Oleh :
SYAFRI EDI
JULISTIA BOBIHOE
Penanggung Jawab :
Ir. Endrizal, M.Sc
(Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi)
Dewan Redaksi
Ketua:
Ir. Linda Yanti, M.Si
Anggota:
1. Endang Susilawati, S.Pt
2. Eva Salvia, SP
3. Widya Sari Murni, SP
Penyunting:
Ir. Firdaus
Desain Sampul:
Endang Susilawati, S.Pt
Diterbitkan Oleh :
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi
Alamat :
Jl. Samarinda Paal V Kotabaru Jambi 36128,
Jl. Raya Jambi Palembang KM16
Desa Pondok Meja, Kec. Mestong, Kab. Muara Jambi
Telepon: 0741-40174/7053525, Fax: 0741-40413
E-mail: bptp_jambi@yahoo.com
Website:jambi.litbang.deptan.go.id
KATA PENGANTAR
Dalam rangka pelaksanaan Program Pengembangan Usaha
Agribisnis Perdesaan (PUAP) di Provinsi Jambi, informasi mengenai
teknologi budidaya sayuran penghasil daun dan buah sangat
diperlukan. Oleh karena itu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
(BPTP) Jambi menghimpun teknologi budidaya tanaman sayuran
dan disusun dalam bentuk petunjuk teknis budidaya tanaman
sayuran, dengan tujuan memberikan fasilitas percepatan
pemasyarakatan inovasi teknologi budidaya sayuran di tingkat petani
khususnya petani PUAP.
Informasi dalam buku ini merupakan hasil penelitian dan
pengalaman dalam melakukan pengawalan teknologi sayuran di
Laboratorium Lapang Prima Tani Kota Jambi dari tahun 2007-2009,
yang juga dilengkapi dengan teknologi pembuatan pupuk organik
dan pestisida nabati serta cara aplikasinya. Kami menyadari bahwa
kumpulan teknologi budidaya tanaman sayuran ini masih jauh dari
sempurna. Masukan, kritik dan saran yang membangun untuk
perbaikan petunjuk teknis ini sangat diharapkan.
Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih dan
penghargaan kepada berbagai pihak yang telah membantu,
sehingga kumpulan petunjuk teknis budidaya tanaman sayuran
dapat diterbitkan.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................
BUDIDAYA SAWI ............................................................
BUDIDDAYA SELADA .....................................................
BUDIDAYA PAKCHOI ......................................................
BUDIDAYA KANGKUNG DARAT......................................
BUDIDAYA BAYAM .........................................................
BUDIDAYA SELEDRI.......................................................
BUDIDAYA KOL BUNGA .................................................
BUDIDYA KUBIS .............................................................
BUDIDAYA CABE ............................................................
BUDIDAYA TOMAT .........................................................
BUDIDAYA TERUNG .......................................................
BUDIDAYA OYONG ........................................................
BUDIDAYA PARIA ...........................................................
BUDIDAYA KACANG PANJANG ......................................
BUDIDYA MENTIMUN .....................................................
DAFTAR PUSTAKA .
LAMPIRAN ......................................................................
I
1
3
6
8
10
13
16
18
20
25
28
30
33
35
39
42
43
ii
BUDIDAYA SAWI
PENDAHULUAN
Sawi atau Caisin (Brassica sinensis L.) termasuk famili
Brassicaceae, daunnya panjang, halus, tidak berbulu, dan tidak
berkrop. Sawi mengandung pro vitamin A dan asam askorbat yang
tinggi. Tumbuh baik di tempat yang berhawa panas maupun
berhawa dingin, sehingga dapat diusahakan dari dataran rendah
sampai dataran tinggi, tetapi pertumbuhan dan produksi sawi yang
ditanam lebih baik di dataran tinggi. Biasanya dibudidayakan di
daerah ketinggian 100 - 500 m dpl, dengan kondisi tanah gembur,
banyak mengandung humus, subur dan drainase baik. Tanaman
sawi terdiri dari dua jenis yaitu sawi putih dan sawi hijau.
TEKNOLOGI BUDIDAYA
Benih
Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan
usaha tani karena benih yang baik akan menghasilkan pertumbuhan
tanaman yang bagus. Kebutuhan benih 650 gr/ha, bila benih hasil
pananaman sendiri maka tanaman yang akan diambil sebagai benih
harus berumur di atas 70 hari dan penggunaan benih tidak lebih dari
3 tahun.
Persemaian/Pembibitan
Sebelum benih disebar, direndam dengan larutan Previcur N
dengan konsentrasi 0,1 % selama + 2 jam. Selanjutnya benih
disebar merata pada bedengan persemaian, dengan media semai
setebal + 7 cm dan disiram. Media semai dibuat dari pupuk organik
dan tanah yang telah dihaluskan dengan perbandingan 1 : 1. Benih
yang telah disebar ditutup dengan media semai, selanjutnya ditutup
dengan alang-alang atau jerami kering selama 2-3 hari. Bedengan
persemaian tersebut sebaiknya diberi naungan.
Persiapan Lahan
Lahan terlebih dahulu diolah dengan cangkul sedalam 20-30
cm supaya gembur, setelah itu dibuat bedengan dengan arah
membujur dari Barat ke Timur agar mendapatkan cahay a penuh.
Bedengan sebaiknya dibuat dengan ukuran lebar 100-120 cm, tinggi
30 cm dan panjang sesuai kondisi lahan. Jarak antar bedengan + 30
cm. Lahan yang asam (pH rendah) lakukan pengapuran dengan
kapur kalsit atau dolomite 2-4 minggu sebelum tanam dengan dosis
1,5 t/ha.
Pemupukan
Tiga hari sebelum tanam berikan pupuk organik (kotoran
ayam yang telah difermentasi) dengan dosis 2-4 kg/m2. Dua minggu
setelah tanam dilakukan pemupukan susulan Urea 150 kg/ha (15
gr/m2). Agar pemberian pupuk lebih merata, pupuk Urea diaduk
dengan pupuk organik kemudian diberikan secara larikan di samping
barisan tanaman. Selanjutnya dapat ditambahkan pupuk cair 3
liter/ha (0,3 ml/m2) pada umur 10 dan 20 hari setelah tanam.
Penanaman
Bibit umur 2-3 minggu setelah semai atau telah berdaun 3-4
helai, dipindahkan pada lubang tanam yang telah disediakan dengan
jarak tanam 20x20 cm atau sistem baris dengan jarak 15x10-15 cm.
Jika ada yang tidak tumbuh lakukan penyulaman, yaitu tindakan
penggantian tanaman dengan tanaman baru.
Pemeliharaan
Pada musim kemarau atau di lahan kurang air perlu
penyiraman tanaman. Penyiraman ini dilakukan dari awal sampai
panen. Penyiangan dilakukan 2 kali atau disesuaikan dengan
kondisi gulma, bila perlu dilakukan penggemburan dan pengguludan
bersamaan dengan penyiangan.
Pengendalian Organisme Penggangu Tanaman (OPT)
Untuk mencegah hama dan penyakit yang perlu diperhatikan
adalah sanitasi dan drainase lahan. OPT utama adalah ulat daun
kubis (Plutella xylostella). Pengendalian dapat dilakukan dengan
BUDIDAYA SELADA
PENDAHULUAN
Selada (Lactuca sativa L.) merupakan sayuran daun yang
berumur semusim dan termasuk dalam famili compositae. Selada
tumbuh baik di dataran tinggi, pertumbuhan optimal di lahan subur
yang banyak mengandung humus, pasir atau lumpur dengan pH
tanah 5-6,5. Di dataran rendah kropnya kecil-kecil dan cepat
berbunga. Waktu tanam terbaik pada akhir musim hujan, walaupun
demikian dapat juga ditanam pada musim kemarau dengan
pengairan atau penyiraman yang cukup.
BUDIDAYA PAKCHOI
PENDAHULUAN
Pakchoi (Brassica sinensis L.) merupakan tanaman sayuran
berumur pendek (+ 45 hari), termasuk dalam famili Brassicaceae.
Pakchoi jarang dimakan mentah, umumnya digunakan untuk bahan
sup atau sebagai hiasan (garnish). Bisa ditanam di dataran rendah
dan dataran tinggi, tetapi yang baik di dataran tinggi, cukup sinar
matahari, aerasi sempurna (tidak tergenang air) dan pH tanah 5,5-6.
TEKNOLOGI BUDIDAYA
Persemaian
Siapkan tempat persemaian, berupa bedengan dengan media
semai setebal 7 cm. Media semai dibuat dari pupuk organik dan
tanah yang telah dihaluskan dengan perbandingan 1:1. Benih
direndam dengan larutan Previkur N dengan konsentrasi 0,1%
selama 2 jam, kemudian dikeringkan. Selanjutnya benih disebar
merata di atas bedengan persemaian yang telah disiram terlebih
dahulu, kemudian ditutup kembali dengan media semai. Ukuran
persemian 1 x 10 m, selanjutnya ditutup dengan alang-alang atau
jerami kering selama 2-3 hari. Kebutuhan benih 400-1000 gr/ha.
Persiapan Lahan
Lahan untuk pertanaman perlu diolah dengan cangkul
sedalam 20-30 cm supaya gembur. Selanjutnya buat bedengan
dengan arah membujur dari Barat ke Timur agar mendapatkan
cahaya penuh. Lebar bedengan sebaiknya 100-120 cm, tinggi 30 cm
dan panjang sesuai lahan sebaiknya tidak lebih 15 m, jarak antar
bedengan 30 cm. Jika pH tanah terlalu rendah (asam), lakukan
pengapuran dengan dolomit atau kalsit untuk menaikkan derajad
keasaman tanah dosis 1,5 t/ha, pengapuran dilakukan sebelum
penanaman, yaitu 2-4 minggu sebelum tanam.
Pemupukan
Tiga hari sebelum tanam berikan pupuk organik (kotoran
ayam yang telah difermentasi) dengan dosis 2-4 kg/m2. Dua minggu
setelah tanam berikan pupuk susulan berupa Urea 100 kg/ha (10
gr/m2) atau NPK Mutiara 50 kg/ha (0,5 gr/m2), agar pemberian
pupuk lebih merata terlebih dahulu aduk dengan pupuk organik
kemudian berikan secara larikan disamping barisan tanaman.
Selanjutnya dapat ditambahkan pupuk cair 3 liter/ha (0,3 ml/m2)
pada umur 10 dan 20 hari setelah tanam.
Penanaman
Bibit yang telah berumur + 21 hari atau telah berdaun 3-4
helai, dipindahkan kebedengan yang telah disiapkan dengan jarak
tanam 30 x 30 cm atau 30 x 25 cm.
Pemeliharaan
Pada musim kemarau lakukan penyiraman, sejak awal tanam
sampai waktu panen.
Penyulaman pada tanaman yang mati
dilakukan paling lambat 1 minggu setelah tanam dan penyiangan
gulma pada umur 2 minggu setelah tanam.
Pengendalian Organisme Penggangu Tumbuhan (OPT)
Pemeliharaan dilakukan mulai dari persemaian hingga panen.
Untuk mencegah serangan hama dan penyakit tanaman, yang perlu
diperhatikan adalah sanitasi lahan dan draenase, jika terpaksa
gunakan jenis pestisida yang aman mudah terurai seperti pestisida
PENDAHULUAN
Kangkung (Ipomoea sp.) dapat ditanam di dataran rendah dan
dataran tinggi. Kangkung merupakan jenis tanaman sayuran daun,
termasuk kedalam famili Convolvulaceae. Daun kangkung panjang,
berwarna hijau keputih-putihan merupakan sumber vitamin pro
vitamin A.
Berdasarkan tempat tumbuh, kangkung dibedakan
menjadi dua macam yaitu: 1) Kangkung darat, hidup di tempat yang
kering atau tegalan, dan 2) Kangkung air, hidup ditempat yang berair
dan basah.
TEKNOLOGI BUDIDAYA
Benih
Kangkung darat dapat diperbanyak dengan biji. Untuk luasan
satu hektar diperlukan benih sekitar 10 kg. Varietas yang dianjurkan
BUDIDAYA BAYAM
PENDAHULUAN
Bayam (Amaranthus spp.) merupakan sayuran yang banyak
mengandung vitamin dan mineral, dapat tumbuh sepanjang tahun
pada ketinggian sampai dengan 1000 m dpl. dengan pengairan
secukupnya.
Terdapat 3 jenis sayuran bayam, yaitu:
1. Bayam cabut, batangnya berwarna merah dan juga ada
berwarna hijau keputih-putihan.
2. Bayam petik, pertumbuhannya lebih tegak serta berdaun lebar,
warna daun hijau tua dan ada yang berwarna kemerah-merahan.
10
3. Bayam yang biasa dicabut dan juga dapat dipetik. Jenis bayam
ini tumbuh tegak, berdaun besar berwarna hijau keabu-abuan.
TEKNOLOGI BUDIDAYA
Benih
Bayam dikembangkan melalui biji. Biji bayam yang dijadikan
benih harus cukup tua (+ 3 bulan). Benih yang muda, daya
simpannya tidak lama dan tingkat perkecambahannya rendah. Benih
bayam yang
tua dapat disimpan selama satu tahun. Benih
bayam tidak memiliki masa dormansi dan kebutuhan benih adalah
sebanyak
5-10 kg tiap hektar atau 0,5-1 g/m2.
Persiapan Lahan
Lahan dicangkul sedalam 20-30 cm supaya gembur.
Selanjutnya buat bedengan dengan arah membujur dari Barat ke
Timur agar mendapatkan cahaya penuh. Lebar bedengan sebaiknya
100 cm, tinggi 30 cm dan panjang sesuai kondisi lahan. Jarak antar
bedengan 30 cm.
Pemupukan
Setelah bedengan diratakan, 3 hari sebelum tanam berikan
pupuk dasar kotoran ayam yang telah difermentasi dengan dosis 4
kg/m2. Sebagai starter tambahkan Urea 150 kg/ha (15 g/m2) diaduk
dengan air dan disiramkan kepada tanaman pada sore hari 10 hari
setelah penaburan benih, jika perlu berikan pupuk cair 3 liter/ha (0,3
ml/m2) pada umur 2 minggu setelah penaburan benih.
Penanaman/Penaburan Benih
Dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu:
a. Ditebar langsung di atas bedengan, yaitu biji dicampur dengan
pasir/pupuk organik yang telah dihancurkan dan ditebar secara
merata di atas bedengan.
b. Ditebar pada larikan/barisan dengan jarak 10-15 cm, kemudian
ditutup dengan lapisan tanah.
c. Disemai setelah tumbuh (sekitar 10 hari) bibit dibumbun dan
dipelihara selama + 3 minggu. Selanjutnya dipindahkan ke
11
12
BUDIDAYA SELEDRI
PENDAHULUAN
Seledri (Apium graveolens L. Dulce) termasuk dalam famili
Umbelliferae dan merupakan salah satu komoditas sayuran yang
banyak digunakan untuk penyedap makanan dan penghias
hidangan. Biji seledri juga digunakan sebagai bumbu dan penyedap.
Ekstrak minyak bijinya berkasiat sebagai obat.
Budidaya seledri sangat baik di dataran tinggi 1000-1200 m dpl, juga
bisa di dataran rendah dengan memberi naungan berupa atap alangalang atau jerami, atap berfungsi sebagai penahan sinar matahari
dan menjaga kelembaban. Seledri kurang tahan hujan oleh karena
itu curah hujan optimum berkisar 60-100 mm/bulan. Tanaman seledri
dapat dibagi menjadi seledri tangkai, seledri umbi dan seledri daun.
TEKNOLOGI BUDIDAYA
Benih
Seledri dapat diperbanyak secara generatif dengan biji atau
vegetatif dengan anakan. Untuk tujuan komersil tanaman seledri
dapat diperbanyak dengan biji. Benih berasal dari varietas unggul
dengan daya kecambah > 90%.
Pengolahan Lahan
Lahan ideal adalah tanah yang subur, gembur, mengandung
bahan organik, mampu menahan air dan berdrainase baik dengan
pH tanah antara 5,5-6,5. Tanah dicangkul sedalam 20-30 cm
biarkan selama 15 hari, jika pH tanah kurang dari 6.5 campurkan
kapur kalsit atau dolomit dengan tanah olahan, dosis kapur 1-2
ton/ha tergantung pH tanah dan jumlah Alumunium di dalam tanah,
pemberian 2-3 minggu sebelum tanam. Buat bedengan dengan lebar
100-120 cm, tinggi 30 cm, panjang sesuai lahan, dan jarak antar
bedengan 50 cm. Bedengan diberi naungan berupa alang-alang atau
jerami dengan tinggi 1-1,5 m.
13
Persemaian
Benih disemai pada bedengan di dalam alur/larikan sedalam
0,5 cm dengan jarak antar alur 10-20 cm, sebelum disemai, benih
direndam dalam larutan Previcur N dengan konsentrasi 0,1 %
selama + 2 jam, kemudian dikeringkan. Tutup benih dengan tanah
tipis dan siram permukaan bedengan sampai lembab. Untuk
menjaga kelembaban, persemaian ditutup dengan alang-alang atau
jerami dan ditinggikan tutup tersebut apabila kecambah telah
tumbuh. Setelah bibit tumbuh dapat juga dipindahkan kedalam
bumbunan yang terbuat dari daun pisang/pot plastik dengan media
yang sama.
Penanaman
Setelah + 40 hari atau telah berdaun 3-4 helai cabut bibit
seledri yang sehat dengan akarnya. Potong sebagian akar,
selanjutnya akar direndam kedalam larutan pestisida Benlate atau
Derosol pada konsentrasi 50% sekitar 15 menit. Pindahkan bibit
pada bedengan yang telah dipersiapkan, satu bibit per lobang
tanam, dengan jarak tanam: 25 x 30 cm; 20 x 20 cm atau 15 x 20 cm
(tergantung varietas) dan padatkan tanah disekitar batang. Siram
bedengan sampai lembab.
Pemeliharaan Tanaman
Jika ada tanaman yang mati lakukan penyulaman 7-15 hari
setelah tanam. Penyiangan gulma dilakukan bersamaan dengan
penggemburan tanah pada umur 2 dan 4 minggu setelah tanam,
penyiangan berikutnya disesuaikan dengan keadaan gulma. Di awal
masa pertumbuhan, penyiraman dilakukan 1-2 kali sehari, berikutnya
dikurangi menjadi 2-3 kali seminggu tergantung cuaca. Tanah tidak
boleh kekeringan atau tergenang air (becek).
Pemupukan
Pupuk dasar diberikan 3 hari sebelum tanam, yaitu pupuk
organik dengan dosis 4 kg/m2, diaduk dengan tanah permukaan
bedengan. Pada umur 2 minggu setelah tanam berikan pupuk N 300
kg, P2O5 75 kg dan K2O 250 kg/ha secara larikan dibarisan tanaman.
Pupuk susulan berikutnya larutkan 2-3 kg pupuk NPK Mutiara ke
14
dalam 200 liter air dan berikan secara kocor diantara barisan
tanaman, hal ini dapat dilakukan selama tanaman masih produktif
dengan interval
7 hari satu kali pemberian. Dapat juga diberikan
pupuk cair dengan dosis 0,3 ml/m2 yang dimulai pada umur 3
minggu setelah tanam dengan interval 10 hari satu kali.
Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)
Hama utama seperti: ulat tanah, keong, kutu daun tungau.
Hama dapat dihilangkan secara mekanik yaitu dipungut dengan
tangan. Penyakit yang sering menyerang tanaman bercak
cercospora, bercak septoria, virus aster yellow. Pengendalian
dilakukan mulai dari pesemaian hingga panen. Jika terpaksa harus
menggunakan pestisida, gunakan jenis pestisida yang aman mudah
terurai seperti pestisida biologi, pestisida nabati atau pestisida
piretroid sintetik.
Panen dan Pasca Panen
Seledri dapat dipanen setelah berumur 40 sampai dengan 150
hari setelah tanam (tergantung varietas). Saledri daun dipanen 4-8
hari sekali. Seledri potong dipanen dengan memotong tanaman
pada pangkal batang secara periodik sampai pertumbuhan anakan
berkurang. Seledri umbi dipanen dengan memetik daun-daunnya
dan dilakukan secara periodik sampai tanaman kurang produktif.
Hasil panen diseleksi dengan cara membuang tangkai daun yang
cacat atau terserang hama. Untuk membersihkan dari kotoran/tanah
dan residu pestisida, seledri dicuci dengan air mengalir atau
disemprot kemudian tiriskan di rak-rak. Sortasi perlu dilakukan
terutama jika seledri akan dipasarkan di swalayan atau untuk
eksport. Sortasi dilakukan berdasarkan ukuran dan jenis yang
seragam dan sesuai dengan permintaan pasar. Seledri diikat dengan
ikatan plastik pada berat tertentu yang disesuaikan dengan
permintaan pasar.
15
16
Penanaman
Jarak tanam 50x50 cm untuk jenis bertajuk lebar dan 45x65
cm untuk jenis bertajuk tegak. Penanaman bibit yang telah memiliki
3-5 helai daun atau berumur satu bulan dilakukan pada waktu pagi
atau sore hari, satu lubang tanam diisi satu bibit.
Pemupukan
Tiga hari sebelum tanam diberikan pupuk organik (kotoran
ayam yang telah difermentasi) dengan takaran 4 kg/m2. Dua minggu
setelah tanam berikan pupuk susulan Urea 4 gram + ZA 9 gram, SP36 9 gram dan KCl 7 gram per tanaman. Empat minggu setelah
tanam berikan pupuk susulan Urea 2 gram + ZA 4,5 gram per
tanaman. Dapat ditambahkan pupuk cair 5 liter/ha (0,3 ml/m2) pada
umur 10, 20 dan 30 hari setelah tanam.
Pemeliharaan
Penyulaman dilakukan pada tanaman rusak (tidak sehat) atau
yang mati, sampai tanaman berumur 10 hari. Penyiangan pada umur
2 dan 4 minggu setelah tanam disesuaikan dengan keadaan gulma.
Perempelan seawal mungkin agar ukuran dan kualitas bunga
terbentuk optimal. Setelah terbentuk massa bunga, daun tua diikat
agar massa bunga ternaungi dari cahaya matahari untuk
mempertahankan warna bunga supaya tetap putih. Pengairan dan
Penyiraman diberikan pada pagi atau sore hari. Pada musim
kemarau penyiraman 1-2 kali sehari terutama saat fase
pertumbuhan awal dan pembentukan bunga.
Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)
Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman : dengan cara
terpadu: pergiliran tanaman dengan tanaman selain famili
Cruciferae, menyebarkan mikroba musuh alami. Pengendalian
penyakit dilakukan dengan memilih bibit bebas penyakit, sanitasi
kebun, rotasi tanaman, menghindari tanaman dari kerusakan
mekanis/gigitan serangga, melakukan sterilisasi media semai/lahan
kebun, pengapuran pada tanah masam dan mencabut tana man
yang terserang penyakit. Kalau terpaksa menggunakan pestisida,
gunakan jenis pestisida yang aman mudah terurai seperti pestisida
17
BUDIDAYA KUBIS
PENDAHULUAN
Kubis (Brassica oleracea L.) merupakan tanaman semusim
atau dua musim. Bentuk daunnya bulat telur sampai lonjong dan
lebar seperti kipas. Sistem perakaran kubis agak dangkal, akar
tunggangnya segera bercabang dan memiliki banyak akar serabut.
Kubis mengandung protein, Vitamin A, Vitamin C, Vitamin B1,
Vitamin B2 dan Niacin. Kandungan protein pada kubis putih lebih
rendah dibandingkan kubis bunga, namun kandungan Vitamin A-nya
lebih tinggi.
Kubis dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran
tinggi. Pada dataran rendah kubis merupakan salah satu tanaman
sayuran yang memiliki potensi untuk dikembangkan, karena peluang
pasar yang terbuka lebar. Pertumbuhan optimum didapatkan pada
tanah yang banyak mengandung humus, gembur, porus, pH tanah
antara 6-7. Kubis dapat ditanam sepanjang tahun dengan
pemeliharaan lebih intensif.
18
TEKNOLOGI BUDIDAYA
Persemaian
Sebelum disemai, benih direndam dahulu dalam larutan
Frevikur N (0,1%) selama 2 jam, kemudian dikeringkan. Benih
disebar merata pada bedengan/tempat penyemaian dengan media
tanah dan pupuk organik 1: 1, lalu ditutup dengan daun pisang
selama
2-3 hari. Bedengan persemaian diberi naungan/atap dari
screen/kassa plastik transparan. Kemudian persemaian ditutup
dengan screen untuk menghindari OPT. Setelah berumur 7-8 hari,
bibit dipindahkan kedalam bumbunan daun pisang/pot plastik
dengan media yang sama (tanah dan pupuk organik stereil).
Penyiraman dilakukan setiap hari. Bibit siap ditanam dilapangan
setelah berumur 3-4 minggu atau sudah memiliki 4-5 helai daun.
Pengolahan lahan
Dipilih lahan yang bukan bekas tanaman kubis-kubisan. Sisa
tanaman dikumpulkan lalu dikubur, kemudian tanah dicangkul
sampai gembur. Dibuat lubang tanam dengan jarak 70 cm (antar
barisan) x 50 cm (dalam barisan) atau 60 x 40 cm. Bila pH tanah
kurang dari 5,5 lakukan pengapuran menggunakan kalsit atau
dolomit, dengan dosis 1,5 t/ha dan diaplikasikan 3-4 minggu
sebelum tanam atau bersamaan dengan pengolahan tanah kedua.
Pemupukan
Pupuk yang digunakan berupa pupuk organik dan pupuk
buatan, sedangkan pupuk buatan berupa Urea 100 kg, ZA 250 kg,
SP-36 250 kg dan KCl 200 kg/ha. Untuk tiap tanaman diperlukan
Urea sebanyak 4 gr, ZA 9 gr, SP-36 9 gr dan
KCl 7 gr.
Pupuk organik 1 kg, setengah dosis pupuk N (Urea 2 gr, ZA 4,5 gr),
pupuk SP-36 9 gr dan KCl 7 g) diberikan sebelum tanam pada setiap
ubang tanam sebagai pupuk dasar. Sisa pupuk N (Urea 2 gr dan ZA
4,5 gr/tanaman) diberikan pada saat tanaman berumur 4 minggu.
Pemeliharaan tanaman
Penyiraman dilakukan tiap hari sampai kubis tumbuh normal,
kemudian diulang sesuai kebutuhan. Bila ada tanaman yang mati,
19
BUDIDAYA CABE
PENDAHULUAN
Usaha peningkatan produksi cabe yang sekaligus
meningkatkan pendapatan petani, dapat dilakukan sejak budidaya
sampai penanganan pasca panen yang baik dan benar. Salah satu
langkah terpenting dalam perbaikan teknik budidaya adalah
pemilihan varietas cabe yang akan dibudidayakan. Secara umum
20
21
pH-nya
asam
juga
diberikan
100-125 gr/lubang pertanaman.
pengapuran
sebanyak
22
23
24
BUDIDAYA TOMAT
PENDAHULUAN
Tomat (Lycopersicon sp. Mill.) termasuk sayuran buah dan
banyak mengandung vitamin A, Vitamin C, dan sedikit vitamin B.
Beberapa jenis tomat yang biasa dibudidayakan oleh petani antara
lain: (1) tomat biasa (Lycopersicum commune) buahnya bulat pipih,
lunak,
bentuknya
tidak
teratur,
(2)
tomat
Apel
(Lycopersicum pyriforme) buah bulat, kuat dan sedikit keras seperti
buah apel, tumbuh baik di dataran tinggi, dan (3) tomat kentang
(Lycopersicum grandifolium) buah bulat, padat, lebih besar dari
tomat apel, daun lebar agak rimbun.
Tomat tumbuh di dataran rendah dan dataran tinggi. Waktu
tanam yang baik 2 bulan sebelum musim hujan berakhir dan awal
musim kemarau. Tomat menghendaki tanah gembur, kaya humus
dan subur serta drainase baik dan tidak menggenang. pH 5-7. Curah
hujan optimal 100-220 mm/bulan. Temperatur optimum adalah 24C
(siang hari) dan 15 C - 20 C (malam hari).
TEKNOLOGI BUDIDAYA
Benih
Perbanyakan benih tomat secara generatif (biji). Kebutuhan
benih tergantung pada varietas dan jarak tanam dengan kisaran
antara 150-300 gr/ha. Benih disiapkan dengan cara: pilih buah tomat
yang sehat dan matang penuh, lalu diperam 3 hari sampai berwarna
merah gelap dan lunak. Keluarkan biji bersama lendirnya; fermentasi
biji 3 hari sampai lendir dan airnya terpisah dari biji; dicuci dan
dijemur selama 3 hari atau kadar airnya 6%.
25
Pesemaian
Benih disemai pada persemaian (bedengan/kantong plastik/
polybag). Sebelum disemai, benih direndam dalam larutan Previkur
N (0,1%) selama 2 jam, kemudian dikeringkan. Benih disebar
merata pada bedengan/tempat penyemaian dengan media tanah
dan pupuk organik 1: 1, lalu ditutup dengan daun pisang selama 2-3
hari. Bedengan persemaian diberi naungan/atap dari screen/kassa
plastik transparan. Kemudian persemaian ditutup dengan screen
untuk menghindari OPT. Setelah berumur 7-8 hari, bibit dipindahkan
kedalam bumbunan daun pisang/pot plastik dengan media yang
sama (tanah dan pupuk organik steril). Penyiraman dilakukan setiap
hari. Bibit siap ditanam dilapangan setelah berumru 3-4 minggu atau
sudah memiliki 4-5 helai daun.
Pengolahan Tanah dan Penanaman
Olah tanah dan buat bedengan arah Timur-Barat dengan
ukuran lebar 100-120 cm, panjang sesuai petakan maksimum 15 m
untuk memudahkan dalam pemeliharaan tanaman, tinggi 30-40 cm
dan jarak antara bedengan 20-30 cm. Gunakan pupuk organik
sebanyak 0,5-1 kg untuk setiap lubang. Diamkan lahan selama
1 minggu. Jarak tanam 50x70 cm atau 70x80 cm tergantung
varietas. Penanaman dilakukan sore hari, setelah itu diberi penutup
dari daun-daunan/pelepah pisang, lalu dibuka penutup setelah 4-5
hari. Tiap bedengan berisi 2 baris tanaman.
Pemeliharaan
Berikan pupuk dasar saat tanam, yaitu SP-36 100 kg dan KCL
50 kg/ha dan pupuk organik 2-4 kg/m2. Pupuk susulan I diberikan
14 HST (Hari Setelah Tanam) (75 kg urea) dan pupuk susulan II
diberikan 35 HST (75 kg urea). Pupuk diberikan di sekeliling
tanaman dengan jarak 5 cm dari tanaman, setelah pemupukan
ditutup dengan tanah setebal1-2 cm.
Siram setiap hari. Pada saat berbunga siram 2 hari sekali
hingga berbuah. Penyiangan setelah pemupukan atau tergantung
pada pertumbuhan gulma. 3-4 minggu setelah tanam diberi
ajir/lanjaran untuk menopang tanaman. Lakukan pemangkasan
setelah umur
4-6 minggu. Tomat yang telah mempunyai lima
26
27
BUDIDAYA TERUNG
PENDAHULUAN
Terung (Solanum melongena) merupakan tanaman semusim
sampai setahun atau tahunan, termasuk dalam famili Solanaceae.
Tanaman terung berbentuk semak atau perdu, dengan tunas yang
tumbuh terus di ketiak daun sehingga tanaman terlihat tegak
menyebar merunduk.
Pada dasarnya terung dapat ditanam di dataran rendah
sampai dataran tinggi. Tanah yang cocok untuk tanaman terong
adalah tanah yang subur, tidak tergenang air, dengan pH 5-6, dan
drainase baik. Tanah lempung dan berpasir sangat baik untuk
tanaman terung.
TEKNOLOGI BUDIDAYA
Benih
Kebutuhan benih untuk satu hektar 150-500 gr biji dengan
daya tumbuh 75%. Biji tumbuh kurang lebih 10 hari setelah disemai.
Buah yang baik diperoleh dari buah yang warna kulit buahnya sudah
menguning minimum 75% terutama pada jenis terung besar dan
dipanen dengan memotong tangkai buahnya.
Persemaian
Sebelum disemai, benih direndam dalam larutan Previkur N
(0,1%) selama 2 jam, kemudian dikeringkan. Benih disebar
merata pada bedengan dengan media berupa campuran tanah dan
pupuk organik (1:1) tutup dengan tanah tipis, kemudian ditutup
dengan alang-alang atau daun pisang selama 2-3 hari. Bedengan
persemaian diberi naungan dan ditutup dengan screen untuk
menghindari serangan OPT. Setelah berumur 7-8 hari, bibit
dipindahkan ke bumbunan daun pisang/pot plastik dengan media
yang sama. Lakukan penyiraman sesuai dengan keadaan tanaman.
Bibit siap dipindahkan ke lapangan setelah mempunyai 4-5 helai
daun.
28
Pengolahan Tanah
Tanah yang akan ditanami dicangkul 2-3 kali dengan
kedalaman
20-30 cm. Buat bedengan dengan lebar 100-120 cm
dan panjang disesuaikan dengan kondisi lahan, jarak antara
bedengan 50 cm. Pada tanah dengan pH <5 lakukan pengapuran
dengan dolomit/kalsit 1-2 t/ha 3 minggu sebelum tanam. Diantara
bedengan dibuat parit dengan kedalaman 30 cm. Apabila
menggunakan mulsa plastik, pemasangan dilakukan setelah
pembuatan bedengan. Pupuk organik atau kompos diberikan 0,5-1
kg per lubang tanam, 1 minggu sebelum tanam.
Penanaman
Penanaman dilakukan pada pagi atau sore hari. Jarak tanam
dalam barisan 50-70 cm (tergantung varietas) dan jarak antar
barisan
80-90 cm, pada tiap bedengan terdapat dua baris
tanaman. Lakukan penyiraman secukupnya, karena tanaman tidak
tahan terhadap kekeringan dan kelebihan air.
Pemupukan
Pupuk buatan diberikan setelah tanaman berumur 1-2 minggu
setelah tanam berupa ZA dan ZK dengan perbandingan 1:1
sebanyak 10 gr/tanaman disekeliling tanaman dengan jarak 5 cm
dari pangkal batang. Pemupukan berikutnya diberikan saat tanaman
berumur 2-3 bulan, berupa ZA 150 kg dan ZK 150 kg/ha. Pada
musim kemarau pemupukan dianjurkan secara kocor.
Pemeliharaan
Penyiangan dilakukan sesuai dengan keadaan gulma, dapat
dilakukan secara manual atau dengan cangkul. Penyiraman
dilakukan sesuai dengan kebutuhan tanaman, pada musim hujan
drainase perlu diperdalam. Pertumbuhan tanaman yang terlalu subur
perlu dilakukan perompesan yaitu pengurangan daun. Pada
tanaman yang relatif lebih tinggi perlu pemasangan ajir.
Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)
Hama utama yang menyerang tanaman terung antara lain
kutu daun (Myzus persicae), kutu kebul (Bermisida tabaci), pengorok
29
BUDIDAYA OYONG
PENDAHULUAN
Oyong (Luffa acutangula) atau ridged gourd, disebut juga
gambas. Tanaman ini termasuk dalam famili Cucubitaceae, berasal
dari India, namun telah beradabtasi baik di Asia Tenggara termasuk
Indonesia. Bagian yang dapat dimakan dari gambas adalah buah
muda, daunnya digunakan untuk lalap atau dapat juga digunakan
untuk obat demam.
Tanaman oyong merupakan tanaman setahun dan tumbuh
dari dataran rendah hingga dataran tinggi, dapat ditanam disawah
30
31
32
tanam. Ciri-ciri umum buah oyong yang siap dipanen antara lain
adalah buah berukuran maksimum, tidak terlalu tua, belum berserat,
dan mudah dipatahkan. Produksi buah oyong setiap tanaman
mencapai 15-20 buah atau 8-12 ton per hektar. Buah oyong mudah
rusak sehingga pengemasan yang baik diperlukan untuk
memperpanjang daya simpan, terutama jika untuk pengiriman jarak
jauh. Pada suhu 12-16oC, buah oyong bisa disimpan sampai 2-3
minggu.
BUDIDAYA PARIA
PENDAHULUAN
Paria atau pare (Momordica charantia L.) merupakan tanaman
sayuran setahun atau tahunan, termasuk dalam famili
Cucurbitaceae. Ada 2 tipe kultivar yang menghasilkan buah
meruncing pada ujungnya, dan kultivar yang menghasilkan buah
yang tidak meruncing. Buah paria merupakan sumber vitamin C,
vitamin A, fosfor dan besi. Ujung batang paria merupakan pro-vit A,
protein, tiamin dan vitamin C.
Paria cocok dibudidayakan pada daerah dengan ketinggian
0-1000 m dpl dengan pH 5-6. Tanaman ini beradaptasi dengan baik
pada tanah lempung berpasir dengan draenase baik dan kaya bahan
organik. Suhu optimum untuk pertumbuhan berkisar antara 24-270C.
TEKNOLOGI BUDIDAYA
Persiapan Lahan
Paria biasanya ditanam di atas bedengan, dengan ukuran
lebar 1,5-2,5 m, panjang disesuaikan dengan kondisi lahan, tinggi
bedengan 20 cm pada musim kemarau dan 30 cm pada musim
hujan. Jarak tanam 100 x 100 cm, 75 x 75 cm, atau 45 x 60 cm
dalam barisan dan 120 x150 cm antar baris. Dalam satu bedengan
terdapat dua barisan.
33
Pupuk Dasar
Pupuk kandang digunakan bersamaan dengan pengolahan
lahan sebanyak 10-15 ton/ha dengan cara ditabur secara merata,
atau ditempatkan pada lubang tanam 3 minggu sebelum tanam.
Penanaman
Penanaman dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan
ditanam langsung dan dengan semai terlebih dahulu. Tanaman yang
mati atau tidak tumbuh harus segera disulam.
Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman yang umum dilakukan berupa
pemberian para-para, penyiangan, pengairan, pemupukan, pruning
(pemangkasan) dan pengendalian hama penyakit.
Paria memerlukan penopang, atau rambatan untuk
meningkatkan produksi buah, memudahkan pengendalian OPT dan
pemanenan. Rambatan diberikan saat tanaman berumur 3 minggu.
Rambatan dapat berupa ajir, teralis, dan tunnel setinggi 1,5-2 m.
Penyiangan dilakukan sesuai dengan pertumbuhan gulma
bersamaan dengan pembubunan. Untuk mengendalikan gulma
dapat juga digunakan mulsa alang-alang atau mulsa plastik hitam
perak (MPHP). Pemasangan MPHP dilakukan setelah pengolahan
tanah kedua atau setelah pembuatan bedengan.
Tanaman paria tidak tahan kekeringan, perlu penyiraman
disesuaikan dengan kondisi tanaman. Pembuatan parit disekeliling
guludan sangat diperlukan untuk mengurangi genangan air, hal ini
dilakukan pada musim penghujan. Pemupukan susulan pertama
diberikan pada saat tanaman berumur 3 minggu. Sedangkan
pemupukan susulan berikutnya dilakukan dengan interval 2 minggu
sampai tanaman berumur 4 bulan. Pupuk susulannya berupa NPK
(15:15:15) 5-10 gr/tanaman diberikan dengan cara larikan atau
ditugal 10 cm dari tanaman, pada musim kemarau dianjurkan
dengan cara dikocor.
34
35
TEKNOLOGI BUDIDAYA
Benih
Ada beberapa varietas/kultivar kacang panjang, antara lain
KP-1 (lokal Bekasi), KP-2 (lokal Bogor) yang toleran terhadap hama
pengerek polong (Maruca testulasis) dan penyakit busuk polong
(Colletotrichum lindemuthianum). Kebutuhan benih kacang panjang
per hektar sekitar 20 kg.
Persiapan Lahan
Bersihkan lahan dan dibajak/cangkul hingga tanah menjadi
gembur. Buat bedengan dengan ukuran lebar 60-80 cm, jarak antara
bedengan 50 cm, tinggi 30 cm, panjang tergantung lahan. Untuk
sistem guludan lebar dasar 30-40 cm dan lebar atas 30-50 cm dan
jarak antara guludan 30-40 cm. Lakukan pengapuran 3-4 minggu
sebelum tanam jika pH tanah kurang dari 5,5 dengan dolomit/kalsit
sebanyak 1-2 ton/ha dicampurkan secara merata dengan tanah
pada kedalaman 30 cm. Jika menggunakan MPHP dapat dipasang
satu minggu sebelum tanam atau setelah pembuatan bedengan.
Penanaman
Jarak tanam untuk tipe merambat 20x50 cm, 40x60 cm, 30x40
cm, untuk tipe tegak 20x40 cm, 30x60 cm. Kacang panjang dapat
ditanam sepanjang musim asal air tanahnya memadai. Benih
dimasukkan ke dalam lubang tanam sebanyak 2 biji, tutup dengan
tanah tipis atau dengan abu dapur.
Pemeliharaan Tanaman
Benih kacang panjang akan tumbuh 3-5 hari setelah tanam.
Benih yang tidak tumbuh segera disulam. Penyiangan dilakukan
pada waktu tanaman berumur 2-3 minggu setelah tanam, tergantung
pertumbuhan rumput. Penyiangan dengan cara mencabut rumput
liar/membersihkan dengan alat kored atau cangkul. Pemasangan
ajir/turus dari kayu/bambu yang tingginya 2 m untuk menjaga agar
tanaman tidak roboh. Tiap empat buah turus ujungnya diikat menjadi
satu. Bila tanaman terlalu subur dapat dilakukan pemangkasan
36
37
38
BUDIDAYA MENTIMUN
PENDAHULUAN
Mentimun (Cucumis sativus L.) termasuk dalam famili
Cucurbitaceae. Kegunaan mentimun antara lain untuk makanan
segar, jus/minuman dan sebagai bahan dasar acar.
Adaptasi mentimun pada berbagai iklim cukup baik, namun
pertumbuhan optimum pada iklim kering dengan ketinggian 400 m
dpl. Cukup mendapat sinar matahari, temperatur 21,1 - 26,7C dan
tidak banyak hujan. Tekstur tanah berkadar liat rendah dengan pH
6-7.
TEKNOLOGI BUDIDAYA
Perkecambahan Benih
Perkecambahan dilakukan di bak berukuran 10 x 50 cm atau
tergantung kebutuhan. Bak diisi pasir (yang telah diayak) setinggi
7-8 cm, dan diatas pasir tersebut dibuat alur tanam berkedalaman
1 cm dan jarak antara alur 5 cm, panjang alur 4 cm sesuai dengan
panjang bak. Benih mentimun disebar dalam alur tanam secara
rapat dan merata kemudian ditutup dengan pasir dan disiram air
hingga lembab.
Persemaian
Benih yang berkecambah dipindahkan kepolibag semai dan
letakkan di tempat yang terlindung dari sinar matahari, hujan dan
juga OPT. Setelah berumur 12 hari atau berdaun 3-4 helai bibit
dapat dipindahkan kelapangan.
Persiapan Lahan
Bersihkan lahan dari gulma, rumput, pohon yang tidak
diperlukan. Berikan kapur kalsit/dolomit pada pH tanah < 6,
sebanyak
1-2 ton/ha, 3-4 minggu sebelum tanam. Tanah
dibajak/dicangkul sedalam 30-35 cm sambil membalikkan tanah dan
biarkan 2 minggu. Olah tanah kembali sambil membuat bedengan
39
40
41
DAFTAR PUSTAKA
42
300 kg
10 kg
200 kg
10 sendok makan
200 ml (20 sendok makan)
secukupnya
200 kg
10 kg
100 kg
10 sendok makan
20 ml
secukupnya
20 kg
10 kg
10 kg
10 kg
5 sendok makan
200 ml
secukupnya
43
5. Bokashi ekspres
Bahan
Jerami (daun) kering/sekam/serbuk
gergaji (dipotong 5-10 cm)
Bokashi yang sudah jadi
Dedak
Gula pasir
EM4
Air
200 kg
20 kg
20 kg
5 sendok makan
200 ml
secukupnya
Cara pembuatan :
a)
b)
c)
d)
44
e)
f)
g)
Penggunaan :
Bokashi dapat digunakan seperti pupuk kandang atau pupuk
kompos. Dosis yang umum digunakan yaitu 2-4 kg/m tergantung
kesuburan tanah.
Penggunaan berbagai macam bokashi secara umum sama.
Namun, alangkah baiknya bila penggunaannya disesuaikan dengan
unsur hara dalam bokashi tersebut.
a) Bokashi jerami dan bokashi pupuk kandang baik digunakan
untuk melanjutkan fermentasi penutup tanah (mulsa) dari bahan
organik dan digunakan di lahan sawah karena ketersediaan
bahannya cukup.
b) Bokashi pupuk kandang dan bokashi pupuk kandang tanah baik
digunakan untuk media pembibitan dan media tanaman yang
masih kecil.
c) Bokashi ekspres baik digunakan untuk penutup tanah (mulsa)
pada tanaman sayur dan buah-buahan.
Keunggulan :
Dengan bantuan EM4, bokashi yang diperoleh sudah dapat
digunakan dalam waktu yang relatif singkat, yaitu setelah proses
4-7 hari. Selain itu, bokashi hasil pengomposan tidak panas, tidak
45
Cara Pembuatan :
1. Campurkan kotoran ternak,arang sekam dan Trichoderma
2. Aduk hingga rata dan lembabkan dengan air secukupnya.
3. Tutup dengan plastik hitam/karung
4. Inkubasi 7-10 hari Trichokompos siap diaplikasikan
Kandungan Hara Trichokompos
Berdasarkan
uji
Laboratorium,
kandungan
hara
Trichokompos dari bahan organik kotoran sapi adalah sebagai
berikut : N 0,50%, P 0,28%, K 0,42%, Ca 1,035 ppm, Fe 958
ppm, Mn 147 ppm, Cu 4 ppm, Zn 25 ppm.
Aplikasi
Untuk tanaman sayuran penghasil buah diberikan kelobang
tanam 200 gram/lobang, sedangkan untuk tanaman penghasil
daun diberikan 2-4 kg/m2.
B. Pupuk Organik Cair
1. Pupuk Cair Organik Menggunakan Kotoran Domba
Bahan dan Alat :
- Kotoran Domba / Kambing
- Air bersih (dalam artian tidak tercemar bahan kimia beracun
/ berbahaya)
- Ragi tape (boleh ditambah bioaktivator seperti yang banyak
dijual di pasar, kalau ada)
- Tong / drum ukuran volume 100-120 liter.
46
Cara membuat :
1. 2/3 bagian drum diisi kotoran domba/kambing.
2. Tabur 3-5 butir ragi tape yang sudah dihaluskan ( kalau ada
boleh ditambah starter/ bioaktivator yang dapat dibeli di
pasar)
3. Isi air sampai dengan menutupi 1/3 bagian sisa. Lalu tutup
drum/tong agar proses fermentasi berlangsung baik.
4. Setiap satu hari buka penutup drum aduk-aduk bahan
selama lebih kurang 5 menit, Pupuk Organik cair ini siap
digunakan setelah 7 hari.
Catatan Tambahan :
Pupuk Organik Cair (POC) ini paling cocok untuk diterapkan
sebagai pupuk tanaman sayuran/ hortikultura.
Cara Penggunaan :
Campurkan 15 cc POC dengan 1 liter air, berikan dengan
cara di kocor sebanyak lebih kurang 1 gelas bekas air
kemasan perpohon. Berikan pada tanaman 1 minggu 1 kali.
Ampas (padatan) yang tersisa di dalam tong/drum dapat
dimanfaatkan sebagai kompos.
2. Pupuk Organik Cair MOL Hijau
Bahan dan Alat:
Pucuk daun apa saja yang berwarna hijau (Daun pepaya,
daun tomat, daun teh-tehan, daun kiambang yang ada di
sawah, daun eceng gondok). Banyaknya 1 kg atau sekitar 1
kantong kresek plastik besar.
Kotoran Sapi atau kotoran kambing atau kotoran ayam
sebanyak 1 kg
Gula pasir sebanyak kg
Air kelapa 2 gelas minum
Tanah hidup yaitu tanah selokan sebanyak kg (di dalam
tanah selokan ini diharapkan banyak mikro organism yang
hidup)
Air sebanyak 40 liter
Tong plastik ukuran sedang kira-kira volume 50 liter
47
Cara Membuat :
1. Daun-daun hijau dipotong kecil-kecil, bersama bahan-bahan
lain yang telah disiapkan semuanya dimasukkan ke dalam
tong plastik.
2. Campurkan dan diaduk hingga rata, kemudian tong ditutup
dengan tutup yang berlubang-lubang supaya ada sirkulasi
udara.
3. Aduk tiap hari, setelah lima hari pupuk cair ini bisa
dimanfaatkan.
Catatan
Pupuk cair ini adalah MOL hijau atau mikro organisme
local. Warnanya hijau pekat, maka untuk mudahnya sebut saja
MOL hijau. Baunya agak menyengat. Cara memanfaatkannya,
ambil MOL hijau dari tong sebanyak 1 kaleng susu kecil.
Masukkan dalam ember plastic, dan campurkan dengan air
sebanyak 15 kaleng susu kecil. Aduk sampai rata, lalu siramkan
pada media tanam di pot atau di kebun rumah tangga kita.
Menyiram MOL ke tanaman kita tidak tiap hari, tetapi 3
hari sekali. Siramkan pada media tanahnya, bukan pada batang
tanamannya.
3.
48
c. Drum harus tertutup rapat, kedap air dan tidak terkena sinar
matahari langsung
d. Diamkan rendaman selama 15 hari
e. Setelah 15 hari buka tutup drum dan perhatikan air
rendaman. Jika berwarna kuning kehitaman, pupuk cair
siap digunakan.
Aturan Pakai :
a. Pemupukan lahan dilakukan dua kali dalam satu musim
tanam
b. Pertama sebagai pupuk dasar sebelum lahan ditanami atau
pada fase pengolahan tanah
c. Kedua pupuk diberikan setelah padi memasuki masa
primordial (awal tumbuh). Pupuk disemprotkan pada
batang padi tanpa dicairkan lagi (ditambah air)
49
8 kg
6 kg
6 kg
20 g
20 liter
Cara membuat
Daun mimba, lengkuas dan serai ditumbuk atau
dihaluskan. Seluruh bahan diaduk merata dalam 20 liter air, lalu
direndam sehari semalam (24 jam). Keesokan harinya larutan
disaring dengan kain halus. Larutan hasil penyaringan
diencerkan kembali dengan 600 liter air. Larutan sebanyak itu
dapat digunakan untuk lahan seluas 1 ha.
2. Untuk mengendalikan hama T. Parvispinus
Bahan :
Daun sirsak 50-100 lembar
Deterjen atau sabun colek 15 g
Air 5 liter
Cara membuat :
Daun sirsak ditumbuk halus dicampur dengan 5 liter air
tambahkan deterjen dan diendapkan semalam. Keesokan
harinya larutan disaring dengan kain halus. Setiap 1 liter larutan
hasil saringan diencerkan dengan 10-15 liter air.
