Anda di halaman 1dari 126

BUDIDAYA TANAMAN SAYURAN

Oleh :
SYAFRI EDI
JULISTIA BOBIHOE

BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAMBI


BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
2010

BUKLET : BUDIDAYA TANAMAN SAYURAN

Penanggung Jawab :
Ir. Endrizal, M.Sc
(Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi)
Dewan Redaksi
Ketua:
Ir. Linda Yanti, M.Si
Anggota:
1. Endang Susilawati, S.Pt
2. Eva Salvia, SP
3. Widya Sari Murni, SP
Penyunting:
Ir. Firdaus
Desain Sampul:
Endang Susilawati, S.Pt
Diterbitkan Oleh :
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi
Alamat :
Jl. Samarinda Paal V Kotabaru Jambi 36128,
Jl. Raya Jambi Palembang KM16
Desa Pondok Meja, Kec. Mestong, Kab. Muara Jambi
Telepon: 0741-40174/7053525, Fax: 0741-40413
E-mail: bptp_jambi@yahoo.com
Website:jambi.litbang.deptan.go.id

Budidaya Tanaman Sayuran

KATA PENGANTAR
Dalam rangka pelaksanaan Program Pengembangan Usaha
Agribisnis Perdesaan (PUAP) di Provinsi Jambi, informasi mengenai
teknologi budidaya sayuran penghasil daun dan buah sangat
diperlukan. Oleh karena itu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
(BPTP) Jambi menghimpun teknologi budidaya tanaman sayuran
dan disusun dalam bentuk petunjuk teknis budidaya tanaman
sayuran, dengan tujuan memberikan fasilitas percepatan
pemasyarakatan inovasi teknologi budidaya sayuran di tingkat petani
khususnya petani PUAP.
Informasi dalam buku ini merupakan hasil penelitian dan
pengalaman dalam melakukan pengawalan teknologi sayuran di
Laboratorium Lapang Prima Tani Kota Jambi dari tahun 2007-2009,
yang juga dilengkapi dengan teknologi pembuatan pupuk organik
dan pestisida nabati serta cara aplikasinya. Kami menyadari bahwa
kumpulan teknologi budidaya tanaman sayuran ini masih jauh dari
sempurna. Masukan, kritik dan saran yang membangun untuk
perbaikan petunjuk teknis ini sangat diharapkan.
Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih dan
penghargaan kepada berbagai pihak yang telah membantu,
sehingga kumpulan petunjuk teknis budidaya tanaman sayuran
dapat diterbitkan.

Jambi, Desember 2010


Kepala BPTP Jambi

Ir. Endrizal, M.Sc


NIP. 19581010 198503 1 005

Budidaya Tanaman Sayuran

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................
BUDIDAYA SAWI ............................................................
BUDIDDAYA SELADA .....................................................
BUDIDAYA PAKCHOI ......................................................
BUDIDAYA KANGKUNG DARAT......................................
BUDIDAYA BAYAM .........................................................
BUDIDAYA SELEDRI.......................................................
BUDIDAYA KOL BUNGA .................................................
BUDIDYA KUBIS .............................................................
BUDIDAYA CABE ............................................................
BUDIDAYA TOMAT .........................................................
BUDIDAYA TERUNG .......................................................
BUDIDAYA OYONG ........................................................
BUDIDAYA PARIA ...........................................................
BUDIDAYA KACANG PANJANG ......................................
BUDIDYA MENTIMUN .....................................................
DAFTAR PUSTAKA .
LAMPIRAN ......................................................................

Budidaya Tanaman Sayuran

I
1
3
6
8
10
13
16
18
20
25
28
30
33
35
39
42
43

ii

BUDIDAYA SAWI
PENDAHULUAN
Sawi atau Caisin (Brassica sinensis L.) termasuk famili
Brassicaceae, daunnya panjang, halus, tidak berbulu, dan tidak
berkrop. Sawi mengandung pro vitamin A dan asam askorbat yang
tinggi. Tumbuh baik di tempat yang berhawa panas maupun
berhawa dingin, sehingga dapat diusahakan dari dataran rendah
sampai dataran tinggi, tetapi pertumbuhan dan produksi sawi yang
ditanam lebih baik di dataran tinggi. Biasanya dibudidayakan di
daerah ketinggian 100 - 500 m dpl, dengan kondisi tanah gembur,
banyak mengandung humus, subur dan drainase baik. Tanaman
sawi terdiri dari dua jenis yaitu sawi putih dan sawi hijau.
TEKNOLOGI BUDIDAYA
Benih
Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan
usaha tani karena benih yang baik akan menghasilkan pertumbuhan
tanaman yang bagus. Kebutuhan benih 650 gr/ha, bila benih hasil
pananaman sendiri maka tanaman yang akan diambil sebagai benih
harus berumur di atas 70 hari dan penggunaan benih tidak lebih dari
3 tahun.
Persemaian/Pembibitan
Sebelum benih disebar, direndam dengan larutan Previcur N
dengan konsentrasi 0,1 % selama + 2 jam. Selanjutnya benih
disebar merata pada bedengan persemaian, dengan media semai
setebal + 7 cm dan disiram. Media semai dibuat dari pupuk organik
dan tanah yang telah dihaluskan dengan perbandingan 1 : 1. Benih
yang telah disebar ditutup dengan media semai, selanjutnya ditutup
dengan alang-alang atau jerami kering selama 2-3 hari. Bedengan
persemaian tersebut sebaiknya diberi naungan.

Budidaya Tanaman Sayuran

Persiapan Lahan
Lahan terlebih dahulu diolah dengan cangkul sedalam 20-30
cm supaya gembur, setelah itu dibuat bedengan dengan arah
membujur dari Barat ke Timur agar mendapatkan cahay a penuh.
Bedengan sebaiknya dibuat dengan ukuran lebar 100-120 cm, tinggi
30 cm dan panjang sesuai kondisi lahan. Jarak antar bedengan + 30
cm. Lahan yang asam (pH rendah) lakukan pengapuran dengan
kapur kalsit atau dolomite 2-4 minggu sebelum tanam dengan dosis
1,5 t/ha.
Pemupukan
Tiga hari sebelum tanam berikan pupuk organik (kotoran
ayam yang telah difermentasi) dengan dosis 2-4 kg/m2. Dua minggu
setelah tanam dilakukan pemupukan susulan Urea 150 kg/ha (15
gr/m2). Agar pemberian pupuk lebih merata, pupuk Urea diaduk
dengan pupuk organik kemudian diberikan secara larikan di samping
barisan tanaman. Selanjutnya dapat ditambahkan pupuk cair 3
liter/ha (0,3 ml/m2) pada umur 10 dan 20 hari setelah tanam.
Penanaman
Bibit umur 2-3 minggu setelah semai atau telah berdaun 3-4
helai, dipindahkan pada lubang tanam yang telah disediakan dengan
jarak tanam 20x20 cm atau sistem baris dengan jarak 15x10-15 cm.
Jika ada yang tidak tumbuh lakukan penyulaman, yaitu tindakan
penggantian tanaman dengan tanaman baru.
Pemeliharaan
Pada musim kemarau atau di lahan kurang air perlu
penyiraman tanaman. Penyiraman ini dilakukan dari awal sampai
panen. Penyiangan dilakukan 2 kali atau disesuaikan dengan
kondisi gulma, bila perlu dilakukan penggemburan dan pengguludan
bersamaan dengan penyiangan.
Pengendalian Organisme Penggangu Tanaman (OPT)
Untuk mencegah hama dan penyakit yang perlu diperhatikan
adalah sanitasi dan drainase lahan. OPT utama adalah ulat daun
kubis (Plutella xylostella). Pengendalian dapat dilakukan dengan

Budidaya Tanaman Sayuran

cara pemanfaatan Diadegma semiclausuma sebagai parasitoid


hama Plutella xylostella. Jika terpaksa menggunakan pestisida,
gunakan pestisida yang aman dan mudah terurai seperti pestisida
biologi, pestisida nabati atau pestisida piretroid sintetik. Penggunaan
pestisida tersebut harus dilakukan dengan benar baik pemilihan
jenis, dosis, volume semprot, cara aplikasi, interval dan waktu
aplikasinya.
Panen
Panen dapat dilakukan dengan dua cara yaitu 1) mencabut
seluruh tanaman beserta akarnya, 2) memotong bagian pangkal
batang yang berada di atas tanah. Umur panen sawi + 40 hari
setelah tanam, sebaiknya terlebih dahulu dilihat fisik tanaman seperti
warna, bentuk dan ukuran daun.
Pasca Panen
Tanaman yang baru dipanen, ditempatkan di tempat yang
teduh agar tidak cepat layu dengan cara diperciki air. Selanjutnya
lakukan sortasi untuk memisahkan bagian tanaman yang tua, busuk
atau sakit. Penyimpanan bisa menggunakan wadah berupa
keranjang bambu,plastik atau karton yang berlubang-lubang untuk
menjaga sirkulasi udara.

BUDIDAYA SELADA
PENDAHULUAN
Selada (Lactuca sativa L.) merupakan sayuran daun yang
berumur semusim dan termasuk dalam famili compositae. Selada
tumbuh baik di dataran tinggi, pertumbuhan optimal di lahan subur
yang banyak mengandung humus, pasir atau lumpur dengan pH
tanah 5-6,5. Di dataran rendah kropnya kecil-kecil dan cepat
berbunga. Waktu tanam terbaik pada akhir musim hujan, walaupun
demikian dapat juga ditanam pada musim kemarau dengan
pengairan atau penyiraman yang cukup.

Budidaya Tanaman Sayuran

Menurut jenisnya, selada ada yang dapat membuat krop dan


ada yang tidak. Jenis yang tidak membentuk krop daun-daunnya
berbentuk rosete. Warna daun hijau terang sampai putih
kekuningan. Selada jarang dibuat sayur, biasanya hanya dibuat
salad dan lalapan.
TEKNOLOGI BUDIDAYA
Benih
Jenis selada yang banyak dibudidayakan adalah :
a. Selada mentega disebut juga dengan selada bokor atau selada
daun, bentuk kropnya bulat tapi lepas.
b. Selada (heading lettuce) atau selada krop, bentuk krop bulat dan
lonjong, kropnya padat atau kompak.
c. Kebutuhan benih + 400 gram biji per hektar.
Pengolahan Lahan
Lahan diolah terlebih dahulu dengan cangkul sedalam 20-30
cm supaya gembur. Selanjutnya dibuat bedengan dengan arah
membujur dari Barat ke Timur, untuk mendapatkan cahaya penuh.
Lebar bedengan 100-120 cm, tinggi 30 cm dan panjang 15 m. Jarak
antar bedeng 30 cm. Lahan yang asam (pH rendah) lakukan
pengapuran dengan kapur kalsit atau dolomite, 3-4 minggu sebelum
tanam, dosis 1,5 t/ha, kapur diaduk rata dengan tanah permukaan
bedengan.
Persemaian
Biji dapat langsung ditanam di lapangan, tetapi lebih baik
melalui persemaian. Sebelum disemai, benih direndam dalam
larutan Previcur N dengan konsentrasi 0,1 % selama + 2 jam
kemudian dikeringkan. Benih disebar merata pada bedengan
persemaian dengan media berupa campuran tanah dengan pupuk
organik (1:1), kemudian ditutup dengan alang-alang atau jerami
kering selama 2-3 hari. Sebaiknya bedengan persemaian diberi
naungan/atap. Setelah berumur 7-8 hari, bibit dapat juga

Budidaya Tanaman Sayuran

dipindahkan kedalam bumbunan yang terbuat dari daun pisang/pot


plastik dengan media yang sama.
Penanaman
Setelah berumur 3-4 minggu atau sudah memiliki 4-5 helai
daun tanaman dapat dipindahkan ke bedengan yang sudah
dipersiapkan dengan jarak tanam 20 x 20 cm atau 25 x 25 cm,
tergantung varietas semakin tinggi varietas yang ditanam semakin
lebar jarak tanamnya.
Pemupukan
Tiga hari sebelum tanam diberikan pupuk organik (kotoran
ayam yang telah difermentasi) dengan dosis 2-4 kg/m2. Dua minggu
setelah tanam lakukan pemupukan susulan Urea 150 kg/ha (15
gr/m2) supaya pemberian pupuk lebih merata maka pupuk Urea
diaduk dengan pupuk organik kemudian diberikan secara larikan
disamping barisan tanaman. Selanjutnya dapat ditambahkan pupuk
cair 3 liter/ha (0,3 ml/m2) pada umur 10 dan 20 hari setelah tanam.
Pemeliharaan
Penyiraman dilakukan tiap hari sampai selada tumbuh normal,
kemudian diulang sesuai kebutuhan. Bila ada tanaman yang mati,
segera disulam, penyulaman dilakukan sebelum tanaman berumur
10 hari. Penyiangan dilakukan sesuai dengan pertumbuhan gulma.
Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)
Hama yang sering ditemui adalah ulat daun, belalang, dan
nyamuk kecil bila keadaan lembab. Pengendalian hama dapat
dilakukan secara mekanik yaitu dipungut dengan tangan, jika
terpaksa gunakan pestisida yang aman mudah terurai seperti
pestisida biologi, pestisida nabati atau pestisida piretroid sintetik.
Penggunaan pestisida tersebut harus dilakukan dengan benar baik
pemilihan jenis, dosis, volume semprot, cara aplikasi, interval dan
waktu aplikasinya. Penyakit yang sering menyerang tanaman selada
yaitu bercak hitam daun dan cacar daun.

Budidaya Tanaman Sayuran

Panen dan Pasca Panen


Tanaman selada dapat dipanen setelah berumur + 2 bulan,
dengan cara mencabut batang tanaman atau memotong pangkal
batang. Tanaman yang baik dapat menghasilkan + 15 ton/ha. Selada
cepat layu sehingga untuk menjaga kualitasnya agar kelihatan tetap
segar dan kualitasnya baik,segera setelah panen lakukan dengan
merendam bagian akar tanaman dalam air dan pengiriman produk
ketempat tujuan secepatnya.

BUDIDAYA PAKCHOI

PENDAHULUAN
Pakchoi (Brassica sinensis L.) merupakan tanaman sayuran
berumur pendek (+ 45 hari), termasuk dalam famili Brassicaceae.
Pakchoi jarang dimakan mentah, umumnya digunakan untuk bahan
sup atau sebagai hiasan (garnish). Bisa ditanam di dataran rendah
dan dataran tinggi, tetapi yang baik di dataran tinggi, cukup sinar
matahari, aerasi sempurna (tidak tergenang air) dan pH tanah 5,5-6.
TEKNOLOGI BUDIDAYA
Persemaian
Siapkan tempat persemaian, berupa bedengan dengan media
semai setebal 7 cm. Media semai dibuat dari pupuk organik dan
tanah yang telah dihaluskan dengan perbandingan 1:1. Benih
direndam dengan larutan Previkur N dengan konsentrasi 0,1%
selama 2 jam, kemudian dikeringkan. Selanjutnya benih disebar
merata di atas bedengan persemaian yang telah disiram terlebih
dahulu, kemudian ditutup kembali dengan media semai. Ukuran
persemian 1 x 10 m, selanjutnya ditutup dengan alang-alang atau
jerami kering selama 2-3 hari. Kebutuhan benih 400-1000 gr/ha.

Budidaya Tanaman Sayuran

Persiapan Lahan
Lahan untuk pertanaman perlu diolah dengan cangkul
sedalam 20-30 cm supaya gembur. Selanjutnya buat bedengan
dengan arah membujur dari Barat ke Timur agar mendapatkan
cahaya penuh. Lebar bedengan sebaiknya 100-120 cm, tinggi 30 cm
dan panjang sesuai lahan sebaiknya tidak lebih 15 m, jarak antar
bedengan 30 cm. Jika pH tanah terlalu rendah (asam), lakukan
pengapuran dengan dolomit atau kalsit untuk menaikkan derajad
keasaman tanah dosis 1,5 t/ha, pengapuran dilakukan sebelum
penanaman, yaitu 2-4 minggu sebelum tanam.
Pemupukan
Tiga hari sebelum tanam berikan pupuk organik (kotoran
ayam yang telah difermentasi) dengan dosis 2-4 kg/m2. Dua minggu
setelah tanam berikan pupuk susulan berupa Urea 100 kg/ha (10
gr/m2) atau NPK Mutiara 50 kg/ha (0,5 gr/m2), agar pemberian
pupuk lebih merata terlebih dahulu aduk dengan pupuk organik
kemudian berikan secara larikan disamping barisan tanaman.
Selanjutnya dapat ditambahkan pupuk cair 3 liter/ha (0,3 ml/m2)
pada umur 10 dan 20 hari setelah tanam.
Penanaman
Bibit yang telah berumur + 21 hari atau telah berdaun 3-4
helai, dipindahkan kebedengan yang telah disiapkan dengan jarak
tanam 30 x 30 cm atau 30 x 25 cm.
Pemeliharaan
Pada musim kemarau lakukan penyiraman, sejak awal tanam
sampai waktu panen.
Penyulaman pada tanaman yang mati
dilakukan paling lambat 1 minggu setelah tanam dan penyiangan
gulma pada umur 2 minggu setelah tanam.
Pengendalian Organisme Penggangu Tumbuhan (OPT)
Pemeliharaan dilakukan mulai dari persemaian hingga panen.
Untuk mencegah serangan hama dan penyakit tanaman, yang perlu
diperhatikan adalah sanitasi lahan dan draenase, jika terpaksa
gunakan jenis pestisida yang aman mudah terurai seperti pestisida

Budidaya Tanaman Sayuran

biologi, pestisida nabati atau pestisida piretroid sintetik. Penggunaan


pestisida tersebut harus dilakukan dengan benar baik pemilihan
jenis, dosis, volume semprot, cara aplikasi, interval dan waktu
aplikasinya.
Panen dan Pasca Panen
Pakchoi dapat dipanen pada umur + 45 setelah tanam .
Pakchoi jenis kecil produksinya mencapai 10-20 t/ha dan (tergantung
varietas) pakchoi jenis besar 20-30 t/ha. Sayuran ini tidak tahan
disimpan lama dan pengangkutan jarak jauh. Jika disimpan pada
suhu 0oC dan RH 95 % pakchoi mempunyai umur simpan sekitar 10
hari. Untuk mempertahankan kualitas sebaiknya ditempatkan dalam
wadah yang berlubang.

BUDIDAYA KANGKUNG DARAT

PENDAHULUAN
Kangkung (Ipomoea sp.) dapat ditanam di dataran rendah dan
dataran tinggi. Kangkung merupakan jenis tanaman sayuran daun,
termasuk kedalam famili Convolvulaceae. Daun kangkung panjang,
berwarna hijau keputih-putihan merupakan sumber vitamin pro
vitamin A.
Berdasarkan tempat tumbuh, kangkung dibedakan
menjadi dua macam yaitu: 1) Kangkung darat, hidup di tempat yang
kering atau tegalan, dan 2) Kangkung air, hidup ditempat yang berair
dan basah.
TEKNOLOGI BUDIDAYA
Benih
Kangkung darat dapat diperbanyak dengan biji. Untuk luasan
satu hektar diperlukan benih sekitar 10 kg. Varietas yang dianjurkan

Budidaya Tanaman Sayuran

adalah varietas Sutra atau varietas lokal yang mempunyai daya


adaptasi lebih baik dibanding varietas lain.
Persiapan Lahan
Lahan terlebih dahulu dicangkul sedalam 20-30 cm supaya
gembur, setelah itu dibuat bedengan membujur dari Barat ke Timur
agar mendapatkan cahaya penuh. Lebar bedengan sebaiknya
100-120 cm, tinggi 30 cm dan panjang sesuai kondisi lahan, untuk
mempermudah pemeliharaan sebaiknya panjang bedengan tidak
lebih 15 m. Jarak antar bedengan + 30 cm. Lahan yang asam (pH
rendah) lakukan pengapuran dengan kapur kalsit atau dolomit untuk
menaikkan derajat keasaman tanah dosis 1,5 t/ha, pengapuran
dilakukan sebelum penanaman, yaitu 2-4 minggu sebelum tanam.
Pemupukan
Pupuk organik (sebaiknya kotoran ayam yang telah
difermentasi) diberikan tiga hari sebelum tanam dengan dosis 4
kg/m2. Sebagai starter ditambahkan pupuk anorganik berupa Urea
15 gr/m2 pada umur 10 hari setelah tanam. Agar pemberian pupuk
lebih merata, pupuk Urea diaduk dengan pupuk organik kemudian
diberikan secara larikan disamping barisan tanaman, jika perlu
tambahkan pupuk cair 3 liter/ha (0,3 ml/m2) pada umur 1 dan 2
minggu setelah tanam.
Penanaman
Biji kangkung darat ditanam di bedengan yang telah
dipersiapkan. Buat lubang tanam dengan jarak 20 x 20 cm, tiap
lubang tanamkan 2 - 5 biji kangkung. Sistem penanaman dilakukan
secara zigzag atau system garitan (baris).
Pemeliharaan
Pemeliharaan yang perlu diperhatikan adalah ketersediaan
air, bila tidak turun hujan harus dilakukan penyiraman. Hal lain
adalah pengendalian gulma waktu tanaman masih muda dan
menjaga tanaman dari serangan hama dan penyakit.

Budidaya Tanaman Sayuran

Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)


Hama yang menyerang tanaman kangkung antara lain ulat
grayak (Spodoptera litura F), kutu daun (Myzus persicae Sulz) dan
Aphis gossypii. Sedangkan penyakit antara lain penyakit karat putih
yang disebabkan oleh Albugo ipomoea reptans.
Untuk
pengendalian, gunakan jenis pestisida yang aman mudah terurai
seperti pestisida biologi, pestisida nabati atau pestisida piretroid
sintetik. Penggunaan pestisida tersebut harus dilakukan dengan
benar baik pemilihan jenis, dosis, volume semprot, cara aplikasi,
interval dan waktu aplikasinya.
Panen dan Pasca Panen
Panen dilakukan setelah berumur + 25 hari setelah tanam,
dengan cara mencabut tanaman sampai akarnya atau memotong
pada bagian pangkal tanaman sekitar 2 cm di atas permukaan
tanah. Pasca panen terutama diarahkan untuk menjaga kesegaran
kangkung, yaitu dengan cara menempatkan kangkung yang baru
dipanen di tempat yang teduh atau merendamkan bagian akar dalam
air dan pengiriman produk ketempat tujuan secepatnya.

BUDIDAYA BAYAM

PENDAHULUAN
Bayam (Amaranthus spp.) merupakan sayuran yang banyak
mengandung vitamin dan mineral, dapat tumbuh sepanjang tahun
pada ketinggian sampai dengan 1000 m dpl. dengan pengairan
secukupnya.
Terdapat 3 jenis sayuran bayam, yaitu:
1. Bayam cabut, batangnya berwarna merah dan juga ada
berwarna hijau keputih-putihan.
2. Bayam petik, pertumbuhannya lebih tegak serta berdaun lebar,
warna daun hijau tua dan ada yang berwarna kemerah-merahan.

Budidaya Tanaman Sayuran

10

3. Bayam yang biasa dicabut dan juga dapat dipetik. Jenis bayam
ini tumbuh tegak, berdaun besar berwarna hijau keabu-abuan.
TEKNOLOGI BUDIDAYA
Benih
Bayam dikembangkan melalui biji. Biji bayam yang dijadikan
benih harus cukup tua (+ 3 bulan). Benih yang muda, daya
simpannya tidak lama dan tingkat perkecambahannya rendah. Benih
bayam yang
tua dapat disimpan selama satu tahun. Benih
bayam tidak memiliki masa dormansi dan kebutuhan benih adalah
sebanyak
5-10 kg tiap hektar atau 0,5-1 g/m2.
Persiapan Lahan
Lahan dicangkul sedalam 20-30 cm supaya gembur.
Selanjutnya buat bedengan dengan arah membujur dari Barat ke
Timur agar mendapatkan cahaya penuh. Lebar bedengan sebaiknya
100 cm, tinggi 30 cm dan panjang sesuai kondisi lahan. Jarak antar
bedengan 30 cm.
Pemupukan
Setelah bedengan diratakan, 3 hari sebelum tanam berikan
pupuk dasar kotoran ayam yang telah difermentasi dengan dosis 4
kg/m2. Sebagai starter tambahkan Urea 150 kg/ha (15 g/m2) diaduk
dengan air dan disiramkan kepada tanaman pada sore hari 10 hari
setelah penaburan benih, jika perlu berikan pupuk cair 3 liter/ha (0,3
ml/m2) pada umur 2 minggu setelah penaburan benih.
Penanaman/Penaburan Benih
Dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu:
a. Ditebar langsung di atas bedengan, yaitu biji dicampur dengan
pasir/pupuk organik yang telah dihancurkan dan ditebar secara
merata di atas bedengan.
b. Ditebar pada larikan/barisan dengan jarak 10-15 cm, kemudian
ditutup dengan lapisan tanah.
c. Disemai setelah tumbuh (sekitar 10 hari) bibit dibumbun dan
dipelihara selama + 3 minggu. Selanjutnya dipindahkan ke

Budidaya Tanaman Sayuran

11

bedengan dengan jarak tanam 50 x 30 cm. Biasanya untuk


bayam petik.
Pemeliharaan
Bayam cabut adalah jenis bayam yang jarang terserang
penyakit (yang ditularkan melalui tanah). Bayam dapat berproduksi
dengan baik asalkan kesuburan tanahnya selalu dipertahankan,
misalnya dengan pemupukan organik yang teratur dan kecukupan
air, untuk tanaman muda (sampai satu minggu setelah tanam)
membutuhkan air 4 l/m2/hari dan menjelang dewasa tanaman ini
membutuhkan air sekitar 8 l/m2/hari.
Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)
Jenis hama yang sering menyerang tanaman bayam
diantaranya ulat daun, kutu daun, penggorok daun dan belalang.
Penyakit yang sering dijumpai adalah rebah kecambah (Rhizoctonia
solani) dan penyakit karat putih (Albugo sp.). Untuk pengendalian
OPT gunakan pestisida yang aman mudah terurai seperti pestisida
biologi, pestisida nabati atau pestisida piretroid sintetik. Penggunaan
pestisida tersebut harus dilakukan dengan benar baik pemilihan
jenis, dosis, volume semprot, cara aplikasi, interval dan waktu
aplikasinya.
Panen dan Pasca Panen
Bayam cabut biasanya dipanen apabila tinggi tanaman kirakira
20 cm, yaitu pada umur 3 sampai 4 minggu setelah tanam.
Tanaman ini dapat dicabut dengan akarnya ataupun dipotong
pangkalnya. Sedangkan bayam petik biasanya mulai dapat dipanen
pada umur 1 sampai dengan 1,5 bulan dengan interval pemetikan
seminggu sekali. Tempatkan bayam yang baru dipanen di tempat
yang teduh atau merendamkan bagian akar ke dalam air dan
pengiriman produk ketempat tujuan secepatnya.

Budidaya Tanaman Sayuran

12

BUDIDAYA SELEDRI

PENDAHULUAN
Seledri (Apium graveolens L. Dulce) termasuk dalam famili
Umbelliferae dan merupakan salah satu komoditas sayuran yang
banyak digunakan untuk penyedap makanan dan penghias
hidangan. Biji seledri juga digunakan sebagai bumbu dan penyedap.
Ekstrak minyak bijinya berkasiat sebagai obat.
Budidaya seledri sangat baik di dataran tinggi 1000-1200 m dpl, juga
bisa di dataran rendah dengan memberi naungan berupa atap alangalang atau jerami, atap berfungsi sebagai penahan sinar matahari
dan menjaga kelembaban. Seledri kurang tahan hujan oleh karena
itu curah hujan optimum berkisar 60-100 mm/bulan. Tanaman seledri
dapat dibagi menjadi seledri tangkai, seledri umbi dan seledri daun.
TEKNOLOGI BUDIDAYA
Benih
Seledri dapat diperbanyak secara generatif dengan biji atau
vegetatif dengan anakan. Untuk tujuan komersil tanaman seledri
dapat diperbanyak dengan biji. Benih berasal dari varietas unggul
dengan daya kecambah > 90%.
Pengolahan Lahan
Lahan ideal adalah tanah yang subur, gembur, mengandung
bahan organik, mampu menahan air dan berdrainase baik dengan
pH tanah antara 5,5-6,5. Tanah dicangkul sedalam 20-30 cm
biarkan selama 15 hari, jika pH tanah kurang dari 6.5 campurkan
kapur kalsit atau dolomit dengan tanah olahan, dosis kapur 1-2
ton/ha tergantung pH tanah dan jumlah Alumunium di dalam tanah,
pemberian 2-3 minggu sebelum tanam. Buat bedengan dengan lebar
100-120 cm, tinggi 30 cm, panjang sesuai lahan, dan jarak antar
bedengan 50 cm. Bedengan diberi naungan berupa alang-alang atau
jerami dengan tinggi 1-1,5 m.

Budidaya Tanaman Sayuran

13

Persemaian
Benih disemai pada bedengan di dalam alur/larikan sedalam
0,5 cm dengan jarak antar alur 10-20 cm, sebelum disemai, benih
direndam dalam larutan Previcur N dengan konsentrasi 0,1 %
selama + 2 jam, kemudian dikeringkan. Tutup benih dengan tanah
tipis dan siram permukaan bedengan sampai lembab. Untuk
menjaga kelembaban, persemaian ditutup dengan alang-alang atau
jerami dan ditinggikan tutup tersebut apabila kecambah telah
tumbuh. Setelah bibit tumbuh dapat juga dipindahkan kedalam
bumbunan yang terbuat dari daun pisang/pot plastik dengan media
yang sama.
Penanaman
Setelah + 40 hari atau telah berdaun 3-4 helai cabut bibit
seledri yang sehat dengan akarnya. Potong sebagian akar,
selanjutnya akar direndam kedalam larutan pestisida Benlate atau
Derosol pada konsentrasi 50% sekitar 15 menit. Pindahkan bibit
pada bedengan yang telah dipersiapkan, satu bibit per lobang
tanam, dengan jarak tanam: 25 x 30 cm; 20 x 20 cm atau 15 x 20 cm
(tergantung varietas) dan padatkan tanah disekitar batang. Siram
bedengan sampai lembab.
Pemeliharaan Tanaman
Jika ada tanaman yang mati lakukan penyulaman 7-15 hari
setelah tanam. Penyiangan gulma dilakukan bersamaan dengan
penggemburan tanah pada umur 2 dan 4 minggu setelah tanam,
penyiangan berikutnya disesuaikan dengan keadaan gulma. Di awal
masa pertumbuhan, penyiraman dilakukan 1-2 kali sehari, berikutnya
dikurangi menjadi 2-3 kali seminggu tergantung cuaca. Tanah tidak
boleh kekeringan atau tergenang air (becek).
Pemupukan
Pupuk dasar diberikan 3 hari sebelum tanam, yaitu pupuk
organik dengan dosis 4 kg/m2, diaduk dengan tanah permukaan
bedengan. Pada umur 2 minggu setelah tanam berikan pupuk N 300
kg, P2O5 75 kg dan K2O 250 kg/ha secara larikan dibarisan tanaman.
Pupuk susulan berikutnya larutkan 2-3 kg pupuk NPK Mutiara ke

Budidaya Tanaman Sayuran

14

dalam 200 liter air dan berikan secara kocor diantara barisan
tanaman, hal ini dapat dilakukan selama tanaman masih produktif
dengan interval
7 hari satu kali pemberian. Dapat juga diberikan
pupuk cair dengan dosis 0,3 ml/m2 yang dimulai pada umur 3
minggu setelah tanam dengan interval 10 hari satu kali.
Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)
Hama utama seperti: ulat tanah, keong, kutu daun tungau.
Hama dapat dihilangkan secara mekanik yaitu dipungut dengan
tangan. Penyakit yang sering menyerang tanaman bercak
cercospora, bercak septoria, virus aster yellow. Pengendalian
dilakukan mulai dari pesemaian hingga panen. Jika terpaksa harus
menggunakan pestisida, gunakan jenis pestisida yang aman mudah
terurai seperti pestisida biologi, pestisida nabati atau pestisida
piretroid sintetik.
Panen dan Pasca Panen
Seledri dapat dipanen setelah berumur 40 sampai dengan 150
hari setelah tanam (tergantung varietas). Saledri daun dipanen 4-8
hari sekali. Seledri potong dipanen dengan memotong tanaman
pada pangkal batang secara periodik sampai pertumbuhan anakan
berkurang. Seledri umbi dipanen dengan memetik daun-daunnya
dan dilakukan secara periodik sampai tanaman kurang produktif.
Hasil panen diseleksi dengan cara membuang tangkai daun yang
cacat atau terserang hama. Untuk membersihkan dari kotoran/tanah
dan residu pestisida, seledri dicuci dengan air mengalir atau
disemprot kemudian tiriskan di rak-rak. Sortasi perlu dilakukan
terutama jika seledri akan dipasarkan di swalayan atau untuk
eksport. Sortasi dilakukan berdasarkan ukuran dan jenis yang
seragam dan sesuai dengan permintaan pasar. Seledri diikat dengan
ikatan plastik pada berat tertentu yang disesuaikan dengan
permintaan pasar.

Budidaya Tanaman Sayuran

15

BUDIDAYA KOL BUNGA


PENDAHULUAN
Kol (Brassica oleracea L) merupakan tanaman semusim atau
lebih yang berbentuk perdu. Saat ini jenis yang banyak
dikembangkan adalah kol krop dan kol bunga. Kol berdaun hijau
banyak mengandung vitamin C, sementara kol putih merupakan
sumber vitamin A dan kol bunga sumber vitamin B. Kol hanya baik
jika ditanam di dataran tinggi dengan ketinggian antara 1000-3000 m
dpl (dari permukaan laut). Syarat yang penting untuk dipenuhi yaitu,
tanahnya gembur, bersarang, mengandung bahan organik, serta
suhu udara rendah dan lembab. pH tanah antara 6-7.
TEKNOLOGI BUDIDAYA
Persemaian/Pembibitan
Siapkan tempat persemaian, berupa bedengan dengan media
semai setebal 7 cm, dibuat dari pupuk organik dan tanah halus
dengan perbandingan 1:1 serta diberi naungan. Benih direndam
dalam larutan Frevikur N
(0,1%) selama 2 jam, kemudian
dikeringkan. Benih disebar merata di atas bedengan persemaian
yang telah disiram dahulu, lalu ditutup dengan media semai,
sebaiknya diberi naungan/atap screen. Setelah bibit tumbuh dapat
juga dipindahkan kedalam bumbunan yang terbuat dari daun
pisang/pot plastik dengan media yang sama.
Persiapan Lahan
Lakukan pengolahan tanah dengan cangkul sedalam 20-30
cm. Buat bedengan membujur dari Barat ke Timur dengan lebar
100-120 cm, tinggi 30 cm dan panjang sesuai keadaan lahan
sebaiknya tidak lebih 15 m. Jarak antara bedengan 40 cm. Lakukan
pengapuran (kapur kalsit/dolomite) 2-4 minggu sebelum tanam
dengan takaran 1-2 ton/ha jika pH tanah kurang dari 5,5.

Budidaya Tanaman Sayuran

16

Penanaman
Jarak tanam 50x50 cm untuk jenis bertajuk lebar dan 45x65
cm untuk jenis bertajuk tegak. Penanaman bibit yang telah memiliki
3-5 helai daun atau berumur satu bulan dilakukan pada waktu pagi
atau sore hari, satu lubang tanam diisi satu bibit.
Pemupukan
Tiga hari sebelum tanam diberikan pupuk organik (kotoran
ayam yang telah difermentasi) dengan takaran 4 kg/m2. Dua minggu
setelah tanam berikan pupuk susulan Urea 4 gram + ZA 9 gram, SP36 9 gram dan KCl 7 gram per tanaman. Empat minggu setelah
tanam berikan pupuk susulan Urea 2 gram + ZA 4,5 gram per
tanaman. Dapat ditambahkan pupuk cair 5 liter/ha (0,3 ml/m2) pada
umur 10, 20 dan 30 hari setelah tanam.
Pemeliharaan
Penyulaman dilakukan pada tanaman rusak (tidak sehat) atau
yang mati, sampai tanaman berumur 10 hari. Penyiangan pada umur
2 dan 4 minggu setelah tanam disesuaikan dengan keadaan gulma.
Perempelan seawal mungkin agar ukuran dan kualitas bunga
terbentuk optimal. Setelah terbentuk massa bunga, daun tua diikat
agar massa bunga ternaungi dari cahaya matahari untuk
mempertahankan warna bunga supaya tetap putih. Pengairan dan
Penyiraman diberikan pada pagi atau sore hari. Pada musim
kemarau penyiraman 1-2 kali sehari terutama saat fase
pertumbuhan awal dan pembentukan bunga.
Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)
Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman : dengan cara
terpadu: pergiliran tanaman dengan tanaman selain famili
Cruciferae, menyebarkan mikroba musuh alami. Pengendalian
penyakit dilakukan dengan memilih bibit bebas penyakit, sanitasi
kebun, rotasi tanaman, menghindari tanaman dari kerusakan
mekanis/gigitan serangga, melakukan sterilisasi media semai/lahan
kebun, pengapuran pada tanah masam dan mencabut tana man
yang terserang penyakit. Kalau terpaksa menggunakan pestisida,
gunakan jenis pestisida yang aman mudah terurai seperti pestisida

Budidaya Tanaman Sayuran

17

biologi, pestisida nabati atau pestisida piretroid sintetik. Penggunaan


pestisida tersebut harus dilakukan dengan benar baik pemilihan
jenis, dosis, volume semprot, cara aplikasi, interval dan waktu
aplikasinya.
Panen dan Pasca panen
Tanaman dipanen apabila bunga sudah padat dan kompak.
dilakukan dengan memotong bagian pangkal batang dan sisakan
6-7 helai daun untuk pembungkus bunga. Tanaman yang baru
dipanen, ditempatkan di tempat yang teduh agar tidak cepat layu.
Dilakukan sortasi untuk memisahkan bagian tanaman tua, busuk
atau sakit. Penyimpanan menggunakan wadah keranjang bambu,
wadah plastik atau karton yang berlubang-lubang untuk menjaga
sirkulasi udara.

BUDIDAYA KUBIS
PENDAHULUAN
Kubis (Brassica oleracea L.) merupakan tanaman semusim
atau dua musim. Bentuk daunnya bulat telur sampai lonjong dan
lebar seperti kipas. Sistem perakaran kubis agak dangkal, akar
tunggangnya segera bercabang dan memiliki banyak akar serabut.
Kubis mengandung protein, Vitamin A, Vitamin C, Vitamin B1,
Vitamin B2 dan Niacin. Kandungan protein pada kubis putih lebih
rendah dibandingkan kubis bunga, namun kandungan Vitamin A-nya
lebih tinggi.
Kubis dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran
tinggi. Pada dataran rendah kubis merupakan salah satu tanaman
sayuran yang memiliki potensi untuk dikembangkan, karena peluang
pasar yang terbuka lebar. Pertumbuhan optimum didapatkan pada
tanah yang banyak mengandung humus, gembur, porus, pH tanah
antara 6-7. Kubis dapat ditanam sepanjang tahun dengan
pemeliharaan lebih intensif.

Budidaya Tanaman Sayuran

18

TEKNOLOGI BUDIDAYA
Persemaian
Sebelum disemai, benih direndam dahulu dalam larutan
Frevikur N (0,1%) selama 2 jam, kemudian dikeringkan. Benih
disebar merata pada bedengan/tempat penyemaian dengan media
tanah dan pupuk organik 1: 1, lalu ditutup dengan daun pisang
selama
2-3 hari. Bedengan persemaian diberi naungan/atap dari
screen/kassa plastik transparan. Kemudian persemaian ditutup
dengan screen untuk menghindari OPT. Setelah berumur 7-8 hari,
bibit dipindahkan kedalam bumbunan daun pisang/pot plastik
dengan media yang sama (tanah dan pupuk organik stereil).
Penyiraman dilakukan setiap hari. Bibit siap ditanam dilapangan
setelah berumur 3-4 minggu atau sudah memiliki 4-5 helai daun.
Pengolahan lahan
Dipilih lahan yang bukan bekas tanaman kubis-kubisan. Sisa
tanaman dikumpulkan lalu dikubur, kemudian tanah dicangkul
sampai gembur. Dibuat lubang tanam dengan jarak 70 cm (antar
barisan) x 50 cm (dalam barisan) atau 60 x 40 cm. Bila pH tanah
kurang dari 5,5 lakukan pengapuran menggunakan kalsit atau
dolomit, dengan dosis 1,5 t/ha dan diaplikasikan 3-4 minggu
sebelum tanam atau bersamaan dengan pengolahan tanah kedua.
Pemupukan
Pupuk yang digunakan berupa pupuk organik dan pupuk
buatan, sedangkan pupuk buatan berupa Urea 100 kg, ZA 250 kg,
SP-36 250 kg dan KCl 200 kg/ha. Untuk tiap tanaman diperlukan
Urea sebanyak 4 gr, ZA 9 gr, SP-36 9 gr dan
KCl 7 gr.
Pupuk organik 1 kg, setengah dosis pupuk N (Urea 2 gr, ZA 4,5 gr),
pupuk SP-36 9 gr dan KCl 7 g) diberikan sebelum tanam pada setiap
ubang tanam sebagai pupuk dasar. Sisa pupuk N (Urea 2 gr dan ZA
4,5 gr/tanaman) diberikan pada saat tanaman berumur 4 minggu.
Pemeliharaan tanaman
Penyiraman dilakukan tiap hari sampai kubis tumbuh normal,
kemudian diulang sesuai kebutuhan. Bila ada tanaman yang mati,

Budidaya Tanaman Sayuran

19

segera disulam, dan penyulaman dihentikan setelah tanaman


berumur 10-15 hari setelah tanam. Penyiangan dan pendangiran
dilakukan bersamaan dengan pemupukan pertama dan ke dua.
Pengendaian Organisme Pengangu Tumbuhan (OPT)
OPT penting yang menyerang tanaman kubis antara lain ulat
daun kubis, ulat krop kubis, bengkak akar, busuk hitam, busuk lunak,
bercak daun dan penyakit embun tepung. Pengendalian OPT
dilakukan tergantung pada OPT yang menyerang. Beberapa cara
yang dapat dilakukan antara lain adalah : bila terdapat serangan
bengkak akar pada tanaman muda, tanaman dicabut dan
dimusnahkan. Kalau terpaksa menggunakan pestisida, gunakan
jenis pestisida yang aman mudah terurai seperti pestisida biologi,
pestisida nabati atau pestisida piretroid sintetik. Penggunaan
pestisida tersebut harus dilakukan dengan benar baik pemilihan
jenis, dosis, volume semprot, cara aplikasi, interval dan waktu
aplikasinya.
Panen dan pascapanen
Kubis dapat dipanen setelah kropnya besar, penuh dan padat.
Bila pemungutan terlambat krop akan pecah dan kadang-kadang
busuk. Pemungutan dilakukan dengan memotong krop berikut
sebagian batang dengan disertakan 4-5 lembar daun luar, agar krop
tidak mudah rusak. Produksi kubis dapat mencapai 15-40 t/ha.

BUDIDAYA CABE

PENDAHULUAN
Usaha peningkatan produksi cabe yang sekaligus
meningkatkan pendapatan petani, dapat dilakukan sejak budidaya
sampai penanganan pasca panen yang baik dan benar. Salah satu
langkah terpenting dalam perbaikan teknik budidaya adalah
pemilihan varietas cabe yang akan dibudidayakan. Secara umum

Budidaya Tanaman Sayuran

20

cabe memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin. Diantaranya


Kalori, Protein, Lemak, Karbohidrat, Kalsium, Vitamin A, B1 dan
Vitamin C. Selain digunakan untuk keperluan rumah tangga, cabe
juga dapat digunakan untuk keperluan industri diantaranya, industri
bumbu masakan, industri makanan dan industri obat-obatan atau
jamu.
Pada umumnya cabe dapat ditanam pada dataran rendah
sampai ketinggian 2000 meter dpl. Cabe dapat beradaptasi dengan
baik pada temperatur 24-27C dengan kelembaban yang tidak terlalu
tinggi. Tanaman cabe dapat ditanam pada tanah sawah maupun
tegalan yang gembur, subur, tidak terlalu liat dan cukup air.
Permukaan tanah yang paling ideal adalah datar dengan sudut
kemiringan lahan 0-10 Co serta membutuhkan sinar matahari penuh
dan tidak ternaungi. pH tanah yang optimal antara 5,5-7. Tanaman
cabe menghendaki pengairan yang cukup. Tetapi apabila ju mlah air
berlebihan dapat menyebabkan kelembaban yang tinggi dan
merangsang tumbuhnya penyakit jamur dan bakteri. Jika
kekurangan air tanaman cabe dapat kurus, kerdil, layu dan mati.
Pengairan dapat menggunakan irigasi, air tanah dan air hujan.
TEKNOLOGI BUDIDAYA
Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah bertujuan untuk memperbaiki struktur dan
porositas tanah sehingga peredaran air dan udara menjadi optimal.
Pengolahan tanah dilakukan secara sempurna yaitu pembajakan
dua kali dan penyisiran satu kali. Setelah pengolahan tanah (7-14)
hari, dibuat bedengan dengan tujuan memudahkan pembuangan air
hujan
yang
berlebihan,
mempermudah
pemeliharaan,
mempermudah meresapnya air hujan atau air pengairan, serta
menghindari tanah terinjak-injak sehingga menjadi padat. Ukuran
bedengan yang baik yaitu lebar 110-120 cm, dengan tinggi
20-30 cm, panjang disesuaikan dengan keadaan lahan, serta jarak
antara bedengan 40-50 cm. Pada saat 70% bedengan kasar
terbentuk dipupuk dengan pupuk kandang atau kotoran ayam yang
telah matang sebanyak 1,0-1,5 kg/lubang tanam. Pada tanah yang

Budidaya Tanaman Sayuran

21

pH-nya
asam
juga
diberikan
100-125 gr/lubang pertanaman.

pengapuran

sebanyak

Penyiapan Benih dan Persemaian


Untuk lahan seluas 1 ha diperlukan benih 180 gram. Ada 2
cara untuk membibitkan cabai yaitu disemai di bedengan atau
disemai langsung di polybag (kantong plastik).
Jika benih disemai di bedengan terlebih dahulu disiapkan bedeng
persemaian, kemudian benih disebar dengan cara berbaris, jarak
antara barisan 5 cm dan diberi naungan dari daun kelapa atau daun
pisang. Benih juga dapat disemai langsung dalam polybag kecil yang
ukuran 5-8x10 cm. Sebelum dikecambahkan, benih cabai sebaiknya
direndam dulu dalam air hangat dengan suhu 55 - 60C selama 1530 menit untuk mempercepat proses perkecambahan benih. Bila
benih cabai akan disemai langsung di polybag, sebelumnya polybag
diisi dengan media campuran tanah halus 2 bagian + 1 bagian pupuk
kandang matang halus + 80 gr pupuk NPK + 75 gram furadan.
Bahan media dicampur secara merata lalu dimasukkan ke dalam
polybag. Selanjutnya benih cabai ditanam dan diletakkan di
bedengan secara teratur dan segera ditutup dengan karung goni
basah selama 3 hari agar benih cepat berkecambah.
Pemasangan Mulsa Plastik
Sebelum dilakukan pemasangan mulsa plastik terlebih dahulu
dilakukan pemupukan P. Mulsa Plastik yang digunakan adalah
berwarna Hitam Perak (MPHP). Pemasangan sebaiknya dilakukan
pada saat terik matahari antara pukul 14.00 -16.00 agar plastik
tersebut memanjang (memuai) sehingga dapat menutup tanah
serapat mungkin. Bedengan yang telah ditutup MPHP dibiarkan
selama 5 hari kemudian dilakukan penanaman.
Penanaman
Waktu penanaman yang paling baik adalah pagi atau sore
hari. Umur cabe yang sudah dapat ditanam adalah umur 17.- 23 hari
atau tanaman cabe mempunyai daun 2-4 helai. Sehari sebelum
tanam bedengan yang telah ditutup mulsa plastik harus dibuatkan
lubang tanam. Jarak tanam cabe yaitu 50-60 x 60-70 cm. Bibit cabe

Budidaya Tanaman Sayuran

22

yang siap dipindahkan segera disiram secukupnya dan sebaiknya


juga direndam dalam larutan fungisida sistemik atau bakterisida
dengan dosis 0,5-1,0 g/l air selama 15-30 menit untuk mencegah
penularan hama dan penyakit.
Pemupukan
Dosis pupuk yang digunakan adalah Urea 150 kg + ZA 50 kg
+ SP-36 150kg + KCI 200 kg. Pupuk dasar diberikan 2-3 hari
sebelum tanam, yaitu semua dosis pupuk SP-36. Pupuk susulan
pertama diberikan pada umur 10 hari setelah tanam dengan
sepertiga dosis masing-masing pupuk Urea, ZA dan KCI.
Pemupukan susulan kedua dan ketiga masing-masing pada 40 dan
70 hari setelah tanam dengan dosis sama dengan pemupukan
pertama. Waktu pemupukan disesuaikan dengan ketersediaan air
dimana keadaan air tanah dalam keadaan cukup. Pupuk diberikan
dengan cara tugal sedalam 5-15 cm dan ditutup kembali dengan
tanah. Pemberian pupuk dapat juga dengan cara dikocor, dianjurkan
juga disemprot dengan pupuk daun Mamigro Super N atau NPK
spesial atau dengan Gardena D dengan konsentrasi 2 5 gr/l air
mulai umur
7 sampai 30 hst dengan interval pemberian 7 15
hari.
Pengairan
Pengairan dilakukan setiap 7 10 hari atau tergantung kondisi
lahan. Pada waktu pelepasan air dari petak penanaman harus
dilakukan dengan pelan agar tidak terjadi pencucian pupuk dari
bedeng tanaman.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Ulat Grayak. Pengendalian terpadu yang dilakukan adalah
kultur teknis, hayati dan kimiawi. Cara kultur teknis dengan menjaga
kebersihan kebun dari gulma dan sisa-sisa tanaman yang menjadi
tempat persembunyian hama. Cara hayati dengan menyemprotkan
cairan berbahan aktif Bacilus thuringiensis seperi Dipel, Florbac,
Bactospine dan Thuricide. Cara kimiawi dengan menyemprotkan
insektisida Hostathion 40 EC (2 cc/L) atau Orthene 75 SP I g/L.

Budidaya Tanaman Sayuran

23

Kutu Daun. Pengendalian secara terpadu dilakukan dengan


cara kultur teknis yaitu menanam tanaman perangkap (trap crop)
disekeliling kebun cabe misalnya jagung. Cara kimiawi dengan
menyemprotkan insektisida yang efektif dan selektif seperti
Deltamethrin 25 EC (0,1 - 0,2 cc/L), Decis 2,5 EC (0,04% atau
Orthene 75 SP 0,1%.)
Lalat Buah. Pengendalian hama ini dilakukan secara terpadu
dengan cara pergiliran tanaman yang bukan tanaman inang,
mengumpulkan buah cabe yang terserang lalu dimusnahkan;
pemasangan perangkap beracun metil eugenol serta disemprot
dengan insektisida Buldok, Lannate ataupun Tamaron.
Layu bakteri. Penyebaran penyakit dapat melalui benih, bibit,
bahan tanaman yang sakit dan residu tanaman. Pengendalian
terpadu dilakukan dengan perlakuan benih dengan cara direndam
dalam bakterisida Agrimycin 0,5 g/L selama 5 - 15 menit.
Layu fusarium. Penyakit disebabkan organisme cendawan
yang bersifat tular tanah. Gejala serangan adalah terjadinya
pemucatan warna tulang-tulang daun disebelah aas dan diikuti
dengan merunduknya tangkai-tangkai daun. Pengendalian dilakukan
dengan perlakuan benih direndam dalam larutan fungisida Benlate
atau Derosal 0,5 - 1,0 g/L selama 5 - 15 menit. Pengapuran tanah
sebelum tanam dengan dolomit pada tanah yang ber pH rendah.
Panen dan Pasca Panen
Pada umumnya tanaman cabe mulai dipanen pada umur 75 80 hari setelah tanam, panen berikutnya dilakukan selang waktu 2 3 hari sekali. Sedangkan di dataran tinggi panen perdana dimulai
pada umur 90 - 100 hari setelah tanam. Selanjutnya pemetikan buah
dilakukan selang waktu 6 - 10 hari sekali. Panen cabe dipilih pada
tingkat kemasakan 85-90% saat warna buah merah kehitaman.
Untuk mendapatkan harga yang lebih baik, hasil panen
dikelompokkan
berdasarkan
standar
kualitas
permintaan
pasar
seperti untuk supermarket, pasar lokal maupun
pasar eksport. Setelah buah cabe dikelompokkan berdasarkan
kelasnya, maka pengemasan perlu dilakukan untuk melindungi buah
cabe dari kerusakan selama dalam pengangkutan. Kemasan dapat

Budidaya Tanaman Sayuran

24

dibuat dari berbagai bahan dengan memberikan ventilasi. Cabe siap


didistribusikan ke konsumen yang membutuhkan cabe segar.

BUDIDAYA TOMAT

PENDAHULUAN
Tomat (Lycopersicon sp. Mill.) termasuk sayuran buah dan
banyak mengandung vitamin A, Vitamin C, dan sedikit vitamin B.
Beberapa jenis tomat yang biasa dibudidayakan oleh petani antara
lain: (1) tomat biasa (Lycopersicum commune) buahnya bulat pipih,
lunak,
bentuknya
tidak
teratur,
(2)
tomat
Apel
(Lycopersicum pyriforme) buah bulat, kuat dan sedikit keras seperti
buah apel, tumbuh baik di dataran tinggi, dan (3) tomat kentang
(Lycopersicum grandifolium) buah bulat, padat, lebih besar dari
tomat apel, daun lebar agak rimbun.
Tomat tumbuh di dataran rendah dan dataran tinggi. Waktu
tanam yang baik 2 bulan sebelum musim hujan berakhir dan awal
musim kemarau. Tomat menghendaki tanah gembur, kaya humus
dan subur serta drainase baik dan tidak menggenang. pH 5-7. Curah
hujan optimal 100-220 mm/bulan. Temperatur optimum adalah 24C
(siang hari) dan 15 C - 20 C (malam hari).
TEKNOLOGI BUDIDAYA
Benih
Perbanyakan benih tomat secara generatif (biji). Kebutuhan
benih tergantung pada varietas dan jarak tanam dengan kisaran
antara 150-300 gr/ha. Benih disiapkan dengan cara: pilih buah tomat
yang sehat dan matang penuh, lalu diperam 3 hari sampai berwarna
merah gelap dan lunak. Keluarkan biji bersama lendirnya; fermentasi
biji 3 hari sampai lendir dan airnya terpisah dari biji; dicuci dan
dijemur selama 3 hari atau kadar airnya 6%.

Budidaya Tanaman Sayuran

25

Pesemaian
Benih disemai pada persemaian (bedengan/kantong plastik/
polybag). Sebelum disemai, benih direndam dalam larutan Previkur
N (0,1%) selama 2 jam, kemudian dikeringkan. Benih disebar
merata pada bedengan/tempat penyemaian dengan media tanah
dan pupuk organik 1: 1, lalu ditutup dengan daun pisang selama 2-3
hari. Bedengan persemaian diberi naungan/atap dari screen/kassa
plastik transparan. Kemudian persemaian ditutup dengan screen
untuk menghindari OPT. Setelah berumur 7-8 hari, bibit dipindahkan
kedalam bumbunan daun pisang/pot plastik dengan media yang
sama (tanah dan pupuk organik steril). Penyiraman dilakukan setiap
hari. Bibit siap ditanam dilapangan setelah berumru 3-4 minggu atau
sudah memiliki 4-5 helai daun.
Pengolahan Tanah dan Penanaman
Olah tanah dan buat bedengan arah Timur-Barat dengan
ukuran lebar 100-120 cm, panjang sesuai petakan maksimum 15 m
untuk memudahkan dalam pemeliharaan tanaman, tinggi 30-40 cm
dan jarak antara bedengan 20-30 cm. Gunakan pupuk organik
sebanyak 0,5-1 kg untuk setiap lubang. Diamkan lahan selama
1 minggu. Jarak tanam 50x70 cm atau 70x80 cm tergantung
varietas. Penanaman dilakukan sore hari, setelah itu diberi penutup
dari daun-daunan/pelepah pisang, lalu dibuka penutup setelah 4-5
hari. Tiap bedengan berisi 2 baris tanaman.
Pemeliharaan
Berikan pupuk dasar saat tanam, yaitu SP-36 100 kg dan KCL
50 kg/ha dan pupuk organik 2-4 kg/m2. Pupuk susulan I diberikan
14 HST (Hari Setelah Tanam) (75 kg urea) dan pupuk susulan II
diberikan 35 HST (75 kg urea). Pupuk diberikan di sekeliling
tanaman dengan jarak 5 cm dari tanaman, setelah pemupukan
ditutup dengan tanah setebal1-2 cm.
Siram setiap hari. Pada saat berbunga siram 2 hari sekali
hingga berbuah. Penyiangan setelah pemupukan atau tergantung
pada pertumbuhan gulma. 3-4 minggu setelah tanam diberi
ajir/lanjaran untuk menopang tanaman. Lakukan pemangkasan
setelah umur
4-6 minggu. Tomat yang telah mempunyai lima

Budidaya Tanaman Sayuran

26

dompolan buah harus dipotong pucuk batang dan tunas-tunasnya.


Tinggalkan
2-3 tunas yang berada di samping/sebelah bawah
dompolan.
Hama dan Penyakit Utama
Hama yang sering menyerang tanaman tomat yaitu: Heliothis
armigera (buah menjadi busuk dan rontok, juga menyerang pucuk
cabang); Agrotis epsilon (daun tinggal rangkanya); Thrips spp (daun
bergaris kecil berwarna perak dan layu); dan Nematoda
(Meloidogyna sp.) menyerang akar tanaman sehingga berbinti-bintil.
Penyakit yang sering menyerang tanaman tomat antara lain:
(1) Phytoptora infestans (bercak daun pada ujung dan pinggir daun
sebelah
bawah
yang
meluas
keseluruh
daun),
(2) Fusarium oxysporum (tulang daun menguning dan tangkai
merunduk, tanaman kerdil, buah terbentuk tetapi kecil-kecil);
(3) Pseudomonas solanacearum (kelayuan dimulai dari bagian
pucuk dan merambat keseluruh bagian tanaman, batang menjadi
lembek). Kalau terpaksa menggunakan pestisida, gunakan jenis
pestisida yang aman mudah terurai seperti pestisida biologi,
pestisida nabati atau pestisida piretroid sintetik. Penggunaan
pestisida tersebut harus dilakukan dengan benar baik pemilihan
jenis, dosis, volume semprot, cara aplikasi, interval dan waktu
aplikasinya.
Panen dan Pasca Panen
Panen dan petik buah pertama setelah umur 2-3 bulan. Panen
dapat dilakukan antara 10-15 kali pemetikan buah dengan interval
waktu 2-3 hari sekali. Buah yang siap dipanen adalah yang sudah
matang 30%. Total buah yang dapat dipanen dalam satu batang
mencapai 1-2 kg. Untuk pengangkutan ketempat yang jauh, buah
tomat dapat dikemas dalam peti-peti kayu, tiap peti berisikan 20-30
kg buah tomat.

Budidaya Tanaman Sayuran

27

BUDIDAYA TERUNG

PENDAHULUAN
Terung (Solanum melongena) merupakan tanaman semusim
sampai setahun atau tahunan, termasuk dalam famili Solanaceae.
Tanaman terung berbentuk semak atau perdu, dengan tunas yang
tumbuh terus di ketiak daun sehingga tanaman terlihat tegak
menyebar merunduk.
Pada dasarnya terung dapat ditanam di dataran rendah
sampai dataran tinggi. Tanah yang cocok untuk tanaman terong
adalah tanah yang subur, tidak tergenang air, dengan pH 5-6, dan
drainase baik. Tanah lempung dan berpasir sangat baik untuk
tanaman terung.
TEKNOLOGI BUDIDAYA
Benih
Kebutuhan benih untuk satu hektar 150-500 gr biji dengan
daya tumbuh 75%. Biji tumbuh kurang lebih 10 hari setelah disemai.
Buah yang baik diperoleh dari buah yang warna kulit buahnya sudah
menguning minimum 75% terutama pada jenis terung besar dan
dipanen dengan memotong tangkai buahnya.
Persemaian
Sebelum disemai, benih direndam dalam larutan Previkur N
(0,1%) selama 2 jam, kemudian dikeringkan. Benih disebar
merata pada bedengan dengan media berupa campuran tanah dan
pupuk organik (1:1) tutup dengan tanah tipis, kemudian ditutup
dengan alang-alang atau daun pisang selama 2-3 hari. Bedengan
persemaian diberi naungan dan ditutup dengan screen untuk
menghindari serangan OPT. Setelah berumur 7-8 hari, bibit
dipindahkan ke bumbunan daun pisang/pot plastik dengan media
yang sama. Lakukan penyiraman sesuai dengan keadaan tanaman.
Bibit siap dipindahkan ke lapangan setelah mempunyai 4-5 helai
daun.

Budidaya Tanaman Sayuran

28

Pengolahan Tanah
Tanah yang akan ditanami dicangkul 2-3 kali dengan
kedalaman
20-30 cm. Buat bedengan dengan lebar 100-120 cm
dan panjang disesuaikan dengan kondisi lahan, jarak antara
bedengan 50 cm. Pada tanah dengan pH <5 lakukan pengapuran
dengan dolomit/kalsit 1-2 t/ha 3 minggu sebelum tanam. Diantara
bedengan dibuat parit dengan kedalaman 30 cm. Apabila
menggunakan mulsa plastik, pemasangan dilakukan setelah
pembuatan bedengan. Pupuk organik atau kompos diberikan 0,5-1
kg per lubang tanam, 1 minggu sebelum tanam.
Penanaman
Penanaman dilakukan pada pagi atau sore hari. Jarak tanam
dalam barisan 50-70 cm (tergantung varietas) dan jarak antar
barisan
80-90 cm, pada tiap bedengan terdapat dua baris
tanaman. Lakukan penyiraman secukupnya, karena tanaman tidak
tahan terhadap kekeringan dan kelebihan air.
Pemupukan
Pupuk buatan diberikan setelah tanaman berumur 1-2 minggu
setelah tanam berupa ZA dan ZK dengan perbandingan 1:1
sebanyak 10 gr/tanaman disekeliling tanaman dengan jarak 5 cm
dari pangkal batang. Pemupukan berikutnya diberikan saat tanaman
berumur 2-3 bulan, berupa ZA 150 kg dan ZK 150 kg/ha. Pada
musim kemarau pemupukan dianjurkan secara kocor.
Pemeliharaan
Penyiangan dilakukan sesuai dengan keadaan gulma, dapat
dilakukan secara manual atau dengan cangkul. Penyiraman
dilakukan sesuai dengan kebutuhan tanaman, pada musim hujan
drainase perlu diperdalam. Pertumbuhan tanaman yang terlalu subur
perlu dilakukan perompesan yaitu pengurangan daun. Pada
tanaman yang relatif lebih tinggi perlu pemasangan ajir.
Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)
Hama utama yang menyerang tanaman terung antara lain
kutu daun (Myzus persicae), kutu kebul (Bermisida tabaci), pengorok

Budidaya Tanaman Sayuran

29

daun (Lirimyza sp.), dan oteng-oteng (Epilachna sp.) Pengendalian


dapat dilakukan dengan menggunakan perangkap kuning sebanyak
40 buah/ha. Penyakit utama yang menyerang tanaman layu bakteri,
busuk buah bercak daun antraknose busuk leher akar dan rebah
semai. Pengendalian dilakukan dengan menanam varietas tahan,
atur jarak tanam dan pergiliran tanaman, perbaikan drainase, atur
kelembaban dengan jarak tanam agak lebar, cabut dan buang
tanaman sakit. Apabila harus menggunakan pestisida gunakan
pestisida yang aman dan selektif seperti pestisida nabati, biologi
atau pestisida piretroid sintetik.
Panen dan Pasca Panen
Buah pertama dapat dipetik setelah umur 3-4 bulan
tergantung dari jenis varietas. Ciri-ciri buah siap panen adalah
ukurannya telah maksimum dan masih muda. Waktu yang paling
tepat untuk panen pagi atau sore hari. Cara panen buah dipetik
bersama tangkainya dengan tangan atau alat yang tajam. Pemetikan
buah berikutnya dilakukan 3-7 hari sekali dengan cara memilih buah
yang sudah siap dipetik. Buah terung tidak dapat disimpan lama
sehingga harus dipasarkan segera setelah tanam. Sortasi dilakukan
berdasarkan ukuran dan warna.

BUDIDAYA OYONG
PENDAHULUAN
Oyong (Luffa acutangula) atau ridged gourd, disebut juga
gambas. Tanaman ini termasuk dalam famili Cucubitaceae, berasal
dari India, namun telah beradabtasi baik di Asia Tenggara termasuk
Indonesia. Bagian yang dapat dimakan dari gambas adalah buah
muda, daunnya digunakan untuk lalap atau dapat juga digunakan
untuk obat demam.
Tanaman oyong merupakan tanaman setahun dan tumbuh
dari dataran rendah hingga dataran tinggi, dapat ditanam disawah

Budidaya Tanaman Sayuran

30

dan tegalan. Tanaman ini merupakan tanaman memanjat/merambat.


