Nim : 21052033
Prodi : Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Maria Montessori. M.Ed. M.Si
Strategi Pembelajaran
Jadi strategi pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang
dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan
metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan
teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode
ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan
metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong
aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-
ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.
2. Paradigma Pembelajaran
Paradigma adalah sifat yang paling khas atau yang mendasar dari sebuah
teori atau cabang ilmu, Istilah paradigma menjadi terkenal setelah diungkapkan
oleh (Kuhn, 1996) melalui bukunya “The Structure of Scientific Revolution”.
Dijelaskan dalam buku ini bahwa ilmu pengetahuan berkembang dari masa awal
pembentukan, setelah itu memperoleh pengakuan dan berkembang menjadi
paradigma. Robert Friedrichs merumuskan pengertian paradigma sebagai suatu
pandangan mendasar tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang
semestinya dipelajarinya.
Menurut (Ritzer, 1975) merumuskan pengertian yang lebih jelas lagi
menurutnya, paradigma adalah pandangan yang mendasar dari ilmuwan tentang
apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh suatu cabang
ilmu pengetahuan. Lebih tepatnya adalah sesuatu yang menjadi pokok persoalan
dalam satu cabang ilmu menurut versi ilmuwan tertentu. Paradigma adalah cara
seseorang memandang kenyataan dalam kehidupan. Paradigma sebagai cara
bertanya, cara menjawab, menentukan masalah dan memecahkannya. Di dalam
paradigma terkandung berbagai nilai dan asumsi yang dijadikan dasar
mengajukan pertanyaan dan menjawabnya.
Paradigma pembelajaran adalah konstelase teori, disini berarti konstelasi yang
dikembangkan untuk memahami sejarah dan keadaan sosial untuk diberi makna
tersendiri.Banyak pendapat yang berpendapat berbeda – beda tentang paradigm ini.
Paradigma ini di kenalkan oleh Thomas Kuhn untuk melihat perkembangan dan
revolusi zaman.1 Banyak pendidik yang masih menggunakan paradigma
konvensional, yaitu guru menjelaskan dan murid mendengarkan. Dimana teori ini
membuat peserta didik semakin jenuh dalam belajar. Jika mengunakan paradigma
konvensional ini pada pelajaran sejarah murid akan mudah bosan dan jenuh, tidak ada
sentiuhan yang membuat para peserta didik untuk terlibat dalam pembelajaran
tersebut. Pendidik juga tidak memberikan sentuhan emosiaonal kepada peserta didik,
itu sebabnya kenapa mereka tidak pernah terlibat aktif dalam pembelajaran.
Menggunakan paradigm konvensional terus menerus tidak akan membuat daya ingat
para peserta didik bertahan lama, Karena tidak ada hal lain yang menonjol di dalam
fikiran mereka. Agar ingatan historis peserta didik tidak mudah hilamg atau akan
tahan lama perlu disertai “ingatan emosional”. Dengan menggunakan ingatan
emosianal peserta didik akan lebih melibatkan emosinya untuk berfikir kritis tentang
apa yang dipelajarinya saat itu. Dengan melibatkan emosi dapat menumbuhkan
kesadaran dalam diri peserta didik untuk terus mengkorek korek berbagai peristiwa
sejarah. Perlu diketahui menggunakan paradigm emosianal sangat dibutuhkan oleh
peserta didik untuk terus berkreasi, untuk terus mempunyai rasa ingin tahu peserta
didik lebih besar lagi.