50
1 kg
1 kg
1 kg
1 liter
50 gram
5 liter
Cara membuat :
Semua bahan ditumbuk halus, tambahkan EM 4 dan gula.
Fermentasi dilakukan selama 1 minggu kemudian disaring.
Aplikasi :
Semprotkan ketanaman, khususnya arahkan ke hama
pada pagi dan sore hari dengan konsentrasi 100 ml/tangki, bisa
ditambah zat perekat. Frekuensi semprotan 2 x seminggu.
4. Untuk hama pengisap dan Namur
Bahan :
Daun nimba/ mindi/kipahit/babadotan
Daun serai
Lengkuas
EM 4
Air
Gula pasir
8 kg
6 kg
6 kg
1 liter
20 liter
250 gram
Cara membuat :
Semua bahan ditumbuk halus, tambah EM 4 dan gula.
Fermentasi selama 1 minggu kemudian disaring.
51
Aplikasi :
Semprotkan ketanaman, khususnya arahkan ke hama
pada pagi dan sore hari dengan konsentrasi 100 ml/tangki, bisa
ditambah zat perekat. Frekuensi semprotan 2 x seminggu.
5. Untuk hama belalang dan ulat
Bahan :
Daun sirsak
Daun tembakau
Deterjen
Air
50 lembar
5 lembar/tembakau kering 0,25 ons
20 gram
20 liter
Cara membuat :
Daun sirsak dan tembakau ditumbuk halus, tambahkan
deterjen dan aduk rata, endapkan semalam dan saring.
Aplikasi :
Semprotkan ketanaman pagi/sore dengan konsentrasi 1
liter/3 liter air. Frekuensi penyemprotan 2 kali 1 minggu.
B. Untuk penyakit karena jamur
Bahan :
Lengkuas
Kunyit
Jahe
Kencur
Gambir
Air kelapa
EM 4
Gula pasir
1 kg
1 kg
1 kg
1 kg
1 butir
5 liter
1 liter
50 gram
52
Cara membuat :
Semua bahan ditumbuk halus lalu direndam dalam air
kelapa yang telah di masukan kedalam wadah atau ember dan
tambahkan EM 4, selanjutnya di tutup rapat dan di fermentasi
selama 1 minggu. Kemudian disaring.
Aplikasi :
Semprotkan ke tanaman pada pagi/sore hari dengan
konsentrasi 50 cc/tangki. Biasa ditambah perekat. Frekuensi
semprot 2 kali seminggu.
C. Untuk Pengendalian Hama dan Penyakit Sayuran Lainnya
Bahan
Bawang putih
EM4
Air
1 kg
100 cc
5 liter
Alat
Alat tumbuk/Blender
Timbangan
Saringan
Botol/Plastik
Ember
Cara pembuatan
-
53
Cara aplikasi
Semprotkan ke tanaman, pagi atau sore hari dengan
konsentrasi 50 cc/tangki, bisa ditambah dengan zat perekat,
Frekuensi semprot 2 x seminggu
54
TINJAUAN PUSTAKA
Pupuk Fosfat
Tidak mudah menghisap air, sehingga dapat disimpan cukup lama dalam kondisi
penyimpanan yang baik
Dapat dicampur dengan Pupuk Urea atau pupuk ZA pada saat penggunaan
(Anonim, 2002)
Di dalam batuan fosfat alam terkandung berbagai unsur seperti Ca, Mg,
Al, Fe, Si, Na, Mn, Cu, Zn, Mo, B, Cd, Hg, Cr, Pb, As, U, V, F, Cl. Unsur utama
di dalam fosfat alam antara lain P, Al, Fe, dan Ca. Secara kimia, fosfat alam
didominasi oleh Ca-P atau Al-P dan Fe-P sedangkan unsur lain merupakan unsur
ikutan yang bermanfaat dan sebagian lain kurang bermanfaat bagi tanaman
(Sutriadi,Rochayati, dan Rachman, 2010).
Pada fosfat alam Vietnam dan Cileungsi kandungan logam berat Cd
tergolong kedalam kriteria kecil sehingga tidak terukur, pada fosfat alam China
Huinan, China Guizhou, Mesir dan Jordan kandungan logam berat Cd tergolong
kedalam kriteria sedang yaitu sebesar 2-9 mg/kg sedangkan pada fosfat alam
Christmas, Tunisia, Senegal, Maroko, Algeria, Maroko, Senegal, Togo, Ciamis 1,
Ciamis 2, Sukabumi, dan pupuk SP-36 kandungan logam berat Cd termasuk
kedalam kriteria tinggi yaitu sebesar 11-113 mg/kg. Adapun kadar logam berat Cd
pada berbagai batuan fosfat alam dari berbagai negara, dan dalam pupuk SP-36
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 1. Kadar logam berat dan unsur P dalam berbagai jenis batuan fosfat alam
(PA) dari berbagai negara, dan dalam pupuk SP-36, serta pupuk kandang
Asal batuan Fosfat Alam
P2O5(%)
Cd
Ekstraksi Asam Sitrat
Ekstraksi Hcl 25% (mg/kg)
PA Christmas
10,84
32,47
38
PA Tunisia
24,32
35,54
76
PA Senegal
10,96
35,58
113
PA Maroko
11,91
31,16
57
PA China Huinan
11,48
29,84
3
PA China Guizhou
11,02
31,84
2
PA Vietnam
7,35
35,16
Tu
PA Mesir
14,62
31,68
9
PA Algeria
13,98
27,64
30
PA Jordan
12,68
30,66
5
PA Maroko
15,13
30,67
75
PA Senegal
8,39
22,26
79
PA Togo
14,62
27,62
53
PA Ciamis 1
29,40
35,51
28
PA Ciamis 2
20,84
23,23
58
PA Sukabumi
9,05
9,10
65
PA Cileungsi
13,35
13,62
Tu
SP-36
33,80
36,29
11
Pupuk kandang ayam
0,11
Pupuk kandang domba
0,44
Pupuk kandang kambing
Tu
Pupuk kandang kuda
0,20
Pupuk kandang sapi
0,20
Sunber: (Setyorini dalam Kurnia,Suganda,Saraswati dan Nurjaya, 2009) ;
tu= tidak terukur
Hasil penelitian di Amerika serikat membuktikan bahwa pemupukan fosfat
dari batuan apatit asal Florida meningkatkan kadar Cd tanah 0,3-1,2 g Cd/ha/tahun
(Alloway dalam Lahuddin, 2007).
Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa pupuk fosfat mengandung rata
rata kandungan logam Cd 7 ppm. Apabila pupuk tersebut digunakan secara terus
menerus dengan dosis dan intensitas yang tinggi dapat meningkatkan Cd yang
tersedia dalam tanah sehingga meningkatkan serapan Cd oleh tanaman
(Setyorini dalam Charlena, 2004).
H+ + H2PO4 -
H2PO4 -
H+ + HPO4 2-
HPO42 -
H+ + PO4 3-
Dua reaksi yang pertama terjadi pada lingkungan tanah yang relatif asam
hingga netral. Disini ada dua ion H+ yang dibebaskan. Sementara reaksi ketiga
boleh dikatakan tidak terjadi karena berlangsung pada pH yang sangat alkalis
yaitu 9-12 (Mukhlis , Sarifuddin, dan Hanum,2011).
Ketersediaan fosfor anorganik sebagian besar ditentukan oleh faktor
berikut : (1). pH tanah; (2). Besi, alumunium dan mangan yang dapat larut;
(3). Terdapatnya mineral yang mengandung besi, alumunium dan mangan;
(4). Kalsium tersedia dan bahan mineral kalsium; (5). Jumlah dan dekomposisi
lebih kecil. Kadang kadar nitrat dalam tanaman menjadi lebih tinggi karena proses
perubahan nitrat selanjutnya terhambat (Tisdale , Nelson and Beaton, 1985)
Fosfor diambil oleh akar dalam bentuk H2PO4- dan HPO4= sebagian besar
fosfor di dalam tanaman adalah sebagai zat pembangun dan terikat dalam
senyawa-senyawa organik dan hanya sebagian kecil terdapat dalam bentuk
anorganik sebagai ion-ion phosphat. Beberapa bagian tanaman sangat banyak
mengandung zat ini, yaitu bagian-bagain yang bersangkutan dengan pembiakan
generatif, seperti daun-daun bunga, tangkai sari, kepala sari, butir tepung sari,
daun buah dan bakal biji. Jadi untuk pembentukan bunga dan buah sangat banyak
diperlukan unsur fosfor (Sugih, 2011).
Serapan P sangat tergantung pada kontak akar dengan P dalam larutan
tanah. Berarti besaran volume akar yang berkontak dengan besaran kepekatan
P tanaman. Sebaran akar di dalam tanah sangat penting dalam meningkatkan
serapan P dan bobot kering tanaman terutama bila kepekatan P rendah dalam
media tumbuh (Hakim, 2005).
Logam Berat Kadmium (Cd)
Logam berat adalah bahan-bahan alami yang berasal dan termasuk bahan
penyusun lapisan tanah bumi. Logam berat tidak dapat diurai atau dimusnahkan.
Logam berat dapat masuk ke dalam tubuh mahluk hidup melalui makanan, air
minum, dan udara. Logam berat berbahaya karena cenderung terakumulasi di
dalam tubuh mahluk hidup. Saat ini para ahli mulai mengklasifikasikan jenis-jenis
logam berat terutama yang perlu menjadi fokus perhatian paling tinggi untuk
dikendalikan keberadaannya di lingkungan. Logam-logam berat tersebut
diantaranya adalah Ag, As, Cd, Co, Cr, Cu, Hg, Mn, Mo, Ni, Pb, Sn, dan Ti
(Yudatomo, 2009).
Kadmium (Cd) adalah unsur kimia dalam tabel priodik memiliki lambang
Cd dan nomor atom 48. Kadmium merupakan salah satu jenis logam berat yang
berbahaya karena elemen ini beresiko tinggi terhadap pembuluh darah
(Adityah, 2010).
Unsur Cd tanah terkandung dalam bebatuan beku, metamorfik, sedimen
dan lain lain. Kadar Cd dalam tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah dan fraksifraksi tanah yang bersifat dapat mengikat ion Cd. Senyawa-senyawa tertentu
seperti bahan ligand dapat mempengaruhi aktivitas ion Cd. Dengan peningkatan
pH kadar Cd dalam fase larutan menurun akibat meningkatnya reaksi hidrolisis,
kerapatan kompleks adsorpsi dan muatan yang dimiliki koloid tanah. Disimpulkan
bahwa pH bersama-sama dengan bahan mineral liat dan kandungan oksida-oksida
hidrat dapat mengatur adsorpsi spesifik Cd. yang meningkat secara linear dengan
pH sampai tingkat maksimum (Napitupulu, 2008).
Konsentrasi Cd pada tanah pertanian yang masih bersih (non-polusi)
berkisar antara 0,1-1 mg/kg, tetapi beberapa jenis tanah sangat mempengaruhi
kandungan Cd. Pada saat pH tanah turun maka penyerapan Cd ke dalam jaringan
tanaman akan tinggi. Pencemaran tanah pertanian oleh Cd bisa terjadi akibat
pemakian pupuk fosat yang berlebihan (Darmono dalam Adityah, dkk, 2010).
Sampai saat ini di Indonesia belum ada nilai ambang batas konsentrasi
logam berat (termasuk Cd) di dalam tanah yang aman bagi produk pertanian yang
dihasilkan . Oleh sebab itu sekecil apapun konsentrasi logam berat di dalam tanah
maupun dalam produk/hasil pertanian harus mendapat perhatian yang dakhil,
karena dalam jangka waktu panjang dapat menyebabkan pencemaran serius akibat
mengkonsumsi produk/hasil pertanian yang tercemar secara terus menerus
(Kurnia,Suganda,Saraswati dan Nurjaya, 2009).
Kadmium (Cd) merupakan logam berat pencemar lingkungan yang tidak
memiliki fungsi hayati dan bersifat sangat toksik bagi tumbuhan dan hewan.
Variasi kelarutan Cd tanah berkorelasi erat dengan nilai pH, kapasitas tukar kation
(KTK), kadar bahan organik dan liat, serta keberadaan ion logam lainnya
(Maier, dkk, 2003 dalam Sudarmaji, Mukono dan Corie, 2008).
Kapasitas tanah meretensi, mengadsorpsi dan mengakumulasikan logam
berat ditentukan oleh kadar liat, kadar air, potensial redoks, pH, kadar bahan
organik dan kapasitas tukar kation (KTK). Kapasitas sangga tanah terhadap kation
logam berat dapat ditingkatkan dengan meningkatkan pH, kadar bahan organik
dan KTK (Lindsay, 2001).
Kapasitas tanaman dalam mengakumulasikan logam berat bergantung
pada
Sensitivitas tanaman terhadap logam berat juga ditentukan oleh jenis logam
beratnya. Sebagian besar logam berat diakumulasikan tanaman di akar. Serapan
logam berat oleh tanaman dikotil umumnya lebih tinggi daripada monokotil dan
jaringan vegetatif mengandung Cd dan Pb dalam kadar yang lebih tinggi daripada
jaringan generatif. Salah satu mekanisme tanaman dalam menoleransi toksisitas
logam berat adalah melalui fenomena selektivitas serapan ion dari media
tumbuhnya. Dari sisi budidaya tanaman, ukuran keberhasilan upaya pengelolaan
pencemaran logam berat dapat didasarkan pada terjadinya penurunan serapannya.
Penurunan serapan tanaman terhadap logam berat berkenaan dengan tiga hal,
yaitu: (1) akibat penurunan kadar fraksi aktif logam berat dalam media tumbuh,
atau (2) peningkatan selektivitas tanaman dalam menyerap unsur dari media
tumbuh, atau (3) kombinasi keduanya (Kabata- Pendias and Pendias, 2001).
Tanaman yang keracunan logam berat akan menunjukkan gejala-gejala
abnormal. Tanaman yang keracunan tembaga (Cu) akan menunjukkan gejala
klorosis, nekrosis, penghambatan pertumbuhan akar dan kerusakan permeabilitas
membran plasma. Tanaman yang keracunan plumbum (Pb) akan menunjukkan
gejala pertumbuhan terhambat, klorosis, dan perakaran menjadi hitam. Tanaman
yang keracunan kadmium (Cd) akan menunjukkan klorosis, daun menggulung dan
pengerdilan (Berglund, dkk, 2002 dalam Manivasagaperumal, dkk, 2011).
Dalam kondisi lingkungan, Cd masuk pertama melalui akar, dan akibatnya
tanaman rusak. Hal ini dapat juga mengurangi penyerapan nitrat dan
mengangkutnya dari akar ke tunas (Herandez, Garate, and Caroeba,1997).
Kadmium dapat terjadi dalam tiga bentuk yang berbeda di dalam tanah.
Sebagai padat mengendap, terkait dengan komponen tanah dan terlarut dalam
larutan tanah. Bentuk yang paling umum dikaitkan dengan komponen tanah hanya
1% ditemukan dalam larutan tanah. Kelarutan dipengaruhi oleh faktor diantaranya
pH tanah . Kemasaman tanah yang rendah sering menyebabkan jumlah Cd larut
yang tinggi (Jansson, 2002).
Dari hasil penelitian (Heidari and Sarani, 2011) menunjukkan bahwa
perkecambahan benih dan perkembangan akar tanaman sawi secara bertahap
berkurang dengan meningkatnya konsentrasi Cd. Dan juga menemukan bahwa
pertumbuhan akar dan perkecambahan biji merupakan daerah sensitif untuk
terkena stres kadmium.
jasad renik tanah atau organisme tanah pengurai bahan organik sehingga dengan
demikian sifat biologis tanah yang baik akan meningkatkan pertumbuhan tanaman
(Cahyono, 2003).
ABSTRACT
YIELD POTENSTIAL TEST OF F1 HYBRID LINES CUCUMBER (Cucumis sativus L.) IN BANDUNG,
BLITAR, BOGOR, GARUT, AND SUBANG. Test of productivity was held in West Java (Bandung, Bogor,
Garut, Subang) and in East Java, Blitar (Pakunden sub district and Sukorejo sub district), at elevation 20
400 sea level. The soil type are Aluvial Latosol and Sandy loam. The Experiment was conducted held 2009
from 2010 during dry season. Randomized Bloc Design was used for this experiment, with three replications
and twelve entries. F1 hibrida lines were 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10 and two F1 hibrid varieties: Hercules and
Asian Star. The treatment was repeated three times as chek varieties, planting distance is 40 x 60 cm. This
experiment purpose of is to choose the best hybrid line of cucumber for released variety. Statistics are
analysis with Duncan multiple range test 5 % showed that the total yield of F1 hybrid 1 and the hybrid 7 is
significantly higer than the F1 hybrid Hercules but not to the Asian Star production.
Key words: yield, F1 hybrid, line, cucumber, location.
PENDAHULUAN
Mentimun (Cucumis sativus) merupakan salah
satu sayuran buah yang banyak dikonsumsi oleh
masyarakat di Indonesia.
Luas areal panen
mentimun mencapai 52.119 ha dengan produksi
514.210 t ha-1 dan rata-rata hasil 9,9 t ha-1 (BPS
2005). Angka produktivitas rata-rata 9,9 t ha-1
termasuk belum optimal, karena potensi hasil
menurut hasil penelitian AVNET (Asean Vegetable
Network) adalah 1219 t ha-1 (Sumpena dan
Permadi, 2005). Sedangkan potensi hasil 3 varietas
mentimun hasil Balai Penelitian Tanaman Sayuran
yang dilepas tahun 1999, berkisar 2135 t ha-1
(Sumpena dan Permadi 1999).
Salah satu cara memperbaiki potensi hasil
mentimun adalah melalui pembentukan varietas
hibrida. Secara genetik dan teoritis potensi hasil F1
hibrida akan lebih tinggi daripada rata-rata hasil
kedua induknya dari jenis bersari bebas karena
fenomena heterosis. Penggunaan varietas hibrida
pada mentimun dapat meningkatkan hasil 2439 %
apabila menggunakan tetua yang berkerabat jauh
(Borojovic, 2005). Melalui kerja sama AVNET
diperoleh bermacam-macam genotipe unggul yang
mempunyai kekerabatan cukup jauh sehingga
peluang untuk membentuk varietas hibrida dari
genotipegenotipe tersebut cukup besar. Pada tahun
2000 sampai dengan tahun 2004 telah dilakukan
evaluasi terhadap 350 asesi tanaman mentimun, dan
terpilih 5 tetua hibrida.
Untuk meningkatkan
homosigositas tetua dilakukan selfing 5 kali dan
dilanjutkan dengan persilangan setengah dialel,
60
61
L1
Blitar
107.00 a
a
84.27 a
bc
68.70 a
cde
63.98 ab
def
63.86 ab
def
77.34 ab
bcd
108.75 a
a
63.00 a
def
47.94 a
f
75.50 a
bed
56.66 bc
ef
91.12 a
bc
L2
Blitar
94.21 ab
a
83.57 a
ab
61.76ab
cd
72.88 a
bcd
61.92ab
ed
81.61 a
ab
94.62ab
a
62.95 a
cd
55.40 a
d
70.23 a
bcd
75.42 a
bc
86.43 a
bc
L3
Bandung
77.38 b
ab
62.79 b
bcd
48.69 b
d
45.97 b
d
69.12 a
abc
54.37 bc
cd
79.18 b
a
49.85abc
d
55.13 a
cd
69.45 a
abc
69.60 ab
abc
80.120 a
a
L1
Blitar
3.27 a
bc
3.57 a
b
1.84 a
e
2.21 a
c
2.16 a
c
3.89 a
a
4.76 a
a
2.34 a
de
1.69 a
e
2.79 ab
cde
1.84 b
e
3.64 a
b
L2
Blitar
3.56 a
c
3.45 ab
bc
2.09 a
d
2.54 a
d
2.21 a
cd
3.42 bc
a
4.47 ab
ab
2.29 a
cd
2.06 a
cd
3.05 a
d
2.22 ab
c
3.35 a
c
L3
Bandung
3.22 a
a
3.42 ab
a
1.86 a
c
1.64 a
c
2.83 a
b
4.48 a
a
4.28 ab
a
2.34 a
b
2.62 a
b
1.87 b
c
2.95 a
b
3.52 a
ab
CV
L4
Subang
3.56 a
ab
1.74 b
c
2.68 a
bc
2.43 a
c
2.24 a
c
2.72 bc
bc
3.74 b
a
2.28 a
c
1.99 a
c
2.03 ab
c
2.68 a
bc
2.75 a
abc
L5
Garut
3.59 a
a
2.50 b
c
2.63 a
abc
2.54 a
c
2.18 a
c
2.71 bc
abc
3.46 b
ab
2.56 a
bc
2.09 ab
c
2.41 ab
c
2.58 ab
bc
3.01 a
abc
L6
Bogor
3.63 a
a
2.95 ab
abc
2.44 a
bcd
1.77 a
d
2.25 a
d
2.40 c
cd
3.43 b
a
2.40 a
cd
2.65 ab
bcd
2.33 ab
cd
2.64 a
cd
3.27 a
bc
Rata-rata
3.47
2.85
2.26
2.19
2.31
3.27
4.02
2.36
2.18
2.41
2.49
3.26
20.147
Keterangan : Huruf yang sama di belakang angka pada lajur atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada
uji Duncan taraf 5 %. Interaksi positif terjadi di L1 H1 dan L1 H7 (uji Duncan taraf 5 %)
L = lokasi, H = hibrida, H11 = Hibrida Hercules, H12 = Hibrida Asian Star
63
L
Blitar
35.1 a
a
29.27 a
ab
29.40 a
ab
29.86 a
ab
33.80 a
ab
36.40 a
a
24.17 a
a
22.85 b
b
26.12 a
d
33.38 a
a
28.40 a
ab
34.55 a
a
L2
Blitar
36.44 a
a
28.42 a
ab
31.09 a
ab
24.39 a
b
33.89 a
a
34.09 a
ab
27.58 a
b
25.39 ab
b
24.90 a
b
24.14 b
b
25.35 a
b
23.54 b
a
L3
Bandung
21.42 b
ab
22.40 a
ab
25.82 a
a
26.03 a
a
25.64 ab
a
16.18 b
b
26.54 a
a
22.03 b
ab
21.60 a
ab
27.89 ab
a
23.65 a
ab
26.06 ab
a
L4
Subang
23.63 b
a
23.97 a
a
24.69 a
a
23.40 a
a
19.07 b
a
20.27 b
a
28.54 a
a
21.86 b
a
26.02 a
a
28.70 ab
a
22.47 a
a
26.97ab
a
L5
Garut
25.12 b
ab
24.70 a
ab
25.31 a
ab
27.46 a
ab
19.19 b
b
20.65 b
b
20.46 a
ab
28.16 ab
ab
24.03 a
ab
32.03 ab
a
26.05 a
ab
30.46 ab
a
L6
Bogor
24.70 b
abc
27.85 a
bc
27.05 a
abc
28.88 a
abc
22.93 b
bc
22.06 b
bc
20.10 a
c
31.23 a
a
22.26 a
bc
34.05 a
a
26.59 a
abc
29.62 ab
abc
Rata-rata
27.78
26.10
27.22
26.67
25.72
24.94
24.57
25.25
24.16
30.03
25.41
28.50
CV
17.890
Keterangan : Huruf yang sama di belakang angka pada lajur atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada
uji Duncan taraf 5 %. Interaksi positif terjadi di L1 H1 dan L1 H7 (uji Duncan taraf 5 %)
L = lokasi, H = hibrida, H11 = Hibrida Hercules, H12 = Hibrida Asian Star
Tabel 4. Rata rata umur mulai berbunga, umur panen pertama dan umur panen terakhir
Perlakuan
Umur mulai berbunga
Hibrida
Jantan (hst)
Betina
1
44,00
33,60
2
34,00
29,00
3
35,00
32,75
4
35,00
30,75
5
42,00
36,75
6
36,75
33,25
7
34,00
30,00
8
35,75
30,75
9
36,75
31,50
10
30,00
33,50
11
36,75
33,50
12
36,75
30,00
Keterangan : hst = hari setelah tanam
64
Umur panen
Pertama(hst)
48,00
34.00
35.75
37.75
41.75
38.25
38.00
35.75
36.50
38.50
38.50
35.00
Umur panen
terakhir(hst)
77.00
66.50
62.25
60.25
64.25
64.25
74.25
65.75
62.25
72.00
71.00
72.00
Hijau tua
1
Hijau
2
Hijau
3
Putih
4
Hijau muda
5
Putih
6
Hijau muda
7
Hijau muda
8
Kuning
9
Kuning
10
Hijau
11
Hijau muda
12
Keterengan : hsp = hari setelah panen
Ketahanan
simpan(hsp)
> 7 hari
> 7 hari
< 4 hari
> 7 hari
> 7 hari
> 7 hari
> 7 hari
< 4 hari
< 7 hari
< 7 hari
> 7 hari
> 7 hari
Panjang Buah
(cm)
Diameter Buah
22,60
15.10
13.10
15.25
10.78
17.15
16.90
11.58
11.08
9.35
18.48
14.65
3.93
3.65
3.83
3.40
3.33
3.68
3,43
3.60
3.88
3.58
3.73
3.88
Tabel 6. Rata- rata intensitas dan ketahanan ZYMV (Zuccini Yellow Mosaic Virus)
Perlakuan
Intensitas %
Tingkat ketahanan
Hybrida 1
15,5
Tahan
Hybrida 2
17,0
Tahan
Hybrida 3
19,0
Tahan
Hybrida 4
27,5
Tahan sedang
Hybrida 5
27,0
Tahan sedang
Hybrida 6
28,5
Tahan sedang
Hybrida 7
22,0
Tahan
Hybrida 8
30,5
Tahan sedang
Hybrida 9
30,0
Tahan sedang
Hybrida 10
38,0
Tahan sedang
Hercules
16,5
Tahan
Asian Star
27,0
Tahan sedang
Keterangan: Sangat tahan = 0 10 %
Peka sedang = > 40 50 %
Tahan
= > 10 25 %
Peka
= > 50 70 %
Tahan sedang = > 25 40 %
Sangat peka = > 70 %
Sumber: Dolores dan Valder dalam Sutarya (2007)
Ketahanan Penyakit Zucchini Yellow Mosaic
Virus.
Hasil analisis menunjukkan galur hibrida
1,2,3,7 dan 12 (Hercules) tahan terhadap penyakit
ZYMV dengan intensitas serangan 1522 %.
Sedangkan galur galur hibrida yang lainnya termasuk
ketahan sedang dengan kisaran antara 2738 %.
Deskripsi Mentimun Galur F1 Hibrida 1
Asal : Filipina dan Indonesia
Silsilah : Persilangan galur LV 2908 x LV 2276
65
66
Warna batang
: Hijau muda
Bentuk daun
: Persegi tiga
Ukuran daun
: 22,4 cm X 19,8 cm
Warna daun
: Hijau muda
Tepi daun
: Bergerigi
Ujung daun
:Meruncing
Permukaan daun
: Berbulu
Bentuk bunga
: Terompet
Warna bunga
: Kuning
(kelopak, mahkota, kepala putik, benangsari)
Bentuk buah
: elliptical elongated
Ukuran buah: panjang 16,90 cm, 3,43 cm
Warna buah muda: Hijau muda, pangkal buah hijau
Warna buah tua
: Kuning
Garis buah
: Putih
Tekstur buah
: Padat
Rasa pangkal buah
: Pahit
Kekerasan buah
: Sedang
Berat per buah
: 164 gram
Jumlah buah per tanaman: 24,57 buah
Ketahanan terhadap penyskit: Tahan ZYMV
(Zucchini Yellow Mosaic Virus )
Daya simpan mentimun pada suhu kamar : > 7 hari
Hasil mentimun
: 88,538 t ha -1
Adaptasi: beradaptasi di ketinggian 20 400 m dpl,
pada musim kemarau memakai mulsa plastik perak
hitam, atau jerami.
kepada PT.
Manunggal
biaya dan
Galur-galur
DAFTAR PUSTAKA
Aquaah, G. 2007. Breeding hybrid cultivars.
Principles
of
Plant
Genetics
and
Breeding. Blackwell Publ.
Badan Pusat Statistik. 2005. Luas Panen Rata-rata
Hasil dan Produksi Tanaman Hortikultura,
Direktorat Bina Program Tanaman Pangan,
Biro Pusat Statistik, Jakarta. p.310.
Borojevic, S. 2005. Principles and Methods of Plant
Breeding. Development in Crop Science 17.
Elsevier, Amsterdam.
Kusandriani, Y., P. Soedomo, E. Purwati, U.
Sumpena, and A.H. Permadi 2005. Final
report germplasm evaluation of cucumber,
germplasm
Sumarni, N. dan H, Sutapraja 2005. Pengaruh Jarak
Tanam terhadap Hasil dan Pertumbuhan
Tanaman Mentimun kultivar 1043 Bul. Penel.
Hort. XXI (2) :712.
67
!#"$%&'!
()
*+-,./,10(24365$27389):<;$=>@?BA-CEDF/GH GIJLK#M+ONP8Q0(27QSR :OTU83./,WV3W9X+-27QY79Z./9):[.\:
CEDS]^?
f
_
`
I
b
d
e
f)G
f f
fg_
f)`
f!a
fgI
f)b
f$c
f)d
f)e
_7G
_
fgch eb7e
bh G7diI
ahjI4Gf
`h e_7b
`h b7`iI
`h abG
`h `4aa
`hj_4bf
`hWf!ee
`hWf)If
`hWf7f)`
`h G7df
`h GII
`h G7``
`h Gf!a
_h e7ed
_h e7d7a
_h eicf
_h e7bG
_h eI7G
`
fgch eb7e
bh G7diI
ahjIf)b
ah Gf)`
`h@cgaie
`hjI4db
`h a
cc
`h `7ed
`h `7`e
`hj_4e`
`hj_7I7b
`hj_7_I
`hj_4GG
`hWfgc4d
`hWf!bG
`hWf(aa
`hWf!`G
`hWf7f$c
`hWf!Gb
`h G7e
c
a
fgch eb7e
bh GdI
a&h If!b
a&h G`7`
`hjc4e7b
`h b7ae
`h I4ad
`h ac4I
`h a
_4G
`h `
c$b
`h `7af
`h `f)_
`h _7d7d
`h _7b7d
`h _I4G
`h _7`I
`h __7_
`h _f!G
`hf)e7e
`hf)e7G
I
fgch eb7e
bh GdI
a&h If!b
a&h G`7`
`h df(a
`h bd7G
`h I7d7d
`h I_f
`h ac$G
`h ai`7G
`h `eic
`h `
c$G
`h `7ad
`h `i_4d
`h `f)_
`h _7eic
`h _7dI
`h _icga
`h _7b4a
`h _I7I
b
fgch eb7e
bh GdI
a&h If!b
a&h G`7`
`h df(a
`h be4a
`h bf7f
`h I4ae
`h I7G_
`h aibI
`h ai`I
`h a&f!G
`h `d7e
`h `
c
f
`h `iI4b
`h `7a`
`h ``f
`h `i_4G
`h `f7f
`h `G7`
c
fgch eb7e
bh GdI
a&h If!b
a&h G`7`
`h df(a
`h beic
`h bi_7_
`h I7b7b
`h I_4`
`h aid7e
`h aib_
`h ai`7e
`h a&f!e
`h aiG7`
`h `d7e
`h `
c$b
`h `bI
`h `iI4b
`h `7a
c
`h ``7e
d
fgch eb7e
bh GdI
a&h If!b
a&h G`7`
`h df(a
`h beic
`h bi_7I
`h Iic4I
`h I7`7b
`h I7GI
`h aid7G
`h a
I4e
`h aaf
`h a
_4b
`h a&f!`
`h aiG_
`h `e_
`h `d7`
`h `
c4I
`h `b7d
e
fgch eb7e
bh GdI
a&h If!b
a&h G`7`
`h df(a
`h beic
`h bi_7I
`h Iic$e
`h I4a7a
`h If!b
`h aie7`
`h acga
`h a
I4d
`h aa7a
`h ai`_
`h a
_7_
`h a&f)_
`h aiG4a
`h `eic
`h `e7G
f!G
f$c
h e7b7e
bh GdI
a&h If!b
a&h G`7`
`h df(a
`h beic
`h bi_7I
`h Iic$e
`h I4a
c
`h I_7_
`h I7Gf
`h aid4a
`h ac$G
`h a
Ic
`h aab
`h ai`ic
`h a
_4e
`h a
_f
`h a&f)I
`h aiG7e
!#"$%&'!
()
*+-,k.-,W0!24365$243W89!:<;$=l>@?A/CEDF/GH GiI7JmK#M7+ONZ8Q0!24QSR :nTU83k.-,V3W9o+\24QY9P.-9!:p.-:rq[s\t$u&vw x
CEDS]^?