Tanaman oyong membutuhkan iklim yang kering, dengan
ketersedian air yang cukup sepanjang musim. Lingkungan tumbuh
ideal bagi tanaman oyong adalah di daerah yang bersuhu 18-240C,
kelembaban 50-60%. Untuk mendapatkan hasil yang opti mal,
tanaman oyong membutuhkan tanah yang subur, gembur, banyak
mengandung humus, beraerasi dan berdrainase baik, serta
mempunyai pH 5,5-6,8. Tanah yang paling ideal adalah jenis tanah
liat berpasir, seperti tanah latosol dan aluvial.
TEKNOLOGI BUDIDAYA
Pembuatan Benih
Untuk membuat benih sendiri dapat dilakukan dengan
melakukan panen oyong kurang lebih 110 hari setelah semai
ditandai dengan buah telah berwarna coklat, kering, bijinya berwarna
hitam. Buah dipotong melintang, bijinya dikeluarkan, dibungkus
kertas dikeringkan hingga kadar air mencapai 8%. Bijinya disimpan
di stoples dan ditutup rapat yang telah diisi desikan berupa arang
atau abu sekam.
Persemaian
Oyong diperbanyak dengan biji, dapat ditanam langsung
kelapangan dengan menggunakan para-para atau teralis untuk
tempat merambatnya sulur. Apabila rambatan belum siap dan
persediaan benih terbatas, benih dapat disemaikan dulu
menggunakan kantong plastik hitam yang berdiameter 5 cm yang
diisi 2 benih/kantung. Bibit dapat dipindahkan kelapangan setelah
berumur 15-21 hari atau setelah berdaun 3-5 helai.
Pengolahan Tanah
Sistem lubang tanam. Tanah dicangkul sampai gembur. Buat
lubang tanam dengan ukuran 20 x 60 cm atau 20 x 10 cm. masukan
pupuk organik 0,5-1 kg/lubang tanam.
Sistim bedengan. Tanah dicangkul hingga gembur, kemudian
buat bedengan dengan ukuran lebar 260 cm, panjang disesuaikan

Budidaya Tanaman Sayuran

31

dengan keadaan lahan, tinggi 30 cm, dan jarak antara bedengan


60 cm. Lubang tanam dibuat dengan ukuran 20 x 60 cm atau
20 x 10 cm kemudian masukkan pupuk organik 0,5-1 kg/lubang
tanam.
Penanaman dan Pemupukan
Benih ditanam langsung atau melalui persemain terlebih
dahulu. Bila ditanam secara langsung masukkan biji oyong 2-3 butir
tiap lubang tanam, kemudian ditutup dengan tanah setebal 1,5 cm.
Selama satu musim pupuk yang digunakan adalah NPK (16:16:16)
300 kg + Urea 100 kg/ha. Pemupukan dilakukan pada saat tanam, 2,
4, 6 dan 8 minggu setelah tanam dengan dosis masing-masing
seperlima takaran. Pada musim kemaru pemupukan dianjurkan
secara kocor.
Pemeliharaan Tanaman
Pemasangan rambatan atau para-para dilakukan saat
tanaman berumur 10-15 hari setelah tanam. Para-para bisa
berbentuk A, setengah lengkung, lengkungan atau persegi panjang.
Bila diperlukan lakukan pemangkasan pada tanaman oyong yang
daunnya terlalu rimbun. Penyiraman dilakukan disesuaikan dengan
kondisi tanaman. Penyiangan disesuaikan dengan keadaan gulma,
dapat dilakukan secara manual dengan tangan atau cangkul.
Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)
OPT penting yang meyerang tanaman oyong antara lain
kumbang daun, ulat grayak, ulat tanah, lalat buah, busuk daun,
embun tepung antraknos, layu bakteri dan virus mosaik.
Pengendalian OPT dilakukan tergantung pada OPT yang
menyerang. Bila harus menggunakan pestisida, gunakan pestisida
yang relative aman sesuai rekomendasi dan penggunaan pestisida
hendaknya tepat dalam pemilihan jenis, dosis, volume semprot,
waktu aplikasi, interval aplikasi serta cara aplikasinya.
Panen dan Pasca Panen
Pemanenan oyong dapat dilakukan berulang-ulang. Panen
pertama dilakukan pada saat tanaman berumur 40-70 hari setelah

Budidaya Tanaman Sayuran

32

tanam. Ciri-ciri umum buah oyong yang siap dipanen antara lain
adalah buah berukuran maksimum, tidak terlalu tua, belum berserat,
dan mudah dipatahkan. Produksi buah oyong setiap tanaman
mencapai 15-20 buah atau 8-12 ton per hektar. Buah oyong mudah
rusak sehingga pengemasan yang baik diperlukan untuk
memperpanjang daya simpan, terutama jika untuk pengiriman jarak
jauh. Pada suhu 12-16oC, buah oyong bisa disimpan sampai 2-3
minggu.

BUDIDAYA PARIA
PENDAHULUAN
Paria atau pare (Momordica charantia L.) merupakan tanaman
sayuran setahun atau tahunan, termasuk dalam famili
Cucurbitaceae. Ada 2 tipe kultivar yang menghasilkan buah
meruncing pada ujungnya, dan kultivar yang menghasilkan buah
yang tidak meruncing. Buah paria merupakan sumber vitamin C,
vitamin A, fosfor dan besi. Ujung batang paria merupakan pro-vit A,
protein, tiamin dan vitamin C.
Paria cocok dibudidayakan pada daerah dengan ketinggian
0-1000 m dpl dengan pH 5-6. Tanaman ini beradaptasi dengan baik
pada tanah lempung berpasir dengan draenase baik dan kaya bahan
organik. Suhu optimum untuk pertumbuhan berkisar antara 24-270C.
TEKNOLOGI BUDIDAYA
Persiapan Lahan
Paria biasanya ditanam di atas bedengan, dengan ukuran
lebar 1,5-2,5 m, panjang disesuaikan dengan kondisi lahan, tinggi
bedengan 20 cm pada musim kemarau dan 30 cm pada musim
hujan. Jarak tanam 100 x 100 cm, 75 x 75 cm, atau 45 x 60 cm
dalam barisan dan 120 x150 cm antar baris. Dalam satu bedengan
terdapat dua barisan.

Budidaya Tanaman Sayuran

33

Pupuk Dasar
Pupuk kandang digunakan bersamaan dengan pengolahan
lahan sebanyak 10-15 ton/ha dengan cara ditabur secara merata,
atau ditempatkan pada lubang tanam 3 minggu sebelum tanam.
Penanaman
Penanaman dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan
ditanam langsung dan dengan semai terlebih dahulu. Tanaman yang
mati atau tidak tumbuh harus segera disulam.
Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman yang umum dilakukan berupa
pemberian para-para, penyiangan, pengairan, pemupukan, pruning
(pemangkasan) dan pengendalian hama penyakit.
Paria memerlukan penopang, atau rambatan untuk
meningkatkan produksi buah, memudahkan pengendalian OPT dan
pemanenan. Rambatan diberikan saat tanaman berumur 3 minggu.
Rambatan dapat berupa ajir, teralis, dan tunnel setinggi 1,5-2 m.
Penyiangan dilakukan sesuai dengan pertumbuhan gulma
bersamaan dengan pembubunan. Untuk mengendalikan gulma
dapat juga digunakan mulsa alang-alang atau mulsa plastik hitam
perak (MPHP). Pemasangan MPHP dilakukan setelah pengolahan
tanah kedua atau setelah pembuatan bedengan.
Tanaman paria tidak tahan kekeringan, perlu penyiraman
disesuaikan dengan kondisi tanaman. Pembuatan parit disekeliling
guludan sangat diperlukan untuk mengurangi genangan air, hal ini
dilakukan pada musim penghujan. Pemupukan susulan pertama
diberikan pada saat tanaman berumur 3 minggu. Sedangkan
pemupukan susulan berikutnya dilakukan dengan interval 2 minggu
sampai tanaman berumur 4 bulan. Pupuk susulannya berupa NPK
(15:15:15) 5-10 gr/tanaman diberikan dengan cara larikan atau
ditugal 10 cm dari tanaman, pada musim kemarau dianjurkan
dengan cara dikocor.

Budidaya Tanaman Sayuran

34

Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)


Hama yang sering ditemukan adalah lalat buah, Epilachna sp,.
Kutu daun, trips, tungau dan siput dapat dikendalikan dengan
pestisida yang selektif. Penyakit yang umum ditemukan adalah
berupa embun tepung, layu bakteri, layu fusarium, serkospora dan
virus (CMV). Pengendalian dilakukan dengan sanitasi dan
menggunakan fungisida.
Panen dan Pasca Panen
Panen buah konsumsi dilakukan saat buah masih belum
terlalu tua. Panen sebaiknya menggunakan pisau yang tajam.
Produksi buah dapat mencapai 10-12 buah per batang atau 10-15
ton/ha. Sortasi untuk memisahklan buah yang rusak dan penyakit
sangat diperlukan untuk menjaga kualitas panenan. Buah paria tidak
tahan lama sehingga sebaiknya segera dipasarkan setelah panen.
Penyimpanan pada suhu 12-130C dan kelembaban 85-90% dapat
menjaga kualitas buah sampai 2-3 minggu.

BUDIDAYA KACANG PANJANG


PENDAHULUAN
Kacang panjang (Vigna sinensis) termasuk famili Febaceae
dan merupakan salah satu komoditi sayuran yang banyak
diusahakan di daerah dataran rendah pada ketinggian 0-200 m dpl.
Kacang panjang merupakan salah satu sumber protein nabati yang
banyak dikonsumsi sebagian besar penduduk Indonesia.
Pada dasarnya kacang panjang dapat dibudidayakan pada
berbagai jenis tanah, namun jenis tanah yang paling cocok adalah
tanah Regosol, Latosol dan Aluvial dengan temperatur berkisar 18320C, kemasaman tanah (pH) 5,5-6,5.

Budidaya Tanaman Sayuran

35

TEKNOLOGI BUDIDAYA
Benih
Ada beberapa varietas/kultivar kacang panjang, antara lain
KP-1 (lokal Bekasi), KP-2 (lokal Bogor) yang toleran terhadap hama
pengerek polong (Maruca testulasis) dan penyakit busuk polong
(Colletotrichum lindemuthianum). Kebutuhan benih kacang panjang
per hektar sekitar 20 kg.
Persiapan Lahan
Bersihkan lahan dan dibajak/cangkul hingga tanah menjadi
gembur. Buat bedengan dengan ukuran lebar 60-80 cm, jarak antara
bedengan 50 cm, tinggi 30 cm, panjang tergantung lahan. Untuk
sistem guludan lebar dasar 30-40 cm dan lebar atas 30-50 cm dan
jarak antara guludan 30-40 cm. Lakukan pengapuran 3-4 minggu
sebelum tanam jika pH tanah kurang dari 5,5 dengan dolomit/kalsit
sebanyak 1-2 ton/ha dicampurkan secara merata dengan tanah
pada kedalaman 30 cm. Jika menggunakan MPHP dapat dipasang
satu minggu sebelum tanam atau setelah pembuatan bedengan.
Penanaman
Jarak tanam untuk tipe merambat 20x50 cm, 40x60 cm, 30x40
cm, untuk tipe tegak 20x40 cm, 30x60 cm. Kacang panjang dapat
ditanam sepanjang musim asal air tanahnya memadai. Benih
dimasukkan ke dalam lubang tanam sebanyak 2 biji, tutup dengan
tanah tipis atau dengan abu dapur.
Pemeliharaan Tanaman
Benih kacang panjang akan tumbuh 3-5 hari setelah tanam.
Benih yang tidak tumbuh segera disulam. Penyiangan dilakukan
pada waktu tanaman berumur 2-3 minggu setelah tanam, tergantung
pertumbuhan rumput. Penyiangan dengan cara mencabut rumput
liar/membersihkan dengan alat kored atau cangkul. Pemasangan
ajir/turus dari kayu/bambu yang tingginya 2 m untuk menjaga agar
tanaman tidak roboh. Tiap empat buah turus ujungnya diikat menjadi
satu. Bila tanaman terlalu subur dapat dilakukan pemangkasan

Budidaya Tanaman Sayuran

36

daun, perlu dilakukan penyiraman dan pembuatan parit untuk


membuang air yang berlebih.
Pemupukan
Pupuk dasar berupa pupuk kandang 10-15 ton/ha diberikan
3 minggu sebelum tanam dengan jalan diaduk secara merata
dengan tanah lapisan atas atau langsung pada lobang tanam. Pupuk
TSP 75-100 kg, KCl 75-100 kg dan Urea 25-30 kg/ha diberikan pada
lubang tanam 3 hari sebelum tanam. Pupuk susulan Urea
25-30 kg/ha diberikan 3 minggu setelah tanam secara tugal 10 cm
dari batang tanaman.
Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)
Lalat kacang (Ophiomya phaseoli Tryon), Gejala: terdapat
bintik-bintik putih sekitar tulang daun, pertumbuhan tanaman yang
terserang terhambat dan daun berwarna kekuningan, pangkal
batang terjadi perakaran sekunder dan membengkak. Pengendalian:
dengan cara pergiliran tanaman yang bukan dari famili kacangkacangan.
Kutu daun (Aphis cracivora Koch) Gejala: pertumbuhan
terlambat karena hama mengisap cairan sel tanaman. Kutu
bergerombol di pucuk tanaman dan berperan sebagai vektor virus.
Pengendalian: dengan cara pergiliran tanaman yang bukan dari
famili kacang-kacangan.
Ulat grayak (Spodoptera litura F.) Gejala: daun berlubang
dengan ukuran tidak pasti, serangan berat di musim kemarau, juga
menyerang polong. Pengendalian: dengan kultur teknis, rotasi
tanaman, penanaman serempak.
Penggerek biji (Callosobruchus maculatus L) Gejala: biji
dirusak berlubang-lubang, hancur sampai 90%. Pengendalian:
dengan membersihkan dan memusnahkan sisa-sisa tanaman
tempat persembunyian hama. Benih kacang panjang diberi
perlakuan minyak jagung 10 cc/kg biji.
Ulat bunga (Maruca testualis) Gejala: larva menyerang bunga
yang sedang membuka, kemudian memakan polong. Pengendalian:
dengan rotasi tanaman dan menjaga kebersihan kebun dari sisa-sisa
tanaman.

Budidaya Tanaman Sayuran

37

Penyakit Antraknose (jamur Colletotricum lindemuthianum)


Gejala serangan dapat diamati pada bibit yang baru berkecamabah,
semacam kanker berwarna coklat pada bagian batang dan keping
biji. Pengendalian: dengan rotasi tanaman.
Penyakit mozaik (virus Cowpea Aphid Borne Virus/CAMV).
Gejala: pada daun-daun muda terdapat gambaran mosaik yang
warnanya tidak beraturan. Penyakit ditularkan oleh vektor kutu daun.
Pengendalian: gunakan benih sehat dan bebas virus, semprot vector
kutu daun, tanaman yang terserang dicabut dan dibakar.
Penyakit sapu (virus Cowpea Witches-broom Virus Cowpea
Stunt Virus.) Gejala: pertumbuhan tanaman terhambat, ruas-ruas
(buku-buku) batang membentuk "sapu". Penyakit ditularkan kutu
daun. Pengendalian: gunakan benih sehat dan bebas virus, semprot
vector kutu daun, tanaman yang terserang dicabut dan dibakar.
Layu bakteri (Pseudomonas solanacearum) Gejala: tanaman
mendadak layu dan serangan berat menyebabkan tanaman mati.
Pengendalian: dengan rotasi tanaman, perbaikan drainase dan
pemusnahan.
Panen dan Pasca Panen
Ciri-ciri polong siap dipanen adalah ukuran polong telah
maksimal, mudah dipatahkan dan biji-bijinya di dalam polong tidak
menonjol. Waktu panen yang paling baik pada pagi/sore hari. Umur
tanaman siap panen 3,5-4 bulan. Cara panen pada tanaman kacang
panjang tipe merambat dengan memotong tangkai buah dengan
pisau tajam. Selepas panen, polong kacang panjang dikumpulkan di
tempat penampungan, lalu disortasi. Polong kacang panjang diikat
dengan bobot maksimal 1 kg dan siap dipasarkan.

Budidaya Tanaman Sayuran

38

BUDIDAYA MENTIMUN

PENDAHULUAN
Mentimun (Cucumis sativus L.) termasuk dalam famili
Cucurbitaceae. Kegunaan mentimun antara lain untuk makanan
segar, jus/minuman dan sebagai bahan dasar acar.
Adaptasi mentimun pada berbagai iklim cukup baik, namun
pertumbuhan optimum pada iklim kering dengan ketinggian 400 m
dpl. Cukup mendapat sinar matahari, temperatur 21,1 - 26,7C dan
tidak banyak hujan. Tekstur tanah berkadar liat rendah dengan pH
6-7.
TEKNOLOGI BUDIDAYA
Perkecambahan Benih
Perkecambahan dilakukan di bak berukuran 10 x 50 cm atau
tergantung kebutuhan. Bak diisi pasir (yang telah diayak) setinggi
7-8 cm, dan diatas pasir tersebut dibuat alur tanam berkedalaman
1 cm dan jarak antara alur 5 cm, panjang alur 4 cm sesuai dengan
panjang bak. Benih mentimun disebar dalam alur tanam secara
rapat dan merata kemudian ditutup dengan pasir dan disiram air
hingga lembab.
Persemaian
Benih yang berkecambah dipindahkan kepolibag semai dan
letakkan di tempat yang terlindung dari sinar matahari, hujan dan
juga OPT. Setelah berumur 12 hari atau berdaun 3-4 helai bibit
dapat dipindahkan kelapangan.
Persiapan Lahan
Bersihkan lahan dari gulma, rumput, pohon yang tidak
diperlukan. Berikan kapur kalsit/dolomit pada pH tanah < 6,
sebanyak
1-2 ton/ha, 3-4 minggu sebelum tanam. Tanah
dibajak/dicangkul sedalam 30-35 cm sambil membalikkan tanah dan
biarkan 2 minggu. Olah tanah kembali sambil membuat bedengan

Budidaya Tanaman Sayuran

39

lebar 100 cm, tinggi 30 cm dan jarak antar bedengan 30 cm.


Tambahkan pupuk kandang 20-30 ton/ha atau 0,5 kg ke setiap
lubang tanam 2 minggu sebelum tanam.
Penanaman
Bibit yang sudah mempunyai 2-3 helai daun sejati siap
ditanam. Ada beberapa cara tanam yang dapat digunakan : Cara
tanam baris dengan jarak tanam 30 x 40 cm (menggunakan
rambatan tunggal atau ganda), lubang tanam berupa alur. Cara
tanam persegi panjang dengan jarak tanam 90 x 60 cm
(menggunakan sistem rambatan piramida). Cara tanam persegi
panjang dengan jarak tanam
80 x 50 cm (menggunakan
sistem rambatan para-para).
Pemeliharaan
Tanaman yang rusak atau mati dicabut dan segera disulam
dengan tanaman yang baik. Bersihkan gulma (bisa bersama waktu
pemupukan). Pasang ajir pada 5 hari setelah tanam untuk
merambatkan tanaman. Daun yang terlalu lebat dipangkas,
dilakukan 3 minggu setelah tanam pada pagi atau sore hari.
Pengairan dan penyiraman rutin dilakukan setiap pagi dan sore hari
dengan cara di siram atau menggenangi lahan selama 15-30 menit.
Selanjutnya pengairan hanya dilakukan jika diperlukan dan
diintensifkan kembali pada masa pembungaan dan pembuahan.
Budidaya mentimun dapat juga dilakukan dengan menggunakan
MPHP, pemasangan dilakukan setelah pembuatan bedengan.
Pemupukan
Pupuk yang digunakan Urea 225, ZA 150 KCl 525 kg/ha.
Pemupukan dilakukan dua kali yaitu setengah dosis satu minggu
sebelum tanam dan setengan dosis sisanya pada saat tanaman
berumur 30 hst. Pemupukan dilakukan secara tugal 10-15 cm dari
batang tanaman atau dapat juga dilakukan secara kocor terutama
untuk pupuk susulan.

Budidaya Tanaman Sayuran

40

Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)


Beberapa OPT penting pada mentimun antara lain: Kumbang
mentimun (Aulacophora sp.) menyebabkan daun berlubang tak
beraturan. Kumbang totol hitam (Henosepilachna Sp.) menyebabkan
kerusakan yang ditimbulkan oleh hama ini hampir sama dengan
kerusakan yang ditimbulkan oleh kumbang mentimun. Pengendalian
secara fisik (mengambil dan memusnahkan telur, larva, imago
menjadi sumber inokulum penyakit). Pengendalian kimiawi secara
selektif mengunakan pestisida yang tepat.
Panen dan Pasca Panen
Panen pertama mentimun dapat dilakukan setelah tanaman
berumur 75-85 hari. Masa panen dapat berlangsung 1-1,5 bulan.
Panen dilakukan setiap hari, umumnya diperoleh 1-2 buah/tanaman
setiap kali petik. Produksi buah mentimun mencapai 12-30 ton/ha.
Pasca panen, mentimun mudah mengalami kehilangan kandungan
air setelah panen sehingga buah menjadi keriput dan tidak tahan
lama. Oleh sebab itu setelah panen mentimun disimpan ditempat
sejuk. Sebaiknya disimpan pada wadah yang berlobang agar
sirkulasi udara lancar.

Budidaya Tanaman Sayuran

41

DAFTAR PUSTAKA

Badan Litbang Pertanian. 2002. Prospek Pertanian Organik di


Indonesia. IAARD.online.
BSN. 2002. Sistem Pangan Organik. SIN 01-6729-2002. Badan
Standarisasi Nasional 45 hlm.
Edi S., Araz Meilin, Dewi Novalinda dan Kiki Suheiti. 2008. Laporan
Akhir Prima Tani Lahan Kering Dataran Rendah Ilim Basah di
Kelurahan Paal Merah Kota Jambi. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Jambi. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
IFOAM. 2005. Principles of Organic Agriculture. IFOAM General
Asembly. Adelaide. Niocert.or.id/infoguide-nfo.php?id=76-23k
25 September 2007.
Pemerintah Daerah Provinsi Jambi. 2008. Laporan Hasil
Pelaksanaan Sertifikasi Produk Prima 3 Tahun 2008. Badan
Bimas Ketahanan Pangan Provinsi Jambi.
Prihatini, T., A. Kentjanasari dan J. Sri Adiningsih, 1996.
Peningkatan Kesuburan Tanah Melalui Pemanfaatan
Biofertilizer dan Bahan Organik. Makalah dsampaikan dalam
Seminar Nasional Pengelolaan Tanah Masam Secara Biologi.
Universitas Brawijaya, Malang.
Pracaya. 2002. Bertanam Sayuran Organik di Kebun, Pot dan
Polybag. Penebar Swadaya, Jakarta.
Setiawati W., Rini Murtiningsih, Gina Aliya Sopha dan Tri Handayani.
2007. Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Sayuran. TIM
Prima Tani. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian.
Sutanto R, 2002. Pertanian Organik : Menuju Pertanian Alternatif
dan Berkelanjutan. Kanisius Yogyakarta. Hal. 19-31.

Budidaya Tanaman Sayuran

42

LAMPIRAN 1. PUPUK ORGANIK


A. Pupuk Organik Padat
1. Bokashi Jerami
Bahan
Jerami
Dedak
Sekam
Gula pasir
EM 4
Air

200 kg (dipotong 5-10 cm)


10 kg
200 kg
10 sendok makan
200 ml (20 sendok makan)
secukupnya

2. Bokashi Pupuk Kandang


Bahan
Pupuk kandang
Dedak
Sekam
Gula pasir
EM4
Air

300 kg
10 kg
200 kg
10 sendok makan
200 ml (20 sendok makan)
secukupnya

3. Bokashi Pupuk Kandang-Arang


Bahan
Pupuk kandang
Dedak
Arang sekam/arang serbuk gergaji
Gula pasir
EM4
Air

200 kg
10 kg
100 kg
10 sendok makan
20 ml
secukupnya

4. Bokashi Pupuk Kandang Tanah


Bahan
Tanah
Pupuk kandang
Dedak
Arang sekam/arang serbuk gergaji
Gula pasir
EM4
Air

Budidaya Tanaman Sayuran

20 kg
10 kg
10 kg
10 kg
5 sendok makan
200 ml
secukupnya

43

5. Bokashi ekspres
Bahan
Jerami (daun) kering/sekam/serbuk
gergaji (dipotong 5-10 cm)
Bokashi yang sudah jadi
Dedak
Gula pasir
EM4
Air

200 kg
20 kg
20 kg
5 sendok makan
200 ml
secukupnya

Cara pembuatan :
a)

Larutan EM4 + gula + air dicampur merata.

b)

Untuk masing-masing bokashi :


Bokashi jerami: jerami yang telah dipotong-potong + dedak +
sekam dicampur merata.
Bokashi pupuk kandang: pupuk kandang + sekam + dedak
dicampur merata.
Bokashi pupuk kandang arang: pupuk kandang + dedak +
arang sekam/arang serbuk gergaji dicampur merata.
Bokashi pupuk kandang tanah: tanah + pupuk kandang +
arang sekam/arang serbuk gergaji + dedak dicampur
merata.
Bokashi ekspres: jerami kering (bahan yang lain) + bokashi
yangsudah jadi + dedak dicampur merata.

c)

Bahan (2) disiram larutan (1). Pencampuran dilakukan


perlahan-lahan dan merata hingga kandungan air kurang lebih
30-40%. Kandungan air yang diinginkan diuji dengan
menggenggam bahan. Kandungan air 30-40% ditandai dengan
tidak menetesnya air bila bahan digenggam dan akan mekar
bila genggaman dilepaskan.

d)

Bahan yang telah dicampur tersebut diletakkan di atas tempat


yang kering atau dapat juga dimasukkan ke dalam ember atau
karung. Bila diletakkan di lantai, bahan sebaiknya ditumpuk
secara teratur. Tumpukan bahan umumnya setinggi 15-20 cm,
tetapi dapat juga hingga 1,5 m. Setelah itu, tumpukan bahan
ditutup dengan karung goni atau terpal.

Budidaya Tanaman Sayuran

44

e)

Suhu tumpukan dipertahankan antara 40-50oC. Untuk


mengontrolnya, setiap 5 jam sekali (minimal sehari sekali)
suhunya diukur. Apabila suhunya tinggi maka bahan tersebut
dibalik, didiamkan sebentar agar suhu turun, lalu ditutup
kembali. Demikian seterusnya.

f)

Proses fermentasi ini berlangsung sekitar 4-7 hari, kecuali untuk


bokashi ekspres, fermentasi ber langsung 24 jam. Apabila
bahannya mengandung minyak (seperti minyak kayu putih,
nilam, cengkih, ampas kelapa, atau ampas tahu), proses
fermentasi berlangsung lebih lama, sekitar 14-29 hari karena
dibutuhkan waktu untuk menetralisir minyak tersebut.

g)

Setelah bahan menjadi bokashi, karung goni dapat dibuka.


Bokashi ini dicirikan dengan warna hitam, gembur, tidak panas,
dan tidak berbau. Dalam kondisi seperti itu, bokashi telah dapat
digunakan sebagai pupuk.

Penggunaan :
Bokashi dapat digunakan seperti pupuk kandang atau pupuk
kompos. Dosis yang umum digunakan yaitu 2-4 kg/m tergantung
kesuburan tanah.
Penggunaan berbagai macam bokashi secara umum sama.
Namun, alangkah baiknya bila penggunaannya disesuaikan dengan
unsur hara dalam bokashi tersebut.
a) Bokashi jerami dan bokashi pupuk kandang baik digunakan
untuk melanjutkan fermentasi penutup tanah (mulsa) dari bahan
organik dan digunakan di lahan sawah karena ketersediaan
bahannya cukup.
b) Bokashi pupuk kandang dan bokashi pupuk kandang tanah baik
digunakan untuk media pembibitan dan media tanaman yang
masih kecil.
c) Bokashi ekspres baik digunakan untuk penutup tanah (mulsa)
pada tanaman sayur dan buah-buahan.

Keunggulan :
Dengan bantuan EM4, bokashi yang diperoleh sudah dapat
digunakan dalam waktu yang relatif singkat, yaitu setelah proses
4-7 hari. Selain itu, bokashi hasil pengomposan tidak panas, tidak

Budidaya Tanaman Sayuran

45

berbau busuk, tidak mengundang hama dan penyakit, serta tidak


membahayakan pertumbuhan atau produksi tanaman.
6. Trichokompos
Bahan :
Kotoran ternak
Arang sekam
Trichoderma padat
Air

5 karung (100 kg)


1 karung (10 kg )
250 gram
secukupnya

Cara Pembuatan :
1. Campurkan kotoran ternak,arang sekam dan Trichoderma
2. Aduk hingga rata dan lembabkan dengan air secukupnya.
3. Tutup dengan plastik hitam/karung
4. Inkubasi 7-10 hari Trichokompos siap diaplikasikan
Kandungan Hara Trichokompos
Berdasarkan
uji
Laboratorium,
kandungan
hara
Trichokompos dari bahan organik kotoran sapi adalah sebagai
berikut : N 0,50%, P 0,28%, K 0,42%, Ca 1,035 ppm, Fe 958
ppm, Mn 147 ppm, Cu 4 ppm, Zn 25 ppm.
Aplikasi
Untuk tanaman sayuran penghasil buah diberikan kelobang
tanam 200 gram/lobang, sedangkan untuk tanaman penghasil
daun diberikan 2-4 kg/m2.
B. Pupuk Organik Cair
1. Pupuk Cair Organik Menggunakan Kotoran Domba
Bahan dan Alat :
- Kotoran Domba / Kambing
- Air bersih (dalam artian tidak tercemar bahan kimia beracun
/ berbahaya)
- Ragi tape (boleh ditambah bioaktivator seperti yang banyak
dijual di pasar, kalau ada)
- Tong / drum ukuran volume 100-120 liter.

Budidaya Tanaman Sayuran

46

Cara membuat :
1. 2/3 bagian drum diisi kotoran domba/kambing.
2. Tabur 3-5 butir ragi tape yang sudah dihaluskan ( kalau ada
boleh ditambah starter/ bioaktivator yang dapat dibeli di
pasar)
3. Isi air sampai dengan menutupi 1/3 bagian sisa. Lalu tutup
drum/tong agar proses fermentasi berlangsung baik.
4. Setiap satu hari buka penutup drum aduk-aduk bahan
selama lebih kurang 5 menit, Pupuk Organik cair ini siap
digunakan setelah 7 hari.
Catatan Tambahan :
Pupuk Organik Cair (POC) ini paling cocok untuk diterapkan
sebagai pupuk tanaman sayuran/ hortikultura.
Cara Penggunaan :
Campurkan 15 cc POC dengan 1 liter air, berikan dengan
cara di kocor sebanyak lebih kurang 1 gelas bekas air
kemasan perpohon. Berikan pada tanaman 1 minggu 1 kali.
Ampas (padatan) yang tersisa di dalam tong/drum dapat
dimanfaatkan sebagai kompos.
2. Pupuk Organik Cair MOL Hijau
Bahan dan Alat:
Pucuk daun apa saja yang berwarna hijau (Daun pepaya,
daun tomat, daun teh-tehan, daun kiambang yang ada di
sawah, daun eceng gondok). Banyaknya 1 kg atau sekitar 1
kantong kresek plastik besar.
Kotoran Sapi atau kotoran kambing atau kotoran ayam
sebanyak 1 kg
Gula pasir sebanyak kg
Air kelapa 2 gelas minum
Tanah hidup yaitu tanah selokan sebanyak kg (di dalam
tanah selokan ini diharapkan banyak mikro organism yang
hidup)
Air sebanyak 40 liter
Tong plastik ukuran sedang kira-kira volume 50 liter

Budidaya Tanaman Sayuran

47

Cara Membuat :
1. Daun-daun hijau dipotong kecil-kecil, bersama bahan-bahan
lain yang telah disiapkan semuanya dimasukkan ke dalam
tong plastik.
2. Campurkan dan diaduk hingga rata, kemudian tong ditutup
dengan tutup yang berlubang-lubang supaya ada sirkulasi
udara.
3. Aduk tiap hari, setelah lima hari pupuk cair ini bisa
dimanfaatkan.
Catatan
Pupuk cair ini adalah MOL hijau atau mikro organisme
local. Warnanya hijau pekat, maka untuk mudahnya sebut saja
MOL hijau. Baunya agak menyengat. Cara memanfaatkannya,
ambil MOL hijau dari tong sebanyak 1 kaleng susu kecil.
Masukkan dalam ember plastic, dan campurkan dengan air
sebanyak 15 kaleng susu kecil. Aduk sampai rata, lalu siramkan
pada media tanam di pot atau di kebun rumah tangga kita.
Menyiram MOL ke tanaman kita tidak tiap hari, tetapi 3
hari sekali. Siramkan pada media tanahnya, bukan pada batang
tanamannya.
3.

Pupuk Organik Cair Dengan Bahan Sabut Kelapa


Pupuk Organik Cair dari limbah sabut kelapa ini sebagai
pengganti pupuk KCl (kimia). Hasil panen dari lahan yang di
beri pupuk cair ini juga tidak jauh beda ketika memakai pupuk
kimia.
Bahan dan Alat :
Sabut kelapa 25 kg
Satu drum bekas
Air 40 liter
Cara Pembuatan :
a. Sabut kelapa yang telah dibersihkan dimasukkan ke dalam
drum
b. Tuangkan air ke dalam drum hingga separuhnya terisi

Budidaya Tanaman Sayuran

48

c. Drum harus tertutup rapat, kedap air dan tidak terkena sinar
matahari langsung
d. Diamkan rendaman selama 15 hari
e. Setelah 15 hari buka tutup drum dan perhatikan air
rendaman. Jika berwarna kuning kehitaman, pupuk cair
siap digunakan.
Aturan Pakai :
a. Pemupukan lahan dilakukan dua kali dalam satu musim
tanam
b. Pertama sebagai pupuk dasar sebelum lahan ditanami atau
pada fase pengolahan tanah
c. Kedua pupuk diberikan setelah padi memasuki masa
primordial (awal tumbuh). Pupuk disemprotkan pada
batang padi tanpa dicairkan lagi (ditambah air)

Budidaya Tanaman Sayuran

49

LAMPIRAN 2. PESTISIDA NABATI


A.
1.

Untuk Pengendalian Hama Tanaman


Untuk mengendalikan organisme penggangu tanaman
Bahan :
Daun mimba
Lengkuas
Serai
Deterjen
air

8 kg
6 kg
6 kg
20 g
20 liter

Cara membuat
Daun mimba, lengkuas dan serai ditumbuk atau
dihaluskan. Seluruh bahan diaduk merata dalam 20 liter air, lalu
direndam sehari semalam (24 jam). Keesokan harinya larutan
disaring dengan kain halus. Larutan hasil penyaringan
diencerkan kembali dengan 600 liter air. Larutan sebanyak itu
dapat digunakan untuk lahan seluas 1 ha.
2. Untuk mengendalikan hama T. Parvispinus
Bahan :
Daun sirsak 50-100 lembar
Deterjen atau sabun colek 15 g
Air 5 liter
Cara membuat :
Daun sirsak ditumbuk halus dicampur dengan 5 liter air
tambahkan deterjen dan diendapkan semalam. Keesokan
harinya larutan disaring dengan kain halus. Setiap 1 liter larutan
hasil saringan diencerkan dengan 10-15 liter air.

Budidaya Tanaman Sayuran

50

3. Untuk Ulat pada bawang merah, cabe, dan lain-lain


Bahan :
Gadung racun
Tembakau
Kecubung/ serai
EM 4
Gula pasir
Air

1 kg
1 kg
1 kg
1 liter
50 gram
5 liter

Cara membuat :
Semua bahan ditumbuk halus, tambahkan EM 4 dan gula.
Fermentasi dilakukan selama 1 minggu kemudian disaring.
Aplikasi :
Semprotkan ketanaman, khususnya arahkan ke hama
pada pagi dan sore hari dengan konsentrasi 100 ml/tangki, bisa
ditambah zat perekat. Frekuensi semprotan 2 x seminggu.
4. Untuk hama pengisap dan Namur
Bahan :
Daun nimba/ mindi/kipahit/babadotan
Daun serai
Lengkuas
EM 4
Air
Gula pasir

8 kg
6 kg
6 kg
1 liter
20 liter
250 gram

Cara membuat :
Semua bahan ditumbuk halus, tambah EM 4 dan gula.
Fermentasi selama 1 minggu kemudian disaring.

