Anda di halaman 1dari 15

“INDONESIA: DARI KONFLIK KE KOMPROMI”

Masuknya Islam Ke Indonesia dan Hubungan Antara


Islam dan Negara dari Sebelum Kemerdekaan Hingga
Reformasi

Miftahul Huda 11191120000006


Abyan Farid Panjaitan 11191120000014
MASUKNYA ISLAM KE INDONESIA
Berikut adalah beberapa teori masuknya Islam ke Indonesia:

1. Teori Arab
Teori ini didukung oleh Krawfurl, Keijzer, Nieman, de Hollender, J. C. Van Leur, Thomas W.
Arnold, al-Attas, HAMKA, Djajadiningrat, Mukti Ali dan tokoh yang paling gigih mempertahan
teori ini adalah Naquib al-Attas. Teori ini menyatakan bahwa Islam datang langsung dari Arab,
dibawa oleh pedagang-pedagang Arab pada abad pertama hijriah. Teori yang menyatakan bahwa
Barus adalah daerah pertama yang disinggahi pedagang-pedagang muslim Arab ini dibuktikan
dengan penemuan arkeolog akan sumber-sumber epigrafi yang berbentuk batu nisan. Dari
sekian banyak batu nisan hanya 38 buah yang mempunyai tulisan. 36 buah tersebar di Kompleks
Makam Ibrahim, Kompleks Makam Ambar, Kompleks Makam Maqdum, Kompleks Makam
Mahligai dan makam Papan Tinggi sedangkan dua lagi ada di museum Medan.

2. Teori Gujarat
Teori ini dikemukan oleh Pojnappel, menurutnya orang-orang Arab yang bermazhab Syafi’i yang
berimigrasi dan menetap di India yang kemudian membawa Islam ke nusantara. Teori ini
kemudian dikembangan oleh Snouck Hurgronje, menurutnya ulama-ulama Gujaratlah penyebar
Islam pertama di nusantara, baru kemudian disusul orang-orang Arab.
MASUKNYA ISLAM KE INDONESIA
3. Teori Persia
Bukti yang diajukan teori ini adalah ditemukan pengaruh Persia dalam kehidupan masyarakat pada abad ke-11. Bukti-bukti
tersebut mengacu pada pengaruh bahasa, Ini dapat dilihat dari bahasa Arab yang digunakan masyarakat Indoenesia. Kata-
kata yang berakhiran huruf “ta” pada kata marbuthah ketika berhenti dibaca “h”. Menurut Nurkholis ini menunjukkan
bahwa bahasa Arab tidak langsung dari Arab, tapi dari Persia. Salah seorang tokoh teori ini adalah P. A. Hoesein
Djajadiningrat. Teori ini menitikberatkan tinjauannya kepada budaya yang hidup di kalangan msyarakat Islam Indonesia
seperti peringatan hari Asyura pada 10 Muharram, adanya kesamaan ajaran antara Syekh Siti Jenar dengan ajaran Sufi Iran
al-Hallaj, Nisan makan malikul Saleh dan makam Malik Ibrahim, dan sebagainya

4. Teori Cina
Menurut teori ini Islam datang ke Indonesia dibawa oleh pedagang-pedagang muslim Cina, melalui jalur perdagangan pada
abad ke 7-8 Masehi. Adapun tempat yang pertama didatangi adalah daerah Sumatera. Perlu dipahami bahwa teori ini tidak
berbicara tentang awal datangnya Islam ke Indonesia, melainkan tentang peran muslim Cina dalam menyumbangkan data
informasi tentang adanya komunitas muslim di Indonesia serta dan perannya dalam perkembangan pada abad ke 15/16
Masehi.

