Anda di halaman 1dari 26

“PERAN DAN METODE DAKWAH KH.

MUCHLIS MUSYAFFA’
DALAM MENGEMBANGKAN SISTEM PENDIDIKAN PONDOK
PESANTREN AL MUSYAFFA’ KAMPIR SUDIPAYUNG NGAMPEL
KENDAL”

Oleh :
Muhammad Sholikhudin
NIM: 20.20.14.1.08.014

RISALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Syarat


Guna Memperoleh Gelar Sarjana Marhalah Ula (M.1)
Dalam Konsentrasi Kajian Tarikh Islamy Wa Tsaqafatuhu

Ma’had Aly Al Musyaffa’


Kendal
TAHUN 2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional Islam dan
sebagai tempat untuk mempelajari, memahami, menghayati, dan mengamalkan
ajaran agama dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai
pedoman perilaku sehari-hari.1 Pondok berasal dari kata bahasa arab funduq
yang diartikan sebagai hotel atau asrama bagi para santri. Pesantren diawali
dengan kata pe dan diakhiri dengan an yang diartikan sebagai tempat tinggal
para santri.2

Pondok pesantren memiliki fungsi sebagai lembaga pendidikan yang ikut


bertanggung jawab terhadap proses pencerdasan kehidupan bangsa secara
integral. Secara khusus pesantren memiliki fungsi untuk bertanggung jawab
terhadap kelangsungan tradisi keagamaan dalam kehidupan masyarakat.3

Sejak awal abad ke 16, pesantren merupakan jenis pusat Islam kedua
setelah masjid. Keberadaan pondok pesantren memiliki peranan yang sangat
penting dalam proses penyebaran agama Islam maupun dalam upaya
meningkatkan kualitas kehidupan keagamaan masyarakat.4

Pertumbuhan suatu pesantren dapat dilihat bergantung pribadi kiai, karena


kiai mempunyai otoritas sepenuhnya di dalam pesantren. Maju mundurnya
pesantren dipengaruhi oleh wibawa seorang kiai, maka sering terlihat jika kiai
disuatu pondok meninggal, pamor pondok pesantren akan merosot, dan kiai
yang menggantikannya tidak wibawa kiai yang telah meninggal.

Sistem pendidikan pesantren umumnya terbagi menjadi dua kategori yaitu


1
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren ,Studi tentang Pandangan Hidup Kyai (Jakarta:
LP3ES, 1994), 18
2
Pigeaud, Theodore G, 1968-1980, Literature of Java: Catalogue Reaisone of Javanese
manuscript. Vols 3: Martinus Nijhoff.
3
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren (Jakarta: INIS, 1994), 59
4
Saiful Akbar Lubis, Konseling Islami Kiayi dan Pesantren (Yogyakarta: El Saq Press,
2007), 169.
pesantren salafi dan khalafi. Pesantren salafi mengajarkan kitab-kitab klasik
sebagai inti dari pendidikan dan dengan menerapkan sistem pendidikan
madrasah. Sistem salafi seperti sorogan, weton/bandongan, halaqah, dan
hafalan, Sistem pendidikan ini umum dilakukan pesantren-pesantren salafi di
Indonesia. Martin menjelaskan bahwa pesantren di Indonesia cenderung lebih
dekat dengan salah satu model sistem pendidikan di Al-Azhar dengan sistem
pendidikan riwaq yang didirikan pada akhir abad ke 18 M. Hal ini adalah
salah satu bukti bahwa ulama-ulama di Indonesia memiliki hubungan
keilmuan dengan ulama Haramyn.5 Selanjutnya adalah kategori khalafi. Sistem
ini dapat dikatakan memiliki transformasi kearah modern karena memadukan
pelajaran umum yang dikembangkan menjadi sekolah umum dalam lingkungan
pondok pesantren.6

Pondok pesantren dengan kekhasannya memiliki daya tarik tersendiri.


Potensi pembelajaran keilmuan Islam di pesantren dirasa sangat efektif. Karena
pembelajaran Islam di pesantren cenderung diamalkan secara langsung dalam
kehidupan sehari-hari dan mendapat pengawasan langsung oleh kiai maupun
para ustadz yang membantu.

Pondok pesantren yang menggunakan sistem pembelajaran salafi pada saat


ini, khususnya di Kendal jarang memiliki murid yang lebih banyak dari
pesantren modern maupun pesantren semi tradisional. Gaya dan pola pesantren
salafi yang cenderung sederhana, kini mulai ditinggalkan. Berkaitan dengan era
modern, fasilitas pesantren lengkap yang memiliki perkembangan IPTEK
memadai lebih banyak peminat, karena selain belajar ilmu agama secara intensif,
santri juga dapat mengembangkan diri. Supaya ketika seorang santri sudah
selesai masanya di pondok, mampu bersaing di dunia yang menuntut santri
harus mengikuti arus globalisasi modern.

Pondok Pesantren Al Musyaffa’ sebagai lembaga pendidikan yang didirikan


5
Martin Van Bruinessen, Kitab kuning: Pesantren dan Tarekat (Bandung: Mizan, 1992), 35
6
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, Studi tentang Pandangan Hidup Kyai (Jakarta:
LP3ES, 1994), 41-42.
oleh K.H Muchlis Musyaffa’ mempunyai visi mencetak generasi muslim
terampil, kreatif dan dinamis baik itu secara ilmiyah amaliyah ataupun secara
amaliyah ilmiyah. Misinya selain mempertahankan pondok pesantren salaf,
Kiai Muchlis Musyaffa’ juga mengkombinasikan kurikulum Departemen Agama
(DEPAG) dan Departemen Pendidikan Nasional (DIKNAS). Serta
mempersiapkan kader- kader muslim yang menguasai IPTEK, mampu berkreasi
secara inovatif aktif, dan dinamis berlandasan iman dan takwa.

