Anda di halaman 1dari 23

1

Jami’at Khair & Al-Irsyad

Laila Kholidah; Muhammad Fakhri Pratama;

Muhammad Raya; Rozana

Program Studi Arab

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia

Abstrak
Jurnal ini membahas organisasi Islam yang ada di Indonesia. Organisasi Islam di Indonesia yang
akan di bahas adalah Jami‟at Khair dan Al-Irsyad. Kedua organisasi tersebut merupakan organisasi Islam
modern paling awal yang didirikan di Indonesia. Pendirian kedua organisasi tersebut di latarbelakangi
oleh kondisi pendidikan di Indonesia pada masa Pemerintahan Hindia-Belanda. Metode yang digunakan
adalah menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan pustaka, yaitu keseluruhan data yang diperoleh
penulis dari studi pustaka berupa buku, artikel ilmiah, dan jurnal terkait. Hasil penelitian menunjukan
bahwa kedua organisasi ini memilki peran yang sangat besar dalam perkembangan pendidikan di Hindia-
Belanda pada masanya.

Kata kunci :Organisasi Islam, Jami’at Khair, Al Irsyad, Pendidikan, Islam

Abstract
This journal examines Islamic Organization in Indonesia. Islamic Organization that will be discussed is
Jami’at Khair and Al-Irsyad. Both of these organizations were the first modern Islamic Organization that
were established in Indonesia. The establishment of these both organizations were caused by education
condition in Indonesia while the government of Netherlands Indies. The method in this journal used
qualitative methods through literature approachment, namely the overall data which is obtained by the
authors from literature in the form of books, scientific articles, and related journals. The results showed
that both of these organizations has anenormous role in the development of education in the Dutch East
Indies.

Keywords :Islamic Organization, Jami’at Khair, Al-Irsyad, Education, Islamic

Pendahuluan

Organisasi Islam muncul di Indonesia ketika pemerintah Hindia-Belanda


menguasai wilayah Indonesia. Organisasi Islam pada awalnya didirikan oleh keturunan
Arab yang telah menetap di Indonesia. Keturunan Arab yang menetap di Indonesia
memiliki kedudukan yang cukup tinggi pada masa pemerintahan Hindia-Belanda. Oleh
karena itu mereka bisa mendapat izin untuk mendirikan organisasi Islam di Indonesia.

Masyarakat keturunan Arab yang menetap di Indonesia semakin lama semakin


berkembang. Masyarakat keturunan Arab selain bergerak di bidang ekonomi mereka
mulai mengembangkan ke bidang pemerintahan dan pendidikan. Pemerintah Hindia-

Jami’at Khair & Al-Irsyad Laila, M.Fakhri, M.Raya, Rozana Gerakan Pemikiran Islam
2

Belanda yang pada waktu itu melaksankan politik etis, membuka sekolah-sekolah bagi
kalangan pribumi, namun hanya kalangan pribumi yang anggota keluarganya bekerja
sebagai pegawai pemerintah Hindia-Belanda yang diperbolehkan. Masyarakat
keturunan Arab memiliki kesempatan untuk belajar di sekolah-sekolah tersebut. Namun,
mereka berkeinginan selain mendapatkan ilmu pengetahuan umum juga mendapatkan
ilmu pengetahuan agama Islam.

Masyarakat keturunan Arab mengambil langkah untuk mendirikan sekolah-


sekolah sendiri, yaitu sekolah yang dapat mengajarkan ilmu pengetahuan umum serta
ilmu pengetahuan agama Islam.

Sejarah Jami’at Khair

Pada tahun 1901 masyarakat keturunan Arab memiliki ide untuk mendirikan
sebuah organisasi yang bergerak di bidang sosial. Pada tahun 1903 masyarakat
keturunan Arab mulai melakukan pendekatan terhadap pemerintah Hindia-Belanda agar
organisasi yang mereka dirikan menjadi organisasi resmi yang memiliki izin. Maka,
untuk memperoleh izin dari Pemerintah Hindia-Belanda, mereka mengirimkan surat
pengajuan perizinan kepada pemerintah Hindia-Belanda. Surat yang diajukan kepada
pemerintah Hindia-Belanda ternyata tidak ditanggapi hingga memakan waktu dua
tahun,
Masyrakat keturunan Arab pada Maret 1905 kembali mengajukan surat
perizininan pendirian organisasi kepada Pemerintah Hinda Belanda. Dalam surat
tersebut dinyatakan bahwa tujuan organisasi mereka adalah untuk memberikan bantuan
bagi orang-orang Arab, laki-laki maupun perempuan yang tinggal di Batavia dan
sekitarnya bila anggota keluarga meninggal dunia atau mengadakan pesta pernikahan 1.
Surat keputusan Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda yang datang pada 17 Juni 1905
menyatakan bahwa organisasi yang bernama Jami‟at Khair resmi terdaftar sebagai
organisasi.
Jami‟at Khair didirikan oleh Sayid Ali bin Ahmad bin Syahab sebagai ketua,
Sayid Muhammad bin Abdullah bin Syahab sebagai wakil ketua, Sayid Muhammad Al
Fachir bin Abdurrahman Almasyhur sebagai sekretaris, Sayid Idrus bin Ahmad bin

1
Pasal 3 Anggaran Dasar 15 Agustus 1903, Arsip Ag 13240 No. 18/8-24363/03 (ANRI, Jakarta).

Jami’at Khair & Al-Irsyad Laila, M.Fakhri, M.Raya, Rozana Gerakan Pemikiran Islam
3

Syahab sebagai bendahara, dan Said bin Ahmad Basandiet sebagai anggota2. Hingga
saat ini, pengurus Jami‟at Khair terus diperbarui sesuai kebutuhan.
Jami‟at Khair didirikan karena pada awal abad ke-20, muncul pemikiran
pembaharuan Islam yang dipelopori oleh Muhammad Abduh, Jamaluddin Al-Afghani
dan Rasyid Ridha. Salah satu hal yang mengalami pembaharuan adalah bidang
pendidikan, yakni pendirian sekolah modern. Selanjutnya tidak adanya pelajaran agama
Islam, dan kentalnya misi Gospel pada bidang pendidikan masa pemerintahan Hindia-
Belanda. Kedua hal tersebut menunjukkan tidak adanya institusi yang cukup baik bagi
pendidikan umat Islam, khususnya masyarakat keturunan Arab. Gospel atau penyebaran
agama Kristen secara terang-terangan terjadi pada masa Pemerintah Hindia-Belanda.
Penyebaran agama tersebut mengkhawatirkan umat Islam saat itu.

Tujuan Jami’at Khair


Jami‟at Khair melaksanakan Rapat Umum Anggota pertama pada 9 April
1906. Hasil dari rapat tersebut adalah menambahkan tujuan Jami‟at Khair yaitu
membangun sekolah-sekolah hingga pelaksanaan pengajarannya. Perubahan terjadi
pada bagian keanggotaan, anggota Jami‟at Khair yang sebelumnya hanya untuk
masyarakat keturunan Arab menjadi terbuka bagi semua bangsa yang beragama Islam.
Kedua hal tersebut semakin memperluas ruang gerak Jami‟at Khair.
Rapat anggota Jami‟at Khair bulan April 1910 memutuskan untuk mengajukan
surat untuk merubah Anggaran Dasar Jami‟at Khair. Anggaran Dasar Jami‟at Khair
mengalami tiga kali perubahan, hal ini bertujuan untuk memperluas tujuan dan bidang
yang akan dilakukan Jami‟at Khair. Pada tanggal 22 Juni 1910 surat permohonan
diajukan perubahan Anggaran Dasar Jami‟at Khair oleh Muhammad bin Abdurrahman
Syahab sebagai ketua dan Muhammad bin Syekh bin Syahab sebagai sekretaris dan
perubahan tersebut disetujui pada tanggal 3 Oktober 1910.
Dengan semakin berkembangnya Jami‟at Khair menyebabkan semakin meluas
pula tujuan Jami‟at Khair. Diantaranya adalah: (1) mendirikan dan mengurus gedung-
gedung sekolah serta bangunan lain di Batavia untuk kepentingan umat Islam, (2)
mengupayakan sekolah-sekolah untuk memperoleh pengetahuan agama Islam, (3)

2
Kokom Ernawati, Pembaharuan Lembaga Pendidikan Islam Jami’at Khair di Nusantara pada tahun
1905 sampai Pasca Kemerdekaan, 2013,(Skripsi, UIN Jakarta).