5. Teori Turki
Teori perkembangan ini diajukan oleh Martin van Bruinessan, menurutnya selain orang Arab dan Cina, orang Indonesia juga
menerima Islam dari orang-orang Kurdi dari Turki. Alasan yang diajukan oleh teori ini adalah. Pertama, banyak Ulama Kurdi
yang berperan aktif dalam dakwah Islam di Indonesia. Kedua, kitab karangan Ulama Kurdi menjadikan rujukan yang
berpengaruh luas, diantaranya pengaruh Ulama Ibrahim al-Kuarani, seorang Ulama Turki di Indonesia melalui tarekat
Syatariyah. Ketiga, Tradisi Barzanji popular di Indonesia
Hubungan Islam Dan Negara Sebelum
Kemerdekaan Indonesia
A. Sebelum Penjajahan Belanda
Singkat cerita, pada fase ini Islam mendapat kejayaannya di bumi Nusantara
pada periode kerajaan Islam Demak tahun sampai dengan kerajaan
Mataram, yakni rentang abad 15-16 M. Sistem politik diaktifkan untuk
melakukan dakwah Islamiah secara profesional melalui kegiatan para
pengemban, aparat pemerintahan, mujahid, termasuk wali dibawa naungan
kekuasaan formal (kesultanan Islam). Dengan demikian terjadilah
perkembangan Islam yang luar biasa dimana hampir semua penduduknya
masuk Islam dalam waktu yang relatif singkat. Pada masa keemasan Islam di
Indonesia inilah para mujahid memperoleh dukungan penuh baik secara
materil maupun moril. Karena penguasa negara memiliki persepsi
(keimanan) bahwa Islam itulah cara mengelola masyarakat yang terbaik dan
mampu menyelamatkan masyarakat dan dunia dari eksploitasi orang-orang
Hubungan Islam Dan Negara Kemerdekaan
Indonesia
B. Masa Kolonial Belanda
Masuknya imperialisme Barat yang dibawa oleh Belanda juga membawa semangat penyebaran agama Kristen di
dalamnya. Mereka mendirikan gereja, sekolah dan tempat hiburan untuk sosialisasi agama Kristen. Pada saat
yang sama penjajah juga mengharuskan kesultanan yang berada di bawah kendali mereka untuk tidak lagi
membawa misi dakwah Islam dalam proses pemerintahannya dan membatasi fungsi kekuasaan hanya untuk
pengelolaan urusan ekonomi dan politik.

Kemudian, memasuki abad ke 20, Islam di Indonesia mulai bergerak ke arah modern, dimana kesadaran bangsa
Indonesia khususnya Umat Islam bangkit dengan berbagai gerakan-gerakan politik, sosial, serta keagamaan.
Bermula dari pembaruan pemikiran dan pendidikan Islam di Minangkabau, yang disusul oleh pembaruan
pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat Arab di Indonesia, kebangkitan Islam semakin berkembang
membentuk organisasi-organisasi sosial keagamaan seperti Sarikat Dagang Islam (SDI) di Bogor (1909) dan Solo
(1911), Persyarikatan Muhammadiyah di Yogyakarta (1912) Persatuan Islam (Persis) di Bandung (1920), Nahdatul
Ulama (NU) di Surabaya (1926) dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah di Bukittinggi (1930); dan parta-partai politik
seperti Sarikat Islam (SI) yang merupakan kelanjutan dari SDI, Persatuan Muslimin Indonesia (Permi) di Padang
Panjang (1932) dan Partai Islam Indonesia (PII) pada tahun 1938.
Hubungan Islam Dan Negara Sebelum Kemerdekaan
Indonesia
C. Masa Penjajahan Jepang

menurut Badri Yatim, justru jepang lebih mengakomodasi berdirinya partai ketimbang
Belanda. Di mana Jepang saat itu mengakomodasi partai Islam dan Nasionalis
sekuler.Hal ini dilakukan Jepang karena meyakini bahwa dengan mengakomodasi
kalangan Islam, maka kekuatan massa akan diperoleh dan hanya dengan pendekatan
agama penduduk Indonesia dapat dimobilisasi. Hal ini dilakukan Jepang dengan
maksud menunjang tujuan perang. Sekalipun Jepang tidak suka berhubungan dengan
pemimpin parpol Islam, namun Jepang memerlukan para ulama untuk membentuk
wadah organisasi baru untuk membina ulama dan umat Islam.Untuk mewujudkan
maksud tersebut, maka dibentuklah Kantor Urusan agama.
Hubungan Islam dan Negara Setelah
Kemerdekaan Indonesia
● Orde Lama

Dalam Periode ini, terjadi perdebatan-perdebatan tentang dasar ideologi negara, pertentangan paling
sengit berlangsung antara para pendukung ideologi Islam dan Pancasila. Dalam diskursus ini, kelompok
Islam pada dasarnya menyatakan kembali aspirasi-asprasi ideologi-politik yang sudah mereka
kemukakan pada masa prakemerdekaan, yakni mendirikan negara yang jelas-jelas berdasarkan Islam.
Mereka mengusulkan agar Islam dijadikan ideologi negara berdasarkan argumenargumen berikut :
pertama, watak holistik Islam. Kedua, keunggulan Islam atau semua ideologi dunia lain. Ketiga,
kenyataan bahwa Islam dipeluk oleh mayoritas warga negara Indonesia.
● Orde Lama
Namun kelompok pendukung Pancasila tidak tinggal diam, mereka juga melakukan perlawanan-perlawanan dengan
jalur penalaran dan logika, tokoh-tokoh seperti Roeslan Abdul gani, seorang Muslim dengan orientasi ideologis-politis
nasionalis, menolak pandangan bahwa Pancasila merupakan konsep yang netral, apalagi ideologi sekuler. Kenyataan
bahwa Pancasila mengadung sila seperti “Ketuhanan yang Maha Esa,” dan bahwa dengan agama (yakni Departemen
Agama) merupakan indikasi kuat bahwa Indonesia tidak berdasarkan kepada ideologi sekuler.
Dapat dibayangkan jika akhirnya kompromi sangat sulit didapatkan. Bahkan ketika kelompok Islam mundur dari
tuntutan mereka yang awal untuk menjadi Islam sebagai dasar negara dan hanya menuntut penegasan kembali Piagam
Jakarta, konflik tersebut telah terlanjur menyebabkan macetnya sidang-sidang Majelis Konstituante. Dilihat dari
kekuatan elektoral mereka, tidak satupun partai yang memiliki suara yang diperlukan (yakni mayoritas 2/3suara) untuk
menyetujui preferensi-preferensi ideologis mereka. Sementara itu, usulan untuk kembali kepada UUD 1945 tidak
mendapatkan dukungan diperlukan. Sehingga mendorong Presiden Soekarno dengan dukungan tentara, untuk

mengeluarkan dekrit Presiden yang menyatakan kembali ke UUD 1945 .


● Orde Baru
Pada masa Orde Baru banyak upaya-upaya yang dilakukan pemerintahan pada masa itu untuk melemahkan lawan-lawan
politiknya, dengan berbagai macam cara melakukan fusi partai-partai Islam, yang melahirkan Partai Persatuan
Pembangunan tahun 1973. Langkah berikutnya adalah dikemukakannya gagasan P4 (Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila) pada pemilu 1977, dan kemudia menjadi Tap NO. II MPR 1978. Upaya itu mencapai puncaknya,
ketika Pancasila ditetapkan sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara malalui
UU NO. 3 tahun 19.85 tentang partai politik dan Golkar, dan UU No. 8 tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan.

Dalam kurun waktu yang begitu panjang sudah tentu terjadi pergolakanpergolakan yang sengit dan cukup panjang antara
Islam dan Pemerintah. Dalam melihat hubungan tersebut setidaknya kita bisa membagi pola hubungannya kedalam tiga
bagian, yang bagian ini terbagi 3 yaitu fase Antagonosistik, Resiproskral Kritis dan Akomodatif.
1. Hubungan Antagonistik
Pertentangan ini dimulai awalnya dikarena penolakan pemerinthan Orde Baru menolak untuk
merahibilitasi partai Masyumi, karena pemerintahan Orde Baru takut dan masih memiliki trauma
mendalam terutama kaum ABRI terhadap pemahaman yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD
1945 Setelah melakukan negosiasi panjang akhirnya para aktivis Politik Islam terutama para Senior
Masyumi sadar bahwa mereka tidak mungkin direahbilitasi oleh pemeintahan Orde Baru sehingga
membuat mereka melakukan Stategi baru dalam melakukan perjuanagan perpolitikan dalam kanca
Nasional.yaitu engan pendirian partai baru yang diberi nama PARMUSI (Partai Muslim Indonesia)
Namun tetap saja ada pesyarat yang harus diputuhi yaitu dilarangnya mantan pemimpin Masyumi
menduduki kursi pemimpin di Partai tersebut. Pada Masa ini banyak upaya yang dilakukan
pemerintahan Orde Baru terhadap Politik Islam pada masa itu karena ditakutkan akan menjadi lawan
terberat di masa depan kelak.
2. Hubungan Respirokal Kritis
Hubungan yang kritis antara pemerintah dan Politik Islam terjadi sekitar tahun 1980-1985 . hubungan resiprokal,
yaitu suatu hubungan yang mengarah pada timbulnya saling pengertian timbal balik serta pemahaman diantara kedua
belah pihak. Dalam periode ini mulai timbul kesadaran pemerintah bahwa Islam merupakan denominasi politik yang
tidak bisa dikesampingkan. Pada periode ini Orde Baru mulai memandang Islam sebagai yang mayoritas sebagai
faktor dan modal yang tidak bisa dikesampingkan.
Pada masa ini aktivis muda mulai berani mengkrtik pemikiran Politik Islam yang dilakukannya dalam diskusi-diskusi
panjang dan intens dikalangan kelompok HMI sampai pada beberapa kesimpulan teologis. Pertama, dalam pandangan
mereka, tidak ada bukti yang tegas bahwa Al-Qur’an dan Sunnah mewajibkan kaum Muslim untuk mendirikan negara
islam. Kedua, mereka mengakui bahwa Islam memberi seperangkat prinsip sosial-politik. Ketiga, karena Islam
dipahami sebagai agama yang kekal dan universal, maka pemahaman kaum Muslim terhadapnya tidak boleh dibatasi
hanya kepada pengertian formal dan legalnya, khususnya yang dibangun dalam konteks ruang dan waktu tertentu.
Keempat, mereka percaya bahwa hanya Allah yang mengetahui kebenaran Mutlak.
3. Hubungan Akomodatif
● Pola hubungan yang ketiga berifat akomodatif atau integratif simbiosis. Pola hubungan saling
mengerti ini berlangsung antara antara tahun 1985-1997 yang ditandai dengan responsifnya
pemerintah, yang antara lain ditandai dengan lahirnya sejumlah kebijakan yang akomodatif
terhadap kelompok Islam.
● Pada masa ini terjadi transformasi sosial dalam memaknai arti politik Islam dan negara, pada
fase ini juga terjadi fase pembaharuan dengan menjadikan Masyarakat sebagai wadah
berorientasi dan berperspektif.
● Kaitan antara gerakan tranformasi sosial ini dengan usaha-usaha membangun hubungan yang
harmonis antara Islam politik dan negara. Pertama, kepedulian aliran intelektual ini terutama
adalah transformasi masyarakat secara egaliter dan emansipatoris. Kedua, sudah luas diketahui
bahwa pemerintahan Orde Baru sangat kuat
● Masa Reformasi
Periode era reformasi ini umat Islam terpecah terbagi dua aliran besar pada umumnya dalam memahami perbedaan
pola hubungan antara Islam dan negara di Indonesia, dua aliran tersebut adalah Islam yang menghendaki Syariat Formal
dan Islam Mainstream atau Islam Modern. Pada masa ini juga gerakan-gerakan bernuansa garis keras pun bermunculan
dan tumbuh.
1. Islam garis keras
Individu/organisasi garis keras adalah yang menganut pemutlakan atau absolutisme pemahaman agama; bersikap tidak
toleran terhadap pandangan dan keyakinan yang berbeda; berperilaku atau menyetujui perilaku memaksakan
pandangan sendiri kepada orang lain; memusihi dan membenci orang lain karena berbeda pandangan; mendukung
pelarangan oleh pemerintah dan/ atau pihak lain atas keberadaan pemahaman dan keyakinan agama yang berbeda;
membenarkan kekerasan terhadap orang lain yang berbeda pemahaman dan keyakinan tersebut; menolak dasar negara
Pancasila sebagai landasan hidup bersama bangsa Indonesia; dan/ atau menginginkan dasar negar Islam, bentuk negara
Islam atau Khilafah Islamiyah.
2. Islam Moderat
Islam moderat adalah yang menerima dan menghargai pandangan dan keyakinan yang berbeda
sebagai fitrah; tidak mau memaksakan kebenaran yang diyakininya kepada orang lain, baik secara
langsung atau melalui pemerintah; menolak cara-cara kekerasan atas nama agama dalam bentuk
apapun; menolak berbagai bentuk pelanggaran untuk menganut pandangan dan keyakinan yang
berbeda sebagai bentuk kebebasan beragama yang dijamin oleh konstitusi negara kita; menerima
dasar negara Pancasila sebagai landasan hidup bersama dan bentuk Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) sebagai konsensus final dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang
melindungi perbedaan dan keragaman yang ada di tanah air.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai