Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

MENGETAHUI KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Armai Arief M.A dan Nana Meily Nurdiansyah M.Pd.

Kelompok 7
1. Syifa Adira Nur Fadillah ( 11220162000020 )
2. Wahyu Septian Purnama Adi ( 11220162000029 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2023
Kata Pengantar

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarokatuh

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kami karunia
nikmat dan kesehatan, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini, dan terus dapat menimba
ilmu di Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulisan makalah ini merupakan sebuah tugas dari Dosen mata kuliah Ilmu Pendidikan
Islam Prof. Dr.Armai Arief, M.A. dan Nana Meily Nurdiansyah, M.Pd. Adapun tujuan penulisan
makalah ini adalah untuk menambah wawasan dan pengetahuan pada mata kuliah yang sedang
dipelajari, agar kami semua menjadi mahasiswa/i yang berguna bagi agama, bangsa dan negara.

Dengan tersusunnya makalah ini kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan dan
kelemahan, demi kesempurnaan makalah ini kami sangat berharap perbaikan, kritik dan saran yang
sifatnya membangun apabila terdapat kesalahan. Karena itu kami memohon maaf atas segala
kekurangan pada makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya pada kelompok
kami dan umumnya para pembaca makalah ini.

Terima kasih, Wassalamu’ alaikum.

Ciputat, 24 April 2023

Pemakalah
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..........................................................................................................................................2
BAB I..........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................................4
A. Latar Belakang..................................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...............................................................................................................................6
C. Tujuan...................................................................................................................................................6
BAB II........................................................................................................................................................7
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................7
A. Pengertian Kurikulum......................................................................................................................7
B. Kurikulum menurut Pendidikan Islam...........................................................................................9
C. Dasar,Prinsip, dan Fungsi Kurikulum...........................................................................................10
D. Bentuk-bentuk Kurikulum.............................................................................................................14
E. Model-Model Konsep Kurikulum Pendidikan Islam.......................................................................15
BAB III.....................................................................................................................................................19
PENUTUP................................................................................................................................................19
Kesimpulan..............................................................................................................................................19
Saran........................................................................................................................................................19
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di dalam teori kurikulum terdapat empat pendekatan yang digunakan dalam pengembangan
kurikulum, yaitu: pendekatan subjek akademis, pendekatan humanis, pendekatan teknologis, dan
pendekatan rekonstruksi social. Kurikulum merupakan suatu pedoman pembelajaran yang didalamnya
memuat beberapa mata pelajaran. Pengembangan kurikulum pendidikan islam dilakukan dengan cara
memilih diantara keempat pendekatan tersebut. Berdasarkan perkembangan kurikulum yang selalu
maju dan terarah kurikulum pendidikan islam berorientasi pada pendekatan humanis. Fokus kajian
dalam artikel ini adalah pendekatan subjek akademis, pendekatan humanistik dalam pengembangan
kurikulum pendidikan agama Islam.
Pengembangan kurikulum berdasarkan pendekatan humanis adalah bertolak dari ide
memanusiakan manusia. Hal ini dimaksudkan dalam rangka memberi peluang kepada setiap individu
menjadi lebih humanis. Ada beberapa cara yang dilakukan untuk menjadi lebih humanis. Cara-cara
tersebut antara lain mengaktualisasikan alat-alat potensial dan potensipotensi dasar manusia sehingga
mampu meningkatkan kualitas hidup yang bermakna. Pendidikan melalui pendekatan humanis
merupakan suatu proses menginspirasi adanya langkah-langkah menuju keberhasilan pembelajaran.
Berikut diuraikan beberapa pendekatan humanis yang dapat dibangun dalam rangka
mengaktualisasikan potensi-potensi dasar manusia sehingga tercipta suasana pembelajaran yang
kondusif.
Kurikulum humanistik mempunyai tujuan pendidikan yaitu untuk menciptakan kepribadian
yang sesuai dengan keadaan yang ideal, proses pertumbuhan, integritas, dan otonomi. Pada dasarnya
kurikulum dengan pendekatan ini banyak dipengaruhi oleh psikologi angkatan ketiga yang
mengharapkan adanya kematangan pada diri peserta didik, dimana kegiatan pembelajaran dibebaskan
untuk selalu berekspresi, bertindak, melakukan percobaan, bahkan sampai dengan menimbulkan
permasalahan, kemudian diamati dan menemukan umpan balik yang pada akhirnya peserta didik
dapat menemukan jati diri mereka. Peserta didik akan belajar untuk dapat mengenal kepribadian
mereka sendiri melalu berbagai macam respon sesuai dengan pengalaman belajar menggunakan
meditasi dan disiplin spiritual, dimana peserta didik mampu mengendalikan kesadarannya. Pada
akhirnya diharapkan peserta didik akan mampu memahami hubungan sebab akibat dimana emoasi
dan khayalan digunakan untuk mampu merespon dari sebuah aksi, pembelajaran akan mampu terus
bertumbuh dan bertahan pada masa selanjutnya 1. .
Adapun yang menjadi keutamaan dari pendekatan humanistik ini yaitu pengalaman
1
Abdullah Idi. 2007. Pengembangan Kurikulum Teori Dan Prakteki. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media
pembelajaran yang disesuaikan dengan keinginan, kepentingan dan kemampuan peserta didik 2. Pada
kurikulum humanistik ini, pendidik diharuskan mampu menciptakan keterikan secara emosional
dengan peserta didik. Hal ini berkaitan dengan perkembangan individu peserta didik selanjutnya,
dengan demikian peran pendidik yang diperlukan yakni mendengarkan pendapat, menghargai setiap
individu, tampil dengan apa adanya dan tidak dibuat-buat 3. Dalam pendekatan humanistik, peserta
didik dibimbing agar mambu membedakan hasil menurut maknanya dan memandang aktitivitas
menjadi kebutuhan peserta didik pada masa yang akan datang. Sebagaimana konsep yang ada yaitu
pendidikan pribadi (personalized education), pada pendekatan ini peserta didik diberikan tempat yang
paling utama. Kurikulum ini memfokuskan pada integritas, maksudnya kesatuan tingkah laku bukan
hanya pada kecerdasan tetapi juga pada emosional peserta didik4.
Penyusunan kurikulum dalam pendekatan subjek akademis didasari oleh sistematisasi ilmu
tertentu yang memiliki perbedaan dengan sistematisasi ilmu lainnya 5. Adapun pendapat lain
mengungkapkan bahwa pendekatan subjek akademis merupakan pendekatan yang bersumber dalam
sistematisasi disiplin ilmu masing-masing yang berlainan antara satu disiplin ilmu dengan disiplin
ilmu lainnya6. Pada proses pengembangannya, hal pertama yang dilakukan ialah menentukan mata
pelajaran apa yang diharuskan untuk dipelajari terlebih dahulu yang dipersiapkan untuk melakukan
proses pengembangan disiplin ilmu. Adapaun tujuan dari kurikulum ini yaitu untuk memberikan
pengetahuan yang optimal dan melatih peserta didik untuk mengembangkan berbagi ide-ide yang
didapat pada kegiatan penelitian.
Dalam pendekatan subjek akademis ini juga memiliki pendekatan yang lain. Yaitu
pendekatan yang meneruskan dari pendekatan struktur pengetahuan, dimana peserta didik bukan
hanya dituntut untuk mengingat materi saja tetapi juga memahami setiap materi pembelajaran yang
telah dipelajari. Studi yang bersifat lebih integrative, maksudnya berbagai tanggapan dari masyarakat
yang menuntut bermacam model pengetahuan yang sifatnya lebih komprehensif karena materi
pembelajaran yang bermuat berbagai macam satuan pelajaran dapat membuat batasan ilmu yang ada
akan hilang. Pendekatan yang banyak diterapkan dalam sekolah yang fundamentalis, yakni dengan
selalu melaksanakan kegiatan pembelajaran yang lebih memfokuskan pada kegiatan membaca,
menulis, dan pemecahan masalah secara matematis. Pada pelajaran seperti ilmu sosial, ilmu

2
Setiyadi, Dwi. 2016. “Kurikulum Humanistik Dan Pendidikan Karakter: Sebuah Gagasan
Pengembangan Kurikulum Masa Depan.” Premiere Educandum : Jurnal Pendidikan Dasar
3
Awwaliyah, Robiatul. 2019. “Pendekatan Pengelolaan Kurikulum Dalam Menciptakan Sekolah
Unggul.” Insania : Jurnal Pemikiran Alternatif Kependidikan 24(1):35–52. doi:
10.24090/insania.v24i1.2219
4
Kusnandi, Kusnandi. 2017. “Integrasi Kurikulum Berbasis Pesantren Pada Lembaga
Pendidikan.” Jurnal Kependidikan 5(2):279–97. doi: 10.24090/jk.v5i2.2138.
5
Makin, Baharuddin &. 2007. Pendidikan Humanistik:Konsep, Teori, Dan Aplikasi Praktis
Dalam Dunia Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
6
Suprihatin, Suprihatin. 2017. “Pendekatan Humanistik Dalam Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Agama Islam.” POTENSIA: Jurnal Kependidikan Islam 3(1):82. doi:
10.24014/potensia.v3i1.3477
kealaman, dan sebagainya dipelajari dengan tidak menghubungkan dengan kegiatan untuk
memecahkan kasus pada kehidupan sehari-hari. 7

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja pendekatan yang digunakan dalam pengembangan kurikulum?

2. Apa dasar dan tujuan pendekatan humanis dalam pengembangan kurikulum Pendidikan islam?

3. Apa dasar dan tujuan pendekatan subjek akademis dalam pengembangan kurikulum Pendidikan
islam?

4. Apa saja yang ada didalam pendekatan humanis dan pendekatan subjek akademis dalam
pengembangan kurikulum Pendidikan islam ?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian kurikulum yang di Indonesia dan kurikulum dalam islam

2. Mengetahui dasar,prinsip dan fungsi kurikulum dalam pendidikan islam

3. Mengetahui bentuk-bentuk kurikulum di islam

4. Mengetahui model-model konsep pendidikan di islam

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kurikulum
Secara tradisional kurikulum berarti sejumlah pelajaran yang harus ditempuh peserta didik di
sekolah. Ini sesuai dengan apa yang dikatakan William B. Ragan dalam bukunya yang berjudul
Modern Elementary Curriculum, traditionally, the curriculum has mean the subject tought in school,
7
Syarif, Mohammad. 2018. “Strategi Pengembangan Kurikulum Yang Relevan Dengan Pangsa
Pasar Kerja.” Tarbiya Islamia: Jurnal Pendidikan Dan Keislaman 7(1):124. doi:
10.36815/tarbiya.v7i1.163
or course of study. 8Pengertian ini sejalan dengan pendapat Stenhause (dalam Nurgiyantoro, 1990)
curriculum is the planned composite effort of any school to guide pipul learning toward
predetermined learning outcome. Kurikulum diartikan sebagai sejumlah mata pelajaran atau ilmu
pengetahuan yang ditempuh atau dikuasai peserta didik untuk mencapai tingkat atau ijazah tertentu.
Kurikulum juga diartikan sebagai rencana pelajaran yang disusun untuk mencapai sejumlah tujuan
pendidikan.

Indonesia memiliki beberapa jenis kurikulum sejak kemerdekaan negara, pertama adalah
kurikulum 1947 atau disebut Rentjana Pelajaran 1947 ciri khasnya adalah arah pendidikan lebih
bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional, fokus pada pementukan
karakter manusia Indonesia merdeka, berdaulat, dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi,
kurukulum ini baru dilaksanakan pada tahun 19509

Kedua Kurikulum 1952, Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini merupakan
penyempurnaan kurikulum sebelumnya, merinci setiap mata pelajaran sehingga dinamakan Rentjana
Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Paling
menonjol sekaligus ciri dari Kurikulum 1952 ini, yaitu setiap pelajaran dihubungkan dengan
kehidupan sehari-hari. Silabus mata pelajaran menunjukkan secara jelas seorang guru mengajar satu
mata pelajaran. Ketiga Kurikulum 1964, Rentjana Pendidikan 1964. Pemerintah kembali
menyempurnakan sistem kurikulum pada 1964, namanya Rentjana Pendidikan 1964. Ciri-ciri
kurikulum ini, pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk
pembekalan pada jenjang SD. Sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana, yaitu
pengemi bangan moral, kecerdasan, emosional atau artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmani.
Keempat kurikulum 1968 lahir pada masa Orde Baru, kurikulum ini bersifat politis dan menggantikan
Rentjana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Kurikulum ini bertujuan
membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan
keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Kurikulum 1968 merupakan
perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni. Cirinya, muatan
materi pelajaran bersifat teoretis, tidak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik
beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan. Isi
pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta
mengembangkan fisik sehat dan kuat.

Kelima, Kurikulum 1975 menekankan pendidikan lebih efektif dan efisien. kurikulum ini lahir
karena pengaruh konsep di bidang manajemen MBO (management by objective). Metode, materi, dan
tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), dikenal dengan
istilah satuan pelajaran, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Keenam, Kurikulum 1984
8
Esti Ismawati, Telaah Kurikulum Dan Pengembangan Bahan Ajar, hlm 1
9
Hamid, Hamdani, Pengembangan Kurikulum Pendidikan, CV Pustaka Setia, Bandung, 2012
mengusung pendekatan proses keahlian. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan
tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut "Kurikulum 1975 disempurnakan". Posisi siswa
ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan,
hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).

Ketujuh, Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999 merupakan hasil upaya memadukan
kurikulum-kurikulum sebelumnya, terutama Kurikulum 1975 dan 1984. Sayang, perpaduan antara
tujuan dan proses belum berhasil. Sehingga banyak kritik berdatangan, disebabkan oleh beban belajar
siswa dinilai terlalu berat, dari muatan nasional sampai muatan lokal. Misalnya bahasa daerah,
kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Akhirnya, Kurikulum 1994 menjelma menjadi
kurikulum super padat. Kedelapan, Kurikulum 2004, KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) Sebagai
pengganti Kurikulum 1994 adalah Kurikulum 2004 disebut Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu pemilihan
kompetensi sesuai, spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan
pencapaian kompetensi, dan pengembangan pembelajaran. KBK memiliki ciri-ciri sebagai berikut,
menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal, berorientasi
pada hasil belajar dan keberagaman. Kegiatan belajar menggunakan pendekatan dan metode
bervariasi, sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur
edukatif. Kesembilan, Kurikulum 2006, KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)

Kurikulum ini pada dasarnya sama dengan Kurikulum 2004. Perbedaan menonjol terletak pada
kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu pada jiwa dari desentralisasi sistem pendidikan.
Pada Kurikulum 2006, pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Guru
dituntut mampu mengembangkan sendiri silabus dan penilaian sesuai kondisi sekolah dan daerahnya.
Hasil pengembangan dari semua mata pelajaran dihimpun menjadi sebuah perangkat dinamakan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Kesepuluh, Kurikulum 2013 adalah pengganti kurikulum KTSP. Kurikulum 2013 memiliki tiga
aspek penilaian, yaitu aspek pengetahuan, aspek keterampilan, dan aspek sikap dan perilaku. Di dalam
Kurikulum 2013, terutama di dalam materi pembelajaran terdapat materi yang dirampingkan dan
materi yang ditambahkan. Materi yang dirampingkan terlihat ada di materi Bahasa Indonesia, IPS,
PPKn, dsb., sedangkan materi yang ditambahkan adalah materi Matematika.

Kurikulum 2013 melandaskan pada materi pelajaran yang produktif terhadap perkembangan
peserta didik dan kemajuan zaman, pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti merancang
pembelajaran pendidikan dengan target peserta didik yang beriman memiliki produktifitas yang tinggi
dalam meraih cita-cita dan berguna bagi orang tua dan masyarakat sekitarnya. Inovatifnya dalam
bentuk pengembangan ibadah religius kepada ibadah sosial yang mengutamakan lingkungan alam,
keserasian disiplin tata kota, kreatif dalam ketrampilan mengakomodasi daur ulang benda-benda yang
ada disekitar peserta didik karena ketakwaan kepada Allah SWT dalam prinsip rukun iman dan rukun
Islam. Guru sebagai fasilitator dari peserta didik dengan memberi materi terpadu antara Al-Quran
dengan Lingkungan hidup, melalui referensi buku, ensiklopedia lingkungan hidup dan menyajikan
dalam sub-tema di dalam kelas. Kelas partisipatif yang diawali oleh guru dan peserta didik dalam
kegiatan yang berlanjutan akan menjadi kelas kolaboratif dengan hipotesa temuan yang dikemukakan
oleh peserta didik.

Perubahan pola pikir dari kurikulum 2013 menjadi alat ukur kemandirian peserta didik dengan
pengawasan guru dalam mengevaluasi sumber belajar, penataan kelas, aktivitas peserta didik
seminggu dan sebulan, scientific yang menjadi argumentasi pelengkap, aktif bertanya dari peserta
didik menjadi penanda rasa ingin tahu yang selalu dikembangkan di dalam kurikulum 2013, target
yang akan dicapai adalah kemandirian siswa dalam proses pemikiran peserta didik dalam tingkat
berfikir dengan menilai pernyataan-pernyataan yang dihasilkan oleh peserta didik di setiap akhir
belajar. Maka Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti dalam kurikulum 2013 menjadi kegiatan
aktif pembelajaran.

B. Kurikulum menurut Pendidikan Islam


Kurikulum adalah semua rencana yang terdapat dalam proses pembelajaran. Kurikulum dapat
diartikan pula sebagai semuausaha lembaga pendidikan yang direncanakanuntuk mencapai tujuan
yang disepakati. Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua
pengalaman belajar yang disediakan untuk siswa sekolah. Kurikulum disusun oleh para
pendidikan/ahli kurikulum, ahli bidang ilmu, pendidik, pejabat pendidikan, pengusaha serta
masyarakat lainnya. Rencana ini disusun dengan maksud memberi pedoman kepada para
pelaksana pendidikan, dalam proses pembimbingan perkembangan siswa, mencapai tujuan yang
dicita-citakan oleh siswa sendiri, keluarga maupun masyarakat. Kurikulum dalam pengertian
mutakhir adalah semua kegiatan yang memberikan pengalaman kepada siswa (anak didik) di
bawah bimbingan dan tanggungjawab sekolah.

10
Kurikulum pendidikan Islam adalah bahan-bahan pendidikan Islam berupa kegiatan,
pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja dan sistematis diberikan kepada anak didik
dalam rangka mencapai tujuan pendidikan Islam. Atau dengan kata lain kurikulum pendidikan
Islam adalah semua aktivitas, pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja dan secara
sistematis diberikan oleh pendidik kepada anak didik dalam rangka tujuan pendidikan Islam.
Berdasarkan keterangan di atas, maka kurikulum pendidikan Islam itu merupakan satu komponen
pendidikan agama berupa alat untuk mencapai tujuan. Ini bermakna untuk mencapai tujuan
pendidikan agama (pendidikan Islam) diperlukan adanya kurikulum yang sesuai dengan tujuan

10
Ittihad Jurnal Kopertais Wilayah XI Kalimantan Volume 15 No.28 Oktober 2017
pendidikan Islam dan bersesuaian pula dengan tingkat usia, tingkat perkembangan kejiwaan anak
dan kemampuan pelajar.

C. Dasar,Prinsip, dan Fungsi Kurikulum


11
Prinsip,sebagaimana dikemukakan oleh Sukmadinata mencakup lima hal, yakni; prinsip
penentuan tujuan pendidikan, pemilihan isi pendidikan, pemilihan proses belajar mengajar,
pemilihan media dan alat pengajaran, serta berkenaan dengan penilaian. Adapun penjabarannya
adalah sebagai berikut:

1. Prinsip penentuan tujuan pendidikan


Tujuan pendidikan mencakup tujuan yang bersifat umum dan khusus. Dalam
perumusan tujuan pendidikan, didasarkan pada sumber-sumber, seperti;
ketentuan dan kebijakan pemerintah, survei mengenai persepsi masyarakat
tentang kebutuhan mereka, survei tentang pandangan para ahli dalam bidang-
bidang tertentu, survei tentang kualitas sumber daya manusia, serta pengalaman
negara lain dalam menghadapi masalah yang sama.
2. Prinsip pemilihan isi pendidikan/kurikulum
Dalam menentukan isi kurikulum, beberapa pertimbangan yang dapat
dijadikan dasar acuan ialah; diperlukan penjabaran tujuan pendidikan ke dalam
perbuatan hasil belajar yang khusus dan sederhana, isi bahan pelajaran harus
meliputi segi pengetahuan, sikap, dan keterampilan, serta unit-unit kurikulum
harus disusun dalam urutan yang logis dan sistematis, maksudnya ketiga ranah
belajar tersebut diberikan secara simultan dalam urutan situasi belajar.
3. Prinsip pemilihan proses belajar mengajar
Dalam proses belajar mengajar, hendaknya memperhatikan hal-hal berikut
ini; kecocokan metode/teknik belajar mengajar untuk mengajarkan bahan
pelajaran, variasi metode/teknik dalam proses belajar mengajar terhadap
perbedaan individu siswa, serta keefektifan metode/teknik dalam mengaktifkan
siswa dan mendorong berkembangnya kemampuan baru.
4. Prinsip pemilihan media dan alat pengajaran
Dalam proses pemilihan media dan alat pengajaran, hendaknya
memperhatikan hal-hal berikut ini; kegiatan perencanaan dan inventaris terhadap
alat/media apa saja yang tersedia, serta pengorganisasian alat dalam bahan
pembelajaran, baik dalam bentuk modul atau buku paket
5. Prinsip berkenaan dengan penilaian

11
Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktek, 86.
Penilaian merupakan proses akhir dalam kegiatan belajar mengajar. Dalam
proses penilaian belajar, setidaknya mencakup tiga hal dasar yang harus
diperhatikan, yakni; pertama, merencanakan alat penilaian. Hal yang harus
diperhatikan dalam fase ini ialah penentuan karakteristik kelas dan usia, bentuk
tes/ujian, dan banyaknya butir tes yang disusun. Kedua, menyusun alat penilaian.
Langkah-langkahnya adalah dengan merumuskan tujuan pendidikan pada ranah
kognitif, afektif dan psikomotorik, mendeskripsikan dalam bentuk tingkah laku
siswa yang dapat diamati, menghubungkan dengan bahan pelajaran, serta
menuliskan butir-butir tes. Ketiga, mengelola hasil penilaian. Prinsip yang perlu
diperhatikan ialah norma penilaian yang digunakan dalam pengelolaan hasil tes
serta penggunaan skor standard

Fungsi kurikulum dalam rangka mencapai tujuan pendidikan dijabarkan dari tujuan tertinggi,
yakni tujuan terakhir yang akan dicapai: Tujuan Pendidikan Nasional, sampai pada tujuan terendah
yakni tujuan yang akan dicapai setelah selesai kegiatan belajar mengajar. Secara hierarkis tujuan
pendidikan terdiri atas; Tujuan Nasional, Tujuan Institusional, Tujuan Kurikuler dan Tujuan
Instruksional12.4 Tujuan-tujuan pendidikan tersebut harus dicapai secara bertingkat.

Fungsi kurikulum bagi peserta didik diharapkan dapat menambah pengalaman baru yang
kelak dikemudian hari dapat dikembangkan seirama dengan perkembangan mereka yang bertujuan
melengkapi bekal hidup mereka.

Fungsi Kurikulum bagi guru adalah sebagai pedoman kerja dalam menyusun dan
mengorganisasikan pengalaman belajar peserta didik.Sebagai pedoman untuk mengadakan evaluasi
terhadap perkembangan peserta didik dalam rangka menyerap sejumlah pengalaman yang diberikan
dan sebagai pedoman dalam mengatur kegiatan pendidikan dan pengajaran. Sebagai alat yang
berfungsi untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan, kurikulum suatu sekolah berisi uraian tentang
jenis-jenis program yang diselenggarakan sekolah tersebut, bagaimana menyelenggarakannya, dan
perlengkapan apa yang dibutuhkan. Atas dasar itu sekolah akan dapat merencanakan secara lebih
tepat jenis tenaga apa yang masih dibutuhkan oleh sekolah.

Fungsi kurikulum bagi kepala sekolah dan pembina sekolah yang membagi tugas kepala
sekolah sebagai administrator dan supervisor juga mempunyai tanggung jawab dalam kurikulum
sehingga fungsi kurikulum adalah; sebagai pedoman dalam supervisi, yakni memperbaiki situasi
belajar, sebagai pedoman supervisi, yakni menciptakan dan menunjang situasi belajar agar lebih baik.
Sebagai pedoman untuk mengembangkan kurikulum dan sebagai pedoman untuk mengadakan
evaluasi kemajuan belajar mengajar.

12
Nik Haryati, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Alfabeta, Bandung, 2014, hlm 7.
Fungsi kurikulum bagi orangtua peserta didik agar mereka turut serta membantu usaha
sekolah dalam memajukan putera-puterinya. Bantuan orangtua dalam memajukan pendidikan dapat
melalui lembaga BP3 atau yang sekarang dinamakan Komite Sekolah. Dengan mengetahui kurikulum
orangtua dapat pengalaman belajar yang diperlukan putera-puterinya sehingga orangtua dapat
berpartisipasi untuk membimbingnya.

Fungsi dan kedudukan kurikulum PAI (Pendidikan Agama Islam) untuk sekolah atau
madrasah berfungsi, Pertama pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta
didik kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga. Kedua penanaman nilai
sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Ketiga penyesuaian
mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya baik fisik maupun lingkungan sosial
dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran Islam 13.5

Fungsi Kurikulum bagi masyarakat dan pemakai Lulusan Sekolah, pada umumnya sekolah
dipersiapkan untuk terjun di masyarakat atau untuk bekerja sesuai dengan ketrampilan profesi yang
dimilikinya. Oleh karena itu kurikulum sekolah haruslah mengetahui atau mencerminkan hal-hal yang
menjadi kebutuhan masyarakat atau para pemakai tamatan sekolah. untuk keperluan itu perlu kerja
sama antara pihak sekolah dengan pihak luar dalam hal pembenahan kurikulum yang diharapkan.
Dengan demikian, masyarakat atau para pemakai lulusan sekolah dapat memberikan bantuan, kritik
atau saran-saran yang berguna bagi penyempurnaan program pendidikan di sekolah. Dewasa ini
kesesuaian antar program kurikulum dengan kebutuhan masyarakat harus benar-benar diusahakan. hal
itu mengingat seringnya terjadi kenyataan bahwa lulusan sekolah belum siap pakai atau tidak sesuai
dengan tenaga yang dibutuhkan dalam lapangan pekerjaan. Akibatnya, walaupun semakin menumpuk
tenaga kerja yang ada, kita tidak dapat mengisi lapangan pekerjaan yang tersedia karena ketrampilan
yang dimilikinya tidak sesuai dengan yang dibutuhkan pada lapangan pekerjaan 14.

Istilah kurikulum digunakan pertama kali pada dunia olahraga pada zaman Yunani kuno yang
berasal dari kata curir dan curere, pada waktu itu kurikulum diartikan sebagai jarak yang harus
ditempuh oleh seorang pelari. Secara harfiah, diketahui istilah kurikulum pertama kali muncul di
Skotlandia sekitar 1829, secara resmi istilah ini baru dipakai hampir satu abad kemudian di Amerika
Serikat. Pengertian kurikulum dalam dunia pendidikan secara sempit dan tradisional dikemukakan
oleh Carter V Good. Kurikulum sekedar memuat dan membatasi pada sejumlah mata pelajaran yang
diberikan guru atau sekolah kepada peserta didik guna mendapatkan ijazah atau sertifikat. Istilah
kurikulum dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 merupakan seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman dalam
penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya pada setiap satuan pendidikan.

13
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam BerbasisKompetensi Konsep dan Implementasi
Kurikulum 2004, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005, hlm 134
14
Ahmad dkk. Pengembangan Kurikulum, Ristata Setia, Bandung, 1998, hlm 98
Kurikulum pada umumnya adalah rancangan yang memuat seperangkat mata pelajaran dan
materi yang akan dipelajari, atau yang akan diajarkan guru kepada siswa 15 (Zainuri,2018). Identik
kurikulum menurut kebanyakan siswa dengan tugas pelajaran, latihan atau isi buku pelajaran. Orang
tua cenderung memaknai kurikulum sebagai latihan atau pekerjaan rumah anaknya. Bagi guru,
kurikulum petunjuk atau pedoman tentang konten kurikulum (materi pelajaran) yang akan diajarkan
kepada siswa di samping strategi, metode atau teknik mengajar serta buku sumber materi ajar.

16
Pendapat yang sejalan terkait dengan konsep kurikulum juga disampaikan oleh Zainal Arifin
(2011) dimana Pengembangan kurikulum harus berdasarkan pada prinsip-prinsip tertentu. Prinsip
yang dianut di dalam pengembangan kurikulum merupakan kaidah, norma, pertimbangan atau aturan
yang menjiwai kurikulum itu. Penggunaan prinsip “pendidikan seumur hidup” umpamanya
mewajibkan pengembangan kurikulum dengan mensistemkan kurikulumnya sedemikian rupa
sehingga tamatan pendidikan dengan kurikulum itu paling tidak mampu untuk dididik lebih lanjut dan
memiliki semangat belajar yang tinggi dan lestari. Konsep dasar kurikulum berubah dan berkembang
mengikuti perubahan zaman dan tuntunan kemajuan serta perbedaan persepsi atau pandangan filosofis
penulis pendidikan dan sebagai acuan pembelajaran dalam pendidikan yang memuat isi dan materi
pelajaran. Kurikulum ialah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa
untuk memperoleh sejumlah pengetahuan17. Mata pelajaran (subject matter) dipandang sebagai
pengalaman orang tua atau orang-orang pandai masa lampau, yang telah disusun secara sistematis dan
logis. Artinya, menurut urutan tertentu secara logis dan dapat diterima oleh akal dan pikiran.

Menurut Ronald C. Doll kurikulum adalah muatan proses, baik formal maupun informal yang
diperuntukkan bagi pelajar untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman, mengembangkan
keahlian dan mengubah apresiasi sikap dan nilai dengan bantuan sekolah 18.

Nana Sudjana menjelaskan bahwa kurikulum adalah program belajar yang diharapkan
memiliki siswa dibawah tanggung jawab sekolah dalam rangka untuk mencapai tujuan belajar.
Sehingga, kurikulum sebagai program belajar bagi siswa harus memiliki tujuan yang ingin dicapai, isi
program yang harus diberikan dan strategi bagaimana melaksanakan program tersebut. Menurut
Muray Print mengungkapkan bahwa kurikulum meliputi : Planned learning experinces, Offered
withim an educational institution/program, Represented as a document, Includes experiences resulting
from implementing that document. Berdasarkan definisi tersebut, Print memandang sebuah kurikulum

15
Zainuri, Ahmad, 2018, Konsep Dasar Kurikulum Pendidikan, Palembang: CV Amanah.
16
Arifin, Zainal 2011, Konsep dan Model pengembangan Kurikulum, Bandung: PT Remaja Rosdakarya
17
Hamalik, Oemar, 2008, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta: Bumi Aksara Mudlofir, Ali, 2012, Aplikasi
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Bahan Ajar dalam Pendidikan Agama Islam,
Jakarta :PT Raja Grafindo Persada.
18
Mudhofir Abdullah, 2012 Aplikasi Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Bahan Ajar
Dalam Pendidikan Islam. Jakarta: Rajawali Pers
meliputi perencanaan pengalaman belajar, program sebuah lembaga pendidikan yang diwujudkan
dalam sebuah dokumen serta hasil dari implementasi dokumen yang telah disusun . 19

D. Bentuk-bentuk Kurikulum
a. Subject matter/ subject centered curriculum, yaitu kurikulum yang terdiri atas mata
pelajaran yang terpisah-pisah. Meteri yang dipelajari oleh siswa telah disusun secara
logis oleh para ahli bidang studi. Contohnya : Sejarah, Biologi.
b. Broad field/ fused/correlated curriculum, yaitu kurikulum yang disusun dengan
mengkorelasikan atau menggabungkan sejumlah mata pelajaran dalam satu kesatuan
dengan demikian terjadi perkawinan antar mata pelajaran sejenis. Contohnya :
Ipa,Ips,Matematika,Bahasa Indonesia dan Kesenian.
c. Integrated Curriculum, yaitu kurikulum yang diorganisasikan dalam bentuk unit-unit
tanpa harus ada mata pelajaran atau bidang studi. Pembelajaran dilaksanakan dengan
“unit taching” dan materinya menggunakan “unit lesson”. Pelajaran disusun bersama
guru dan murid, mengandung suatu masalah yang luas, menggunakan metode
“problem solving”, sesuai dengan minat dan perkembangan anak. Contohnya:
Agama,Bahasa,Perhitungan.
d. Core curriculum, yaitu kurikulum inti yang diberikan kepada semua murid untuk
mencapai keseluruhan program kurikulum secara utuh. Contohnya : Agama, Ppkn. 20

E. Model-Model Konsep Kurikulum Pendidikan Islam


Banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum. Pemilihan suatu
model pengembangan kurikulum tidak hanya didasarkan atas kelebihan dan kebaikan-kebaikannya
serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem
pendidikan yang digunakan. Model pengembangan kurikulum dalam sistem pendidikan dan
pengelolaan yang sifatnya sentralisasi berbeda dengan yang desentralisasi. Model pengembangan
kurikulum yang sifatnya subjek akademis berbeda dengan kurikulum humanistik, teknologis, dan
rekonstruksi sosial.21

Model yang digunakan dalam proses pengembangan kurikulum dikemukakan oleh para ahli
pendidikan mulai dari suatu model yang sederhana sampai dengan model yang paling komprehensif,
di antaranya sebagai berikut.

19
Muhammad Arifin, Muhammad Jamila, 2020, Modul kurikulum dan Pembelajaran Medan: Umsu Press
20
Sulfemi, Wahyu Bagja. (2019). Manajemen Sekolah.
21
Sukmadinata, Nana Syaodih. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2010), h. 161
A. Model Kurikulum Administratif
Model ini merupakan model yang paling lama dan paling banyak dikenal. Model ini
diberi nama model administratif atau line staff karena inisiatif dan gagasan pengembangannya
datang dari para administrator pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi. Dengan
wewenang administrasinya, administrator pendidikan (apakah dirjen, direktur atau kepala
kantor wilayah pendidikan dan kebudayaan) membentuk suatu komisi atau tim pengarah
pengembangan kurikulum.
Model administratif sering pula disebut sebagai model garis dan staf atau dikatakan
pula sebagai model dari atas ke bawah. Kegiatan pengembangan kurikulum dimulai dari
pejabat pendidikan yang berwenang membentuk panitia pengarah, yang biasanya terdiri
dari pengawas pendidikan, kepala sekolah, dan staf pengajar. Panitia pengarah tersebut
diberi tugas untuk merencanakan, memberikan pengarahan tentang garis besar
kebijaksanaan, menyiapkan rumusan falsafah dan tujuan umum pendidikan. Setelah
kegiatan tersebut selesai, kemudian panitia menunjuk atau membentuk kelompok-kelompok
kerja sesuai dengan keperluan yang para anggotanya biasanya terdiri dari staf pengajar dan
spesialis kurikulum. Kelompok-kelompok kerja tersebut bertugas untuk menyusun tujuan-
tujuan khusus pendidikan, garis besar pengajaran, dan kegiatan belajar. Hasil kerja
kelompok tersebut direvisi oleh panitia pengarah dan kemudian dilakukan uji coba jika
dipandang perlu, walau hal ini jarang dilakukan. Uji coba dilakukan untuk mengetahui
efektivitas dan kelayakan pelaksanaannya. Pelaksana uji coba rancangan kurikulum tersebut
adalah sebuah komisi yang ditunjuk oleh para panitia pengarah yang para anggotanya
sebagian besar terdiri dari pihak sekolah. Setelah penelitian uji coba selesai, panitia
pengarah menelaah atau mengevaluasi sekali lagi rancangan kurikulum tersebut, baru
kemudian memutuskan pelaksanaannya.
Pengembangan kurikulum model administratif tersebut menekankan kegiatannya
pada orang-orang yang terlibat sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.
Berhubung pengarah kegiatan berasal dari atas ke bawah, pada dasarnya model ini mudah
dilaksanakan pada negara yang menganut sistem sentralisasi dan negara yang kemampuan
profesional tenaga pengajarnya masih rendah. Kelemahan model ini terletak pada kurang
pekanya terhadap adanya perubahan masyarakat, di samping itu juga karena kurikulum ini
biasanya bersifat seragam secara nasional. Sehingga kadang-kadang melupakan atau
mengabaikan adanya kebutuhan dan kekhususan yang ada pada tiap daerah. 22
Dalam pelaksanaan kurikulum tersebut, selama tahun-tahun permulaan
diperlukan pula adanya kegiatan monitoring, pengamatan dan pengawasan, serta bimbingan
dalam pelaksanaannya. Setelah berjalan beberapa saat perlu juga diadakan suatu evaluas,
untuk menilai baik validitas komponen-komponennya, prosedur pelaksanaan, maupun
22
Nurgiyanto, Burhan. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum (Yogyakarta: BPFEE, 1988), h. 169
keberhasilannya. Penilaian menyeluruh dapat dilakukan oleh tim khusus sekolah yang
bersangkutan. Hasil penilaian tersebut merupakan umpan balik, baik instansi pendidikan
tingkat pusat, daerah, maupun sekolah.

B. Model Kurikulum dari Bawah (Grass Roots)


Model pengembangan kurikulum ini merupakan lawan dari model pertama. Inisiatif
dan upaya pengembangan kurikulum tidak datang dari atas tetapi dari bawah, yaitu guru-
guru atau komponen sekolah. Jika pada model administratif kegiatan pengembangan
kurikulum berasal dari atas, maka dalam model kedua ini inisiatifnya justru berasal dari
bawah, yaitu pengajar yang merupakan para pelaksana kurikulum. Model ini berdasarkan
pada anggapan bahwa penerapan suatu kurikulum akan lebih efektif jika para pelaksananya
di sekolah sudah diikutsertakan sejak semula dalam kegiatan pengembangan kurikulum
itu.23 administrator cukup memberikan bimbingan dan dorongan kepada para staf pengajar.
Setelah penyelesaian tahap tertentu, biasanya diadakan lokakarya untuk membahas hasil
yang telah dicapai, dan sebaliknya merencanakan kegiatan yang akan dilakukan
selanjutnya. Pengikut lokakarya di samping para pengajar dan kepala sekolah, juga
melibatkan orang tua dan anggota masyarakat, serta para konsultan dan para nara sumber
lain.
Dalam pengembangan kurikulum yang bersifat grass roots seorang guru, sekelompok
guru atau keseluruhan guru suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum.
Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen
kurikulum, satu atau beberapa bidang studi ataupun seluruh bidang studi dan seluruh
komponen kurikulum. Menurut Sukmadinata, apabila kondisinya telah memungkinkan, baik
dilihat dari kemampuan guru-guru, fasilitas, biaya maupun bahan-bahan kepustakaan,
pengembangan kurikulum model grass roots akan lebih baik. Hal itu didasarkan atas
pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan juga penyempurna dari
pengajaran di kelasnya. Dialah yang paling tahu kebutuhan kelasnya, oleh karena itu dialah
yang paling kompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya.24

C. Model Kurikulum Hilda Taba


Model pengembangan kurikulum yang ditemukan oleh Hilda Taba ini
berbeda dengan cara yang lazim, yakni yang bersifat deduktif, karena caranya bersifat
induktif. Itulah sebabnya model ini disebut model terbalik. Pengembangan kurikulum
model ini diawali dengan melakukan percobaan, penyusunan teori, dan kemudian
penerapannya, hal itu dimaksudkan untuk mempertemukan antara teori dan praktik serta

23
Nurgiyanto, Burhan. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum…, h. 169
24
Sukmadinata. Pengembangan Kurikulum…, h. 163
menghilangkan sifat keumuman dan keabstrakan pada kurikulum yang terjadi tanpa
percobaan.25 Ada lima langkah pengembangan kurikulum model Taba ini: 26
Langkah pertama, mengadakan unit-unit eksperimen bersama guru-guru. Di dalam
unit eksperimen ini diadakan studi yang seksama tentang hubungan antara teori dengan
praktik. Perencanaan didasarkan atas teori yang kuat, dan pelaksanaan eksperimen di dalam
kelas menghasilkan data-data untuk menguji landasan teori yang digunakan. Ada delapan
langkah dalam kegiatan unit eksperimen ini: (1) mendignosis kebutuhan, (2) merumuskan
tujuan-tujuan khusus, (3) memilih isi, (4) mengorganisasi isi, (5) memilih pengalaman belajar, (6)
mengorganisasi pengalaman belajar, (7) mengevaluasi, dan (8) melihat konsekuensi dan
keseimbangan.
Langkah kedua, menguji unit eksperimen. Meskipun unit eksperimen ini telah diuji
dalam pelaksanaan di kelas eksperimen tetapi masih harus diuji di kelas-kelas atau tempat
lain untuk mengetahui validitas dan kepraktisannya, serta menghimpun data bagi penyempurnaan.
Inti dari langkah kedua ini adalah mengujicobakan kurikulum yang sudah dikembangkan untuk
mengetahui kesahihan dan kelayakan dalam proses belajar mengajar sehingga menuntut
para pengembang untuk menganalisis dan merevisi hasil uji coba dan kemudian
mensosialisasikannya.
Langkah ketiga, mengadakan revisi dan konsolidasi. Dari langkah pengujian diperoleh
beberapa data. Data tersebut digunakan untuk mengadakan perbaikan dan penyempurnaan.
Selain perbaikan dan penyempurnaan diadakan juga kegiatan konsolidasi, yaitu penarikan
kesimpulan tentang hal-hal yang lebih bersifat umum yang berlaku dalam lingkungan yang
lebih luas. Hal itu dilakukan, sebab meskipun suatu unit eksperimen telah cukup valid dan
praktis pada suatu sekolah, belum tentu demikian juga pada sekolah yang lainnya. Untuk
menguji pemberlakuannya pada daerah yang lebih luas perlu adanya kegiatan konsolidasi.
Langkah keempat, pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum. Jika dalam
kegiatan penyempurnaan dan konsolidasi telah diperoleh sifatnya yang lebih menyeluruh
atau berlaku lebih luas, maka hal itu masih harus dikaji oleh para ahli kurikulum dan para
profesional kurikulum lainnya. Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui konsep-konsep
dasar atau landasan-landasan teori yang dipakai sudah masuk dan dipakai.
Langkah kelima, implementasi dan diseminasi, yaitu menerapkan kurikulum baru
ini pada daerah atau sekolah-sekolah yang lebih luas. Di dalam langkah ini masalah dan
kesulitan-kesulitan pelaksanaan tetap dihadapi, baik berkenaan dengan kesiapan guru-guru,
fasilitas, alat dan bahan, maupun biaya.

25
Ahmad, H.M. dkk., Pengembangan Kurikulum di Perguruan Tinggi (Bandung: Pustaka Setia, 1998), h.
57
26
Sukmadinata. Pengembangan Kurikulum…, h. 166
Langkah-langkah di atas menunjukkan uraian yang jelas tentang pendapat Taba
yang mempunyai ciri-ciri sistematis dan pendekatan yang logis terhadap pengembangan
kurikulum. Taba secara tegas menempatkan kerasionalan atau tujuan kurikulum dalam
rangkaian model kurikulum, meskipun dalam hal ini konsep Taba lebih luas daripada
konsep Tyler. Pendekatannya lebih menitikberatkan pada anak didik yang muncul dari
interaksinya dengan sekolah-sekolah di California. Selama bekerja dengan para pendidik,
Taba menyadari bahwa mereka akan menjadi para pengembang kurikulum yang penting di
masa mendatang dan suatu sistem model yang rasional akan berarti bagi mereka. Model
kurikulum Tyler dan Taba dikategorikan ke dalam Rational Model atau Objectives Model.27

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
1. Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan subjek akademik, pendekatan humanistik,
pendekatan teknologi, dan pendekatan rekonstruksi social.
2. Tujuan pendekatan humanis yaitu menekankan pengembangan kepribadian peserta didik
secara utuh dan seimbang, antara perkembangan segi intelektual (kognitif), afektif, dan
psikomotor. Kurikulum humanistic menekankan pengembangan potensi dan kemampuan
dengan memperhatikan minat dan kebutuhan peserta didik.
3. Dasar pendekatan subjek akademis daam pengembangan kurikulum Pendidikan islam
yaitu bentuk atau model tertua diantara model lainnya, dan biasanya suatu lembaga
pendidikan atau sekolah sampai sekarang tidak bisa lepas dari pendekatan ini. Dan
mempunyai tujuan yaitu melatih siswa dalam menggunakan gagasan yang paling
bermanfaat dan proses menyelidiki masalah riset khusus.
4. Pendekatan subjek akademis dan humanistik dalam pengembangan kurikulum pendidikan
agama Islam menaruh arah pada pendidikan agama Islam yang berorientasi pada
27
Idi, Abdullah.  Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), h. 159
pencapaian kemampuan pendidikan agama Islam yang ideal dan membuatkan seluruh
potensi peserta didik secara holistic untuk menciptakan peserta didik yang memiliki
kepribadian seutuhnya.

Saran
Demikianlah makalah ini kami susun, penulis mengucapakan terimakasi sebesar-besar nya
kepada pembaca kerana telah membaca makalah ini hingga akhir. Harapan kami adalah pembaca
dapat mengambil hal positif dari makalah ini. Namun, kami selaku penulis menyadari bahwa kami
jauh dari kata sempurna, dan tidak terlepas dari kesalahan serta kekurangan. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan penulis terima dengan senang hati.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid dan Dian Andayani. 2004. Pendidikan Agama Islam BerbasisKompetensi Konsep dan

Implementasi Kurikulum. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Abdullah Idi. 2007. Pengembangan Kurikulum Teori Dan Prakteki. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Ahmad dkk. 1998. Pengembangan Kurikulum. Bandung: Ristata Setia.

Ahmad, H.M. dkk. 1998. Pengembangan Kurikulum di Perguruan Tinggi. Bandung: Pustaka Setia.

Arifin, Zainal. 2011. Konsep dan Model pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Awwaliyah, Robiatul. 2019. Pendekatan Pengelolaan Kurikulum Dalam Menciptakan Sekolah

Esti Ismawati. Telaah Kurikulum Dan Pengembangan Bahan Ajar.

Hamalik, Oemar. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara


Mudlofir, Ali. 2012. Aplikasi Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Bahan Ajar

dalam Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Hamid, Hamdani. 2012. Pengembangan Kurikulum Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia.

Idi, Abdullah.  2007. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Ittihad. 2017. Jurnal Kopertais Wilayah XI Kalimantan. Volume 15 No.28

Kusnandi. 2017. Integrasi Kurikulum Berbasis Pesantren Pada Lembaga

Makin, Baharuddin &. 2007. Pendidikan Humanistik: Konsep, Teori, Dan Aplikasi Praktis Dalam

Dunia Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Mudhofir Abdullah. 2012. Aplikasi Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Bahan

Ajar Dalam Pendidikan Islam. Jakarta: Rajawali Pers.

Muhammad Arifin, Muhammad Jamila. 2020. Modul kurikulum dan Pembelajaran. Medan: Unsu

Press.

Nik Haryati. 2014. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam. Bandung: Alfabeta.

Nurgiyanto, Burhan. 1988. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Yogyakarta: BPFEE.

Nurgiyanto, Burhan. Dasar-dasar Pengembangan Pendidikan Kurikulum. Jurnal Kependidikan.

5(2):279–97.

Setiyadi, Dwi. 2016. Kurikulum Humanistik Dan Pendidikan Karakter: Sebuah Gagasan

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2010. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Sulfemi, Wahyu Bagja. 2019. Manajemen Sekolah.

Suprihatin, Suprihatin. 2017. “Pendekatan Humanistik Dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan

Agama Islam.” POTENSIA: Jurnal Kependidikan Islam. 3(1):82.

Syarif, Mohammad. 2018. “Strategi Pengembangan Kurikulum Yang Relevan Dengan Pangsa Pasar

Kerja.” Tarbiya Islamia: Jurnal Pendidikan Dan Keislaman. 7(1):124.

Unggul. Insania : Jurnal Pemikiran Alternatif Kependidikan. 24(1):35–52.

Zainuri, Ahmad. 2018. Konsep Dasar Kurikulum Pendidikan. Palembang: CV Amanah.

Anda mungkin juga menyukai