Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Pemikiran Filsafat Pendidikan Islam Para Ahli Pedidikan Islam (Ibnu Khaldun, Ikhwan Al-Shafa dan KH. Ahmad Dahlan) Diajukan untk memenuhi tugas mata kuliah F.P.I (Filsafat Pendidikan Islam) Dosen Pembimbing Dra. Sulistyorini, M.Ag.

Disusun Oleh Kelompok : 09 1. Lafiful huda 2. Siti munirah 3. Fita lutfi M. 4. Fika wahyu P. 5. Hanik muthaharah (3211063078) (3216063107) (3211063056) (3211063055) (3211063059)

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri


STAIN Tulungagung
11 juni 2008

KATA PENGANTAR Dengan rahmat Allah SWT Yang Maha Kuasa kami bisa menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik, walupun masih banyak kekurangan disana sini. Namun harapan kami dengan kekurangan ini bisa menambah pengalaman kami dalam membuat makalh-makalah selanjutnya. Shalawat serta salam tetap terlimpahkan kepada junjungan Nabi Agung Muhammad SAW yang kita nantikan safaatnya dihari akhir nanti. Rasa terima kasih kami sampaikan kepada segenap element yang telah berkenan memberikan sumbangan jasanya baik tehnik maupun non tehnik, terutama kepada dosen pembimbing kami. Sekian pra kata dari kami bila ada kekurangan maupun kelebihannya kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Penyusun

11 juni 2008

ii

Daftar Isi
Halaman Judul Kata Pengantar Daftar Isi BAB I Pendahuluan A. Latar belakang B. Rumusan masalah. C. Penutup BAB I Pembahasan A. Ibnu khaldun B. Ikhwan Al-Shafa C. KH. Amad dahlan BAB IIIPenutup Kesimpuln Daftar Pustaka i ii iii 01 01 01 01 02 02 04 06 08 08 09

iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemunculan tradisi keilmuan yang berkaitan dengan pemikiran dalam filsafat didunia Islam tidak dapat terpisahkan dari kondisi lingkungan dunia pendidikan Islam di Indonesia khususnya, dan dunia Islam pada umumnya masih dihadapkan pada berbagai persoalan mengenai rumusan tujuan pendidikan yang kurang sejalan dengan tuntutan masyarakat, sampai persoalan guru, metode kurikulum dan sebagainya. Upaya untuk mengetahui masalah masih terus dilakukan dengan berbagai upaya, akan tetapi upaya untuk kondisi kependidikan semacam itu, perlu dikaji lagi pada akar permasalahannya ang bertumpu pada pemikiran filosofis. Yaitu para ahli pendidikan Islam. Sehingga pendidik, peserta didik dan masyarakat hendaknya bekerja sama dan saling membantu dalam membangun kehidupan keagamaan yang baik dan mendukung tujuan pendidikan yang telah dirumuskan. B. Rumusan Masalah. 1. Bagaimana pemikiran filsafat pendidikan Islam menurut Ibnu Khaldun? 2. Bagaimanakah pemikiran filsafat pendidikan Islam menurut Ikhwan al-Shafa? 3. Bagaimanakah pemikran filsafat pendidikan Islam menurut KH. Ahmad Dahlan? C. Tujuan Pembahasan. 1. Agar pembaca mengetahui dan memahami pemikiran Ibnu Khaldun tentang filsafat pendidikan Islam. 2. Agar mengetahui dan memahami pemikiran Ikhwan Al-Shafa tentang filsafat pendidikan Islam. 3. Agar pembaca mengetahui dan memahami pemikiran KH. Ahmad Dahlan tentang filsafat pendidikan Islam.

BAB II PEMBAHASAN A. Ibnu Khaldun Abdul Al-Rahman Abu Zaid Ibnu Muhammad Ibn Khaldun (lebih dikenal dengan Ibnu Khaldun, lahir diTunisia tanggal 1 Ramadhan 732H /27 Mei 1332M dan meninggal diKairo 25 Ramadhan 808 h / 19 Maret 1406 M. Beliau menerima pendidikan dari ayahnya, sejak kecil mempelajari tajwid, menghafal Al-quran. Ia juga mempelajari Tafsir, Hadist, Fiqih (Maliki), Gramatika, Bahasa arab, Ilmu mantiq dan Filsafat. 1. Pandangan tentang manusia didik. Ibnu khaldun melihat manusia tidak terlalu menekankan pada segi kepribadiannya tetapi lebih banyak melihat manusia dalam hubungannya dan interaksinya dengan kelompok-kelompok yang ada dimasyarakat. Menurut Ibnu Khaldun, manusian memiliki perbedaan dengan makhluk lain.1 Pandangan Ibnu Khaldun tentang pendidikan Islam berpijak pada konsep dan pendekatan filosofis-empiris. Melalui pendekatan ini, memberikan arah terhadap visi tujuan pendidikan Islam secara ideal dan praktis. Menurutnya, ada tiga tingkatan tujuan yang hendak dicapai dalam proses pedidikan, yaitu : a. Pengembangan kemahiran dalam bidang tertentu. b. Penguasaan keterampilan profesional sesuai dengan tuntutan zaman, pendidikan hendaknya ditujukan untuk memperoleh keterampilan tinggi pada profesi tertentu. c. Pembinaan pemikiran yang baik. Pendidikan hendaknya diformat, dilaksanakan dengan terlebih dahulu memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan potensi-potensi psikologis peserta didik.2
1 2

yang

Abudin nata, FPI (Jakarta, logos wacana ilmu, 1997), hlm. 174. Alizar, Syamsul, haji, FPI Pendekatan historis, teoritis, dan praktis (Jakarta : ciputat pres, 2002), hlm. 93-94.

2. Pandanan tentang ilmu. Berkenaan dengan ilmu pengetahuan, Ibn Khaldun membagi menjadi tiga macam : a. Ilmu lisan (bahasa) yaitu ilmu tentang tata bahasa (Grametika) Sastra / Bahasa yang tersusun secara puitis (Syair). b. Ilmu naqli. Ilmu yang diambil dari kitab suci dan sunnah Nabi. Ilmu ini berupa membaca kitab suci Al-Quran dan tafsirnya, sanad dan Hadist yang pentashihannya serta istimbath tentang kaidah-kaidah fiqih. c. Ilmu aqli. Ilmu yang menumjukkan manusia dengan daya pikir / kecerdasannya kepada filsafat dan semua ilmu pengetahuan.3 3. Metode pengajaran. Menurut Ibnu Khaldun bahwa mengajarkan ilmu pengetahuan kepada pelajar hanyalah akan bermanfaat jika dilakukan dengan berangsur-angsur, setapak demi setapak dan sedikit demi sedikit.4 Dalam melakukan tugasnya, seorang pendidik hendaknya mampu menggunakan metode mengajar dengan baik dan efisien. Dalam hal ini Ibnu Khaldun sebagaimana dikutip Scheleifer, mengemukakakn 6 prinsip utama yang perlu diperhatikan pendidik : yaitu : a. b. c. d. e. didik f. 4. pemikiran tentang kurikulum. Menghindari kekerasan dalam mengaajar. Prinsip pembiasaan. Prinsip tadrij (Berangsur-angsur) Prinsip pengenalan umum (Generalistik) Prinsip kontinuitas. Memperhatikan bakat dan kemampuan pesrta

3 4

Abudin nata, op. cit, hlm. 175-176. Ibid, hlm. 177

Kurikulum pendidikan dapat dilihat dari konsep epistimologinya, menurutnya ilmu pengetahuan dalam kebudayaan umat Islam dapat dibagi menjadi dua bagian. a. syariyyah. Berkenaan dengan dan ajaran agama Islam, ilmu ini diantaranya tantang AlQuran, hadist, prinsip-prinsip Syariah, Fiqih, Teologi dan Sufisme. b. filosofis. Ilmu ini sering disebut sains alamiah.karena dengan potensi akalnya, setiap orang memiliki kemampuan untuk menguasainya dengan baik. Ilmu filosofis meliputi : logika, ilmu pengetahuan alam (fisika), metafisika, atau matematika.5 B. Ikhwan Al-Shafa. Ikhwan Al-shafa adalah sebuah perkumpulan rahasia yang bergerak dalam lapangan ilmu pengetahuan. Sesuai dengan namanya itu berarti Persaudaraan yang suci dan bersih, maka asas utamanya adalah persaudaraan ynag dilakukan secara tulus ikhlas, kesetia kawanan yang suci, murni, serta saling menasehati antara sesama anggota dalam menuju ridha Allah SWT.6 Organisasi ini mengajarkan dasar-dasar agama Islam yang didasarkan pada ukhuwah islamiah. Konsep pendidikan Ikhwan al-Shafa bahwa perumpamaan orang yang belum pernah dididik dengan ilmu pengetahuan akidah, ibarat kertas yang masih putih bersih, belum ternoda apapun juga, jika kertas ini ditulisi sesuatu, maka kertas tersebut telah memiliki bekas yang tidak akan mudah dihilangkan. 1. melalui dua cara. Pertama : Dengan cara menggunakan panca indra terhadap obyek alam semesta yang bersifat empirik. Ini berkaitan dengan tempat dan waktu.
5 6

Ilmu

pengetahuan

Ilmu

pengetahuan

Cara mendapatkan ilmu. Ikhwan Al-shafa memendang bahwa ilmu pengetahuan itu dapat dicapai

Syamsul, haji, op.cit, hlm. 95. Ibid, hlm. 96.

Kedua :Dengan cara mempergunakan informasi / berita yang disarikan oleh orang lain. Ilmu ini hanya dapat dicapai oleh manusia dan tidak dapat dicapai oleh binatang. 7Jiwa manusia berasal dari jiwa universal, dalam perkembangan jiwa manusia banyak dipengaruhi materi yang mengitarinya, agar jiwa tidak kecewa dalam perkembangannya, maka jiwa dibantu oeleh akal yang merupakan daya bagi jiwa untuk berkembang. Jadi ilmu pengetahuan didapat melalui proses berfikir.8 Kebutuhan jiwa manusia terhadap ilmu pengetahuan tidak memiliki keterbatasan pada ilmu agama (naqliyah) semata, tapi juga memerlukan ilmu umum (aqliyah) dalam hal ini, ilmu agama tidak dapat berdir sendiri melainkan bekerja sama dengan ilmu aqliyah. Dalam hal ini ikhwan al-shafa mengklasifikasikan ilmu pengetahuan aqliyah ada 3 kategori, yaitu : Matematika, Fisika, dan Metafisika. Ketiga klasifikasi tersebut berada pada kedudukan yang sama. Yaitu sama-sama bertujuan menghantarkan peserta didik mencapai kebahagiaan dunia akhirat, ke-3 jenis pengetahuan tersebut dapat dicapai melalui bantuan panca indra. Akal dan inisiasi.9 2. Tipe ideal guru. Pendapatnya mengatakan bahwa, ilmu itu harus diusahakan, maka dalam usaha tersebut memerlukan guru, Ustadz/Muaddib. Nilai seorang guru bergantung bagaimana caranya dalam menyampaikan pengajaran ilmu pengetahuan. Untuk itu seorang guru harus mempunyai syarat-syarat yang sesuai dengan sikap dan pandangan politik Ikhwan al-Shafa yaitu : guru yang cerdas, baik akhlaknya, lurus tabiatnya, bersih hatinya, menyukai ilmu, bertugas mencari kebenaran, dan tidak bersifat fanatisme pada suatu aliran. Berkenaan dengan ini, organisasi Ikhwan al-Shafa memiliki jenjang seorang guru yang dikenal dengan nama ashhab Al-namus, mereka adalah muallim, ustadz, dan muaddib, guru ashhab al-namus adalah malaikat, dan guru malaikat adalah,
7 8

Abuddin nata, op.cit, hlm. 181-182. Zar Sirajuddin, filsafat islam, filosof dan filsafatnya, (Jakarta : PT. raja grafindo persada, 2007), hlm. 152. 9 Syamsul, haji.op.cit, hlm. 99

jiwa yang universal, dan guru jiwa universal adalah, akal, aktual, dan akhirnya Allah-lah sebagai guru dari segala sesuatu. Jadi guru, Ustadz / Muaddib berada pada posisi ketiga. Urutan ini selanjutnya digambarkan sebagai berikut : a. pada usia kira-kira 25 tahun. b. c. memiliki kekuasaan dan telah berusia 40 tahun. d. Tingkatan, mengajak manusia untuk sampai pada tingkat masing-masing, yaitu berserah dan menerima pembawaan, menyaksikan kebenaran nyata, terjadi setelah usia 50 tahun.10 C. KH. Ahmad Dahlan Ahmad Dahlan lahir di Kauman (Yogyakarta) thn 1808 dan meninggal 25 Februari 1923. pendidikan, dasarnya dimulai dengan belajar membaca, menulis, mengaji alQuran dan kitab-kitab agama yang diperoleh langsung oleh ayahnya. Ia mendirikan organisasi Muhammadiyyah tanggal 18 november 1912 diYogyakarta, dengan tujuan menyebarkan pengajaran Rasulullah saw kepada penduduk bumi putra dan memajukan hal agama Islam kepada anggota-anggotanya.11 1. Pemikiran pendidikan Islam Ahmad Dahlan pelaksanaan pendidikan menurut Ahmad Dahlan hendaknya didasarkan pada landasan yang kokoh, merupakan kerangka filosofis bagi yang menentukan konsep dan tujuan ideal pendidikan islam, baik secara vertikal (khaliq) atau horisontal (makhluk).
10 11

Al-Abrar dan al-ruhama ;

orang yang memiliki syarat kebersihan dalam penampilan batinnya dan berada Al-ruasa dan al-malik, Muluk dan sulthan,

mereka yang memiliki kekuasaan yang usia kira-kira 30 tahun.

abudin nata, 0p.cit, hlm. 184-185. Syamsul, haji, op.cit, hlm. 104.

1.1. Corak pembaharuan Ahmad Dahlan. Bahwa Ahmad Dahlan melakukan pembaharuan Islam dengan 4 cara : Pertama :Ahmad Dahlan selalu menekankan perlunya penyatuan dimensi ajaran kembali pada Al-quran, dan al-sunnah, dengan dimensi ijtihad dan tajdid sosial keagamaan. Kedua :Dalam mengaktualisasikan cita-cita pembaharuannya, beliau menempuh aganisasi. Ketiga :Pemikiran Ahmad Dahlan dengan Muhammadiyahnya bercorak anti kemapanan kelembagaan agama yang terlalu kaku. Keempat :Gagasan pembaharuan Ahmad Dahlan bersikap responsif dan adaptif dalam menghadapi perkembangan zaman. 1.2. Pendidikan dalam pandangan Ahmad Dahlan. Menurutnya, pendidikan bertujuan untuk menciptakan manusia yang : 1. 2. 3. a. b. c. d. Baik budi yaitu alim dalam agama. Luas pandangannya yaitu alim dalam ilmu-ilmu umum. Bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakt.12 Mengubah dan membetulkan arah kiblat yang tidak tepat. Mengajarkan dan menyiarkan agama Islam dengan populer. Memberantas bidah dan kurafat dan adat istiadat yang bertentangan Mendirikan perkumpulan Muhammadiyah pada thun 1912 M.13

Usaha dan jasa-jasa KH. Ahmad Dahlan.

dengan ajaran Islam.

12 13

Toto suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (jakarta, artinya-ruzz, cetakan I, 2006), hlm. 305-306. Hamdani ihsan, FPI (bandung : CV Pustaka setia, 2007), hlm. 276.

BAB III PENUTUP Kesimpulan Seiring dengan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dalam dunia pendidikan maka tidak akan terasa lengkap bila tidak dibarengi dengan ilmu filsafat yang mana itu adalah cara berfikir secara mendalam, dan sakral. Dalam islam pemikiran dengan cara ini sangatlah dibutuhkan akan tetapi tetap ada pembatasan-pembatasan bila memang benar-benar mau melakukan pemikiran. Berfikir filsafat atau mendasar sebenarnya dalam dunia pendidikan Islam sudah ada, yaitu ilmu mantiq, akan tetapi ilmu ini hanya diajarkan dalam wilayah pondok pesantren dan untuk mengatasi itu supaya berfikir mendasar ini merata maka dalam pendidikan formal katakanlah sekolah umum di ajarkan ilmu filsafat, dan ilmu filsafat ini sifatnya sangatlah luas, jadi bisa dipakai dalam berbagai ilmu atau bisa dikatakan dikaitkan. Bila suatu ilmu sudah diawali atau dilakukan pemikiran secara filsafat, diharapan dapat berkembang dengan pesat dan bisa dijadikan suatu acuan ajar dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Dan itu juga diharapkan bisa berlaku dalam ilmu pendidikan Islam sendiri. Pemikir-pemikir dalam dunia pendidikan Islam sendiri juga banyak yang berfikir secara filsafat, dan ini ditujukan untuk keajuan pemikir-pemikir pndidikan Islam yang ingin memajukan pendidikan Islam diberbagai kalangan. Akan tetapi pemikiran mereka dikatakan sebagai adopsi dari bangsa barat, karena ini dipengaruhi oleh pelegitimasian ilmuan barat tentang ilmu filsafat yang dasar.

Daftar pustaka 1. Haji, Nizar, Syamsul. Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis. Ciputan Pres, Jakarta : 2002. 2. Ihsan, Hamdani. Filsafat Pendidikan Islam. CV. Pustaka Setya, Bandung, 2007. 3. Nata, Abudin, Filsafat Pendidikan Islam, Logos Wacana Ilmu, Jakarta: 1997. 4. Sirajuddin, Zar, Filsafat Islam. Filsof dan Filsafatnya, PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta: 2007. 5. Suharto, Toto. Filsafat Pendidikan Islam. Artinya-Ruzz, cet. I, Jogjakarta: 2006.

Anda mungkin juga menyukai