Jami’at Khair & Al-Irsyad Laila, M.Fakhri, M.Raya, Rozana Gerakan Pemikiran Islam
4

mendirikan perpustakaan yang mengupayakan buku-buku untuk menambah


pengetahuan dan kecerdasan.
Jami‟at Khair mendirikan sekolah untuk anak-anak perempuan (Al-Banaat) pada
tahun 1919 M. Jami‟at Khair mendatangkan para pengajarnya dari wilayah Arab.
Muallim Tunus dan Syekh Ahmad Surkati merupakan tenaga pengajar yang dipanggil
untuk datang ke Indonesia. Jami‟at Khair memiliki peran yang penting bagi
kelangsungan organisasi dan pendirian sekolah di Indonesia. Sehingga hal ini
menyebabkan Jami‟at Khair menjadi organisasi pertama di Indonesia dengan bentuk
modern dalam masyarakat Islam dan mendirikan suatu sekolah dengan tata cara yang
modern seperti kurikulum, kelas, dan sarana prasana penunjang.
Yayasan Pendidikan, Visi, Misi dan Tujuan Jami’at Khair
Dalam pendirian sebuah yayasan pendidikan, Jami‟at Khair memiliki visi dan
misi serta tujuan yang terstruktur. Visi Yayasan Pendidikan Jami‟at Khair, yaitu
mencerdaskan umat sejalan dengan tantangan kemajuan zaman berpegang teguh pada
landasan ajaran Islam, wawasan ke-Islaman secara utuh (kaffah) terpadu antara iman,
ilmu dan amal, terintegrasi antara IMTAQ dan IPTEK, dan wawasan keunggulan,
ketekunan, kesungguhan dan keikhlasan dalam rangka ibadah kepada Allah SWT.
Sedangkan misi Yayasan Pendidikan Jami‟at Khair, yaitu (1) menyiarkan agama
Islam dan bahasa Arab, (2) berkhidmat untuk umat sesuai dengan perintah Allah SWT
dan Rasulullah Muhammad SAW, (3) menanamkan keyakinan yang kuat dan
kebanggaan terhadap kebenaran Islam sebagai petunjuk Allah SWT satu-satunya demi
keselamatan hidup di dunia dan akhirat.
Kemudian tujuan Yayasan Pendidikan Jami‟at Khair, yaitu (1) mempersiapkan
generasi Islam yang cinta kepada Allah SWT dan taat kepada Rasulullah SAW, sayang
kepada sesama, berakhlak mulia, percaya diri, teguh pendirian, selalu bertitik kepada
kebenaran dan keadilan, bermanfaat bagi agama, umat dan masyarakat, menerapkan
ajaran agama Islam dalam meningkatkan martabat bangsa dan negara, (2) membentuk
kepribadian ulama yang berwawasan luas, ahli dalam bidangnya, mampu berbahasa
Arab dan dapat memberi manfaat bagi masyarakat dan bangsa, (3) menanamkan
mahabbah kepada kaum mukminin, utamanya ahli bait (keluarga Nabi Muhammad
SAW) dan para sahabatnya3.

Dokumen Resmi Yayasan Jami‟at Khair.


3

Jami’at Khair & Al-Irsyad Laila, M.Fakhri, M.Raya, Rozana Gerakan Pemikiran Islam
5

Landasan Madzhab Jami’at Khair


Jami‟at Khair sejak didirikan dan untuk selamanya berlandaskan dan
mempertahankan Aqidah Ahlusunnah wal Jama’ah yang digariskan oleh para salaf
terdahulu sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad SAW, cinta ahli bait dan para
sahabatnya. Dalam menjalankan praktek ibadah, keluarga besar Jami‟at Khair selalu
berpegang pada Mazhab Imam Syafii rahimahullah dan atau berdasarkan dalil-dalil
yang lebih kuat.4

Hubungan Jami’at Khair dengan Lembaga lainnya


Jami‟at Khair melakukan hubungan dengan lembaga lainnya ketika memang
Jami‟at Khair membutuhkan perlengkapan untuk keperluan pendidikan. Misalnya,
untuk keperluan bahan bacaan, pengurus Jami‟at Khair mengadakan hubungan dengan
luar negeri seperti Turki, Mesir dan Singapura. Tahun 1908, Jami‟at Khair mulai
mengadakan hubungan dengan pemimpin dari surat kabar dan majalah luar negeri,
antara lain:5
1) dengan direktur surat kabar Al-Muayyad, di Kairo, Mesir yaitu Ali Yusuf.
Beliau memberikan informasi mengenai perkembangan Islam di luar negeri dan
kegiatan Jami‟at Khair di Indonesia,
2) dengan direktur surat kabar Al-Liwa, Mesir, Affandi Kamil, saudara Ali Kamil,
3) dengan direktur surat kabar As-Siasah Al-Musawarah, Mesir, Abdul Hamid
Zaki,
4) dengan direktur surat kabar Samarastul Al-Funun, Beirut, Ahmad Hasan
Tabarah,
5) dengan surat kabar Al-Ittihad Al-Utsmani, Turki,
6) dengan majalah Al-Iman, Singapura.

4
Kokom Ernawati, Pembaharuan Lembaga Pendidikan Islam Jami’at Khair di Nusantara pada tahun
1905 sampai Pasca Kemerdekaan, 2013,(Skripsi, UIN Jakarta).
5
Kokom Ernawati, Pembaharuan Lembaga Pendidikan Islam Jami’at Khair di Nusantara pada tahun
1905 sampai Pasca Kemerdekaan, 2013,(Skripsi, UIN Jakarta).

Jami’at Khair & Al-Irsyad Laila, M.Fakhri, M.Raya, Rozana Gerakan Pemikiran Islam
6

Jami‟at Khair juga mempunyai hubungan dengan organisasi politik di dalam


negeri saatitu, seperti Budi Utomo, Sarikat Islam dan Jong Islamiten Bond (Persatuan
Pemuda Islam)6.

Sistem Pendidikan di Jami’at Khair


Jami‟at Khair memiliki kurikulum yang mengatur skema pendidikan baik waktu,
jam, dan target-targetnya. Berikut beberapa aktivitas pengajaran di Jami‟at Khair:

1. Lama belajar 6 tahun, 1 tahun persiapan dan 5 tahun sekolah dasar.


2. Usia minimal masuk sekolah 7 tahun.
3. Penerimaan murid dilakukan setiap bulan Syawwal.
4. Pengajaran di kelas persiapan dan kelas satu berlangsung selama 4 jam
pelajaran (09.00-11.15), kemudian untuk kelas lainnya berlangsung selama 6
jam pelajaran (09.00-13.00). Di setiap dua jam, terdapat waktu istirahat selama
15 menit.
5. Hari libur sekolah:
a. Tanggal 1 Muharram.
b. Tanggal 12 Rabi‟ul Awal (Kelahiran Nabi Muhammad).
c. Tanggal 27 Rajab (Isra‟ Mi‟raj).
d. Tanggal 9, 10, dan 11 Dzulhijjah (Idul Adha).
e. Tanggal 1 Januari (Tahun Baru Masehi).
f. Tanggal 30 April (Kelahiran Ratu Wilhelmina, pada masa penjajahan).
g. Tanggal 31 Agustus (Kelahiran Ratu Juliana, pada masa penjajahan).
h. Libur tahunan 1 bulan 3 hari, awal Ramadhan hingga 4 Syawwal.
i. Libur mingguan setiap hari Jumat.
j. Libur khusus ketika ada pelepasan guru, perpindahan pimpinan sekolah,
dan acara sekolah lain.