Budidaya Tanaman Sayuran

51

Aplikasi :
Semprotkan ketanaman, khususnya arahkan ke hama
pada pagi dan sore hari dengan konsentrasi 100 ml/tangki, bisa
ditambah zat perekat. Frekuensi semprotan 2 x seminggu.
5. Untuk hama belalang dan ulat
Bahan :
Daun sirsak
Daun tembakau
Deterjen
Air

50 lembar
5 lembar/tembakau kering 0,25 ons
20 gram
20 liter

Cara membuat :
Daun sirsak dan tembakau ditumbuk halus, tambahkan
deterjen dan aduk rata, endapkan semalam dan saring.
Aplikasi :
Semprotkan ketanaman pagi/sore dengan konsentrasi 1
liter/3 liter air. Frekuensi penyemprotan 2 kali 1 minggu.
B. Untuk penyakit karena jamur
Bahan :
Lengkuas
Kunyit
Jahe
Kencur
Gambir
Air kelapa
EM 4
Gula pasir

Budidaya Tanaman Sayuran

1 kg
1 kg
1 kg
1 kg
1 butir
5 liter
1 liter
50 gram

52

Cara membuat :
Semua bahan ditumbuk halus lalu direndam dalam air
kelapa yang telah di masukan kedalam wadah atau ember dan
tambahkan EM 4, selanjutnya di tutup rapat dan di fermentasi
selama 1 minggu. Kemudian disaring.
Aplikasi :
Semprotkan ke tanaman pada pagi/sore hari dengan
konsentrasi 50 cc/tangki. Biasa ditambah perekat. Frekuensi
semprot 2 kali seminggu.
C. Untuk Pengendalian Hama dan Penyakit Sayuran Lainnya
Bahan
Bawang putih
EM4
Air

1 kg
100 cc
5 liter

Alat
Alat tumbuk/Blender
Timbangan
Saringan
Botol/Plastik
Ember
Cara pembuatan
-

Bawang putih di kupas kulitnya, selanjutnya ditumbuk atau


diblender sampai halus.
Tambahkan air, Em4, dan gula pasir.
Larutan tersebut dimasukkan dalam botol atau plastik.
Fermentasikan/diperam selama 7 hari.
Setelah 7 hari, hasil fermentasi selanjutnya disaring dan
siap digunakan

Budidaya Tanaman Sayuran

53

Cara aplikasi
Semprotkan ke tanaman, pagi atau sore hari dengan
konsentrasi 50 cc/tangki, bisa ditambah dengan zat perekat,
Frekuensi semprot 2 x seminggu

Budidaya Tanaman Sayuran

54

TINJAUAN PUSTAKA

Pupuk Fosfat

Pupuk P dikelompokkan dalam tiga kelompok berdasarkan kelarutannya


yaitu : (a) Pupuk P yang melarut kedalam asam keras (mengandung P2O5,
merupakan pupuk P yang lambat tersedia bagi keperluan tanaman) (b) Pupuk P
yang melarut dengan ammonium nitrat netral atau asam sitrun (mengandung P2O5,
merupakan pupuk yang mudah tersedia bagi keperluan tanaman) (c) Pupuk P yang
melarut dalam air (mengandung P2O5, juga merupakan pupuk P yang mudah
tersedia bagi tanaman) (Sutedjo, 2002).
Pemupukan P merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan P dalam
tanah. Sumber pupuk P yang umum dipakai di perkebunan adalah pupuk Fosfat
Alam dan pupuk TSP. Efektifitas Pupuk Fosfat Alam ternyata lebih tinggi pada
tanahtanah masam dibandingkan dengan TSP. Setelah pupuk TSP tidak
dipasarkan maka sebagai penggantinya digunakan SP-36 dengan takaran yang
sama, meskipun kandungan P2O5 pupuk SP-36 12% lebih rendah dibanding TSP
(Anonim, 2007).
Pupuk SP-36 merupakan pupuk pilihan terbaik untuk memenuhi
kebutuhan tanaman akan unsur hara P karena keunggulan yang dimilikinya :
Kandungan hara P dalam bentuk P2O5 tinggi yaitu sebesar 36%
Unsur hara P yang terdapat dalam pupuk SP-36 hampir seluruhnya larut
dalam air
Bersifat netral sehingga tidak mempengaruhi kemasaman tanah

Tidak mudah menghisap air, sehingga dapat disimpan cukup lama dalam kondisi
penyimpanan yang baik
Dapat dicampur dengan Pupuk Urea atau pupuk ZA pada saat penggunaan
(Anonim, 2002)
Di dalam batuan fosfat alam terkandung berbagai unsur seperti Ca, Mg,
Al, Fe, Si, Na, Mn, Cu, Zn, Mo, B, Cd, Hg, Cr, Pb, As, U, V, F, Cl. Unsur utama
di dalam fosfat alam antara lain P, Al, Fe, dan Ca. Secara kimia, fosfat alam
didominasi oleh Ca-P atau Al-P dan Fe-P sedangkan unsur lain merupakan unsur
ikutan yang bermanfaat dan sebagian lain kurang bermanfaat bagi tanaman
(Sutriadi,Rochayati, dan Rachman, 2010).
Pada fosfat alam Vietnam dan Cileungsi kandungan logam berat Cd
tergolong kedalam kriteria kecil sehingga tidak terukur, pada fosfat alam China
Huinan, China Guizhou, Mesir dan Jordan kandungan logam berat Cd tergolong
kedalam kriteria sedang yaitu sebesar 2-9 mg/kg sedangkan pada fosfat alam
Christmas, Tunisia, Senegal, Maroko, Algeria, Maroko, Senegal, Togo, Ciamis 1,
Ciamis 2, Sukabumi, dan pupuk SP-36 kandungan logam berat Cd termasuk
kedalam kriteria tinggi yaitu sebesar 11-113 mg/kg. Adapun kadar logam berat Cd
pada berbagai batuan fosfat alam dari berbagai negara, dan dalam pupuk SP-36
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 1. Kadar logam berat dan unsur P dalam berbagai jenis batuan fosfat alam
(PA) dari berbagai negara, dan dalam pupuk SP-36, serta pupuk kandang
Asal batuan Fosfat Alam
P2O5(%)
Cd
Ekstraksi Asam Sitrat
Ekstraksi Hcl 25% (mg/kg)
PA Christmas
10,84
32,47
38
PA Tunisia
24,32
35,54
76
PA Senegal
10,96
35,58
113
PA Maroko
11,91
31,16
57
PA China Huinan
11,48
29,84
3
PA China Guizhou
11,02
31,84
2
PA Vietnam
7,35
35,16
Tu
PA Mesir
14,62
31,68
9
PA Algeria
13,98
27,64
30
PA Jordan
12,68
30,66
5
PA Maroko
15,13
30,67
75
PA Senegal
8,39
22,26
79
PA Togo
14,62
27,62
53
PA Ciamis 1
29,40
35,51
28
PA Ciamis 2
20,84
23,23
58
PA Sukabumi
9,05
9,10
65
PA Cileungsi
13,35
13,62
Tu
SP-36
33,80
36,29
11
Pupuk kandang ayam
0,11
Pupuk kandang domba
0,44
Pupuk kandang kambing
Tu
Pupuk kandang kuda
0,20
Pupuk kandang sapi
0,20
Sunber: (Setyorini dalam Kurnia,Suganda,Saraswati dan Nurjaya, 2009) ;
tu= tidak terukur
Hasil penelitian di Amerika serikat membuktikan bahwa pemupukan fosfat
dari batuan apatit asal Florida meningkatkan kadar Cd tanah 0,3-1,2 g Cd/ha/tahun
(Alloway dalam Lahuddin, 2007).
Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa pupuk fosfat mengandung rata
rata kandungan logam Cd 7 ppm. Apabila pupuk tersebut digunakan secara terus
menerus dengan dosis dan intensitas yang tinggi dapat meningkatkan Cd yang
tersedia dalam tanah sehingga meningkatkan serapan Cd oleh tanaman
(Setyorini dalam Charlena, 2004).

Fosfat alam merupakan sumber P yang dapat digunakan sebagai bahan


baku industri seperti pupuk P yang mudah larut (antara lain TSP, SP-18, SSP,
DAP, MOP). Industri pupuk menggunakan sekitar 90% fosfat alam yang
diproduksi di dunia. Fosfat alam dari deposit batuan sedimen sebagian besar telah
mempunyai reaktivitas yang cukup memadai untuk tanaman pangan dan
perkebunan. Sedangkan fosfat alam dari batuan beku mempunyai reaktivitas yang
rendah sehingga perlu diasamkan dulu untuk digunakan sebagai pupuk
(Sutriadi, dkk, 2010).
Salah satu pupuk fosfat adalah SP-36, pupuk ini termasuk pupuk super
fosfat (Ca(H2PO4)2). Pupuk ini jika diaplikasikan ke dalam tanah dapat
menyebabkan tanah menjadi masam. Asam fosfat secara sempurna akan
membebaskan ion H+ ke dalam tanah bila pH mulai 3.0 hingga 7.0. Reaksi asam
fosfat meliputi :
H3PO4

H+ + H2PO4 -

H2PO4 -

H+ + HPO4 2-

HPO42 -

H+ + PO4 3-

Dua reaksi yang pertama terjadi pada lingkungan tanah yang relatif asam
hingga netral. Disini ada dua ion H+ yang dibebaskan. Sementara reaksi ketiga
boleh dikatakan tidak terjadi karena berlangsung pada pH yang sangat alkalis
yaitu 9-12 (Mukhlis , Sarifuddin, dan Hanum,2011).
Ketersediaan fosfor anorganik sebagian besar ditentukan oleh faktor
berikut : (1). pH tanah; (2). Besi, alumunium dan mangan yang dapat larut;
(3). Terdapatnya mineral yang mengandung besi, alumunium dan mangan;
(4). Kalsium tersedia dan bahan mineral kalsium; (5). Jumlah dan dekomposisi

bahan organik dan (6). Kegiatan mikroorganisme. Empat faktor pertama


saling berhubungan, karena efeknya sebagian besar tergantung pada pH tanah
(Buckman dan Brady, 1982).
Bila tanah asam, aktivitas besi dan aluminium meningkat dan kalsium
fosfat yang dapat larut diubah menjadi aluminium fosfat dan besi fosfat yang tidak
dapat larut. Proses ini cukup lambat untuk memungkinkan terdapat jumlah
kalsium fosfat yang banyak dalam tanah asam dengan nilai dibawah pH 5,5
(Sanchez, 1992).
Andisol yang berkembang dari abu vulkan, banyak terdapat bahan-bahan
amorf (alofan, imigolit dan fraksi humus). Pada tanah ini persoalan utama yang
dihadapi adalah tingginya kapasitas jerapan P, bahkan melebihi jerapan P oksida
hidrat Al dan Fe hal ini disebabkan karena bahan amorf mempunyai permukaan
spesifik yang luas, sehingga jerapan P lebih tinggi ( Hardjowigeno,1993).
Prinsip pemupukan fosfor (P) yang perlu diperhatikan adalah kandungan P
dalam tanah. Pada tanah yang mempunyai kandungan P tinggi, pemupukan P
dimaksudkan hanya untuk memenuhi atau mengganti P yang diangkut oleh
tanaman padi, sedangkan pada tanah yang mempunyai kandungan P sedang dan
rendah, pemupukan P selain untuk menggantikan P yang terangkut tanaman juga
untuk meningkatkan kadar P tanah sehingga diharapkan pada waktu yang akan
datang kandungan P tanah (status P tanah) berubah dari rendah dan sedang
menjadi tinggi. Dengan kata lain pemupukan P yang lebih tinggi dari kebutuhan
tanaman dapat memperkaya tanah (Sofyan, Nursyamsi, dan Amien, 2002).
Fungsi P yang lain adalah mendorong pertumbuhan akar tanaman.
Kekurangan unsur P umumnya menyebabkan volume jaringan tanaman menjadi

lebih kecil. Kadang kadar nitrat dalam tanaman menjadi lebih tinggi karena proses
perubahan nitrat selanjutnya terhambat (Tisdale , Nelson and Beaton, 1985)
Fosfor diambil oleh akar dalam bentuk H2PO4- dan HPO4= sebagian besar
fosfor di dalam tanaman adalah sebagai zat pembangun dan terikat dalam
senyawa-senyawa organik dan hanya sebagian kecil terdapat dalam bentuk
anorganik sebagai ion-ion phosphat. Beberapa bagian tanaman sangat banyak
mengandung zat ini, yaitu bagian-bagain yang bersangkutan dengan pembiakan
generatif, seperti daun-daun bunga, tangkai sari, kepala sari, butir tepung sari,
daun buah dan bakal biji. Jadi untuk pembentukan bunga dan buah sangat banyak
diperlukan unsur fosfor (Sugih, 2011).
Serapan P sangat tergantung pada kontak akar dengan P dalam larutan
tanah. Berarti besaran volume akar yang berkontak dengan besaran kepekatan
P tanaman. Sebaran akar di dalam tanah sangat penting dalam meningkatkan
serapan P dan bobot kering tanaman terutama bila kepekatan P rendah dalam
media tumbuh (Hakim, 2005).
Logam Berat Kadmium (Cd)

Logam berat adalah bahan-bahan alami yang berasal dan termasuk bahan
penyusun lapisan tanah bumi. Logam berat tidak dapat diurai atau dimusnahkan.
Logam berat dapat masuk ke dalam tubuh mahluk hidup melalui makanan, air
minum, dan udara. Logam berat berbahaya karena cenderung terakumulasi di
dalam tubuh mahluk hidup. Saat ini para ahli mulai mengklasifikasikan jenis-jenis
logam berat terutama yang perlu menjadi fokus perhatian paling tinggi untuk
dikendalikan keberadaannya di lingkungan. Logam-logam berat tersebut

diantaranya adalah Ag, As, Cd, Co, Cr, Cu, Hg, Mn, Mo, Ni, Pb, Sn, dan Ti
(Yudatomo, 2009).
Kadmium (Cd) adalah unsur kimia dalam tabel priodik memiliki lambang
Cd dan nomor atom 48. Kadmium merupakan salah satu jenis logam berat yang
berbahaya karena elemen ini beresiko tinggi terhadap pembuluh darah
(Adityah, 2010).
Unsur Cd tanah terkandung dalam bebatuan beku, metamorfik, sedimen
dan lain lain. Kadar Cd dalam tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah dan fraksifraksi tanah yang bersifat dapat mengikat ion Cd. Senyawa-senyawa tertentu
seperti bahan ligand dapat mempengaruhi aktivitas ion Cd. Dengan peningkatan
pH kadar Cd dalam fase larutan menurun akibat meningkatnya reaksi hidrolisis,
kerapatan kompleks adsorpsi dan muatan yang dimiliki koloid tanah. Disimpulkan
bahwa pH bersama-sama dengan bahan mineral liat dan kandungan oksida-oksida
hidrat dapat mengatur adsorpsi spesifik Cd. yang meningkat secara linear dengan
pH sampai tingkat maksimum (Napitupulu, 2008).
Konsentrasi Cd pada tanah pertanian yang masih bersih (non-polusi)
berkisar antara 0,1-1 mg/kg, tetapi beberapa jenis tanah sangat mempengaruhi
kandungan Cd. Pada saat pH tanah turun maka penyerapan Cd ke dalam jaringan
tanaman akan tinggi. Pencemaran tanah pertanian oleh Cd bisa terjadi akibat
pemakian pupuk fosat yang berlebihan (Darmono dalam Adityah, dkk, 2010).
Sampai saat ini di Indonesia belum ada nilai ambang batas konsentrasi
logam berat (termasuk Cd) di dalam tanah yang aman bagi produk pertanian yang
dihasilkan . Oleh sebab itu sekecil apapun konsentrasi logam berat di dalam tanah
maupun dalam produk/hasil pertanian harus mendapat perhatian yang dakhil,

karena dalam jangka waktu panjang dapat menyebabkan pencemaran serius akibat
mengkonsumsi produk/hasil pertanian yang tercemar secara terus menerus
(Kurnia,Suganda,Saraswati dan Nurjaya, 2009).
Kadmium (Cd) merupakan logam berat pencemar lingkungan yang tidak
memiliki fungsi hayati dan bersifat sangat toksik bagi tumbuhan dan hewan.
Variasi kelarutan Cd tanah berkorelasi erat dengan nilai pH, kapasitas tukar kation
(KTK), kadar bahan organik dan liat, serta keberadaan ion logam lainnya
(Maier, dkk, 2003 dalam Sudarmaji, Mukono dan Corie, 2008).
Kapasitas tanah meretensi, mengadsorpsi dan mengakumulasikan logam
berat ditentukan oleh kadar liat, kadar air, potensial redoks, pH, kadar bahan
organik dan kapasitas tukar kation (KTK). Kapasitas sangga tanah terhadap kation
logam berat dapat ditingkatkan dengan meningkatkan pH, kadar bahan organik
dan KTK (Lindsay, 2001).
Kapasitas tanaman dalam mengakumulasikan logam berat bergantung
pada

spesies, kultivar, bagian tanaman dan umur atau fase fisiologisnya.

Sensitivitas tanaman terhadap logam berat juga ditentukan oleh jenis logam
beratnya. Sebagian besar logam berat diakumulasikan tanaman di akar. Serapan
logam berat oleh tanaman dikotil umumnya lebih tinggi daripada monokotil dan
jaringan vegetatif mengandung Cd dan Pb dalam kadar yang lebih tinggi daripada
jaringan generatif. Salah satu mekanisme tanaman dalam menoleransi toksisitas
logam berat adalah melalui fenomena selektivitas serapan ion dari media
tumbuhnya. Dari sisi budidaya tanaman, ukuran keberhasilan upaya pengelolaan
pencemaran logam berat dapat didasarkan pada terjadinya penurunan serapannya.
Penurunan serapan tanaman terhadap logam berat berkenaan dengan tiga hal,

yaitu: (1) akibat penurunan kadar fraksi aktif logam berat dalam media tumbuh,
atau (2) peningkatan selektivitas tanaman dalam menyerap unsur dari media
tumbuh, atau (3) kombinasi keduanya (Kabata- Pendias and Pendias, 2001).
Tanaman yang keracunan logam berat akan menunjukkan gejala-gejala
abnormal. Tanaman yang keracunan tembaga (Cu) akan menunjukkan gejala
klorosis, nekrosis, penghambatan pertumbuhan akar dan kerusakan permeabilitas
membran plasma. Tanaman yang keracunan plumbum (Pb) akan menunjukkan
gejala pertumbuhan terhambat, klorosis, dan perakaran menjadi hitam. Tanaman
yang keracunan kadmium (Cd) akan menunjukkan klorosis, daun menggulung dan
pengerdilan (Berglund, dkk, 2002 dalam Manivasagaperumal, dkk, 2011).
Dalam kondisi lingkungan, Cd masuk pertama melalui akar, dan akibatnya
tanaman rusak. Hal ini dapat juga mengurangi penyerapan nitrat dan
mengangkutnya dari akar ke tunas (Herandez, Garate, and Caroeba,1997).
Kadmium dapat terjadi dalam tiga bentuk yang berbeda di dalam tanah.
Sebagai padat mengendap, terkait dengan komponen tanah dan terlarut dalam
larutan tanah. Bentuk yang paling umum dikaitkan dengan komponen tanah hanya
1% ditemukan dalam larutan tanah. Kelarutan dipengaruhi oleh faktor diantaranya
pH tanah . Kemasaman tanah yang rendah sering menyebabkan jumlah Cd larut
yang tinggi (Jansson, 2002).
Dari hasil penelitian (Heidari and Sarani, 2011) menunjukkan bahwa
perkecambahan benih dan perkembangan akar tanaman sawi secara bertahap
berkurang dengan meningkatnya konsentrasi Cd. Dan juga menemukan bahwa
pertumbuhan akar dan perkecambahan biji merupakan daerah sensitif untuk
terkena stres kadmium.

Sawi (Brassica juncea L.)

Sistematika tanaman sawi adalah sebagai berikut :


Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Class : Dicotyledonae
Ordo : Rhoeadales
Famili : Cruciferae
Genus : Brassica
Spesies : Brassica juncea L.
Daerah penanaman yang cocok adalah mulai dari ketinggian 5 m-1.200 m
dpl (di atas permukaan laut). Namun biasanya tanaman ini dibudidayakan di
daerah yang ketinggian 100-500 m dpl. Sebagian daerah-daerah di Indonesia
memenuhi syarat ketinggian tersebut Tanah yang cocok untuk ditanami sawi
adalah tanah yang gembur, banyak mengandung humus, subur serta pembuangan
airnya baik. Derajat kemasaman (pH) tanah yang optimum untuk pertumbuhannya
adalah antara pH 6 sampai pH 7 (Haryanto, Suhartini dan Rahayu, 2003).
Sawi dapat di tanam pada berbagai jenis tanah, namun paling baik adalah
jenis tanah lempung berpasir seperti andosol. Pada tanah-tanah yang mengandung
liat perlu pengolahan tanah secara sempurna, antara lain pengolahan tanah yang
cukup dalam, penambahan pasir dan pupuk organik dalam jumlah (dosis) tinggi
(Rukmana, 2007).
Sifat biologis tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman sawi adalah
tanah yang banyak mengandung bahan organik (humus) dan bermacam-macam
unsur hara yang berguna untuk pertumbuhan tanaman, serta pada tanah terdapat

jasad renik tanah atau organisme tanah pengurai bahan organik sehingga dengan
demikian sifat biologis tanah yang baik akan meningkatkan pertumbuhan tanaman
(Cahyono, 2003).

DAYA HASIL GALUR-GALUR F1 HIBRIDA MENTIMUN (Cucumis sativus L) DI BANDUNG,


BLITAR, BOGOR, GARUT DAN SUBANG
Uum Sumpena1 dan Azlina Heryati Bakrie2
Balai Penelitian Tanaman Sayur (Balitsa), Lembang, Jawa Barat
Email: sumpenauum@gmail.com
2
Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung
Jl. Sumantri Brojonegoro 1 Bandar Lampung 35145
1

ABSTRACT
YIELD POTENSTIAL TEST OF F1 HYBRID LINES CUCUMBER (Cucumis sativus L.) IN BANDUNG,
BLITAR, BOGOR, GARUT, AND SUBANG. Test of productivity was held in West Java (Bandung, Bogor,
Garut, Subang) and in East Java, Blitar (Pakunden sub district and Sukorejo sub district), at elevation 20
400 sea level. The soil type are Aluvial Latosol and Sandy loam. The Experiment was conducted held 2009
from 2010 during dry season. Randomized Bloc Design was used for this experiment, with three replications
and twelve entries. F1 hibrida lines were 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10 and two F1 hibrid varieties: Hercules and
Asian Star. The treatment was repeated three times as chek varieties, planting distance is 40 x 60 cm. This
experiment purpose of is to choose the best hybrid line of cucumber for released variety. Statistics are
analysis with Duncan multiple range test 5 % showed that the total yield of F1 hybrid 1 and the hybrid 7 is
significantly higer than the F1 hybrid Hercules but not to the Asian Star production.
Key words: yield, F1 hybrid, line, cucumber, location.
PENDAHULUAN
Mentimun (Cucumis sativus) merupakan salah
satu sayuran buah yang banyak dikonsumsi oleh
masyarakat di Indonesia.
Luas areal panen
mentimun mencapai 52.119 ha dengan produksi
514.210 t ha-1 dan rata-rata hasil 9,9 t ha-1 (BPS
2005). Angka produktivitas rata-rata 9,9 t ha-1
termasuk belum optimal, karena potensi hasil
menurut hasil penelitian AVNET (Asean Vegetable
Network) adalah 1219 t ha-1 (Sumpena dan
Permadi, 2005). Sedangkan potensi hasil 3 varietas
mentimun hasil Balai Penelitian Tanaman Sayuran
yang dilepas tahun 1999, berkisar 2135 t ha-1
(Sumpena dan Permadi 1999).
Salah satu cara memperbaiki potensi hasil
mentimun adalah melalui pembentukan varietas
hibrida. Secara genetik dan teoritis potensi hasil F1
hibrida akan lebih tinggi daripada rata-rata hasil
kedua induknya dari jenis bersari bebas karena
fenomena heterosis. Penggunaan varietas hibrida
pada mentimun dapat meningkatkan hasil 2439 %
apabila menggunakan tetua yang berkerabat jauh
(Borojovic, 2005). Melalui kerja sama AVNET
diperoleh bermacam-macam genotipe unggul yang
mempunyai kekerabatan cukup jauh sehingga
peluang untuk membentuk varietas hibrida dari
genotipegenotipe tersebut cukup besar. Pada tahun
2000 sampai dengan tahun 2004 telah dilakukan
evaluasi terhadap 350 asesi tanaman mentimun, dan
terpilih 5 tetua hibrida.
Untuk meningkatkan
homosigositas tetua dilakukan selfing 5 kali dan
dilanjutkan dengan persilangan setengah dialel,

60

menghasilkan 10 kombinasi persilangan dan 10 galur


F1 hibrida. Uji Daya Gabung Umum, Uji Daya
Gabung Khusus dan efek heterosis menghasilkan
tetua 1 dan tetua 3 sebagai penggabung umum
terbaik untuk karakter kualitas dan kuantitas
(Sumpena 2006).
Tujuan penelitian ini menghasilkan galur-galur
hibrida mentimun yang berproduksi tinggi, minimal
hampir sama dengan varietas control, tahan penyakit
ZYMV (Zucchini Yellow Mosaic Virus) guna
pelepasan varietas baru.
BAHAN DAN METODE
Sebanyak 10 galur hibrida hasil persilangan
setengah diallel hibrida (F1) masing-masing
dievaluasi dengan menggunakan varietas hibrida
Hercules dan Asian Star
sebagai kontrol.
Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak
kelompok terdiri dari 12 perlakuan, 10 galur F1
hibrida dan 2 varietas hibrida yang beredar di pasaran
sebagai kontrol yaitu varietas Hercules dan varietas
Asian Star. Setiap perlakuan diulang 3 kali dengan
jumlah tanaman per plot 60 tanaman, jarak tanam 40
cm x 60 cm (Sumarni dan Sutapraja, 2005) jarak
antar-ulangan 1 m. Pupuk yang diberikan adalah
pupuk kandang 10 t ha-1 (Sutater 1998) dan NPK 300
kg ha-1. Untuk menekan gulma dan memberikan
efek yang kondusif tanaman diberi mulsa (Sumpena
2005).
Pengujian dilakukan di beberapa tempat pada
musim kemarau (Juni s/d September, 2009 dan
2010). Lokasi tersebut adalah:

Jurnal Agrotropika 15(2): 60 - 67, Juli Desember 2010

Sumpena dan Bakrie: Daya hasil galur-galur F1 hibrida mentimun


1. Blitar (Pakunden) 240 m dpl jenis tanah
Lempung berpasir
2. Blitar (Sukorejo) 200 m dpl Jenis tanah Lempung
berpasir
3. Bandung (Ranca Ekek) 400 m dpl jenis tanah
Latosol
4. Subang (Sukamandi) 20 m dpl jenis tanah Aluvial
5. Garut (Samarang) 400 m dpl jenis tanah Latosol
6. Bogor (Parung) 215 m dpl jenis tanah Latosol
Sedangkan pengujian penyakit ZYMV
(Zucchini Yellow Mosaik Virus) dilakukan pada
bulan Maret sampai bulan Mei 2008 di rumah
plastik. Contoh daun mentimun dan zucchini yang
menunjukkan gejala virus dikumpulkan dan diuji
secara Elisa (Indirect) dengan menggunakan anti sera
CMV (Cucumber Mosaic Virus) dan ZYMV
(Zucchini Yellow Mosaic Virus).
Isolat yang
terseleksi dan memperlihatkan reaksi positif terhadap
antisera ZYMV selanjutnya dievaluasi berdasarkan
gejala yang muncul setelah diinokulasikan secara
mekanik pada Chenapodium amarantricolor,
kemudian isolat virus ini diperbanyak pada tanaman
zucchini.
Untuk uji resistensi 10 F1 hibrida dan 5 tetua
mentimun masing masing ditanam 40 benih pada
baki plastik (ukuran 30 x 40 x 15 cm) yang telah diisi
oleh campuran tanah dan pupuk kandang dengan
perbandingan volume 2:1 yang telah disterilkan.
Tanaman mentimun yang sudah berumur 10 hari
diinokulasi secara mekanik dengan inokulum
ZYMV. Cara inokulasi yang dilakukan dengan
menumbuk daun zucchini yang terserang penyakit
virus sampai halus dalam mortal, kemudian
diencerkan dengan menambahkan larutan penyangga
fosfat 0,05 % pH 7,0. Cairan perasan yang diperoleh
dioleskan ke permukaan daun mentimun yang
sebelumnya telah ditaburi Karborundum 500 mesh,
selanjutnya daun daun yang telah diinokulasi dibilas
dengan air besih.
Reaksi tanaman mentimun
terhadap virus dievaluasi menurut skala yang
dikemukakan oleh Dolores dan Valdez dalam
Sutarya (2007).
Parameter yang diamati meliputi: (1) bobot
buah per hektar dan per tanaman, (2) jumlah buah per
tanaman, (3) rata rata keluar bunga jantan dan bunga
betina, (4) rata rata umur panen pertama dan terakhir,
(5) rata rata warna buah muda, ketahanan simpan,
panjang buah dan diameter buah, (6) ketahanan
terhadap penyakit Zucchini Yellow Mosaic Virus dan
(7) diskripsi galur hibrida terpilih.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bobot Buah per Hektar
Rata-rata bobot buah per hektar tertinggi dari
enam lokasi pengujian dihasilkan oleh galur hibrida 7

(88,20 t ha-1), diikuti oleh galur hibrida 1 (87,44 t


ha-1) varietas Asian Star (82,90 t ha-1). Sedangkan
hibrida lainnya berkisar antara 51,4967,40 t ha-1.
Terjadi interaksi positif di lokasi 1 (Blitar, Pakunden)
antara galur hibrida 1 dan hibrida 7 (dengan bobot
buah 103,67 dan 108,75 t ha-1).
Dari hasil analisis statistik galur Hibrida 1
untuk lokasi 1, lokasi 2 dan lokasi 4 hasil bobot
buah per hektar berbeda nyata dibanding lokasi 3,
lokasi 5, dan lokasi 6. Sedangkan galur hibrida 7
lokasi 1 dan lokasi 2 berbeda nyata dengan lokasi 3,
4, 5 dan lokasi 6. Untuk hibrida 1 dan 7 pada lokasi
2 tidak berbeda nyata dengan kontrol (Asian Star),
tetapi berbeda nyata dengan kontrol 1 (Hercules)
serta dengan kedelapan galur hibrida lainnya pada
lokasi 2.
Bobot Buah per Tanaman
Rata-rata bobot buah per tanaman tertinggi
dihasilkan oleh galur hibrida 7 (4,03 kg tan-1) diikuti
oleh galur hibrida 1 (3,47 kg tan-1), galur hibrida 6
(3,27 kg tan-1) dan Asian Star (3,26 kg per tanaman).
Sedangkan galur-galur hibrida yang lainnya berkisar
antara 2,85 sampai 2,18 kg per tanaman yang
mengakibatkan bobot buah per tanaman untuk galur
hibrida 7, 1, dan 6 tinggi. Hal ini diduga karena
faktor genetis dari masing-masing galur. Menurut
Acquaah (2007), hasil suatu tanaman dapat
dikendalikan oleh faktor genetik tanaman itu sendiri
melalui kedua atau salah satu tetuanya yang bersifat
dominan.
Hasil analisis statistik terjadi interaksi positif
pada bobot buah per tanaman antara lokasi 1 dan
lokasi 3 untuk galur hibrida 7 dan galur hibrida 6
Hasill uji statistik untuk bobot buah per tanaman
hibrida 1 di lokasi 6 menunjukan bobot buah per
tanaman tertinggi (3,63 kg per tanaman) tetapi tidak
berbeda nyata bila dibandingkan dengan ke lima
lokasi lainnya (Tabel 2). Sedangkan Bobot buah per
tanaman untuk hibrida 7 tertinggi di lokasi 1 yaitu
(4,76 kg per tanaman), dan tidak berbeda nyata
dengan lokasi 2 dan 3, tetapi berbeda nyata dengan
lokasi lainnya (Tabel 2). Sedangkan antara galur
hibrida
1 berbeda nyata dibandingkan dengan
hibrida 11 (Hercules), untuk lokasi 1, 3, 4, 5, dan
lokasi 6, dan hanya lokasi 2 yang tidak berbeda
nyata, tetapi Hibrida 1 ini bila dibandingkan dengan
hibrida 12 (Asian Star) pada 6 lokasi pengujian tidak
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata. (Tabel
2). Bobot buah per tanaman antara galur Hibrida 7
dengan hibrida 11 (Hercules) dan hibrida 12 (Asian
Star) menunjukkan adanya perbedaan yang nyata
kecuali pada lokasi 3, 4, 5 dan lokasi 6 dengan
hibrida 12 (Asian Star) tidak bebeda nyata (Tabel 2).

