 5 Juni 2023

Kelompok 4 (Agribisnis)

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR......................................................................................

DAFTAR ISI....................................................................................................

ISI.....................................................................................................

Jahe (Zingiber officinale Rosc)....................................................................


Jambu Biji (Psidium guajava L.).................................................................
Lidah Buaya (Aloe vera L.)..........................................................................
Lidah Mertua (Sansevieria).........................................................................
Pandan Wangi (Pandanus ammaryllifolius)................................................
Serai (Cymbopogon nardus L.)....................................................................
Sirih (Piper betle).........................................................................................
Tanaman Salam (Syzygium polyanthum).....................................................
Temulawak (Alpinia galanga).....................................................................

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................

ii
PRAKTIKUM BDT REMPAH DAN OBAT
KERTAS KERJA 1
JUDUL PRAKTIKUM : MENGENAL TANAMAN OBAT DI SEKITAR
KITA
NAMA MAHASISWA : ROSTALITTA ARYANI
NIM : 2010514120008
KELOMPOK :4
PROGRAM STUDI : AGRIBISNIS

JAHE
(Zingiber officinale Rosc)

A. DESKRIPSI TANAMAN
Nama daerah:
Tipakan (Banjar), Jea (Jawa), Jahi (Lampung), Bahing (Batak), Sipodeh
(Minangkabau).
Klasifikasi tanaman:
Jahe adalah tanaman rimpang biasa disebut sebagai rempah-rempah dan
bahan obat. Rimpang jahe ada yang berbentuk seperti jemari yang
menggembung di ruas - ruas tengah. Adanya rasa pedas yang ditimbulkan oleh
jahe cukup dominan dan disebabkan senyawa keton 'zingeron' (Setyaningrum,
2013)

1
Klasifikasi jahe digolongkan sebagai berikut,
Filum : Plantae
Droo : Zingiberales
Familia : Zingiberaceae
Cenus : Zingiber
Spesies : Zingiber officinate (Setyaningrum, 2013)
Morfologi tanaman:
Jahe merupakan tanaman berbatang semu, tinggi 30 cm sampai 1 m,
rimpang bila dipotong berwarna kuning atau jingga. Daun berpasangan
berbentuk pedang, panjang 15-23 mm, lebar 8 15 mm, tangkai daun berbulu
dengan panjang 2-4 mm, bentuk lidah daun memanjang kurang lebih 7,5 10
mm tetapi tidak berbulu, seludang agak berbulu. Bunga berupa malai keluar di
permukaan tanah, berbentuk tongkat atau bulat telur yang sempit dengan
panjang 2,75-3 kali lebarnya, sangat tajam, panjang malai 3,5-5 cm, lebar 1,5-
1,75 cm, tangkai bunga hampir tidak berbulu dengan panjang 25 cm, rahis
berbulu jarang, terdapat sisik pada tangkai bunga berjumlah 5-7 buah,
berbentuk lanset, letaknya berdekatan atau rapat, hampir tidak berbulu, panjang
sisik 3-5 cm, daun pelindung berbentuk bundar telur terbalik, bundar pada
ujungnya, tidak berbulu, berwarna hijau cerah, panjang 2,5 cm, lebar 1-1,75
cm, mahkota bunga berbentuk tabung 22,5 cm, helainya agak sempit,
berbentuk tajam, berwarna kuning kehijauan, panjang 1,5 2,5 mm, lebar - 3-3,5
mm, bibir berwarna ungu, gelap, berbintik-bintik berwarna putih kekuningan,
panjang 12 - 15 mm, kepala sari berwarna ungu, panjang 9 mm, tangkai putik
berjumlah 2 (Jamil, 2012)

B. SYARAT TUMBUH
Lingkungan tumbuh tanaman jahe dapat mempengaruhi produktivitas
dan mutu rimpang/umbi, karena pembentukan rimpang ditentukan terutama
oleh kandungan air, oksigen tanah dan intensitas cahaya. Tipe iklim (curah
hujan), tinggi tempat dan jenis tanah merupakan faktor-faktor yang perlu
diperhatikan dalam memilih daerah/lahan yang cocok untuk menanam jahe
(Jamil, 2012)

2
Pembentukan rimpang akan terhambat pada tanah dengan kadar liat
tinggi dan drainase (pengairan) kurang baik, demikian juga pada intensitas
cahaya rendah dan curah hujan rendah. Peranan air dalam perkembangan
umbi/rimpang sangat besar, sehingga apabila kekurangan air akan sangat
menghambat perkembangan umbi (Jamil, 2012)
Tanaman jahe akan tumbuh dengan baik pada daerah dengan tingkat
curah hujan antara 2500-4000 mm/tahun dengan 7-9 bulan basah, dan pH tanah
6,8-7,4. Pada lahan dengan pH rendah bisa juga untuk menanam jahe, namun
perlu diberikan kapur pertanian (kaptan) 1-3 ton/ha atau dolomit 0,5-2 ton/ha
(Jamil, 2012)
Tanaman jahe dapat dibudidayakan pada daerah yang memiliki
ketinggian 0-1500 m dpl (di atas permukaan laut), namun ketinggian optimum
(terbaik) 300-900 m dpl. Di dataran rendah (<300 m dpl), tanaman peka
terhadap serangan penyakit, terutama layu bakteri. Sedang di dataran tinggi
diatas 1.000 m dpl pertumbuhan rimpang akan terhambat/kurang terbentuk
(Jamil, 2012)
Informasi lengkap tentang kriteria iklim dan tanah suatu wilayah/daerah
yang cocok untuk budidaya jahe bisa dilihat pada tabel berikut,
Karakteristik Kriteria
Jenis tanah Latosol, andosol, assosiasi regosol- andosol
Tipe Iklim A, B, C (Shmidt dan Ferguson)
Jumlah curah hujan 2.500-4.000 mm/tahun
Ketinggian tempat 300-900 m dpl
Jumlah bulan basah/tahun 7-9 bulan
Suhu udara 2-3 derajat celcius
Tingkat naungan 0-30%
Tekstur Lempung, lempung liat berpasir
Drainase Baik

3
C. TEKNIK BUDIDAYA
Penyiapan lahan
Sebelum bibit ditanam, maka dilakukan pengolahan tanah untuk
menciptakan tanah menjadi gembur, subur, berhumus, berdrainase baik dan
beraerasi baik, serta bersih dari gulma (Muchlas, 2008)
Tanah yang gembur akan memberikan kesempatan kepada rimpang jahe
untuk tumbuh dengan leluasa. Tanah liat yang kurang diolah menyebabkan
rimpang jahe tertekan, sedangkan tanah berkerikil menyebabkan rimpang
tergores sehingga hasil tidak maksimal (Muchlas, 2008)
Drainase yang baik akan mencegah tanaman dari serangan penyakit
seperti penyakit layu akibat tergenang air di sekitar areal tanam karena kurang
baiknya drainase. Sedangkan aerasi yang baik akan memberi ruang gerak bagi
akar untuk menyerap unsur hara dan air, serta mengurangi pembentukan
senyawa-senyawa anorganik dalam tanah yang bersifat racun (Muchlas, 2008)
Pengolahan tanah dilakukan dengan cara menggarpu dan mencangkul
tanah sedalam 30 cm, dibersihkan dari ranting-ranting dan sisa-sisa tanaman
yang sukar lapuk. Untuk tanah dengan lapisan olah tipis, pengolahan tanahnya
harus hati-hati disesuaikan dengan lapisan tanah tersebut dan jangan dicangkul
atau digaru terlalu dalam, sehingga tercampur antara lapisan olah dengan
lapisan tanah bawah, karena hal ini dapat mengakibatkan tanaman tumbuh
kurang subur (Muchlas, 2008)
Setelah tanah diolah dan digemburkan, dibuat bedengan searah lereng
(untuk tanah yang miring), dengan sistem guludan atau dengan sistim parit.
Lebar bedengan berkisar antara 60-120 cm, tinggi bedengan 25-30 cm dan
panjang bedengan menyesuaikan dengan kondisi lahan dengan jarak antar
bedengan 30 cm. Setelah dibuat bedengan atau guludan, kemudian dibuat
lubang tanam sedalam 5-7 cm (Muchlas, 2008)
Pembibitan
Jahe diperbanyak dengan menggunakan setek rimpang. Untuk
mendapatkan bibit yang baik, maka perlu dilakukan seleksi rimpang. Bibit
yang akan digunakan harus jelas asal usulnya, sehat dan tidak tercampur
dengan varietas lain. Yang dimaksud dengan bibit yang sehat adalah berasal

4
dari pertanaman yang sehat dan tidak terserang penyakit. Rimpang yang telah
terinfeksi penyakit tidak dapat digunakan sebagai bibit karena akan menjadi
sumber penularan penyakit di lapangan. Pemilihan benih harus dilakukan sejak
pertanaman masih di lapangan. Apabila terdapat tanaman yang terserang
penyakit atau tercampur dengan jenis lain, maka tanaman yang tersebut harus
dicabut dan dijauhkan dari areal pertanaman (Muchlas, 2008)
Selanjutnya, pemilahan (penyortiran) dilakukan setelah panen, untuk
membuang bibit yang terinfeksi hama dan penyakit atau membuang bibit dari
jenis lain. Rimpang yang akan digunakan untuk bibit harus sudah tua, dan
minimal berumur 10 bulan. Ciri-ciri rimpang yang sudah tua antara lain: (1)
kandungan serat tinggi dan kasar, (2) kulit licin dan keras, serta tidak mudah
mengelupas, dan (3) warna kulit mengkilat menampakan tanda bernas
(Muchlas, 2008)
Rimpang yang dipilih untuk dijadikan bibit, sebaiknya mempunyai 2-3
bakal mata tunas yang baik dengan bobot sekitar 25-60 gr untuk jahe putih
besar. Sedangkan bobot jahe putih kecil dan jahe merah masing-masing 20-40
gr. Bagian rimpang yang terbaik dijadikan benih adalah rimpang pada ruas
kedua dan ketiga. Kebutuhan bibit jahe putih besar sekitar 2-3 ton/ha,
sedangkan jahe putih kecil dan jahe merah sekitar 1-1,5 ton/ha (Muchlas, 2008)
Sebelum ditanam bibit terlebih dahulu ditunaskan dengan cara
disemaikan, yaitu menghamparkan rimpang di atas jerami/alang-alang tipis, di
tempat yang teduh atau di dalam gudang penyimpanan dan tidak ditumpuk.
Untuk itu bisa digunakan wadah atau rak-rak terbuat dari bambu atau kayu
sebagai alas. Selama penyemaian, dilakukan penyiraman setiap hari sesuai
kebutuhan, hal ini dilakukan untuk menjaga kelembaban rimpang (Muchlas,
2008)
Benih/rimpang yang sudah bertunas dengan tinggi mencapai 1-2 cm, siap
ditanam di lapangan. Benih bertunas ini dapat beradaptasi langsung di
lapangan dan tidak mudah rusak (Muchlas, 2008)
Rimpang yang sudah bertunas kemudian diseleksi dan dipotong menurut
ukuran. Untuk mencegah infeksi bakteri pada waktu pemotongan, dilakukan

5
perendaman di dalam larutan antibiotik dengan dosis anjuran, kemudian
dikering anginkan (Muchlas, 2008)
Penanaman
Ketersediaan air sangat penting pada saat penanaman. Apabila jahe
hendak ditanam di tanah tegalan sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan.
Namun apabila akan ditanam di daerah dengan curah hujan tinggi maka
penanaman dapat dilakukan sepanjang tahun (Muchlas, 2008)
Pengaturan jarak tanam perlu diperhatikan karena merupakan salah satu
cara untuk meningkatkan hasil rimpang per satuan luas. Semakin subur tanah,
jarak tanam makin diperjarang agar rimpang bisa tumbuh maksimal dan leluasa
(Muchlas, 2008)
Bibit jahe ditanam sedalam 5-7 cm dengan tunas menghadap ke atas,
jangan terbalik, karena dapat menghambat pertumbuhan. Jarak tanam yang
digunakan untuk jahe putih besar yang dipanen tua adalah 80 cm x 40 cm atau
60 cm x 40 cm, apabila dipanen muda jarak tanam dianjurkan 40 cm x 30 cm.
Sedangkan jahe putih kecil dan jahe merah menggunakan jarak tanam 60 cm x
40 cm (Muchlas, 2008)
Setelah jahe ditanam, permukaan tanah perlu ditutup dengan mulsa
(jerami, alang-alang) untuk melindungi tunas yang baru tumbuh/muncul ke
permukaan tanah, karena belum mampu menahan teriknya matahari. Selain itu
pemberian mulsa mampu memperbaiki kondisi tanah terutama di bagian
permukaan, dan juga mengurangi erosi karena mulsa mampu menahan aliran
air (Muchlas, 2008)
Pemupukan
Pemberian pupuk dimaksudkan agar unsur-unsur hara yang dibutuhkan
tanaman tersedia cukup. Dengan demikian pemupukan mutlak diperlukan
terutama pada lahan yang kurang subur. Pemupukan memegang peranan
penting untuk meningkatkan hasil rimpang, yaitu pemberian pupuk organik
untuk memperbaiki tekstur tanah dan aerasi tanah, dan pupuk anorganik
terutama N, P, dan K (Muchlas, 2008)
Teknologi pemupukan anjuran untuk tanaman jahe seperti terdapat pada
tabel berikut,

6
Varietas Jahe Jenis Pupuk Dosis Anjuran
Jahe Putih besar - Pupuk kandang, diberikan 2- 4 20-40 ton/ha
(Jahe Gajah) minggu sebelum tanam
- SP-36 diberikan saat tanam 300-400 kg/ha
- KCL diberikan saat tanam 300-400 kg/ha
-Urea diberikan masing – masing 400-600 kg/ha
1/3 bagian pada umur 1,2,3 bulan
setelah tanam.
Jahe Putih kecil - Pupuk kandang, diberikan 2- 4 20-30 ton/ha
(Jahe Emprit) minggu sebelum tanam
- SP-36 diberikan saat tanam 200-300 kg/ha
- KCL diberikan saat tanam 200-300 kg/ha
-Urea diberikan masing – masing 300-400 kg/ha
1/3 bagian pada umur 1,2,3 bulan
setelah tanam.
Jahe Merah - Pupuk kandang, diberikan 2- 4 20-30 ton/ha
minggu sebelum tanam
- SP-36 diberikan saat tanam 200-300 kg/ha
- KCL diberikan saat tanam 200-300 kg/ha
-Urea diberikan masing – masing 300-400 kg/ha
1/3 bagian pada umur 1,2,3 bulan
setelah tanam.

Pemeliharaan
Dalam pemeliharaan terdapat beberapa hal yang harus dilakukan seperti:
Penyulaman, dilakukan terhadap tanaman yang mati atau pertumbuhannya
tidak baik. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang
seragam serta waktu panen yang serempak. Penyulaman dilakukan pada umur
1-1,5 bulan dengan menggunakan bibit cadangan yang telah diseleksi dan
disemaikan. Penyulaman tidak dilakukan pada tanaman mati yang disebabkan
oleh penyakit layu bakteri. Pada bekas tanaman tersebut sebaiknya diberi kapur
untuk menghindari penularan tanaman di sekitarnya (Muchlas, 2008)

7
Penyiangan, sampai dengan tanaman jahe berumur 6-7 bulan, maka akan
banyak tumbuh gulma, sehingga penyiangan perlu dilakukan secara intensif.
Apabila gulma dibiarkan tumbuh sampai tanaman jahe berumur 180 hari, akan
terjadi penurunan hasil sampai dengan 60% (Muchlas, 2008)
Penyiangan pertama dilakukan pada saat tanaman jahe berumur 2-4
minggu, kemudian dilanjutkan 4-6 minggu sekali tergantung kepada
banyaknya gulma yang tumbuh. Penyiangan setelah tanaman jahe berumur 4
bulan perlu dilakukan secara hati-hati agar tidak merusak perakaran dan
melukai rimpang yang dapat menyebabkan masuknya bibit penyakit (Muchlas,
2008)
Penyiangan dapat dilakukan dengan cara manual yaitu mencabut
gulmanya dengan tangan atau dengan menggunakan kored, dan bisa juga
dengan herbisida. Cara manual akan berhasil untuk gulma yang mudah dicabut,
namun sulit dilakukan terhadap gulma yang memiliki rimpang (alang-alang),
dan umbi (teki) (Muchlas, 2008)
Pengendalian OPT
Pengelolaan OPT pada tanaman obat umumnya dan rimpang khususnya
haruslah yang bersifat ramah lingkungan, karena produk ini dikonsumsi
sebagai obat manusia. Komponen pengendalian OPT berkelanjutan dan ramah
lingkungan pada tanaman obat:
1. Menggunakan benih unggul/varietas-varietas tahan
2. Mengusahakan pertumbuhan tanaman sehat
3. Menerapkan teknik-teknik budidaya standar (pupuk organik, mulsa,
pengolahan tanah, jarak tanam, monitoring, sanitasi, penyiangan gulma
dan lain-lain).
4. Rotasi tanaman yang berbeda famili, agar tidak menjadi inang yang sama
bagi OPT.
5. Memanfaatkan semaksimal mungkin musuh-musuh alami dari OPT
6. Menggunakan pengendalian fisik/mekanik
7. Penggunaan pestisida alami, baik itu berupa pestisida nabati, pestisida
hayati ataupun bahan mineral (belerang dan lainnya) (Wiratno, 2017)

8
Panen
Pemanenan jahe tergantung pada produk akhir yang diinginkan walaupun
umumnya jahe dipanen setelah umur 8- 12 bulan. Untuk konsumsi segar
sebagai bumbu, maka jahe dipanen pada umur 8 bulan. Sedang untuk
keperluan bibit, maka jahe dipanen umur 10 bulan atau lebih. Sementara untuk
keperluan asinan jahe, dan jahe untuk asinan/awetan dipanen muda, yaitu umur
3-4 bulan (Muchlas, 2008)
Panen dilakukan dengan cara membongkar seluruh tanaman
menggunakan cangkul atau garpu. Agar rimpang hasil panen tidak lecet dan
tidak terpotong, maka perlu kehati- hatian waktu panen karena akan
mengurangi mutu jahe. Rimpang dibersihkan dari kotoran dan tanah yang
menempel. Tanah yang menempel apabila dibiarkan akan mengering dan sulit
dibersihkan (Muchlas, 2008)
Selanjutnya, jahe tersebut diangkut ke tempat pencucian untuk disemprot
dengan air. Pada saat pencucian jahe tidak boleh digosok agar tidak lecet,
kemudian dilakukan penyortiran sesuai tujuan (Muchlas, 2008)
Berdasarkan standar perdagangan, mutu rimpang jahe segar
dikategorikan menjadi:
Kategori Persyaratan
Mutu I Bobot 250 gr/rimpang, kulit tidak terkelupas, tidak
mengandung benda asing dan kapang
Mutu II Bobot 150-249 gr/rimpang, kulit tidak terkelupas, tidak
mengandung benda asing dan kapang
Mutu III Bobot sesuai hasil analisis, kulit yang terkelupas maksimum
10%, benda asing maksimum 3%, dan kapang maksimum
10%

D. KANDUNGAN BAHAN BIOAKTIF DAN MANFAAT BAGI


KESEHATAN
Jahe (Zingiber officinale) bisa dimanfaatkan sebagai bumbu masakan,
bahan obat tradisional, atau dibuat minuman. Menurut Usada Bali, rimpang
jahe digunakan sebagai ramuan obat luar (boreh) untuk mengobati penyakit

9
rematik (tuju), dan ramuan membuat minuman untuk mengobati penyakit
impoten (wandu). Secara umum, jahe memiliki kandungan zat gizi dan
senyawa kimia aktif yang berfungsi preventif dan kuratif. Dari segi nutrisi, jahe
mengandung kalori, karbohidrat, serat, protein, sodium, besi, potasium,
magnesium, fosfor, zeng, folat, vitamin C, vitamin B6, vitamin A, riboflavin
dan niacin. Beberapa senyawa kimia aktif dalam rimpang jahe yang berefek
farmakologis terhadap kesehatan, antara lain: minyak atsiri dengan kandungan
zat aktif zingiberin, kamfena, lemonin, borneol, shogaol, sineol, fellandren,
zingiberol, gingerol, dan zingeron. Sebagai bahan obat tradisional, jahe
memiliki khasiat untuk mencegah dan mengobati berbagai penyakit, seperti:
impoten, batuk, pegal-pegal, kepala pusing, rematik, sakit pinggang, masuk
angin, bronchitis, nyeri lambung, nyeri otot, vertigo, mual saat hamil,
osteoarthritis, gangguan sistem pencernaan, rasa sakit saat menstruasi, kadar
kolesterol jahat dan trigliserida darah tinggi, kanker, sakit jantung, fungsi otak
terganggu, Alzheimer, penyakit infeksi, asma, produksi air susu ibu terganggu,
gairah seksual rendah, dan stamina tubuh rendah (Aryanta, 2019).

10
PRAKTIKUM BDT REMPAH DAN OBAT
KERTAS KERJA 1
JUDUL PRAKTIKUM : MENGENAL TANAMAN OBAT DI SEKITAR
KITA
NAMA MAHASISWA : FATAN ZUFAR ABDILLAH
NIM : 2010514210031
KELOMPOK :4
PROGRAM STUDI : AGRIBISNIS
___

JAMBU BIJI
(Psidium guajava L.)

Fot
o

A. DESKRIPSI TANAMAN
Jambu biji (Psidium guajava L) merupakan buah yang berasal dari
Brazil, Amerika tengah. Tanaman ini dapat tumbuh baik di dataran
rendah maupun dataran tinggi dan umumnya ditanam di pekarangan
maupun di ladang. Jambu biji merupakan tanaman yang berkhasiat bagi
tubuh, karena di dalam jambu biji mengandung zat gizi yaitu berupa
vitamin C dan A, kalori, air, protein, karbohidrat, fosfor dan besi (Satuhu,
2003).
11
Klasifikasi tanaman:
Kingdom : Plantae
Sub Kingdom : Tracheobionta
Divisi : Magnoliophyta
Sub Divisi : Spermatophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Psidium
Spesies : Psidium guajava L. (Novianto,2011)
Morfologi tanaman:
1. Akar

Tanaman jambu biji memiliki sistem perakaran tunggang (radix


primaria), sebab akar yang berasal dari lembaga dapat terus tumbuh
menjadi akar pokok, yang mengalami percabangan menjadi akar-akar
yang lebih kecil. Percabangan dari akar tersebut memungkinkan tanaman
untuk mendapat unsur hara maupun mineral penting yang terdapat di
dalam tanah. Untuk ujung akar (apex radicis) masih terus mengalami
pertumbuhan yang terdiri dari jaringan yang muda yang terus akan
tumbuh. Pertumbuhan dengan perpanjang akar yang memperluas daerah
perakaran. Pada bagian ini terbagi menjadi beberapa zona yaitu zona
pematangan, perpanjangan, dan zona pembelahan. Akar tanaman jambu
biji berwarna putih kecoklatan atau krem (Fikri, 2019).

2. Batang

Tanaman jambu biji memiliki batang muda berbentuk segi empat,


sedangkan batang tua berkayu keras berbentuk gilig dengan warna
cokelat. Permukaan batang licin dengan lapisan kulit yang tipis dan
mudah terkelupas. Bila kulitnya dikelupas akan terlihat bagian dalam
batang yang berwarna hijau. Arah tumbuh batang tegak lurus dengan
percabangan simpodial (Annisa, 2019).
12
3. Daun

Daun pada tanaman jambu biji memiliki struktur daun tunggal dan
mengeluarkan aroma yang khas jika diremas. Kedudukan daunnya
bersilangan dengan letak daun berhadapan dan pertulangan daun
menyirip. Terdapat beberapa bentuk daun pada tanaman jambu biji,
yaitu: bentuk daun lonjong, jorong, dan bundar telur terbalik. Bentuk
daun yang paling dominan adalah bentuk daun lonjong. Perbedaan pada
bentuk daun dapat dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan
(Fikri, 2019).

4. Bunga

Bunga keluar di ketiak daun. Kelopak dan mahkota masing-masing


terdiri dari lima helai. Benang sari banyak dengan tangkai sari berwarna
putih. Bunganya ada yang sempurna (hermaprodit) sehingga
pembuahannya akan terbentuk jika terjadi penyerbukan. Ada pula yang
tanpa penyerbukan (partenokarpi) sehingga 8 terbentuk buah jambu biji
tanpa biji. Jumlah bunga di setiap tangkai antara 1-3 bunga
(Tjitrosoepomo, 2005).

5. Buah

Buah jambu biji memiliki tipe buah tunggal dan termasuk buah
berry (buni), yaitu buah yang daging buahnya dapat dimakan. Buah
jambu biji memiliki kulit buah yang tipis dan permukaannya halus
sampai kasar. Bentuk buah pada Varietas Sukun Merah, Kristal dan
Australia adalah bulat. Bentuk buah dapat digunakan sebagai pembeda
antar varietas. Menurut Cahyono (2010), buah jambu biji memiliki
variasi baik dalam bentuk buah, ukuran buah, warna daging buah
maupun rasanya, bergantung pada varietasnya. Buah jambu biji memiliki
warna daging buah yang bervariasi (Cahyono, 2010).

B. SYARAT TUMBUH
1. Kondisi Tanah

13
Tanah berfungsi sebagai penyangga akar dan penyedia unsur hara
bagi tanaman. Faktor yang mempengaruhi kesuburan tanah antara lain:
kandungan air tanah, bahan organik, batuan induk, suhu udara, curah
hujan, dan organisme tanah. Jenis tanah yang baik untuk tanaman jambu
biji antara lain andosol, latosol, grumosol (dengan pengolahan tanah),
dan tanah berpasir (Soedarya, 2010).
2. Ketinggian Dataran
Jambu biji dapat tumbuh pada ketinggian 1–1.200 meter di atas
permukaan laut (mdpl), dengan ketinggian optimum 30–1.000 (mdpl).
Pada ketinggian kurang dari 30 (mdpl), perkembangan tanaman kurang
optimum, sedangkan pada dataran tinggi sampai 1.800 (mdpl), tanaman
lama tidak berbunga (fase vegetatifnya panjang) dan jumlah bunga
sedikit (Soedarya, 2010).
3. Kedalaman Air Tanah
Kandungan air tanah berperan penting dalam pertumbuhan
tanaman jambu biji. Tinggi air tanah yang ideal adalah 50–150 cm dari
permukaan tanah. Tanah yang terlalu kering menyebabkan tanaman
kurus karena penyerapan unsur hara terganggu, daun, bunga, dan buah
akan rontok, pada kondisi tanah tergenang dapat mengundang penyakit
seperti jamur perusak akar hingga menyebabkan kematian pada tanaman
(Soedarya, 2010).
4. Curah Hujan
Tanaman jambu biji merupakan tanaman tropis yang mampu
tumbuh di daerah sub tropis dengan intensitas curah hujan antara 1.000–
3.000 mm/th dan merata sepanjang tahun. Curah hujan optimum adalah
1.500–2.800 mm/th. Pada saat berbunga tanaman jambu biji sangat peka
terhadap keadaan kekurangan air, karena dapat menyebabkan banyak
bunga yang gugur (Soedarya, 2010).
5. Suhu
Suhu optimum untuk pertumbuhan tanaman jambu biji adalah 23ºC
pada siang hari, dan suhu maksimumnya adalah 28ºC. Pada suhu udara
yang rendah dan kelembaban tinggi, tanaman jambu biji sering terserang

14
penyakit pada daun yang disebabkan oleh cendawan. Suhu tanah sangat
mempengaruhi kemampuan tanaman untuk menyerap unsur hara
terutama nitrogen dan fosfor.Suhu di bawah 15ºC ketika tanaman
memasuki fase pembungaan menyebabkan pembuahan terganggu karena
pada suhu rendah ini unsur mikro yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
buah sulit diserap tanaman. Suhu di atas 35ºC menyebabkan produksi
bunga sedikit, serta menyebabkan bunga dan buah jambu biji terbakar
dan hangus (Soedarya, 2010).
C. TEKNIK BUDIDAYA
1. Penyiapan lahan
Lahan yang akan digunakan untuk dibersihkan dahulu dari gulma
dan tanaman pengganggu lainnya. Setelah itu tanah digemburkan dengan
cara dicangkuli menggunakan cangkul. Jika sudah, selanjutnya buatlah
lubang tanam dengan ukuran sekitar 1 x 1 x 0,8 meter dengan jarak antar
lubang sekitar 7-10 meter. Tanah bekas galian lubang dipisahkan antara
tanah galian atas dengan tanah galian bawah, nantinya akan digunakan
sebagai penutup lubang kembali setelah ditanami pohon (Soedarya,
2010).
2. Pembibitan
Buatlah bedengan dengan ukuran 3-4 meter untuk lebarnya, 30 cm
untuk tingginya dan panjang dapat disesuaikan dengan lahan yang akan
digunakan maksimal 6-7 meter. Bedengan dibuat dengan posisi
membujur dari utara ke selatan dengan jarak antar bedengan sekitar 1
meter. Jika bedengan sudah jadi, selanjutnya lakukan pemupukan
bedengan dengan menggunakan pupuk hijau, pupuk kompos atau pupuk
kandang yang sudah matang sebanyak 40 kg dan biji benih siap disemai.
Tanpa melalui perkecambahan terlebih dahulu, biji juga dapat langsung
ditanam di bedengan. Biji biji tersebut ditanam dengan jarak 20-30 cm
setelah berumur sekitar 1-2 bulan dan telah memiliki 2-3 helai daun, bibit
dapat dipindahkan ke lahan tanam (Soedarya, 2010).
3. Penanaman
Setelah seminggu lubang ditutup kembali dengan susunan semula