6
Kokom Ernawati, Pembaharuan Lembaga Pendidikan Islam Jami’at Khair di Nusantara pada tahun
1905 sampai Pasca Kemerdekaan, 2013,(Skripsi, UIN Jakarta).

Jami’at Khair & Al-Irsyad Laila, M.Fakhri, M.Raya, Rozana Gerakan Pemikiran Islam
7

Adapun pelajaran yang diajarkan adalah :7

Ejaan Bahasa Membaca dan


Al-Qur‟an Ilmu Bumi
Arab Telaah
Tafsir Sejarah Nabi Percakapan Bahasa dan Tulisan Melayu
Aqa‟id Sharaf Dikte Sejarah
Tauhid Nahwu Hafalan Ilmu Alam
Ibadah Tashrif Berhitung Keterampilan
Fikih Tajwid Karangan Kesenian
Menulis Arab
Ilmu Faraid Menulis Latin Ilmu Bumi
(Khat)

Yayasan Pendidikan Jami‟at Khair sejak tahun 1901 hingga 1985 telah memiliki
beberapa sekolah, yaitu:

1. Rawdat Al-Athfal (Taman kanak-kanak)


2. Ibtidaiyyah (Puteri)
3. Ibtidaiyyah (Putera)
4. Tsanawiyyah I (Pagi) (sejak tahun 1969)
5. Tsanawiyyah II (Sore)
6. ‟Aliyah I (Pagi) (sejak tahun 1973)
7. ‟Aliyah II (Sore)
8. SMP (Sore) (sejak tahun 1979)
9. Institut Agama Islam Jami‟at Khair (IAIJ) (sejak tahun 1979)
10. Kursus Bahasa Arab

Sejarah Al-Irsyad

Al-Irsyad merupakan sebuah organisasi yang berasaskan agama Islam. Al-Irsyad


ini didirikan oleh Syekh Ahmad Surkati. Latar belakang terbentuknya adalah ketika
Ahmad Surkati berkunjung ke Solo untuk mengunjungi sahabatnya yang bernama Awad
Sungkar Al-Urmei pada tahun 1912.8 Dalam kunjungannya ke Solo, Ahmad Surkati
mendapat pertanyaan dari salah seorang yang dalam pertemuan di Solo. Dia bertanya
tentang fatwa Rasyid Ridha dalam majalah Al-Manar. Fatwa itu mengemukakan tentang

7
Enizar Muaz, Jami’at Khair sebagai salah satu Pelopor Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia,
1987, (Skripsi, UI)
8
Hussein Badjerei, cet. Pertama 1996, Al-Irsyad: Mengisi Sejarah Bangsa, Presto Prima Utama, Hlm. 28

Jami’at Khair & Al-Irsyad Laila, M.Fakhri, M.Raya, Rozana Gerakan Pemikiran Islam
8

perkawinan antara perempuan sayyid dengan laki-laki non-sayyid adalah sah. Surkati
menjelaskan bahwa perkawinan tersebut sah. Hal ini disebabkan perkawinan kafa’ah
antara sesama Islam diperbolehkan dengan syarat mememenuhi syariat Islam. Bahkan
dalam sejarah Rasulullah, beliau menikahkan Zainab binti Jahz, seorang bangsawan
Quraish dengan anak angkat Rasulullah yaitu Zaid bin Harits, seorang budak. Hadits
yang dipakai oleh orang Arab atau yang disebut dengan golongan sayyid adalah hadits
palsu.

Surkati mulai mengajarkan tentang pentingnya persamaan sesama muslim di


Jami‟at Khair. Ajaran Surkati ini menimbulkan benih-benih perpecahan dengan
golongan sayyid Jami‟at Khair. Hal ini disebabkan ide persamaan sesama muslim dapat
mengancam kedudukan mereka dari golongan non-sayyid di Jawa.9 Dengan
dijalankannya ajaran tentang pentingnya persamaan sesama muslim, mengakibatkan
turunnya derajat golongan sayyid di mata golongan non sayyid. Selain itu, tradisi yang
sudah dijalankan golongan sayyid dari dahulu akan menghilang.

Pendapat Ahmad Surkati tentang kafa’ah di Solo didengar oleh para pengurus
Jami‟at Khair. Setelah Surkati kembali ke Jakarta, golongan sayyid pada Jami‟at Khair
mulai tidak menghormatinya. Perbedaan pendapat kafa’ah dan fiqih merupakan awal
perpecahan antara Surkati dengan golongan sayyid. Seiring berjalannya waktu,
golongan sayyid selalu melakukan perdebatan dengan Jami‟at Khair tentang masalah
agama, sehingga Sukarti merasa dirinya diusir oleh golongan sayyid Jami‟at Khair.

Ahmad Surkati meninggalkan Jami‟at Khair pada tahun 1914.10 Selain merasa
diusir oleh golongan sayyid Jami‟at Khair, terdapat peristiwa penting tentang masalah
mencium tangan yang dilakukan oleh golongan non-sayyid (murid-murid Sukarti)
dengan golongan sayyid Jami‟at Khair. Sesuai dengan ajaran Surkati tentang persamaan
sesama muslim, akhirnya Sukarti meninggalkan Jami‟at Khair.

Ahmad Surkati membuka Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyyah pada tanggal 6


September 1914. Pembangunan ini terwujud dengan bantuan teman-teman Sukarti, baik
yang berasal dari satu profesinya yaitu sebagai guru maupun dari golongan non-sayyid.
Agar tanggung jawab Sukarti terhadap Madrasah Al-Irsyad menjadi tidak berat, maka
9
Mutiah, 1981, Gerakan Pembaharuan Islam; Khususnya Al-Irsyad, Depok: FSUI, hlm. 72
10
Hussein Badjerei, cet. Pertama 1996, Al-Irsyad: Mengisi Sejarah Bangsa, Presto prima Utama,, hlm. 32

Jami’at Khair & Al-Irsyad Laila, M.Fakhri, M.Raya, Rozana Gerakan Pemikiran Islam
9

Sukarti menjalankan usulan Syekh Umar Manggush tentang pendirian sebuah


perhimpunan yang mempunyai badan hukum yang jelas. Perhimpunan ini bernama
Jam‟iyyat Al-Islah wa Al-Irsyad wa Al-„Arabiyyah atau yang lebih dikenal dengan Al-
Irsyad.11 Al-Irsyad baru diresmikan oleh pemerintah kolonial Belanda pada tanggal 11
Agustus 1915,12 hampir satu tahun setelah pendirian Madrasah Al-Irsyad Al-
Islamiyyah.

Namun, sampai saat ini, justru tanggal 6 September 1914 yang ditetapkan
sebagai hari peringatan didirikannya perhimpunannya. Tanggal berdirinya Al-Irsyad ini
tercantum dalam Anggaran Dasar Perhimpunan Al-Irsyad Al-Islamiyah, Pasal 2 yang
berbunyi “Al-Irsyad Al-Islamiyah didirikan Syekh Ahmad Surkati Al-Anshari pada
tanggal 15 Syawal 1332 Hijriyah bertepatan tanggal 6 September 1914 M di Jakarta”.13

Profil Ahmad Surkati

Ahmad Surkati merupakan seorang ulama yang lahir di desa Udfu daerah
Dunggulah, tepatnya di pulau Arqu pada tahun 1292 H atau 1875 M (profil Al-Irsyad,
2012). Ayahnya bernama Muhammad dan diyakini masih memiliki hubungan keturunan
dari Jabir bin Andullah Al-Anshari.14 Ahmad Surkati merupakan pemberian nama dari
orang Indonesia. Nama asli Ahmad Surkati adalah Ahmad bin Muhammad bin
Muhammad bin Muhammad bin Muhammad as-Soorkattiy Al-Khazrajiy Al-Anshory.15
Ahmad Surkati merupakan anak pertama. Hal ini bisa dilihat dari pemberian nama
Ahmad, bagi orang zaman dahulu selalu menamakan anak pertama dengan nama
Ahmad.16

