Oleh : Miftahul Ulum (Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam,
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)
Pendahuluan
Pondok pesantren di Indonesia menjadi salah satu lembaga yang paling tepat untuk
bisa menghasilkan generasi bangsa yang cerdas serta mandiri dalam menjaga persatuan,
eksistensi yang dibangun oleh pondok pesantren tidak hanya terfokus kepada pembelajaran
melainkan adanya sistem yang dapat mempengaruhi posisinya sebagai lembaga pendidikan
yang banyak diminati oleh masyarakat, karena dengan terbentuknya sistem yang baik akan
terjalin inter koneksi satu sama lain. Kekayaan intelektual yang ada di pesantren saat ini
sangat bervariasi terutama dalam ilmu agama, pemilihan ilmu yang ditawarkan dapat menjadi
tolak ukur pesantren dalam memberikan pembelajaran kepada para santrinya, di karenakan
makin berkembangnya ilmu agama yang dapat menghasilkan pola pikir para santri untuk
memperkuat kualitas agamanya.
Di satu sisi, khazanah keilmuan yang diambil oleh pesantren salah satunya
termanifestasikan dari warisan para ulama terdahulu, mulai dari metode pembelajaran sampai
dengan kitab yang dikajinya, maka dari itu tidak heran jika pesantren masih mempertahankan
kebudayaannya baik dari segi keilmuan ataupun dalam perihal prakteknya, kemudian faktor
yang menyebabkan kajian di pesantren lebih dominan dari lembaga lain di karenakan adanya
kompilasi keilmuan serta dipadukan dengan beberapa kajian khusus yang dapat memberikan
pengetahuan lebih kepada para santri, seperti ilmu fikih, tafsir, balaghah dan yang lainnya.
Walaupun dalam catatan studi Islam Nusantara kajian keilmuan yang ada di beberapa
pesantren dibilang belum sepenuhnya merata karena masih di dominasi oleh beberapa
bidang keilmuan saja. Hal ini selaras dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh Martin
Van Bruinnesen (Seorang peneliti dari Belanda), dalam hasilnya Martin menjelaskan
setidaknya ada delapan ratus lebih kitab yang dikumpulkan dalam penelitiannya dan
menyatakan bahwa kitab yang sering dipakai oleh pesantren kebanyakan dari bidang ilmu
fikih, tasawuf, nahwu shorof dan akidah akhlak, sedangkan dari bidang ilmu tafsir dan hadis
hanya tercatat sebagian pesantren saja yang memakainya. Presentasi seperti ini diakibatkan
karena pesantren masih menilai studi tafsir dan hadis hanya dipakai untuk menjelaskan
sebuah makna, tidak difokuskan kepada salah satu bidang keilmuan, seperti dalam ilmu hadis
terdapat adanya penelitian sanad dan matan, serta kajian hadis yang merujuk langsung kepada
para Ulama hadis sebelumnya.
Pengajaran di Pesantren dalam bidang ilmu hadis belum banyak dilakukan karena
adanya perbedaan corak dan gaya yang disampaikan oleh para kiyai kepada santrinya, para
kiyai kebanyakan lebih memfokuskan kepada kajian fikih, akhlak dan unsur kebahasaan serta
tidak terlalu memperhatikan aspek dari studi ilmu hadis, oleh sebab itu sebagian Pesantren
yang mengkaji ilmu hadis hanya menggunakan kitab-kitab kumpulan hadis saja seperti kitab
al-Arbain an-Nawawi dan kitab Bulughul Maram karya dari Imam Ibnu Hajar al-Asqalani.
Akan tetapi ada beberapa Pesantren yang sudah mulai memperhatikan kajian dalam bidang
ilmu hadis, salah satunya adalah Pondok Pesantren Lirboyo yang berada di Kota Kediri.
Pondok pesantren Lirboyo merupakan pesantren yang didirikan pada abad ke 20 oleh
KH Abdul Karim, pesantren yang awalnya hanya sebuah nama pedesaan kini menjadi tempat
berkembangnya pusat studi Islam yang berhasil mencetak ribuan alumni di penjuru Dunia,
salah satu pesantren salaf yang terkenal di Jawa Timur ini dapat mencetak generasi yang
tidak hanya ahli dalam bidang ilmu agama melainkan cerdas baik dalam ruhaniyah maupun
smart intelektual. Berkembangnya Pesantren Lirboyo dikarenakan adanya sistem pengajaran
yang konsisten baik dari segi keilmuan atau prakteknya, hal ini dibuktikan banyaknya bidang
kajian ilmu agama yang digunakan secara teratur dan sesuai dengan porsinya, salah satunya
dari bidang ilmu hadis.
Pada tingkatan kelas pengajian yang ada di Pesantren Lirboyo hampir seluruhnya
mempelajari Ilmu hadis, walaupun kitab hadis yang digunakan tidak terlalu fokus kepada
kitab induknya, akan tetapi masih memperhatikan dari pada sisi kualitas hadisnya disebabkan
agar lebih mengetahui hadis yang dipelajarinya memiliki kualitas yang tidak mendekati ke
arah Dhoif (lemah). Metode yang dipakai dalam mempelajari ilmu hadis sama dengan
pesantren salaf lainnya yaitu dengan menggunakan sistem bandongan, metode ini memiliki
arti di mana para kiyai menjelaskan makna dari pada hadis yang diajarkannya secara intens
kepada para santri, penjelasan tersebut mencakup dari jabatan setiap katanya yang
berdasarkan ilmu nahwu shorof, kemudian asbabul wurud serta menjelaskan kualitas hadis
yang sesuai dengan ilmu takhrijnya.
Selanjutnya metode yang digunakan selain bandongan adalah metode sorogan, sistem
metode ini bertujuan untuk memberikan pembelajaran lebih kepada para santri ketika ada
yang masih belum paham, dalam metode ini para kiyai hanya mendengarkan bacaan kitab
yang disampaikan oleh para santri, kemudian menjelaskannya saat ada pertanyaan atau
kekeliruan dari para santri. Dengan adanya metode tersebut dapat membantu para santri
untuk bisa menguasai isi kandungan dari kitab yang dipelajarinya, selain itu dapat
menumbuhkan sikap kritis terhadap pembacaan teks yang ada di dalam kitabnya, terlebih lagi
di Pesantren Lirboyo sering sekali melaksanaan bahts al-masail yang menjadi tolak ukur agar
dapat mengetahui sejauh mana pengetahuan para santri dalam mengamalkan ilmunya.
Berkembangnya kajian hadis yang ada di pesantren Lirboyo dimulai dengan adanya
kurikulum yang diterapkan pada setiap kelas, mulai dari kelas ibtidaiyah, tsanawiyah sampai
dengan aliyah, semuanya mempelajari ilmu hadis. Kitab kajian hadis yang pertama
digunakan adalah kumpulan hadis-hadis seperti kitab bulughul al-Maram, kitab Riyad al-
Salihin dan kitab al-Jami al-Shagir, di sisi lain dalam menjelaskan kitab bulughul al-Maram
para kiyai dilarang untuk memberikan dilalat yang keluar dari pada empat mahdzab, hal ini
di khawatirkan agar para santri nantinya tidak keluar dari pada empat mahdzab tersebut.
Kemudian di luar jam pembelajaran para santri dianjurkan untuk mendalami kajian hadis,
dengan memuat pengulangan pemahaman materi hadis yang sudah diterima di dalam kelas
serta mencari kualitas hadis yang sesuai dengan ilmu takhrijnya, akan tetapi lebih
diperhatikan kepada pemahaman saja dari pada mencari kualitas hadis yang telah dipelajari.
Penutup
Kemudian hasil dari adanya kegiatan bahts al-Masail biasanya sering dijadikan
sebagai bentuk tulisan dan dicetak menjadi bahan bacaan para santri khususnya, dalam tradisi
penulisan tersebut pesantren Lirboyo tidak bisa diragukan lagi, karena sering sekali
menerbitkan berbagai buku kajian dalam bidang ilmu agama, maka dari itu bukan sesuatu
yang sulit jika kajian hadis dapat dikembangkan melalui bentuk tulisan (buku bacaan).
DAFTAR PUSTAKA
Bruinessen, M, Van, Kitab Kuning: Books in Arabic Script used in the Pesantren milieu,
(Leiden: KITLV Publication, 1990) hlm. 229
Bruinessen, M, Van, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat, (Bandung: Mizan 1999) hlm. 161
Amiruddin, Karim, Abdul, Literasi Hadis dalam Khazanah Kitab Kuning Pesantren,
(Riwayah: Jurnal Ilmu Hadis, Vol. 6 No. 1, 2020) hlm. 63
Musaddad, Endad, Kajian Hadis di Banten (Studi pada Pondok Pesantren masa Reformasi
Dekade ke-2), Jurnal Holistic al-Hadis, Vol. 02 No. 2 2016, hlm. 262
Khamim, Mengkaji Hadis di Pesantren Salaf, (Kediri: STAIN Kediri Press, 2015) hlm.150
Arwani, Rofi’i, Studi Hadis di Pesantren, (Jurnal al-Ijaz, Vol. 3 No. 2 2021) hlm. 81