Peran K.H Muchlis Musyaffa’ dalam mengembangkan Pondok Pesantren Al


Musyaffa’ mampu mempertahankan pesantren dengan sistem salafi dan
memadukan pendidikan modern ke Pondok Pesantren. Pondok Pesantren Al
Musyaffa’ termasuk dalam pesantren semi tradisional sejak tahun berdirinya
1989 – Sekarang.

K.H Muchlis Musyaffa’ memiliki peran dan pengaruh yang besar terhadap
perkembangan pondok pesantren sejak tahun 1989. Sebelumnya berbentuk
majlis ta’lim kemudian menjadi pondok pesantren dengan sistem salafi.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih


dalam tentang Pondok Pesantren Al Musyaffa’ yang terletak di dukuh Kampir,
Sudipayung, Ngampel, Kendal, dalam sebuah karya ilmiah yang berjudul “Peran
dan Metode Dakwah KH. Muchlis Musyaffa’ dalam Mengembangkan Sistem
Pendidikan Pondok Pesantren Al Musyaffa’ Kampir Sudipayung Ngampel
Kendal”.
B. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi pokok


permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana Biografi KH. Muchlis Musyaffa’?

2. Bagaimana Perkembangan Pondok Pesantren Al Musyaffa’?


3. Bagaimana peran dan metode dakwah KH. Muchlis Musyaffa’ Dalam
Mengembangkan sistem pendidikan Pondok Pesantren Al Musyaffa’ Kampir
Sudipayung Ngampel Kendal?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini :
1. Mengetahui Biografi KH. Muchlis musyaffa’.
2. Mengetahui Perkembangan Pondok Pesantren Al Musyaffa’.
3. Mengetahui peran dan metode dakwah KH. Muchlis Musyaffa’ dalam
mengembangkan sistem pendidikan Pondok Pesantren Al Musyaffa’ Kampir
Sudipayung Ngampel Kendal.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang akan disumbangkan melalui penelitian ini antara lain:
1. Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan mahasantri terhadap strategi kiai dalam memajukan pondok
pesantren.
2. Secara akademis penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan
sumber ilmu bagi mahasantri dalam bidang sejarah pesantren khususnya dan
masyarakat luas pada umumnya.
BAB II

KERANGKA KONSEPTUAL

A. Kajian Pustaka
Yang saya ambil referensi dari berbagai skripsi dengan judul Peran dan Metode
Kiai dalam mengembangan Pondok Pesantren diantara lainya adalah sebagai
berikut :
1. Skripsi S1 sarjana humaniora (S.Hum) Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2018 dengan judul “ Peran KH. Ahmad Dasuki
Adnan dalam Pengembangan Pondok Pesantren Al- Washilah Jakarta” karya
Aulia Fauziah
2. Skripsi S1 Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2015 dengan judul “ Metode Dakwah KH
Muhammad Supriyadi Am, di Pondok Pesantren Riyadlul Jannah Ciseeng”
Karya Rahmat Hidayat
3. Skripsi S1 Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2014 dengan judul “Metode Dakwah KH.
Muhammad Djunaidi Hms di Pondok Pesantren
Hidayatul Mubtadi’in” Karya Saipul Anwar

Penjabaranya sebagai berikut :


1. Peran KH. Ahmad Dasuki Adnan dalam Pengembangan Pondok Pesantren
Al- Washilah Jakarta Tahun 1988-2010 karya Aulia Fauziah
Peran beliau untuk mengembangkan pondok Pesantren Al- Washilah Jakarta
sebagai berikut :
a) Pendidikan formal
Pendidikan tersebut berupa Raudhatul Athfal Al-Wardah, Madrasah
Tsanawiyah Al-Washilah, SMK Al-Washilah jurusan Administrasi perkantoran
dan Mekanik Otomatif.
b) Pendidikan Nonformal berupa Pengajian Kitab Kuning, Pengembangan
Bahasa Asing, Kegiatan Ekstrakulikuler seperti PMR, PASKIBRA, Taewkondo
dan lainya

2. Metode Dakwah KH Muhammad Supriyadi Am, di Pondok Pesantren


Riyadlul Jannah Ciseeng
a. Metode Dakwah
beliau untuk mengembangkan Pondok Pesantren Riyadlul Jannah sebagai
berikut : Macam-Macam Metode Dakwah:
1) Metode Al-Hikmah (Kebijaksanaan atau adil)
2) Metode Al- Mauidzatil Hasanah
3) Metode Al- Mujadallah Billati Hiya Ahsan (berdebat, berdiskusi)

b. Bentuk- Bentuk Metode Dakwah


dalam penyampaian dakwah dapat dikelompokan menjadi tiga bentuk dakwah,
yaitu:
1) Dakwah Bil Lisan meliputi tausiyah , motifasi dan majlis ta’lim
2) Dakwah Bil Haal meliputi bidang keagamaan, pendidikan ,
perekonomian
3) Dakwah Bil Qolam meliputi dakwah di pondok pesantren

3. Metode Dakwah KH. Muhammad Djunaidi Hms di


Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’in adalah sebagai berikut:
a. Metode Dakwah
beliau untuk mengembangkan Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’in sebagai
berikut:
Macam-Macam Metode Dakwah:
1) Metode Al-Hikmah (Kebijaksanaan atau adil)
2) Metode Al- Mauidzatil Hasanah
3) Metode Al- Mujadallah Billati Hiya Ahsan (berdebat, berdiskusi)

b. Bentuk- Bentuk Metode Dakwah


dalam penyampaian dakwah dapat dikelompokan menjadi tiga bentuk dakwah,
yaitu:
1. Dakwah Bil Lisan meliputi tausiyah , motifasi dan majlis ta’lim
2. Dakwah Bil Haal meliputi bidang keagamaan, pendidikan , perekonomian
3. Dakwah Bil Qolam meliputi dakwah di pondok pesantren

c. Serta Menerapkan Metode Dakwah


1. Metode ceramah
2. Percakan antar pribadi
3. Pendidikan dan pengajaran agama
4. Pengajian melalua hari besar islam dan acara khusus

B. Peran dan Metode Dakwah


1. Peran
a. Pengertian Peran
Menurut Kamus Bahasa Indonesia dalam Sarwono, peran diartikan sebagai
pemain atau seperangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang
berkedudukan dalam masyarakat. Sementara menurut Biddle dan Thomas dalam
Sarwono bahwa peran adalah serangkaian rumusan yang membatasi perilaku-
perilaku yang diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu.7 Pengertian tersebut
menjelaskan bahwa peran merupakan konsep perilaku yang dapat dijalankan oleh
individu. Masing- masing individu memiliki peranan yang berbeda sesuai dengan
kondisi, posisi, dan fungsi individu tersebut.
Adapun syarat-syarat peran dalam Soerjono Soekanto mencakup tiga hal

7
Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-Teori Psikologi Sosial, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2015), hlm. 224
penting, yaitu:8
1) Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau
tempat seseorang dalam masyarakat.
2) Peran adalah suatu konsep perilaku apa yang dapat dilaksanakan oleh
individu-individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
3) Peran juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu, yang penting bagi
struktur sosial masyarakat.
Adapun terkait dengan peran Kyai, maka peran seorang Kyai mengacu kepada
bagaimana seseorang yang berstatus sebagai Kyai menjalankan hak dan
kewajibannya; antara lain bagaimana ia mengajar kepada santrinya, bagaimana ia
memberikan pencerahan tauladan dan melakukan bimbingan kepada umatnya.9
Maka dapat disimpulkan peran kyai adalah suatu pekerjaan yang dilakukan oleh
seseorang kyai berdasarkan status yang disandang dan mampu menjalankan hak
serta kewajibannya.
b. Peran dan Tanggung Jawab Kyai

Kyai merupakan suatu elemen paling esensial dari pondok pesantren yang
memiliki peranan dan tanggung jawab terbesar. Seorang Kyai dalam pesantren
memiliki berbagai macam peran, ada beberapa pendapat peran Kyai menurut
para ahli diantaranya yaitu:
Menurut Imam Suprayoga peran Kyai sebagai berikut:10
1) Sebagai pendidik
2) Sebagai pemuka agama dan penguasa hukum Islam
3) Pelayanan sosial
4) Sebagai pengasuh dan pembimbing
5) Sebagai guru ngaji

2. Metode Dakwah

8
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo, 2002), hlm.243
9
Ahmad Patoni, Peran Kyai Pesantren dalam Partai Politik, (Yogyakarta: Pustaka Belajar,
2007), hlm. 42
10
Imam Suprayogo, Kyai dan Politik, (Jakarta: Rajawali Pers, 2017), hlm. 4-5
a. Pengertian Metode Dakwah
Metode dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seseorang da‟i
(komunikator) kepada mad‟u nya untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan.
Dakwah dengan lisan berupa, ceramah, seminar, simposium, diskusi, khutbah,
brainnstroming dan lain-lain.
Dakwah dengan tulisan berupa buku, majalah, surat kabar, spanduk, lukisan
dan lain-lain. Dakwah perbuatan berupa perilaku yang sopan sesuai dengan jaran
Islam, memelihara lingkungan, mencari nafkah dengan tekun, ulet, sabar,
semangat, kerja keras, menolong sesame manusia, sedangkan dalam seni meliputi,
seni lukis, tari, dan musik.11
Ada beberapa istilah yang erat kaitanya dengan dakwah, antara lain:
1) Tabligh, artinya menyampaikan ajaran Islam kepada orang lain.
2) Khutbah, istilah ini berasal dari kata “khataba” yang artinya mengucap
atau berpidato. Orang yang menyampaikan khatbah disebut khotib.
3) Nashihah, adalah menyampaikan perkataan yang baik kepada seseorang atau
baberapa orang untuk memperbaiki sikap dan tingkah lakunya.
4) Fatwa, yaitu pemberian uraian keagamaan kepada orang lain yang isinya
berupa berita-berita menggembirakan orang yang menerimanya seperti janji
Allah dengan pahala dan surga kepada orang yang selalu beriman dan
bertaqwa.
5) Tandzir, yaitu menyampaikan ajaran agama Islam kepada orang lain yang
isinya berupa peringatan, atau ancaman bagi orang-orang yang melanggar
syariat Allah dengan harapan orang tersebut berhenti dari perbuatan tersebut.
Orang yang memberikan Tandzir disebut Nadzir.

b. Macam-Macam Metode Dakwah


1) Metode Al-Hikmah (Kebijaksanaan atau adil)

Hikmah dalam dunia dakwah mempunyai posisi yang sangat penting,


yaitu dapat menentukan sukses tidaknya dakwah. Sebagai metode dakwah,

11
Wardi Bachtiar, Metodelogi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta: Logos,1997), h. 31.
al-Hikmah diartikan bijaksana, akal budi yang mulia, dada yang lapang, hati
yang bersih, dan menarik perhatian orang kepada agama atau Allah. Dapat
dipahami bahwa al-Hikmah adalah merupakan kemampuan dan ketepatan
seorang da’i dalam memilih, memilah dan menyelaraskan teknik dakwah
dengan kondisi objektif mad’u. Al-Hikmah merupakan kemampuan da’i
dalam menjelaskan ajaran-ajaran Islam serta realitas yang ada dengan
argumentasi logis dan bahasa yang komunikatif.

Menggunakan metode al hikmah biasanya mengarah kepada Golongan


cerdik-cendekiawan yang cinta kebenaran dan dapat berfikir secara kritis,
cepat dapat menangkap arti persoalan. Mereka ini harus dipanggil
dengan “hikmah”, yakni dengan alasan-alasan, dengan dalil dan hujjah yang
dapat diterima oleh kekuatan akal mereka.
Menggunakan metode al hikmah yaitu dalam keadaan seperti:
a) Pengajian terhadap masyarakat, baik bersifat pengajian umum atau
rutinan
b) Ketika ada masyarakat yang sedang ada permasalahan , baik
bersifat pribadi maupun umum.
c) Memberi arahan terkait tujuan menuntut ilmu melalui pengajian ,
kegiatan keagamaan, dan mempraktekan ilmu yang sudah dipelajari.

2) Metode Al- Mauidzatil Hasanah

Mau’izhah hasanah dapatlah diartikan sebagai ungkapan yang


mengandung unsur bimbingan, pendidikan, pengajaran, kisah-kisah, berita
gembira, peringatan, pesan-pesan positif yang bisa dijadikan pedoman
dalam kehidupan agar mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat.

Jadi, kalau ditelusuri kesimpulan dari mau’izhah hasanah, akan


mengandung arti kata-kata yang masuk ke dalam kalbu dengan penuh
kasih sayang dan ke dalam perasaan dengan penuh kelembutan, tanpa
membeberkan kesalahan orang lain.
Menggunakan metode Al- Mauidzatil Hasanah biasanya mengarah
kepada Golongan awam, kebanyakan orang yang belum dapat berfikir
secara kritis dan mendalam, belum dapat menangkap pengertian yang luas.
Mereka ini dipanggil dengan “mauidzatun-hasanah”, dengan anjuran dan
didikan yang baik dan mudah dipahami oleh masyarakat.

Menggunakan metode Al- Mauidzatil Hasanah yaitu dalam keadaan seperti:


a) Pengajian terhadap masyarakat, baik bersifat pengajian umum atau rutinan
b) Ketika ada masyarakat yang sedang ada permasalahan , baik bersifat
pribadi maupun umum.
c) Memberi arahan terkait tujuan menuntut ilmu melalui pengajian , kegiatan
keagamaan, dan mempraktekan ilmu yang sudah dipelajari.
d) Menasehati ketika seseorang melakukan perbuatan salah dengan lembut
agar tidak menyindir hati seseorang yang sedang dinasehati.
e) Juga memberi petuah – petuah keagamaan yang mengandung motifasi agar
seseorang tersebut termotifasi untuk melakukan perbuatan baik dalam
kehidupannya dan masyarakat sekitar.

3) Metode Al- Mujadallah Billati Hiya Ahsan (berdebat, berdiskusi)

Dari segi etimologi (bahasa) lafazh mujadalah terambil dari kata


“jadala” yang bermakna memintal, melilit. Apabila ditambahkan alif pada
huruf jim yang mengikuti wazan Faala, “jaa dala” dapat bermakna
berdebat, dan “mujaadalah” artinya perdebatan.

Kata “jadala” dapat bermakna menarik tali dan mengikatnya guna


menguatkan sesuatu. Orang yang berdebat bagaikan menarik dengan
ucapan untuk meyakinkan lawannya dengan menguatkan pendapatnya
melalui argumentasi yang disampaikan.

Dari segi terminologi (istilah) pengertian al-Mujadalah berarti


upaya tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, tanpa
adanya suasana yang mengharuskan lahirnya permusuhan di antara
keduanya.

Dari pengertian di atas dapatlah diambil kesimpulan bahwa al-


Mujadalah merupakan tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak
secara sinergis, yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar
lawan menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi
dan bukti yang kuat.

Golongan yang tingkat kecerdasannya di antara kedua golongan


tersebut, belum dapat dicapai dengan “hikmah”, akan tetapi tidak akan
sesuai pula bila dilayani seperti golongan awam. Mereka ini dipanggil
dengan “mujadalah billati hiya ahsan”, yakni dengan bertukar fikiran,
guna mendorong supaya berfikir secara sehat antara satu dengan yang lain
dengan cara yang lebih baik.

Menggunakan metode Al- Mujadallah Billati Hiya Ahsan biasanya


mengarah kepada Golongan yang tingkat kecerdasannya di antara kedua
golongan tersebut, belum dapat dicapai dengan “hikmah”, akan tetapi
tidak akan sesuai pula bila dilayani seperti golongan awam. Mereka ini
dipanggil dengan “mujadalah billati hiya ahsan”, yakni dengan bertukar
fikiran, guna mendorong supaya berfikir secara sehat antara satu dengan
yang lain dengan cara yang lebih baik.
Menggunakan metode Al- Mujadallah Billati Hiya Ahsan yaitu dalam keadaan
seperti:
a) Dalam menyelesaikan solusi permasalahan umat.
b) Mencari titik terang diantara hukum yang masih dipertanyakan agar
tidak ada kesalahpahaman hukum agama.
c) Mencari solusi perbedaan pendapat diantara golongan yang berbeda.
c. Bentuk- Bentuk Metode Dakwah
Dalam penyampaian dakwah dapat dikelompokan menjadi tiga bentuk dakwah,
yaitu:
1) Dakwah Bil Lisan
2) Dakwah Bil Haal
3) Dakwah Bil Qolam
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian
Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan deskripsi, sistematis,
faktual, dan aktual serta memberikan gambaran mendalam terhadap suatu
organisasi atau lembaga.12 Untuk memperoleh gambaran mengenai
penelitian ini, maka pengumpulan dan pengolahan data ditentukan hal-hal
sebagai berikut :

a. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian (Field reseach) yaitu penelitian


yang dilakukan dengan cara meneliti secara langsung ke lapangan yang
ditentukan sebagai objek penelitian.13 Sedangkan metode yang digunakan
yaitu penulisan deskriptif yang digunakan untuk mengexspor dan
mengklarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial dengan
mendeskripsikan masalah yang akan diteliti.

b. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Al Musyaffa’ Dusun


Kampir Desa Sudipayung, Kecamatan Ngampel, Kendal, Jawa Tengah.
Penelitian ini dilakukan di pondok pesantren tersebut meliputi berada di
daerah pedesaan akan tetapi memiliki semangat pengembangan keilmuan
yang klasik serta modern mengikuti perkembangan zaman saat ini.
12
Sumadi Surybarata, Metodologi Penelitian, (Jakarta :Grafindo Persada, 1998), Hlm. 57
13
Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, (Jakarta: Rajawali Press, 2010), Hlm.
205
c. Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. 14 Data
primer akan peneliti dapatkan dari observasi di pondok pesantren Al
Musyaffa’ Kendal dan wawancara dengan kiai (pengasuh), pengurus, dan
ustadz. Data sekunder akan diambil dari buku-buku perpustakaan tentang
kegiatan dan dokumentasi yang berhubungan dengan penelitian.

B. Metode Pengumpulan Data

a. Observasi

Observasi atau pengamatan adalah aktivitas pencatatan fenomena yang


dilakukan secara sistematis. Pengamatan dapat dilakukan secara
partisipatoris maupun non partisipatoris. Hal ini dilakukan dengan cara
mengikuti keseharian yang dilakukan informan, memperhatikan apa yang
terjadi, mendengarkan apa yang dikatakan, mempertanyakan informasi yang
menarik dan mempelajari dokumen yang dimiliki. 15 Penulis akan mengamati
hal-hal yang menjadi tujuan penelitian, sebagai contoh pengamatan terhadap
perilaku, tempat, peristiwa dan kegiatan yang terjadi di tempat penelitian.

b. Wawancara
Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara
mengajukan beberapa pertanyaan yang telah penulis susun terlebih dahulu
lalu diajukan kepada informan akan tetapi pertanyaan bisa saja berkembang
pada saat wawancara dilakukan di mana proses ini adalah untuk
memperoleh keterangan dari informan untuk tujuan penelitian. 16 Dalam
praktik lapangan peneliti akan melakukan wawancara terhadap kiai,
pengurus pendidikan pondok pesantren, dan ustadz.
14
Burhan Bungin,Metodologi Penelitian Sosial, Format-Format Kuantitatif dan Kualitatif
(Surabaya: Airlangga University Press, 2001), hlm 105
15
Muhammad Idrus, Metodologi Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif dan
Kuantitatif (Yogyakarta, Erlangga: 2009), hlm 255
16
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial, Format-Format Kuantitatif Dan Kualitatif
(Surabaya: Airlangga University Press, 2001), hlm 95
c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan mencari data


tentang hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, dan lain-
lainnya.17 Data-data tersebut dapat diperoleh dari pondok pesantren yang
terkait dengan penelitian

C. Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini, data dianalisis dengan menggunakan teori tipe


kepemimpinan ideal dari Max Weber. Penelitian ini akan melihat bagaimana
strategi kiai dalam mengembangkan pondok pesantren dan santrinya sesuai
dengan arus perkembangan globalisasi.

D. Sistematika penelitian

Untuk menggambarkan kerangka pembahasan dalam penelitian ini


maka perlu dikemukakan sistematika pembahasan sebagai berikut:
Bab I, berisi tentang pendahuluan yang meliputi latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori,
metode penelitian, teknis pengumpulan data, tekis analisis data dan
sistematika pembahasan.
Bab II, biografi KH. Muchlis Musyaffa’, setting lokasi penelitian yaitu
tentang gambaran Pondok Pesantren Al Musyaffa’ yang meliputi letak
geografis, sejarah berdirinya dan perkembangan, struktur organisasi, dan
struktur kepengurusan.
Bab III, menggambarkan strategi KH Muchlis Musyaffa’ dalam
mengembangkan pondok pesantren Al Musyaffa’ dan hasil temuan di
lapangan, serta profil dari informan.
Bab IV, berisi tentang analisis teori dari hasil peneletian.
Bab V,penutup berisi penjelasan dari Bab III dan Bab IV yang
17
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial, Format-Format Kuantitatif Dan
Kualitatif (Surabaya: Airlangga University Press, 2001), hlm 20
meliputi kesimpulan dan saran.
BAB IV
PEMBAHASAN

LETAK GEOGRAFIS, SEJARAH BERDIRI DAN PERKEMBANGAN


PONDOK PESANTREN AL MUSYAFFA’ NGAMPEL
KENDAL JAWA TENGAH

Letak Geografis
Pesantren Al Musyaffa’ terletak 6 KM sebelah selatan Kota Kendal, di sebelah
timur + 15 KM adalah Kota Semarang yang merupakan ibu kota Propinsi Jawa
Tengah. Pesantren Al Musyaffa’ tepatnya berada di Dukuh Kampir RT 01 RW 05
Desa Sudipayung Kecamatan Ngampel Kabupaten Kendal.

1. . Biografi KH. Muchlis Musyaffa’


Beliau adalah pendiri pondok pesantren al musyaffa’, KH. Muchlis Musyaffa’
anak ke 3 dari Almarhum K. Musyaffa’ dan Nyai Richaniyah beliau lahir pada
tanggal 09 Juni 1959 M. Di Dusun Kampir Desa Sudipayung Kecamatan
Ngampel Kabupaten Kendal, Beliau mempunyai 6 putra dan 1 putri dimana
semuanya mendapatkan pendidikan di pondok pesantren baik di jawa tengah ,
jawa timur ,dan jawa barat ,\ Beliau dari kecil dididik langsung oleh orang tua
beliau, kemudian melanjutkan menunutut ilmu di pondok pesantren, KH. Muchlis
Musyaffa selama bertahun-tahun mondok (nyantri) dibeberapa pesantren di
antaranya adalah: Pesantren Rembang (1973-1974), kemudian melanjutkan
nyantri kepondok API Tegalrejo dibawah pimpinan KH. Chudlori (1975-1979),
selanjutnya menimba ilmu dan berkhidmah di ponpes An-Nidhom yang diasuh
KH. Abdullah Muhtar Sukabumi Jawa Barat (1980-1982).

2. Sejarah Pendirian dan Perkembangannya


Pesantren Al Musyaffa’ termasuk pondok pesantren tertua di kecamatan
Ngampel, pertama kali didirikan oleh KH. Muchlis Musyaffa’ anak ke 3 dari
Almarhum K. Musyaffa’ tepatnya pada tahun 1986 M. Sebelum mendirikan
pesantren KH. Muchlis Musyaffa selama bertahun-tahun mondok (nyantri)
dibeberapa pesantren di antaranya adalah: Pesantren Rembang (1973-1974),
kemudian melanjutkan nyantri kepondok API Tegalrejo dibawah pimpinan KH.
Chudlori (1975-1979), selanjutnya menimba ilmu dan berkhidmah di ponpes An-
Nidhom yang diasuh KH. Abdullah Muhtar Sukabumi Jawa Barat (1980-1982).
Tepatnya pada tahun 1986 sepulang dari Sukabumi KH. Muchlis
Musyaffa’ karena keinginan beliau untuk mengembangkan ilmu agama serta
dorongan masyarakat yang membutuhkan pendidikan agama maka didirikanlah
pondok pesantren sebagai jawaban keinginan masyarakat agar bisa menjadi
tempat penggemblengan khususnya dibidang ilmu agama. Pada awalnya pesantren
tersebut adalah rumah (ndalem-jawa-red) mengingat santri yang datang hanya
beberapa saja, belum sempat terpikirkan untuk membangun sebuah gedung
permanen, selang beberapa tahun pesantren diberi nama Al Musyaffa’. Pemberian
nama Al Musyaffa’ tersebut diambil dari nama Ayahnya (K. Musyaffa’) dengan
harapan dapat meneruskan perjuangan dan mewarisi ilmu K. Musyaffa’. Untuk
Pondok Pesantren Al Musyaffa’ sendiri resmi terdaftar di Kementrian Agama
pada tahun 1991.18
Terhitung semenjak tahun 1986 hingga tahun 2008 dibawah kendali KH.
Muchlis Musyaffa’ pesantren Al Musyaffa’ mengalami kemajuan yang cukup
signifikan. Dari segi populasi, santri yang datang untuk belajar di ponpes ini dari
tahun ke tahun semakin pesat (sekarang jumlah santri 2189 putra putri).
Pada periode awal kepemimpinan jumlah santri yang datang berasal
daerah sekitar dan hanya berjumlah 5 putra 4 putri. Mereka ditampung di rumah
Kyai sebab belum ada asrama dan metode pendidikannya pun masih sederhana.
Beberapa tahun kemudian santri yang datang tidak hanya dari daerah sekitar
namun dari berbagai daerah di pulau jawa bahkan para santri mulai berdatangan
dari berbagai penjuru tanah air, sehingga dengan perkembangan santri yang pesat

18
Dari mas faiq ( putra ke 6 beliau)
tersebut timbul pemikiran pengasuh untuk menyediakan fasilitas berupa asrama,
tempat belajar serta sarana dan prasarana yang kondusif sebagai penunjang
kebutuhan santri dalam belajar.
Beliau kemudian untuk menambah SDM santri beliau juga mendirikan
sekolah formal yaitu SMK Al Musyaffa’ pada Tahun 2004 , setelah adanya
sekolah SMK santri betambah banyak, kemudian beliau mempuyai inisiatif
mendirikan sekolah kembali yaitu SMP Al Musyaffa’ pada tahun 2012 m. Karena
adanya masukan dari wali santri beliau mendirikan TK dan SD pada Tahun 2020,
dan karena di era globalisasi santri harus mampu bersaing dengan masyarakat
umum dan santri tidak hanya tejun di mushola dan masjid saja tetapi bisa masuk
lini pendidikan dan berjuang di masyarakat yang luas sehingga kemudian beliau
mempunyai inisiatif mendirikan sekolah tinggi agar santri mempunyai SDM yang
baik dapat diterima di kalangan santri , masyarakat dan orang berpendidikan
beliau mendirikan Ma’had Aly Al Musyaffa’ pada Tahun 2020 M.19
Sejak tahun tahun berdiri sampai sekarang (2023) dalam memimpin
perjalanan pesantren Al Musyaffa’ ini banyak pihak yang mengakui bahwa KH.
Muchlis Musyaffa’ termasuk golongan kyai yang enerjik dan memiliki banyak
ide, berbagai terobosan beliau tempuh guna memajukan lembaga pendidikan
tersebut dengan mengacu konsep “ Al-Muhafadhatu Ala Al-Qadimi Al-Sholih
Wal Ahdu Bi Al-Jadidi Al-Aslah “. (mempertahankan pola lama/ salaf yang
bagus dan mengambil pola baru yang lebih bermanfaat ).

Visi dan Misi Pondok Pesantren Al Musyaffa’

Visi

Terwujudnya Insan yang Beriman, Bertaqwa, Berbudi Pekerti Luhur,


Berprestasi, Berpijak pada Budaya Lokal Berwawasan Global.

Visi tersebut diatas mencerminkan cita – cita pondok pesantren yang


berorientasi ke depan dengan memperhatikan potensi keimanan, sesuai
dengan norma dan harapan masyarakat.

Misi
19
Kepala Sekolah Smk Al Musyaffa’ (Bapak Ali As’ad )
 Membentuk santri berahlak dan berbudi pekerti luhur
 Mempraktekan keimanan dan ketakwaan ke dalam hati
masyarakat luas Karena iman dan takwa adalah dasar/prinsip
kehidupan.
2. Kajian Teori tentang Peran Kyai
3. Pengertian Peran
Menurut Kamus Bahasa Indonesia dalam Sarwono, peran diartikan sebagai
pemain atau seperangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang
berkedudukan dalam masyarakat. Sementara menurut Biddle dan Thomas dalam
Sarwono bahwa peran adalah serangkaian rumusan yang membatasi perilaku-
perilaku yang diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu.20 Pengertian
tersebut menjelaskan bahwa peran merupakan konsep perilaku yang dapat
dijalankan oleh individu. Masing- masing individu memiliki peranan yang
berbeda sesuai dengan kondisi, posisi, dan fungsi individu tersebut.

Posisi atau status didefinisikan sebagai tempat seseorang dalam suatu


sistem sosial. Peran digolongkan menurut pemikiran menyangkut posisi.
Sementara peran adalah perilaku yang berkenaan dengan siapa yang memegang
suatu posisi tertentu, posisi mengidentifikasikan status atau tempat seseorang
dalam suatu sistem sosial. Setiap individu menempati posisi-posisi multiple-
orang. Yang berkaitan dengan masing- masing posisi ini adalah sejumlah
peran.21 Dalam pengertian lain peran menurut Soerjono Soekanto adalah aspek
dinamis (status), apabila seseorang melaksanakan suatu peranan.
Adapun syarat-syarat peran dalam Soerjono Soekanto mencakup tiga hal
penting, yaitu:22
1) Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau
tempat seseorang dalam masyarakat.
2) Peran adalah suatu konsep perilaku apa yang dapat dilaksanakan oleh
20
Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-Teori Psikologi Sosial, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2015), hlm. 224
21
Sulistyo Andarmoyo, Keperawatan Keluarga, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012),
hlm. 20 3
22
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo, 2002), hlm.243 4
Ibid.,
individu-individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
3) Peran juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu, yang penting bagi
struktur sosial masyarakat.
Pengertian lain terkait peran menurut Abu Ahmadi adalah suatu kompleks
penghargaan manusia terhadap caranya individu harus bersikap dan berbuat
dalam situasi tertentu berdasarkan status, fungsi sosialnya. 23 Anderson Carter
dalam Andarmoyo menyebutkan ada tiga faktor yang mempengaruhi dalam
menyesuaikan diri dengan peran yang harus dilakukan:24
a) Terorganisasi , yaitu adanya interaksi
b) Terdapat keterbatasan dalam menjalankan tugas dan fungsi
c) Terdapat perbedaan dan kekhususan
2. Pengertian Kyai

Kyai dalam terminologi para ahli Islam seringkali disamakan


dengan ulama. Zamakhsyari Dhofier misalnya berpendapat
bahwa sebutan Kyai antara lain diberikan oleh masyarakat kepada
seorang ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi figur
pondok pesantren dan mengajarkan kitab-kitab Islam klasik
kepada santrinya. Selain gelar Kyai, ia juga kerap disebut alim
artinya orang yang mempunyai kedalaman dalam ilmu agama.
Jamak dari kata alim adalah ulama.25 Penggunaan istilah Kyai di
sini merujuk pada guru atau orang yang memimpin sebuah
pesantren.26

Kata Kyai merujuk kepada figur tertentu yang memiliki kapasitas dan

23
Nurhadi dan Sunarso, “Peran Kyai Dalam Membangun Partisipasi Pemilih”
dalam http://journal2.um.ac.id, diakses pada tanggal 9 Oktober 2021 pukul 21.02
WIB
24
Sulistyo Andarmoyo, Keperawatan Keluarga..., hlm. 20
25
Muthmainnah, Jembatan Suramadu Respon Ulama Terhadap Industrialisasi,
(Yogyakarta: LKPSM, 1998), hlm. 37
26
Jasa Ungguh Muliawan, Ilmu Pendidikan Islam: Studi Kasus terhadap Struktur
Ilmu, Kurikulum, Metodologi dan Kelembagaan Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2015), hlm. 301
kapabilitas yang memadai. Karena kemampuannya yang tidak diragukan
lagi, dalam struktur masyarakat Indonesia, khususnya Jawa, figur Kyai
memperoleh pengakuan akan posisi pentingnya dimasyarakat.27 Dengan
demikian, Kyai merupakan elemen paling esensial dari suatu pesantren. Ia
seringkali bahkan merupakan pendirinya. Sudah sewajarnya bahwa
pertumbuhan suatu pesantren semata-mata bergantung pada kemampuan
pribadi Kyai.
3. Peran dan Tanggung Jawab Kyai
Kyai merupakan suatu elemen paling esensial dari pondok pesantren yang
memiliki peranan dan tanggung jawab terbesar. Seorang Kyai dalam pesantren
memiliki berbagai macam peran, ada beberapa pendapat peran Kyai menurut
para ahli diantaranya yaitu:
Menurut Imam Suprayoga peran Kyai sebagai berikut:28
a) Sebagai pendidik
Tugas utama seorang Kyai ialah mengajar dan mendidik para santrinya untuk
menguasai nilai-nilai ajaran dalam agama Islam. Keberadaan seorang Kyai di
pesantren, tidak hanya mengajarkan kepada santri agar menjadi pandai, melainkan
lebih dari itu tanggung jawab Kyai adalah santrinya agar berwatak sesuai dengan
misi yang di emban dalam agama Islam.
b) Sebagai pemuka agama dan penguasa hukum Islam
Secara tradisional, dalam hal ini Kyai dibebani tugas untuk memelihara dan
menafsirkan hukum. Meskipun sebagian besar hukum-hukum islam ditegaskan di
dalam Al-Qur‟an dan diberi penjelasan didalam Hadist, tetapi kesukaran-
kesukaran penafsiran muncul ketika praktek-praktek ritual tertentu, ibadat, tidak
ditetapkan secara jelas. Peraturan yang tidak jelas ini disebut mutasyabihat.
Dalam sejarah Islam ayat-ayat yang mutasyabihat ini menyebabkan terjadinya
khilafah yang serius diantara ulama Islam, walaupun imam madzhab yang empat
telah mapan. Dan sampai sekarang beberapa perdebatan khilafah masih
berlangsung di tengah- tengah ulama.
27
Ahmad Patoni, Peran Kyai Pesantren dalam Partai Politik, (Yogyakarta: Pustaka Belajar,
2007), hlm. 20
28
Imam Suprayogo, Kyai dan Politik, (Jakarta: Rajawali Pers, 2017), hlm. 4-5
a) Pelayanan sosial
Struktur masyarakat tradisional memiliki pemimpin non- formal seperti tetua
adat, sesepuh masyarakat dan juga Kyai yang menjadi acuan bagi masyarakat
tradisional disamping pemimpin formal seperti kepala desa atau Bupati. Kyai
sebagai salah satu pemimpin non-formal didalam masyarakat tradisional
dianggap sebagai pemimpin spiritual atau pemimpin dalam bidang
keagamaan. Hampir setiap kegiatan dilakukan atau permasalahan yang
dialami oleh masyarakat meminta pertimbangan kepada Kyai, hal inilah
mengapa sosok Kyai didalam masyarakat tradisional sangat dipatuhi dan
diperhitungkan keberadaannya.
b) Sebagai pengasuh dan pembimbing

Peran Kyai dalam pendidikan pesantren adalah sebagai pengasuh sekaligus


pembimbing, bukan hanya itu saja Kyai juga sebagai pemegang kekuasaan
tertinggi yang sifatnya absolut, sehingga adalah seluruh kegiatan yang ada di
pesantren haruslah atas persetujuan Kyai. Bahkan dalam proses
pentransformasian ilmu pun yang berhak menentukan adalah Kyai. Hal ini
terlihat dalam penentuan buku yang dipelajari, materi yang dibahas, dan
lama waktu yang dibutuhkan dalam mempelajari sebuah buku, kurikulum
yang digunakan, penentuan evaluasi, dan tata tertib yang secara keseluruhan
dirancang oleh Kyai. Keabsolutan ini juga dipengaruhi oleh tingginya
penguasaan Kyai terhadap sebuah disiplin ilmu. Oleh karena itu kecakapan,
kemampuan, kecondongan Kyai terhadap sebuah disiplin ilmu tertentu akan
mempengaruhi sistem pendidikan yang digunakan dalam sebuah pesantren.
Sehingga ada beberapa Kyai yang mengharamkan pelajaran umum diajarkan
di pesantren karena adanya pengaruh yang kuat terhadap cara berfikir dan
pandangan hidup Kyai.

c) Sebagai guru ngaji


Peran Kyai yang paling awal adalah mengajarkan pembacaan Al-Qur‟an
dengan baik kepada para santrinya. Tugas Kyai dalam hal ini adalah
mengajarkan pembacaan huruf-huruf hijaiyyah dan kaidah-kaidah
pembacaan Al-Qur‟an yang benar, yang dikenal dengan ilmu tajwid. Dalam
tahapan yang lebih maju Kyai mengajarkan tentang beberapa metode
pembacaan ayat-ayat Al- Qur‟an dengan suara indah, yakni untuk para qari‟
dan qariah yang memiliki bakat suara yang baik. Selain itu juga para qari‟
dan qari‟ah diajarkan aliran-aliran atau madzhab-madzab pembacaan ayat-
ayat Al-Qur‟an.

Sekarang ini peran guru ngaji tidak hanya dilakukan oleh seorang Kyai yang
memiliki pesantren, tetapi juga oleh para santri yang biasanya dipanggil ustadz,
yang pernah mengenyam pendidikan pesantren dan memiliki kemampuan
membaca Al-Qur‟an dengan baik sesuai dengan kaidah-kaidah pembacaannya
dalam ilmu tajwid. Pelaksanaan pengajarannya biasanya diselenggarakan
dirumah ustadz atau di mushola yang terdekat dengan kediamannya. Pengajaran
Al-Qur‟an dilakukan pada waktu-waktu selesai sholat lima waktu, seperti; setelah
sholat maghrib, shubuh dan ashar. Para pesertanya biasanya anak-anak dan kaum
remaja disekitar kediaman ustadz tersebut.

Anda mungkin juga menyukai