Jurnal Agrotropika 15(2): 60 - 67, Juli Desember 2010

61

Sumpena dan Bakrie: Daya hasil galur-galur F1 hibrida mentimun


Tabel 1. Dwi arah interaksi lokasi x hibrida untuk bobot buah
L4
L5
L6
Rata-rata
Subang
Garut
Bogor
H1
87.69 ab
78.46 b
83.22 b
87.438
a
a
a
H2
65.00 b
88.74 a
50.07 b
67.403
bcd
a
d
H3
55.92ab
45.55 b
56.75ab
56.228
cdef
bc
cd
H4
63.14ab
45.55 b
49.84 b
56.538
bcde
bc
d
H5
44.44 c
45.42bc
47.46bc
55.783
f
bc
d
H6
49.16 c
47.90 c
46.93 c
58.907
def
bc
cd
H7
84.73 b
83.54 b
78.40 b
88.538
a
a
a
H8
46.03ab 37.95 b
58.07ab
52.891
ef
c
bcd
H9
49.80 a
50.61 a
50.07 a
51.491
def
bc
cd
H10
50.16 b
43.73 b
44.12 b
58.865
dcf
bc
d
H11
70.55 ab
52.58 c
74.51 a
66.558
abc
bc
ab
H12
78.63 a
75.64 a
81.10 a
82.903
ab
a
a
CV
14.224
Keterangan : Huruf yang sama di belakang angka pada lajur atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada
uji Duncan taraf 5 %. Interaksi positif terjadi di L1 H1 dan L1 H7 (uji Duncan taraf 5 %)
L = lokasi, H = hibrida, H11 = Hibrida Hercules, H12 = Hibrida Asian Star
H

L1
Blitar
107.00 a
a
84.27 a
bc
68.70 a
cde
63.98 ab
def
63.86 ab
def
77.34 ab
bcd
108.75 a
a
63.00 a
def
47.94 a
f
75.50 a
bed
56.66 bc
ef
91.12 a
bc

L2
Blitar
94.21 ab
a
83.57 a
ab
61.76ab
cd
72.88 a
bcd
61.92ab
ed
81.61 a
ab
94.62ab
a
62.95 a
cd
55.40 a
d
70.23 a
bcd
75.42 a
bc
86.43 a
bc

L3
Bandung
77.38 b
ab
62.79 b
bcd
48.69 b
d
45.97 b
d
69.12 a
abc
54.37 bc
cd
79.18 b
a
49.85abc
d
55.13 a
cd
69.45 a
abc
69.60 ab
abc
80.120 a
a

Jumlah Buah Per Tanaman


Rata-rata jumlah buah per tanaman
tertinggi dihasilkan oleh galur hibrida 10 (30,03
buah), diikuti oleh hibrida 12 Asian Star (28,5
buah), galur hibrida 2 (27,78 buah) dan galur
hibrida 3 (27,22 buah). Galur-galur hibrida yang
lainnya berkisar antara (26,67 buah sampai 24,16
buah). Jumlah buah per tanaman tertinggi untuk
galur hibrida 1 dihasilkan pada lokasi 1 dan
lokasi 2 berturut-turut 35,41 dan 36,44 buah per
tanaman
dan berbeda nyata dibandingkan
dengan lokasi lainnya (Tabel 3). Sedangkan
untuk galur hibrida 7 jumlah buah per tanaman
tertinggi dihasilkan oleh lokasi 1, 2, 3, 4, dan
lokasi 5 dan berbeda nyata dengan lokasi 6
(Tabel 3). Hasil uji statistik jumlah buah per
tanaman antara galur hibrida 1 dengan hibrida 11
(Hercules) dan hibrida 12 (Asian Star) tidak
berbeda nyata kecuali untuk lokasi 2 galur
hibrida 1 berbeda nyata dengan kedua kontrol
(Hercules dan Asian Star) Tabel 3. Bobot buah
62

per tanaman hibrida 7 hanya terjadi adanya


perbedaan yang nyata di lokasi 1 dan lokasi 5
dengan hibrida 12 (Asian Star) sedangkan yang
lainnya tidak berbeda nyata (Tabel 3).
Rata rata umur keluar bunga jantan dan
bunga betina
Rata-rata umur keluar bunga jantan galur
hibrida 1 (44 hst) lebih dalam jika dibandingkan
dengan kontrol masing masing (36,75 hst)
sedangkan galur hibrida 7 lebih genjah 34,00 hst
(Tabel 4). Rata rata umur mulai berbunga betina
galur hibrida 1 (33,60 hst) hampir sama dengan
kontrol 1 (Hercules) tetapi lebih dalam
dibanding kontrol 2 (Asian Star). Rata rata
umur mulai berbunga betina galur hibrida 7 (30
hst ) setara dengan kontrol 2 (Asian Star) dan
lebih genjah dibanding kontrol. Masa keluar
bunga jantan dan bunga betina mentimun
berkisar antara 25 sampai 33 hst dan 34 sampai
41 hst (Kusandriani et al., 2005).

Jurnal Agrotropika 15(2): 60 - 67, Juli Desember 2010

Sumpena dan Bakrie: Daya hasil galur-galur F1 hibrida mentimun


Tabel 2. Dwi arah, interaksi L x H pada bobot buah kg per tanaman
H
H1
H2
H3
H4
H5
H6
H7
H8
H9
H10
H11
H12

L1
Blitar
3.27 a
bc
3.57 a
b
1.84 a
e
2.21 a
c
2.16 a
c
3.89 a
a
4.76 a
a
2.34 a
de
1.69 a
e
2.79 ab
cde
1.84 b
e
3.64 a
b

L2
Blitar
3.56 a
c
3.45 ab
bc
2.09 a
d
2.54 a
d
2.21 a
cd
3.42 bc
a
4.47 ab
ab
2.29 a
cd
2.06 a
cd
3.05 a
d
2.22 ab
c
3.35 a
c

L3
Bandung
3.22 a
a
3.42 ab
a
1.86 a
c
1.64 a
c
2.83 a
b
4.48 a
a
4.28 ab
a
2.34 a
b
2.62 a
b
1.87 b
c
2.95 a
b
3.52 a
ab

CV

L4
Subang
3.56 a
ab
1.74 b
c
2.68 a
bc
2.43 a
c
2.24 a
c
2.72 bc
bc
3.74 b
a
2.28 a
c
1.99 a
c
2.03 ab
c
2.68 a
bc
2.75 a
abc

L5
Garut
3.59 a
a
2.50 b
c
2.63 a
abc
2.54 a
c
2.18 a
c
2.71 bc
abc
3.46 b
ab
2.56 a
bc
2.09 ab
c
2.41 ab
c
2.58 ab
bc
3.01 a
abc

L6
Bogor
3.63 a
a
2.95 ab
abc
2.44 a
bcd
1.77 a
d
2.25 a
d
2.40 c
cd
3.43 b
a
2.40 a
cd
2.65 ab
bcd
2.33 ab
cd
2.64 a
cd
3.27 a
bc

Rata-rata
3.47
2.85
2.26
2.19
2.31
3.27
4.02
2.36
2.18
2.41
2.49
3.26

20.147

Keterangan : Huruf yang sama di belakang angka pada lajur atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada
uji Duncan taraf 5 %. Interaksi positif terjadi di L1 H1 dan L1 H7 (uji Duncan taraf 5 %)
L = lokasi, H = hibrida, H11 = Hibrida Hercules, H12 = Hibrida Asian Star

Rata rata umur panen pertama dan umur


panen terakhir
Rata-rata umur panen pertama dan terakhir
dapat dilihat pada Tabel 4. Rata rata umur panen
pertama galur hibrida 1 yaitu 48.00 hst, lebih
dalam dibanding kontrol hibrida (Hercules dan
Asian Star) masing masing 38,50 dan 35,00 hst,
sedangkan rata rata umur panen pertama galur
hibrida 7 yaitu 38,00 hst hampir sama dengan
kontrol 1 (Hercules) tetapi lebih dalam
dibandingkan dengan kontrol 2 (Asian Star).
Rata rata umur panen terahir hibrida 1 dan
hibrida 7 masing masing 77,00 dan 74,25 hst,
kedua galur hibrida ini umur panennya lebih
dalam dibanding ke dua hibrida kontrol yaitu
masing masing 71,00 dan 72,00 hst . Beberapa
penelitian ditempat lain rata-rata umur panen
pertama berkisar 3441,75 hst dan umur

panen terahir pada tipe mentimun bersari bebas


berkisar antara 60,25 sampai 72,00 hst (Sumpena
dan Permadi, 2006).
Rata-rata warna buah muda, ketahanan
simpan, panjang buah dan diameter buah
Warna buah muda galur hibrida 1 hijau
tua dan galur hibrida 7 hijau muda, ketahanan
simpan masing masing 7 hari setelah panen
hampir sama dengan kedua control (Tabel 5).
Rata rata panjang buah galur hibrida 1 (22,6 cm)
lebih panjang dari kedua hibrida kontrol,
sedangkan galur hibrida 7 (16,90 cm) hampir
sama dengan kedua control. Rata rata diameter
buah galur hibrida 1(3,93 cm) dan galur hibrida
7 (3,43 cm) hampir sama dengan kedua hibrida
kontrol.

Jurnal Agrotropika 15(2): 60 - 67, Juli Desember 2010

63

Sumpena dan Bakrie: Daya hasil galur-galur F1 hibrida mentimun


Tabel 3. Dwi arah, interaksi L x H pada jumlah buah per tanaman
H
H1
H2
H3
H4
H5
H6
H7
H8
H9
H10
H11
H12

L
Blitar
35.1 a
a
29.27 a
ab
29.40 a
ab
29.86 a
ab
33.80 a
ab
36.40 a
a
24.17 a
a
22.85 b
b
26.12 a
d
33.38 a
a
28.40 a
ab
34.55 a
a

L2
Blitar
36.44 a
a
28.42 a
ab
31.09 a
ab
24.39 a
b
33.89 a
a
34.09 a
ab
27.58 a
b
25.39 ab
b
24.90 a
b
24.14 b
b
25.35 a
b
23.54 b
a

L3
Bandung
21.42 b
ab
22.40 a
ab
25.82 a
a
26.03 a
a
25.64 ab
a
16.18 b
b
26.54 a
a
22.03 b
ab
21.60 a
ab
27.89 ab
a
23.65 a
ab
26.06 ab
a

L4
Subang
23.63 b
a
23.97 a
a
24.69 a
a
23.40 a
a
19.07 b
a
20.27 b
a
28.54 a
a
21.86 b
a
26.02 a
a
28.70 ab
a
22.47 a
a
26.97ab
a

L5
Garut
25.12 b
ab
24.70 a
ab
25.31 a
ab
27.46 a
ab
19.19 b
b
20.65 b
b
20.46 a
ab
28.16 ab
ab
24.03 a
ab
32.03 ab
a
26.05 a
ab
30.46 ab
a

L6
Bogor
24.70 b
abc
27.85 a
bc
27.05 a
abc
28.88 a
abc
22.93 b
bc
22.06 b
bc
20.10 a
c
31.23 a
a
22.26 a
bc
34.05 a
a
26.59 a
abc
29.62 ab
abc

Rata-rata
27.78
26.10
27.22
26.67
25.72
24.94
24.57
25.25
24.16
30.03
25.41
28.50

CV
17.890
Keterangan : Huruf yang sama di belakang angka pada lajur atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada
uji Duncan taraf 5 %. Interaksi positif terjadi di L1 H1 dan L1 H7 (uji Duncan taraf 5 %)
L = lokasi, H = hibrida, H11 = Hibrida Hercules, H12 = Hibrida Asian Star

Tabel 4. Rata rata umur mulai berbunga, umur panen pertama dan umur panen terakhir
Perlakuan
Umur mulai berbunga
Hibrida
Jantan (hst)
Betina
1
44,00
33,60
2
34,00
29,00
3
35,00
32,75
4
35,00
30,75
5
42,00
36,75
6
36,75
33,25
7
34,00
30,00
8
35,75
30,75
9
36,75
31,50
10
30,00
33,50
11
36,75
33,50
12
36,75
30,00
Keterangan : hst = hari setelah tanam

64

Umur panen
Pertama(hst)
48,00
34.00
35.75
37.75
41.75
38.25
38.00
35.75
36.50
38.50
38.50
35.00

Jurnal Agrotropika 15(2): 60 - 67, Juli Desember 2010

Umur panen
terakhir(hst)
77.00
66.50
62.25
60.25
64.25
64.25
74.25
65.75
62.25
72.00
71.00
72.00

Sumpena dan Bakrie: Daya hasil galur-galur F1 hibrida mentimun


Tabel 5. Rata rata warna buah muda, ketahanan simpan, panjang dan diameter buah.
Perlakuan
Hibrida

Warna buah muda

Hijau tua
1
Hijau
2
Hijau
3
Putih
4
Hijau muda
5
Putih
6
Hijau muda
7
Hijau muda
8
Kuning
9
Kuning
10
Hijau
11
Hijau muda
12
Keterengan : hsp = hari setelah panen

Ketahanan
simpan(hsp)
> 7 hari
> 7 hari
< 4 hari
> 7 hari
> 7 hari
> 7 hari
> 7 hari
< 4 hari
< 7 hari
< 7 hari
> 7 hari
> 7 hari

Panjang Buah
(cm)

Diameter Buah

22,60
15.10
13.10
15.25
10.78
17.15
16.90
11.58
11.08
9.35
18.48
14.65

3.93
3.65
3.83
3.40
3.33
3.68
3,43
3.60
3.88
3.58
3.73
3.88

Tabel 6. Rata- rata intensitas dan ketahanan ZYMV (Zuccini Yellow Mosaic Virus)
Perlakuan
Intensitas %
Tingkat ketahanan
Hybrida 1
15,5
Tahan
Hybrida 2
17,0
Tahan
Hybrida 3
19,0
Tahan
Hybrida 4
27,5
Tahan sedang
Hybrida 5
27,0
Tahan sedang
Hybrida 6
28,5
Tahan sedang
Hybrida 7
22,0
Tahan
Hybrida 8
30,5
Tahan sedang
Hybrida 9
30,0
Tahan sedang
Hybrida 10
38,0
Tahan sedang
Hercules
16,5
Tahan
Asian Star
27,0
Tahan sedang
Keterangan: Sangat tahan = 0 10 %
Peka sedang = > 40 50 %
Tahan
= > 10 25 %
Peka
= > 50 70 %
Tahan sedang = > 25 40 %
Sangat peka = > 70 %
Sumber: Dolores dan Valder dalam Sutarya (2007)
Ketahanan Penyakit Zucchini Yellow Mosaic
Virus.
Hasil analisis menunjukkan galur hibrida
1,2,3,7 dan 12 (Hercules) tahan terhadap penyakit
ZYMV dengan intensitas serangan 1522 %.
Sedangkan galur galur hibrida yang lainnya termasuk
ketahan sedang dengan kisaran antara 2738 %.
Deskripsi Mentimun Galur F1 Hibrida 1
Asal : Filipina dan Indonesia
Silsilah : Persilangan galur LV 2908 x LV 2276

Golongan varietas: Hibrida


Nama varietas: F1 Hibrida 1
(Diusulkan F1 Balitsa Hijau )
Umur mulai berbunga : 33,6 hari
Umur mulai panen
: 48 hari
Tipe tanaman
:Memanjat
Tipe tumbuh
: Indeterminate
Bentuk penampang batang: Persegi empat
Diameter batang
: 12,8 mm
Warna batang
: Hijau
Bentuk daun
: Menjemari
Ukuran daun
: 18,5 cm X 17,6 cm
Warna daun
: Hijau

Jurnal Agrotropika 15(2): 60 - 67, Juli Desember 2010

65

Sumpena dan Bakrie: Daya hasil galur-galur F1 hibrida mentimun


Tepi daun
:Bergerigi
Ujung daun
: Runcing
Permukaan daun
: Berbulu
Bentuk bunga
: Terompet
Warna bunga
: Kuning
(kelopak, mahkota, kepala putik, benangsari)
Bentuk buah
: Elliptical elongated
Ukuran buah
: Panjang 22,6 cm, 3,93 cm
Warna buah muda
: Hijau tua
Warna buah tua
: Kuning
Garis buah
: Hijau tua
Tekstur buah
: Padat
Rasa pangkal buah
: Tidak pahit
Kekerasan buah
: Keras
Berat per buah
: 130 gr
Jumlah buah per tanaman : 27,2 buah
Ketahanan terhadap penyskit : Tahan ZYMV
(Zucchini Yellow Mosaic Virus )
Daya simpan mentimun pada suhu kamar: Di atas
tujuh hari
Hasil mentimun : 87,438 t ha -1
Adaptasi
: Di ketinggian 20 400 m dpl pada
musim kemarau memakai mulsa plastik perak hitam,
atau jerami.

Gambar 1. Mentimun Galur F1 Hibrida 1


Deskripsi Mentimun Galur F1 Hibrida 7
Asal : Indonesia dan Thailand
Silsilah: Persilangan galur LV 1043 x LV 2904
Golongan varietas
: Hibrida
Nama varietas
: F1 Hybrida 7
(diusulkan F1 Balitsa Putih )
Umur mulai berbunga : 30 hari
Umur mulai panen
: 38 hari
Tipe tanaman
:Memanjat
Tipe tumbuh
: Indeterminate
Bentuk penampang batang: Persegi empat
Diameter batang
: 11,5 mm

66

Warna batang
: Hijau muda
Bentuk daun
: Persegi tiga
Ukuran daun
: 22,4 cm X 19,8 cm
Warna daun
: Hijau muda
Tepi daun
: Bergerigi
Ujung daun
:Meruncing
Permukaan daun
: Berbulu
Bentuk bunga
: Terompet
Warna bunga
: Kuning
(kelopak, mahkota, kepala putik, benangsari)
Bentuk buah
: elliptical elongated
Ukuran buah: panjang 16,90 cm, 3,43 cm
Warna buah muda: Hijau muda, pangkal buah hijau
Warna buah tua
: Kuning
Garis buah
: Putih
Tekstur buah
: Padat
Rasa pangkal buah
: Pahit
Kekerasan buah
: Sedang
Berat per buah
: 164 gram
Jumlah buah per tanaman: 24,57 buah
Ketahanan terhadap penyskit: Tahan ZYMV
(Zucchini Yellow Mosaic Virus )
Daya simpan mentimun pada suhu kamar : > 7 hari
Hasil mentimun
: 88,538 t ha -1
Adaptasi: beradaptasi di ketinggian 20 400 m dpl,
pada musim kemarau memakai mulsa plastik perak
hitam, atau jerami.

Gambar 2. Mentimun Galur F1 Hibrida 7


KESIMPULAN
Galur hibrida 1 dan galur hibrida 7 direkomendasikan sebagai calon varietas baru dalam pelepasan
varietas, karena menghasilkan bobot buah per hektar
dan bobot buah per tanaman lebih tinggi dibanding
kontrol H11 (Hercules) dan hampir sama dengan
kontrol H12 (Asian Star) pada 6 lokasi pengujian,
dengan rata rata hasil mentimun hibrida 1 (87,438 t
ha- 1 serta 3,47 kg per tanaman) dan hibrida 7 (88,538
t ha-1 serta 4,02 kg per tanaman) juga tahan penyakit
Zucchini Yellow Mosaic Virus.

Jurnal Agrotropika 15(2): 60 - 67, Juli Desember 2010

Sumpena dan Bakrie: Daya hasil galur-galur F1 hibrida mentimun


UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan
Riawan Tani Blitar dan PT. Sari Bumi
Bogor yang telah memberi bantuan
fasilitas dalam pelaksanaan Pengujian
Hibrida Mentimun ini.

kepada PT.
Manunggal
biaya dan
Galur-galur

DAFTAR PUSTAKA
Aquaah, G. 2007. Breeding hybrid cultivars.
Principles
of
Plant
Genetics
and
Breeding. Blackwell Publ.
Badan Pusat Statistik. 2005. Luas Panen Rata-rata
Hasil dan Produksi Tanaman Hortikultura,
Direktorat Bina Program Tanaman Pangan,
Biro Pusat Statistik, Jakarta. p.310.
Borojevic, S. 2005. Principles and Methods of Plant
Breeding. Development in Crop Science 17.
Elsevier, Amsterdam.
Kusandriani, Y., P. Soedomo, E. Purwati, U.
Sumpena, and A.H. Permadi 2005. Final
report germplasm evaluation of cucumber,
germplasm
Sumarni, N. dan H, Sutapraja 2005. Pengaruh Jarak
Tanam terhadap Hasil dan Pertumbuhan
Tanaman Mentimun kultivar 1043 Bul. Penel.
Hort. XXI (2) :712.

Sumpena, U. dan A.H. Permadi. 1999. Pelepasan


varietas unggul mentimun bersari bebas
Saturnus, Mars dan Pluto. Badan Litbang
Pertanian. Pp. 22
Sumpena, U. and A.H. Permadi. 2005, Cucumber
Multi locations Trial in the Lowland of
Indonesia, Asean Vegetable Researc and
Development Centre. p. 3337.
Sumpena, U. 2006. Uji Daya Gabung dan Heterosis
pada hasil Persilangan diallel Mentimun Jur.
Agriv. Vol 6. (1) 3240.
Sumpena, U. 2008. Budi daya mentimun intensif
dengan mulsa secara tumpang gilir. Penebar
Swadaya Jakarta.pp. 80 cetakan ke V.
Sutarya, R . 2008. Respon beberapa galur mentimun
hibrida terhadap ZYMV (Zuccini Yellow
Mozaic Virus). Laporan hasil penelitian
BALITSA. p. 12
Sutater, T dan Supriadi 2002. Pengaruh Pemberian
Kapur Pertanian dan Pupuk Kandang terhadap
Produksi Tanaman Mentimun di Tanah
Latosol Masam. Bull. Penel. Hort Vol.XVIII
(3) : 2732.

Jurnal Agrotropika 15(2): 60 - 67, Juli Desember 2010

67


  !#"$%&'!
()
*+-,./,10(24365$27389):<;$=>@?BA-CEDF/GH GIJLK#M+ONP8Q0(27QSR :OTU83./,WV3W9X+-27QY79Z./9):[.\:
CEDS]^?
f
_

`
I
b
d

e
f)G
f f
fg_
f)`
f!a
fgI
f)b
f$c
f)d
f)e
_7G

_
fgch eb7e
bh G7diI
ahjI4Gf
`h e_7b
`h b7`iI
`h abG
`h `4aa
`hj_4bf
`hWf!ee
`hWf)If
`hWf7f)`
`h G7df
`h GII
`h G7``
`h Gf!a
_h e7ed
_h e7d7a
_h eicf
_h e7bG
_h eI7G

`
fgch eb7e
bh G7diI
ahjIf)b
ah Gf)`
`h@cgaie
`hjI4db
`h a
cc
`h `7ed
`h `7`e
`hj_4e`
`hj_7I7b
`hj_7_I
`hj_4GG
`hWfgc4d
`hWf!bG
`hWf(aa
`hWf!`G
`hWf7f$c
`hWf!Gb
`h G7e
c

a
fgch eb7e
bh GdI
a&h If!b
a&h G`7`
`hjc4e7b
`h b7ae
`h I4ad
`h ac4I
`h a
_4G
`h `
c$b
`h `7af
`h `f)_
`h _7d7d
`h _7b7d
`h _I4G
`h _7`I
`h __7_
`h _f!G
`hf)e7e
`hf)e7G

I
fgch eb7e
bh GdI
a&h If!b
a&h G`7`
`h df(a
`h bd7G
`h I7d7d
`h I_f
`h ac$G
`h ai`7G
`h `eic
`h `
c$G
`h `7ad
`h `i_4d
`h `f)_
`h _7eic
`h _7dI
`h _icga
`h _7b4a
`h _I7I

b
fgch eb7e
bh GdI
a&h If!b
a&h G`7`
`h df(a
`h be4a
`h bf7f
`h I4ae
`h I7G_
`h aibI
`h ai`I
`h a&f!G
`h `d7e
`h `
c
f
`h `iI4b
`h `7a`
`h ``f
`h `i_4G
`h `f7f
`h `G7`

c
fgch eb7e
bh GdI
a&h If!b
a&h G`7`
`h df(a
`h beic
`h bi_7_
`h I7b7b
`h I_4`
`h aid7e
`h aib_
`h ai`7e
`h a&f!e
`h aiG7`
`h `d7e
`h `
c$b
`h `bI
`h `iI4b
`h `7a
c
`h ``7e

d
fgch eb7e
bh GdI
a&h If!b
a&h G`7`
`h df(a
`h beic
`h bi_7I
`h Iic4I
`h I7`7b
`h I7GI
`h aid7G
`h a
I4e
`h aaf
`h a
_4b
`h a&f!`
`h aiG_
`h `e_
`h `d7`
`h `
c4I
`h `b7d

e
fgch eb7e
bh GdI
a&h If!b
a&h G`7`
`h df(a
`h beic
`h bi_7I
`h Iic$e
`h I4a7a
`h If!b
`h aie7`
`h acga
`h a
I4d
`h aa7a
`h ai`_
`h a
_7_
`h a&f)_
`h aiG4a
`h `eic
`h `e7G

f!G
f$c
h e7b7e
bh GdI
a&h If!b
a&h G`7`
`h df(a
`h beic
`h bi_7I
`h Iic$e
`h I4a
c
`h I_7_
`h I7Gf
`h aid4a
`h ac$G
`h a
Ic
`h aab
`h ai`ic
`h a
_4e
`h a
_f
`h a&f)I
`h aiG7e


  !#"$%&'!
()
*+-,k.-,W0!24365$243W89!:<;$=l>@?A/CEDF/GH GiI7JmK#M7+ONZ8Q0!24QSR :nTU83k.-,V3W9o+\24QY9P.-9!:p.-:rq[s\t$u&vw x
CEDS]^?
_f
__
_7`
_4a
_I
_7b
_ic
_7d
_7e
`G
`f
`i_
``
`7a
`iI
`b
`
c
`d
`e
aiG
aid
bG
dG
f)_7G
_$aiG
y

_
_h e4a&f
_h e7``
_h e_7b
_h ef)e
_h ef)`
_h e7G
c
_h e7Gi_
_h d7e
c
_h d7ei_
_h d7dd
_h d7d7a
_h d7df
_h dicc
_h dic$a
_h dicf
_h d7bd
_h d7biI
_h d7b`
_h d7bf
_h dI7d
_h d4ai`
_h d_7e
_h df!a
_h d7GG
_h@c$db
_h@c7c7_

`
`h Gd7d
`h Gd7G
`h G
c4_
`h Gb7b
`h GiI4e
`h GiI$a
`h G7ae
`h G7a7a
`h G`7e
`h G`I
`h G`f
`h Gi_4d
`h Gi_$a
`h Gi_f
`h Gf!d
`h Gf)I
`h Gf!`
`h Gf!G
`h GG7d
`h GGI
_h eef
_h e
c$b
_h ebf
_h e7a
c
_h e`7`
_h ef!d

a
`hf)df
`hf$c$`
`hf)b7b
`hf)b7G
`hfgI$a
`hf!ae
`hf!a7a
`hf)`7e
`hf)`I
`hf)`f
`hfg_c
`hfg_4`
`hfg_4G
`hffgc
`hff(a
`hff7f
`hf)G7e
`hf)G7b
`hf)G4a
`hf)G_
`h Gdic
`h G
c$`
`h GiI4e
`h G7aiI
`h G`f
`h Gfgc

I
`hj_$ac
`hj_4`e
`hj_4``
`hj_7_7b
`hj_7_f
`hj_f)b
`hj_ff
`hj_4Gb
`hj_4Gi_
`hWf!ee
`hWf!eiI
`hWf!ei_
`hWf!dd
`hWf!diI
`hWf!d`
`hWf!dG
`hWfgc4d
`hWfgc7I
`hWfgc4`
`hWfgcf
`hWf)Iic
`hWf(ai`
`hWf!`G
`hWf7f)b
`hWf!G`
`h G7de
_

b
`hj_4eiI
`hj_4dd
`hj_4di_
`hj_c4b
`hj_cf
`hj_4bb
`hj_4bi_
`hj_7Iic
`hj_7I7`
`hj_7I7G
`hj_$aib
`hj_$ai`
`hj_$aiG
`hj_4`d
`hj_4`iI
`hj_4`i_
`hj_4`G
`hj_7_7d
`hj_7_7b
`hj_7_4a
`hj_ff
`hWf!ed
`hWf!diI
`hWfgc7_
`hWf)I7e
`hWf(aib

c
`h ``_
`h `i_4b
`h `i_4G
`h `f)I
`h `f!G
`h `GI
`h `Gf
`h _7eic
`h _7e7`
`h _7e7G
`h _7dic
`h _7d4a
`h _7df
`h _ic$e
`h _ic$b
`h _icga
`h _ic4_
`h _ic$G
`h _7b7d
`h _7b7b
`h _I4`
`h _4af
`h __4e
`h _fgc
`h _7GI
`hf)e7`

d
`h `bf
`h `iI7I
`h `iI4G
`h `7aiI
`h `7af
`h ``7b
`h ``_
`h `i_4e
`h `i_4b
`h `i_7_
`h `f!e
`h `fgc
`h `f(a
`h `f)_
`h `G7e
`h `Gic
`h `GI
`h `G7`
`h `Gf
`h `G7G
`h _7d7d
`h _ic7c
`h _7b7b
`h _I$a
`h _4a`
`h _7`_

e
`h `7diI
`h `ic4e
`h `ic$a
`h `ic4G
`h `7bb
`h `7bi_
`h `I7d
`h `II
`h `I_
`h `4aie
`h `4aib
`h `4aa
`h `4a&f
`h `7`e
`h `7`
c
`h `7`iI
`h `7``
`h `7`f
`h `7`G
`h `_7d
`h `f)d
`h `7G
c
`hj_4e
c
`hj_4db
`hj_c4b
`hj_4biI

f!G
`h aG7`
`h `7e7d
`h `7e4a
`h `7e7G
`h `7d7b
`h `7d_
`h `ic$e
`h `ic$b
`h `ic$`
`h `ic
f
`h `7b7d
`h `7b7b
`h `7b4a
`h `7b_
`h `7b7G
`h `I4d
`h `I4b
`h `I7I
`h `I4`
`h `I7_
`h `4ai_
`h `7`7`
`h `_4`
`h `f!`
`h `7G4a
`hj_4e4a

f7f
`h a&f!d
`h a&f(a
`h a&f!G
`h aiG7b
`h aiG7`
`h aiG7G
`h `eic
`h `e4a
`h `e_
`h `d7e
`h `dic
`h `dI
`h `d7`
`h `df
`h `
c$e
`h `
c$d
`h `
c$b
`h `
c4I
`h `
c$`
`h `
c4_
`h `b7`
`h `iI7I
`h `7ab
`h ``ic
`h `i_4e
`h `i_4G
`


  !#"$%&'!
()
*+-,./,10(24365$27389):<;$=>@?BA-CEDF/GH GfgJLK#M+ONP8Q0(27QSR :OTU83./,WV3W9X+-27QY79Z./9):[.\:
CEDS]^?
f
_

`
I
b
d

e
f)G
f f
fg_
f)`
f!a
fgI
f)b
f$c
f)d
f)e
_7G

_
e7Gh Gi_$a
f(a&h G`7b
dhj_4bG
bhjIff
Ih@c$Gi_
Ihj_$ai`
ah e4aie
ah@cga
I
ahjI4eb
ah adi_
ah `7ei_
ah `_7G
ahj_4bG
ahj_f)G
ahWf!b
c
ahWf!`f
ah G7ee
ah Gicf
ah G4aib
ah G_4a

`
e7Gh Gi_$a
f(a&h G`7b
dh `_f
bh bicc
Ih d7e`
Ih a`e
IhWf(a
I
ah e7`e
ah@c$d
c
ah bicf
ahjIc4e
ahjI4G7a
ah a7a
_
ah `7ef
ah `4aib
ah `7Gd
ahj_c7I
ahj_$aib
ahj_7_7G
ahWf!e
c

a
e7Gh Gi_$a
f(a&h G`7b
dh `i_f
bhjc$aG
Ih ed7e
Ih I4ae
Ih _7b7G
Ih GiI4b
a&h eG7b
a&hjc4d7e
a&h beic
a&h bi_7_
a&h I7b7G
a&h I7G7d
a&h aib7`
a&h a
_7I
a&h `ef
a&h `bf
a&h ``I
a&h `f)_

I
e7Gh Gi_$a
f(a&h G`7b
dh `i_f
bhjc7I7I
bh G7aG
Ih bf(a
Ih ``7`
Ihf)`4a
a&h ed7b
a&h d
c
f
a&hjc4d7G
a&hjc4GI
a&h b7a`
a&h I7ef
a&h I4a
c
a&h I7G7d
a&h acga
a&h aaiI
a&h a&f!d
a&h `eI

b
e7Gh Gi_$a
f(a&h G`7b
dh `i_f
bhjc7I7I
bh GbI
Ih biI7I
Ih `d7`
Ihf)d7e
Ih G7a`
a&h e`f
a&h d7af
a&hjc4bic
a&hjc4G7b
a&h biI$a
a&h bf!G
a&h Iic4_
a&h I7`7d
a&h I7G7e
a&h aid7`
a&h a
I4e

c
e7Gh Gi_$a
f(a&h G`7b
dh `i_f
bhjc7I7I
bh G
cga
Ih bd7G
Ih a&f!b
Ih __c
Ih Gd7b
a&h e
c4I
a&h ddic
a&h df)I
a&hjc7I$a
a&hjc4G7`
a&h bb7G
a&h bi_7_
a&h I7d7e
a&h II4e
a&h I7`7`
a&h If!G

d
e7Gh Gi_$a
f(a&h G`7b
dh `i_f
bhjc7I7I
bh G
cga
Ih be4a
Ih ai`7e
Ih _I4b
Ihffgc
Ih Gf!G
a&h ei_4`
a&h diI7_
a&hjc4e7`
a&hjc$a`
a&hjc4G7G
a&h bb_
a&h b`7G
a&h bGf
a&h Iic4I
a&h II7_

e
e7Gh Gi_$a
f(a&h G`7b
dh `i_f
bhjc7I7I
bh G
cga
Ihjc4Gf
Ih a
I$a
Ih _ic$b
Ihf!ai_
Ih G`7b
a&h eiI7_
a&h dd_
a&h di_$a
a&hjcc4I
a&hjc4`7`
a&h be7b
a&h bb4a
a&h b`I
a&h bf!G
a&h I7dic

f!G
eGh G_$a
f!ah G7`7b
dh `i_f
bhjc7I7I
bh G
cga
Ihjc4G7`
Ih aib4a
Ih _7ef
Ihf)b7G
Ih GiI4d
a&h e
c4I
a&h eGic
a&h diI4G
a&h dG_
a&hjc4b7G
a&hjc7_$a
a&h be_
a&h bb4a
a&h b`7e
a&h bfgc


  !#"$%&'!
()
*+-,k.-,W0!24365$243W89!:<;$=l>@?A/CEDF/GH GiI7JmK#M7+ONZ8Q0!24QSR :nTU83k.-,V3W9o+\24QY9P.-9!:p.-:rq[s\t$u&vw x
CEDS]^?
_f
__
_7`
_4a
_I
_7b
_ic
_7d
_7e
`G
`f
`i_
``
`7a
`iI
`b
`
c
`d
`e
aiG
aid
bG
dG
f)_7G
_$aiG
y

_
ah G7G7a
`h e7db
`h eic4G
`h eII
`h e4a
_
`h e7`G
`h ef)d
`h e7Gd
`h d7ed
`h d7de
`h d7df
`h dic4`
`h d7biI
`h dI7e
`h dI_
`h d4aib
`h d4aiG
`h d7`iI
`h d7`G
`h d_I
`h@c$e`
`h@c$bi_
`h@c$`i_
`h@c$Gi_
`h bic7_
`h b4ai`

`
a&hf$c7c
a&hfgI4d
a&hf!af
a&hfg_4b
a&hff)_
a&h Ge7e
a&h Gdic
a&h G
c$b
a&h GbI
a&h GiI4b
a&h G7a
c
a&h G`7e
a&h G`f
a&h Gi_$a
a&h Gfgc
a&h Gf7f
a&h GGI
`h ee7e
`h ee7`
`h ed7d
`h eiI7I
`h ei_7_
`h de7G
`h diI4d
`h di_c
`hjc4e7b

a
a&h _7ef
a&h _ic4_
a&h _I$a
a&h _7`7e
a&h __$a
a&h _f7f
a&hf)e7e
a&hf)d7d
a&hf$c7c
a&hf)b7d
a&hfgI4e
a&hfgI4G
a&hf!ai_
a&hf)`I
a&hfg_4d
a&hfg_f
a&hff)I
a&hf)G7e
a&hf)G7`
a&h Ge7d
a&h Gb4a
a&h G`7G
`h eeic
`h eb4a
`h e`_
`h eG7G

I
ah `ic$a
ah `II
ah `7`
c
ah `__
ah `7G
c
ahj_4e7a
ahj_4di_
ahj_c4G
ahj_4bG
ahj_7I7G
ahj_$a&f
ahj_4`i_
ahj_7_4a
ahj_f$c
ahj_f)G
ahj_4G`
ahWf!e
c
ahWf!ef
ahWf!diI
ahWf!dG
ahWf(a
I
ahWf7ff
ah Gicc
ah G4aa
ah Gff
`h eic4d
a

b
ah a`d
ah af)e
ah aGi_
ah `7db
ah `icf
ah `I7d
ah `4aib
ah `7`7a
ah `_4a
ah `f!a
ah `7GiI
ahj_4eb
ahj_4dd
ahj_4df
ahj_c4`
ahj_4b
c
ahj_4bG
ahj_7I4a
ahj_$aie
ahj_$ai`
ahj_4Ge
ahWfgc$a
ahWf(aiG
ahWf!G
c
ah Gic4`
ah G4aiG

c
a&h aid7e
a&h ac$G
a&h a
I4`
a&h ai`ic
a&h a
_4`
a&h a&f!G
a&h `eic
a&h `d7b
a&h `
c$b
a&h `b7b
a&h `iIc
a&h `7ad
a&h `7aG
a&h ``7`
a&h `i_7I
a&h `f!e
a&h `f)_
a&h `G7b
a&h `Gf
a&h _7eI
a&h _7bf
a&h __4b
a&hf)e_
a&hfgI4d
a&hfg_7I
a&h Gef

d
a&h I7`f
a&h If!`
a&h aie7b
a&h aid7G
a&h aib7b
a&h a
I7_
a&h aaG
a&h a
_4e
a&h a&f!e
a&h aiG7e
a&h aiG7G
a&h `ef
a&h `d7`
a&h `
c$b
a&h `b7e
a&h `b_
a&h `iI4b
a&h `iI4G
a&h `7a7a
a&h ``7e
a&h `G4a
a&h _ic$G
a&h _7`7b
a&h _7G_
a&hf)b7d
a&hf)`I

e
ahjI4b
c
ahjI$aid
ahjI4`f
ahjIf)b
ahjI4Gi_
ah ade
ah a
cc
ah abiI
ah aiII
ah a7a
I
ah a`b
ah ai_7d
ah ai_7G
ah af)`
ah aGb
ah `7ee
ah `7e`
ah `7d
c
ah `7df
ah `ic4b
ah `4a&f
ah `7G
c
ahj_c4`
ahj_4`e
ahj_4Gb
ahWfgc7_

f!G
ahjI4eic
ahjIc$d
ahjI4b_
ahjI$ab
ahjI4`_
ahjI7_4G
ahjI4G7d
ah aeic
ah ad7b
ah a
c7c
ah ab7d
ah aiI4e
ah aiI7_
ah a7a7a
ah a`ic
ah a`f
ah ai_7I
ah af!e
ah af!`
ah aG7d
ah `icga
ah `4aG
ah `7G7b
ahj_c4_
ahj_4`7e
ahj_4GI

f7f
a&h bi_7_
a&h bG4a
a&h I7d7d
a&h Iic$`
a&h II4e
a&h I4ab
a&h I7`I
a&h I_$a
a&h If(a
a&h I7G4a
a&h aieI
a&h aidic
a&h ac$e
a&h ac4_
a&h aibI
a&h a
I4e
a&h a
I7_
a&h aa
c
a&h aaf
a&h ai`7b
a&h aiG_
a&h `b7d
a&h ``I
a&h `Gf
a&h _7b7d
a&h _7`I
a

Ilmu Pertanian Vol. 16 No.1, 2013 : 30 - 41


EVALUASI DAYA GABUNG KARAKTER HASIL DAN KOMPONEN HASIL
LIMA GALUR MENTIMUN
EVALUATION OF COMBAINING ABILITY FOR CHARACTER OF YIELD
AND YIELD COMPONENT OF FIVE LINES OF CUCUMBER
Gungun Wiguna1, Aziz Purwantoro2, Nasrullah2
ABSTRACT
Evaluation of combaining ability for character of yield and yield
component of five lines of cucumber. Estimation of general combining ability
of parent and specific combining ability of crosses is necessary as a
guide to select parent effectively in hibridization programe. The study
aimed to estimate the value of combining ability of five cucumber lines
resulted from the crossing based on diallel design method 2 model 1
according to Griffing. Hybridization performed in Lembang from October
2011 to May 2012. The evaluation of parents and F1 was conducted at
Lembang and Subang from July to October 2012, using Randomized
Complete Blok Design with three replications at each location. The results
showed GCA and SCA were highly significantly for all characters.
Interactions of GCAlocation were highly significant to the characters fruit
length and fruit diameter, as well as significant to the character weight per
fruit. SCAlocation interactions were highly significant to the character
diameter of the fruit. P1 line had the best general combining ability values for
fruit weight. P3 line had the best general combining ability value for
number of fruits per plant. Crosses which have a high estimate of SCA for
yield results by hybrid P2P1, P1P5, P2P5 and P3P4.
Key words: cucumber, GCA, SCA.
INTISARI
Pendugaan daya gabung umum tetua dan daya gabung khusus
persilangan diperlukan sebagai pedoman untuk memilih tetua secara efektif
dalam program hibridisasi. Penelitian bertujuan untuk menduga nilai daya
gabung lima galur mentimun hasil persilangan berdasarkan rancangan dialel
metode 2 model 1 menurut griffing. Hibridisasi dilakukan di Lembang dari
bulan Oktober 2011 hingga Mei 2012. Evaluasi tetua dan F1 dilakukan di
Lembang dan Subang dari bulan Juli hingga Oktober 2012, mengunakan
Rancangan Acak Kelompok Lengkap dengan tiga ulangan pada tiap
lokasi. Hasil penelitian menunjukkan DGU dan DGK sangat berbeda nyata
1
2

Mahasiswa S2 Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian UGM, Yogyakarta


Staf Pengajar Fakultas Pertanian UGM, Yogyakarta

31

Wiguna et.al. : Evaluasi Daya Gabung Hasil dan Komponen Hasil Mentimun

untuk semua karakter. Interaksi DGUlokasi sangat nyata untuk karakter


panjang buah dan diameter buah, serta nyata pada karakter berat per
buah. Interaksi DGKlokasi sangat nyata untuk karakter diameter buah.
Galur P1 memiliki nilai daya gabung umum terbaik untuk karakter berat buah
per tanaman. Galur P3 memiliki nilai daya gabung umum terbaik untuk
karakter jumlah buah per tanaman. Kombinasi persilangan yang memiliki
nilai DGK tinggi untuk karakter hasil dihasilkan oleh hibrida P1P2, P1P5,
P2P5, dan P3P4.
Kata kunci : mentimun, DGU, DGK
PENDAHULUAN
Mentimun merupakan tanaman sayuran utama yang dibudidayakan
oleh petani di Indonesia (Anwar et al., 2005). Sejak tahun 2000 sampai 2009
peningkatan luas panen mentimun mencapai 28% (Kementan, 2011).
Sementara itu, produktifitas mentimun di Indonesia masih sangat rendah
yaitu 8,510,4 ton/ha (Kementan, 2011). Salah satu faktor penyebab
rendahnya daya hasil tanaman sayuran di Indonesia antara lain penggunaan
benih sayuran yang mutu genetik dan fisiologisnya kurang baik (Anwar et al.,
2005).
Hibridisasi

merupakan

teknik

yang

potensial dalam

upaya

meningkatkan daya hasil suatu komoditas tanaman dengan karakter yang


dikehendaki. Pendugaan daya gabung (combining ability) merupakan cara
yang efektif dan efesien dalam menyeleksi suatu galur/tetua dalam
hibridisasi sehingga dapat diperoleh hibrida dengan daya hasil tinggi serta
memiliki karakter baik lainnya sesuai yang dikehendaki (Olfati et al., 2010;
Dogra & Kanwar, 2011; Suhendi et al., 2004).
Penelitian ini bertujuan untuk menduga daya gabung umum
(DGU) dan daya gabung khusus (DGK) karakter hasil dan komponen
hasil

dari beberapa galur mentimun. Penelitian ini diharapkan dapat

mengidentifikasi calon tetua dan kombinasi persilangan yang memiliki nilai


DGU dan DGK yang tinggi untuk karakter hasil dan komponen hasil.

Vol 16 No.1

Ilmu Pertanian

32

BAHAN DAN METODE


Penelitian dilakukan dalam dua rangkaian kegiatan. Kegiatan pertama
adalah pembentukan benih hibrida F1 hasil persilangan setengah dialel dari
lima galur (P1, P2, P3, P4, dan P5) koleksi plasma nutfah Balitsa yang
dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 Mei 2012 di kebun percobaan
Balitsa, Lembang (1250 m dpl). Kegiatan kedua adalah evaluasi tetua dan
F1 hasil persilangan setengah dialel yang dilaksanakan pada bulan Juli
Oktober 2012 di dua lokasi. Lokasi pertama di kebun percobaan Subang
pada ketinggian 100 m dpl dan lokasi kedua di kebun percobaan Balai
Penelitian Sayuran Lembang pada ketinggian 1.250 m dpl.
Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok
Lengkap. Setiap lokasi terdiri dari 10 genotipe F1 dan 5 galur tetua dengan
pengulangan 3 kali sehingga di setiap lokasi dihasilkan 45 satuan percobaan
dan setiap satuan percobaan terdiri dari 20 tanaman.
Tanah yang akan ditanami dibajak dahulu sedalam 40-50 cm.
Selanjutnya dibuatkan bedengan dengan ukuran 1,2 5,5 meter, tinggi 40
cm. Pada saat pembuatan bedengan, sebagai pupuk dasar tambahkan
pupuk kandang sebanyak 20 ton/ha dan dolomit 2 ton/ha, kemudian ditutup
mulsa hitam perak. Jarak tanam yang digunakan adalah 50 60 cm.
Sebelum ditanam, benih mentimun disemai pada bumbunan yang
berdiameter 50 mm dan tinggi 60 mm dengan media tanah dicampur pupuk
kandang dengan komposisi 1:1. Bibit dipindah ke lubang tanam setelah
berumur lebih kurang 5-7 hari disemai.
Pupuk susulan NPK dengan dosis 300 kg/ha diberikan secara
bertahap sebanyak 4 kali pada umur 7 hari setelah tanam (hst), 14 hst, 28
hst dan 45 hst. Pemupukan dilakukan dengan cara melarutkan 10 gram NPK
ke dalam 1 liter air kemudian dikocorkan ke tanaman dengan dosis 250
ml/tanaman. Pengendalian hama dan penyakit

dilakukan sesuai dengan

jenis dan tingkat serangan yang terjadi. Dosis dan frekuensi penyemprotan
dilakukan sesuai dengan rekomendasi yang terdapat dalam kemasan obat.

33

Wiguna et.al. : Evaluasi Daya Gabung Hasil dan Komponen Hasil Mentimun

Pengamatan dilakukan terhadap jumlah buah per tanaman, dihitung


dari setiap tanaman sampel

dengan menjumlah semua buah

yang

berhasil dipanen sejak panen pertama hingga panen terakhir. Berat buah
per tanaman, menjumlah berat semua buah yang berhasil di panen sejak
panen pertama hingga panen terahir dari setiap tanaman sampel. Berat per
buah, membagi berat dengan jumlahnya dari semua buah yang berhasil
dipanen dari setiap tanaman sampel. Panjang buah, lima buah dari setiap
tanaman sampel diukur panjangnya dalam satuan sentimeter. Diameter
buah, lima buah dari setiap tanaman sampel di ukur diameter pada bagian
tengah dalam satuan sentimeter.
Analisis daya gabung dilaksanakan dua tahap, yaitu analisis varians
untuk mengetahui perbedaan respon antar genotipe, jika pada analisis
varians diperoleh respon genotipe yang berbeda nyata maka dilanjutkan
analisis daya gabung. Analisis menggunakan program SAS Model Zhang
dan Kang (1977). Analisis daya gabung umum (DGU) dan daya gabung
khusus (DGK) berdasarkan pada metode 2 model 1 dari Griffing (1956).
Analisa dilakukan terhadap keturunan pertama hasil persilangan (F1) dari
tetuanya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1 menunjukkan bahwa efek DGU sangat nyata untuk semua
karakter pengamatan. Efek DGK sangat nyata untuk karakter jumlah buah,
berat buah per tanaman, berat per buah dan panjang buah, dan nyata
untuk karakter diameter buah.

Kuadrat tengah DGU relatif lebih besar

daripada kuadrat tengah DGK.


Menurut Aryana (2008), nilai DGU yang nyata mengindikasikan
setiap galur memiliki kemampuan yang berbeda dalam menghasilkan
keturunan dan terdapat satu

atau

lebih

galur

yang

merupakan

penggabung yang baik untuk karakter- karakter tersebut. Efek DGK nyata
menunjukkan bahwa kombinasi persilangan dapat menghasilkan keturunan

Vol 16 No.1

Ilmu Pertanian

34

yang lebih baik atau lebih jelek dibandingkan kedua tetuanya (Aryana,
2008). Menurut Abro et al. (2009); Dogra & Kanwar (2011), kuadrat
tengah DGU dan DGK yang berbeda nyata menunjukkan bahwa aksi gen
aditif dan nonaditif berperan dalam mengendalikan karakter tersebut.
Perbandingan kuadrat tengah DGU dengan DGK yang lebih besar
dari satu mengindikasikan bahwa aksi gen aditif lebih berperan dari pada
aksi gen nonaditif dalam mengendalikan karakter-karakter tersebut (Kimani
& Derera, 2009; Lpez-Ses & Staub, 2002). Demikian halnya menurut Ali et
al. (1995); Hallauer (2010), kuadrat tengah GCA yang berbeda sangat nyata
dan relatif lebih besar dari kuadrat tengah SCA pada suatu persilangan,
mengindikasikan bahwa efek gen aditif lebih berperan pada persilangan
tersebut.

Tabel 1. Rekapitulasi kuadrat tengah gabungan dari dua lokasi,


hasil persilangan diallel (5 5) untuk karakter hasil dan
komponen hasil.
Sumber Ragam

db

Jumlah Buah
per Tanaman

Genotipe
DGU
DGK
Genotipe*Lokasi
DGU*Lokasi
DGK*Lokasi
Galat

14
4
10
14
4
10
56

29,44**
36,61**
26,57**
3,8
1
3,3
8
3,9
9
3,3
2
21,34

KK

Berat Buah
per Tanaman
600058,32**
1172718,13**
370994,40**
110007,48
104709,13
112126,82
59903,39
23,91

Berat per
Buah
1739,93**
5046,30**
417,38**
225,01*
321,09*
186,57
102,35
8,55

Panjang
Buah

Diameter
Buah

49,99**
165,95**
3,61**
1,92**
4,59**
0,85
0,51

0,13**
0,40**
0,03*
0,02**
0,03*
0,03*
0,01

5,21

3,12

Keterangan: * = berbeda nyata pada taraf 5%. ** = sangat berbeda nyata pada taraf 1%.

Interaksi DGUlokasi sangat nyata pada karakter panjang buah,


nyata pada karakter berat per buah dan diameter buah. Interaksi
DGKlokasi sangat nyata hanya pada karakter diameter buah. Adanya
interaksi DGU dan DGK terhadap lokasi pada karakter tertentu menunjukkan
bahwa efek daya gabung umum tetua dan daya gabung khusus hibrida pada
karakter tersebut dapat berubah pada lingkungan yang berbeda (Filho et al.,
1981; Beyene et al., 2011). Menurut Iqbal et al. (2010) interaksi yang nyata
antara DGU dan DGK dengan lokasi menunjukkan bahwa alel yang

35

Wiguna et.al. : Evaluasi Daya Gabung Hasil dan Komponen Hasil Mentimun

mengatur DGU dan DGK bertindak berbeda pada lingkungan

yang

berbeda. Menurut Sheikh & Singh (2000), adanya interaksi antara DGU
dan DGK terhadap lokasi menunjukkan bahwa komponen genetik baik
aditif ataupun nonaditif bersifat sensitif terhadap perubahan lingkungan yang
terjadi.
Nilai duga DGU cukup bervariasi pada semua genotipe (Tabel 2).
Genotipe dengan nilai DGU positif menunjukkan bahwa genotipe tersebut
memiliki kemampuan bergabung yang baik dengan genotipe lainnya untuk
karakter tertentu (Zare et al., 2011). Meskipun demikian, pada karakter
tertentu DGU bernilai negatif sangat dikehendaki (Aryana, 2008). Misalnya
pada karakter umur panen, DGU yang diharapkan adalah yang bernilai
negatif (Malik et al., 2004; Gupta et al., 2011) karena menunjukkan
kegenjahan serta mengindikasikan bahwa genotipe tersebut memiliki daya
gabung yang baik untuk karakter tersebut (Dogra & Kanwar, 2011).
Tabel 2. Nilai DGU tetua gabungan dua lokasi untuk karakter hasil
Genotipe
P1
P2
P3
P4
P5

Jumlah Buah Per Tanaman


0,84
-0,62
1,19
-0,65
-0,76

Berat Buah Per Tanaman (g)


238,23
-98,21
107,55
-84,53
-163,03

Nilai DGU positif dan tertinggi untuk karakter jumlah buah per tanaman
dihasilkan oleh galur P3 (1,19) diikuti oleh P1 (0,84). Nilai DGU positif dan
tertinggi untuk karakter berat buah per tanaman dimiliki oleh galur P1
(238,23) diikuti oleh P3 (107,55). Hal menunjukkan bahwa genotipe P1 dan
P3 dapat digunakan dalam program hibridisasi untuk mendapatkan hibrida
unggul pada karakter jumlah buah per tanaman dan berat buah per tanaman.
Tabel 3 menunjukkan bahwa pada karakter berat per buah, nilai DGU
galur P1 dipengaruhi oleh lokasi sedangkan P2, P3, P4 dan P5 tidak. Namun
demikian nilai DGU tertinggi, baik di lokasi Lembang maupun Subang
dihasilkan oleh P1 yaitu berturut-turut sebesar 21,49 dan 12,25. Nilai DGU

Vol 16 No.1

Ilmu Pertanian

36

tertinggi akan dihasilkan bila menanam keturunan genotipe P1 di lokasi


Lembang.
Tabel 3. Nilai DGU tetua pada dua lokasi berbeda untuk karakter
komponen hasil
Genotipe
P1
P2
P3
P4
P5

Berat per Buah (g)


Lembang Subang
21,49a
12,25b
d
c
-5,31
-0,67
e
e
-1,92
-2,58
f
f
0,07
3,42
g
g
-14,34
-12,42

Panjang Buah (cm)


Lembang Subang
3,84a
2,84b
d
c
-1,33
-0,64
e
e
-1,07
-0,68
f
f
0,12
0,32
g
g
-1,55
-1,83

Diameter Buah (cm)


Lembang
Subang
-0,15a
-0,18a
b
b
0,09
0,07
c
d
0,03
0,10
f
f
-0,01
0,00
g
g
0,04
-0,01

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%.

Pada karakter panjang buah (Tabel 3) pengaruh lokasi terhadap nilai


DGU sangat nyata pada galur P1 dan P2 dan tidak nyata terhadap galur P3,
P4 dan P5. Nilai DGU positif dan tertinggi, baik di lokasi Lembang
maupun Subang dihasilkan oleh P1 yaitu berturut-turut sebesar 3,84 dan
2,84. Pada karakter ini nilai DGU tertinggi akan dihasilkan dari keturunan P1
yang ditanam di Lembang.
Pada karakter diameter buah, pengaruh lokasi terhadap DGU nyata
hanya pada genotipe P3 dan tidak nyata pada genotipe lainnya. DGU
positif dan tertinggi di lokasi Lembang dihasilkan oleh P2 (0,09) dan di lokasi
Subang dihasilkan oleh P3 (1,08). Tetua dengan nilai DGU tinggi bila
digunakan sebagai tetua persilangan akan menghasilkan hibrida yang
memiliki vigor baik pada karakter yang bersangkutan.
Hibrida yang dapat direkomendasikan sebagai kandidat hibrida
terbaik adalah hasil dari persilangan tetua yang memiliki nilai efek daya
gabung khusus tinggi (Sujiprihati et al., 2007). Tabel 4 menyajikan nilai daya
gabung khusus hibrida mentimun hasil persilangan diallel.
Selain pada karakter yang berhubungan dengan kegenjahan seperti
umur panen, genotipe yang mempunyai nilai DGK tinggi merupakan
gambaran bahwa genotipe tersebut memiliki kemampuan bergabung dengan
genotipe lain dan memberi peluang penampilan terbaik. Nilai DGK positif

37

Wiguna et.al. : Evaluasi Daya Gabung Hasil dan Komponen Hasil Mentimun

mengindikasikan bahwa genotipe tersebut memiliki nilai DGK yang baik


(tinggi). Sebaliknya nilai DGK negatif artinya genotipe tersebut memiliki
nilai DGK rendah untuk karakter tertentu (Zare et al., 2011). Menurut
Uddin et al, (2009) nilai DGK tinggi tidak hanya dihasilkan dari persilangan
antara tetua dengan nilai DGU tinggi saja tapi bisa juga dari hasil persilangan
antara tetua dengan DGU tinggiDGU rendah atau DGU rendahDGU
rendah.
Pada karakter jumlah buah per tanaman delapan kombinasi
persilangan memiliki nilai DGK positif (Tabel 4). Tiga kombinasi dengan nilai
DGK tertinggi dihasilkan oleh hibrida P3P4 (2,66) diikuti oleh hibrida P2P5
(2,40) dan P1P2 (2,38) yang merupakan persilangan dari tetua yang
memiliki nilai DGU tinggirendah dan sedangrendah.

Tabel 4. Nilai duga DGK hibrida mentimun hasil persilangan


diallel gabungan dua lokasi pada beberapa karakter
Hibrida
P1 P2
P1 P3
P1 P4
P1 P5
P2 P3
P2 P4
P2 P5
P3 P4
P3 P5
P4 P5

Jumlah Buah Berat Buah per Berat per


per Tanaman Tanaman (g)
Buah (g)
2,38
-0,21
0,23
1,18
0,93
0,57
2,40
2,66
0,37
-0,11

321,15
20,45
25,75
196,59
91,13
70,90
274,21
158,49
63,98
41,83

1,31
0,22
-2,11
10,84
0,68
-0,74
5,72
-13,28
6,10
6,44

Panjang
Buah (cm)
-0,71
0,35
0,15
-0,05
0,53
0,27
0,18
-1,87
0,39
0,80

Pada karakter berat buah per tanaman, semua persilangan memiliki


nilai DGK positif. Nilai DGK tertinggi dimiliki oleh hibrida P1P2 (321,15)
diikuti oleh hibrida P2P5 (274,21) dan P1P5 (196,59) yang merupakan
persilangan dari tetua dengan nilai DGU tinggirendah dan rendahrendah.
Berdasarkan informasi ini, hibrida P1P2, P1P5, dan P2P5 memiliki
DGK tinggi untuk karakter berat buah per tanaman.
Pada

karakter

berat

per

buah

tujuh

kombinasi

persilangan

Vol 16 No.1

Ilmu Pertanian

38

menunjukkan nilai DGK positif yang merupakan persilangan dari tetua


dengan nilai DGU tinggirendah, rendahrendah, dan mediumrendah. Nilai
DGK tertinggi dihasilkan oleh hibrida P1P5 (10,84) yang merupakan
persilangan dari tetua dengan DGU tinggirendah. Selain itu, nilai DGK
tinggi juga dimiliki oleh hibrida P2P5, P3P5, dan P4P5 masing-masing
sebesar 5,72, 6,10, dan 6,44.
Pada

karakter

panjang

buah,

tujuh

kombinasi

persilangan

menunjukkan nilai DGK positif. Tiga kombinasi persilangan dengan DGK


tinggi dihasilkan oleh hibrida P4P5 (0,80), P2P3 (0,53), dan P3P5 (0,39)
yang memiliki nilai DGU rendah dan sedang untuk sifat tersebut. Nilai DGK
tertinggi untuk sifat ini dimiliki oleh hibrida P4P5 (0,80).
Adanya interaksi lokasi terhadap DGK pada karakter diameter buah
mengakibatkan terjadinya perbedaan nilai DGK untuk karakter tersebut
dari hibrida yang sama pada lokasi yang berbeda (Tabel 5). Menurut Deitos
et al. (2006) hal ini bermakna bahwa pengaruh aksi gen nonaditif (vigor
hibrida) pada karakter tersebut dipengaruhi oleh perubahan lokasi. Oleh
karena itu dalam seleksi untuk mendapatkan hibrida, setiap lokasi pengujian
harus dipertimbangkan secara terpisah.
Berdasarkan Tabel 5, nilai daya gabung khusus untuk karakter
diameter buah tertinggi di Lembang dihasilkan oleh hibrida P2P4 (0,09). Di
Subang, nilai DGK tertinggi dihasilkan oleh hibrida P2P5 (1,61). Pengaruh
lokasi terhadap DGK sangat nyata pada hibrida P2P5 sehingga meskipun
di Subang P2P5 menunjukkan nilai DGK tertinggi, tetapi tidak demikian
halnya bila ditanam di Lembang.

39

Wiguna et.al. : Evaluasi Daya Gabung Hasil dan Komponen Hasil Mentimun

Tabel 5. Nilai DGK hibrida mentimun hasil persilangan diallel di dua


lokasi pada karakter diameter buah
Diameter Buah
Lembang
Subang
0,02a
-0,10a
P1 P2
b
-0,02
-0,09b
P1 P3
c
-0,05
-0,11c
P1 P4
d
0,03
0,15d
P1 P5
e
-0,13
0,10e
P2 P3
f
0,09
0,02f
P2 P4
h
-0,09
0,20g
P2 P5
i
0,07
0,09i
P3 P4
j
0,04
0,04j
P3 P5
k
-0,06
-0,12k
P4 P5
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama, pada baris yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%.
Hibrida

KESIMPULAN
1. Terdapat interaksi antara DGU dengan lingkungan untuk karakter
berat per buah, panjang buah dan diameter buah. Interaksi antara
DGK dengan lingkungan terjadi pada karakter diameter buah.
2. Galur P1 memiliki nilai daya gabung umum terbaik untuk karakter
berat buah per tanaman dan galur P3 memiliki nilai daya gabung
umum terbaik untuk karakter jumlah buah per tanaman di dua lokasi
pengujian.

3. Kombinasi persilangan yang memiliki nilai DGK tinggi untuk karakter


hasil adalah hibrida P1P2, P1P5, P2P5 dan P3P4. Persilangan
tersebut merupakan calon hibrida unggul untuk pengujian selanjutnya.

Vol 16 No.1

Ilmu Pertanian

40

DAFTAR PUSTAKA

Abro, S., M.M. Kandhro, S. Laghari, M.A. Arain & Z.A. Deho. 2009.
Combining Ability And Heterosis For Yield Contributing Traits In
Upland Cotton (Gossypium Hirsutum L.). Pak. J. Bot., 41(4): 17691774.
Ali, N., J.C. Wyne & J.P. Murphy. 1995. Combining Ability Estimates For
Early Maturity and Agronomic Traits in Peanut (Arachis hypogea L.).
Pak. J. Bot. 27(1): 111-119.
Anwar, A., Sudarsono & S. Ilyas. 2005. Perbenihan Sayuran di
Indonesia: Kondisi Terkini dan Prospek Bisnis Benih Sayuran. Bul.
Agron. 33(1): 38 47.
Aryana, Igp. M. 2008. Daya Gabung Umum Dan Daya Gabung Khusus
Padi Beras Merah Hasil Silang Puncak. Agroteksos Vol. 18 No. 1-3,
hal: 27-36.
Beyene, Y., S. Mugo, J. Gakunga, H. Karaya, C. Mutinda, T. Tefera, S.
Njoka, D. Chepkesis, J. M. Shuma & R. Tende. 2011.Combining
ability of maize (Zea mays L.) inbred lines resistant to stem borers.
African Journal of Biotechnology Vol. 10(23), pp. 4759-4766
Deitos, A., E. Arnhold , F. Mora & G.V. Miranda. 2006. Yield and
combining ability of maize cultivars under different ecogeographic
conditions. Crop Breeding and Applied Biotechnology 6:222-227.
Dogra, B.S. & M.S. Kanwar. 2011.
Exploitation of Combining Ability in
Cucumber (Cucumis sativus L.). Research Journal of Agricultural
Sciences 2(1): 55-59.
Filho, V. N., E. E. G. E Gama, R.T. Vianna & J. R. Mro.1981. General And
Specific Combining Abilltv For Yield In A Diallel Cross Among 18
Maize Populations (Zea Mays L.). Rev. Brasil. Genet. Iv, 4, 571577
Gupta, P., Chaudhary, & S.K. Lal. 2011. Heterosis and Combining Ability
Analysis for Yield and its Component in Indian Mustard (Brassica
juncea L. Czern and Coss). Academic Journal of Plant Science 4(2) :
45-52.
Griffing B. 1956. Concept of General and Specific Combining Ability
in
Relation to Diallel Crossing System.Aus.Biol Sci 9(4) : 463-493.
Hallauer AR., Marcelo J.C. & Miranda JB. 2010. Quantitative
Genetics in Maize Breeding. Springer Science and Business Media.
Iqbal, A. M., F. A. Nehvi, S. A. Wani, H. Qadri, Z. A. Dar & A. A. Lone.
2010. Combining ability studies over environments in Rajmash
(Phaseolus Vulgaris L.) in Jammu and Kashmir, India. Journal of
Plant Breeding and Crop Science Vol. 2(11), pp. 333-338
Kementerian
Pertanian.
2011.
Basis
Data
Pertanian.
http://www.deptan.go.id/tampil.php?page=inf_basisdata
(diakses

41

Wiguna et.al. : Evaluasi Daya Gabung Hasil dan Komponen Hasil Mentimun

tanggal 16 September 2012).


Kimani, J. M. & J. Derera. 2009 Combining ability analysis across
environments for some traits in dry bean (Phaseolus vulgaris L.)
under low and high soil phosphorus conditions. Euphytica 166:113.
Lpez-Ses,
A. I. & J. Staub. 2002. combining ability analysis of
yield
components in cucumber. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 127(6):931937.
Malik, S.I., H. N. Malik, N. M. Minhas & M. Munir . 2004. General and
specific combining ability studies in maize diallel crosses. Int. J.
Agri. Biol., Vol. 6, No. 5: 856859.
Olfati, J.A., H. Samizadeh, B. Rabiei & G.H. Peyvast. 2012. Grifngs
methods comparison for general and specic combining ability in
cucumber, The cientic world journal. Vol. 2012, pp.1-4.
Sheikh, S. & I. Singh.2000. Combining ability analysis over environments
in
bread wheat in diallel cross data. Agric. Sci. Digest, 20 (2): 137-138.
Suhendi, D., A.W. Susilo & S. Mawardi. 2004. Analisis daya gabung
karakter pertumbuhan vegetatif beberapa klon kakao (Theobroma
cacao l.), Zuriat, vol. 15, no.2, hlm. 125-132
Sujiprihati, S., Rahmi Yunianti, Muhamad Syukur &
Undang. 2007.
Pendugaan nilai heterosis dan daya gabung beberapa komponen
hasil pada persilangan dialel penuh enam genotipe cabai (Capsicum
annuum L.). Bul. Agron. (35) (1) 28-35.
Uddin, M. N., M.M.Hossain, M. M. Rahman, S. Ahmad &
A.K.M.
Quamruzzaman. 2009. Combining ability and gene action in cucumber
(Cucumis sativus L.). Saarc J. Agri., 7 (1), 64-72.
Zare, M., R. Choukan, E. M. Heravan, M. R. Bihamta & K. Ordookhani.
2011.
Gene action of some agronomic traits in corn (Zea mays L.) using diallel
cross analysis. African Journal of Agricultural Research Vol. 6(3),
pp. 693-703.
Zhang, Y & Kang, M.S. 2003. DIALLEL-SAS: A SAS program for griffings
diallel analises. Hal: 1-19. In: M.S. Kang (Ed.) Handbook of Formulas
and Software for Plant Geneticists and Breeders. Food Product
Press and Haworth Regerence Press, Imprint of The Hawort Press,
Inc. New York.