Surkati menempuh sekolah dasar di Sudan. Selain belajar di sekolah dasar,


Ahmad Surkati diajarkan oleh ayahnya belajar dan menghafal sejak masa kanak-kanak.
Ahmad Surkati berhasil menjadi seorang hafizh Al-Qur`an pada usia yang sangat

11
Hussein Badjerei, cet. Pertama 1996, Al-Irsyad:Mengisi Sejarah Bangsa, Presto prima Utama,, hlm. 33
12
Hussein Badjerei, cet. Pertama 1996, Al-Irsyad: Mengisi Sejarah Bangsa, Presto prima Utama, Hlm. 15-
16
13
Al-Irsyad Islamiyyah, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Periode 2012-2017, hlm 5.
14
Prof. Dr. Bisri Affandi, MA., 1999, Syaikh Ahmad Syurkati (1874-1943) Pembaharu dan Pemurni
Islam di Indonesia, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, hlm. 4.
15
Hussein Badjerei, cet. Pertama 1996, Al-Irsyad: Mengisi Sejarah Bangsa, Presto prima Utama,, hlm. 34
16
Hussein Badjerei, cet. Pertama 1996, Al-Irsyad: Mengisi Sejarah Bangsa, Presto prima Utama,, hlm. 34

Jami’at Khair & Al-Irsyad Laila, M.Fakhri, M.Raya, Rozana Gerakan Pemikiran Islam
10

muda.17 Selain itu, Ahmad Surkati sangat mencintai pendidikan. Hal ini terlihat ketika
masih anak-anak, selain belajar Al-Qur`an, Surkati juga belajar fiqih dan tauhid yang
diajarkan oleh ayahnya sendiri. Ketika dewasa, Surkati mulai memperdalam
pengetahuan dengan melanjutkan studinya ke luar negeri, tepatnya di Al-Azhar Mesir.

Surkati tinggal di Madinah untuk memperdalam ilmu agamanya. Ilmu agama


yang dia pelajari adalah hadits, tafsir, dan fiqih. Ilmu hadits Surkati dapat dari Syeikh
Ahmad Al-Barzanji, sedangkan ilmu tafsir belajar dari Syeikh Mubarak Al-Nasmath,
sementara ilmu fiqih berguru kepada Syeikh Muhammad Al-Khayari.18 Ketiga ilmu
agama itu Surkati pelajari selama lima tahun.

Mekkah merupakan tempat Surkati mendapat gelar Al-„Allamah. Al-„Allamah


merupakan gelar sarjana dari bidang ilmu bahasa Arab dan ilmu agama Islam.19 Gelar
itu Surkati dapat setelah berhasil menyelesaikan studinya di bawah asuhan Syeikh
Muhammad bin Yusuf Al-Khayyath dan Syeikh Syu‟aib bin Musa Al-Maghribi. Tesis
yang Surkati gunakan waktu itu tentang Al-Qadha wal Qadar.20 Surkati berhasil dalam
studinya di Mekkah selama sebelas tahun. Studi yang Surkati pelajari tentang ilmu fiqih.
Akan tetapi ilmu fiqih yang Surkati ambil tidak sama dengan ilmu fiqih yang dia
pelajari di Madinah. Di Mekkah, Surkati ingin memperdalam ilmu fiqihnya. 21 Guru
ilmu fiqih Surkati adalah Syeikh Syu‟aib bin Musa Al-Maghribi. Sebelumnya, Surkati
telah menunaikan ibadah haji ketika berumur 22 tahun.

Selama tinggal di Indonesia, Surkati beberapa kali menikah dengan perempuan


Indonesia. Dalam beberapa kali menjalankan pernikahan itu, Surkati tidak dianugerahi
seorang anak. Surkati mendapat obat pelipur hati dari anak saudaranya yang bernama
Sidik Surkati yang dia bawa ke Indonesia.

Surkati mulai masuk ke Indonesia ketika Jami‟at Khair membutuhkan tenaga


pengajar di Indonesia. Ketika itu, Jami‟at Khair meminta bantuan melalui Syeikh
Muhammad bin Yusuf Al-Khayyath dan Syeikh Husain bin Muhammad Al-Habsyi.

17
Hussein Badjerei, cet. Pertama 1996, Al-Irsyad: Mengisi Sejarah Bangsa, Presto prima Utama, hlm. 34
18
Mutiah, 1981, Gerakan Pembaharuan Islam; Khususnya Al-Irsyad, Depok: FSUI, hlm. 61
19
Mutiah, 1981, Gerakan Pembaharuan Islam; Khususnya Al-Irsyad, Depok: FSUI, hlm. 61
20
Hussein Badjerei, cet. Pertama 1996, Al-Irsyad: Mengisi Sejarah Bangsa, Presto prima Utama, hlm. 35
21
Deliar Noer, 1980, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta: LP3ES Anggota IKAPI,
Hlm. 73

Jami’at Khair & Al-Irsyad Laila, M.Fakhri, M.Raya, Rozana Gerakan Pemikiran Islam
11

Atas pertimbagan dua Syeikh ini, Surkati dipilih untuk menjadi tenaga pengajar bagi
Jami‟at Khair. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Surkati. Hal ini disebabkan
Surkati mengetahui tentang kondisi Indonesia yang saat itu sedang dijajah oleh bangsa
Belanda dan Belanda memberi julukan Indonesia sebagai negeri orang primitif. Oleh
karena itu, Surkati ingin pergi ke Indonesia dengan niat sungguh-sungguh untuk
mendidik orang Indonesia khususnya dalam bidang agama Islam.

Pada bulan Maret tahun 1911, Surkati mulai masuk ke Indonesia tepatnya di
wilayah Jawa. Surkati memulai langkah awal di tanah Jawa dengan menjadi seorang
staf pengajar Jami‟at Khair. Saat itu sekolah Jami‟at Khair yang merupakan tempat
Surkati menjadi guru terletak di Pekajon.22 Surkati menjadi staf pengajar selama tiga
tahun di sekolah Jami‟at Khair. Sejak perihal masalah perbedaan pendapat tentang
kafa’ah, hubungan antara Surkati dengan pengurus jami‟at Khair semakin panas. Oleh
karena itu, dengan sikap bijaksana Surkati meninggalkan Jami‟at Khair pada tahun 1914
M.23

Tidak lama setelah Surkati meninggalkan Jami‟at Khair, Surkati mendirikan


sebuah organisasi yang bernama Jam‟iyyah Al-Ishlah wal Irsyad Al-„Arabiyyah. Latar
belakang berdirinya organisasi ini berawal dari berdirinya madrasah Al-Irsyad Al-
Islamiyyah yang dia dirikan pada tanggal 6 september 1914 M. Agar tidak
memberatkan tanggung jawabnya dalam mengurus madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyyah,
maka sesuai dengan Ordonasi Guru 1905 – semacam badan hukum yang mengatur
kegiatan pendidikan Islam- Surkati mengajukan permohonan pengesahan berdirinya
organisasi Al-Irsyad kepada Gubernur Jendral A. W. F. Idenburg.24

Ketika terjadinya “Peristiwa Leles” pada tahun 1919, Surkati memiliki strategi
khusus agar dapat mengembangkan Al-Irsyad. Strategi yang digunakan saat itu adalah
dengan mengajak saudagar kaya Indonesia-Arab yang diduga membiayai Sarekat Islam
agar bergabung dengan Al-Irsyad. Masuknya saudagar kaya Indonesia-Arab
memberikan pemasukan keuangan bagi keperluan Al-Irsyad dan keuntungan dari
saudagar kaya Indonesia-Arab adalah terhindarnya mereka dari hukuman pemerintah
Belanda.
22
Hussein Badjerei, cet. Pertama 1996, Al-Irsyad: Mengisi Sejarah Bangsa, Presto prima Utama, Hlm. 27
23
Hussein Badjerei, cet. Pertama 1996, Al-Irsyad: Mengisi Sejarah Bangsa, Presto prima Utama, Hlm. 32
24
Hussein Badjerei, cet. Pertama 1996, Al-Irsyad: Mengisi Sejarah Bangsa, Presto prima Utama, Hlm. 33

Jami’at Khair & Al-Irsyad Laila, M.Fakhri, M.Raya, Rozana Gerakan Pemikiran Islam
12

Dalam mengembangkan agama Islam di Indonesia, Surkati mendirikan majalah


Az-Zachirah Al-Islamiyyah pada tahun 1923 M. Tujuan pendirian majalah ini adalah
memberikan pengetahuan tentang jenis-jenis hadits dan masalah agama. Dalam
menjalankan aktivitas di majalah Az-Zachirah Al-Islamiyyah, Surkati dibantu oleh
Syeikh Muhammad Nur Al-Anshary sebagai Adminitrator dan Abdullah Badjerei
sebagai Redaksi.25

Pada tahun 1940 merupakan tahun kesedihan bagi Surkati. Hal ini disebabkan
Surkati mendapatkan penyakit berupa sakit di bagian matanya. Setelah berkunjung ke
dokter Belanda, Sukarti disarankan untuk melakukan operasi pengeluaran mata kiri agar
menghilangkan rasa sakit. Akan tetapi, sakitnya semakin parah dan dokter Belanda
memberikan kesimpulan untuk melakukan operasi kedua dengan mengeluarkan mata
kanannya. Dengan melakukan dua kali operasi mata, Surkati tidak bisa melihat lagi.26

Ahmad Surkati meninggal dunia dalam usia 69 tahun, yaitu pada tanggal 16
September 1943 M.27 Pada masa itu Indonesia sedang dijajah oleh Jepang. Ketika itu,
terdapat seorang murid dari Surkati yang dipenjara oleh tentara Jepang. Ketika murid itu
dibebaskan, dia terkejut dengan kabar yang mengatakan Ahmad Surkati telah meninggal
dunia. Kemudian dia mendatangi tempat kuburan Surkati. Akan tetapi dia tidak
menemukan batu nisan gurunya. Hal ini sesuai dengan salah satu ajaran Surkati yang
tidak memperbolehkan kuburan kaum muslim untuk memakai batu nisan.

Mabadi Al-Irsyad

Seperti organisasi Islam lainnya, Al-Irsyad memilki paham keagaamannya. Paham


Keagamaan mereka disebut dengan “Mabadi Mabda” yang secara bahasa didefinidikan
sebagai tempat memulai atau permulaan, dan biasa diartikan sebagai dasar yang
digunakan untuk membangun cabang-cabang. Dalam trimonologi modern, mabda
menjadi padanan kata dalam bahasa Arab yang paing tepat untuk istilah ideologi.
Mabadi adalah bentuk jamak atau plural dari kata mabda.

Pengertian Mabda atau Mabadi Al-Irsyad dalam dokumen ini adalah sebuah
dasar (cara pandang) dan metedologi memahami dan mengamalkan ajaran Islam
25
Hussein Badjerei, cet. Pertama 1996, Al-Irsyad: Mengisi Sejarah Bangsa, Presto prima Utama,, hlm. 41
26
Hussein Badjerei, cet. Pertama 1996, Al-Irsyad: Mengisi Sejarah Bangsa, Presto prima Utama,, hlm. 66
27
Hussein Badjerei, cet. Pertama 1996,Al-Irsyad: Mengisi Sejarah Bangsa, Presto prima Utama,, hlm. 71

Jami’at Khair & Al-Irsyad Laila, M.Fakhri, M.Raya, Rozana Gerakan Pemikiran Islam
13

berdasarkan Kitabullah dan sunnah Rasulnya untuk membawa warga Al-Irsyad


khususnya dan kaum muslimin pada umunya pada kemjauan kesejahteraan, dan tatanan
yang adil dan beradab di dunia ini dan kebahagian yang kekal di akhirat nanti. Dalam
buku “Sejarah dan Profil Ormas-Ormas Islam di Indonesia” karya Yon Machmudi,
menyebutkan beberapa penjelasan mengenai Mabadi‟ Al-Irsyad, yaitu pertama,
organisasi mendasarkan kegiatannya pada sumber hukum dari Al-Qur`an dan Al-Hadits.
Kedua, kegiatan Al-Irsyad berdasarkan pada Akidah dan Tauhid, hal ini sesuai dengan
AD/ART Al-Irsyad tahun 2012-2017. Penjelasan kedua ini menurut Zeyd Amar, wakil
Sekretaris Jendral Al-Irsyad Al-Islamiyyah merupakan tujuan Al-Irsyad dalam
membersihkan masyarakat Indonesia dari segala macam syirik, takhayul, dan khurafat
yang telah menyebar pada awal abad ke-20.

Mabadi Al-Irsyad juga memberi penekanan terhadap kesetaraan antara umat


Islam. Kesetaraan antara umat Islam sangat dijunjung tinggi oleh Ahmad Surkati selama
mengajar di Al-Irsyad. Hal ini disebabkan terdapat perbedaan perlakuan antara
golongan sayyid yang mengatasnamakan keturunan Nabi Muhammad SAW dengan
golongan non-sayyid. Ahmad Surkati sangat menentang perbedaan perlakuan seperti ini
karena menurutnya setiap manusia sama di mata Allah, yang membedakannya adalah
keimanan dan ketakwaan seorang muslim28 Oleh karena itu kesetaraan antara umat
Islam merupakan hal yang penting bagi Al-Irsyad.

Berikut ini 8 Mabadi Al-Irsyad, yaitu (1) sumber hukum (memahami ajaran
Islam dari Al-Qur`an dan Sunnah dan bertakim kepada keduanya), (2) aqidah atau
tauhid (beriman dengan aqidah Islamiyyah yang berdasarkan nash-nash kitab Al-Quran
dan Sunnah yang shahih, terutama bertauhid kepada Allah yang bersih dari syirik,
takhayul, dan khurafat), (3) ibadah (ibadah menurut tuntunan Kitabullah dan Sunnah
serta bersih dari bid’ah), (4) akhlak (berdasarkan adab susila yang luhur, moral, dan etik
Islam serta menjauhi adat istiadat, moral, dan etik yang bertentangan dengan Islam), (5)
Al-Musawa atau kesetaraan (kewajiban menganggap kaum muslim itu bersaudara, tidak
melebihkan seseorang lebih dari yang lainnya kecuai ilmu dan ketakwaan), (6) ilmu
pengetahuan (memperluas dan memperdalam ilmu pengetahuan untuk kesejahteraan
dunia dan akhirat yang diridhoi Allah SWT), (7) modernitas (meningkatkan kehidupan
28
Yon Machmudi, cet. Pertama 2013,Sejarah dan Profil Ormas-Ormas Islam di Indonesia, Depok: PKTTI
UI, hlm. 57-58

Jami’at Khair & Al-Irsyad Laila, M.Fakhri, M.Raya, Rozana Gerakan Pemikiran Islam
14

dan pengetahuan dunia, pribadi, masyarakat selama tidak diharamkan oleh Islam dan
nash, serta mengambil manfaat dari segi alat-alat dan cara teknis, organiasai, dan
administrasi modern yang bermanfaat bagi pribadi, umat, moril dan spiritual, dan (8)
ukhuwwah Islamiyyah (Bergerak dan berjuang secara terampil dan dinamis dengan
perorganisasian serta koordinasi yang baik bersama organisasi-organisasi lain dengan
jiwa ukhuwwah Islamiyyah dan setia kawan serta saling bantu dalma memperjuangkan
cita-cita Islam yang meliputi kebenaran, kemerdekaan, keadilan kebajikan serta
keutamaan menuju ridha Allah).29

Keorganisasian Al-Irsyad

Organisasi ini bertujuan mewujudkan manusia seutuhnya yang bertauhid dan


bertakwa kepada Allah SWT. Bersih dari syirik, takhayul, dan khurafat. Berakhlak
mulia dan bertanggung jawab terhadap terwujudnya masyarakat adil dan makmur dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945.