15
dan tanah bagian atas dikembalikan setelah tercampur dengan pupuk
kandang yang telah matang dan kira-kira 2 minggu tanah yang ada di
lubang bekas galian sudah mulai menurun barulah lakukan penanaman.
Bibit jambu biji tidak perlu ditanam terlalu dalam, akar dan batang jambu
biji diusahakan setinggi permukaan tanah di sekelilingnya (Soedarya,
2010).
4. Pemupukan
Pemupukan pada tanaman jambu biji juga perlu dilakukan
sebagai upaya untuk mempercepat pertumbuhan tanaman jambu
biji. Pemberian pupuk sebaiknya dilakukan secara berkala.
- Berikan pupuk pada saat usia tanaman belum menginjak satu
tahun. Pada fase ini, campuran pupuk yang baik untuk diberikan
adalah pupuk kandang, TSP, Urea, dan ZK. Taburkanlah pupuk
tersebut di area sekeliling tanaman jambu biji.
- Fase kedua adalah saat tanaman jambu biji berusia 1 – 3 tahun
(biasanya sudah melewati masa berbuah sebanyak dua kali),
pupuk yang disarankan untuk diberikan adalah pupuk NPK dan
TSP. Pemberian pupuk sebaiknya dilakukan dalam jangka waktu
tiga bulan sekali.
Di atas usia tiga tahun, pemberian pupuk hanya dilakukan
jika tanaman dirasa tubuh kurang sempurna. Pada fase ini
disarankan untuk memberikan pupuk kandang, TSP, dan NPK
(Soedarya, 2010).
5. Pemeliharaan
Lakukan penyiraman secara rutin sebanyak 2 kali sehari yaitu pada
pagi dan sore hari. Selain penyiraman, lakukan pula penyiangan pada
gulama yang tumbuh disekitar tanaman jambu. Jika ada bibit jambu biji
yang mati maka segera lakukan penyulaman dan ganti dengan tanaman
yang baru. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tanaman jambu biji, perlu
dilakukan pemupukan dengan menggunakan pupuk kandang, TSP, Urea
dan ZK dengan cara di taburkan di sekeliling pohon (Soedarya, 2010).
6. Pegendalian OPT

16
Hama yang menyerang buah jambu biji adalah lalat buah. Lalat buah
termasuk hama yang menimbulkan kerugian besar bagi petani di
Indonesia, terutama petani buah dan sayuran. Di Indonesia bagian barat,
terdapat 89 jenis lalat buah yang termasuk jenis lokal (indigenous) tetapi
hanya 8 termasuk hama penting yang salah satunya adalah Bactrocera
dorsalis. Lalat buah (Bactrocera dorsalis) dapat menyebabkan buah
busuk atau jatuh sebelum waktunya, sehingga kualitasnya menurun.
Hama lalat buah ini juga yang menjadi faktor menurunnya produksi
jambu biji. Serangan lalat buah dapat dikendalikan dengan penyemprotan
insektisida, baik insektisida sintetik (kimia) ataupun insektisida alami
(Siwi, 2004)
7. Pemanenan
Jambu biji akan mulai berbuah setelah berumur sekitar 2-3 tahun
apabila berasal dari biji dan apabila berasal dari cangkok/okulasi jambu
biji akan mulai berbuah setelah berumur sekitar 6 bulan (Soedarya,
2010).
D. KANDUNGAN BAHAN BIOAKTIF DAN MANFAAT BAGI
KESEHATAN
Psidium guajava L. Diketahui mengandung beberapa bahan aktif
antara lain tanin, flavonoid, guayaverin, leukosianidin, minyak atsiri,
asam malat, damar, dan asam oksalat, tetapi hanya komponen khusus
seperti flavonoid, tanin, minyak atsiri, dan alkaloid yang memiliki efek
farmakologi sebagai antidiare terutama pada penyakit diare. Daun
tanaman jambu biji atau Psidium guajava L memiliki kandungan nutrisi
yang bisa membantu mengatasi berbagai masalah kesehatan, termasuk
untuk. Daun jambu biji diketahui kaya akan kandungan vitamin dan
mineral seperti vitamin C dan zat besi. Selain itu, daun jambu biji juga
mengandung senyawa polifenol yang bersifat antioksidan. Banyak
penelitian yang telah membuktikan
untuk mengatasi diare. Diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri
diketahui bisa sembuh lebih cepat setelah pemberian teh daun jambu biji
(Soedarya, 2010).

17
PRAKTIKUM BDT REMPAH DAN OBAT
KERTAS KERJA 1
JUDUL PRAKTIKUM : MENGENAL TANAMAN OBAT DI SEKITAR
KITA
NAMA MAHASISWA : ASSYIFA AZMI
NIM : 2010514320023
KELOMPOK : 4 (EMPAT)
PROGRAM STUDI : AGRIBISNIS

LIDAH BUAYA
(Aloe vera L.)

Fot
o

Deskripsi Tanaman
a. Nama Daerah
Lidah buaya merupakan tanaman asli Afrika, tepatnya dari
Ethiopia. Akan tetapi banyak berkembang di Yunani dan sudah dikenal
sejak abad ke-14 SM. Sekarang daerah penyebarannya sudah ke seluruh
dunia termasuk Indonesia. Tanaman ini mempunyai nama yang berbeda
di masing-masing wilayah, misalnya Filipina : natau, Malaysia : jadam,
Francis : aloe, Spanyol : sa’villa, India : musabba, Arab : sabbar, Tibet :

18
jellyleek, dan Indonesia : lidah buaya. Di Indonesia, tanaman ini dikenal
dengan nama daerah letah buaya (Sunda) atau ilat baya (Jawa) (Asngad,
2008).
b. Klasifikasi Tanaman
Lidah buaya termasuk tanaman liar yang biasa tumbuh
dipekarangan atau tempat-tempat yang berhawa panas, (tropis) tanaman ini
berasal dari keluarga Liliacea dengan mempunyai daun yang mencolok
dan menyatu pada akar. Beberapa ahli menduga bahwa lidah buaya berasal
dari Afrika, kemudian menyebar ke Arab, India, Eropa, Asia Timur dan
Asia Tenggara termasuk Indonesia. Menurut pendapat lain menjelaskan
bahwa lidah buaya telah masuk ke seluruh pelosok dunia (Sudarto, 1997).
Klasifikasi tanaman lidah buaya adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Lilieropsida
Ordo : Asparagales
Famili : Asphodelaceae
Genus : Aloe
Spesies : Aloe vera L. (Maryam, 2013)
c. Morfologi Tanaman
Tanaman lidah buaya terdiri dari akar, batang, daun dan bunga.
Akar lidah buaya merupakan akar serabut yang tumbuh ke samping
sepanjang 30 – 40 cm. Akar tersebut keluar dari batang yang tertimbun
tanah. Tinggi tanaman lidah buaya bervariasi sesuai jenisnya dengan
bentuk batang bulat berserat. Pada waktu masih muda batangnya tidak
kelihatan karena tertutup oleh daun yang rapat di sekeliling batang dan
sebagian terbenam dalam tanah. Akan tetapi setelah pelepahnya dipanen
beberapa kali batang tanaman ini akan terlihat jelas (Edi, 2002).
Daun yang berwarna hijau dan bergerigi atau duri di sepanjang
tepi daunnya mempunyai panjang bervariasi sesuai dengan jenisnya.
Bentuknya meruncing ke bagian atas seperti bentuk tombak, mempunyai
permukaan yang rata di bagian atas dan cembung di bagian bawah. Daun

19
lidah buaya banyak mengandung air, oleh karena itu tanaman ini
tergolong pada tanaman sukulen. Bunga lidah buaya tersusun melingkar
di ujung tangkai yang menjulang vertikal. Warna bunga bervariasi
tergantung jenisnya, ada yang kuning, ungu, dan merah tua. Jika daun
dilepas dari tanaman, maka akan keluar getah yang berwarna agak
kekuningan di bagian yang terluka. Daun lidah buaya mengandung gel
yang apabila daun tersebut dikupas akan terlihat lendir yang mengeras
yang merupakan timbunan cadangan makanan. Daun lidah buaya
sebagian besar berisi pulp atau daging daun yang mengandung getah
bening dan lekat. Sedangkan bagian luar daun berupa kulit tebal yang
berklorofil (Edi, 2002)
Batang Tanaman Aloe Vera berbatang pendek. Batangnya tidak
kelihatan karena tertutup oleh daun-daun yang rapat dan sebagian
terbenam dalam tanah. Melalui batang ini akan muncul tunas-tunas yang
selanjutnya menjadikan anakan. Aloe Vera yang bertangkai panjang juga
muncul dari batang melalui celah-celah atau ketiak daun. Batang Aloe
Vera juga dapat disetek untuk perbanyakan tanaman. Peremajaan
tanaman ini dilakukan dengan memangkas habis daun dan batangnya,
kemudian dari sisa tunggul batang ini akan muncul tunas-tunas baru atau
anakan (Edi, 2002)
Tanaman lidah buaya termasuk semak rendah, tergolong tanaman
yang bersifat sukulen dan menyukai hidup ditempat kering. Batang
tanaman pendek, mempunyai daun yang bersap-sap melingkar (roset).
Panjang daun 40-90cm, lebar 6- 13cm dengan ketebalan lebih kurang
2,5cm dipangkal daun, serta bunga berbentuk lonceng. Batang ini berserat
dan berkayu, pada umumnya sangat pendek dan hampir tidak terlihat
karena tertutup oleh daun yang rapat dan sebagian terbenam didalam
tanah.Tumbuhan ini panjang pohonnya 3-5m (Purbaya, 2003).
Daun dari tanaman ini berkeping satu, berbentuk tombak dengan
helaian memanjang, daunnya berdaging tebal tidak bertulang, berwarna
hijau keabu-abuan mempunyai lapisan lilin dipermukaannya. Mengandung
air getah, lendir yang mendominasi daun, bagian atas daun merata dan

20
bagian bawah agak cembung membulat. Umumnya lidah buaya
mempunyai bercak putih dipermukaan daunnya, dan berjajar gerigi
disepanjang tepi daun atau duri yang tumpul dan tidak berwarna. Bunga
Lidah buaya ini mempunyai bunga yang berbentuk terompet lebih kecil
yaitu 2-3cm, berwarna kuning sampai orange, tersusun sedikit melingkari
ujung tangkai yang menjulang keatas sepanjang sekitar 50-100cm. Akar
lidah buaya mempunyai akar serabut dan sangat pendek yaitu mencapai
30-40cm (Purbaya, 2003).
Syarat Tumbuh
1) Tanaman lidah buaya dapat tumbuh di segala unsur iklim, yaitu suhu,
curah hujan, dan sinar matahari.
2) Tanaman lidah buaya juga tahan kekeringan, dapat menyimpan air pada
daunnya yang tebal, mulut daun tertutup rapat sehingga mengurangi
penguapan pada musim kering.
3) Meskipun tanaman menghendaki ditanam di tempat terbuka, tetapi di
dalam ruangan yang sinar mataharinya kurang pun dapat tumbuh dengan
baik.
4) Di daerah yang bersuhu antara 28°C-32°C, tanaman ini dapat tumbuh
dengan baik.
5) Suhu optimum untuk pertumbuhannya berkisar 16-33°C, dan curah hujan
1.000-3.000 m3 per tahun dan musim kering agak panjang
(Wahjono dan Koesnandar, 2002).
Teknik Budidaya
a. Penyiapan Lahan
Persiapan dan pengolahan lahan adalah mempersiapkan lahan agar
kondisi lahan sesuai untuk pertumbuhan tanaman lidah buaya. Kegiatan
yang dilakukan dalam penyiapan lahan adalah membersihkan lahan dari
bebatuan, gulma dan sisa-sisa tanaman lainnya. Tujuan penyiapan dan
pengolahan lahan adalah agar lahan siap untuk ditanami dan sesuai dengan
persyaratan tumbuh tanaman (Dirjen Hortikultura, 2019).
b. Pembibitan
Penyediaan Bibit Tanaman lidah buaya berbatang pendek dan

21
tersembunyi dalam tanah. Pada bagian batang inilah muncul anakan yang
bergerombol mengelilingi tanaman induk. Anakan ini dapat digunakan
sebagai bibit dengan cara memisahkan dari dari induknya. Anakan yang
layak dijadikan bibit berukuran kira-kira sebesar ibu jari, dengan panjang
antara 10cm - 20 cm. Tanaman induk penghasil bibit ini dipelihara secar
khusus pada bendengan atau pot-pot agar menghasilkan secara khusus
pada bendengan atau pot-pot agar menghasilkan anakan lebih banyak.
Apabila telah muncul anakan senesar ibu jari dapat segera dipotong dan
dipindahkan pada tempat khusus, berupa bendengan persemaian atau
polybag. Sebelum ditanam, anakan ini ditanam dalam polybag kecil agar
akarnya tumbuh banyak dan siap dipindakan ke lapangan. Setiap polybag
cukup ditanami satu anakan sebesar ibu jari. Caranya, padatkan tanah di
sekitar polybag agar akar atau bakal akar dapat langsung mengenai tanah
(Sudarto, 1997 : 19-20).
c. Pembersihan Lahan
Lahan dibersihkan dari sisa pembakaran tumbuhan dan bebatuan
yang ada. Sisa tumbuhan dan bebatuan disingkirkan dari lahan agar tidak
menjadi sumber infeksi jasad pengganggu tanaman atau menjadi
pengganggu pada penyiapan lahan selanjutnya (Sudarto, 1997 : 21-22).
Proses selanjutnya adalah pembuatan parit keliling. Parit sedalam
60 – 75 cm dan sedalam 100 cm dibuat disekeliling lahan, berfungsi
sebagai batas kebun lidah buaya dan sebagai saluran drainase. Kondisi
parit dipertahankan agar dapat memenuhi fungsi dengan cara diperbaiki
bila mengalami kerusakan dan pendangkalan (Sudarto, 1997 : 21-22).
d. Pencangkulan pada bidang tanam
Tanah dicangkul hingga gembur sebelum dibuat bedengan tanam
atau langsung ditanami dengan lidah buaya. Jika bedengan dibuat,
ukurannya disesuaikan dengan jarak tanam lidah buaya. Di lahan gambut
seperti di Kota Pontianak, petani umumnya tidak membuat bedengan
tanam. Bedengan tanam akan terbentuk dengan sendirinya bila petani
membumbun atau meninggikan tanah tempat tumbuh tanaman bila
batangnya sudah semakin tinggi

22
(Sudarto, 1997 : 21-22).

e. Penanaman
Tanaman lidah buaya dapat ditanam pada setiap musim, tetapi penanaman
yang baik dapat dilakukan pada awal musim hujan atau akhir musim
kemarau. Pada musim hujan kendalanya adalah tanaman lebih mudah
terserang jamur, sedangkan pada musim kering tanaman terancam mati
karena kekeringan. Saat penanaman hendaknya dipilih pada pagi atau sore
hari, saat sinar matahari tidak terlalu terik untuk mengurangi kelayuan
(Sudarto, 1997 : 21-22).
Bibit ditanamkan ke dalam lubang dan tanah disekitar perakaran
dipadatkan agar tanah pendederan atau pembibitan dapat menyatu dengan
tanah bedengan. Bila tidak ada hujan tanaman baru harus disiram sampai
tanaman kuat kemudian dipupuk dengan dosis rendah. Tiap hektar
diberikan 100 kg urea, 100 kg TSP, dan 50 kg KCL (Sudarto, 1997).
f. Pemeliharaan
1) Penyulaman
Sesudah penanaman, yang perlu diperhatikan adalah
menjaga kelembapan agar tanaman tidak kekeringan. Oleh karena
itu, perlu dilakukan penyiraman secara berlanjut, baik pagi maupun
sore hari bila tidak ada hujan. Penyiraman ini dilakukan sampai
akar tanaman tumbuh, sehingga mampu memenuhi kebutuhan
airnya
(Sudarto, 1997).
Selama dalam pemeliharaan ini apabila ada tanaman yang
mati atau pertumbuhannnya tidak baik harus diganti dengan
tanaman baru (Sudarto, 1997).
2) Pemupukan
Pemupukan pada tanaman lidah buaya belum ada
rekomendasi yang tepat namun dalam pertumbuhannya diperlukan
unsur-unsur sepert nitrogen dan kalium untuk pembentukan zat
hijau daun, pertumbuhan vegetatif tanaman, dan pembentukan

23
jaringan tanaman. Adapun pemupukan fosfat diharapkan dapat
merangsang pertumbuhan dan perkembangan akar (Sudarto, 1997).
3) Pembumbunan
Pada umur 3 bulan tanaman sudah mulai tumbuh subur.
Akar tanaman sudah mulai menjalar ke sekitar bedengan. Untuk
mendekatkan makanan, menggemburkan tanah dan memperkokoh
berdirinya tanaman, tanaman perlu dibumbun dengan menaikkan
tanah di sekitarnya dan dipadatkan ke sekitar batang tanaman.
Pembumbunan biasanya juga diiringi dengan kegiatan
pengendalian gulma dan pemupukan susulan (Sudarto, 1997).
4) Penyobekan
Tanaman lidah buaya pada umur 5 - 6 bulan tanaman sudah mulai
mengeluarkan anakan dari batang yang terpendam dalam tanah.
Anakan ini perlu disobek atau dipisahkan untuk dijadikan bibit.
Jika dibiarkan anakan ini akan banyak tumbuh di sekitar induknya
sehingga menjadi beban bagi induknya. Pertumbuhan induk
tanaman menjadi terhambat, dan tanaman kerdil (Sudarto, 1997).
5) Pengendalian Gulma
Tanaman lidah buaya tidak memiliki daun yang rimbun
sehingga tanah disekitar tanaman terbuka. Hal ini mengundang
banyak gulma yang tumbuh secara liar, apabila tanaman akan
dipelihara terus sampai beberapa tahun.oleh karena itu, perlu
dilakukan pengendalian gulma secara kontinu, yaitu pada saat
gulma masih kecil dan belum merugikan tanaman. Gulma yang
masih kecil pengendaliannya mudah dan biayanya lebih murah.
Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan cara mencabut secara
manual dengan tanaman, menggunakan alat cangkul atau koret,
mendangir sambir membumbun, atau menggunakan herbisida
(Sudarto, 1997).
g. Pengendalian Hama dan Penyakit
1) Hama Ulat Pemakan
Daun Kerusakan akibat serangan hama belum dilaporkan secara

24
serius. Hama yang sering mengganggu adalah ulat pengerek daun pada
tanaman muda. Ulat ini sangat mengganggu karena mengakibatkan
tanaman terganggu. Pengendalian hama ini dilakukan dengan
menyemprotkan insektisida (Sudarto, 1997).
2) Hama bekicot (Achatina Fulica)
Hama bekicot dan sejenis siput kecil merusak daun.
Pengendalian hama bekicot dapat dilakukan secara manual. Hewan
lunak ini cukup mudah ditangkap dan dibunuh atau dikumpulkan
untuk dijadikan pakan ayam atau itik (Sudarto, 1997).
3) Penyakit
Penyakit yang sering menyerang tanaman lidah buaya
adalah segelongan jamur yang menyebabkan busuk pada pangkal
batang, atau pangkal daun, seperti fusorium Sp. yang menyerang
akar tatau pangkal batang sehingga tanman layu dan mati.
Pengendalian tanaman ini dapat dilakukan dengan mengatur
drainase tanah agar lancar, karena cendawan ini sangat menyukai
lahan yang drainase tanah agak lancar, karena cendawan ini sangat
menyukai tanah dengan drainase yang jelek dan lembap (Sudarto,
1997).
Tanaman yang diserang harus dumusnakan dengan cara
dibakar dan tempat bekas tanaman diisolasi agar tidak menularkan
penyakit pada tanaman lain. Pengendalian secara kimia dilakukan
dengan penggunaan fungisida yang berbahan aktif dazomet,
captafol atau benonmyl, seperti besamid G, Banlete atau vapam.
Penggunaanya dilakukan dengan cara disemprotkan pada tanaman
atau dengan pencelupan pada akar tanaman sebelum tanaman
ditanam
(Sudarto, 1997 : 25 - 26).

h. Panen
Panen pertama dapat dilakukan setelah tanaman berumur 8 -10
bulan, dan ketebalan daun kira-kira 40 cm – 50 cm, dengan berat 300g –

25
600g. Hal ini tergantung pada kesuburan tanaman dan media
penanamannya. Tanaman lidah buaya yang ditanam di dalam pot, berat
daun ± hanya 1 ons – 2 ons per batang. Panen dapat dilakukan secara
berkala 1-2 minggu sekali dengan cara memotong pangkal daun yang
dimulai dari pelepah daun bagian bawah, karena daun bagian bawah ini
bila dibiarkan terlalu lama akan menyentuh tanah sehinggga membusuk
(Sudarto, 1997 : 27- 28).
Kandungan Bahan Bioaktif dan Manfaatnya Bagi Kesehatan
Dari segi kandungan nutrisi, gel atau egene, lidah buaya mengandung
beberapa mineral, seperti kalsium, magnesium, kalium, sodium, besi, zinc, dan
kromium. Beberapa vitamin dan mineral tersebut dapat berfungsi sebagai
pembentuk antioksidan alami, seperti fenol, flavonoid, vitamin C, vitamin E,
vitamin A, dan magnesium. Antioksidan ini berguna untuk mencegah penuaan
dini, serangan jantung, dan berbagai penyakit degeneratif (Astawan, 2008).
Secara kuantitatif, protein dalam lidah buaya ditemukan dalam jumlah
yang cukup kecil, akan tetapi secara kualitatif protein gel lidah buaya kaya akan
asam-asam amino essensial terutama leusin, lisin, valin, dan histidin. Selain kaya
akan asam-asam amino essensial, gel lidah buaya juga kaya akan asam glutamat
dan asam aspartat. Vitamin dalam lidah buaya larut dalam lemak, selain itu juga
terdapat asam folat dan kolin dalam jumlah kecil (Setiabudi, 2008).
Manfaat lidah buaya antara lain adalah sebagai alkalisasi tubuh, sistem
imun tubuh, mengeluarkan racun tubuh (detoksifikasi), mengurangi berat badan,
kesehatan kardiovaskuler, sumber asam amino, melawan peradangan, membantu
sistem pencernaan, sumber vitamin dan mineral, membantu penderita diabetes,
kesehatan rambut dan kulit Mengobati wasir, menyembuhkan luka, mengobati
bisul, mengobati ketobe, menjadi sunblock, mencegah penuaan dini, mengurangi
bekas stretch mark, melebatkan alis mata, menjadi pembersih riasan (makeup),
menghilangkan jerawat, menghilangkan flek hitam, menjaga kesehatan bulu mata,
menjaga kelembaban wajah (Melliawati, 2018).

26
Berikut tabel komponen bioaktif pada lidah buaya (Aloe vera L.) menurut
Reynolds dan Dweck (1999):
Komponen Bioaktif Fungsionalitas
Anti-inflammatory, wound healing,
Acemannan
anti-kanker, anti-virus, UV sunburn
Glikoprotein Anti-diabetes, anti-kanker
Aloe emodin Anti-kanker, anti-oksidan, antimikroba
Anti-inflammatory, wound healing,
Lectin
anti-kanker
Aloin (Barbaloin) dan komponen
Anti-mikroba , anti-oksidan
fenolik
Alomicin Anti-kanker

27
PRAKTIKUM BDT REMPAH DAN OBAT
KERTAS KERJA 1
JUDUL PRAKTIKUM : MENGENAL TANAMAN OBAT DI SEKITAR
KITA
NAMA MAHASISWA : SATRIO AJIE BRAMANTO
NIM : 1910514210014
KELOMPOK : IV (Empat)
PROGRAM STUDI : AGRIBISNIS

LIDAH MERTUA
(Sansevieria)

A. DESKRIPSI TANAMAN
Nama Daerah
Tanaman Lidah Mertua (sansevieria)  adalah salah satu tanaman hias asli
dari daerah tropis yang dikenal sebagai tanaman purba (old century plant) ini
selain indah juga memiliki banyak manfaat, yaitu sebagai anti sumber serat dan
bahan racikan obat (materia media). Dewasa ini tanaman lidah mertua
(sansevieria) menjadi salah satu tanaman unggulan yang dibudidayakan untuk
memenuhi keperluan pasar dalam negeri dan untuk tujuan ekspor. Tanaman
lidah mertua (sansevieria) sangat mudah dibudidayakan, bahkan dalam kondisi
lingkungan yang sangat terbatas, sebagian besar jenis sansevieria dapat tumbuh
dengan baik.  Tanaman lidah mertua (sansevieria) adalah tanaman sukulen dari
keluarga dracaenaceae yang berasal dari Afrika Selatan, Arabia, India dan
Indonesia, Sansevieria telah lama tumbuh di indonesia bahkan ada spesies
endemiknya yakni : s.javanica L.C.Blume yang berasal dari kepulauan seribu
di utara pulau jawa.
Klasifikasi Tanaman
Sistematika dan klasifikasi tanaman lidah mertua adalah sebagai berikut:
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magniliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Lilliales
Famili : Agavaceae dan Ruscaceae
Genus : Sansevieria
Spesies: Sansevieria sp.

Morfologi Lidah Mertua


1. Akar
Akar dari tanaman lidah mertua yaitu serabut yang dapat menjalar dibawah
tanah atau diatas tanah, akar tumbuh secara horizontal dan memiliki warna yang
putih gading serta memiliki ketinggian mencapai 0,4-1,8 meter.
Tergantung dari jenis dan spesies lidah mertua tesebut. Jenis tanaman rimpang ini
masuk dalam golongan monokotil karena tidak memiliki batang berkayu, berbiji
tunggal dll.
2. Daun
Ciri daun lidah mertua ada garis yang menyempit pada pangkal dengan
bagian ujung daun meruncing. Kandungan pada daunnya memiliki serat yang
mempunyai sifat kenyal dan keras. Disebut sebagai browstringhemp , sering
dimanfaatkan dalam pembutan kain.
Bukan hanya itu tanaman lidah mertua mempunyai daun yang tebal, memiliki
kandungan air sekulen yang banyak sehingga tanaman dapat bertahan pada musim
kemarau.
Corak pada jenis daun lidah mertua adalah corak garis-garis pada helaian daun,
corak mengikuti arah serat daun, dan corak yang tidak beraturan atau zig-zag yang
terdapat pada daun.
3. Bunga
Pertumbuhan bunga lidah mertua secara tegak dari pangkal batang.
Warnanya putih kehijauan dan panjang 6-8 mm, benang sari berjumlah 6 dan pada
tangkai putik memiliki kepala berbentuk bulat dan rata.
Bakal buah tanaman lidah mertua mempunyai bentuk telur memanjang serta tiap
ruangnya terdapat biji. Dalam satu bunga dapat menghasilkan buah biji sekitar 1-3
buah, bentuknya mirip bulat peluru, jenis biji berkeping tungal.
B. SYARAT TUMBUH
Habitat tanaman lidah mertua adalah lingkungan dengan tanah yang tidak
terlalu lembab, curah hujan rendah tidak lebih dari 250 mm/ tahun, cahaya
matahari penuh (1000-10.000 fc), dan suhu dari 10-55 ̊ C. Suhu optimum untuk
pertumbuhan adalah 24-29 ̊C pada siang hari dan 18-21 ̊C pada malam hari
(Pramono, 2008).
C. TEKNIK BUDIDAYA
Persemaian
Persemaian dilakukan saat tanaman telah mencapai umur 1 tahun lebih
dimana tanaman induk akan mulai memunculkan tunas. Tunas inilah yang
nantinya akan dilakukan persemaian untuk melakukan perbanyakan tanaman lidah
mertua
Penanaman
Tanaman lidah mertua akan mulai bertunas apabila usianya mencapai 1 tahun.
Pemisahan tunas dari tanaman induknya ini dapat dilakukan setelah tunas berumur
2-4 bulan dengan tahapan sebagai berikut:
 Pilih tanaman induk yang rimbun, untuk mendapatkan beberapa tunas.
 Keluarkan semua tanaman dari pot, bersihkan media tanam dengan
tanaman dengan cara diketok pelan.
 Ambil tunas yang memiliki daun minimal 3 helai, potong dengan pisau
yang tajam, selanjutnya olesi bekas potongan dengan pestisida.
 Setelah pemisahan tunas selesai, masukkan tanaman kembali pada pot
baru yang telah disediakan.
 Sebelum ditanam, isi 3/4 pot dengan media tanam, letakkan tunas tanaman
dan tambahkan media tanam hingga memenuhi bagian pot.
 Selanjutnya tambahkan pupuk NPK.
 Terakhir siram tanaman hingga air mengalir dari dalam pot, dan letakkan
di tempat yang teduh. (Alpiani, 2015).
Pemeliharaan
Pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyulaman, pemumpukan,
penyiangan, penyiraman. Penyulamana dilakukan 2-3 minggu setelah tanam.
Pupuk yang digunakan biasanya pupuk NPK dan kompos. Penyiangan gulma
dilakukan ketika tanaman berumur 2-4 minggu dan dilakukan secara terus
menerus hingga tanaman 3-6 minggu, dan dihentikan ketika tanaman berumur 6-7
bulan. Lidah mertuatidak membutuhkan banyak air menjelang panen. (Alpiani,
2015).
Pemupukan
Selain penyiraman, pemberian pupuk juga diperlukan untuk mempercepat
pertumbuhan. Untuk pupuk yang digunakan merupakan jenis pupuk yang tidak
mudah larut, anda dapat menggunakan pupuk NPK 15-15-15 setiap tiga bulan
sekali dengan ukuran 1 sendok untuk pot berdiameter 15 cm. Selain pupuk NPK
Anda juga dapat memberikan pupuk kompos atau pupuk daun 1 minggu sekali
Panen
Panen dilakukan setelah tanaman berumur 12 bulan lebih. Tanaman lidah
mertua yang siap panen memiliki ciri-ciri daun yang berwarna hijau dan nampak
kokoh serta terlihat segar. Pemanenan dilakukan dengan cara memotong bagian
daun menggunakan gunting daun yang sudah dibersihkan sebelumnya. (Alpiani,
2015).

C. KANDUNGAN BAHAN BIOAKTIF DAN MANFAAT BAGI


KESEHATAN
1. Pembersih udara alami terbaik Lidah mertua memiliki kemampuan untuk
memurnikan udara lebih baik daripada kebanyakan tanaman dalam ruangan
lainnya, sehingga menjadi pilihan yang sangat baik untuk pencinta tanaman
hias serta orang yang sadar kesehatan. Lidah mertua mampu menyerap karbon
monoksida dalam jumlah berlebihan dan mengeluarkan oksigen serta
menyaring racun lain dari udara seperti benzena, xilena, trikloroetilen, dan
formaldehida.
2. Penghilang polusi udara dalam maupun luar ruangan Sebuah studi mengklaim
bahwa polusi udara dalam ruangan bisa sama mematikannya dengan polusi
udara luar ruangan. Ada banyak cara untuk mengurangi polusi udara di dalam
maupun di luar ruangan dan cara terbaik adalah dengan menanam lidah mertua
baik di dalam maupun luar ruangan. Lidah mertua dapat tumbuh dengan baik
dalam kedua kondisi tersebut dan dapat mentolerir sinar matahari langsung
yang sangat sedikit tanaman dalam ruangan yang mampu melakukannya.
3. Pemasok oksigen melimpah Sebuah laporan teoritis yang diterbitkan di
Universitas Harvard menunjukkan bahwa lidah mertua adalah salah satu
tanaman hias yang paling banyak memberi oksigen, sehingga manfaat
kesehatannya bagi manusia tidak dapat disangkal. Lidah mertua secara efisien
menyerap racun dan melepaskan oksigen ke lingkungan. Tanaman dapat
melepaskan kelembapan di udara dan mengurangi risiko alergi di udara secara
efektif.
4. Tanaman anti kanker Seperti yang dijelaskan sebelumnya, kemampuan lidah
mertua dalam menyerap dan menyingkirkan lingkungan dari polutan udara
beracun dan agen penyebab kanker seperti benzena, formaldehida, xilen, dan
toluena menjadikannya pilihan yang efektif untuk mengobati dan mencegah
penyakit mematikan ini.
5. Penyerap karbon dioksida malam hari Lidah mertua juga mampu mengurangi
karbon dioksida (CO2) bahkan di malam hari. Hal ini disebabkan oleh
Crassulacean Acid Metabolism (CAM). CAM memiliki kemampuan untuk
melakukan jenis fotosintesis tertentu yang biasanya dilakukan oleh tanaman
yang toleran kekeringan, iklim kering dan tanaman sukulen. Mereka membuka
stomata pada malam hari untuk meminimalkan kehilangan air dalam kondisi
iklim panas.
PRAKTIKUM BDT REMPAH DAN OBAT
KERTAS KERJA 1
JUDUL PRAKTIKUM : MENGENAL TANAMAN OBAT DI SEKITAR
KITA
NAMA MAHASISWA : SILVIA
NIM : 2010514220009
KELOMPOK :4
PROGRAM STUDI : AGRIBISNIS

PANDAN WANGI

(Pandanus ammaryllifolius)

A. DESKRIPSI TANAMAN
Pandan wangi (Pandanus ammaryllifolius) atau biasa disebut
pandan saja adalah jenis tanaman monokotil dari famili Pandanaceae.
Daunnya merupakan komponen penting dalam tradisi masakan Indonesia
di negara-negara Asia tenggara lainnya. Dibeberapa daerah tanaman ini
dikenal dengan berbagai nama antara lain: Pandan Rampe, Pandan
Wangi (Jawa), Seuke Bangu, Pandan Jau, Pandan Bebau, Pandan Rempai
(Sumatra), Pondang, Ponda, Pondago (Sulawesi), Kelamoni, Haomoni,
Kekermoni, Ormon, Foni, Pondak, Pondaki, Pudaka (Maluku), Pandan
arrum (Bali), Bonak (Nusa Tenggara) (Rohmawati, 1995).
Pandan wangi merupakan tanaman perdu, tingginya sekitar 1-2 m.
Tanaman ini mudah dijumpai di pekarangan atau tumbuh liar di tepi-tepi
selokan yang teduh. Batangnya bercabang, menjalar, pada pangkal keluar
akar tunjang. Daun pandan wangi berwarna hijau, di ujung daun berduri
kecil, kalau diremas daun ini berbau wangi. Daun tunggal dengan
pangkal memeluk batang, tersusun berbaris tiga dalam garis spiral. Helai
daun tipios, licin, ujung runcing, tepi rata, bertulang sejajar. Panjang 40-
80 cm, lebar 3-5 cm dan berduri tempel pada ibu tulang daun permukaan
bawah bagian ujung-ujungnya. Beberapa varietas memiliki tepi daun
yang bergigi (Dalimarta, 2008).
Berikut merupakan klasifikasi dari pandan wangi
(Pandanus amaryllifolius):
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliops
Sub Kelas : Arecidae
Bangsa : Pandanales
Suku : Pandanacea
Marga : Pandanus
Spesies : Pandanus amarylifolius
(Sumber: Rohmawati, 1995).
B. SYARAT TUMBUH
Sebelum melakukan proses menanam atau budidaya tanaman ini
yang harus dipelajari adalah syarat tumbuh tanaman daun pandan agar
tanaman bisa hidup dan menghasilkan sesuai dengan keinginan
diantaranya yaitu ;
Iklim, tanaman daun pandan biasa tumbuh di tempat yang agak
lembap sehingga tanaman daun pandan harus ditanam di tempat dengan
kelembapan tinggi dan berdekatan dengan air.Tanaman pandan tak bisa
diletakkan langsung di bawah cahaya matahari sehingga lebih baik
ditempatkan di tempat yang teduh. Tanaman pandan juga tak bisa
tumbuh pada suhu yang rendah dibawah 10ºC (Elfianis, 2020).
Ketinggian tempat, tanaman pandan cocok ditanam di daerah
dataran tinggi dengan ketinggian 500 m di atas permukaan laut namun
tak menutup kemungkinan tanaman daun pandan untuk dapat tumbuh
dan ditanam di dataran rendah tentu dengan perawatan yang maksimal
(Elfianis, 2020).
C. TEKNIK BUDIDAYA
Pengolahan tanah untuk tanaman pandan wangi dilakukan cukup
dengan membersihkan area di tempat penanaman, media tanam baik
itu pot ataupun di perkarangan rumah, tanahnya haruslah diberi pupuk
kompos atau pupuk kandang terlebih dahulu agar tanaman pandan
dapat tumbuh, lalu lubangi tanah sepanjang 22-27cm (Elfianis, 2020).
Bibit pandan wangi didapat dari anakan pandan yang sudah
berproduksi, daun pandan yang telah ditanam harus dirawat dengan
disiram setidaknya dua kali sehari, selain menyiram perawatan yang
dibutuhkan juga termasuk pemberian pupuk pada tanaman daun
pandan stidaknya sebulan sekali, hal ini agar unsur hara pada tanah
tetap terjaga sehingga tanaman daun pandan akan tumbuh. Pemupukan
akan dilakukan setelah pandan wangi berumur empat bulan, tanaman
daun pandan mulai bisa dipanen ketika berusia empat hingga enam
bulan, ketika mengambil daun pandan selalu sisakan setidaknya tiga
atau empat daun yang masih tumbuh agar tanaman daun pandan tetap
dapat tumbuh dan berkembang (Elfianis, 2020).
D. KANDUNGAN BAHAN BIOAKTIF DAN MANFAAT BAGI
KESEHATAN
Daun pandan mengandung polifenol, tanin, alkaloid, saponin dan
flavonoida (Sugati dan Jhony,1991). Beberapa senyawa tersebut
diketahui mempunyai aktivitas antioksidan dan hipoglisemik (Negri,
2005).
Daun pandan wangi banyak memiliki manfaat, sebagai rempah-
rempah dalam pengolahan makanan, pemberi warna hijau pada masakan,
dan juga sebagai bahan baku pembuatan minyak wangi. Daunnya harum
jika diremas atau diiris- iris. Selain itu daun pandan wangi juga memiliki
banyak manfaat dalam bidang pengobatan antara lain:
1. Pengobatan lemah saraf
1. Pengobatan rematik dan pegel linu
2. Menghitamkan rambut dan mengurangi rambut rontok
3. Menghilangkan ketombe
4. Penambah nafsu makan
5. Mengatasi hipertensi
(Dalimarta, 2008).
PRAKTIKUM BDT REMPAH DAN OBAT
KERTAS KERJA 1
JUDUL PRAKTIKUM : MENGENAL TANAMAN OBAT DI SEKITAR
KITA
NAMA MAHASISWA : NIDA MUSYARROFAH MZ
NIM : 2010514220018
KELOMPOK :4
PROGRAM STUDI : AGRIBISNIS

SERAI
(Cymbopogon nardus L.)

A. DESKRIPSI TANAMAN
Nama Daerah :
Di Indonesia serai disebut dengan berbagai macam nama lokal seperti Serai
(Melayu), Sere mangat bi (Aceh), Sengge-sangge (Batak), Serai arun
(Minangkabau), Sorai (Lampung), Sereh (Sunda), Sere (Jawa), Sereh
(Betawi), See (Bali), Pataha mpori (Bima), Salimbata (Minahasa), Sare
(Makassar), Bisa (Buru), Isalo (Ambon), Iri-irihi (Halmahera), Sere (Bugis),
Salai (Dayak Tidung) (Habibah, 2021). Daerah Sumatra menyebut sorai atau
sanger-sanger, untuk daerah Kalimantan menyebut belangkak, selai atau
senggalau (Raunsay, 2021). Untuk daerah Nusa Tenggara disebut dengan see,
nau sina, atau bu muke. Daerah Sulawesi menyebut dengan tonti atau sare,
dan daerah Maluku menyebut serai dengan hisa atau isa (Muhlisah, 2007).
Menurut Sobir (2010) klasifikasi tanaman semangka sebagai berikut.
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae/Graminae
Genus : Cymbopogon
Spesies : Cymbopogon nardus L.
Morfologi Tanaman :
Akar
Serai memiliki akar yang besar dan merupakan jenis akar serabut yang
berimpang pendek (Zen, 2021).
Batang
Batang pada tanaman serai bergerombol dan memiliki umbi, lunak dan
berongga. Isi batang berwarna putih kekuningan pada ujung urat utama.
Namun ada juga yang berwarna ungu atau putih kemerahan. Batangnya kaku,
mudah patah, dan tumbuh tegak lurus dengan tanah (Raunsay, 2021).
Daun
Daun tanaman serai berwarna hijau dan tidak bertangkai. Daunnya kesat,
panjang, runcing dan memiliki bentuk seperti pita yang makin ke ujung
makin runcing dan berbau citrus ketika daunnya diremas. Daunnya juga
memiliki tepi yang kasar dan tajam. Tulang daun tanaman serai tersusun
sejajar dan letaknya tersebar pada batang. Panjang daunnya sekitar 50-100 cm
sedangkan lebarnya kira-kira 2 cm. Daging daun tipis, serta pada permukaan
dan bagian bawah daunnya berbulu halus (Sabilla, 2021).
Bunga
Tanaman serai jenis ini jarang sekali memiliki bunga. Jika ada, bunganya
tidak memiliki mahkota dan merupakan bunga berbentuk bulir majemuk,
bertangkai atau duduk, berdaun pelindung nyata dan biasanya berwarna putih
(Habibah, 2021).

B. SYARAT TUMBUH
Menurut Yusniwati (2016), syarat-syarat tumbuh tanaman serai sebagai
berikut.
a) Tanaman serai dapat hidup pada ketinggian 200–1.000 m dpl. Ketinggian
yang ideal 350–600 m dpl dapat menghasilkan rendemen dan mutu minyak
atsiri yang baik.
b) Tanaman serai menghendaki suhu panas dan lembab serta curah hujan
merata sepanjang tahun. Suhu yang cocok untuk serai 10 hingga 33C.
Tanaman serai menyukai sinar matahari yang jatuh langsung karena mampu
meningkatkan kadar minyaknya. Bila daun serai berwarna kekuningan dan
mengecil, berarti tingkat traspirasinya lebih tinggi dari absorbs air oleh akar
tanaman serai. Curah hujan yang ideal untuk tanaman serai 1.800 – 2.500
mm/tahun. Curah hujan bermanfaat bagi tanaman serai sebagai pelarut zat
nutrisi, pembentukan saripati dan gula serta membantu pembentukan sel dan
enzim, juga menjaga stabilitas suhu tanaman,
c) Tanaman ini cocok tumbuh di tanah subur, gembur dan banyak
mengandung bahan organik. Untuk mendapatkan kondisi tanah yang
diinginkan dapat dilakukan pemupukan dengan pupuk kandang (pemberian
bahan organik). Selain itu, juga dapat ditanam pada berbagai kontur tanah
(datar, miring atau berbukit-bukit), pH tanah yang cocok untuk budidaya
tanaman sekitar 6 – 7,5.
C. TEKNIK BUDIDAYA
Kualitas daun tanaman serai wangi menentukan mutu minyak yang
dihasilkan. Pertumbuhan dan kualitas daun yang dihasilkan dipengaruhi oleh
teknik budidayanya. Tahapan-tahapan budidaya serai meliputi persiapan
lahan, pembibitan, penanaman, pemupukan, pemeliharaan, pengendalian
OPT, dan panen (Dishutbun, 2018).
a) Persiapan lahan
 Tanah digemburkan dengan cara dicangkul sedalam 35 cm.
 Tanah dibersihkan dari macam rumput atau gulma.
 Tanah yang semula berada di bawah dibalik ke permukaan.
 Lahan dibiarkan 2 – 3 hari agar tanah dapat melakukan penguapan.
 Lahan datar dibuat bedengan ukuran panjang + 2 m dengan lebar + 1,5 cm.
 Lahan yang miring dibuat terasering agar humus pada permukaan tanah
tidak hanyut atau terbawa oleh air hujan.
Seluruh areal pertanaman diberi saluran pembuangan air agar tidak tergenang
air. Pertumbuhan tanaman serai wangi kurang baik jika terlalu banyak air
(Dishutbun, 2018).
b) Pembibitan
Tanaman serai wangi diperbanyak secara vegetative yaitu dengan anakan.
Walau menghasilkan bunga tetapi perbanyakan dengan biji kurang efektif
(terlalu sulit). Hal ini karena tingkat hidup bibit berasal dari biji sangat
rendah. Kreteria bibit serai yang baik sebagai berikut.
 Tanaman induk harus sehat, bebas dari hama penyakit.
 Tanaman induk berupa rumpun tua, sekurangnya berumur 1 tahun.
 Stek diperoleh dengan cara memecah rumpun yang berukuran besar
namun tidak beruas.
 Sebagian dari pelepah daun stek dipotong atau dikurangi 3 – 5 cm.
Sebagian akar dikurangi dan ditinggalkan + 2,5 cm di bawah leher akar
(Dishutbun, 2018).
c) Penanaman
Diawali dengan pembuatan lubang tanaman dengan panjang 30 cm, lebar 30
cm, dan kedalaman 30 cm dengan jarak tanam ideal 100 cm x 50 cm sehingga
kebutuhan bibit per ha sekitar 45.000–50.000 bibit. Lubang tanam dibuat
berbaris dengan jarak dalam baris 50 cm dan jarak lubang tanam antar baris
100 cm. Kemudian, lubang tanam dibiarkan terbuka selama 2 minggu agar
mendapat sinar matahari. Selanjutnya Ambil 2–3 bibit serai, masukkan tepat
di tengah lubang tanam. Posisi agak miring sekitar 600 - 700 dari permukaan
tanah. Selanjutnya, timbun bibit dengan tanah bekas galian lubang lalu tekan
merata ke sekeliling tanaman. Terakhir, lakukan penanaman pada sore hari
(Dishutbun, 2018).
d) Pemupukan
Pemupukan dilakukan berkala untuk menjaga kesuburan tanah dan kesediaan
unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Dosis pemupukan tanaman serai per ha
per tahun adalah 150 kg–300 kg urea, 25 kg–50 kg TSP, 125 kg–250 kg KCl.
Cara pemberian pupuk adalah dengan di masukkan ke dalam lubang
melingkar sedalam 10 cm dan ditutup dengan tanah (Dishutbun, 2018).
e) Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman serai meliputi penyulaman, penyiangan, pembubuhan,
dan pemupukan.
 Penyulaman
Bibit dikontrol setelah 2 –3 minggu ditanaman. Bila ada tanaman layu/mati
atau pertumbuhannya kurang sempurna lakukan penyulaman. Penyulaman
berguna untuk mengetahui jumlah tanaman yang sesungguhnya dan nantinya
digunakan untuk memprediksi produksi yang dihasilkan (Dishutbun, 2018).
 Penyiangan
Penyiangan perlu dilakukan agar tanaman dapat tumbuh dengan baik.
Dilakukan secara kontinu setiap selesai panen. Penyiangan bukan hanya
membersihkan tanaman dari gulma tetapi juga membuang batang-batang
yang telah kering, yang mana berguna untuk memacu pertumbuhan daun baru
lebih baik lagi. Tujuannya untuk menghindari datangnya hama dan penyakit
sekaligus untuk memutus daur hidup hama dan penyakit. Penyiangan
biasanya dilakukan pada awal maupun akhir musim penghujan karena pada
waktu itu banyak gulma yang tumbuh (Dishutbun, 2018).
 Pembubuhan
Tanaman ini tidak tahan terhadap tanah yang airnya tergenang. Oleh karena
itu aerasi dan drainase dapat diatur dengan baik sehingga perlu dilakukan
pembumbunan. Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan penyiangan.
Tanaman serai wangi yang masih muda, pembumbunan cukup dilakukan
tanah dicangkul tipis di sekeliling rumpun tanaman dengan jarak + 20 cm
(Dishutbun, 2018).
 Pemupukan
Pemberian pupuk dapat dilakukan dengan 2 tahap yakni pada tahap I
diberikan pupuk sebanyak 3 kali, pada saat umur 1 bulan diberikan 37,5 kg–
75 kg Urea, 31,25 kg–62,5 kg KCL, dan 25 kg–20 kg TSP, pada saat umur 6
bulan diberikan 37,5 kg–75 kg Urea, 31,25 kg–62,5 kg KCL, dan pada saat
umur 9 bulan diberikan 75 kg–150 kg Urea dan 62,5 kg–125 kg KCL
Sedangkan, pada tahap II diberikan 2 kali yakni Umur 12 bulan dan pada
tahun ke-3 dan ke-4 (Dishutbun, 2018).
f) Pengendalian OPT
Tingkat dan frekuensi ancaman serangan hama dan penyakit terhadap
tanaman serai relatif rendah. Kadang-kadang saja dijumpai ulat daun namun
tidak banyak merugikan (Dishutbun, 2018).
g) Panen
Beberapa syarat dalam melakukan panen serai sebagai berikut.
 Umur panen
Panen I dilakukan saat tanaman berumur 7 - 8 bulan, tetapi daun yang
dihasilkan belum banyak karena rumpun yang terbentuk masih sedikit. Untuk
merangsang pertumbuhan bonggol tunas baru sehingga rumpun semakin
banyak dapat dilakukan dengan pemangkasan daun(Dishutbun, 2018).
Panen II dilakukan saat tanaman berumur 10 – 12 (1 tahun). Pada tahun ke-2
tanaman memasuki umur produktif sudah dapat dipanen setiap 3–4 bulan
sekali (Dishutbun, 2018).
 Ciri-ciri tanaman siap panen
Ciri-ciri tanaman siap panen diantaranya pertama sedikitnya tanaman telah
memiliki 6 – 8 lembar daun tua pada masing-masing tunas setiap rumpunnya.
Kedua, daun berwarna lebih tua (hijau tua). Ketiga, daun sudah beraroma
wangi kuat, caranya dengan meremas daun tua dan menciumnya. Terakhir,
daun lebih lentur (tidak rapuh), jika bagian bawah daun ditekuk dengan pelan
akan terlihat titik-titik minyak keluar dari pori-pori daun (Dishutbun, 2018).
 Waktu panen
Panen yang baik dilakukan pada pagi hari antara jam 06.00 – 10.00 WIB.
Selain itu, juga dapat dilakukan pada sore hari antara jam 15.00 – 18.00 WIB
(Dishutbun, 2018).
 Cara panen
Panen dapat dilakukan dengan cara memangkas daun menggunakan sabit.
Jarak pemangkasan sekitar 3 – 5 cm di atas pangkal daun. Pemangkasan daun
lebih mudah dimulai dari bagian pingir (Dishutbun, 2018).
D. KANDUNGAN BAHAN BIOAKTIF DAN MANFAAT BAGI
KESEHATAN
Kandungan bahan bioaktif dalam tanaman serai meliputi daun dan tangkai
serai mengandung minyak atsiri 1,6%. Minyak atsiri serai mempunyai
komponen utama yang terdiri dari geranial (45.2%), neral (32.4%) dan mirsen
(10.6%). Minyak atsiri yang mengandung senyawa dari golongan terpena,
sinamaldehida, linalool, sitral, sitronelal, eugenol, dan fenol mempunyai daya
antibakteri yang kuat. Selain itu, minyak atsiri dari tanaman serai memiliki
senyawa antibakteri terhadap Eschericia coli dan Staphylococcus aureus
(Apriliani, 2014). Beberapa manfaat serai bagi kesehatan sebagai berikut.
 Badan teras pegal
Siapkan 600 gr batang serai segar berikut akar. Rebus bahan dengan air.
Gunakan air rebusan untuk mandi. Mandilah saat air masih hangat (Muhlisah,
2007).
 Obat batuk
Siapkan 600 gr segar dan keringkan. Setelah itu, rebuslah serai kering dengan
air secukupnya. Setelah itu minum air rebusan serai (Muhlisah, 2007).
 Nyeri atau ngilu
Suling tanaman serai untuk diambil minyak atsirinya. Kemudian gosok
minyak pada bagian yang sakit. Cara pengobatan lainnya adalah batang serai
segar direbus dengan sedikit air, lalu dioles pada sendi yang ngilu (Muhlisah,
2007).
 Khasiat lain
Dapat juga sebagai aromaterapi, sifat aromatic kuat pada minyak serai akan
melancarkan pernapasan, terutama dalam kasus sinusitis parah, dengan cara
menghirup minyak serai langsung dari botolnya atau menambahkan 3-5 tetes
minyak atsiri serai dalam semangkuk air panas dan hirup uapnya. Selain itu
juga dapat digunakan sebagai Secara tradisional manfaat kesehatan serai
antara lain, untuk diuretik, antiseptik, analgesik, buang angin, penenang saraf,
galactogogue, tonik, sedatif, antidepresan, antibiotik, antimikrobial, penurun
panas badan, astringen, dan deodorant (Ainun, 2021).
PRAKTIKUM BDT REMPAH DAN OBAT
KERTAS KERJA 1
JUDUL PRAKTIKUM :MENGENAL TANAMAN OBAT DI SEKITAR
KITA
NAMA MAHASISWA :HASLINDA AMALIA HIDAYATI
NIM :2010514320005
KELOMPOK :4
PROGRAM STUDI :AGRIBISNIS

SIRIH
(Piper betle)

Fot
o

A. DESKRIPSI TANAMAN
Nama daerah :
Daun sirih mempunyai berbagai nama yang berbeda dalam setiap
daerah misal, belo (Batak Karo), furu kuwe (Sumatra), cabai (Mentawai),
demban (Batak Toba), blo (Alas), ibun, serasa, seweh (Lubu), blo; sereh
(Gayo), ranub (Aceh), purokuwo (Enggano), sireh, sirieh, sirih, suruh
(Palembang, Minangkabau), afo, lahina, tawuo (Nias), burangir, angkola
(Mandailing), canbai (Lampung) dan ifan, tafuo (Simalur). Sedangkan
nama lain sirih pada daerah Jawa yaitu sere (Madura), sedah, suruh
(Jawa), Seureuh (Sunda) (Wijayakusuma et al., 1992).

Klasifikasi tanaman :

Kedudukan tanaman sirih dalam sistematika tumbuhan (taksonomi)


(Tjitrosoepomo, 1998).
Kingdom : Plantae

Subkingdom :Tracheobionta

Divisio : Magnoliophyta
Sub Diviso : Angiospermae
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Piperales
Famili : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : Piper betle L.

Morfologi tanaman :
Tanaman ini panjangnya mampu mencapai puluhan meter. Bentuk
daunnya pipih menyerupai jantung, tangkainya agak panjang, tepi daun
rata, ujung daun meruncing, pangkal daun berlekuk, tulang daun
menyirip, dan daging daun tipis. Permukaan daun warna hijau dan licin,
sedangkan batang pohonnya berwarna hijau tembelek atau hijau agak
kecoklatan dan permukaan kulitnya kasar serta berbuku-buku. Daun sirih
yang subur berukuran lebar antara 8-12 cm dan panjangya 10-15 cm.
Sirih hijau (Piper betle L.) termasuk jenis tumbuhan perdu merambat dan
bersandarkan pada batang pohon lain, batang berkayu, berbuku-buku,
beralur, warna hijau keabu-abuan, daun tunggal, bulat panjang, warna
hijau, perbungaan bulir, warna kekuningan, buah buni, bulat, warna hijau
keabu-abuan (Damayanti et al., 2006).
Sirih merupakan tanaman dengan keluarga piperaceae, tumbuhan
yang hidup merambat pada pohon lain dengan ketinggian mencapai 5-15
meter. Tanaman sirih adalah tanaman perdu dengan batang berkayu,
berbuku buku serta bersalur (Kharisma et al., 2010).
Daun sirih mempunyai warna hijau kekuningan sampai hijau tua
dengan permukaan atas daun mengkilap, sedangkan permukaan bawah
daun kusam, agak kasar dan mempunyai tulang yang menonjol. Tanaman
sirih mempunyai bau yang aromatik khas dengan rasa yang bervariasi
mulai dari manis hingga rasa yang agak pedas karena adanya minyak
atsiri. Bentuk daun sirih menyerupai hati dan ukuran bervariasi dengan
panjang sekitar 7-15 cm dan lebar 5-14 cm (Vasuki et al., 2011).
Batang sirih memiliki warna hijau kecoklatan, bentuk bulat,
berkerut, dan memiliki ruas yang berfungsi sebagai tempat keluarnya
akar. Batang dengan bentuk bulat, lunak dengan warna coklat agak
kehijauan mempunyai permukaan yang kasar dan berkerut (Inayatullah,
2012).
Sirih mempunyai bunga majemuk dengan bentuk bulir serta
merunduk. Bunga sirih mempunyai daun pelindung berbentuk bulat
panjang dengan diameter kurang lebih 1 mm. Buah merupakan golongan
buah buni, bentuk bulat, berdaging dengan warna kuning kehijauan
(Koensoemardiyah, 2010).
B. SYARAT TUMBUH
Syarat tumbuh tanaman sirih hijau (Piper betle L.) pada dasarnya
hidup subur dengan ditanam di atas tanah gembur yang tidak terlalu
lembab dan memerlukan cuaca tropika dengan air yang mencukupi.
Tanaman sirih hijau menyukai tempat yang terbuka atau sedikit
terlindung, tumbuh merambat dan dapat diperbanyak dengan setek
batang yang sudah agak tua yang terdiri dari 4-6 ruas (Ni’mah, 2012).
C. TEKNIK BUDIDAYA
Pilih lahan yang memenuhi persyaratan untuk budidaya tanaman
sirih, yaitu lahan dengan ketinggian 0-1000 mdpl dan tanah yang
gembur, subur, dan memiliki drainase yang baik. Lakukan pengolahan
tanah dengan cara membajak atau menggemburkan tanah hingga
kedalaman 20-25 cm. Lakukan perataan tanah dan pembuatan
bedengan dengan lebar 1-1,5 meter dan tinggi 20-30 cm (Hapsoh dan
Y. Hasanah, 2011).
Bibit yang digunakan dapat diperoleh dari stek batang atau
potongan daun sirih yang telah berakar. Potong batang atau daun sirih
sepanjang 10-15 cm, kemudian rendam dalam air selama 2-3 hari
untuk merangsang tumbuhnya akar. Setelah muncul akar, bibit dapat
ditanam pada polybag atau media semai lainnya (Hapsoh dan Y.
Hasanah, 2011).

Lakukan penanaman bibit pada bedengan yang telah disiapkan


dengan jarak tanam antara 30-40 cm. Tanam bibit dengan kedalaman
2-3 cm dan siram dengan air secukupnya (Hapsoh dan Y. Hasanah,
2011).

Lakukan pemupukan pada saat tanaman berusia 1 bulan dengan


pupuk NPK atau pupuk organik. Pemupukan ulang dilakukan setiap 2
bulan sekali (Hapsoh dan Y. Hasanah, 2011).

Siram tanaman secara teratur dan pastikan kelembaban tanah


selalu terjaga. Lakukan pengendalian hama dan penyakit secara rutin
dengan menggunakan insektisida dan fungisida yang sesual (Hapsoh
dan Y. Hasanah, 2011).

Pengendalian OPT pada pengendalian, jaga kebersihan lahan


budidaya, termasuk pembersihan gulma dan sisa tanaman yang sudah
tidak diperlukan. Hindari penggunaan bibit yang berasal dari tanaman
yang terserang hama atau penyakit. Pastikan kelembaban tanah terjaga,
tetapi hindari penumpukan air di sekitar tanaman (Hapsoh dan Y.
Hasanah, 2011).
Pada pengendalian fisik, lakukan pemangkasan daun dan batang
yang sudah terserang OPT. Gunakan perangkat seperti jaring dan
penyangga untuk mencegah serangan serangga (Hapsoh dan Y.
Hasanah, 2011).

Pada pengendalian kimia, penggunaan insektisida dan fungisida


yang sesuai dapat membantu mengendalikan OPT pada tanaman sirih.
Pastikan penggunaan insektisida dan fungisida sesuai dengan dosis
yang tepat dan jangan berlebihan (Hapsoh dan Y. Hasanah, 2011).
Pada pengendalian biologi, gunakan predator alami untuk
mengendalikan serangga seperti ladybug dan lebah. Lakukan
penggunaan fungi atau bakteri yang bersifat menguntungkan bagi
tanaman dan dapat membantu mengendalikan serangan penyakit
(Hapsoh dan Y. Hasanah, 2011).

Pada pengendalian teknikal, lakukan rotasi tanaman dengan


tanaman lain yang tidak rentan terhadap serangan OPT yang sama.
Gunakan varietas tanaman sirih yang tahan terhadap serangan OPT
tertentu (Hapsoh dan Y. Hasanah, 2011).
Tanaman sirih dapat dipanen setelah berumur 6-8 bulan. Pilih
daun sirih yang berukuran besar dan tebal untuk diambil. Potong daun
sirih sepanjang 10-15 cm dari pangkal batang dan jangan merusak
tunas baru yang tumbuh (Hapsoh dan Y. Hasanah, 2011).
D. KANDUNGAN BAHAN BIOAKTIF DAN MANFAAT BAGI
KESEHATAN
Sirih adalah sejenis tumbuhan perdu yang populer di Asia
Tenggara dan biasanya digunakan dalam praktik tradisional untuk
pengobatan dan kesehatan. Beberapa bahan bioaktif yang terkandung
dalam daun sirih yaitu Piper betle L. senyawa ini memiliki sifat
antioksidan, antiinflamasi, dan antibakteri. Piper betle L. juga dikenal
karena sifatnya yang dapat membantu mengobati penyakit kanker
(Junairiah et al., 2020)
Eugenol, senyawa ini memiliki sifat analgesik dan antiinflamasi.
Eugenol juga dikenal karena sifatnya yang dapat membantu melawan
infeksi dan mengatasi masalah pencernaan (Junairiah dkk, 2020).
Tannin, senyawa ini memiliki sifat antijamur dan antibakteri.
Tannin juga dikenal karena sifatnya yang dapat membantu mengurangi
risiko kanker (Junairiah et al., 2020).

Manfaat bagi kesehatan daun sirih yaitu mengobati sariawan dan


radang gusi. Daun sirih telah digunakan secara tradisional sebagai obat
untuk mengobati sariawan dan radang gusi karena senyawa-senyawa
yang terkandung di dalamnya dapat membantu membunuh bakteri
penyebab infeksi (Koensomardiyah, 2010).
Mencegah kanker, senyawa-senyawa bioaktif dalam daun sirih
seperti Piper betle L. dan tannin diketahui memiliki sifat antioksidan dan
dapat membantu mencegah kanker (Koensomardiyah, 2010).
Menurunkan risiko penyakit jantung, senyawa eugenol dalam daun
sirih dapat membantu meningkatkan sirkulasi darah dan menurunkan
risiko penyakit jantung (Koensomardiyah, 2010).
Membantu pencernaan, daun sirih juga diketahui memiliki sifat
antispasmodik dan dapat membantu mengatasi masalah pencernaan
seperti mual, muntah, dan diare (Koensomardiyah, 2010).

Menjaga kesehatan oral, daun sirih memiliki sifat antibakteri dan


dapat membantu mencegah infeksi mulut dan gigi serta memperbaiki
nafas mulut yang tidak sedap (Koensomardiyah, 2010).
PRAKTIKUM BDT REMPAH DAN OBAT
KERTAS KERJA 1
JUDUL PRAKTIKUM : MENGENAL TANAMAN OBAT DI SEKITAR
KITA
NAMA MAHASISWA : SALMA EL-KHANSA JOEDANER PUTRI
NIM : 2010514220027
KELOMPOK :4
PROGRAM STUDI : AGRIBISNIS

TANAMAN SALAM
(Syzygium polyanthum)

A. DESKRIPSI TANAMAN
Di beberapa wilayah Indonesia, daun salam dikenal sebagai salam
(Sunda, Jawa, Madura), gowok (Sunda), manting (Jawa), dan meselengan
(Sumatera) (Utami dan Puspaningtyas, 2013).
Klasifikasi tanaman salam adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub kelas : Rosidae
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Syzygium
Spesies : Syzygium polyanthum (Putra, 2015).
Tanaman salam merupakan tumbuhan liar yang banyak ditemukan di
pegunungan dan di hutan. Tanaman ini dapat tumbuh di dataran rendah
sampai 1400 mdpl. Tanaman ini sering ditanaman untuk dimanfaatkan bagian
daunnya. Daun dari tanaman salam sering digunakan untuk bahan masakan,
karena aromanya yang, juga perkembangannya di bidang medis (Van Steenis,
2003).
Tanaman salam merupakan pohon dengan tinggi sekitar 25-30 m,
batangnya bulat, memiliki permukaan licin, bertajuk rimbun dan berakar
tunggang. Memiliki daun tunggal yang letaknya berhadapan, panjang
tangkainya sekitar 0,5-1 cm, dengan warna kecoklatan, bau aromatik lemah,
dan rasa kelat. Helai daunnya berbentuk jorong memanjang, ujung daun dan
pangkal daun meruncing. Tepi daun merata dengan tulang daun menyirip,
permukaan atas licin berwarna hijau tua dan bagian bawahnya berwarna hijau
muda. panjang daunnya sekitar 5-15 cm dengan lebar 3-8 cm, apabila diremas
akan mengeluarkan bau harum yang khas (Van Steenis, 2003).
Bunganya majemuk berupa malai dengan banyak kuntum yang muncul
dibawah daun atau diketiak daun. Bunga berbilangan 4, berwana hijau
berbentuk piala berdiameter 4 mm, mahkota bunga berukuran 2–3,5 mm
berwarna putih. Panjang putik 1,5–2 mm. Benang sarinya banyak, terkumpul
dalam 4 kelompok, lekas rontok berwarna jingga kekuningan. Buahnya
berbentuk bulat dengan diameter 1,2 cm. Saat masih muda berwarna hijau,
sedangkan saat sudah tua berwarna coklat kehitaman. Biji berbentuk bulat,
dengan diameter 1cm berwarna cokelat. Perakarannya tunggang berwarna
cokelat muda (Badan POM RI, 2008).
B. SYARAT TUMBUH
Tanaman salam (Syzygium polyanthum) dapat tumbuh dengan baik
dalam iklim tropis dan subtropis. Beberapa syarat tumbuh tanaman salam
yang perlu diperhatikan, yaitu tanaman salam membutuhkan suhu yang cukup
hangat untuk tumbuh dengan baik, sekitar 18-30˚C. Tanaman ini juga
membutuhkan sinar matahari yang cukup untuk tumbuh dengan baik, namun
juga bisa tumbuh dengan baik di tempat yang teduh. Tanaman salam
membutuhkan tanah yang subur dan kaya akan unsur hara, tanah yang baik
untuk tanaman salam adalah tanah yang memiliki pH netral hingga sedikit
asam. Biasanya tumbuh dengan baik di daerah dataran rendah hingga
ketinggian sekitar 800 meter di atas permukaan laut, dengan kelembapan
yang cukup tinggi, namun tidak suka dengan kondisi yang terlalu lembab
(Herbie, 2015).

C. TEKNIK BUDIDAYA
Tanaman salam tumbuh pada tanah dengan ketinggian 225-450 meter di
atas permukaan laut dengan curah hujan 3.000-4.000 mm/tahun pada jenis
latosol kehitaman. Beberapa teknik budidaya tanaman salam yaitu pertama,
penyiapan lahan yang akan ditanami, dibersihkan dari gulma dan batu-batuan,
dicangkul dengan kedalaman 20 cm. Setelah diolah, dibuat bedengan,
kemudian dibuat lubang tanam dengan ukuran 80 cm x 40 cm x 60 cm. Jarak
tanam 2 m x 2 m atau 2,5 m x 2,5 m (Hapsoh, 2011).
Kedua, pembibitan dapat dilakukan di bedengan atau menggunakan
polybag. Biji yang disemaikan pada bedengan dapat dipindahkan ke lahan
setelah 1-2 bulan atau sudah tumbuh sekitar dua helai daun. Ketiga, lubang
tanam yang telah disiapkan diberi pupuk kandang sebanyak 1 kg/lubang
tanam. Pada saat penanaman diusahakan agar leher akar tidak tertimbun
tanah. Waktu tanam dilakukan pada awal musim hujan dan kira-kira sebulan
sebelumnya lubang tanam telah disiapkan (Hapsoh, 2011).
Keempat, selain pupuk kandang yang diberikan pada lubang tanam, saat
penanaman juga diberikan urea 50 kg/ha, setelah berumur 4 bulan diberikan
lagi urea 50 kg/ha. Pupuk TSP atau SP-36 diberikan pada saat tanam dengan
dosis 150 kg/ha dan pupuk KCl dengan dosis 200 kg/ha juga diberikan pada
saat tanam. Lakukan pemupukan secara rutin setiap 3-4 bulan sekali (Hapsoh,
2011).
Kelima, pemberantasan gulma dilakukan secara rutin biasanya 2-4 kali
setahun. Untuk menjaga kesuburan tanah di sekeliling tanaman dalam
lingkaran tajuk, pembumbunan juga harus dilakukan secara rutin. Keenam,
dilakukan pengendalian hama dan penyakit dengan cara memotong bagian
yang terkena atau dengan menggunakan insektisida dan fungisida yang aman.
Ketujuh, panen daun salam dapat dilakukan sekitar 6 bulan setelah
penanaman. Panen dilakukan dengan cara memetik daun-daun yang sudah
cukup besar, dan udah berwarna hijau tua. Daun tersebut dipangkas secara
acak pada ranting-rantingnya (Hapsoh, 2011).

D. KANDUNGAN BAHAN BIOAKTIF DAN MANFAAT BAGI


KESEHATAN
Daun salam mempunyai banyak manfaat di masyarakat dalam
pengobatan alami. Daun salam mengandung metabolit sekunder yang
memiliki banyak aktivitas farmakologi dalam mengatasi berbagai penyakit.
Kemampuan daun salam sebagai antibakteri melalui mekanisme
penghambatan sintesis dinding sel dan fungsi membran sel. Berikut beberapa
kandungan bahan bioaktif dalam tanaman salam dan manfaatnya bagi
kesehatan, yaitu Eugenol, adalah senyawa yang memberikan aroma khas pada
daun salam. Senyawa ini memiliki efek anti-inflamasi, antioksidan, dan
antikanker. Eugenol juga dikenal memiliki sifat antimikroba, sehingga dapat
membantu mencegah infeksi (Sumono dan Agustin, 2008).
Tanin, adalah senyawa fenolik yang memiliki efek antioksidan,
antiinflamasi, dan antitumor. Tanin juga membantu menurunkan kadar
kolesterol dalam darah dan mengurangi risiko terjadinya penyakit
kardiovaskular (Sumono dan Agustin, 2008).
Flavonoid, adalah senyawa fitokimia yang memiliki efek antioksidan
dan antiinflamasi. Beberapa flavonoid yang terkandung dalam daun salam
antara lain quercetin, kaempferol, dan rutin. Flavonoid juga dapat membantu
mencegah terjadinya kanker, diabetes, dan penyakit jantung (Sumono dan
Agustin, 2008).
Asam fenolat, adalah senyawa fenolik yang memiliki efek antioksidan,
antiinflamasi, dan antikanker. Asam fenolat juga membantu meningkatkan
kekebalan tubuh dan melindungi sel-sel dari kerusakan (Sumono dan Agustin,
2008).
Saponin, adalah senyawa yang dapat membantu menurunkan kadar
kolesterol dalam darah. Saponin juga membantu meningkatkan sistem
kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya penyakit jantung (Sumono dan
Agustin, 2008).
Minyak atsiri, yang terkandung dalam daun salam mengandung eugenol
dan asam cinnamic yang memiliki efek anti inflamasi dan anti kanker.
Minyak atsiri juga dapat membantu mengurangi stres dan kecemasan
(Sumono dan Agustin, 2008).
PRAKTIKUM BDT REMPAH DAN OBAT
KERTAS KERJA 1
JUDUL PRAKTIKUM : MENGENAL TANAMAN OBAT DI SEKITAR
KITA
NAMA MAHASISWA : AZMAH HIDAYAH
NIM : 1910514220009
KELOMPOK : IV (Empat)
PROGRAM STUDI : AGRIBISNIS

LENGKUAS
(Alpinia galanga)

B. DESKRIPSI TANAMAN
Nama Daerah
Lengkuas (Alpinia galanga L.) disebut juga sebagai greater galangal
atau lesser galangal, termasuk kedalam keluarga Zingiberaceae. Tanaman ini
diduga berasal dari Asia Tenggara atau China bagian selatan. Saat ini,
lengkuas telah berkembang dan dibudidayakan di banyak negara termasuk di
Asia Tenggara, seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, dan India. Di Indonesia
setiap daerah memiliki kekhasan dalam penyebutan nama lengkuas,
diantaranya, Di Sumatera dikenal dengan nama lengkueneh (Gayo); kelawas
(Batak Karo); Halawas (Nias); Lengkuas (Melayu); Lengkuweh
(Minangkabau); Lawas (Lampung); di Jawa dikenal dengan nama Laos
(Jawa); Laju (Sunda); Laos (Madura); Isen (Bali); Laos (Sasak); ringkuwas
(Minahasa). (Bermawie, Purwiyanti, & Meilawati, 2021).
Klasifikasi Tanaman
Sistematika dan klasifikasi tanaman jambu biji menurut Rochmasari
(2011) adalah sebagai berikut:
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Subfamili : Alpinioideae
Tribus : Alpinieae
Genus : Alpinia
Spesies : A. galanga
Morfologi Lengkuas
Lengkuas merupakan tanaman semak, menahun, tinggi ± 2 m. Tanaman
ini memiliki ciri morfologi yaitu daun tunggal, berbentuk memanjang, ujung
daun meruncing, pangkal daun tumpul, tepi rata, permukaan helaian daun
licin. Panjang daun dapat mencapai 30 cm dan lebar 9,5 cm. Batang semu,
berbentuk bulat, arah tumbuh tegak lurus. Rimpang berwana merah muda
dengan serabut akar berwarna putih (Gambar 3) (Tjitrosoepomo, 2020).
C. SYARAT TUMBUH
Tanaman lengkuas bisa tumbuh di daerh tropis dengan curah hujan
mencapai 1500 sampi 4000 mm setiap tahunnya. Rinciannya kurang lebih
menghadai bulan basah selama 7 sampai 9 bulan, sedangkan akan
menghadapi bulan kering selama 3-5 bulan. Jangan khawatir karena tanaman
lengkuas bisa bertahan jika menghadapi musim kemarau. Lengkuas bisa
hidup pada wilayah yang memiliki suhu udara diantara 25’ Celcius sampai
29’ Celcius. Lebih dari suhu itu sebenarnya bisa, akan tetapi biasanya
mempengaruhi hasil panennya nanti. Jadi lebih baik carilah lokasi yang
benar-benar sesuai denga suhu hidup si lengkuas ini. Untuk kelembaban,
tanaman lengkuas akan hidup di tanah jika tidak terlalu basah. Kelembaban
sedang sangat menunjang pertumbuhan si lengkuas ini. Sinar matahari yang
tinggi sangat dibutuhkan untuk membantu pertumbuhan tanaman lengkuas.
(Rita, 2020).
D. TEKNIK BUDIDAYA
Persemaian
Bibit lengkuas diperoleh melalui proses penyemaian. Penyemaian diawali
dengan menjemur lengkuas yang baru dipanen, namun tidak sampai kering.
Rimpang lalu disimpan selama 30-60 hari, lalu dipatahkan dengan tangan.
Lengkuas yang dipatahkan harus memiliki 3-5 mata tunas, lalu dijemur ulang
selama 1-1.5 hari. Bibit dicelupkan kedalam larutan fungsida untuk
mengeliminasi jamur dan parasit yang menempel. Bibit lalu dimasukkan kedalam
peti kayu dan sambal ditutup dengan abu gosok dan sekam padi secara bergantian
hingga penuh. Hasil persemaian lalu dibuka setelah 2-4 minggu. (Alpiani, 2015).
Penanaman
Penanaman lengkuas cukup mudah karena metodenya hampir sama dengan
penanaman tanaman rimpang lainnya. Penanaman lengkuas dilakukan diawal
musim penghujan. Hal ini karena tunas muda membutuhkan banyak air.
Penanaman dilakukan diatas bedengan, lalu dibuat lubang tanaman sedalam 3-7.5
cm. Bibit diposisikan rebah dalam lubang. (Alpiani, 2015).
Pemeliharaan
Pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyulaman, pemumpukan,
penyiangan, penyiraman. Penyulamana dilakukan 2-3 minggu setelah tanam.
Pupuk yang digunakan biasanya pupuk kandang atau pupuk kompos. Penyiangan
gulma dilakukan ketika tanaman berumur 2-4 minggu dan dilakukan secara terus
menerus hingga tanaman 3-6 minggu, dan dihentikan ketika tanaman berumur 6-7
bulan. Lengkuas tidak membutuhkan banyak air menjelang panen. (Alpiani,
2015).
Pemupukan
Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tanaman lengkuas, maka perlu untuk
dilakukan pemupukan. Pemupukan menggunakan pupuk organik padat dan pupuk
organik cair. Adapun fungsi dan dosis pada tanaman lengkuas dari masing-masing
yaitu :
Pupuk Organik Padat. Penggunaan pupuk organik padat menyesuaikan
dengan umur dari tanaman. Untuk aplikasi pada tanaman dapat dilakukan dengan
cara dilarutkan dalam air kemudian disiramkan atau dikocorkan secara merata.
Untuk detail penggunaan pupuk organik padat yaitu dilakukan sebelum olah tanah
dengan dosis 1-2 sendok makan yang dilarutkan dalam 10 liter air untuk 50
tanaman lengkuas dan 14 hari setelah tanam dilakukan pemupukan lagi dengan
dosis yang sama. (Alpiani, 2015).
Pupuk Organik Cair. Penggunaan pupuk organik cair yaitu diberikan 10 hari
sekali dan diberikan dengan cara disiramkan maupun disemprotkan pada tanaman.
Untuk dosis penggunaan yaitu 3 tutup botol pupuk organik cair dilarutkan dalam
14 liter air disiramkan pada pada sejumlah 70 tanaman lengkuas. (Alpiani, 2015).
Panen
Panen dilakukan setelah tanaman berumur 10-12 bulan. Tanaman lengkuas
yang siap panen memiliki ciri-ciri daun yang mulai layu. Panen dilakukan dengan
cara membongkar rimpang dengan rimpang garpu tanah, lalu garpu diangkat ke
atas secara perlahan. Lengkuas yang telah dipanen lalu dibersihkan dengan cara
dipukul pelan-pelan untuk memisahkannya dari kotoran. (Alpiani, 2015).
E. KANDUNGAN BAHAN BIOAKTIF DAN MANFAAT BAGI
KESEHATAN
Tumbuhan sering dimanfaatkan sebagai obat herbal karena dapat mengurangi
efek samping yang ditinggalkan dan mudah didapatkan. Salah satu tanaman yang
dapat digunakan sebagai bahan obat-obatan herbal adalah lengkuas merah Alpinia
purpurata K. Schum (Kainsa dan Reena, 2012 : 499 - 509).
Bagian tanaman dari lengkuas merah (Alpinia purpurata K. Schum) yang
sering digunakan adalah rimpang. Rimpang lengkuas mengandung minyak atsiri
yang terdiri dari metilsinamat, sineol, kamfer, galangin, dan eugenol. Rimpang
lengkuas juga mengandung kamfor, galangol, seskuiterpen dan kristal kuning.
Selain itu, rimpang lengkuas merah (Alpinia purpurata K. Schum) mengandung
senyawa flavonoid, kaempferol-3-rutinoside dan kaempferol-3-oliucronide
(Victorio et al., 2009 : 147 - 153).
Tanaman lengkuas mengandung golongan senyawa flavonoid, fenol dan
terpenoid yang dapat digunakan sebagai bahan dasar obat-obatan modern.
Rimpang lengkuas merah (Alpinia purpurat K. Schum) dapat digunakan untuk
mengobati masuk angin, diare, gangguan perut, penyakit kulit, radang telinga,
bronkhitis, dan pereda kejang (Soenanto dan Sri, 2009 : 94 - 100).
DAFTAR PUSTAKA

Annisa, F. (2019). Karakterisasi Tanaman Jambu Biji (Psidium guajava L.) di


Desa Namoriam Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara.
Skripsi. Pendidikan biologi. Universitas Negeri Medan. Medan.

Apriliani, A., Sukarsa, S., & Hidayah, H. A. (2014). Kajian Etnobotani Tumbuhan
Sebagai Bahan Tambahan Pangan Secara Tradisional Oleh Masyarakat
Di Kecamatan Pekuncen Kabupaten Banyumas. Scripta Biologica, 1(1),
78-86.

Arief Prahasta Soedarya. (2010). Agribisnsi Guava (Jambu Batu). CV Pustaka


Grafika. Bandung.

Aryanta, I.W Redi. (2019). Manfaat Jahe Untuk Kesehatan. Program Studi
Ayurweda, Fakultas Kesehatan, Universitas Hindu Indonesia. Bali.

Asngad, A. (2008). Pemanfataan Lidah Buaya (Aloe Vera) Menjadi Produk


Makanan Berserat Dengan Penambahan Berbagai Jenis Gula. Jurnal
Penelitian Dains & Teknologi, Vol. 9, No. 2, 144-155.

Astawan, M. (2008). Khasiat Warna Warni Makanan. PT. Gramedia Pustaka


Utama. Jakarta.

BPOM. (2008). Informatorium Obat Nasional Indonesia. Badan Pengawas Obat


dan Makanan Republik Indonesia. Jakarta.

Cahyono, B. (2010). Mengenal Guava. Edisi Pertama. Yogyakarta: Lily


Publisher.

Dalimartha, Setiawan. (2008). Atlas Tanaman Obat Indonesia. Ed. 2. Jakarta:


Trubus Agriwidya.

Dinas Kehutanan Dan Perkebunan Daerah Istimewa Yogyakarta, (2018),


Budidaya Serai Wangi (Cymbopogon Nardus L. Randle), DI Yogyakarta:
Dinas Kehutanan Dan Perkebunan.

Direktorat Jenderal Hortikultura. (2019). Standar Operasional Prosedur (SOP)


Budidaya Tanaman Lidah Buaya Aloe vera Pontianak. Pontianak.
Kementerian Pertanian.

Edi, W. dan Koesnandar. (2002). Mengebunkan Lidah Buaya secara Intensif.


Agromedia Pustaka. Yogyakarta.

Elfianis, Rita. (2020) syarat tumbuh tanaman pandan. (Online) Diakses dari:
https://agrotek.id/syarat-tumbuh-tanaman-daun-pandan/. 11 Maret 2023.
Fikri. (2019). Morfologi Tumbuhan Jambu Biji. Skripsi. Pendidikan Biologi.
Universitas Islam Negri Raden Intan. Lampung.

H.M, Hembing Wijayakusuma. (1992). Tanaman Berkhasiat Obat Indonesia, Jilid


II, hal 94-96. Pustaka Kartin. Jakarta.

Habibah, A. (2021). “Analisis Sifat Fisika Tanah Ultisol Pada Pertumbuhan


Tanaman Serai Di Desa Hargomulyo Kecamatan Sekampung Kabupaten
Lampung Timur”, Skripsi tidak diterbitkan (Lampung: Jurusan Pendidikan
Fisika Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Raden
Intan Lampung).

Hapsoh dan Y. Hasanah. (2011). Budidaya Tanaman Obat dan Rempah. USU
Pres. Medan.

Hapsoh, Y. Hasanah. (2011). Budidaya Tanaman Obat dan Rempah. USU Press.
Medan.

Herbie, Tandi. (2015). Kitab Tanaman Berkhasiat Obat-226, Tumbuhan Obat


untuk Penyembuhan Penyakit dan Kebugaran Tubuh. Octopus Publishing
House. Yogyakarta.

https://agrotek.id/klasifikasi-dan-morfologi-tanaman-lidah
mertua/#Morfologi_Tanaman_Lidah_Mertua

https://bibitbunga.com/cara-menanam-lidah-mertua-yang-baik-dan-benar/

Inayatullah, S. (2012). Efek Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper Betle Linn)
Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus. Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Jamil, Ali. (2012). Petunjuk Teknis Budidaya Jahe. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Sumatrera Utara. Medan.

Kainsa, S. and R. Bhoria. (2012). Medicinal plants as a source of anti-


inflammatory agent: a review. International Journal Of Ayurvedic And
Herbal Medicine. 2(3): 499-509.

Kainsa, S. and R. Bhoria. (2012). Medicinal plants as a source of anti-


inflammatoryagent: a review. International Journal Of Ayurvedic And
Herbal Medicine. 2(3): 499-509.

Kharisma dan Lisa, E.P. (2010). Khasiat Perasaan Daun Sirih (Piper Betle L.)
Terhadap Bakteri Aeromonas Hydrophylla yang Menyerang Ikan Lele
(Clarias batrachus). Fakultas Pertanian Universitas Airlangga. Surabaya.

Koensomardiyah. (2010). Khasiat dan Manfaat Daun Sirih. Sentra Informasi


IPTEK. Jakarta.
Maryam, I. (2013). Efektifitas Ekstrak Aloe vera terhadap Pertumbuhan Bakteri
Staphylococcus aureus. Skripsi. Fakultas Kedokteraan Gigi Universitas
Hasanuddin, Makassar.

Melliawati, R. (2018). Potensi Tanaman Lidah Buaya (Aloe pubescens) dan


Keunikan Kapang Endofit yang Berasal dari Jaringannya. Laporan.
BioTrends Vol.9 No.1 Tahun 2018. Bogor.

Muchlas Dan Slameto. (2008). Teknologi Budidaya Jahe. Balai Besar Pengkajian
Dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Agro Inovasi. Bogor.

Muhlisah, F. (2007). Tanaman Obat Keluarga (TOGA). Niaga Swadaya. Bogor.

Negri, G. (2005). Diabetes mellitus; hypoglicemic plants and natural


activeprinciples. Brazilian Journal of Pharmaceutical Sciences 41: 121-
141.

Ni’mah, A. (2012). Uji Aktivitas Anti Bakteri Fraksi-Fraksi Hasil Pemisahan


Ekstrak Etil Asetat dan Metanol Daun Sirih Merah (Piper crocatum)
terhadap Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis.
Jurnal Sainsmatika, 3(6): 1-35.

Novianto, R. (2011). Peluang Bisnis Budidaya Jambu Biji. Strata Satu Teknik
Informatika Sekolah Tinggi Manajemen Informatika Dan Komputer
Amikom Yogyakarta.

Purbaya, J. R. (2003). Mengenal dan Memanfaatkan Khasiat Aloe Vera (Lidah


Buaya). Pionir Jaya. Bandung.

Raunsay, A. V. I. (2021). “Efektivitas Ekstrak Batang Serai (Cymbopogon Nardus


L.) Sebagai Pestisida Hama Kutu Daun (Aphis Gossypii) Pada Tanaman
Cabai Merah (Capsicum Frutescens L.)”, Skripsi tidak diterbitkan
(Bandung: Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan Dan Ilmu
Pendidikan Universitas Pasundan).

Reynolds, T and A.C. Dweck. (1999). Aloe vera leaf gel: a review update.
Journal of Ethnopharmacology. Vol 68, pp 3- 37.

Rohmawati, (1995). Uji Fitokimia Ekstrak Daun Pandan Wangi. Medan: FMIPA
USU.

Rohmawati, E. (1995). Skrining Kandungan Kimia Daun Pandan Serta Isolasi


& Identifikasi Alkaloidnya. Thesis, Yogyakarta, Fakultas Farmasi,
Universitas Gajah Mada.
\
Sabilla, F. (2021). “Identifikasi Senyawa Alkaloid, Flavonoid, Dan Saponin Pada
Ekstrak Tanaman Daun Sereh Dapur (Cymbopogon Citratus)
Menggunakan Metode Warna”, (Doctoral Dissertation, Universitas
Pekalongan).

Satuhu, S. (2003). Penanganan dan Pengolahan Buah. Swadaya: Jakarta.

Setiabudi. (2008). Referensi Kesehatan Diabetes Mellitus. Diakses: 31 Mei 2016.

Setyaningrum, Dwi Hesti Dan Saprianto, Cahyo. (2013). Jahe Plus Budidaya
Monokultur Dan Polikultur. Penebar Swadaya. Semarang.

Siwi. S.S., P. Hidayat, Suputa. (2006). Taksonomi dan Bioekologi Lalat Buah
Penting di Indonesia Diptera: Tephritidae Cetakan Kedua Revisi
Pertama. Bogor: Kerjasama Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Bioekologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian dengan Departement of
Agriculture, Fisheries and Forestry Australia.

Sobir dan Firmansyah D. S. (2010). Budidaya Semangka Panen 60 hari. Penebar


Swadaya. Jakarta.

Soenanto, H. dan S. Kuncoro. (2009). Obat Tradisional. PT. Elex Media


Komputindo, Jakarta.

Sudarto, Y. (1997). Lidah Buaya. Kanisius. Yogyakarta.

Sugati, S. dan Johnny, R.H. (1991). Inventaris Tanaman Obat (I). BalaiPenelitian
dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.

Sumono A., Agustin W. (2008). The use of bay leaf in dentistry. Dental journal
Vol. 41 No.3. Hal 147-150.

Tjitrosoepomo, G. (2005). Morfologi Tumbuhan. Gajah Mada.University Press.


Yogyakarta.

Tjitrosoepomo. Gembong. (1988). Taksonomi Tumbuhan (Spermathopyta). Gajah


Mada University Press. Yogyakarta.

Utami P, Puspaningtyas DE. (2013). The miracle of herbs. Agro Media Pustaka.
Jakarta.

Van Steenis, C.G.G.J. (2003). Flora, hal 233-236. PT Pradya Paramita. Jakarta.

Victorio, C.P., R.M. Kuster, and C.L.S. Lage. (2009). Detection of flavonoids in
Alpinia purpurata (Vieil) Schum. Leaves using high performance
liquchromatography. Rev. Bras. Pl. Med. Botuca(2):147-153.

Wahjono, E. dan Koesnandar. (2007). Mengebunkan Lidah Buaya Secara Intensif.


Jakarta. AgroMedia Pustaka. 59 halaman.
Wiratno. (2017). Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman Obat
Berkelanjutan. Balai Penelitian Tanaman Rempah Dan Obat. Bogor.

Yusniwati., Anwar. A., Dan Karmaita. Y. (2016). Pengujian Beberapa Varietas


Sereh Wangi Di Lahan Kritis Akibat Pertumbuhan Iklim. Proceeding
Seminar Nasional Peragi 2016. No. 1, 754.

Zen, N. A. (2022). “Pengaruh Ekstrak Cymbopogon Citratus Terhadap


Pengendalian Aphis Gossypii Pada Tanaman Capsicum Frutescens L.
Sebagai Panduan Praktikum Fisiologi Tumbuhan”, Skripsi tidak
diterbitkan (Medan: Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan Dan
Ilmu Pendidikan Universitas Islam Sumatera Utara).

Anda mungkin juga menyukai