Ilmu Pertanian Vol. 16 No.1, 2013 : 30 - 41


EVALUASI DAYA GABUNG KARAKTER HASIL DAN KOMPONEN HASIL
LIMA GALUR MENTIMUN
EVALUATION OF COMBAINING ABILITY FOR CHARACTER OF YIELD
AND YIELD COMPONENT OF FIVE LINES OF CUCUMBER
Gungun Wiguna1, Aziz Purwantoro2, Nasrullah2
ABSTRACT
Evaluation of combaining ability for character of yield and yield
component of five lines of cucumber. Estimation of general combining ability
of parent and specific combining ability of crosses is necessary as a
guide to select parent effectively in hibridization programe. The study
aimed to estimate the value of combining ability of five cucumber lines
resulted from the crossing based on diallel design method 2 model 1
according to Griffing. Hybridization performed in Lembang from October
2011 to May 2012. The evaluation of parents and F1 was conducted at
Lembang and Subang from July to October 2012, using Randomized
Complete Blok Design with three replications at each location. The results
showed GCA and SCA were highly significantly for all characters.
Interactions of GCAlocation were highly significant to the characters fruit
length and fruit diameter, as well as significant to the character weight per
fruit. SCAlocation interactions were highly significant to the character
diameter of the fruit. P1 line had the best general combining ability values for
fruit weight. P3 line had the best general combining ability value for
number of fruits per plant. Crosses which have a high estimate of SCA for
yield results by hybrid P2P1, P1P5, P2P5 and P3P4.
Key words: cucumber, GCA, SCA.
INTISARI
Pendugaan daya gabung umum tetua dan daya gabung khusus
persilangan diperlukan sebagai pedoman untuk memilih tetua secara efektif
dalam program hibridisasi. Penelitian bertujuan untuk menduga nilai daya
gabung lima galur mentimun hasil persilangan berdasarkan rancangan dialel
metode 2 model 1 menurut griffing. Hibridisasi dilakukan di Lembang dari
bulan Oktober 2011 hingga Mei 2012. Evaluasi tetua dan F1 dilakukan di
Lembang dan Subang dari bulan Juli hingga Oktober 2012, mengunakan
Rancangan Acak Kelompok Lengkap dengan tiga ulangan pada tiap
lokasi. Hasil penelitian menunjukkan DGU dan DGK sangat berbeda nyata
1
2

Mahasiswa S2 Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian UGM, Yogyakarta


Staf Pengajar Fakultas Pertanian UGM, Yogyakarta

31

Wiguna et.al. : Evaluasi Daya Gabung Hasil dan Komponen Hasil Mentimun

untuk semua karakter. Interaksi DGUlokasi sangat nyata untuk karakter


panjang buah dan diameter buah, serta nyata pada karakter berat per
buah. Interaksi DGKlokasi sangat nyata untuk karakter diameter buah.
Galur P1 memiliki nilai daya gabung umum terbaik untuk karakter berat buah
per tanaman. Galur P3 memiliki nilai daya gabung umum terbaik untuk
karakter jumlah buah per tanaman. Kombinasi persilangan yang memiliki
nilai DGK tinggi untuk karakter hasil dihasilkan oleh hibrida P1P2, P1P5,
P2P5, dan P3P4.
Kata kunci : mentimun, DGU, DGK
PENDAHULUAN
Mentimun merupakan tanaman sayuran utama yang dibudidayakan
oleh petani di Indonesia (Anwar et al., 2005). Sejak tahun 2000 sampai 2009
peningkatan luas panen mentimun mencapai 28% (Kementan, 2011).
Sementara itu, produktifitas mentimun di Indonesia masih sangat rendah
yaitu 8,510,4 ton/ha (Kementan, 2011). Salah satu faktor penyebab
rendahnya daya hasil tanaman sayuran di Indonesia antara lain penggunaan
benih sayuran yang mutu genetik dan fisiologisnya kurang baik (Anwar et al.,
2005).
Hibridisasi

merupakan

teknik

yang

potensial dalam

upaya

meningkatkan daya hasil suatu komoditas tanaman dengan karakter yang


dikehendaki. Pendugaan daya gabung (combining ability) merupakan cara
yang efektif dan efesien dalam menyeleksi suatu galur/tetua dalam
hibridisasi sehingga dapat diperoleh hibrida dengan daya hasil tinggi serta
memiliki karakter baik lainnya sesuai yang dikehendaki (Olfati et al., 2010;
Dogra & Kanwar, 2011; Suhendi et al., 2004).
Penelitian ini bertujuan untuk menduga daya gabung umum
(DGU) dan daya gabung khusus (DGK) karakter hasil dan komponen
hasil

dari beberapa galur mentimun. Penelitian ini diharapkan dapat

mengidentifikasi calon tetua dan kombinasi persilangan yang memiliki nilai


DGU dan DGK yang tinggi untuk karakter hasil dan komponen hasil.

Vol 16 No.1

Ilmu Pertanian

32

BAHAN DAN METODE


Penelitian dilakukan dalam dua rangkaian kegiatan. Kegiatan pertama
adalah pembentukan benih hibrida F1 hasil persilangan setengah dialel dari
lima galur (P1, P2, P3, P4, dan P5) koleksi plasma nutfah Balitsa yang
dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 Mei 2012 di kebun percobaan
Balitsa, Lembang (1250 m dpl). Kegiatan kedua adalah evaluasi tetua dan
F1 hasil persilangan setengah dialel yang dilaksanakan pada bulan Juli
Oktober 2012 di dua lokasi. Lokasi pertama di kebun percobaan Subang
pada ketinggian 100 m dpl dan lokasi kedua di kebun percobaan Balai
Penelitian Sayuran Lembang pada ketinggian 1.250 m dpl.
Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok
Lengkap. Setiap lokasi terdiri dari 10 genotipe F1 dan 5 galur tetua dengan
pengulangan 3 kali sehingga di setiap lokasi dihasilkan 45 satuan percobaan
dan setiap satuan percobaan terdiri dari 20 tanaman.
Tanah yang akan ditanami dibajak dahulu sedalam 40-50 cm.
Selanjutnya dibuatkan bedengan dengan ukuran 1,2 5,5 meter, tinggi 40
cm. Pada saat pembuatan bedengan, sebagai pupuk dasar tambahkan
pupuk kandang sebanyak 20 ton/ha dan dolomit 2 ton/ha, kemudian ditutup
mulsa hitam perak. Jarak tanam yang digunakan adalah 50 60 cm.
Sebelum ditanam, benih mentimun disemai pada bumbunan yang
berdiameter 50 mm dan tinggi 60 mm dengan media tanah dicampur pupuk
kandang dengan komposisi 1:1. Bibit dipindah ke lubang tanam setelah
berumur lebih kurang 5-7 hari disemai.
Pupuk susulan NPK dengan dosis 300 kg/ha diberikan secara
bertahap sebanyak 4 kali pada umur 7 hari setelah tanam (hst), 14 hst, 28
hst dan 45 hst. Pemupukan dilakukan dengan cara melarutkan 10 gram NPK
ke dalam 1 liter air kemudian dikocorkan ke tanaman dengan dosis 250
ml/tanaman. Pengendalian hama dan penyakit

dilakukan sesuai dengan

jenis dan tingkat serangan yang terjadi. Dosis dan frekuensi penyemprotan
dilakukan sesuai dengan rekomendasi yang terdapat dalam kemasan obat.

33

Wiguna et.al. : Evaluasi Daya Gabung Hasil dan Komponen Hasil Mentimun

Pengamatan dilakukan terhadap jumlah buah per tanaman, dihitung


dari setiap tanaman sampel

dengan menjumlah semua buah

yang

berhasil dipanen sejak panen pertama hingga panen terakhir. Berat buah
per tanaman, menjumlah berat semua buah yang berhasil di panen sejak
panen pertama hingga panen terahir dari setiap tanaman sampel. Berat per
buah, membagi berat dengan jumlahnya dari semua buah yang berhasil
dipanen dari setiap tanaman sampel. Panjang buah, lima buah dari setiap
tanaman sampel diukur panjangnya dalam satuan sentimeter. Diameter
buah, lima buah dari setiap tanaman sampel di ukur diameter pada bagian
tengah dalam satuan sentimeter.
Analisis daya gabung dilaksanakan dua tahap, yaitu analisis varians
untuk mengetahui perbedaan respon antar genotipe, jika pada analisis
varians diperoleh respon genotipe yang berbeda nyata maka dilanjutkan
analisis daya gabung. Analisis menggunakan program SAS Model Zhang
dan Kang (1977). Analisis daya gabung umum (DGU) dan daya gabung
khusus (DGK) berdasarkan pada metode 2 model 1 dari Griffing (1956).
Analisa dilakukan terhadap keturunan pertama hasil persilangan (F1) dari
tetuanya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1 menunjukkan bahwa efek DGU sangat nyata untuk semua
karakter pengamatan. Efek DGK sangat nyata untuk karakter jumlah buah,
berat buah per tanaman, berat per buah dan panjang buah, dan nyata
untuk karakter diameter buah.

Kuadrat tengah DGU relatif lebih besar

daripada kuadrat tengah DGK.


Menurut Aryana (2008), nilai DGU yang nyata mengindikasikan
setiap galur memiliki kemampuan yang berbeda dalam menghasilkan
keturunan dan terdapat satu

atau

lebih

galur

yang

merupakan

penggabung yang baik untuk karakter- karakter tersebut. Efek DGK nyata
menunjukkan bahwa kombinasi persilangan dapat menghasilkan keturunan

Vol 16 No.1

Ilmu Pertanian

34

yang lebih baik atau lebih jelek dibandingkan kedua tetuanya (Aryana,
2008). Menurut Abro et al. (2009); Dogra & Kanwar (2011), kuadrat
tengah DGU dan DGK yang berbeda nyata menunjukkan bahwa aksi gen
aditif dan nonaditif berperan dalam mengendalikan karakter tersebut.
Perbandingan kuadrat tengah DGU dengan DGK yang lebih besar
dari satu mengindikasikan bahwa aksi gen aditif lebih berperan dari pada
aksi gen nonaditif dalam mengendalikan karakter-karakter tersebut (Kimani
& Derera, 2009; Lpez-Ses & Staub, 2002). Demikian halnya menurut Ali et
al. (1995); Hallauer (2010), kuadrat tengah GCA yang berbeda sangat nyata
dan relatif lebih besar dari kuadrat tengah SCA pada suatu persilangan,
mengindikasikan bahwa efek gen aditif lebih berperan pada persilangan
tersebut.

Tabel 1. Rekapitulasi kuadrat tengah gabungan dari dua lokasi,


hasil persilangan diallel (5 5) untuk karakter hasil dan
komponen hasil.
Sumber Ragam

db

Jumlah Buah
per Tanaman

Genotipe
DGU
DGK
Genotipe*Lokasi
DGU*Lokasi
DGK*Lokasi
Galat

14
4
10
14
4
10
56

29,44**
36,61**
26,57**
3,8
1
3,3
8
3,9
9
3,3
2
21,34

KK

Berat Buah
per Tanaman
600058,32**
1172718,13**
370994,40**
110007,48
104709,13
112126,82
59903,39
23,91

Berat per
Buah
1739,93**
5046,30**
417,38**
225,01*
321,09*
186,57
102,35
8,55

Panjang
Buah

Diameter
Buah

49,99**
165,95**
3,61**
1,92**
4,59**
0,85
0,51

0,13**
0,40**
0,03*
0,02**
0,03*
0,03*
0,01

5,21

3,12

Keterangan: * = berbeda nyata pada taraf 5%. ** = sangat berbeda nyata pada taraf 1%.

Interaksi DGUlokasi sangat nyata pada karakter panjang buah,


nyata pada karakter berat per buah dan diameter buah. Interaksi
DGKlokasi sangat nyata hanya pada karakter diameter buah. Adanya
interaksi DGU dan DGK terhadap lokasi pada karakter tertentu menunjukkan
bahwa efek daya gabung umum tetua dan daya gabung khusus hibrida pada
karakter tersebut dapat berubah pada lingkungan yang berbeda (Filho et al.,
1981; Beyene et al., 2011). Menurut Iqbal et al. (2010) interaksi yang nyata
antara DGU dan DGK dengan lokasi menunjukkan bahwa alel yang

35

Wiguna et.al. : Evaluasi Daya Gabung Hasil dan Komponen Hasil Mentimun

mengatur DGU dan DGK bertindak berbeda pada lingkungan

yang

berbeda. Menurut Sheikh & Singh (2000), adanya interaksi antara DGU
dan DGK terhadap lokasi menunjukkan bahwa komponen genetik baik
aditif ataupun nonaditif bersifat sensitif terhadap perubahan lingkungan yang
terjadi.
Nilai duga DGU cukup bervariasi pada semua genotipe (Tabel 2).
Genotipe dengan nilai DGU positif menunjukkan bahwa genotipe tersebut
memiliki kemampuan bergabung yang baik dengan genotipe lainnya untuk
karakter tertentu (Zare et al., 2011). Meskipun demikian, pada karakter
tertentu DGU bernilai negatif sangat dikehendaki (Aryana, 2008). Misalnya
pada karakter umur panen, DGU yang diharapkan adalah yang bernilai
negatif (Malik et al., 2004; Gupta et al., 2011) karena menunjukkan
kegenjahan serta mengindikasikan bahwa genotipe tersebut memiliki daya
gabung yang baik untuk karakter tersebut (Dogra & Kanwar, 2011).
Tabel 2. Nilai DGU tetua gabungan dua lokasi untuk karakter hasil
Genotipe
P1
P2
P3
P4
P5

Jumlah Buah Per Tanaman


0,84
-0,62
1,19
-0,65
-0,76

Berat Buah Per Tanaman (g)


238,23
-98,21
107,55
-84,53
-163,03

Nilai DGU positif dan tertinggi untuk karakter jumlah buah per tanaman
dihasilkan oleh galur P3 (1,19) diikuti oleh P1 (0,84). Nilai DGU positif dan
tertinggi untuk karakter berat buah per tanaman dimiliki oleh galur P1
(238,23) diikuti oleh P3 (107,55). Hal menunjukkan bahwa genotipe P1 dan
P3 dapat digunakan dalam program hibridisasi untuk mendapatkan hibrida
unggul pada karakter jumlah buah per tanaman dan berat buah per tanaman.
Tabel 3 menunjukkan bahwa pada karakter berat per buah, nilai DGU
galur P1 dipengaruhi oleh lokasi sedangkan P2, P3, P4 dan P5 tidak. Namun
demikian nilai DGU tertinggi, baik di lokasi Lembang maupun Subang
dihasilkan oleh P1 yaitu berturut-turut sebesar 21,49 dan 12,25. Nilai DGU

Vol 16 No.1

Ilmu Pertanian

36

tertinggi akan dihasilkan bila menanam keturunan genotipe P1 di lokasi


Lembang.
Tabel 3. Nilai DGU tetua pada dua lokasi berbeda untuk karakter
komponen hasil
Genotipe
P1
P2
P3
P4
P5

Berat per Buah (g)


Lembang Subang
21,49a
12,25b
d
c
-5,31
-0,67
e
e
-1,92
-2,58
f
f
0,07
3,42
g
g
-14,34
-12,42

Panjang Buah (cm)


Lembang Subang
3,84a
2,84b
d
c
-1,33
-0,64
e
e
-1,07
-0,68
f
f
0,12
0,32
g
g
-1,55
-1,83

Diameter Buah (cm)


Lembang
Subang
-0,15a
-0,18a
b
b
0,09
0,07
c
d
0,03
0,10
f
f
-0,01
0,00
g
g
0,04
-0,01

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%.

Pada karakter panjang buah (Tabel 3) pengaruh lokasi terhadap nilai


DGU sangat nyata pada galur P1 dan P2 dan tidak nyata terhadap galur P3,
P4 dan P5. Nilai DGU positif dan tertinggi, baik di lokasi Lembang
maupun Subang dihasilkan oleh P1 yaitu berturut-turut sebesar 3,84 dan
2,84. Pada karakter ini nilai DGU tertinggi akan dihasilkan dari keturunan P1
yang ditanam di Lembang.
Pada karakter diameter buah, pengaruh lokasi terhadap DGU nyata
hanya pada genotipe P3 dan tidak nyata pada genotipe lainnya. DGU
positif dan tertinggi di lokasi Lembang dihasilkan oleh P2 (0,09) dan di lokasi
Subang dihasilkan oleh P3 (1,08). Tetua dengan nilai DGU tinggi bila
digunakan sebagai tetua persilangan akan menghasilkan hibrida yang
memiliki vigor baik pada karakter yang bersangkutan.
Hibrida yang dapat direkomendasikan sebagai kandidat hibrida
terbaik adalah hasil dari persilangan tetua yang memiliki nilai efek daya
gabung khusus tinggi (Sujiprihati et al., 2007). Tabel 4 menyajikan nilai daya
gabung khusus hibrida mentimun hasil persilangan diallel.
Selain pada karakter yang berhubungan dengan kegenjahan seperti
umur panen, genotipe yang mempunyai nilai DGK tinggi merupakan
gambaran bahwa genotipe tersebut memiliki kemampuan bergabung dengan
genotipe lain dan memberi peluang penampilan terbaik. Nilai DGK positif

37

Wiguna et.al. : Evaluasi Daya Gabung Hasil dan Komponen Hasil Mentimun

mengindikasikan bahwa genotipe tersebut memiliki nilai DGK yang baik


(tinggi). Sebaliknya nilai DGK negatif artinya genotipe tersebut memiliki
nilai DGK rendah untuk karakter tertentu (Zare et al., 2011). Menurut
Uddin et al, (2009) nilai DGK tinggi tidak hanya dihasilkan dari persilangan
antara tetua dengan nilai DGU tinggi saja tapi bisa juga dari hasil persilangan
antara tetua dengan DGU tinggiDGU rendah atau DGU rendahDGU
rendah.
Pada karakter jumlah buah per tanaman delapan kombinasi
persilangan memiliki nilai DGK positif (Tabel 4). Tiga kombinasi dengan nilai
DGK tertinggi dihasilkan oleh hibrida P3P4 (2,66) diikuti oleh hibrida P2P5
(2,40) dan P1P2 (2,38) yang merupakan persilangan dari tetua yang
memiliki nilai DGU tinggirendah dan sedangrendah.

Tabel 4. Nilai duga DGK hibrida mentimun hasil persilangan


diallel gabungan dua lokasi pada beberapa karakter
Hibrida
P1 P2
P1 P3
P1 P4
P1 P5
P2 P3
P2 P4
P2 P5
P3 P4
P3 P5
P4 P5

Jumlah Buah Berat Buah per Berat per


per Tanaman Tanaman (g)
Buah (g)
2,38
-0,21
0,23
1,18
0,93
0,57
2,40
2,66
0,37
-0,11

321,15
20,45
25,75
196,59
91,13
70,90
274,21
158,49
63,98
41,83

1,31
0,22
-2,11
10,84
0,68
-0,74
5,72
-13,28
6,10
6,44

Panjang
Buah (cm)
-0,71
0,35
0,15
-0,05
0,53
0,27
0,18
-1,87
0,39
0,80

Pada karakter berat buah per tanaman, semua persilangan memiliki


nilai DGK positif. Nilai DGK tertinggi dimiliki oleh hibrida P1P2 (321,15)
diikuti oleh hibrida P2P5 (274,21) dan P1P5 (196,59) yang merupakan
persilangan dari tetua dengan nilai DGU tinggirendah dan rendahrendah.
Berdasarkan informasi ini, hibrida P1P2, P1P5, dan P2P5 memiliki
DGK tinggi untuk karakter berat buah per tanaman.
Pada

karakter

berat

per

buah

tujuh

kombinasi

persilangan

Vol 16 No.1

Ilmu Pertanian

38

menunjukkan nilai DGK positif yang merupakan persilangan dari tetua


dengan nilai DGU tinggirendah, rendahrendah, dan mediumrendah. Nilai
DGK tertinggi dihasilkan oleh hibrida P1P5 (10,84) yang merupakan
persilangan dari tetua dengan DGU tinggirendah. Selain itu, nilai DGK
tinggi juga dimiliki oleh hibrida P2P5, P3P5, dan P4P5 masing-masing
sebesar 5,72, 6,10, dan 6,44.
Pada

karakter

panjang

buah,

tujuh

kombinasi

persilangan

menunjukkan nilai DGK positif. Tiga kombinasi persilangan dengan DGK


tinggi dihasilkan oleh hibrida P4P5 (0,80), P2P3 (0,53), dan P3P5 (0,39)
yang memiliki nilai DGU rendah dan sedang untuk sifat tersebut. Nilai DGK
tertinggi untuk sifat ini dimiliki oleh hibrida P4P5 (0,80).
Adanya interaksi lokasi terhadap DGK pada karakter diameter buah
mengakibatkan terjadinya perbedaan nilai DGK untuk karakter tersebut
dari hibrida yang sama pada lokasi yang berbeda (Tabel 5). Menurut Deitos
et al. (2006) hal ini bermakna bahwa pengaruh aksi gen nonaditif (vigor
hibrida) pada karakter tersebut dipengaruhi oleh perubahan lokasi. Oleh
karena itu dalam seleksi untuk mendapatkan hibrida, setiap lokasi pengujian
harus dipertimbangkan secara terpisah.
Berdasarkan Tabel 5, nilai daya gabung khusus untuk karakter
diameter buah tertinggi di Lembang dihasilkan oleh hibrida P2P4 (0,09). Di
Subang, nilai DGK tertinggi dihasilkan oleh hibrida P2P5 (1,61). Pengaruh
lokasi terhadap DGK sangat nyata pada hibrida P2P5 sehingga meskipun
di Subang P2P5 menunjukkan nilai DGK tertinggi, tetapi tidak demikian
halnya bila ditanam di Lembang.

39

Wiguna et.al. : Evaluasi Daya Gabung Hasil dan Komponen Hasil Mentimun

Tabel 5. Nilai DGK hibrida mentimun hasil persilangan diallel di dua


lokasi pada karakter diameter buah
Diameter Buah
Lembang
Subang
0,02a
-0,10a
P1 P2
b
-0,02
-0,09b
P1 P3
c
-0,05
-0,11c
P1 P4
d
0,03
0,15d
P1 P5
e
-0,13
0,10e
P2 P3
f
0,09
0,02f
P2 P4
h
-0,09
0,20g
P2 P5
i
0,07
0,09i
P3 P4
j
0,04
0,04j
P3 P5
k
-0,06
-0,12k
P4 P5
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama, pada baris yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%.
Hibrida

KESIMPULAN
1. Terdapat interaksi antara DGU dengan lingkungan untuk karakter
berat per buah, panjang buah dan diameter buah. Interaksi antara
DGK dengan lingkungan terjadi pada karakter diameter buah.
2. Galur P1 memiliki nilai daya gabung umum terbaik untuk karakter
berat buah per tanaman dan galur P3 memiliki nilai daya gabung
umum terbaik untuk karakter jumlah buah per tanaman di dua lokasi
pengujian.

3. Kombinasi persilangan yang memiliki nilai DGK tinggi untuk karakter


hasil adalah hibrida P1P2, P1P5, P2P5 dan P3P4. Persilangan
tersebut merupakan calon hibrida unggul untuk pengujian selanjutnya.

Vol 16 No.1

Ilmu Pertanian

40

DAFTAR PUSTAKA

Abro, S., M.M. Kandhro, S. Laghari, M.A. Arain & Z.A. Deho. 2009.
Combining Ability And Heterosis For Yield Contributing Traits In
Upland Cotton (Gossypium Hirsutum L.). Pak. J. Bot., 41(4): 17691774.
Ali, N., J.C. Wyne & J.P. Murphy. 1995. Combining Ability Estimates For
Early Maturity and Agronomic Traits in Peanut (Arachis hypogea L.).
Pak. J. Bot. 27(1): 111-119.
Anwar, A., Sudarsono & S. Ilyas. 2005. Perbenihan Sayuran di
Indonesia: Kondisi Terkini dan Prospek Bisnis Benih Sayuran. Bul.
Agron. 33(1): 38 47.
Aryana, Igp. M. 2008. Daya Gabung Umum Dan Daya Gabung Khusus
Padi Beras Merah Hasil Silang Puncak. Agroteksos Vol. 18 No. 1-3,
hal: 27-36.
Beyene, Y., S. Mugo, J. Gakunga, H. Karaya, C. Mutinda, T. Tefera, S.
Njoka, D. Chepkesis, J. M. Shuma & R. Tende. 2011.Combining
ability of maize (Zea mays L.) inbred lines resistant to stem borers.
African Journal of Biotechnology Vol. 10(23), pp. 4759-4766
Deitos, A., E. Arnhold , F. Mora & G.V. Miranda. 2006. Yield and
combining ability of maize cultivars under different ecogeographic
conditions. Crop Breeding and Applied Biotechnology 6:222-227.
Dogra, B.S. & M.S. Kanwar. 2011.
Exploitation of Combining Ability in
Cucumber (Cucumis sativus L.). Research Journal of Agricultural
Sciences 2(1): 55-59.
Filho, V. N., E. E. G. E Gama, R.T. Vianna & J. R. Mro.1981. General And
Specific Combining Abilltv For Yield In A Diallel Cross Among 18
Maize Populations (Zea Mays L.). Rev. Brasil. Genet. Iv, 4, 571577
Gupta, P., Chaudhary, & S.K. Lal. 2011. Heterosis and Combining Ability
Analysis for Yield and its Component in Indian Mustard (Brassica
juncea L. Czern and Coss). Academic Journal of Plant Science 4(2) :
45-52.
Griffing B. 1956. Concept of General and Specific Combining Ability
in
Relation to Diallel Crossing System.Aus.Biol Sci 9(4) : 463-493.
Hallauer AR., Marcelo J.C. & Miranda JB. 2010. Quantitative
Genetics in Maize Breeding. Springer Science and Business Media.
Iqbal, A. M., F. A. Nehvi, S. A. Wani, H. Qadri, Z. A. Dar & A. A. Lone.
2010. Combining ability studies over environments in Rajmash
(Phaseolus Vulgaris L.) in Jammu and Kashmir, India. Journal of
Plant Breeding and Crop Science Vol. 2(11), pp. 333-338
Kementerian
Pertanian.
2011.
Basis
Data
Pertanian.
http://www.deptan.go.id/tampil.php?page=inf_basisdata
(diakses

41

Wiguna et.al. : Evaluasi Daya Gabung Hasil dan Komponen Hasil Mentimun

tanggal 16 September 2012).


Kimani, J. M. & J. Derera. 2009 Combining ability analysis across
environments for some traits in dry bean (Phaseolus vulgaris L.)
under low and high soil phosphorus conditions. Euphytica 166:113.
Lpez-Ses,
A. I. & J. Staub. 2002. combining ability analysis of
yield
components in cucumber. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 127(6):931937.
Malik, S.I., H. N. Malik, N. M. Minhas & M. Munir . 2004. General and
specific combining ability studies in maize diallel crosses. Int. J.
Agri. Biol., Vol. 6, No. 5: 856859.
Olfati, J.A., H. Samizadeh, B. Rabiei & G.H. Peyvast. 2012. Grifngs
methods comparison for general and specic combining ability in
cucumber, The cientic world journal. Vol. 2012, pp.1-4.
Sheikh, S. & I. Singh.2000. Combining ability analysis over environments
in
bread wheat in diallel cross data. Agric. Sci. Digest, 20 (2): 137-138.
Suhendi, D., A.W. Susilo & S. Mawardi. 2004. Analisis daya gabung
karakter pertumbuhan vegetatif beberapa klon kakao (Theobroma
cacao l.), Zuriat, vol. 15, no.2, hlm. 125-132
Sujiprihati, S., Rahmi Yunianti, Muhamad Syukur &
Undang. 2007.
Pendugaan nilai heterosis dan daya gabung beberapa komponen
hasil pada persilangan dialel penuh enam genotipe cabai (Capsicum
annuum L.). Bul. Agron. (35) (1) 28-35.
Uddin, M. N., M.M.Hossain, M. M. Rahman, S. Ahmad &
A.K.M.
Quamruzzaman. 2009. Combining ability and gene action in cucumber
(Cucumis sativus L.). Saarc J. Agri., 7 (1), 64-72.
Zare, M., R. Choukan, E. M. Heravan, M. R. Bihamta & K. Ordookhani.
2011.
Gene action of some agronomic traits in corn (Zea mays L.) using diallel
cross analysis. African Journal of Agricultural Research Vol. 6(3),
pp. 693-703.
Zhang, Y & Kang, M.S. 2003. DIALLEL-SAS: A SAS program for griffings
diallel analises. Hal: 1-19. In: M.S. Kang (Ed.) Handbook of Formulas
and Software for Plant Geneticists and Breeders. Food Product
Press and Haworth Regerence Press, Imprint of The Hawort Press,
Inc. New York.

Sumpena U.

Evaluasi Homogenitas Tanaman .....

EVALUASI HOMOGENITAS TANAMAN HASIL PRODUKSI


BENIH F1 MENTIMUN YANG MENGGUNAKAN
GALUR GYNOECIOUS DAN MONOECIOUS
U. Sumpena
Balai Penelitian Tanaman Sayuran
Jalan Tangkuban Perahu 517 Lembang Bandung 40391
ABSTRACT
Homogenity evaluation of plant that results from F1 cucumber seed
production wich use Gynoecious line and Monoecious. The aim of the research
are to get information about seed production tecnic of F1 hybrid cucumber seed
which efficient and can quaranted high level of homogenity, quality, and seed
yield. This research was conducted at trial field of Lembang Vegetable Research
Institut from Februari November 2012. Randomized Complicy Block Design
with three replications was used, population 20 plans / plot. F1 seed material was
evaluated is result from 2 result research before. In 2011 about effectively of
Gynoecious and male or female row rasio at hybrid cucumber seeds production.
The result showed that hybrid cucumber seed production with Gynoecious better
than with Monoecious. Hybrid cucumber seed production with Gynoecious
incrased fruit set, assure true type of hybriditation from two parents depend on
qualitation character homogenity. Application at field hybrid seed production with
Gynoecious line can maximize pure pollination by insect pollinater with I know
parent mal row female parent compotition.
Key words: Cucumber, evaluation, gynoecious, homogen.
PENDAHULUAN
Penggunaan benih F1 hibrida sudah umum digunakan di tingkat petani.
Hal ini dikarenakan penggunaan benih hibrida memiliki banyak keuntungan,
antara lain keseragaman tinggi, vigor tanaman lebih bagus, umur genjah, produksi
tinggi, dan resisten hama penyakit tertentu, meskipun tidak semua sifat tersebut
terdapat sekaligus (Whitaker, 1999).
Meskipun demikian, produksi F1 benih hibrida menghadapi beberapa
masalah, khususnya dari segi biaya produksi, sebagai akibat dari beberapa hal
diantaranya: konsekuensi pemeliharaan dari tetua inbreed sehingga dibutuhkan
lahan yang lebih luas, tenaga kerja untuk emaskulasi, serta kecenderungan
rendahnya jumlah benih per unit lahan (Whitaker, 1999). Oleh karena itu,
dibutuhkan teknik produksi benih hibrida yang dapat memecahkan permasalahan
tersebut, paling tidak mengurangi biaya tenaga kerja untuk emaskulasi dan
meningkatkan jumlah benih per unit lahan.
Benih F1 hibrida akan menghasilkan tanaman yang relatif homogen dari
segi sifat dan hasil karena terbentuk dari hibridasasi dua galur murni (single cross)
atau lebih (three way cross atau double Cross). Namun dalam proses produksi
benihnya dapat saja terjadi selfing yang tidak disadari meskipun telah dilakukan

MEDIAGRO

40

VOL 9. NO. 1, 2013. HAL 40-47

Sumpena U.

Evaluasi Homogenitas Tanaman .....

teknik emaskulasi. Hal ini tentunya akan mengurangi kualitas benih F1 hibrida
yang dihasilkan karena penampilan di lapangan menjadi tidak seragam. Untuk
mengatasi hal ini dapat digunakan galur yang berbunga betina (Ginoecious)
sebagai tetua betina dalam perakitan varietas hibrida, sehingga secara alami
terjadinya selfing menjadi kecil kemungkinannya. Namun demikian untuk lebih
yakin akan tingginya tingkat keseragaman tanaman dari hasil produksi benih F1
mentimun yang menggunakan galur Gynoecious maka tetap harus dilakukan
evaluasi tingkat homogenitas di lapangan. Hasil penelitian tahun 2011 tentang
efektifitas penggunaan galur Gynocecious telah menghasilkan benih-benih F1
yang harus dievaluasi tingkat homogenitasnya di lapangan dan dapat
dibandingkan dengan yang dihasilkan dari galur Monoecious.
Mentimun merupakan tanaman penyerbuk silang, dapat mencapai sekitar
86,8% dengan bantuan serangga dan angin (Esquinas, 1983). Penggunaan galur
Gynoecious pada produksi benih F1 hibrida mentimun diharapkan juga nantinya
dapat memanfaatkan tingkat penyerbukan silang tersebut. Walaupun belum
mencoba dengan menggunakan materi galur CMS (Cytoflasm Male Steril)
(Edwardson, 1990). Tetapi kegiatan pengaturan baris tetua jantan-betina di
lapangan untuk memanfaatkan polinasi alami pada produksi benih F1 hibrida
mentimun sudah dilakukan pada tahun 2011 dan telah menghasilkan materi
berupa benih-benih F1 hibrida dari beberapa perlakuan. Materi-materi benih ini
juga harus dievaluasi tingkat homogenitasnya sehingga nantinya dapat diketahui
perlakuan terbaik, dengan kriteria tingkat homogenitas tanaman tinggi dan hasil
benih per unit lahan juga tinggi, yang dapat diaplikasikan pada produksi benih F1
hibrida mentimun Gynoecious di lapangan. Evaluasi ini bertujuan untuk
mendapatkan informasi tentang teknik produksi benih F1 mentimun hibrida yang
efisien dan dapat menjamin tingginya tingkat homogenitas, mutu, serta hasil
benih.
BAHAN DAN METODE
Kegiatan evaluasi homogenitas ini dilakukan di kebun percobaan Balai
Penelitian Tanaman Sayuran Lembang, dari bulan Februari sampai November
2012. Materi benih F1 yang dievaluasi merupakan hasil dua kegiatan penelitian di
tahun 2011 tentang efektifitas penggunaan galur Gynoecious dan perbandingan
baris tetua jantan-betina pada produksi benih mentimun hibrida.
Dari hasil kegiatan penelitian (2011) tentang efektifitas penggunaan galur
Gyneocious akan dievaluasi benih F1 hasil hibridisasi yang polinasinya secara
manual lewat galur Gynoesious (perlakuan 1) dan Monoecious (perlakuan 2),
adapun hasil dari kegiatan penelitian tentang perbandingan baris tetua jantanbetina pada produksi benih mentimun hibrida akan dievaluasi materi benih F1
hasil hibridisasi crossing secara alami dari beberapa perlakuan, diantaranya:
1. Benih F1 hasil hibridisasi dari perbandingan satu baris tetua jantan dua baris
tetua betina.
2. Benih F1 hasil hibridisasi dari perbandingan satu baris tetua jantan tiga baris
tetua betina.
3. Benih F1 hasil hibridisasi dari perbandingan satu baris tetua jantan empat
baris tetua betina.

Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian

41

Sumpena U.

Evaluasi Homogenitas Tanaman .....

4. Benih F1 hasil hibridisasi dari perbandingan satu baris tetua jantan empat
baris tetua betina dengan polinasi secara manual.
5. Benih tetua jantan.
6. Benih tetua betina.
Benih ditanam di lapangan menggunakan Rancangan Acak Kelompok
(RAK) sebanyak tiga kali ulangan. Jumlah populasi adalah 30
tanaman/perlakuan/ulangan, dengan jarak tanam 70 x 50 cm. Pemeliharaan yang
dilakukan meliputi: pengapuran menggunakan dolomite 1,2 ton/ha, pemupukan
berupa pupuk kandang kuda 0,25 kg/tanaman dan NPK 15:15:15 (200 400 kg
ha-1) yang diaplikasikan 2 kali, penggunaan mulsa, penyiraman, pengendalian
hama penyakit sesuai tingkat serangan, penyiangan, dan pemberian turus.
Parameter yang diamati adalah keseragaman tanaman dari segi kualitatif
meliputi: tipe tumbuh (menjalar, tegak); warna buah muda (hijau, hijau muda,
hijau tua, warna lain); warna buah tua (kuning coklat); bentuk buah (elongate, non
elongate), dan bentuk pelekatan buah dengan tangkai (tipe tetua betina, tipe tetua
jantan, tipe antara tetua jantan-betina).
Sedangkan keseragaman tanaman dari segi kuantitatif meliputi: tinggi
tanaman saat berbunga (cm); hari berbunga (HST); panjang buah (cm); diameter
buah (mm); jumlah buah pertanaman (buah); dan berat buah per tanaman (g).
Jumlah tanaman sampling adalah 10 tanaman (50%) per perlakuan per ulangan.
Untuk mengetahui kehomogenan tanaman dari semua materi benih F1 yang
ditanam dilakukan analisis statistik. Uji t digunakan untuk mengetahui
perbandingan tingkat homogenitas tanaman F1 hasil hibridisasi manual yang
menggunakan galur Gyneocious dengan galur Monocious untuk peubah
kuantitatif, sedangkan uji analisis varians (ANOVA) pada taraf 5% digunakan
untuk mengevaluasi homogenitas populasi tanaman dari materi benih F1 hasil
hibridisasi dari perbandingan baris tetua jantan-betina (Warsa, 1998). Khusus
untuk karakter penanda morfologi, yaitu bentuk pelekatan buah dengan tangkai
dari tanaman F1 masing-masing perlakuan akan dibandingkan dengan kedua
tetuanya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.

Perbandingan Tingkat Homogenitas Tanaman F1 Hasil Hibridisasi


Manual yang Menggunakan Galur Gynoecious dan Monoecious

Materi tetua betina lewat galur Gynoecious dan Monoecious dalam kegiatan
ini berasal dari satu genotipe yang berbeda. Oleh karena itu, homogenitas karakter
kualitatif dari tanaman F1 hasil persilangan manual dari masing-masing galur
tersebut dapat dievaluasi (Tabel 1).
Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan secara keseluruhan tanaman F1
hasil hibridisasi yang menggunakan galur mencapai tingkat homogenitas hingga
100% dari segi karakter tipe tumbuh, warna buah muda, warna buah tua, bentuk
buah, dan bentuk pelekatan buah pada tangkai. Tanaman F1 lewat galur
Gynoecious memiliki karakter tipe tumbuh menjalar, warna hijau tua untuk buah
muda, warna kuning untuk buah tua, bentuk buah memanjang (elongated) serta
bentuk pelekatan buah dari tangkai yang merupakan tipe tetua betina. Adapun

Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian

42

Sumpena U.

Evaluasi Homogenitas Tanaman .....

tanaman F1 hasil hibridisasi lewat galur Monoecious masih menunjukkan adanya


keragaman (variability) untuk karakter tipe tumbuh, warna buah muda, dan
bentuk pelekatan buah dari tangkai. Terjadinya keragaman pada karakter-karakter
tersebut kemungkinan disebabkan masih terjadi serbuk sendiri (selfing) pada tetua
betina. Hal ini semakin membuktikan efektifitas penggunaan galur Gynoecious
dalam produksi benih hibrida dibandingkan jika menggunakan tetua Monoecious
karena tidak saja meningkatkan keberhasilan terjadinya buah hasil persilangan
(Sumpena et al., 2011), tetapi juga lebih terjamin hasil hibridisasi dari kedua
tetuanya karena semakin kecil kemungkinan terjadinya selfing pada tetua betina.
Tabel 1. Perbandingan Persentase Homogenitas Karakter Kualitatif dari Tanaman
F1 Hasil Hibridisasi Manual Lewat Galur Gynoecious dengan
Monoecious.
No

Peubah

Tipe Tumbuh

Warna
Buah muda

Warna Buah tua

Bentuk buah

Bentuk Pelekatan
Buah dari Tangkai

Menjalar
Tegak
Hijau
Hijau muda
Hijau tua
Warna lain
Kuning
Warna lain
Elongate
Non Elongate
Tipe tetua betina
Tipe antara jt - bt
Tipe tetua jantan

Persentase Keseragaman (%)


Galur
Galur
Gynoecious
Monoecious
100,0
0,0
0,0
0,0
100,0
0,0
100,0
0,0
100,0
0,0
100,0
0,0
0,0

68,8
27,9
16,0
27,4
56,6
0,0
100,0
0,0
100,0
0,0
8,9
82,2
8,9

Sumber: Hasil Analisis Data


Hasil pengamatan karakter warna dan bentuk buah memberikan hasil yang
sangat homogen (100%), baik pada tanaman F1 lewat galur Gynoecious maupun
Monoecious. Hal ini disebabkan kedua tetua mentimun mempunyai warna dan
bentuk buah yang sama (non extreme) sehingga penampilan warna dan bentuk
buah tanaman F1 juga mengikuti kedua tetuanya. Keadaan ini menyebabkan
untuk karakter kualitatif warna dan bentuk buah didalam kegiatan evaluasi
homogenitas ini kurang kuat dijadikan sebagai indikator keseragaman.
Pada karakter warna dan bentuk buah memberikan hasil yang sangat
homogen (100%), baik pada tanaman F1 lewat galur Gynoecious maupun
Monoecious dilakukan analisis data melalui uji t. Pada Tabel 2 dapat dilihat
bahwa hasil uji t menunjukkan adanya perbedaan sangat nyata diantara keduanya
untuk karakter tinggi tanaman, hari berbunga, panjang buah, diameter buah,
jumlah buah per tanaman, dan berat buah per tanaman. Dapat dilihat juga
berdasarkan koefisien keragaman (coefficient of variance = VC) dari masingmasing galur menunjukkan bahwa penampilan tanaman F1 lewat galur
Gynoecious lebih homogen dari segi panjang, diameter, dan berat buah per

Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian

43

Sumpena U.

Evaluasi Homogenitas Tanaman .....

tanaman, sedangkan penampilan lebih homogen untuk karakter tinggi tanaman,


hari berbunga dan jumlah buah per tanaman ditunjukkan oleh tanaman F1 lewat
galur Monoecious. Namun demikian tingkat homogenitas tanaman F1 hasil
hibridisasi lewat galur tersebut (Gynoecious dan Monoecious) sudah termasuk
dalam kategori tinggi untuk karakter tinggi tanaman, hari berbunga, panjang dan
diameter buah karena nilai koefisien keragamannya di bawah 15% (Cornelius, P,
L, 1995).
Tabel 2. Perbandingan Homogenitas Peubah Kuantitatif Pada Tanaman F1 Hasil
Hibridisasi Manual Yang Menggunakan Galur Gynoecious dengan
Monoecious.
No
Observasi

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Mean
2
CV (%)

thit

db efektif ( 0.05)

Tinggi Tanaman
(cm)
Ginoec
ious

Mono
cious

130.00
96.00
98.00
81.33
106.67
90.33
87.33
89.00
112.67
97.67
100.67
91.33
122.00
97.00
106.00
100.0
80.00
70.00
100.00
95.00
98.67
93.33
99.33
89.67
96.00
79.33
106.67
79.67
103.14
89.26
162.64
74.69
12.36
9.68
11.10**
(25;0.05)=2.06

Hari Berbunga
(HST)
Ginoec
ious
43.00
50.00
50.00
41.33
41.33
46.33
44.00
43.00
41.33
41.33
42.00
41.33
43.00
39.67
43.40
10.29
5.06

Mono
cious

51.33
45.67
43.00
44.67
45.33
46.33
43.00
49.33
44.67
49.67
43.67
51.33
47.33
41.33
46.19
10.16
4.82
3.32**
(25;0.05)=2.06

Panjang Buah
(cm)
Ginoe
cious

Mono
cious

17.19
11.77
19.81
11.13
18.89
12.74
19.12
14.74
18.60
13.86
18.52
12.27
20.12
11.34
18.69
14.08
17.80
12.62
18.01
12.78
18.11
11.53
18.27
12.36
17.34
9.95
17.34
12.06
18.99
11.37
0.74
1.60
10.21 **10.22
3.26
(27;0.05)=2.05

Diameter Buah
(cm)
Gino
eciou
s
3.48
3.80
3.82
3.61
3.68
3.80
4.50
4.13
3.96
3.58
3.20
3.36
4.01
3.69
3.76
0.11
4.27

Mono
cious

5.71
5.67
5.76
.517
5.00
4.45
4.82
4.79
5.80
4.85
5.05
5.94
4.60
5.29
5.35
0.54
7.10
2.91**
(25;0.05)=2.06

Jumlah
Buah/Tan
(buah)
Ginoe
ciou

Berat Buah/Tan
(g)

Mono
cious

Ginoe
ciou

Monoc
ious

14.00
19.00
19.67
10.00
19.00
10.33
7.67
14.00
15.00
22.67
21.67
17.33
11.67
12.00
6.67
15.00
14.00
19.33
22.67
19.67
9.00
10.67
6.33
11.67
6.67
13.33
13.00
12.00
13.36
19.79
210.17
32.63
29.11
42.76
16.12**
(25;0.05)=2.06

662.4
669.4
894.7
405.3
527.3
766.3
733.3
454.7
933.7
944.3
617.0
420.7
405.3
901.3
662.3

280.13
281.47
378.10
381.80
400.83
298.47
296.67
302.77
177.67
195.23
163.57
317.17
108.03
249.17
273.65

406.96

7560.06

31.77
30.46
16.12**
(25;0.05)=2.06

Sumber: Hasil Analisis Data


Jumlah buah per tanaman dari tanaman F1 lewat galur Gynoecious dalam
kegiatan penelitian ini menunjukan hasil yang lebih rendah dengan galur
Monoecious. Hal ini menunjukkan indikasi bahwa sumber tertua jantan yang
digunakan statusnya bukan merupakan galur pemilih kesuburan. Restorer yang
dapat menghasilkan tanaman F1 yang mempunyai sifat heterosis, sehingga tidak
mengherankan tanaman F1-nya masih memiliki sifat mandul yang akan
mengurangi produktifitas jumlah buahnya. Hal ini tentunya berpengaruh pula
terhadap rendahnya berat buah pertanaman yang dihasilkan oleh tanaman F1
lewat galur Gynoecious. Hasil ini tentunya menjadi bias yang menentukan mana
yang lebih tinggi tingkat homogenitasnya dari segi jumlah dan berat buah
tanaman diantara populasi tanaman F1 lewat galur tersebut. Namun secara
evaluasi tingkat homogenitas untuk karakter jumlah dan berat buah pertanaman
yang dihasilkan F1 melalui galur Gynoecious dan Monoecious masih
menunjukkan varietabilitas yang tinggi (CV > 15%). Menurut Gepcs (1989)
karakter kuantitatif biasanya ditunjukkan lebih banyak gen (polygenic) dan secara
umum kuat berinteraksi dengan faktor-faktor lingkungan, sehingga relatif sulit

Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian

44

Sumpena U.

Evaluasi Homogenitas Tanaman .....

diarahkan perakitannya dalam pemuliaan tanaman, termasuk segi


keseragamannya.
Dalam evaluasi untuk karakter kuantitatif agak sulit untuk menilai apakah
terjadi selfing atau tidak karena sebaran datanya bersifat kontinyu, sehingga tidak
dapat dijadikan sebagai penanda morfologi. Sehubungan dengan masih kurang
idealnya materi yang digunakan sebagai bahan evaluasi ini menyebabkan
penilaian sebaiknya masih lebih mengacu terhadap karakter kualitatif
dibandingkan dengan karakter kuantitatif.
2. Perbandingan Tigkat Homogenitas Tanaman F1 Hasil Hibridisasi
Crossing Alami dari Beberapa Pengaturan Baris Tetua Jantan-Betina di
Lapangan
Hasil pengamatan di lapangan terhadap tingkat persentase homogenitas
tanaman F1 hasil hibridisasi crossing alami dari beberapa pengaturan baris tetua
jantan betina dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan besarnya pesentase untuk
karakter kualitatif yang ditunjukan semua perlakuan dapat diketahui bahwa
tanaman F1 cenderung mengarah pada tanaman tipe tumbuh menjalar, warna buah
muda hijau tua, warna buah tua kuning, bentuk buah memanjang (elongate), dan
bentuk pelekatan buah dengan tangkai tipe tetua jantan-betina. Namun demikian
tingkat homogenitas dari beberapa karakter kualitatif untuk tiap perlakuan
berbeda-beda. Untuk karakter tipe tumbuh homogenesis berkisar 82,20 % - 100%,
untuk warna buah muda berkisar 93,30% - 100%, sedangkan untuk karakter
warna buah tua dan untuk buah sempurna, perlakuan menunjukan penampilan
yang sangat homogen (100%). Untuk karakter tipe tumbuh tanam F1 cenderung
lebih mengacu kepada tetua betina, sehingga tidak dapat dijadikan penanda karena
yang dapat dijadikan pembeda adalah karakter kualitatif yang mencerminkan
penampilan dari sifat antar keduanya. Untuk karakter warna buah muda, warna
buah tua dan bentuk buah belum dapat dijadikan karakter pembeda morfologi
karena tidak terlihat adanya tingkat ekstrim pada kedua tetuanya. Hal ini sama
seperti hasil kegiatan evaluasi untuk tanaman F1 untuk galur Gynoecious dan
Monoecious.
Menurut Sumpena (2011) untuk materi tanaman F1 yang dievaluasi ini
sebaliknya pengamatan kualitatif lebih tertuju pada karakter bentuk pelekatan
buah dengan tangkai (calyx annular constriction) karena merupakan penanda
morfologi yang menjamin kebenaran tanaman F1 sebagai hasil hibridisasi dari
tetua jantan dan betina. Tetua betina memiliki karakter tidak berpundak.
Sedangkan tetua jantan berpundak penampilan pada tanaman F1 mempunyai tipe
antara kedua tetuanya tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan pada karakter
bentuk pelekatan buah dengan tangkai (Tabel 3) dapat diketahui bahwa perlakuan
polinasi manual masih tetap menunjukkan kebenaran hasil persilangan yang
tertinggi (55,60 %) dibandingkan perlakuan lain yang polinasinya secara alami.
Perlakuan pengaturan tanaman dengan komposisi 1 baris tetua jantan 4
baris tetua betina dengan polinasi secara alami memberikan harapan yang baik
untuk diterapkan pada produksi benih mentimun hybrida karena mampu
menghasilkan kebenaran persilangan hingga 51,10% yang mana hampir
mendekati hasil yang diperoleh melalui polinasi secara manual. Perlakuan dengan

Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian

45

Sumpena U.

Evaluasi Homogenitas Tanaman .....

baris 1 tetua jantan 2 baris tetua betina justru menghasilkan tingkat persilangan
sendiri (selfing) yang tertinggi hingga mencapai 75,60%. Hasil ini tentunya tidak
sesuai dengan hipotesis, yang mana seharusnya 1 baris tetua jantan 2 baris tetua
betina walaupun dengan polinasi alami akan menghasilkan kebenaran persilangan
yang tertinggi.
Tabel 3. Persentase Homogenitas Karakter Kualitatif dari Tanaman F1 Hasil
Hibridisasi Crossing Alami dengan Pengaturan Baris Tetua JantanBetina (%)
Homogenitas dari Perlakuan Pengaturan Baris Tetua (%)
No

Peubah

1 jantan - 2 betina
Polinasi : Alami

1 jantan - 3 betina
Polinasi : Alami

1 jantan - 4 betina
Polinasi : Alami

1 jantan 4 betina
Polinasi : Manual

Tetua
Jantan

Tetua
Betina

Tipe Tumbuh
95.70
4.30

87.30
12.70

100.00
0.00

82.20
17.80

100.00

100.00

Menjalar
Tegak
Warna buah muda
Hijau
Hijau muda
Hijau tua
Warna lain

0.00
3.30
96.70
0.00

0.00
0.00
100.00
0.00

0.00
0.00
100.00
0.00

0.00
4.70
95.30
0.00

1.20
61.90
36.90
0.00

0.00
100.00
0.00
0.00

100.00
0.00

100.00
0.00

100.00
0.00

100.00
0.00

100.00
0.00

100.00
0.00

100.00
0.00

100.00
0.00

100.00
0.00

100.00
0.00

100.00
0.00

100.00
0.00

75.60
20.00
4.40

51.10
42.20
6.70

46.70
51.10
2.20

33.30
55.60
11.10

0.00
0.00
100.00

100.00
0.00
0.00

Warna Buah Tua


Kuning
Warna lain
Bentuk Buah
Elongate
Non Elongate
Bentuk Peletakan
Buah dengan
Tangkai
Tipe tetua betina
Tipe antara Jt Bt
Tipe tetua jantan

Sumber: Hasil Analisis Data


Kemungkinan hal ini disebabkan oleh keberadaan jumlah serangga
penyerbuk (insect pollinator) tidak cukup banyak dan tidak menyebar secara
merata di lapangan. Kecepatan angin di lapangan juga sepertinya tidak begitu kuat
untuk melakukan crossing alami. Ditambah dengan kelembaban udara yang cukup
tinggi menyebabkan pollen menjadi lengket. Serta materi tetua betina bukan
merupakan Gynoecious. Hasil yang diperoleh ini merupakan informasi yang
berguna bagi bahan evaluasi guna perbaikan dalam teknik produksi benih hibrida
mentimun. Dengan kondisi lemahnya kecepatan angin yang kurang mendukung,
maka kedepannya penggunaan insect polinator harus lebih dimaksimumkan lagi
dengan cara menempatkan sarang lebah madu di lapangan. Teknik ini ternyata
sudah umum digunakan di Jepang. Perlakuan pengaturan baris tetua jantan
betina di lapangan lazimnya juga diterapkan pada produksi hibrida mentimun
lewat galur Gynoecious.
KESIMPULAN
Berdasarkan evaluasi ini dapat disimpulkan bahwa dalam produksi benih
mentimun hibrida penggunaan galur Gynoecious untuk tetua betina lebih baik

Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian

46

Sumpena U.

Evaluasi Homogenitas Tanaman .....

dibandingkan galur Monoecious. Karena tidak saja meningkatkan keberhasilan


terjadinya buah hasil persilangan, tetapi juga menjamin kebenaran hasil hibridisasi
dari kedua tetuanya berdasarkan keseragaman karakter kualitatif. Dalam
penerapannya di lapangan nanti, produksi benih mentimun hibrida lewat galur
Gynoecious untuk tetua betina dapat memaksimalkan polinasi alami lewat
penggunaan insect pollinator dengan komposisi satu baris tetua jantan empat baris
tetua betina.
Ucapan Terimakasih
Ucapan terima kasih di sampaikan kepada sdri Fitri mahasiswi dari Universitas
Andalas dan sdri Tiwi mahasiswi dari Institut Pertanian Bogor yang telah
membantu dalam kegiatan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Cornelius,P.L, and J.W, Dudley. (1984). Effects of inbreeding by selfing and fullsibmating in Cucurbitaceae population crop sci,14 : 815 819.
Edwardson,JR. (1990). Cytoplasmic Male Sterillity. Bot. Per. 36 ; 341 420.
Gepcs, P. (1998). A Comparison betwieen Crop Domestication, Clasiccal plant
breeding, agenetic engineering. Crop Scince. 42 : 1780 1790.
Esquinas, J. - Alcazar, IBPGR. (1983). Genetic Resources, of Cucurbitaceae. 101
page.
Sumpena at all. (2010). Production of vegetable Breederseed from generatif.
Laporan Hasil Penelitian BALITSA.
Sumpena. (2011). Selfing dan Hibridisasi Galur-galur mentimun F1 hybryd.
Laporan Hasil Penelitian BALITSA.
Whitaker, Thomas W. (1999). Cucurbits Botany, Cultivation, and Utilization.
New York.
Warsa dan Cucu A, S. (1998). Teknik Perancangan Percobaan, Kelompok
Statistika. Fakultas Pertanian UNPAD.

Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian

47

EVALUASI KARAKTER MENTIMUN HIBRIDA (Cucumis sativus L.)


TERHADAP PEMBERIAN PUPUK HAYATI

SKRIPSI

OLEH:
AGUSTINA BR. GINTING
070307031

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010

Universitas Sumatera Utara

EVALUASI KARAKTER MENTIMUN HIBRIDA (Cucumis sativus L.)


TERHADAP PEMBERIAN PUPUK HAYATI

SKRIPSI

OLEH:
AGUSTINA BR. GINTING
070307031

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


gelar serjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatra Utara

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010

Universitas Sumatera Utara

Judul Skripsi : Evaluasi karakter mentimun hibrida (Cucumis sativus L.)


terhadap pemberian pupuk hayati
Nama
: Agustina Br. Ginting
NIM
: 070307031
Departemen : Budidaya Pertanian
Program Studi : Pemuliaan Tanaman

Disetujui Oleh :
Komisi Pembimbing

Ir. Mbue Kata Bangun, MS


Ketua

Ir. Hot Setiado, MS


Anggota

Mengetahui

Ir. T. Sabrina, M. Agr. Sr. PhD


Ketua Departemen Agroekoteknologi

Tanggal Lulus :

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Agustina Br Ginting : Evaluasi Karakter Mentimun Hibrida (Cucumis sativus L)


terhadap pemberian pupuk hayati, dibimbing oleh Ir. M. K. Bangun, MS dan
Ir. Hot Setiado, MS.
Penelitian dilakukan di lahan terbuka dengan ketinggian 25 m diatas
permukaan laut dari bulan November 2010 sampai Januari 2011 menggunakan
Rancangan Acak Kelompok faktor ganda yaitu varietas (Hercules, Mercy dan
Lokal) dan pupuk (pupuk anorganik, pupuk anorganik + pupuk hayati, dan pupuk
hayati). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, umur berbunga, jumlah
cabang, umur panen, produksi buah per tanaman, panjang buah, diameter buah
dan berat buah per tanaman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata terhadap
tinggi tanaman 2 dan 4 MST, umur berbunga, jumlah cabang, umur panen,
panjang buah dan diameter buah. Pupuk berpengaruh nyata terhadap jumlah
cabang.
Kata kunci : Mentimun, Varietas, Pupuk

i
Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

Agustina Br Ginting: Evaluation of the Cucumber Hybrids (Cucumis sativus L.)


character on the application of biofertilizer, under supervision by Ir. Mbue Kata
Bangun, MS and Ir. Hot Setiado, MS.
The research was conducted on the farm field with 25 meters above sea
level from November 2010 to January 2011. Randomized Block Design was used
with 2 factors, ie: varieties (Hercules, Mercy and Local) and fertilizers (inorganic,
inorganic plus biofertilizer, biofertilizer). The parameters observed were plant
height, the time of flowering, the number of branches, the time of harvest, the fruit
production per plant, the fruit length, the fruit diameter and the fruit weight per
plant.
The results showed that the varieties significantly affected: the plant height
2 and 4 week planted, the time of flowering, the number of branches, the time of
harvest, the fruit length and the fruit diameter. Fertilizer significantly affected the
number of branches.
Key words: Cucumber, Variety, Fertilizer

ii
Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Medan pada tanggal 08 Agustus 1989 dari ayah


Sedia Ginting, SH, M,Hum dan ibu Arus Malem Br Bangun. Penulis merupakan
putri ketiga dari empat bersaudara.
Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 17 Medan dan pada tahun
yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur ujian tertulis Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis memilih program studi Pemuliaan
Tanaman, Departemen Budidaya Pertanian.
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PT. PN IV Teh
di

Bahbutong

Kecamatan

Sidamanik,

Kabupaten

Siantar

pada

bulan

Juli sampai Agustus 2010.

iii
Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul Evaluasi Karakter Mentimun Hibrida (Cucumis Sativus L.)
Terhadap Pemberian Pupuk Hayati .
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
Ir.

Mbue

Kata Bangun,

MS

selaku

ketua

komisi pembimbing

dan

Ir. Hot Setiado, MS selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak
memberikan bimbingan kepada penulis.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada kedua orangtua tersayang,
Ayahanda Sedia Ginting, SH., MHum dan Ibunda Arus Malem Br Bagun untuk
semua cinta, doa dan dukungan yang telah diberikan selama ini, terimakasih juga
kepada kakak-kakak saya Siska Ulina Ginting, SH dan Desi Natalia Ginting, SH
serta adik saya Rezeki Petrus Ginting atas segala doa dan dukungannya.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Evan Sanjaya Sipayung, bang
Andrew, kak susi, Khairul Yusuf Nst, Dewi Marsella, Hertince D.P,
Eka J,Y Sinaga, Dwi Yuliana, Rapi Simbolon, Sanjos, Dedi Mikardo, Natanael S,
serta adik-adik angkatan 2010 serta rekan mahasiswa yang tidak dapat disebutkan
satu per satu disini yang telah membantu penulis dalam penulisan dan
menyelesaikan skripsi ini. Dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak
yang memerlukan.
Medan,

Maret 2011
Penulis

iv
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL

No.

Hal

1. Ciri utama pupuk hayati dan pupuk kimia...........................................

10

2. Model sidik ragam dan nilai estimasi kuadrat tengah..........................

16

3. Rataan tinggi tanaman (cm) 2-5 MST dengan perlakuan varietas dan
pemberian pupuk....................................................................................

23

4. Rataan umur berbunga tanaman mentimun (hari) terhadap


varietas dan perlakuan pupuk.................................................................

24

5. Rataan jumlah cabang (cabang) terhadap varietas dan perlakuan pupuk

24

6. Rataan umur panen (hari) terhadap varietas dan perlakuan pupuk........

25

7. Rataan produksi buah per tanaman (g) terhadap varietas dan pemberian
pupuk...................................................................................................... 26
8. Rataan panjang buah (cm) terhadap varietas dan perlakuan pupuk.......
9. Rataan diameter buah (cm) terhadap varietas dan perlakuan pupuk....
10. Rataan berat buah per tanaman (g) terhadap varietas dan perlakuan
pupuk..................................................................................................
11. Nilai duga heritabilitas untuk masing-masing parameter....................

26
27

28
28

v
Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN

No.

Hal

1.

Bagan Lahan Penelitian ........................................................................ 38

2.

Bagan Plot Penelitian ............................................................................ 39

3.

Deskripsi Mentimun ............................................................................. 40

4.

Jadwal Kegiaan Penelitian .................................................................... 42

5.

Data Pengamatan Tinggi Tanaman 2 MST (cm) .................................... 43

6.

Sidik Ragam Tinggi Tanaman 2 MST ................................................... 43

7.

Data Pengamatan Tinggi Tanaman 3 MST (cm) .................................... 44

8.

Sidik Ragam Tinggi Tanaman 3 MST ................................................... 44

9.

Data Pengamatan Tinggi Tanaman 4 MST (cm) .................................... 45

10. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 4 MST ................................................... 45


11. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 5 MST (cm) .................................... 46
12. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 5 MST ................................................... 46
13. Data Umur Bebunga (hari) .................................................................... 47
14. Sidik Ragam Umur berbunga ................................................................ 47
15. Data Jumlah Cabang (cabang) ............................................................... 48
16. Sidik Ragam Jumlah Cabang................................................................. 48
17. Data Umur Panen (hari) ........................................................................ 49
18. Sidik Ragam Umur Panen ..................................................................... 49
19. Data Produksi Buah Per Tanaman (g) .................................................... 50
20. Sidik Ragam Produksi Buah Per Tanaman ............................................. 50
21. Data Panjang Buah(cm) ........................................................................ 51
22. Sidik Ragam Panjang Buah ................................................................... 51
23. Data Diameter Buah(cm) ...................................................................... 52
24. Sidik Ragam Diameter Buah ................................................................. 52
25. Data Berat Buah Per Tanaman (g) ......................................................... 53
26. Sidik Ragam Buah Per Tanaman ........................................................... 53
27. Nilai Duga Heritabilitas Untuk Masing-Masing Parameter ..................... 54
28. Data Hasil Analisis Tanah ..................................................................... 55

vi
Universitas Sumatera Utara

29. Komposisi Pupuk Hayati....................................................................... 56


30. Analisis Biaya Pupuk/ (m) .................................................................... 57
31. Foto Seluruh Tanaman Mentimun Hasil Pengamatan Di Lapangan.......... 58
32. Foto Tanaman Mentimun Tiap Varietas dan Perlakuan............................ 59
33. Foto Buah Mentimun Tiap Varietas dan Perlakuan ................................ 62
34. Foto Panen Buah Mentimun Setiap Varietas .......................................... 65

vii
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

ABSTRACT...............................................................................................
ABSTRAK .................................................................................................
RIWAYAT HIDUP ...................................................................................
KATA PENGANTAR ...............................................................................
DAFTAR TABEL......................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................
DAFTAR ISI .............................................................................................

i
ii
iii
iv
v
vi
viii

PENDAHULUAN
Latar Belakang ............................................................................................
Tujuan Penelitian .......................................................................................
Hipotesis Penelitian .....................................................................................
Kegunaan Penelitian ...................................................................................

1
4
4
4

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman ..........................................................................................
Syarat Tumbuh............................................................................................
Iklim...............................................................................................
Tanah .............................................................................................
Evaluasi Karakter ........................................................................................
Varietas ......................................................................................................
Pupuk ........................................................................................................
Heritabilitas ................................................................................................

5
6
6
7
7
8
9
12

BAHAN DAN METODE


Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................................
Bahan dan Alat............................................................................................
Metode Penelitian........................................................................................
Heritabilitas ................................................................................................

14
14
14
16

PELAKSANAAN PENELITIAN
Persiapan Areal Penelitian ...........................................................................
Penanaman Benih ........................................................................................
Pemupukan .................................................................................................
Pemeliharaan Tanaman................................................................................
Penyulaman .....................................................................................
Penjarangan .....................................................................................
Penyiraman......................................................................................
Pengajiran........................................................................................
Penyiangan ......................................................................................
Pemangkasan ...................................................................................
Pengendalian Hama dan Penyakit .....................................................
Panen ........................................................................................................
Pengamatan Parameter ................................................................................

17
17
17
18
18
18
18
18
18
19
19
19
20

viii
Universitas Sumatera Utara

Tinggi tanaman (cm) ........................................................................


Umur berbunga (hari) .......................................................................
Jumlah cabang (cabang) ...................................................................
Umur panen (hari) ............................................................................
Produksi buah per tanaman (g) .........................................................
Panjang buah (cm) ...........................................................................
Diameter buah (cm) .........................................................................
Berat buh per tanaman (g) ................................................................

20
20
20
20
20
21
21
21

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil ............................................................................................... 22
Pembahasan ..................................................................................... 29
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ..................................................................................... 35
Saran ............................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN

ix
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai