Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

TEORI BELAJAR HUMANISTIK

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah belajar dan pembelajaran

Dosen pengampuh: Inang Irma Rezkillah, M. Pd

Oleh

KELOMPOK 5:

Markuna (2021A1H090)

Nina Fariyatin (2021A1H101)

Nurginda Fitrah (2021A1H114)

Nur Azlia Azahrah (2021A1H105)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR (PGSD)


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP)
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM
2022/2023

Kata pengantar
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat
tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap bantuan
dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun
materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan
dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Mataram, 17 September
2022

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Belajar adalah suatu proses perubahan pada diri individu yaitu perubahan tingkah laku
sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat
ditunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti perubahan pengetahuanya, sikap dan tingkah laku,
keterampilan, kecakapanya, kemampuannya, daya reaksinya dan daya penerimaanya. Dalam
suatu pembelajaran juga perlu didukung oleh adanya suatu teori dan belajar, secara umum teori
belajar dikelompokkan dalam empat kelompok atau aliran meliputi: (1) Teori Belajar
Behavioristik, (2) Teori Belajar Kognitif, (3) Teori Belajar Sosial, dan (4) Teori Belajar
Humanistik. Dari keempat teori yang telah disebutkan di atas, di dalam makalah ini akan dibahas
salah satu dari teori-teori tersebut yaitu teori humanistik. Teori ini mempelajari perilaku belajar
peserta didik dan mengembangkan potensi yang ada di dalam dirinya.

Dalam dunia pendidikan terdapat dua komponen pokok yang harus jelas tentang
keberadaanya, yaitu siswa dan guru. Suatu proses pembelajaran tidak akan berkembang jika
hanya ada guru saja tanpa adanya murid, dan begitupula jika kebradaan murid dalam proses
pembelajaran tanpa didampingi oleh gurunya maka tidak akan berkembang proses pendidikan
tersebut. Kemudian tingkat kepribadian siswa yang bermacam-macam, ada yang baik, kasar,
malas, pintar, manja, bodoh, nakal dan lain sebagainya merupakan isyarat bagi guru untuk dapat
mendekati siswanya. Oleh karena itu untuk mengetahui bagaimana keadaan psikologi siswa
dalam proses pembelajaran harus dilakukan beberapa pendekatan. Sehingga setelah kita
mengetahui kondisi psikologi peserta didik, kita selaku calon guru dapat mempersiapkan dan
memilih metode yang tepat dalam menyampaikan suatu mata pelajaran ketika diberi kesempatan
untuk terlibat dalam proses belajar mengajar.

Dalam dunia pendidikan banyak dikenal beberapa teori pendidikan. Salah satunya yaitu
teori humanistik yang fokus pembahasanya menitikberatkan kepada perilaku seseorang manusia.
Pada hakikatnya teori ini berkembang dari aliran psikologi yang kemudian berpengaruh terhadap
arah pengembangan teori, praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran
humanistik. Oleh karena itu prespektif disiplin ilmu yang digunakan penulis dalam menyusun
makalah ini ada dua macam, yaitu disiplin ilmu pendidikan dan psikologi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan teori humanisme?


2. Bagaimana sejarah timbulnya teori humanisme?
3. Siapa saja tokoh dalam teori humanisme?
4. Bagaimana orientasi teori humanisme?
5. Apa Tahap- tahap Pembelajaran yang Menggunakan Teori Belajar Humanistik?
6. Apa saja kekurangan dan kelebihan teori humanisme?
7. Bagaimana implementasi teori humanisme dalam pembelajaran?

1.3 Tujuan Penulisan

Untuk membantu proses pendidikan dalam memahami psikologis dari guru dan peserta
didik, agar mudah melaksakan proses pembelajaran. Sehingga memudahkan guru dan peserta
didik dalam mengaplikasikan teori pembelajaran humasnitik yang sesuai dengan metode
pembelajarannya.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Teori Belajar Humanistik

Teori humanisme merupakan salah satu teori yang terdapat dalam teori-teori pendidikan
dalam disiplin ilmu pendidikan. Teori humanistik merupakan konsep belajar yang lebih melihat
pada sisi perkembangan kepribadian manusia. Berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan
menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut.
Kemudian teori humanisme banyak mengadopsi prinsip-prinsip progresif dan mendapat stimulan
dari eksistensialisme, yang mencakup keberpusatan pada anak, peran guru yang tidak otoritatif,
pemfokusan pada subjek didik yang terlibat aktif, dan sisi-sisi pendidikan yang kooperatif dan
demokratis. Pada intinya fokus teori humanisme adalah perilaku seseorang. Selain itu teori
belajar humanistik sifatnya sangat mementingkan isi yang dipelajari dari pada proses
pembelajaran itu sendiri. Teori belajar ini lebih banyak berbicara tentang konsep-konsep
pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan dan bertujuan untuk memanusiakan
manusia itu sendiri serta tentang proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dalam artian
memanusiakan manusia adalah perilaku tiap orang ditentukan oleh orang itu sendiri dan
memahami manusia terhadap lingkungan dan dirinya sendiri.

Secara luas definisi teori belajar humanisitk ialah sebagai aktivitas jasmani dan rohani
guna memaksimalkan proses perkembangan. Sedangkan secara sempit pembelajaran diartikan
sebagai upaya menguasai khazanah ilmu pengetahuan sebagai rangkaian pembentukan
kepribadian secara menyeluruh. Pertumbuhan yang bersifat jasmaniyah tidak memberikan
perkembangan tingkah laku. Perubahan atau perkembangan hanya disebabkan oleh proses
pembelajaran seperti perubahan habit atau kebiasaan, berbagai kemampuan dalam hal
pengetahuan, sikap maupun keterampilan.

Penerapan teori humanistik pada kegiatan belajar hendaknya pendidik menuntun peserta
didik berpikir induktif, mengutamakan praktik serta menekankan pentingnya partisipasi peserta
didik dalam pembelajaran. Hal tersebut dapat diaplikasikan dengan diskusi sehingga peserta
didik mampu mengungkapkan pemikiran mereka di hadapan audience. Pendidik mempersilakan
peserta didik menanyakan materi pelajaran yang kurang dimengerti. Proses belajar menurut
pandangan humanistic bersifat pengembangan kepribadian, kerohanian, perkembangan tingkah
laku serta mampu memahami fenomena di masyarakat. Tanda kesuksesan penerapan tersebut
yaitu peserta didik merasa nyaman dan bersemangat dalam proses pembelajaran serta adanya
perubahan positif cara berpikir, tingkah laku serta pengendalian diri.

Teori belajar humanistik memandang bahwa siswa dapat dikatakan telah berhasil dalam
belajar apabila ia telah mampu mengerti dan memahami lingkungan serta dirinya sendiri. Teori
belajar humanistik melihat proses dan perilaku belajar dari sudut pandang perilaku si pelajar,
bukan dari sudut pandang pengamatnya. Oleh sebab itu, tujuan utama proses pembelajaran dalam
pandangan teori belajar humanistik adalah bertujuan agar siswa dapat mengembangkan dirinya,
yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenali diri mereka sendiri sebagai manusia
yang unik dan membantu mewujudkan dan mengembangkan potensi-potensi yang ada pada diri
mereka masing-masing.

Dengan demikian, pembelajaran pada dasarnya untuk kepetingan memanusiakan siswa


sebagai manusia itu sendiri. Penganut aliran humanistik ini meyakini adanya perasaan, presepsi,
keyakinan dan maksud-maksud tertentu sebagai perilaku-perilaku batiniah yang menyebabkan
seseorang berbeda dengan orang lain. Oleh sebab itu aliran, aliran teori belajar humanistik lebih
cenderung disebut sebagai teori belajar yang paling ideal. Hal ini disebabkan setiap individu
memiliki perbedaan dan kondisi individual yang sangat kompleks sehingga teori belajar
humanistik ini pada dasarnya menghendaki pemanfaatan bahkan memadukan berbagai teori
belajar dari aliran apapun asal tujuan utamanya adalah memanusiakan manusia dalam bentuk
pengembangan potensi-potensi siswa tersebut. Atas dasar pandangan-pandangan tersebut, teori
belajar humanistik lebih mendekati sebagai teori belajar yang bersifat sangat eklektik.

Proses pengajaran humanistik, multiple intelegency peserta didik berbeda harus dipahami
oleh pendidik yang hebat. pengajaran humanistik, menitik beratkan kepada ide –ide siswa yang
dianggap sebagaiide yang unik menurut teori, praktik dan keadaan kehidupan mereka. Contoh
model-model pembelajaran humanistik ini adalah pembelajaran kooperatif , tandur dan CTL.
Pada Psikologi humanistik pendidik sebagai fasilitator. Pendidik merupakan pendidik yang
manusiawi yang paham terhadap gaya belajar dan sikap peserta didiknya. Pendidik mengarahkan
siswa untu mengembangkan dirinya sesuai dengan kemampuan-kemampuan intelegesi yang
dimiliki. Pendidik membimbing peserta didik tidak membebani peserta didik dalam proses
pembelajaran tetapi menanamkan nilai-nilai atau perilaku positif dan perilaku negatif.

2.2 Sejarah timbulnya teori humanisme

Seperti yang telah dipaparka diatas bahwa teori humanisme dalam disiplin ilmu
pendidikan merupakan akar pengembangan dari ilmu psikologi. Oleh karena itu sejarah singkat
timbulnya teori humanisme akan dipaparkan dari awal kemunculanya dala ilmu psikologi.

Pada akhir tahun 1940-an muncul suatu perspektif psikologi baru yang dipelopori oleh
beberapa orang yang mengembangkan ilmu psikologi, diantaranya yaitu ahli-ahli psikologi
klinik, pekerja-pekerja sosial dan konseler. Gerakan ini berkembang dan kemudian dikenal
sebagai psikologi humanistik. Psikologi ini berusaha untuk memahami prilaku seseorang dari
sudut si pelaku (behavior), bukan dari pengamat (observer).

Dalam dunia pendidikan, aliran humanistik muncul pada tahun 1960 sampai dengan
1970-an dan kemudian perubahan-perubahan dan inivasi yang terjadi selama dua dekade yang
terakhir pada abad 20 ini pun juga akan menuju pada arah ini.

2.3 Tokoh- tokoh Teori Humanistik

Berikut ini pemaparan tokoh-tokoh yang sangat berperan beserta teori-teorinya sebagai
kontribusi atas lahirnya teori humanisme.

a. Arthur Combs (1912-1999)

Konsep dasar dalam pembelajaran yang diggunakan Arthur Combs adalah meaning
(makna atau arti). Konsep ini menganggap bahwa proses belajar pada siswa akan benar-benar
terjadi apabila sesuatu yang dipelajari memiliki arti bagi individu siswa yang bersangkutan. Oleh
karena itu, guru juga tidak bisa dan tidak akan bisa memaksakan pada siswa untuk belajar atau
mempelajari suatu materi yang tidak disukai dan mungkin tidak relevan dengan kehidupan siswa.
Dengan demikian,kebanyakan kasus dari siswa yang tidak mau dan dan tidak bisa menguasai
sebuah materi pelajaran atau bahkan siswa berperilaku buruk (seperti membolos atau tidak
mengikuti proses pembelajaran dengan sungguh-sungguh)bukan karea mereka bodoh,melainkan
tidak memiliki alasan yang kuat untuk mempelajarinya. Perilaku-perilaku buruk yang muncul
pada siswa selama proses pembelajaran lebih banyak disebabkan sisswa tidak memperoleh atau
merasakan kepuasan dalam mengikuti proses pembelajaran.

Menurut Combs, Avila, dan Purkey, perilaku yang keliru atau tidak baik pada individu
siswa dalam proses terjadi karena tidak adanya kesediaan dari individu untuk melakukan apa
yang seharusnya dilakukan. Hal tersebut disebabkan adanya sesuatu yang lebih menarik dan
memuaskan siswa di luar kegiatan belajar mengajar itu sendiri. Misalnya,guru yang mengeluh
karena siswanya yang tidak berminat untuk belajar. Hal ini sebenarnya disebabkan tidak
berminat melakukan apa yang dikehendaki oleh guru. Oleh sebab itu,guru harus mengadaakan
aktivitas pembelajaran lain dengan model dan metode yang lebih menarik bagi siswanya.
Dengan demikian, diharapkan siswa akan lebih berminat dan merasa perlu untuk mengikuti
proses pembelajaran. Konsep pembelajaran yang berarti menurut Gaine & Briggs ialah
bagaimana siswa mampu memperoleh arti atau mengambil manfaat bagi diri pribadi siswa dari
materi yang dipelajari tersebut dalam bentuk kemampuannya menghubungkan dengan kehidupan
nyata. Hal ini disebabkan arti atau kebermaknaan sebuah materi pelajaran tidaklah menyatu
dalam materi tersebut. Akan tetapi, individu siswa sendirilah yang memberikan arti pada sebuah
materi pelajaran tersebut. Oleh sebab itu,guru harus memahami perilaku siswa dengan cara
memahami dunia presepsi atau kondisi dan cara pandang siswa sehingga apabila ingin mengubah
perilaku siswa,harus diawali dengan mengubah keyakinan dan pandangan siswa tersebut.

Berdasarkan konsep dasar humanistik tentang pembelajaran yang berarti tersebut, dapat
dijelaskan bahwa semakin jauh sebuah materi pelajran atau pengetahuan dari persepsi diri atau
keberaartiannya bagi siswa, akan semakin berkurang pengaruhnya terhadap perilaku siswa dalam
bentuk keaktifan mengikuti proses pembelajaran maupun kesediaannya untuk mengikuti seluruh
proses pembelajaran. Dengan demikian, apabila materi pembelajaran atau pengetahuan yang
hanya mempunyai sedikit hubungan dengan diri sendiri, pengetahuan tersebut akan mudah
terlupakan dan hilang. Begitupun sebaliknya, apabila semakin dekat pengetahuan dengan
persepsi siswa maka akan semakin kuat tersimpan dalam memori artinya, semakin jauh hal-hal
yang dipelajari (dunia luar) oleh siswa,akan semakin kurang pengarunya terhadap individu
tersebut. Sebaliknya, semakin dekat hal-hal yang dipelajari tersebut dengan pusat lingkaran, akan
semakin besar pengaruhnya terhadap seseorang dalam perilaku. Oleh sebab itu,dalam proses
pembelajaran terutama pada proses pembelajaran terutama pada proses pendahuluan guru harus
menempuh hal-hal berikut.

1. Memberikan sugesti-sugesti positif terhadap siswa.

2. Memberikan pemaparan tentang manfaat dari mempelajari materi pelajaran yang akan
disampaikan nanti.

3. Memunculkan rasa ingin tahu siswa dengan berbagai kegiatan terutama mengaitkannya
dengan kehidupan keseharian siswa.

4. Menciptakan lingkungan fisik pembelajaran yang positif dan menyenangkan mencakup tata
ruang dan kondisi lainnya.

5. Menciptakan lingkungan sosio-emosional yang menyenangkan bagi seluruh siswa.

6. Meredakan rasa gelisah, takut, dan sebagainya yang mungkin dimiliki siswa sebelum proses
pembelajaran dmulai.

7. Menghilangkan segala bentuk hambatan yang mungkin muncul dalam proses pembelajaran
dan mengajak siswa untuk terlibat secara penuh sejak awal pembelajaran sampai akhir
pembelajaran.

b. Abraham H. Maslow

Maslow dibesarkan di pinggiran kota Brookly. Ia pernah menjadi Guru Besar psikologi di
Universitas Brandies dan pernah menjabat presiden American Psychological Association (APA).
Abraham Maslow meninggal secara mendadak akibat serangan jantung abad 8 Juni 1970.

1. Konsep Dasar Teori Abraham Maslow

Perkembangan teori Abraham Maslow didasari adanya asumsi bahwa di dalam diri
individu terdapat sebuah usaha positif individu untuk berkembang dan kekuatan untuk melawan
atau menolak hambatan yang mungkin berkembang. Ia mengatakan bahwa setiap orang memiliki
perasaan takut untuk berusaha dan berkembang. Takut mengambil kesempatan, dan takut untuik
kehilangan apa yang telah dimiliki. Namun demikian, di lain pihak mereka juga memiliki
dorongan – dorongan untuk menerima diri sendiri, maju menuju ke arah berfungsinya semua
kemampuan dan rasa percaya diri serta diterima oleh dunia luar. Oleh sebab itu, pada dasarnya
Maslow berbicara tentang segenap potensi sebagai modal yang telah dimiliki dan kebutuhan
sebagai bentuk keinginan-keinginan yang mendorong individu melakukan berbagai aktivitas.

2. Aplikasi Teori Maslow dalam Pembelajaran

Aplikasi teori Maslow dalam pembelajaran menuntut guru untuk memperhatikan


pemenuhan hierarki kebutuhan-kebutuhan tersebut, terutama pada individu siswa. Hal ini
disebabkan kebutuhan manusia tersebut memiliki implikasi yang penting dan seharusnya
diperhatikan juga oleh guru saat proses pembelajaran. Misalnya, mengapa siswa tidak
mengerjakan tugas rumah, mengapa siswa tidak tenang mengikuti proses pembelajaran, atau
mengapa siswa sama sekali tidak berminat dalam belajar. Menurut Maslow, minat ataupun
motivasi untuk belajar tidak dapat berkembang jika kebutuhan-kebutuhan pokok dan mendasar
dari siswa tidak terpenuhi. Siswa yang datang ke sekolah tanpa makan pagi yang cukup atau
kurang tidur atau juga membawa persoalan keluarga, rasa cemas atau takut, tidak berminat
mengaktualisasi diri serta permasalahan lainnya akan menyebabkan siswa tidak dapat belajar
dengan baik di kelas.

c. Carl Rogers

Rogers lahir pada 8 Januari 1902 di Cikago, AS. Latar belakang pendidikannya adalah
keagamaan yang kemudian tertarik dan mendalami bidang psikologi. Bidang psikologis klinis
merupakan bidang yang didalaminya di Colombia University dan memperoleh gelar Ph. D. pada
1931. Gelar profesor diterima dari Ohio State University tahun 1940. Sejak tahun 1942, mulai
mengembangkan mekonsep counseling dan psikoterapi dengan menekankan pengembangan
model client centered therapy atau terapi berpusat pada klien.

Menurut Rogers terdapat dua tipe belajar,yaitu kognitif (kebermaknaan) dan experiental
(pengalaman ataau signifikasi). Tipe belajar experiental learning lebih menekankan pada
pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa dalam belajar. Kualitas pembelajaran ini akan
terlihat dari keterlibatan siswa secara aktif, baik secara personal maupun kelompok, siswa yang
berinisiatif, evaluasi yang dilakukan oleh siswa itu sendiri,dan adanya efek yang membekas pada
diri siswa setelah proses pembelajaran. Menurut Rogers terdapat beberapa prinsip dalam poses
pembelajaran menurut pandangan teori belajar humanistik yang patut menjadi perhatian guru
dalam mellaksanakan proses pembelajaran. Prinsip -prinsip tersebut yaitu :

1. Hasrat Untuk Belajar

Pada dasarnya setiap individu siswa atau manusia mempunyai hasrat alami untuk belajar.
Konsep dorongan ingin tahu tersebut merupakan asumsi dasar pendidikan dan pembelajaran dari
sudut pandang humanistik. Dengan demikian, praktik kelas yang memperhatikan teori
humanistik dapat diwujudkan dalam bentuk siswa diberi kesempatan dan kebebasan memuaskan
dorongan ingin tahunya selama proses belajar, memenuhi minatnya untuk mempelajari dan
mengetahui sesuatu, dan membantu siswa menemukan apa yang berarti serta penting bagi
dirinya sekarang dan akan datang.

2. Belajar yang Bearti

Prinsip belajar yang berarti menjelaskan bahwa siswa hanya akan belajar dengan cepat
dan berhasil apabila materi yang dipelajari mempunyai arti baginya. Hal ini akan sangat mungkin
terjadi apabila materi pelajaran yang dipelajari relevan atau sesuai dengan kebutuhan dan
maksud siswa. Misalnya, siswa akan cepat belajar menghitung uang,karena dengan uang tersebut
ia dapat membeli sendiri sesuatu atau mainan bahkan makanan yang diinginkannya.

3. Belajar Tanpa Ancaman

Belajar tanpa ancaman adalah proses belajar akan menjadi lebih mudah dilakukan oleh
siswa dengan hasil yang memuaskan yang dapat disimpan dengan baik apabila dalam
pelaksanaan proses belajar dan pembelajaran berlangsung dalam lingkungan yang terbebas dari
ancaman-ancaman yang mengganggu bahkan membahayakan siswa. Oleh sebab itu,proses
belajar akan tetap berjalan lancar dan mencapai tujuan dengan baik manakala siswa memiliki
kesempatan untuk menguji kemampuannya selama proses belajar, mencoba pengalaman-
pengalaman baru dalam belajar, atau membuat kesalahan selama belajar tanpa mendapat
ancaman, kecaman, apalagi hukuman yang biasanya menyinggung perasaan siswa.

4. Belajar atas Inisiatif Sendiri


Prinsip belajar atas inisiatif sendiri tersebut menjelaskan bahwa belajar akan lebih
bermakna bagi siswa apabila proses tersebut dilakukan atas inisiatif siswa sendiri dan melibatkan
perasaan serta pikiran siswa. Dengan demikian, jika proses belajar yang dilakukan bersifat
pribadi dan efektif yang akan menghasilkan rasa memiliki pada siswa atas apa yang dipelajari
akan menjadikan mau dan mampu terlibat dalam proses belajar dengan lebih aktif, lebih
bersemangat dalam mengerjakan tugas-tugas, dan bergairah untuk belajar terus. Oleh sebab itu
pemberian motivasi pada siswa itu sangat mendorong siswa tersebut untuk mau belajar secara
mandiri.

5. Belajar dan Perubahan

Belajar yang paling bermanfaat bagi siswa adalah belajar tentang proses belajar itu
sendiri. Misalnya, pengetahuan zaman dahulu berkembang lamban dan relatif statis, tetapi
sekarang perubahan pengetahuan berlangsung dengan cepat merupakan faktanya. Dengan kata
lain, ilmu pengetahuan terus maju dan berkembang secara pesat. Oleh karena itu, yang
dibutuhkan oleh siswa adalah individu-individu yang mampu belajar di lingkungan yang sedang
akan terus berubah, artinya belajar untuk mempersiapkan siswa hidup dan menghadapi masa
depan.

d. Kolb, dengan konsepnya tentang empat tahap belajar, yaitu pengalaman konkret, pengalaman
aktif dan reflektif, konseptualisasi, dan eksperimentasi aktif.
e. Honey dan Mumford, menggolongkan siswa menjadi 4, yaitu aktifis, reflektor, teoris, dan
pragmatis.
f. Hubermas, membedakan 3 macam atau tipe belajar, yaitu belajar teknis, belajar praktis, dan
belajar emansipatoris.
g. Bloom dan Krathwohl, dengan 3 kawasan tujuan belajar, yaitu kognitif, psikomotor, dan
efektf.
h. Ausubel, walaupun termasuk juga kedalam aliran kognitifisme, ia terkenal dengan konsepnya
belajar bermakna (meaningful learning).

2.4 Orientasi teori humanistik


Berangkat dari disiplin ilmu psikologi, psikologi humanistik memberikan sumbangannya
bagi pendidikan alternatif yang dikenal dengan sebutan pendidikan humanistik (humanistic
keseluruhan melalui pembelajaran nyata. Pengembangan aspek emosional, sosial, mental, dan
keterampilan dalam berkarier menjadi fokus dalam model pendidikan humanistik.

Perhatian Psikologi Humanistik yang utama tertuju pada masalah bagaimana tiap-tiap
individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan
kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Menurut para pendidik aliran humanistik,
penyusunan dan penyajian materi pelajaran harus sesuai dengan perasaan dan perhatian siswa.

Teori kepribadian humanistik direpresentasikan oleh teori kepribadian salah satu tokoh
pelopor teori humanisme yaitu Maslow. Ajaran-ajaran yang berkaitan dengan teori kepribadian
humanistik adalah:

1. Individu sebagai keseluruhan yang integral

Salah satu aspek yang fundamental dari psikologi humanistik adalah ajarannya bahwa
manusia atau individu harus dipelajari sebagai keseluruhan yang integral, khas, dan terorganisasi.
Maslow merasa bahwa para ahli psikologi di masa lalu maupun sekarang terlalu banyak
membuang waktu untuk menganalisa kejadian-kejadian (tingkah laku) secara terpisah dan
mengabaikan aspek-aspek dasar dari pribadi yang menyeluruh. Dalam perumpamaan umum,
pernyataan Maslow ini bisa dinyatakan melalui ungkapan bahwa para ahli psikologi itu hanya
mempelajari pohon-pohon, bukan hutan. Dalam teori maslow dengan prinsip holistiknya itu,
motivasi mempengaruhi individu secara keseluruhan, dan bukan secara sebagian.

2. Ketidak relevanan penyelidikan dengan hewan

Maslow dan para teoris kepribadian humanistik umumnya memandang manusia sebagai
makhluk yang berbeda dengan hewan apa pun. Ia menganggap bahwa behaviorisme dengan
filsafat yang menyertainya telah mendehumanisasikan manusia dengan memandangnya tak lebih
dari mesin pengolah reflek-reflek berkondisi dan tak berkondisi. Maslow menegaskan bahwa
peyelidikan dengan hewan tidak relevan bagi upaya memahami tingkah laku manusia karena hal
itu mengabaikan ciri-ciri yang khas manusia seperti adanya gagasan-gagasan, nilai-nilai, rasa
malu, cinta, semangat, humor, rasa seni, kecemburuan, dan sebagainya, dan dengan kesemua ciri
yang dimilikinya itu manusia bisa menciptakan pengetahuan, puisi, musik, dan pekerjaan-
pekerjaan khas manusia lainnya.

3. Pembawa baik manusia

Psikologi humanistik memiliki anggapan, bahwa manusia itu pada dasarnya adalah baik,
atau tepatnya netral. Menurut persepektif humanistik, kekuatan jahat atau merusak yang ada pada
manusia itu adalah hasil dari lingkungan yang buruk, dan bukan merupakan bawaan.

4. Potensi kreatif manusia

Potensi kreatif manusia merupakan potensi yang umum pada manusia, jika setiap orang
memiliki kesempatan atau menghuni lingkungan yang menunjang, setiap orang dengan
kreatifitasnya itu akan mampu mengungkapkan segenap potensi yang dimilikinya. Maslow
mengingatkan bahwa, untuk menjadi kreatif seorang itu tidak perlu memiliki bakat atau
kemampuan khusus. Kreativitas itu tidak lain adalah kekuatan yang mengarahkan manusia
kepada pengekspresian dirinya.

5. Penekanan pada kesehatan psikologis

Psikologi humanistik memandang self-fulfillment sebagai tema yang utama dalam hidup
manusia, suatu tema yang tidak akan ditemukan pada teori-teori lain yang berlandaskan studi
atas individu-individu yang mengalami gangguan.

Dari pemaparan di atas dapat diambil benang merah bahwa orientasi teori humanistik
adalah pengaktualisasian diri sesuai dengan peunjuk-petunjuk yang baik serta mampu
mengembangkan potensi secara utuh, sehingga dapat bermakna dan berfungsi bagi kehidupan
dirinya dan lingkungannya.

2.5 Karakteristik Teori Belajar Humanistik

Menurut Suprayogi, teori belajar humanistik memiliki ciri- ciri sebagai berikut:

a. mementingkan manusia sebagai pribadi


b. mementingkan kebulatan pribadi
c. mementingkan peran kognitif dan efektif
d. mengutamakan terjadinya aktualisasi diri dan self concept
e. mementingkan persepsual subyektif yang dimilki tiap individu
f. mementingkan kemampuan menentukan bentuk tingkah laku sendiri
g. mengutamakan insight (pengertian)

2.6 Tahap- tahap Pembelajaran yang Menggunakan Teori Belajar Humanistik

Banyak tokoh penganut aliran humanistik, salah satunya adalah Kolb yangterkenal
dengan “Belajar Empat Tahap”nya. Kolb seorang ahli penganut aliran humanistik membagi
tahap-tahap belajar menjadi empat, yaitu:

a. Tahap Pengalaman Konkrit


Pada tahap paling awal dalam peristiwa belajar adalah seseorang mampu
ataudapat mengalami suatu kejadian sebagaimana adanya. Ia dapat melihat
dan merasakannya, dapat menceritakan peristiwa tersebut sesuai dengan apa
yang dialaminya. Namun dia belum memiliki kesadaran tentang hakekat dari
peristiwatersebut. Ia hanya dapat merasakan kejadian tersebut apa adanya, dan belum
dapat memahami serta menjelaskan bagaimana peristiwa itu terjadi. Ia juga belum
dapatmemahami mengapa peristiwa tersebut harus terjadi seperti itu.
Kemampuan inilah yang terjadi dan dimiliki seseorang pada tahap paling awal dalam
prosesbelajar. Contoh kegiatan tahap pengalaman konkrit dalam proses belajar adalah
pengajar memberikan apersepsi yang berkaitan dengan materi ajar dan
mengaitkan materi dengan kehidupan sehari-hari dan juga lingkungan sekitar disekolah
maupun di rumah, dibantu dengan media penunjang seperti gambar atau video.
b. Tahap Pengamatan Aktif dan Reflektif
Tahap kedua dalam peristiwa belajar adalah bahwa seseorang makin lama akan
semakin mampu melakukan observasi secara aktif terhadap peristiwa yang
dialaminya. Ia mulai berupaya untuk mencari jawaban dan memikirkan kejadian tersebut.
Ia melakukan refleksi terhadap peristiwa yang dialaminya, dengan
mengembangkan pertanyaan-pertanyaan bagaimana hal itu bisa terjadi, dan
mengapa hal itu mesti terjadi. Pemahamannya terhadap peristiwa yang dialaminya
semakin berkembang. Kemampuan inilah yang terjadi dan dimiliki seseorang
pada tahap kedua dalam proses belajar. Contoh kegiatan tahap pengamatan aktif dan
reflektif dalam proses belajar adalah pengajar memberikan demonstrasi
sederhana dan mengajak siswa melakukan observasi di lingkungan sekolah yang
berkaitan tentang materi yang diajarkan.
c. Tahap Konseptualisasi
Tahap ketiga dalam peristiwa belajar adalah seseorang sudah mulai berupaya
untuk membuat abstraksi, mengembangkan suatu teori, konsep atau hukum dan prosedur
tentang sesuatu yang menjadi obyek perhatiannya. Berpikir induktif banyak
dilakukan untuk memuaskan suatu aturan umum atau generalisasi dari berbagai contoh
peristiwa yang dialaminya. Walaupun kejadian-kejadian yang diamati tampak
berbeda-beda, namun memiliki komponen komponen yang sama yang dapat dijadikan
dasar aturan bersama. Contoh kegiatan tahap konseptualisasi dalam proses belajar
adalah siswa mengasimilasikan dan menyaring hasil pengamatan dan
pengamatan refleksi dalam bentuk konsep dan selanjutnya memahami masalah,
setelah memahami masalah dan lalu pengajar membimbing siswa untuk menjawab
tentang hasil observasi atau memberikan hipotesis atas masalah yang mereka temukan.
d. Tahap Eksperimentasi Aktif
Tahap terakhir dari peristiwa belajar adalah melakukan eksperimentasi
secaraaktif. Pada tahap ini seseorang sudah mampu untuk mengaplikasikan
konsep-konsep, teori-teori atau aturan-aturan ke dalam situasi yang nyata.
Berpikir deduktif banyak digunakan untuk mempraktekkan dan menguji teori-teori
sertakonsep-konsep di lapangan. Ia mampu menggunakan teori atau rumus-
rumus untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Contoh tahap eksperimentasi aktif
dalam proses belajar adalah siswa mempraktikkan secara sederhana mengenai
materi tersebut dengan alat sederhana yang ada pada lingkungan sekolah.
Hal ini sesuai dengan pendapat dari Gibbs dalam healey dan alan jenskin (2000).
Dalam menetapkan implikasi pedagogik teori Kolb, Gibbs berpendapat tidaklah cukup
hanya untuk melakukan, dan juga tidak hanya cukup untuk -berpikir, juga
tidak cukup hanya untuk melakukan dan berpikir. Belajar dari pengalaman harus
melibatkan menghubungkan perbuatan dan pemikiran.

2.7 Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Humanistik


Adapun kelebihan dan kekurangan dari teori belajar humanistik ini adalah sebagai
berikut:

a. Kelebihan
1) Tumbuhnya kreatifitas peserta didik.
Dengan belajar aktif dan mengenali diri maka kreatifitas yang sesuai dengan
karakternya akan muncul dengan sendirinya. Dengan begitu akan muncul
keragaman karya. Jika berlanjut kepada nilai jual misalnya maka itu juga akan
menambah pemasukan atau paling tidak ada perasaan senang karena karyanya
dihargai.
2) Semakin canggihnya teknologi maka akan semakin maju perkembangan
belajarnya.
Canggihnya teknologi ternyata mampu membangun motivasi dalam
diri peserta didik untuk belajar. Hal inilah yang membuat pikirannya terasah
untuk menemukan pengetahuan baru.
3) Tugas guru berkurang.
Dengan peserta didik yang melinbatkan dirinya dalam proses belajar itu
jugaakan mengurangi tugas guru karena guru hanylah failisator peserta didik.
Gurutidak lagi memberikan ‘ceramah’ yang panjang, cukup dengan
memberikanpengarahan-pengarahan.
4) Mendekatkan satu dengan yang lainnya.
Bimbingan guru kepada peserta didik akan mempererat hubungan
antarkeduanya. Seringnya berkomunikasi akan menciptakan suasana yang
nyamankarena peserta didik tidak merasa takut atau tertekan. Begitupun antar
pesertadidik. Berdiskusi atau belajar kelompok akan membuat
persahabatan semakinerat, memahami satu sama lain, menghargai perbedaan dan
menumbuhkan rasatolong menolong
b. kekurangan

Selain kelebihan yang sudah disebutkan di atas, teori belajar


humanistik jugamemiliki beberapa kekurangan.
1) Pemahaman yang kurang jelas dapat menghambat pembelajaran. Guru biasanya
tidak memberikan informasi yang lengkap sehingga peserta didikyang kurang
referensi akan kesulitan untuk belajar.
2) Kebebasan yang diberikan akan cenderung disalah gunakan. Misal saja guru
menugaskan peserta didik untuk berdiskusi sesuai kelompok, pasti ada beberapa
peserta didik yang mengandalkan teman atau tidak mau bekerjasama.
3) Pemusatan pikiran akan berkurang. Dalam hal ini guru tidak sepenuhnya
mengawasi karena sistem belajar yang seperti ini adalah siswa yang berperan
aktif menggali potensi, sehingga peserta didik akan memanfaatkan keadaan
yang ada. Misal dalam mencari referensi menggunakan internet peserta
didik malah bermain game atau mengaktifkan akun sosial media. Secara otomatis
pemusatan pikiran dalam belajar akan terganggu.

4. Kecurangan-kecurangan yang semakin menjadi tradisi. Dalam pembuatan tugas


peserta didik yang malas akan berinisiatif mengcopy pekerjaan temannya. Ini
akan mengurangi kepercayaan guru maupun temannya.

2.7 Implementasi Teori Belajar Humanistik Dalam Pendidikan

Pembahasan selanjutnya adalah mengenai implementasi teori belajar humanistik


dalam dunia pendidikan. Sebelum masuk kedalam pembahasan alangkah lebih baik
kita mengetahui terlebih dahulu apa arti dari kata implementasi tersebut. Implementasi
berasal dari kata “to implement” yang berarti mengimplementasikan. Arti implementasi ialah
kegiatan yang dilakukan melalui perencanaan dan mengacu pada aturan tertentu untuk mencapai
tujuan kegiatantersebut. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, implementasi
jugaberarti penerapan atau pelaksanaan.

Jadi, implementasi adalah tindakan untuk menjalankan rencana yang telah dibuat.
Dengan kata lain, implementasi teori belajar humanistik berarti bagaimana penerapan teori
belajar ini dilapangan. Teori belajar humanistik sendiri mengacu pada tujuan ‘memanusiakan
manusia’ dengan kata lain bahwa teori ini ingin menonjolkan sisi kemanusiaan dari
manusia itu sendiri. Teori humanistik lebih mengedepankan proses belajar bukan pada hasil
belajar, tidak ada penekanan pada peserta didik dalam belajar yang dapat mematikan potensi,
minat dan bakat.

Mengenai pengimplementasian teori belajar humanistik dalam dunia pendidikan


menurut teori Roger adalah dibutuhkannya 3 sikap dalam fasilitator belajar yaitu (1) realitas di
dalam fasilitator belajar, (2) penghargaan, penerimaan,dan kepercayaan, dan (3) pengertian yang
empati. Realitas di dalam fasilitator belajar merupakan sikap dasar yang penting. Seorang
fasilitator menjadi dirinya sendiri dan tidak menyangkal diri sendiri, sehingga ia dapat masuk
kedalam hubungan dengan pelajar tanpa ada sesuatu yang ditutup-tutupi. Penghargaan,
penerimaan, dan kepercayaan menghargai pendapat, perasaan, dan sebagainya membuat
timbulnya penerimaan akan satu dengan lainnya. Dengan adanya penerimaan tersebut, maka
akan muncul kepercayaan akan satu dengan lainnya. Pengertian yang empati untuk
mempertahankan iklim belajar atas dasar inisiatif diri, maka guru harus memiliki pengertian
yang empati akan reaksi murid dari dalam. Guru harus memiliki kesadaran yang sensitif
bagi jalannya proses pendidikan dengan tidak menilai atau mengevaluasi. Pengertian akan
materi pendidikan dipandang dari sudut murid dan bukan guru.

Berikut ini adalah penerapan guru sebagai fasilitator, yang mana dalam teori humanistik
memiliki fungsi sebagai berikut:

1. Peka terhadap siswa yang kurang percaya diri dalam belajar sehingga guru akan memberikan
motivasi.

2. Menolong siswa untuk bisa mendapatkan kejelasan dalam tugas individu dan juga tugas grup
dalam pembelajaran.

3. Guru harus mengetahui sifat-sifat siswa.

4. Guru harus menjadi fasilitator dan mengarahkan dalam memperoleh referensi untuk belajar.

5. Bisa beradaptasi dengan mudah bersama siswa.

6. Guru juga harus mempunyai keterampilan komunikasi yang baik untuk bisa membaur sebagai
pembimbing dan sahabat untuk siswa.

7. Guru harus sudah tahu tentang jati diri dan mempunyai self control agar bisamemahami siswa.
Pada implementasinya teori ini memfokuskan pada proses dari pada hasil,
berikut merupakan implementasi dan proses dari teori belajar humanistik.

1. Memformulasikan misi belajar yang jelas.

2. Mencari jalan agar siswa proaktif dalam proses pembelajaran menuntut siswauntuk bisa
berkomitmen dalam menegakan kejujuran dan kegembiraan.

3. Memotivasi perasaan siswa sehingga mereka bisa belajar secara mandiri.

4. Menumbuhkan perilaku berpikir kritis dan kreatif dan bisa memahami secara sadar dalam
pembelajaran.

Aplikasi Teori Belajar Humanistik

Hal hal yang penting diperhatikan. Menurut Rogers terdapat beberapa prinsip dasar
dalam teori belajar humanistik dalam menyelenggarakan proses belajar yang harus diperhatikan.

1. Manusia memiliki kemampuan untuk belajar secara alami.

2. Belajar akan menjadi signifikan bagi siswa bila materi pelajaran yang disampaikan
dirasakan oleh siswa memiliki relevansi dengan maksud, tujuan, dan pemikirannya.

3. Proses dan hasil belajar yang bermakna atau berarti bagi perkembanagan serta
pertumbuhan siswa akan diperoleh dengan cara metode pembelajaran proses, yaitu siswa
melakukannya atau belajar tentang proses.

4. Proses belajar akan semakin lancar apabila melibatkan siswa secara aktif dan
membiarkan siswa ikut bertanggung jawab dalam proses belajar.

5. Belajar atas inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi secara keseluruhan merupakan
cara belajar yang akan memberikan hasil mendalam dan lebih bermakna.

Menurut Asri Budiningsih, menurut konsep dasar teori belajar humanistik, agar
proses belajar dan pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan bermakna bagi siswa,
diperlukan inisiatif dan keterlibatan siswa secara total dalam mengikuti proses
pembelajaran dari awal hingga akhir. Oleh sebab itu, terdapat beberapa prinsip yang
harus diperhatikan dalam merancang proses pembelajaran berdasarkan teori belajar
humanistik.

Menurut Suciati dan Prasetya Irawan beberapa langkah dalam melaksanakan


proses pembelajaran berdasarkan konsep belajar husmanistik sebagai berikut.

1. Guru harus menentukan tujuan-tujuan pmbelajaran yang ingin dan akan di capai dan
yang memungkinkan siswa dapat terlibat secara aktif dan mengalami sendiri dalam
proses pembelajarannya.

2. Guru menentukan ruang lingkup dan muatan materi yang sesuai dengan tujuan
pembelajaran untuk disampaikan kepada siswa.

3. Guru mengidentifikasi tingkat kemampuan dan pengetahuan yang telah dimiliki siswa
sebelumnya terkait dengan materi pelajaran yang akan disampaikan.

4. Guru merancang dan mempersiapkan berbagai kelengkapan pembelajaran termasuk


media yang akan digunakan.

5. Guru membimbing siswa dala mengambil makna dan memahami hakikat serta manfaat
dari materi pelajaran yang telah di pelajari dan membimbing siswa dalam
mengaplikasikan konsep-konsep baru hasil belajarnya ke dalam kehidupan nyata.

a. Guru sebagai Fasilitator

Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator yang berikut ini
adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas si fasilitator. Ini
merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa guidenes (petunjuk).

1. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi


kelompok, atau pengalaman kelas.

2. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan- tujuan perorangan di


dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat lebih umum.
3. Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan
tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang
tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.

4. Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk


mengenali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.

b. Ciri-Ciri Humanistik Mengenai Guru-Guru yang Baik dan Kurang Baik

Menurut Hamacheek, guru-guru yang efektif tampaknya adalah menarik, lebih


demokratis dari pada autokratik, dan mereka mampu berhubungan dengan mudah dan wajar
dengan para siswa, baik secara perorangan ataupun secara kelompok. Guru yang tidak efektif
jelas kurang memiliki rasa humor, mudah menjadi tidak sabar, menggunakan komentar-komentar
yang melukai dan mengurangi rasa ego, kurang terintegrasi cenderung bertindak agak otoriter,
dan biasanya kurang peka terhadap kebutuhan-kebutuhan siswa mereka. Banyak ahli psikologi
humanistik atau ahli psikologi perseptual membedakan guru-guru yang efektif dan yang kurang
efektif dengan menentukan apa yang mereka percayai dengan menentukan apa yang mereka
percaya tentang konsep diri sendiri dan apa yang mereka percaya tentang orang lain. Combs dan
kawan-kawan percaaya bahwa apabila guru-guru merasa tentram terhadap diri mereka sendiri
dan terhadap kemampuan mereka, mereka akan dapat memberikan perhatiannya kepada orang
lain, dan apabila mereka mempunyai perasaan bahwa mereka tidak mempunyai bekal yang
cukup, mereka mungkin akan memberikan respon pada siswa-siswa mereka dengan cara
mengembangkan aturan-aturan yang kaku dan bersifat otoriter atau peraturan-peraturan itu
digunakan untuk melindungi konsep diri masing-masing. Guru-guru yang mempercayai bahwa
setiap siswa itu mempunyai kemampuan untuk belajar akan mempunyai perilaku yang lebih
positif terhadap siswa-siswa mereka.

Menurut Combs dan kawan-kawan,ciri-ciri guru yang baik ialah sebagai berikut ini.

1. Guru yang mempunyai anggapan bahwa orang lain itu mempunyai kemampuan untuk
memecahkan masalah mereka sendiri dengan baik.

2. Guru yang melihat bahwa orang lain mempunyai sifat ramah, bersahabat, dan bersifat
ingin berkembang.
3. Guru yang cenderung melihat orang lainsebagai orang yang patut dihargai.

4. Guru yang menganggap orang lain itu pada dasarnya dipercaya dan dapat diandalkan
dalam pengertian dia akan berperilaku menurut aturan-aturan yang ada.

5. Guru yang melihat orang orang dan perilaku mereka pada dasarnya berkembang dari
dalam; jadi bukan merupakan produk yang dari peristiwa- peristiwa eksteral yang
dibentuk dan yang digerakkan. Dia melihat orang orang mempunyai kreatifitas dan
dinamika; jadi bukan orang yang pasif atau lamban.

6. Guru yang melihat orang lain itu dapat memenuhi dan meningkatkan dirinya, bukan
menghalangi, apalagi mengancam.

c. Guru Yang Sejati

Mengajar yang baik bukan sekedar persoalan teknik teknik dan metodologi belajar saja.
Untuk menjaga disiplin kelas, guru sering bertindak otoriter, menjauhi siswa bersikap dingin itu
menyembunyikan rasa takut apabila siswa tersebut dianggap lemah.

Ada beberapa mitos pengajaran yang telah berlaku beberapa generasi berikut ini:

1. Guru harus bersikap tenang, tak berlebih-lebihan dan dingin dalam menghadapi setiap
sesuatu. Tidak boleh kehilangan akal, marah sekali ataupun menunjukkan kegembiraan
yang berlebih-lebihan. Guru harus netral harus segala masalah, dan tidak menunjukkan
pendapat pribadinya.

2. Guru harus dapat menyukai siswa-siswanya secara adil. Ia tidak boleh membenci dan
memarahi siswa- siswa nya.

3. Guru harus memperlakukan siswa-siswanya secara sama, tanpa memperdulikan watak-


watak individual siswa.

4. Guru harus mampu menyembunyikan perasaannya, meskipun hatinya terluka, ia harus


tidak menunjukkannya, terutama di hadapan siswa-siswa nya yang masih muda.

5. Guru diperlukan oleh siswa-siswanya, karena siswa-siswanya belum dapat bekerja


sendiri dan bertanggung jawab atas kegiatan belajar mereka sendiri di kelas.
6. Guru harus menjawab semua pertanyaan yang disampaikan oleh siswa-siswanya. Hal
ini menimbulkan pengertian salah tentang guru, sehingga guru menghindarkan situasi ini
dengan tidak mau mengakui kesalahannya atau ketidak tahuannya. Sesengguhnya Guru
adalah makhluk biasa. Guru sejati bukanlah makhluk yang berbeda dengan siswa-
siswanya. Ia bukan makhluk yang serba hebat. Ia harus dapat berpartisipasi dalam semua
kegiatan yang dilakukan oleh siswa-siswanya dan yang dapat mengembangkan rasa
persahabatan secara pribadi dengan siswa-siswa nya dan tidak perlu merasa kehilangan
kehormatan karenanya. Rasa was-was takut dalam keadaan tertentu adalah hal yang
wajar. Jika guru tidak percaya oleh dirinya sendiri maka guru itu akan merasa tidak
dipercayai oleh murid- muridnya

Guru yang Efektif Berdasarkan Teori Humanistik

a. Humoris
Humoris yang dimaksudkan di sini adalah sisi lain dari pengajar yang menjadi
point plus dirinya sebagai strategi yang sangat membantu untuk lebih mudah
mengajar. Pengajar harus memiliki kharisma disegani oleh para peserta didiknya terlebih
dahulu. Bersifat humoris harus diimbangi dengan sikap pengajar yang tegas, tahu
batas-batas humornya dan bisa menguasai kelas. Jika tanpa hal tersebut,
seorang pengajar mungkin tidak bisa menguasai kelas dan para peserta didik malah
menjadi kurang sopan kepada guru. Humor-humor segar yang terlontar secara
spontan dan disukai peserta didik dapat membuat para peserta didik gampang memahami
pelajaran. Hubungan guru dan murid menjadi lebih baik, sehingga peserta didik berani
berkomunikasi kepada pengajar atas kesulitan yang dialaminya.
b. Bersifat adil
Seorang pengajar harus bersifat adil kepada tiap peserta didik. Setiap peserta didik
memiliki kepribadian, psikologis, dan kemampuan yang berbeda-beda. Maka
dari itu guru harus mampu mengenal potensi murid-murid akan pengalaman,
pengakuan, dan dorongan. Guru harus mengerti apa yang dibutuhkan murid dan apa yang
harus dihindari saat pembelajaran, terlebih tentang konflik yang sedang dihadapi oleh
murid. Disinilah kebijaksanaan guru dibutuhkan untuk memecahkan konflik yang sedang
terjadi pada murid. Dengan menjadi guru yang adil dan bijaksana maka akan
memudahkan proses pembelajaran. Guru jadi bisa memahami dan menyeimbangi
kebutuhan peserta didik.
c. Menarik
Sebagai seorang pengajar, guru harus pandai mengelola kelas. Guru harus
bisamengemas suatu pembelajaran menjadi menarik dan menyenangkan bagi peserta
didik. Penyampaian pembelajaran dengan metode pembelajaran yang variatif
menjadi salah satu cara mengatasi kebosanan siswa dalam belajar. Selain itu,
dengan berbagai metode-metode pembelajaran yang kreatif dan inovatif
membuat para murid tidak jenuh terhadap materi dan menjadi lebih berkembang. Dengan
suasana tersebut, diharapkan dapat mengubah suasana kebosanan dalambelajar menjadi
senang, lebih bergairah, dan termotivasi.
d. Demokratis
Demokratis disini maksudnya adalah memberikan kebebasan berpendapat kepada
peserta didik. Dengan begitu, peserta didik akan lebih mampu mengembangkan
pola pikir sendiri ketimbang hanya mengikuti suruhan guru. Hal itu menunjukkan
tercapainya pembelajaran dengan teori humanistik yang bertujuan untuk memanusiakan
manusia.
e. Mampu berhubungan dengan mudah dan wajar terhadap murid
Sebagai seorang pengajar memang diharuskan agar bisa menjalin hubungan yang
baik kepada peserta didik. Hal ini bertujuan agar adanya komunikasi yangbaik antara
kedua pihak. Dengan adanya komunikasi tersebut, peserta didik bisa menyalurkan
pendapatnya atau menanyakan suatu hal yang belum dipahami terkait
pembelajaran kepada pengajar. Jika para peserta didik merasa takut dengan sang
pengajar, maka pembelajaran akan terkesan rata tidak ada murid yang
bertanya maupun berinteraksi dengan guru. Hal seperti itu akan menjadikan kelas tidak
berkembang dan tidak adanya perubahan pola pikir peserta didik. Pada
akhirnya tidak tercapainya hasil teori pembelajaran humanistik. Dengan kelima hal
tersebut, ruang kelas lebih terbuka dan mampu menyesuaikan pada perubahan. Jadi
peserta didik menjadi lebih termotivasi untuk belajar dengan hasil peserta didik dapat
mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang belajar secara
optimal.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Humanistik merupakan salah satu metode ilmu psikologi yang mempelajari tentang
manusia dalam cangkupan kehidupan sehari-hari (pendidikan) dalam proses belajar dan
mengajar. Sehingga terciptanya pembelajaran yang efektif. Cara pengaplikasiannya melalui
kehidupan sehari-hari dengan sering berinteraksi antara peserta didik dengan pengajar. Sehingga
tidak ada kesalah pahaman antara peserta didik dan pengajar.

Dalam pandangan humanism, belajar bertujuan untuk menjadikan manusia selayaknya


manusia, keberhasilan belajar ditandai bila peserta didik mengenali dirinya dan lingkungan
sekitarnya dengan baik. Peserta didik dihadapkan pada target untuk mencapai tingkat aktualisasi
diri semaksimal mungkin. Teori humanisti berupaya mengerti tingkah laku belajar menurut
pandangan peserta didik dan bukan dari pandangan pengamat. Penerapan teori humanistik pada
kegiatan belajar hendaknya pendidik menuntun peserta didik berpikir induktif, mengutamakan
praktik serta menekankan pentingnya partisipasi peserta didik dalam pembelajaran. Hal tersebut
dapat diaplikasikan dengan diskusi sehingga peserta didik mampu mengungkapkan pemikiran
mereka di hadapan audience.

Pengertian belajar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu berusaha memperoleh
kepandaian atau ilmu. Sementara humanistik berarti memanusiakan manusia. Teori belajar
humanistik memiliki karakteristik yaitu mementingkan:

1) manusia sebagai pribadi,

2) kebulatan pribadi,

3) peran kognitif dan afektif,

4) terjadinya aktualisasi diri atau self concept,

5) persepsual subyektif yang dimilikitiap individu,

6) kemampuan menentukan bentuk tingkah laku sendiri, serta


7) insight (pengertian).

Ada beberapa tahap pembelajaran, di antaranya:


• Tahap pengalaman konkrit
• Tahap pengamatan aktif dan reflektif
• Tahap konseptualisasi
• Tahap eksperimentasi aktif
Dalam teori belajar humanistik, guru memiliki peran yang sangat penting agar proses
pembelajaran dapat terlaksana dengan baik. Guru diharapkan memiliki kriteria
seperti humoris, adil, menarik, demokratis, serta mampu berhubungan dengan mudah
dan wajar terhadap murid.
3.2 Saran

Kami mengharapkan dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan


pembaca, dan menjadi tambahan referensi untuk ilmu pengetahuan khususnya tentang
teori belajar humanistik. Dalam pembelajaran humanistik, kita dapatmemberi
kesempatan kepada siswa agar dapat memahami lingkungannya dan dirinya sendiri.
Diharapkan pendidik harus mampu mendorong peserta didik untuk memiliki kepekaan
dalam berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri. Pendidik harus bisa
mendorong peserta didik untuk belajar atas inisiatif sendiri bukan karena suatu paksaan.
Pendidik juga harus memahami jalan pikiran peserta didik dan menerima apa adanya.
Daftar Pustaka

Fondatia: Jurnal Pendidikan Dasar. Vol.3, No 2, September 2019

Jurnal Review Pendidikan dan Pengajaran. Vol.2.No.2, Desember 2019

Jurnal Sikola: Jurnal kajian pendidikan dan pembelajaran 2(3) 220-234, 2021

At- Tarbawi: jurnal, pendidikan sosial dan budaya kebudayaan. Vol.8, No.1, 2021. Aulia Diana
Devi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

BA Sumantri, N Ahmad- Fondatia, 2019

Makalah teori belajar humanistik. Studocu.com

Anda mungkin juga menyukai