_f
__
_7`
_4a
_I
_7b
_ic
_7d
_7e
`G
`f
`i_
``
`7a
`iI
`b
`
c
`d
`e
aiG
aid
bG
dG
f)_7G
_$aiG
y
_
_h e4a&f
_h e7``
_h e_7b
_h ef)e
_h ef)`
_h e7G
c
_h e7Gi_
_h d7e
c
_h d7ei_
_h d7dd
_h d7d7a
_h d7df
_h dicc
_h dic$a
_h dicf
_h d7bd
_h d7biI
_h d7b`
_h d7bf
_h dI7d
_h d4ai`
_h d_7e
_h df!a
_h d7GG
_h@c$db
_h@c7c7_
`
`h Gd7d
`h Gd7G
`h G
c4_
`h Gb7b
`h GiI4e
`h GiI$a
`h G7ae
`h G7a7a
`h G`7e
`h G`I
`h G`f
`h Gi_4d
`h Gi_$a
`h Gi_f
`h Gf!d
`h Gf)I
`h Gf!`
`h Gf!G
`h GG7d
`h GGI
_h eef
_h e
c$b
_h ebf
_h e7a
c
_h e`7`
_h ef!d
a
`hf)df
`hf$c$`
`hf)b7b
`hf)b7G
`hfgI$a
`hf!ae
`hf!a7a
`hf)`7e
`hf)`I
`hf)`f
`hfg_c
`hfg_4`
`hfg_4G
`hffgc
`hff(a
`hff7f
`hf)G7e
`hf)G7b
`hf)G4a
`hf)G_
`h Gdic
`h G
c$`
`h GiI4e
`h G7aiI
`h G`f
`h Gfgc
I
`hj_$ac
`hj_4`e
`hj_4``
`hj_7_7b
`hj_7_f
`hj_f)b
`hj_ff
`hj_4Gb
`hj_4Gi_
`hWf!ee
`hWf!eiI
`hWf!ei_
`hWf!dd
`hWf!diI
`hWf!d`
`hWf!dG
`hWfgc4d
`hWfgc7I
`hWfgc4`
`hWfgcf
`hWf)Iic
`hWf(ai`
`hWf!`G
`hWf7f)b
`hWf!G`
`h G7de
_
b
`hj_4eiI
`hj_4dd
`hj_4di_
`hj_c4b
`hj_cf
`hj_4bb
`hj_4bi_
`hj_7Iic
`hj_7I7`
`hj_7I7G
`hj_$aib
`hj_$ai`
`hj_$aiG
`hj_4`d
`hj_4`iI
`hj_4`i_
`hj_4`G
`hj_7_7d
`hj_7_7b
`hj_7_4a
`hj_ff
`hWf!ed
`hWf!diI
`hWfgc7_
`hWf)I7e
`hWf(aib
c
`h ``_
`h `i_4b
`h `i_4G
`h `f)I
`h `f!G
`h `GI
`h `Gf
`h _7eic
`h _7e7`
`h _7e7G
`h _7dic
`h _7d4a
`h _7df
`h _ic$e
`h _ic$b
`h _icga
`h _ic4_
`h _ic$G
`h _7b7d
`h _7b7b
`h _I4`
`h _4af
`h __4e
`h _fgc
`h _7GI
`hf)e7`
d
`h `bf
`h `iI7I
`h `iI4G
`h `7aiI
`h `7af
`h ``7b
`h ``_
`h `i_4e
`h `i_4b
`h `i_7_
`h `f!e
`h `fgc
`h `f(a
`h `f)_
`h `G7e
`h `Gic
`h `GI
`h `G7`
`h `Gf
`h `G7G
`h _7d7d
`h _ic7c
`h _7b7b
`h _I$a
`h _4a`
`h _7`_
e
`h `7diI
`h `ic4e
`h `ic$a
`h `ic4G
`h `7bb
`h `7bi_
`h `I7d
`h `II
`h `I_
`h `4aie
`h `4aib
`h `4aa
`h `4a&f
`h `7`e
`h `7`
c
`h `7`iI
`h `7``
`h `7`f
`h `7`G
`h `_7d
`h `f)d
`h `7G
c
`hj_4e
c
`hj_4db
`hj_c4b
`hj_4biI
f!G
`h aG7`
`h `7e7d
`h `7e4a
`h `7e7G
`h `7d7b
`h `7d_
`h `ic$e
`h `ic$b
`h `ic$`
`h `ic
f
`h `7b7d
`h `7b7b
`h `7b4a
`h `7b_
`h `7b7G
`h `I4d
`h `I4b
`h `I7I
`h `I4`
`h `I7_
`h `4ai_
`h `7`7`
`h `_4`
`h `f!`
`h `7G4a
`hj_4e4a
f7f
`h a&f!d
`h a&f(a
`h a&f!G
`h aiG7b
`h aiG7`
`h aiG7G
`h `eic
`h `e4a
`h `e_
`h `d7e
`h `dic
`h `dI
`h `d7`
`h `df
`h `
c$e
`h `
c$d
`h `
c$b
`h `
c4I
`h `
c$`
`h `
c4_
`h `b7`
`h `iI7I
`h `7ab
`h ``ic
`h `i_4e
`h `i_4G
`
!#"$%&'!
()
*+-,./,10(24365$27389):<;$=>@?BA-CEDF/GH GfgJLK#M+ONP8Q0(27QSR :OTU83./,WV3W9X+-27QY79Z./9):[.\:
CEDS]^?
f
_
`
I
b
d
e
f)G
f f
fg_
f)`
f!a
fgI
f)b
f$c
f)d
f)e
_7G
_
e7Gh Gi_$a
f(a&h G`7b
dhj_4bG
bhjIff
Ih@c$Gi_
Ihj_$ai`
ah e4aie
ah@cga
I
ahjI4eb
ah adi_
ah `7ei_
ah `_7G
ahj_4bG
ahj_f)G
ahWf!b
c
ahWf!`f
ah G7ee
ah Gicf
ah G4aib
ah G_4a
`
e7Gh Gi_$a
f(a&h G`7b
dh `_f
bh bicc
Ih d7e`
Ih a`e
IhWf(a
I
ah e7`e
ah@c$d
c
ah bicf
ahjIc4e
ahjI4G7a
ah a7a
_
ah `7ef
ah `4aib
ah `7Gd
ahj_c7I
ahj_$aib
ahj_7_7G
ahWf!e
c
a
e7Gh Gi_$a
f(a&h G`7b
dh `i_f
bhjc$aG
Ih ed7e
Ih I4ae
Ih _7b7G
Ih GiI4b
a&h eG7b
a&hjc4d7e
a&h beic
a&h bi_7_
a&h I7b7G
a&h I7G7d
a&h aib7`
a&h a
_7I
a&h `ef
a&h `bf
a&h ``I
a&h `f)_
I
e7Gh Gi_$a
f(a&h G`7b
dh `i_f
bhjc7I7I
bh G7aG
Ih bf(a
Ih ``7`
Ihf)`4a
a&h ed7b
a&h d
c
f
a&hjc4d7G
a&hjc4GI
a&h b7a`
a&h I7ef
a&h I4a
c
a&h I7G7d
a&h acga
a&h aaiI
a&h a&f!d
a&h `eI
b
e7Gh Gi_$a
f(a&h G`7b
dh `i_f
bhjc7I7I
bh GbI
Ih biI7I
Ih `d7`
Ihf)d7e
Ih G7a`
a&h e`f
a&h d7af
a&hjc4bic
a&hjc4G7b
a&h biI$a
a&h bf!G
a&h Iic4_
a&h I7`7d
a&h I7G7e
a&h aid7`
a&h a
I4e
c
e7Gh Gi_$a
f(a&h G`7b
dh `i_f
bhjc7I7I
bh G
cga
Ih bd7G
Ih a&f!b
Ih __c
Ih Gd7b
a&h e
c4I
a&h ddic
a&h df)I
a&hjc7I$a
a&hjc4G7`
a&h bb7G
a&h bi_7_
a&h I7d7e
a&h II4e
a&h I7`7`
a&h If!G
d
e7Gh Gi_$a
f(a&h G`7b
dh `i_f
bhjc7I7I
bh G
cga
Ih be4a
Ih ai`7e
Ih _I4b
Ihffgc
Ih Gf!G
a&h ei_4`
a&h diI7_
a&hjc4e7`
a&hjc$a`
a&hjc4G7G
a&h bb_
a&h b`7G
a&h bGf
a&h Iic4I
a&h II7_
e
e7Gh Gi_$a
f(a&h G`7b
dh `i_f
bhjc7I7I
bh G
cga
Ihjc4Gf
Ih a
I$a
Ih _ic$b
Ihf!ai_
Ih G`7b
a&h eiI7_
a&h dd_
a&h di_$a
a&hjcc4I
a&hjc4`7`
a&h be7b
a&h bb4a
a&h b`I
a&h bf!G
a&h I7dic
f!G
eGh G_$a
f!ah G7`7b
dh `i_f
bhjc7I7I
bh G
cga
Ihjc4G7`
Ih aib4a
Ih _7ef
Ihf)b7G
Ih GiI4d
a&h e
c4I
a&h eGic
a&h diI4G
a&h dG_
a&hjc4b7G
a&hjc7_$a
a&h be_
a&h bb4a
a&h b`7e
a&h bfgc
!#"$%&'!
()
*+-,k.-,W0!24365$243W89!:<;$=l>@?A/CEDF/GH GiI7JmK#M7+ONZ8Q0!24QSR :nTU83k.-,V3W9o+\24QY9P.-9!:p.-:rq[s\t$u&vw x
CEDS]^?
_f
__
_7`
_4a
_I
_7b
_ic
_7d
_7e
`G
`f
`i_
``
`7a
`iI
`b
`
c
`d
`e
aiG
aid
bG
dG
f)_7G
_$aiG
y
_
ah G7G7a
`h e7db
`h eic4G
`h eII
`h e4a
_
`h e7`G
`h ef)d
`h e7Gd
`h d7ed
`h d7de
`h d7df
`h dic4`
`h d7biI
`h dI7e
`h dI_
`h d4aib
`h d4aiG
`h d7`iI
`h d7`G
`h d_I
`h@c$e`
`h@c$bi_
`h@c$`i_
`h@c$Gi_
`h bic7_
`h b4ai`
`
a&hf$c7c
a&hfgI4d
a&hf!af
a&hfg_4b
a&hff)_
a&h Ge7e
a&h Gdic
a&h G
c$b
a&h GbI
a&h GiI4b
a&h G7a
c
a&h G`7e
a&h G`f
a&h Gi_$a
a&h Gfgc
a&h Gf7f
a&h GGI
`h ee7e
`h ee7`
`h ed7d
`h eiI7I
`h ei_7_
`h de7G
`h diI4d
`h di_c
`hjc4e7b
a
a&h _7ef
a&h _ic4_
a&h _I$a
a&h _7`7e
a&h __$a
a&h _f7f
a&hf)e7e
a&hf)d7d
a&hf$c7c
a&hf)b7d
a&hfgI4e
a&hfgI4G
a&hf!ai_
a&hf)`I
a&hfg_4d
a&hfg_f
a&hff)I
a&hf)G7e
a&hf)G7`
a&h Ge7d
a&h Gb4a
a&h G`7G
`h eeic
`h eb4a
`h e`_
`h eG7G
I
ah `ic$a
ah `II
ah `7`
c
ah `__
ah `7G
c
ahj_4e7a
ahj_4di_
ahj_c4G
ahj_4bG
ahj_7I7G
ahj_$a&f
ahj_4`i_
ahj_7_4a
ahj_f$c
ahj_f)G
ahj_4G`
ahWf!e
c
ahWf!ef
ahWf!diI
ahWf!dG
ahWf(a
I
ahWf7ff
ah Gicc
ah G4aa
ah Gff
`h eic4d
a
b
ah a`d
ah af)e
ah aGi_
ah `7db
ah `icf
ah `I7d
ah `4aib
ah `7`7a
ah `_4a
ah `f!a
ah `7GiI
ahj_4eb
ahj_4dd
ahj_4df
ahj_c4`
ahj_4b
c
ahj_4bG
ahj_7I4a
ahj_$aie
ahj_$ai`
ahj_4Ge
ahWfgc$a
ahWf(aiG
ahWf!G
c
ah Gic4`
ah G4aiG
c
a&h aid7e
a&h ac$G
a&h a
I4`
a&h ai`ic
a&h a
_4`
a&h a&f!G
a&h `eic
a&h `d7b
a&h `
c$b
a&h `b7b
a&h `iIc
a&h `7ad
a&h `7aG
a&h ``7`
a&h `i_7I
a&h `f!e
a&h `f)_
a&h `G7b
a&h `Gf
a&h _7eI
a&h _7bf
a&h __4b
a&hf)e_
a&hfgI4d
a&hfg_7I
a&h Gef
d
a&h I7`f
a&h If!`
a&h aie7b
a&h aid7G
a&h aib7b
a&h a
I7_
a&h aaG
a&h a
_4e
a&h a&f!e
a&h aiG7e
a&h aiG7G
a&h `ef
a&h `d7`
a&h `
c$b
a&h `b7e
a&h `b_
a&h `iI4b
a&h `iI4G
a&h `7a7a
a&h ``7e
a&h `G4a
a&h _ic$G
a&h _7`7b
a&h _7G_
a&hf)b7d
a&hf)`I
e
ahjI4b
c
ahjI$aid
ahjI4`f
ahjIf)b
ahjI4Gi_
ah ade
ah a
cc
ah abiI
ah aiII
ah a7a
I
ah a`b
ah ai_7d
ah ai_7G
ah af)`
ah aGb
ah `7ee
ah `7e`
ah `7d
c
ah `7df
ah `ic4b
ah `4a&f
ah `7G
c
ahj_c4`
ahj_4`e
ahj_4Gb
ahWfgc7_
f!G
ahjI4eic
ahjIc$d
ahjI4b_
ahjI$ab
ahjI4`_
ahjI7_4G
ahjI4G7d
ah aeic
ah ad7b
ah a
c7c
ah ab7d
ah aiI4e
ah aiI7_
ah a7a7a
ah a`ic
ah a`f
ah ai_7I
ah af!e
ah af!`
ah aG7d
ah `icga
ah `4aG
ah `7G7b
ahj_c4_
ahj_4`7e
ahj_4GI
f7f
a&h bi_7_
a&h bG4a
a&h I7d7d
a&h Iic$`
a&h II4e
a&h I4ab
a&h I7`I
a&h I_$a
a&h If(a
a&h I7G4a
a&h aieI
a&h aidic
a&h ac$e
a&h ac4_
a&h aibI
a&h a
I4e
a&h a
I7_
a&h aa
c
a&h aaf
a&h ai`7b
a&h aiG_
a&h `b7d
a&h ``I
a&h `Gf
a&h _7b7d
a&h _7`I
a
31
Wiguna et.al. : Evaluasi Daya Gabung Hasil dan Komponen Hasil Mentimun
merupakan
teknik
yang
potensial dalam
upaya
Vol 16 No.1
Ilmu Pertanian
32
jenis dan tingkat serangan yang terjadi. Dosis dan frekuensi penyemprotan
dilakukan sesuai dengan rekomendasi yang terdapat dalam kemasan obat.
33
Wiguna et.al. : Evaluasi Daya Gabung Hasil dan Komponen Hasil Mentimun
yang
berhasil dipanen sejak panen pertama hingga panen terakhir. Berat buah
per tanaman, menjumlah berat semua buah yang berhasil di panen sejak
panen pertama hingga panen terahir dari setiap tanaman sampel. Berat per
buah, membagi berat dengan jumlahnya dari semua buah yang berhasil
dipanen dari setiap tanaman sampel. Panjang buah, lima buah dari setiap
tanaman sampel diukur panjangnya dalam satuan sentimeter. Diameter
buah, lima buah dari setiap tanaman sampel di ukur diameter pada bagian
tengah dalam satuan sentimeter.
Analisis daya gabung dilaksanakan dua tahap, yaitu analisis varians
untuk mengetahui perbedaan respon antar genotipe, jika pada analisis
varians diperoleh respon genotipe yang berbeda nyata maka dilanjutkan
analisis daya gabung. Analisis menggunakan program SAS Model Zhang
dan Kang (1977). Analisis daya gabung umum (DGU) dan daya gabung
khusus (DGK) berdasarkan pada metode 2 model 1 dari Griffing (1956).
Analisa dilakukan terhadap keturunan pertama hasil persilangan (F1) dari
tetuanya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1 menunjukkan bahwa efek DGU sangat nyata untuk semua
karakter pengamatan. Efek DGK sangat nyata untuk karakter jumlah buah,
berat buah per tanaman, berat per buah dan panjang buah, dan nyata
untuk karakter diameter buah.
atau
lebih
galur
yang
merupakan
penggabung yang baik untuk karakter- karakter tersebut. Efek DGK nyata
menunjukkan bahwa kombinasi persilangan dapat menghasilkan keturunan
Vol 16 No.1
Ilmu Pertanian
34
yang lebih baik atau lebih jelek dibandingkan kedua tetuanya (Aryana,
2008). Menurut Abro et al. (2009); Dogra & Kanwar (2011), kuadrat
tengah DGU dan DGK yang berbeda nyata menunjukkan bahwa aksi gen
aditif dan nonaditif berperan dalam mengendalikan karakter tersebut.
Perbandingan kuadrat tengah DGU dengan DGK yang lebih besar
dari satu mengindikasikan bahwa aksi gen aditif lebih berperan dari pada
aksi gen nonaditif dalam mengendalikan karakter-karakter tersebut (Kimani
& Derera, 2009; Lpez-Ses & Staub, 2002). Demikian halnya menurut Ali et
al. (1995); Hallauer (2010), kuadrat tengah GCA yang berbeda sangat nyata
dan relatif lebih besar dari kuadrat tengah SCA pada suatu persilangan,
mengindikasikan bahwa efek gen aditif lebih berperan pada persilangan
tersebut.
db
Jumlah Buah
per Tanaman
Genotipe
DGU
DGK
Genotipe*Lokasi
DGU*Lokasi
DGK*Lokasi
Galat
14
4
10
14
4
10
56
29,44**
36,61**
26,57**
3,8
1
3,3
8
3,9
9
3,3
2
21,34
KK
Berat Buah
per Tanaman
600058,32**
1172718,13**
370994,40**
110007,48
104709,13
112126,82
59903,39
23,91
Berat per
Buah
1739,93**
5046,30**
417,38**
225,01*
321,09*
186,57
102,35
8,55
Panjang
Buah
Diameter
Buah
49,99**
165,95**
3,61**
1,92**
4,59**
0,85
0,51
0,13**
0,40**
0,03*
0,02**
0,03*
0,03*
0,01
5,21
3,12
Keterangan: * = berbeda nyata pada taraf 5%. ** = sangat berbeda nyata pada taraf 1%.
35
Wiguna et.al. : Evaluasi Daya Gabung Hasil dan Komponen Hasil Mentimun
yang
berbeda. Menurut Sheikh & Singh (2000), adanya interaksi antara DGU
dan DGK terhadap lokasi menunjukkan bahwa komponen genetik baik
aditif ataupun nonaditif bersifat sensitif terhadap perubahan lingkungan yang
terjadi.
Nilai duga DGU cukup bervariasi pada semua genotipe (Tabel 2).
Genotipe dengan nilai DGU positif menunjukkan bahwa genotipe tersebut
memiliki kemampuan bergabung yang baik dengan genotipe lainnya untuk
karakter tertentu (Zare et al., 2011). Meskipun demikian, pada karakter
tertentu DGU bernilai negatif sangat dikehendaki (Aryana, 2008). Misalnya
pada karakter umur panen, DGU yang diharapkan adalah yang bernilai
negatif (Malik et al., 2004; Gupta et al., 2011) karena menunjukkan
kegenjahan serta mengindikasikan bahwa genotipe tersebut memiliki daya
gabung yang baik untuk karakter tersebut (Dogra & Kanwar, 2011).
Tabel 2. Nilai DGU tetua gabungan dua lokasi untuk karakter hasil
Genotipe
P1
P2
P3
P4
P5
Nilai DGU positif dan tertinggi untuk karakter jumlah buah per tanaman
dihasilkan oleh galur P3 (1,19) diikuti oleh P1 (0,84). Nilai DGU positif dan
tertinggi untuk karakter berat buah per tanaman dimiliki oleh galur P1
(238,23) diikuti oleh P3 (107,55). Hal menunjukkan bahwa genotipe P1 dan
P3 dapat digunakan dalam program hibridisasi untuk mendapatkan hibrida
unggul pada karakter jumlah buah per tanaman dan berat buah per tanaman.
Tabel 3 menunjukkan bahwa pada karakter berat per buah, nilai DGU
galur P1 dipengaruhi oleh lokasi sedangkan P2, P3, P4 dan P5 tidak. Namun
demikian nilai DGU tertinggi, baik di lokasi Lembang maupun Subang
dihasilkan oleh P1 yaitu berturut-turut sebesar 21,49 dan 12,25. Nilai DGU
Vol 16 No.1
Ilmu Pertanian
36
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%.
37
Wiguna et.al. : Evaluasi Daya Gabung Hasil dan Komponen Hasil Mentimun
321,15
20,45
25,75
196,59
91,13
70,90
274,21
158,49
63,98
41,83
1,31
0,22
-2,11
10,84
0,68
-0,74
5,72
-13,28
6,10
6,44
Panjang
Buah (cm)
-0,71
0,35
0,15
-0,05
0,53
0,27
0,18
-1,87
0,39
0,80
karakter
berat
per
buah
tujuh
kombinasi
persilangan
Vol 16 No.1
Ilmu Pertanian
38
karakter
panjang
buah,
tujuh
kombinasi
persilangan
39
Wiguna et.al. : Evaluasi Daya Gabung Hasil dan Komponen Hasil Mentimun
KESIMPULAN
1. Terdapat interaksi antara DGU dengan lingkungan untuk karakter
berat per buah, panjang buah dan diameter buah. Interaksi antara
DGK dengan lingkungan terjadi pada karakter diameter buah.
2. Galur P1 memiliki nilai daya gabung umum terbaik untuk karakter
berat buah per tanaman dan galur P3 memiliki nilai daya gabung
umum terbaik untuk karakter jumlah buah per tanaman di dua lokasi
pengujian.
Vol 16 No.1
Ilmu Pertanian
40
DAFTAR PUSTAKA
Abro, S., M.M. Kandhro, S. Laghari, M.A. Arain & Z.A. Deho. 2009.
Combining Ability And Heterosis For Yield Contributing Traits In
Upland Cotton (Gossypium Hirsutum L.). Pak. J. Bot., 41(4): 17691774.
Ali, N., J.C. Wyne & J.P. Murphy. 1995. Combining Ability Estimates For
Early Maturity and Agronomic Traits in Peanut (Arachis hypogea L.).
Pak. J. Bot. 27(1): 111-119.
Anwar, A., Sudarsono & S. Ilyas. 2005. Perbenihan Sayuran di
Indonesia: Kondisi Terkini dan Prospek Bisnis Benih Sayuran. Bul.
Agron. 33(1): 38 47.
Aryana, Igp. M. 2008. Daya Gabung Umum Dan Daya Gabung Khusus
Padi Beras Merah Hasil Silang Puncak. Agroteksos Vol. 18 No. 1-3,
hal: 27-36.
Beyene, Y., S. Mugo, J. Gakunga, H. Karaya, C. Mutinda, T. Tefera, S.
Njoka, D. Chepkesis, J. M. Shuma & R. Tende. 2011.Combining
ability of maize (Zea mays L.) inbred lines resistant to stem borers.
African Journal of Biotechnology Vol. 10(23), pp. 4759-4766
Deitos, A., E. Arnhold , F. Mora & G.V. Miranda. 2006. Yield and
combining ability of maize cultivars under different ecogeographic
conditions. Crop Breeding and Applied Biotechnology 6:222-227.
Dogra, B.S. & M.S. Kanwar. 2011.
Exploitation of Combining Ability in
Cucumber (Cucumis sativus L.). Research Journal of Agricultural
Sciences 2(1): 55-59.
Filho, V. N., E. E. G. E Gama, R.T. Vianna & J. R. Mro.1981. General And
Specific Combining Abilltv For Yield In A Diallel Cross Among 18
Maize Populations (Zea Mays L.). Rev. Brasil. Genet. Iv, 4, 571577
Gupta, P., Chaudhary, & S.K. Lal. 2011. Heterosis and Combining Ability
Analysis for Yield and its Component in Indian Mustard (Brassica
juncea L. Czern and Coss). Academic Journal of Plant Science 4(2) :
45-52.
Griffing B. 1956. Concept of General and Specific Combining Ability
in
Relation to Diallel Crossing System.Aus.Biol Sci 9(4) : 463-493.
Hallauer AR., Marcelo J.C. & Miranda JB. 2010. Quantitative
Genetics in Maize Breeding. Springer Science and Business Media.
Iqbal, A. M., F. A. Nehvi, S. A. Wani, H. Qadri, Z. A. Dar & A. A. Lone.
2010. Combining ability studies over environments in Rajmash
(Phaseolus Vulgaris L.) in Jammu and Kashmir, India. Journal of
Plant Breeding and Crop Science Vol. 2(11), pp. 333-338
Kementerian
Pertanian.
2011.
Basis
Data
Pertanian.
http://www.deptan.go.id/tampil.php?page=inf_basisdata
(diakses
41
Wiguna et.al. : Evaluasi Daya Gabung Hasil dan Komponen Hasil Mentimun
31
Wiguna et.al. : Evaluasi Daya Gabung Hasil dan Komponen Hasil Mentimun
merupakan
teknik
yang
potensial dalam
upaya
Vol 16 No.1
Ilmu Pertanian
32
jenis dan tingkat serangan yang terjadi. Dosis dan frekuensi penyemprotan
dilakukan sesuai dengan rekomendasi yang terdapat dalam kemasan obat.
33
Wiguna et.al. : Evaluasi Daya Gabung Hasil dan Komponen Hasil Mentimun
yang
berhasil dipanen sejak panen pertama hingga panen terakhir. Berat buah
per tanaman, menjumlah berat semua buah yang berhasil di panen sejak
panen pertama hingga panen terahir dari setiap tanaman sampel. Berat per
buah, membagi berat dengan jumlahnya dari semua buah yang berhasil
dipanen dari setiap tanaman sampel. Panjang buah, lima buah dari setiap
tanaman sampel diukur panjangnya dalam satuan sentimeter. Diameter
buah, lima buah dari setiap tanaman sampel di ukur diameter pada bagian
tengah dalam satuan sentimeter.
Analisis daya gabung dilaksanakan dua tahap, yaitu analisis varians
untuk mengetahui perbedaan respon antar genotipe, jika pada analisis
varians diperoleh respon genotipe yang berbeda nyata maka dilanjutkan
analisis daya gabung. Analisis menggunakan program SAS Model Zhang
dan Kang (1977). Analisis daya gabung umum (DGU) dan daya gabung
khusus (DGK) berdasarkan pada metode 2 model 1 dari Griffing (1956).
Analisa dilakukan terhadap keturunan pertama hasil persilangan (F1) dari
tetuanya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1 menunjukkan bahwa efek DGU sangat nyata untuk semua
karakter pengamatan. Efek DGK sangat nyata untuk karakter jumlah buah,
berat buah per tanaman, berat per buah dan panjang buah, dan nyata
untuk karakter diameter buah.
atau
lebih
galur
yang
merupakan
penggabung yang baik untuk karakter- karakter tersebut. Efek DGK nyata
menunjukkan bahwa kombinasi persilangan dapat menghasilkan keturunan
Vol 16 No.1
Ilmu Pertanian
34
yang lebih baik atau lebih jelek dibandingkan kedua tetuanya (Aryana,
2008). Menurut Abro et al. (2009); Dogra & Kanwar (2011), kuadrat
tengah DGU dan DGK yang berbeda nyata menunjukkan bahwa aksi gen
aditif dan nonaditif berperan dalam mengendalikan karakter tersebut.
Perbandingan kuadrat tengah DGU dengan DGK yang lebih besar
dari satu mengindikasikan bahwa aksi gen aditif lebih berperan dari pada
aksi gen nonaditif dalam mengendalikan karakter-karakter tersebut (Kimani
& Derera, 2009; Lpez-Ses & Staub, 2002). Demikian halnya menurut Ali et
al. (1995); Hallauer (2010), kuadrat tengah GCA yang berbeda sangat nyata
dan relatif lebih besar dari kuadrat tengah SCA pada suatu persilangan,
mengindikasikan bahwa efek gen aditif lebih berperan pada persilangan
tersebut.
db
Jumlah Buah
per Tanaman
Genotipe
DGU
DGK
Genotipe*Lokasi
DGU*Lokasi
DGK*Lokasi
Galat
14
4
10
14
4
10
56
29,44**
36,61**
26,57**
3,8
1
3,3
8
3,9
9
3,3
2
21,34
KK
Berat Buah
per Tanaman
600058,32**
1172718,13**
370994,40**
110007,48
104709,13
112126,82
59903,39
23,91
Berat per
Buah
1739,93**
5046,30**
417,38**
225,01*
321,09*
186,57
102,35
8,55
Panjang
Buah
Diameter
Buah
49,99**
165,95**
3,61**
1,92**
4,59**
0,85
0,51
0,13**
0,40**
0,03*
0,02**
0,03*
0,03*
0,01
5,21
3,12
Keterangan: * = berbeda nyata pada taraf 5%. ** = sangat berbeda nyata pada taraf 1%.
35
Wiguna et.al. : Evaluasi Daya Gabung Hasil dan Komponen Hasil Mentimun
yang
berbeda. Menurut Sheikh & Singh (2000), adanya interaksi antara DGU
dan DGK terhadap lokasi menunjukkan bahwa komponen genetik baik
aditif ataupun nonaditif bersifat sensitif terhadap perubahan lingkungan yang
terjadi.
Nilai duga DGU cukup bervariasi pada semua genotipe (Tabel 2).
Genotipe dengan nilai DGU positif menunjukkan bahwa genotipe tersebut
memiliki kemampuan bergabung yang baik dengan genotipe lainnya untuk
karakter tertentu (Zare et al., 2011). Meskipun demikian, pada karakter
tertentu DGU bernilai negatif sangat dikehendaki (Aryana, 2008). Misalnya
pada karakter umur panen, DGU yang diharapkan adalah yang bernilai
negatif (Malik et al., 2004; Gupta et al., 2011) karena menunjukkan
kegenjahan serta mengindikasikan bahwa genotipe tersebut memiliki daya
gabung yang baik untuk karakter tersebut (Dogra & Kanwar, 2011).
Tabel 2. Nilai DGU tetua gabungan dua lokasi untuk karakter hasil
Genotipe
P1
P2
P3
P4
P5
Nilai DGU positif dan tertinggi untuk karakter jumlah buah per tanaman
dihasilkan oleh galur P3 (1,19) diikuti oleh P1 (0,84). Nilai DGU positif dan
tertinggi untuk karakter berat buah per tanaman dimiliki oleh galur P1
(238,23) diikuti oleh P3 (107,55). Hal menunjukkan bahwa genotipe P1 dan
P3 dapat digunakan dalam program hibridisasi untuk mendapatkan hibrida
unggul pada karakter jumlah buah per tanaman dan berat buah per tanaman.
Tabel 3 menunjukkan bahwa pada karakter berat per buah, nilai DGU
galur P1 dipengaruhi oleh lokasi sedangkan P2, P3, P4 dan P5 tidak. Namun
demikian nilai DGU tertinggi, baik di lokasi Lembang maupun Subang
dihasilkan oleh P1 yaitu berturut-turut sebesar 21,49 dan 12,25. Nilai DGU
Vol 16 No.1
Ilmu Pertanian
36
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%.
37
Wiguna et.al. : Evaluasi Daya Gabung Hasil dan Komponen Hasil Mentimun
321,15
20,45
25,75
196,59
91,13
70,90
274,21
158,49
63,98
41,83
1,31
0,22
-2,11
10,84
0,68
-0,74
5,72
-13,28
6,10
6,44
Panjang
Buah (cm)
-0,71
0,35
0,15
-0,05
0,53
0,27
0,18
-1,87
0,39
0,80
karakter
berat
per
buah
tujuh
kombinasi
persilangan
Vol 16 No.1
Ilmu Pertanian
38
karakter
panjang
buah,
tujuh
kombinasi
persilangan
39
Wiguna et.al. : Evaluasi Daya Gabung Hasil dan Komponen Hasil Mentimun
KESIMPULAN
1. Terdapat interaksi antara DGU dengan lingkungan untuk karakter
berat per buah, panjang buah dan diameter buah. Interaksi antara
DGK dengan lingkungan terjadi pada karakter diameter buah.
2. Galur P1 memiliki nilai daya gabung umum terbaik untuk karakter
berat buah per tanaman dan galur P3 memiliki nilai daya gabung
umum terbaik untuk karakter jumlah buah per tanaman di dua lokasi
pengujian.
Vol 16 No.1
Ilmu Pertanian
40
DAFTAR PUSTAKA
Abro, S., M.M. Kandhro, S. Laghari, M.A. Arain & Z.A. Deho. 2009.
Combining Ability And Heterosis For Yield Contributing Traits In
Upland Cotton (Gossypium Hirsutum L.). Pak. J. Bot., 41(4): 17691774.
Ali, N., J.C. Wyne & J.P. Murphy. 1995. Combining Ability Estimates For
Early Maturity and Agronomic Traits in Peanut (Arachis hypogea L.).
Pak. J. Bot. 27(1): 111-119.
Anwar, A., Sudarsono & S. Ilyas. 2005. Perbenihan Sayuran di
Indonesia: Kondisi Terkini dan Prospek Bisnis Benih Sayuran. Bul.
Agron. 33(1): 38 47.
Aryana, Igp. M. 2008. Daya Gabung Umum Dan Daya Gabung Khusus
Padi Beras Merah Hasil Silang Puncak. Agroteksos Vol. 18 No. 1-3,
hal: 27-36.
Beyene, Y., S. Mugo, J. Gakunga, H. Karaya, C. Mutinda, T. Tefera, S.
Njoka, D. Chepkesis, J. M. Shuma & R. Tende. 2011.Combining
ability of maize (Zea mays L.) inbred lines resistant to stem borers.
African Journal of Biotechnology Vol. 10(23), pp. 4759-4766
Deitos, A., E. Arnhold , F. Mora & G.V. Miranda. 2006. Yield and
combining ability of maize cultivars under different ecogeographic
conditions. Crop Breeding and Applied Biotechnology 6:222-227.
Dogra, B.S. & M.S. Kanwar. 2011.
Exploitation of Combining Ability in
Cucumber (Cucumis sativus L.). Research Journal of Agricultural
Sciences 2(1): 55-59.
Filho, V. N., E. E. G. E Gama, R.T. Vianna & J. R. Mro.1981. General And
Specific Combining Abilltv For Yield In A Diallel Cross Among 18
Maize Populations (Zea Mays L.). Rev. Brasil. Genet. Iv, 4, 571577
Gupta, P., Chaudhary, & S.K. Lal. 2011. Heterosis and Combining Ability
Analysis for Yield and its Component in Indian Mustard (Brassica
juncea L. Czern and Coss). Academic Journal of Plant Science 4(2) :
45-52.
Griffing B. 1956. Concept of General and Specific Combining Ability
in
Relation to Diallel Crossing System.Aus.Biol Sci 9(4) : 463-493.
Hallauer AR., Marcelo J.C. & Miranda JB. 2010. Quantitative
Genetics in Maize Breeding. Springer Science and Business Media.
Iqbal, A. M., F. A. Nehvi, S. A. Wani, H. Qadri, Z. A. Dar & A. A. Lone.
2010. Combining ability studies over environments in Rajmash
(Phaseolus Vulgaris L.) in Jammu and Kashmir, India. Journal of
Plant Breeding and Crop Science Vol. 2(11), pp. 333-338
Kementerian
Pertanian.
2011.
Basis
Data
Pertanian.
http://www.deptan.go.id/tampil.php?page=inf_basisdata
(diakses
41
Wiguna et.al. : Evaluasi Daya Gabung Hasil dan Komponen Hasil Mentimun
Sumpena U.
MEDIAGRO
40
Sumpena U.
teknik emaskulasi. Hal ini tentunya akan mengurangi kualitas benih F1 hibrida
yang dihasilkan karena penampilan di lapangan menjadi tidak seragam. Untuk
mengatasi hal ini dapat digunakan galur yang berbunga betina (Ginoecious)
sebagai tetua betina dalam perakitan varietas hibrida, sehingga secara alami
terjadinya selfing menjadi kecil kemungkinannya. Namun demikian untuk lebih
yakin akan tingginya tingkat keseragaman tanaman dari hasil produksi benih F1
mentimun yang menggunakan galur Gynoecious maka tetap harus dilakukan
evaluasi tingkat homogenitas di lapangan. Hasil penelitian tahun 2011 tentang
efektifitas penggunaan galur Gynocecious telah menghasilkan benih-benih F1
yang harus dievaluasi tingkat homogenitasnya di lapangan dan dapat
dibandingkan dengan yang dihasilkan dari galur Monoecious.
Mentimun merupakan tanaman penyerbuk silang, dapat mencapai sekitar
86,8% dengan bantuan serangga dan angin (Esquinas, 1983). Penggunaan galur
Gynoecious pada produksi benih F1 hibrida mentimun diharapkan juga nantinya
dapat memanfaatkan tingkat penyerbukan silang tersebut. Walaupun belum
mencoba dengan menggunakan materi galur CMS (Cytoflasm Male Steril)
(Edwardson, 1990). Tetapi kegiatan pengaturan baris tetua jantan-betina di
lapangan untuk memanfaatkan polinasi alami pada produksi benih F1 hibrida
mentimun sudah dilakukan pada tahun 2011 dan telah menghasilkan materi
berupa benih-benih F1 hibrida dari beberapa perlakuan. Materi-materi benih ini
juga harus dievaluasi tingkat homogenitasnya sehingga nantinya dapat diketahui
perlakuan terbaik, dengan kriteria tingkat homogenitas tanaman tinggi dan hasil
benih per unit lahan juga tinggi, yang dapat diaplikasikan pada produksi benih F1
hibrida mentimun Gynoecious di lapangan. Evaluasi ini bertujuan untuk
mendapatkan informasi tentang teknik produksi benih F1 mentimun hibrida yang
efisien dan dapat menjamin tingginya tingkat homogenitas, mutu, serta hasil
benih.
BAHAN DAN METODE
Kegiatan evaluasi homogenitas ini dilakukan di kebun percobaan Balai
Penelitian Tanaman Sayuran Lembang, dari bulan Februari sampai November
2012. Materi benih F1 yang dievaluasi merupakan hasil dua kegiatan penelitian di
tahun 2011 tentang efektifitas penggunaan galur Gynoecious dan perbandingan
baris tetua jantan-betina pada produksi benih mentimun hibrida.
Dari hasil kegiatan penelitian (2011) tentang efektifitas penggunaan galur
Gyneocious akan dievaluasi benih F1 hasil hibridisasi yang polinasinya secara
manual lewat galur Gynoesious (perlakuan 1) dan Monoecious (perlakuan 2),
adapun hasil dari kegiatan penelitian tentang perbandingan baris tetua jantanbetina pada produksi benih mentimun hibrida akan dievaluasi materi benih F1
hasil hibridisasi crossing secara alami dari beberapa perlakuan, diantaranya:
1. Benih F1 hasil hibridisasi dari perbandingan satu baris tetua jantan dua baris
tetua betina.
2. Benih F1 hasil hibridisasi dari perbandingan satu baris tetua jantan tiga baris
tetua betina.
3. Benih F1 hasil hibridisasi dari perbandingan satu baris tetua jantan empat
baris tetua betina.
41
Sumpena U.
4. Benih F1 hasil hibridisasi dari perbandingan satu baris tetua jantan empat
baris tetua betina dengan polinasi secara manual.
5. Benih tetua jantan.
6. Benih tetua betina.
Benih ditanam di lapangan menggunakan Rancangan Acak Kelompok
(RAK) sebanyak tiga kali ulangan. Jumlah populasi adalah 30
tanaman/perlakuan/ulangan, dengan jarak tanam 70 x 50 cm. Pemeliharaan yang
dilakukan meliputi: pengapuran menggunakan dolomite 1,2 ton/ha, pemupukan
berupa pupuk kandang kuda 0,25 kg/tanaman dan NPK 15:15:15 (200 400 kg
ha-1) yang diaplikasikan 2 kali, penggunaan mulsa, penyiraman, pengendalian
hama penyakit sesuai tingkat serangan, penyiangan, dan pemberian turus.
Parameter yang diamati adalah keseragaman tanaman dari segi kualitatif
meliputi: tipe tumbuh (menjalar, tegak); warna buah muda (hijau, hijau muda,
hijau tua, warna lain); warna buah tua (kuning coklat); bentuk buah (elongate, non
elongate), dan bentuk pelekatan buah dengan tangkai (tipe tetua betina, tipe tetua
jantan, tipe antara tetua jantan-betina).
Sedangkan keseragaman tanaman dari segi kuantitatif meliputi: tinggi
tanaman saat berbunga (cm); hari berbunga (HST); panjang buah (cm); diameter
buah (mm); jumlah buah pertanaman (buah); dan berat buah per tanaman (g).
Jumlah tanaman sampling adalah 10 tanaman (50%) per perlakuan per ulangan.
Untuk mengetahui kehomogenan tanaman dari semua materi benih F1 yang
ditanam dilakukan analisis statistik. Uji t digunakan untuk mengetahui
perbandingan tingkat homogenitas tanaman F1 hasil hibridisasi manual yang
menggunakan galur Gyneocious dengan galur Monocious untuk peubah
kuantitatif, sedangkan uji analisis varians (ANOVA) pada taraf 5% digunakan
untuk mengevaluasi homogenitas populasi tanaman dari materi benih F1 hasil
hibridisasi dari perbandingan baris tetua jantan-betina (Warsa, 1998). Khusus
untuk karakter penanda morfologi, yaitu bentuk pelekatan buah dengan tangkai
dari tanaman F1 masing-masing perlakuan akan dibandingkan dengan kedua
tetuanya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.
Materi tetua betina lewat galur Gynoecious dan Monoecious dalam kegiatan
ini berasal dari satu genotipe yang berbeda. Oleh karena itu, homogenitas karakter
kualitatif dari tanaman F1 hasil persilangan manual dari masing-masing galur
tersebut dapat dievaluasi (Tabel 1).
Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan secara keseluruhan tanaman F1
hasil hibridisasi yang menggunakan galur mencapai tingkat homogenitas hingga
100% dari segi karakter tipe tumbuh, warna buah muda, warna buah tua, bentuk
buah, dan bentuk pelekatan buah pada tangkai. Tanaman F1 lewat galur
Gynoecious memiliki karakter tipe tumbuh menjalar, warna hijau tua untuk buah
muda, warna kuning untuk buah tua, bentuk buah memanjang (elongated) serta
bentuk pelekatan buah dari tangkai yang merupakan tipe tetua betina. Adapun
42
Sumpena U.
Peubah
Tipe Tumbuh
Warna
Buah muda
Bentuk buah
Bentuk Pelekatan
Buah dari Tangkai
Menjalar
Tegak
Hijau
Hijau muda
Hijau tua
Warna lain
Kuning
Warna lain
Elongate
Non Elongate
Tipe tetua betina
Tipe antara jt - bt
Tipe tetua jantan
68,8
27,9
16,0
27,4
56,6
0,0
100,0
0,0
100,0
0,0
8,9
82,2
8,9
43
Sumpena U.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Mean
2
CV (%)
thit
db efektif ( 0.05)
Tinggi Tanaman
(cm)
Ginoec
ious
Mono
cious
130.00
96.00
98.00
81.33
106.67
90.33
87.33
89.00
112.67
97.67
100.67
91.33
122.00
97.00
106.00
100.0
80.00
70.00
100.00
95.00
98.67
93.33
99.33
89.67
96.00
79.33
106.67
79.67
103.14
89.26
162.64
74.69
12.36
9.68
11.10**
(25;0.05)=2.06
Hari Berbunga
(HST)
Ginoec
ious
43.00
50.00
50.00
41.33
41.33
46.33
44.00
43.00
41.33
41.33
42.00
41.33
43.00
39.67
43.40
10.29
5.06
Mono
cious
51.33
45.67
43.00
44.67
45.33
46.33
43.00
49.33
44.67
49.67
43.67
51.33
47.33
41.33
46.19
10.16
4.82
3.32**
(25;0.05)=2.06
Panjang Buah
(cm)
Ginoe
cious
Mono
cious
17.19
11.77
19.81
11.13
18.89
12.74
19.12
14.74
18.60
13.86
18.52
12.27
20.12
11.34
18.69
14.08
17.80
12.62
18.01
12.78
18.11
11.53
18.27
12.36
17.34
9.95
17.34
12.06
18.99
11.37
0.74
1.60
10.21 **10.22
3.26
(27;0.05)=2.05
Diameter Buah
(cm)
Gino
eciou
s
3.48
3.80
3.82
3.61
3.68
3.80
4.50
4.13
3.96
3.58
3.20
3.36
4.01
3.69
3.76
0.11
4.27
Mono
cious
5.71
5.67
5.76
.517
5.00
4.45
4.82
4.79
5.80
4.85
5.05
5.94
4.60
5.29
5.35
0.54
7.10
2.91**
(25;0.05)=2.06
Jumlah
Buah/Tan
(buah)
Ginoe
ciou
Berat Buah/Tan
(g)
Mono
cious
Ginoe
ciou
Monoc
ious
14.00
19.00
19.67
10.00
19.00
10.33
7.67
14.00
15.00
22.67
21.67
17.33
11.67
12.00
6.67
15.00
14.00
19.33
22.67
19.67
9.00
10.67
6.33
11.67
6.67
13.33
13.00
12.00
13.36
19.79
210.17
32.63
29.11
42.76
16.12**
(25;0.05)=2.06
662.4
669.4
894.7
405.3
527.3
766.3
733.3
454.7
933.7
944.3
617.0
420.7
405.3
901.3
662.3
280.13
281.47
378.10
381.80
400.83
298.47
296.67
302.77
177.67
195.23
163.57
317.17
108.03
249.17
273.65
406.96
7560.06
31.77
30.46
16.12**
(25;0.05)=2.06
44
Sumpena U.
45
Sumpena U.
baris 1 tetua jantan 2 baris tetua betina justru menghasilkan tingkat persilangan
sendiri (selfing) yang tertinggi hingga mencapai 75,60%. Hasil ini tentunya tidak
sesuai dengan hipotesis, yang mana seharusnya 1 baris tetua jantan 2 baris tetua
betina walaupun dengan polinasi alami akan menghasilkan kebenaran persilangan
yang tertinggi.
Tabel 3. Persentase Homogenitas Karakter Kualitatif dari Tanaman F1 Hasil
Hibridisasi Crossing Alami dengan Pengaturan Baris Tetua JantanBetina (%)
Homogenitas dari Perlakuan Pengaturan Baris Tetua (%)
No
Peubah
1 jantan - 2 betina
Polinasi : Alami
1 jantan - 3 betina
Polinasi : Alami
1 jantan - 4 betina
Polinasi : Alami
1 jantan 4 betina
Polinasi : Manual
Tetua
Jantan
Tetua
Betina
Tipe Tumbuh
95.70
4.30
87.30
12.70
100.00
0.00
82.20
17.80
100.00
100.00
Menjalar
Tegak
Warna buah muda
Hijau
Hijau muda
Hijau tua
Warna lain
0.00
3.30
96.70
0.00
0.00
0.00
100.00
0.00
0.00
0.00
100.00
0.00
0.00
4.70
95.30
0.00
1.20
61.90
36.90
0.00
0.00
100.00
0.00
0.00
100.00
0.00
100.00
0.00
100.00
0.00
100.00
0.00
100.00
0.00
100.00
0.00
100.00
0.00
100.00
0.00
100.00
0.00
100.00
0.00
100.00
0.00
100.00
0.00
75.60
20.00
4.40
51.10
42.20
6.70
46.70
51.10
2.20
33.30
55.60
11.10
0.00
0.00
100.00
100.00
0.00
0.00
46
Sumpena U.
47
SKRIPSI
OLEH:
AGUSTINA BR. GINTING
070307031
SKRIPSI
OLEH:
AGUSTINA BR. GINTING
070307031
Disetujui Oleh :
Komisi Pembimbing
Mengetahui
Tanggal Lulus :
ABSTRAK
i
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
ii
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP
Bahbutong
Kecamatan
Sidamanik,
Kabupaten
Siantar
pada
bulan
iii
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul Evaluasi Karakter Mentimun Hibrida (Cucumis Sativus L.)
Terhadap Pemberian Pupuk Hayati .
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
Ir.
Mbue
Kata Bangun,
MS
selaku
ketua
komisi pembimbing
dan
Ir. Hot Setiado, MS selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak
memberikan bimbingan kepada penulis.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada kedua orangtua tersayang,
Ayahanda Sedia Ginting, SH., MHum dan Ibunda Arus Malem Br Bagun untuk
semua cinta, doa dan dukungan yang telah diberikan selama ini, terimakasih juga
kepada kakak-kakak saya Siska Ulina Ginting, SH dan Desi Natalia Ginting, SH
serta adik saya Rezeki Petrus Ginting atas segala doa dan dukungannya.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Evan Sanjaya Sipayung, bang
Andrew, kak susi, Khairul Yusuf Nst, Dewi Marsella, Hertince D.P,
Eka J,Y Sinaga, Dwi Yuliana, Rapi Simbolon, Sanjos, Dedi Mikardo, Natanael S,
serta adik-adik angkatan 2010 serta rekan mahasiswa yang tidak dapat disebutkan
satu per satu disini yang telah membantu penulis dalam penulisan dan
menyelesaikan skripsi ini. Dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak
yang memerlukan.
Medan,
Maret 2011
Penulis
iv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
No.
Hal
10
16
3. Rataan tinggi tanaman (cm) 2-5 MST dengan perlakuan varietas dan
pemberian pupuk....................................................................................
23
24
24
25
7. Rataan produksi buah per tanaman (g) terhadap varietas dan pemberian
pupuk...................................................................................................... 26
8. Rataan panjang buah (cm) terhadap varietas dan perlakuan pupuk.......
9. Rataan diameter buah (cm) terhadap varietas dan perlakuan pupuk....
10. Rataan berat buah per tanaman (g) terhadap varietas dan perlakuan
pupuk..................................................................................................
11. Nilai duga heritabilitas untuk masing-masing parameter....................
26
27
28
28
v
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN
No.
Hal
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
vi
Universitas Sumatera Utara
vii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
ABSTRACT...............................................................................................
ABSTRAK .................................................................................................
RIWAYAT HIDUP ...................................................................................
KATA PENGANTAR ...............................................................................
DAFTAR TABEL......................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................
DAFTAR ISI .............................................................................................
i
ii
iii
iv
v
vi
viii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ............................................................................................
Tujuan Penelitian .......................................................................................
Hipotesis Penelitian .....................................................................................
Kegunaan Penelitian ...................................................................................
1
4
4
4
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman ..........................................................................................
Syarat Tumbuh............................................................................................
Iklim...............................................................................................
Tanah .............................................................................................
Evaluasi Karakter ........................................................................................
Varietas ......................................................................................................
Pupuk ........................................................................................................
Heritabilitas ................................................................................................
5
6
6
7
7
8
9
12
14
14
14
16
PELAKSANAAN PENELITIAN
Persiapan Areal Penelitian ...........................................................................
Penanaman Benih ........................................................................................
Pemupukan .................................................................................................
Pemeliharaan Tanaman................................................................................
Penyulaman .....................................................................................
Penjarangan .....................................................................................
Penyiraman......................................................................................
Pengajiran........................................................................................
Penyiangan ......................................................................................
Pemangkasan ...................................................................................
Pengendalian Hama dan Penyakit .....................................................
Panen ........................................................................................................
Pengamatan Parameter ................................................................................
17
17
17
18
18
18
18
18
18
19
19
19
20
viii
Universitas Sumatera Utara
20
20
20
20
20
21
21
21
ix
Universitas Sumatera Utara