Tujuan ini sesuai dengan visi dan misi organisasi ini yang bertujuan
memurnikan tauhid, ibadah, dan amaliyah Islam (Yon Machmudi, 2013: 57). Sementara
itu, awal berdirinya Al-Irsyad didahului dengan berdirinya Madrasah Al-Irsyad yang
bergerak di bidang pendidikan dengan sistem ajaran yang dibawa oleh Ahmad Surkati.
Berdasarkan AD/ART, visi-misi dan tujuan awal didirikannya Al-Irsyad, dapat
diketahui bahwa Al-Irsyad merupakan organisasi yang bergerak di bidang pendidikan,
pengajaran, dan dakwah Islam (pemurnian ajaran Islam).

Berdasarkan AD/ART Al-Irsyad pasal ke-8 tentang usaha Al-Irsyad, terdapat


dua poin yang menjadi usaha Al-Irsyad, yaitu Al-Irsyad melaksanakan dakwah,
memberikan fatwa, tarjih dan tahkim untuk pemurnian aqidah dalam hukum Islam. Poin
kedua membahas amal usaha Al-Irsyad diwujudkan untuk menunjang tujuan
perhimpunan di bidang pendidikan, dakwah dan sosial serta bentuk usaha lainnya. Dari
dua poin usaha Al-Irsyad tersebut, dapat dilihat adanya satu usaha yang konkrit dalam
melaksanakan pemurnian aqidah dan hukum Islam diawali dari bidang pendidikan,
dakwah dan sosial agar dapat diterima dengan mudah oleh masyarakat Indonesia.

29
Al-Irsyad Al-Islamiyyah. Mabadi Al-Irsyad Al-Islamiyah, hlm. 36-40

Jami’at Khair & Al-Irsyad Laila, M.Fakhri, M.Raya, Rozana Gerakan Pemikiran Islam
15

Saat ini Al-Irsyad memiliki empat organ yang aktif sesuai dengan segmen
masing-masing. Organ tersebut, yaitu Wanita Al-Irsyad, Pemuda Al-Irsyad, Puteri Al-
Irsyad, dan Pelajar Al-Irsyad. Keempat organ ini sudah ada sejak berdirinya Al-Irsyad.
Namun, sempat tidak aktif dan pada tahun 2000 yang kemudian diaktifkan kembali dan
menuju otonomisasi sesuai dengan amanat Muktamar tahun 2000. Keempatnya
memiliki sususnan struktur sendiri dan berkontribusi sesuai segmen di masyarakat30

Struktur Organisasi

Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, Al-Irsyad pertama kali dipimpin oleh
Salim bin Awad Balweel. Hal ini tercantum dalam akte pendirian dan Anggaran Dasar
Al-Irsyad yang disahkan oleh Gubernur Jendral Hindia-Belanda. Dalam kepengurusan
Al-Irsyad, terdapat empat jabatan utama dibantu 19 pengurus Al-Irsyad. Empat jabatan
utama meliputi ketua, wakil ketua, sekretaris, dan bendahara, sedangkan 19 pengurus
yang lain menjadi komisaris dalam organisasi Al-Irsyad. Keempat jabatan itu diisi oleh
(1) Salim bin Awad Balweel sebagai Ketua, (2) Saleh bin Obeid bin Abdat sebagai
Wakil Ketua, (3) Muhammad Ubaid Abud sebagai Sekretaris, dan (4) Said bin Salim
Masy‟abi sebagai Bendahara.

Sementara itu, 19 pengurus Al-Irsyad sebagai komisaris, yaitu Ja‟far bin Umar
Balfas, Abdullah bin Ali Balfas, Abdullah bin Salmin bin Mahri, Abdullah bin Abdul
Qadir Harharah, Sulaiman bin Naji, Ahmad bin Thalib, Muhammad bin Said Al Uwaini,
Ali bin Abdullah bin „On, Mubarak bin Said Balweel, Awad bin Said bin Eili, Said bin
Abdullah Basalamah, Awad bin Ja‟far bin Mar‟ie, Salim bin Abdullah bin Musa‟ad,
Said bin Salim bin Haris, Aid bin Muhammad Balweel, Abud bin Muhammad bin Al
bin Said, Ghalib bin Said bin Thebe‟, „Abid bin Awad al „Uwaini dan Mubarak bin
Ja‟far bin Said. 19 komisaris Al-Irsyad mempunyai tanggung jawab dalam mengawasi
jalannya perhimpunan.31

Pada periode 2011-2016, Al-Irsyad dipimpin oleh Abdullah Zaidi. Penunjukan


Abdullah Zaidi sebagai ketua Al-Irsyad dilatarbelakangi oleh kedekatan beliau dengan

30
www.alirsyad.org, diakses Jumat 31 Oktober pukul 20.00 WIB
31
Hussein Badjerei, cet. Pertama 1996, Al-Irsyad: Mengisi Sejarah Bangsa, Presto prima Utama, Hlm. 74-
75

Jami’at Khair & Al-Irsyad Laila, M.Fakhri, M.Raya, Rozana Gerakan Pemikiran Islam
16

keluarga Al-Irsyad.32 Dari pendidikan SD hingga SMA, Abdullah Zaidi merupakan


lulusan Madrasah Al-Irsyad. Kemudian, kedekatan Abdullah Zaidi dengan keluarga Al-
Irsyad bertambah ketika beliau aktif ikut serta dalam kepengurusan Al-Irsyad, sehingga
beliau dipilih untuk menjadi ketua Al-Irsyad. Dalam menjalankan kepemimpinan Al-
Irsyad, Abdullah Zaidi dibantu oleh wakil Sekretaris Jendral yang bernama Zeyd Amar.
Zeyd Amar diberi amanah dalam memberikan penjelasan mengenai Al-Irsyad kepada
masyarakat umum.

Karya dari Tokoh Al-Irsyad

Surat Al-Jawab merupakan jawaban Ahmad Surkati terhadap pemimpin surat kabar
Suluh Hindia. Surat Al-Jawab berisi pembicaraan tentang kafa’ah. Permasalahan
kafa’ah pada zaman itu semakin luas ketika Ahmad Surkati memberikan penjelasan
tentang dibolehkan pernikahan sesama muslim tanpa dilihat dari nasabnya. Surat Al-
Jawab ditulis oleh Ahmad Surkati pada tahun 1915.33

Risalah Tawjih Al-Qur`an ila Adab Al-Qur`an berisi tentang kedekatan


seseorang kepada Nabi Muhammad SAW bukan dilihat dari keturunan, namun atas
ketekunan dan kesungguhan dalam mengikuti dakwahnya.34 Dari isi risalah ini dapat
diketahui bahwa Nabi Muhammad SAW menjunjung tinggi kesetaraan antara umat
Islam dan tidak membeda-bedakan umat Islam berdasarkan nasabnya, sedangkan hanya
ketakwaan kepada Allah yang membedakan antara umat Islam di mata Allah.

Az-Zachirah Al-Islamiyyah merupakan majalah bulanan yang diterbitkan oleh


Ahmad Surkati pada tahun 1923. Majalah ini diterbitkan dalam dua bahasa, yaitu bahasa
Arab dan bahasa Indonesia. penggunaan dua bahasa ini ditujukan untuk masyarakat
Arab yang tinggal di Indonesia dan masyarakat Indonesia yang tidak mengerti bahasa
Arab. Majalah Az-Zachirah Al-Islamiyyah fokus berbicara tentang masalah agama,
khususnya hadits-hadits palsu yang telah menyebar di kalangan ulama dan santri
Indonesia. pada masa awal berdirinya majalah az-Zachirah Al-Islamiyyah, Ahmad

32
Yon Machmudi, cet. Pertama 2013,Sejarah dan Profil Ormas-Ormas Islam di Indonesia, Depok: PKTTI
UI, hlm. 56
33
Yon Machmudi, cet. Pertama 2013, Sejarah dan Profil Ormas-Ormas Islam di Indonesia, Depok:
PKTTI UI, hlm. 55
34
Yon Machmudi, cet. Pertama 2013, Sejarah dan Profil Ormas-Ormas Islam di Indonesia, Depok:
PKTTI UI, hlm. 55

Jami’at Khair & Al-Irsyad Laila, M.Fakhri, M.Raya, Rozana Gerakan Pemikiran Islam
17

Surkati selaku Pemimpin Redaksi dan didampingi oleh Muhammad Nur Al-Anshory
sebagai Adminstratur dan Abdullah Badjerei sebagai Redaktur.35

Kontribusi Al-Irsyad Terhadap Bangsa

Menurut Zeyd Amar, usaha yang dilakukan oleh Al-Irsyad secara umum terbagi
menjadi tiga bidang, yaitu di bidang pendidikan, dakwah, dan sosial. Di bidang
pendidikan, terdapat 132 cabang Al-Irsyad baik yang aktif maupun pasif. Cabang yang
pasif menurut Zeyd Amar disebabkan tidak adanya masjid di daerah tersebut yang
merupakan tempat pendidikan dan penyebaran dakwah. Cabang-cabang Al-Irsyad
terdiri dari Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas.
Penamaan sekolah umum Al-Irsyad berbeda dengan sekolah umum yang didirikan oleh
pemerintah, sekolah Al-Irsyad lebih banyak memasukkan pelajaran agama (bahkan
lebih banyak dan lebih luas daripada pelajaran agama di madrasah umum yang didirikan
oleh pemerintah) sehingga lulusan pelajar Al-Irsyad telah mendapatkan pendidikan
agama disana. Terdapat pula pesantren dan boarding school yang didirikan oleh Al-
Irsyad, salah satunya boarding school yang didirikan di Cileungsi dan pesantren yang
didirikan di Papua.

Di bidang dakwah, terdapat pendirian masjid-masjid yang didirikan oleh


anggota-anggota Al-Irsyad. Pendirian ini dilakukan untuk kepentingan umat Islam
dalam menjalankan shalat berjamaah dan mendapatkan ajaran agama yang disampaikan
langsung oleh guru atau ustadz dari Al-Irsyad. Al-Irsyad juga melakukan tabligh-
tabligh dalam kegiatan dakwahnya serta melakukan penerbitan buku. Khusus penerbitan
buku, akhir-akhir ini tidak diadakan kembali. Akan tetapi, terdapat proses penyalinan
majalah Az-Zakhirah Al-Islamiyyah yang dilakukan oleh Zeyd Amar yang berjumlah
10 edisi.

Di bidang sosial, terdapat pendirian rumah sakit dan mendirikan usaha-usaha.


Pendirian rumah sakit Al-Irsyad mempunyai perbedaan dengan rumah sakit pada
umumnya. Rumah sakit Al-Irsyad lebih mementingkan pengobatan lebih dahulu, pasien
tidak disuruh pergi ke loket untuk melakukan pembayaran. Hal ini disebabkan
kesehatan pasien lebih diutamakan dan terdapat perlakuan khusus bagi pasien tidak

35
Hussein Badjerei, cet. Pertama 1996, Al-Irsyad: Mengisi Sejarah Bangsa, Presto prima Utama, Hlm. 41

Jami’at Khair & Al-Irsyad Laila, M.Fakhri, M.Raya, Rozana Gerakan Pemikiran Islam
18

mampu dengan tidak dibebankan biaya perawatan selama di rumah sakit dengan
melakukan prosedur dari rumah sakit Al-Irsyad. Hingga saat ini terdapat empat cabang
rumah sakit Al-Irsyad yaitu di Bogor, Haugelis, Pekalongan dan Surabaya (wawancara
Zeyd Amar).

Sementara menurut Yon Machmudi dalam bukunya yang berjudul “Sejarah dan
Profil Ormas-Ormas Islam di Indonesia”, usaha yang dilakukan Al-Irsyad secara umum
terbagi menjadi tiga, yaitu lembaga pendidikan, lembaga sosial dan pelayanan
kesehatan. Dalam lembaga pendidikan, terdapat lembaga kanak-kanak hingga perguruan
tinggi yang berjumlah sekitar 318 lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan Al-Irsyad
meliputi taman kanak-kanak, taman pendidikan Qur‟an, SD, SMP, SMA, sekolah
kejuruan, pesantren berasrama dan pesantren tahfidz Al-Qur`an untuk putri.

Di lembaga sosial, terdapat pendirian panti asuhan anak yatim, akademi perawat,
dan investasi gedung-gedung bertingkat. Pendirian panti asuhan anak yatim merupakan
salah satu bentuk kepedulian Al-Irsyad terhadap anak-anak Indonesia yang tidak
mempunyai orang tua dan dibesarkan oleh Al-Irsyad serta diajarkan pendidikan,
khususnya pendidikan agama. Pendirian akademi perawat ditujukan bagi pelajar
Indonesia yang ingin menimba ilmu dalam keperawatan dan diharapkan menjadi
perawat-perawat yang berkualitas dan berguna bagi Indonesia. Di bidang pelayanan
kesehatan, Al-Irsyad mendirikan rumah sakit di beberapa wilayah pulau Jawa.36

Al-Irsyad juga aktif dalam melakukan komunikasi dengan ormas-ormas Islam


yang ada di Indonesia dengan tujuan mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa. Hal
ini sejalan dengan pendapat Zeyd Amar yang mengatakan bahwa Al-Irsyad bersifat
toleran terhadap ormas lain, dalam arti saling menghargai ormas-ormas Islam yang ada
di Indonesia. Hingga saat ini terdapat 14 ormas Islam yang ikut serta dalam komunikasi
dengan Al-Irsyad.37

Salah satu bentuk komunikasi yang terjalin antara Al-Irsyad dengan ormas Islam
yang lain adalah dengan hadirnya Ahmad Surkati dalam ceramah yang diselenggarakan

36
Yon Machmudi, cet. Pertama 2013, Sejarah dan Profil Ormas-Ormas Islam di Indonesia, Depok:
PKTTI UI, hlm. 59
37
Yon Machmudi, cet. Pertama 2013,Sejarah dan Profil Ormas-Ormas Islam di Indonesia, Depok:
PKTTI UI, hlm. 59

Jami’at Khair & Al-Irsyad Laila, M.Fakhri, M.Raya, Rozana Gerakan Pemikiran Islam
19

oleh Jong Islamieten Bond atau yang lebih dikenal dengan Muhammadiyyah. Tidak
hanya Ahmad Surkati, terkadang muridnya yang bernama Abdullah Badjerei atau Ali
Harharah juga ikut dalam mengisi ceramah di JIB atas penunjukan langsung dari
Ahmad Surkati.38

Di antaranya dalam permasalahan:

1) Kafa’ah (kesetaraan dalam perkawinan)


2) Tidak diperbolehkan untuk menikahkan perempuan sayyid dengan non-
sayyid, walaupun ia menyetujuinya dan mengesampingkan hak
kesejajarannya bahkan dengan persetujuan wali. Hak kesejajaran didasari
harga diri.
3) Taqbil (mencium tangan sayyid bila bersalaman)
4) Orang bukan sayyid diwajibkan mencium tangan kalangan Arab yang
menyandang gelar sayyid.

Al-Irsyad Al-Islamiyah adalah perjimpunan yang didukung oleh kaum muslim


dengan berpegang teguh dan menjujung tinggi Al-Musawwa atau persamaan derajat.
Para pendiri memberi nama organisasi ini Al-Irsyad, menurut Majelis Dakwah Al-
Irsyad, nama „Irsyad‟ mengacu pada nama Jam‟iyat Al-Da‟wah wa Al-Irsyad yang
didirikan Rasyid Ridha di Mesir. Organisasi ini bergerak dalam bidang pendidikan dan
social keagamaan.

Prinsip-prinsip Gerakan Al-Irsyad :

1) untuk meneguhkan doktrin persatuan dengan membersihkan shalat dan doa dari
kontaminasi unsur politheisme (kemurnian Tauhid),
2) untuk mewujudkan kesetaraan di antara kaum muslim dan mencari dalil yang
shahih di dalam Al-Qur`an dan Sunah, serta mengikuti jalan yang salaf untuk
semua solusi masalah agama yang diperdebatkan,

38
Hussein Badjerei, cet. Pertama 1996, Al-Irsyad: Mengisi Sejarah Bangsa, Presto prima Utama, Hlm. 61

Jami’at Khair & Al-Irsyad Laila, M.Fakhri, M.Raya, Rozana Gerakan Pemikiran Islam
20

3) untuk memerangi taqlid a’ma (penerimaan membabi buta) yang berkonflik


dengan dalil aqli (sesuai akal) dan dalil naqli (sesuai Al-Qur`an dan Sunah),
4) untuk menyiarkan pengetahuan alam sesuai Islam dan menyebarkan kebudayaan
Arab yang sesuai dengan ajaran Allah,
5) mencoba untuk menciptakan pemahaman dua arah antara muslim Indonesia dan
Arab.

Hakekat Al-Irsyad:

1) Suatu perhimpunan Islam yang bertujuan memurnikan tauhid, ibadah dan


amaliyah Islam.

2) Bergerak di bidang pendidikan, pengajaran, kebudayaan dan dakwah Islam serta


kemasyarakatan berdasarkan Al-Qur`an dan Sunnah.

3) Mewujudkan pribadi muslim dan masyarakat Islam menuju keridhoan Allah.

Sistem Pendidikan

Jenjang pendidikan yang diberlakukan oleh Al-Irsyad yaitu :

1) Awwaliyah selama 3 tahun

2) Ibtidaiyyah selama 4 tahun

3) Tajhiiziyah selama 2 tahun

4) Mu’allimin selama 4 tahun

5) Takhassus selama 2 tahun

Cabang-cabang Al Irsyad :

1) Tegal, 29 Agustus 1917 ketua : Ahmad Ali Baisa

2) Pekalongan, 20 november 1817 ketua : Said bin Salmin Sahaq

3) Bumiayu, 14 oktober 1918 ketua: Husein bin Muhammad Alyazidi

4) Cirebon, 31 oktober 1918 ketua : Ali Awad Baharmuz

5) Surabaya, 21 januari 1919 ketua : Muhammad bin Rayis bin Thalib.

Jami’at Khair & Al-Irsyad Laila, M.Fakhri, M.Raya, Rozana Gerakan Pemikiran Islam
21

Penutup

Jami‟at Khair dan Al-Irsyad merupakan dua organisasi pembaharuan dalam


bidang pendidikan di Indonesia. Terdapat pasang surut dalam sejarah pendirian dua
organisasi ini. Pada awal pendiriannya, Jami‟at Khair yang didirikan oleh keturunan
Arab di Batavia hanya bergerak pada bidang sosial. Akan tetapi, ketika melihat kondisi
pendidikan pada masa kolonialisasi Belanda mereka mulai menfokuskan pada bidang
pendidikan. Keturunan Arab yang menetap di Indonesia memiliki kedudukan yang
cukup tinggi pada masa Pemerintahan Hindia-Belanda. Oleh karena itu mereka bisa
mendapat izin untuk mendirikan organisasi Islam di Indonesia.

Di bidang pendidikan mereka mendirikan dan mengurus gedung-gedung sekolah


serta bangunan lain di Batavia demi kepentingan umat Islam. Mereka mengupayakan
sekolah-sekolah untuk memperoleh pengetahuan agama Islam, serta mendirikan
perpustakaan yang mengupayakan buku-buku untuk menambah pengetahuan dan
kecerdasan. Sehingga bisa dikatakan Jami‟at Khair sebagai pelopor modern organisasi
Islam dalam bidang pendidikan.

Al-Irsyad didirikan oleh Syekh Ahmad Surkati yang dulunya merupakan


pengajar di Jami‟at Khair. Beliau keluar dari Jami‟at Khair karena adanya perbedaan
pendapat dalam tujuan sebenarnya organisasi Khair yang telah banyak merambah ke
bidang politik dan ekonomi. Selain itu, Surkati mulai mengajarkan tentang pentingnya
persamaan sesama muslim di Jami‟at Khair. Ajaran Surkati ini menimbulkan benih-
benih perpecahan dengan golongan sayyid Jami‟at Khair. Hal ini disebabkan ide
persamaan sesama muslim dapat mengancam kedudukan mereka diatas dari golongan
non-sayyid di Jawa. Sehingga Syekh Ahmad Surkati keluar dan mendirikan organisasi
Al-Irsyad yang tujuannya hanya berfokus dalam di bidang pendidikan, dakwah, dan
sosial serta menekankan pentingnya persamaan sesama muslim.

Di bidang pendidikan Al-Irsyad mendirikan banyak sekolah-sekolah, terdapat


132 cabang Al-Irsyad baik yang aktif maupun pasif. Penamaan sekolah umum Al-Irsyad
berbeda dengan sekolah umum yang didirikan oleh pemerintah, sekolah Al-Irsyad lebih
banyak memasukan pelajaran agama (bahkan lebih besar dari pelajaran agama di
madrasah umum yang didirikan oleh pemerintah) sehingga lulusan pelajar Al-Irsyad
telah mendapatkan pendidikan agama disana.

Jami’at Khair & Al-Irsyad Laila, M.Fakhri, M.Raya, Rozana Gerakan Pemikiran Islam
22

Dalam bidang dakwah, Al-Iryad mendirikan masjid-masjid. Pendidkan


dilakukan untuk kepentingan umat Islam dalam menjalankan shalat berjamaah dan
mendapatkan ajaran agama yang disampaikan langsung oleh guru atau ustadz dari Al-
Irsyad. Al-Irsyad juga melakukan tabligh-tabligh dalam kegiatan dakwahnya serta
melakukan penerbitan buku. Khusus penerbitan buku, akhir-akhir tidak diadakan
kembali. Akan tetapi terdapat proses penyalinan majalah az-Zakhirah Al-Islamiyyah
yang dilakukan oleh Zeyd Amar yang berjumlah 10 edisi.

Di bidang sosial, terdapat pendirian rumah sakit dan mendirikan usaha-usaha.


Pendirian rumah sakit Al-Irsyad mempunyai perbedaan dengan rumah sakit pada
umumnya. Rumah sakit Al-Irsyad lebih mementingkan pengobatan lebih dahulu, pasien
tidak disuruh pergi ke loket untuk melakukan pembayaran. Hal ini disebabkan
kesehatan pasien lebih diutamakan dan terdapat perlakuan khusus bagi pasien tidak
mampu dengan tidak dibebankan biaya perawatan selama di rumah sakit dengan
melakukan prosedur dari rumah sakit Al-Irsyad. Hingga saat ini terdapat empat cabang
rumah sakit Al-Irsyad yaitu di Bogor, Haugelis, dan Pekalongan.

Jami’at Khair & Al-Irsyad Laila, M.Fakhri, M.Raya, Rozana Gerakan Pemikiran Islam
23

Daftar Pustaka

Affandi, Bisri. 1999. Syaikh Ahmad Syurkati (1874-1943) Pembaharu dan Pemurni
Isam di Indonesia. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Al-Irsyad Al-Islamiyyah. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Periode


2012-2017.

Al-Irsyad Al-Islamiyyah. Mabadi Al-Irsyad Al-Islamiyah.

Badjerei, Hussein. cet. Pertama 1996. Al-Irsyad: Mengisi Sejarah Bangsa. Presto Prima
Utama.

Ernawati, Kokom.2013. Pembaharuan Lembaga Pendidikan Islam Jami’at Khair di


Nusantara pada tahun 1905 sampai Pasca Kemerdekaan.(Skripsi UIN Jakarta).

Machmudi, Yon. cet. Pertama 2013, Sejarah dan Profil Ormas-Ormas Islam di
Indonesia. Depok: PKTTI UI.

Muaz, Enizar. 1987.Jami’at Khair sebagai salah satu Pelopor Pembaharuan


Pendidikan Islam di Indonesia. (Skripsi UI).

Mutiah. 1981. Gerakan Pembaharuan Islam di Indonesia; Khususnya Al-Irsyad.


Depok: FSUI.

Noer, Deliar. 1980. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3ES
Anggota IKAPI.

Jami’at Khair & Al-Irsyad Laila, M.Fakhri, M.Raya, Rozana Gerakan Pemikiran Islam

Anda mungkin juga menyukai