Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Ghailayaini (2009: 3) berpendapat bahwa bahasa Arab merupakan “Ungkapan
yang dipergunakan oleh bangsa Arab untuk menyatakan maksud dan tujuan tertentu”.
Dari pengertian tersebut, secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa bahasa Arab
merupakan bahasa ibu bagi bangsa Arab dan bahasa asing bagi masyarakat Indonesia.
Secara alamiahnya, bahasa asing sulit untuk dipelajari bagi pengguna yang bukan
penutur aslinya. Akan tetapi kebutuhan masyarakat Indonesia akan bahasa Arab kian
meningkat, salah satunya dikarenakan mayoritas agama yang dianut di Indonesia
adalah agama Islam. Kerap kali bahasa Arab dihubungkan dengan Islam, mengingat
Alquran dan Hadits yang menjadi pedoman hidup bagi umat Islam, serta shalat yang
merupakan ibadah umat Islam juga menggunakan bahasa Arab. Selain berkaitan
dengan hal ibadah umat Islam di Indonesia, kini bahasa Arab juga penting dipelajari
oleh tenaga kerja Indonesia yang akan bekerja di negara-negara Arab agar komunikasi
mereka dapat terjalin dengan baik dan menghindari adanya kesalahpahaman akibat
bahasa.
Pentingnya bahasa Arab juga dijelaskan oleh Al-Khully (1989:19-20), yaitu:
1. Bahasa Arab merupakan bahasa Alquran
2. Bahasa Arab merupakan bahasa yang dipergunakan dalam shalat
3. Bahasa Arab merupakan bahasa hadits
4. Bahasa Arab merupakan bahasa kedudukan ekonomi bangasa Arab
5. Jumlah penutur bahasa Arab semakin banyak
Mengingat pentingnya bahasa Arab tersebut, maka banyak sekolah- sekolah Islam
yang di dalamnya terdapat mata pelajaran bahasa Arab. Belajar bahasa Arab (asing)
berbeda dengan belajar bahasa ibu,oleh karena itu prinsip dasar pengajarannya harus
berbeda, baik menyangkut metode (model pengajaran) materi maupun proses
pelaksanaan pengajarannya. Seiring berjalannya waktu, pada pembelajaran bahasa
Arab tersebut berkembang inovasi-inovasi kurikulum, metode, teknik, maupun media
pembelajaran bahasa Arab yang dianggap tepat bagi siswa untuk menguasai berbagai
keterampilan berbahasa Arab.

1
Selain adanya perkembangan inovasi-inovasi pada pembelajaran bahasa Arab di
Indonesia saat ini, tidak jarang pula muncul problematika pembelajaran bahasa Arab,
yang mana kita sebagai pendidik dan calon pendidik bahasa Arab harus berupaya
semaksimal mungkin untuk segera mencari solusi serta mengatasi problematika yang
ada.
Adapun pada kesempatan kali ini, akan dipaparkan mengenai isu-isu problematika
pembelajaran bahasa Arab yang meliputi: percampuran antara bahasa dan
pembelajaran tentang bahasa, percampuran antara pembelajaran bahasa untuk orang
Arab dengan pembelajaran bahasa untuk non Arab, penggunaan buku-buku yang ada
untuk orang Arab dalam pembelajaran non Arab.
B. Rumusan Masalah
Dari pemaparan latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka
masalah dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah percampuran antara bahasa dan pembelajaran tentang bahasa?
2. Bagaimanakah percampuran antara pembelajaran bahasa untuk orang Arab
dengan pembelajaran bahasa untuk non Arab?
3. Bagaimanakah penggunaan buku-buku yang ada untuk orang Arab dalam
pembelajaran non Arab?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini ialah untuk mengetahui:
1. Percampuran antara bahasa dan pembelajaran tentang bahasa;
2. Percampuran antara pembelajaran bahasa untuk orang Arab dengan
pembelajaran bahasa untuk non Arab;
3. Penggunaan buku-buku yang ada untuk orang Arab dalam pembelajaran non
Arab.
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoretis
Menambah ilmu dan wawasan tentang percampuran antara bahasa dan
pembelajaran tentang bahasa, percampuran antara pembelajaran bahasa untuk
orang Arab dengan pembelajaran bahasa untuk non Arab, penggunaan buku-
buku yang ada untuk orang Arab dalam pembelajaran non Arab.

2
2. Manfaat Praktis
Menambah wawasan ilmu serta memupuk semangat untuk engkaji, meneliti
serta memperdalam mengenai isu- isu kontemporer pembelajaran bahasa Arab
khusunya di Indonesia.
E. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini penulis mengunakan metode studi pustaka yaitu
mencari informasi dari buku – buku atau literature yang relevan dengan topik makalah
ini.
F. Sistematika Penulisan Makalah
Agar memudahkan peneliti secara umum, khususnya para pembaca mengenai isi
dari makalah ini, maka di sini penulis menyusunnya ke dalam tiga bagian,
diantaranya Bab I, Pendahuluan yang terdiri dari, latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penulisan makalah, maanfaat penulisan makalah, metode penulisan
dan sistematika penulisan. Bab II, Pembahasan, yang di dalamnya akan dipaparkan
mengenai: percampuran antara bahasa dan pembelajaran tentang bahasa, percampuran
antara pembelajaran bahasa untuk orang Arab dengan pembelajaran bahasa untuk non
Arab, penggunaan buku-buku yang ada untuk orang Arab dalam pembelajaran non
Arab. Adapaun pada Bab III, Penutup, dalam bab ini, akan dipaparkan mengenai
kesimpulan dari pembahasan secara keseluruhan, serta dilanjut dengan rekomendasi
atau saran.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Percampuran antara Bahasa dan Pembelajaran tentang Bahasa
1. Teori Bahasa dan Dasar Teori Pembelajaran Bahasa
a. Teori Bahasa
Menurut Aziz (2009: 2) terdapat dua teori yang membahas mengenai
karakteristik bahasa, proses pemerolehan bahasa serta proses belajar dan
pembelajaran bahasa yaitu teori struktural dan teori transformatif-generatif.
Adapun Efendy (Rosyidi dan Ni’mah, 2012) menyebut kedua teori bahasa
tersebut dengan istilah aliran struktural dan aliran transformatif-generatif.
1) Aliran struktural
Aliran ini dipelopori oleh linguis dari Swiss Ferdinand de Saussure
(1857-1913) tapi dikembangkan lebih lanjut secara signifikan oleh
Leonard Bloomfield. Dialah yang meletakkan dasar-dasar linguistik
struktural berdasarkan penelitian-penelitian dengan menggunakan metode
penelitian ilmiah yang lazim digunakan dalam ilmu pengetahuan alam
(sains).
Beberapa teori tentang bahasa menurut aliran ini diantaranya:
a) Bahasa itu pertama-tama adalah ujaran (lisan)
b) Kemampuan berbahasa diperoleh melalui kebiasaan yang ditunjang
dengan latihan dan penguatan.
c) Setiap bahasa memiliki sistemnya sendiri yang berbeda dari bahasa
lain
d) Setiap bahasa memiliki sistem yang utuh dan cukup untuk
mengekspresikan maksud dari penuturnya
e) Semua bahasa yang hidup berkembang mengikuti perubahan
zaman terutama karena terjadinya kontak dengan bahasa lain
f) Sumber pertama dan utama kebakuan bahasa adalah penutur
bahasa tersebut, bukan lembaga ilmiah, pusat bahasa, atau aliran-
aliran gramatika.

Berdasarkan teori kebahasaan tersebut ditetapkan beberapa prinsip


mengenai pembelajaran bahasa,antara lain sebagai berikut:
4
a) Latihan menghafalkan dan menirukan berulang-ulang harus
dilakukan secara intensif. Guru harus mengambil peran utama
dalam pembelajaran.
b) Guru harus memulai pelajaran dengan menyimak kemudian
berbicara, membaca, dan terakhir menulis.
c) Hasil analisis kontrastif dijadikan dasar pemilihan materi pelajaran
dan latihan-latihan.
d) Diberikan perhatian yang besar kepada wujud luar dari bahasa
yaitu pengucapan yang fasih, ejaan dan pelafalan yang akurat,
struktur yang benar, dan sebagainya.
Teori-teori linguistik struktural ini sejalan dengan teori-teori psikologi
behaviorism menjadi landasan bagi metode audiolingual dalam
pembelajaran bahasa (Rosyidi dan Ni’mah, 2012: 7-8).
2) Aliran transformatif-generatif
Tokoh utama aliran ini adalah linguis Amerika Noam Chomsky.
Dalam tata bahasa transformatif-generatif ini membedakan dua struktur
bahasa, yaitu struktur luar (surface structure- al-bina:’ al-zha:hiri) dan
struktur dalam (deep structure- al-bina:’ al-asa:si). Bentuk ujaran yang
diucapkan atau ditulis oleh penutur adalah struktur luar yang merupakan
manifestasi dari struktur dalam. Ujaran itu bisa berbeda bentuk dari
struktur dalamnya, tetapi pengertian yang dikandung sama. Struktur luar
bisa saja memiliki bentuk yang sama dengan struktur dalamnya, tetapi
tidak selalu demikian.
Sejalan dengan itu, Chomsky membagi kemampuan berbahasa menjadi
dua, yakni kompetensi dan performansi. Kompetensi (competence- al-
kafa’ah) adalah kemampuan ideal yang dimiliki oleh seorang penutur.
Kompetensi menggambarkan pengetahuan tentang sistem bahasa yang
sempurna, yaitu pengetahuan tentang sistem bunyi (fonologi), sistem kata
(morfologi), sistem kalimat (sintaks), dan sistem makna (semantic).
Sedangkan performansi (performance- al-ada:’) adalah ujaran-ujaran yang
bisa didengar atau dibaca, yang merupakan tuturan seseorang apa adnya
tanpa dibuat-buat. Oleh karena itu, performansi bisa saja tidak sempurna,

5
dan oleh karena itu pula, menurut Chomsky, suatu tata bahasa hendaknya
memberikan kompetensi bukan performansi.
Dalam beberapa hal, teori kebahasaan dalam aliran transformatif-
generatif ini tidak berbeda dengan aliran struktural. Pertama, bahwa
bahasa itu pertama-tama adalah bahasa lisan. Kedua, setiap bahasa
memiliki sistem yang utuh dan cukup untuk mengekspresikan maksud dari
penuturnya, oleh karena itu tidak ada satu bahasa yang unggul atas bahasa
lainnya.
Adapun teori-teori yang berbeda atau bersebrangan di antara kedua
aliran tersebut antara lain:
a) Menurut aliran struktural kemampuan berbahasa diperoleh melalui
kebiasaan yang ditunjang dengan latihan dan penguatan, sementara
aliran transformatif-generatif menekankan bahwa kemampuan
berbahasa adalah sebuah proses kreatif.
b) Aliran struktural menekankan adanya perbedaan sistem antara satu
bahasa dan bahasa lainnya, sedangkan aliran transformatif-
generatif menegaskan adanya banyak unsur-unsur kesamaan di
antara bahasa-bahasa, terutama pada tataran struktur di dalamnya.
c) Aliran struktural berpandangan bahwa semua bahasa yang hidup
berkembang mengikuti perubahan zaman terutama karena
terjadinya kontak dengan bahasa lain, oleh karena itu kaidah-
kaidahnya pun bisa mengalami perubahan. Aliran transformatif-
generatif menyatakan bahwa perubahan itu hanyalah menyangkut
struktur luar, sedangkan struktur dalamnya tidak berubah sepanjang
masa dan tetap menjadi dasar bagi setiap perkembangan yang
terjadi.
d) Meskipun bisa menerima pandangan aliran struktural bahwa
sumber pertama dan utama kebakuan bahasa adalah penutur bahasa
tersebut, akan tetapi aliran transformatif-generatif mengingatkan
bahwa penggunaan bahasa oleh seseorang atau suatu kelompok
kadang-kadang menyalahi kaidah-kaidah bahasa. Oleh karena itu,

6
pembakuan bahasa merupakan suatu kebutuhan dan harus
didasarkan atas kesepakatan umum atau mayoritas penutur bahasa.
Berdasarkan teori-teori kebahasaan tersebut, ditetapkan beberapa
prinsip mengenai pembelajaran bahasa antara lain:
a) Karena kemampuan berbahasa adalah sebuah proses kreatif, maka
pembelajar harus diberi kesempatan yang luas untuk mengkreasi
ujaran-ujaran dalam situasi komunikatif yang sebenarnya, bukan
sekedar menirukan dan menghafalkan.
b) Pemilihan materi pelajaran tidak ditekankan pada hasil analisis
kontrastif melainkan pada kebutuhan komunikasi dan penguasaan
fungsi-fungsi bahasa.
c) Kaidah tata bahasa dapat diberikan sepanjang hal itu diperlukan
oleh pembelajar sebagai landasan untuk dapat mengkreasi ujaran-
ujaran sesuai dengan kebutuhan komunikasi (Rosyidi dan Ni’mah,
2012: 9- 12).
Berdasarkan uraian sebelumnya, dapatlah di pahami mengenai konsep
teori bahasa serta prinsip pembelajaran bahasa ke-dua aliran tersebut. Secara
umum, ke-dua aliran tersebut memiliki persamaan dalam hal bahwa bahasa
merupakan ujaran atau ungkapan yang bersifat lisan. Kedua, setiap bahasa
memiliki sistem yang utuh dan cukup untuk mengekspresikan maksud dari
penuturnya, oleh karena itu tidak ada satu bahasa yang unggul atas bahasa
lainnya. Namun tak dipungkiri bahwa banyak pula perbedan keduanya, salah
satunya ialah; Menurut aliran struktural kemampuan berbahasa diperoleh
melalui kebiasaan yang ditunjang dengan latihan dan penguatan, sedangkan
aliran transformatif-generatif menekankan bahwa kemampuan berbahasa
adalah sebuah proses kreatif.
b. Dasar Teori Pembelajaran Bahasa
Pengembangan metode pembelajaran bahasa Arab muncul dan dibangun di
atas landasan teori-teori ilmu jiwa (psikologi) dan ilmu bahasa (linguistik).
Ilmu jiwa yang menguraikan bagaimana orang belajar sesuatu (bahasa),
sedangkan linguistik memberikan kajian tentang seluk beluk bahasa. Kajian

7
dari kedua ilmu tersebut diramu menjadi suatu metode yang memudahkan
proses belajar mengajar bahasa. (Efendy, 2005: 10).
Dalam proses belajar mengajar terdapat unsur internal seperti, bakat,
minat, kemauan, dan pengalaman terdahulu dalam diri pembelajar. Selain
unsur irternal terdapat pula unsur eksternal yaitu lingkungan, guru, buku teks,
dan sebagainya. Berkenaan dengan hal tersebut, Rosyidi dan Ni’mah (2012:
13) berpendapat bahwa, terdapat aliran behaviorism (al- sulukiyah) yang
memfokuskan perhatiannya pada faktor-faktor eksternal, dan aliran
Cognitivism (al ma’rifiyah) yang memberikan perhatian lebih pada faktor
internal. Selain kedua aliran tersebut, terdapat satu lagi aliran yang sering
disebut sebagai dasar pembelajaran yaitu constructivism.
Secara lebih rinci, mereka menjelaskan tiga aliran tersebut, yaitu sebagai
berikut:
1) Aliran behaviorism (al sulukiyah)
Menurut aliran behaviorisme bahwa belajar adalah perubahan dalam
tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon.
Adapun aplikasi teori behaviorisme terhadap pembelajaran adalah;
Guru yang menggunakan paradigma behaviorisme akan menyusun bahan
pelajaran yang sudah siap, sehingga tujuan pembelajaran yang akan
dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru.
Kelebihan teori aliran ini sangat cocok untuk pemerolehan
kemampuan, yang membutuhkan praktik dan pembiasaan, yang
mengandung unsur kecepatan spontanitas, kelenturan daya tahan dan
sebagainya.
Kekurangan teori ini adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada
guru bersifat mekanistis dan hanya berorientasi pada hasil, murid
dipandang pasif, sehingga guru sebagai sentral dan bersifat otoriter.
2) Aliran cognitivism (al ma’rifiyah)
Bertolak belakang dengan aliran behaviorisme yang menekankan
pentingnya stimulus eksternal dalam pembelajaran, cognitivism
menyatakan bahwa belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman
yang tidak selalu terlihat sebagai tingkah laku. Teori ini lebih

8
mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri.
Pembelajarlah yang mengatur dan menentukan proses pembelajaran.
Lingkungan bukanlah penentu awal dan akhir positif dan negatifnya hasil
pembelajaran. Menurut teori ini, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri
seorang individu melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan
lingkungan. Proses ini tidak berjalan terpatah-patah atau terpisah-pisah,
tapi melalui proses yang mengalir, sambung menyambung, menyeluruh.
3) Aliran constructivism
Menurut para tokoh constructivism, belajar merupakan pemakna
pengetahuan. Sedangkan pengetahuan bersifat temporer, selalu berubah.
Dalam hal ini belajar adalah proses pemaknaan informasi baru. Semua
pengetahuan, metode untuk mengetahui, dan berbagai disiplin ilmu yang
ada dalam masyarakat dibangun (constructed) oleh pikiran manusia.
Berdasarkan sejumlah literatur tentang konstruktivisme, Ari Widodo
(2004) mengidentifikasi lima hal penting yang berkaitan dengan
pembelajaran.
a) Pembelajar telah memiliki pengetahuan awal. Tidak ada
pembelajar yang otaknya benar-benar kosong.
b) Belajar merupakan proses pengkonstruksian suatu pengetahuan
berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki.
c) Belajar adalah perubahan konsepsi pembelajar.
d) Proses pengkostruksian pengetahuan berlangsung dalam suatu
konteks sosial tertentu.
e) Pembelajar bertanggung jawab terhadap proses belajarnya (Rasyid
dan Ni’mah, 2012).
Dari pemaparan sebelumnya, dengan memahami penjelasan mengenai
beberapa teori bahasa dan pembelajaran sebelumnya, kita sebagai guru atau calon
guru bahasa tentunya dapat menentukan pilihan-pilihan yang tepat, efektif, dan
efisien terhadap pendekatan, metode, strategi, materi, media, dan evaluasi dalam
proses belajar dan mengajar bahasa Arab, serta demi tercapainya keberhasilan
dalam proses pembelajaran bahasa arab

9
2. Perbedaan antara Bahasa dan Pembelajaran Bahasa
Setelah kita memahami konsep mengenai teori bahasa serta dasar
pembelajaran bahasa, sekarang akan dipaparkan mengenai bahasa dan
pembelajaran bahasa itu sendiri.
Bahasa dan pembelajaran bahasa merupakan dua istilah yang berbeda,
walaupun keduanya saling berhubungan. Hal ini tentunya berkaitan dengan
pemerolehan bahasa dengan pembelajaran bahasa itu sendiri. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh Aziz (2009: 101) “Pemerolehan anak terhadap bahasa ibu
berbeda dengan pemerolehan seorang pembelajar terhadap bahasa kedua dari
banyak aspek. Ketika anak memasuki fase pemerolehan bahasa ibu, ia tidak
memiliki pengalaman atau pengetahuan lebih awal tentang bahasa lain.
Sebaliknya, si, pembelajar bahasa kedua secara umum mulai mempelajari bahasa
kedua setelah bahasa ibu dikuasai.”
Pernyataan tersebut diperkuat oleh Tha’imah (tt: 81) yang menegaskan bahwa
pembelajaran bahasa language learning merupakan istilah yang menunjukan
kepda proses kegiatan sesorang belajar bahasa ke-dua. Sebagian orang- orang
yang berpengalaman juga mengatakan bahwa pemerolehan bahasa merupakan
proses khusus yang di alami ketika bayi (lahir) sedangkan pembelajaran bahasa
merupakan proses khusus yang dilakukan ketika dia sudak tumbuh besar.
Dengan menggunakan bahasa yang lebih jelas lagi, Rosyidi dan Ni’mah
(2011: 18) mengungkapkan proses terjadinya seseorang memperoleh bahasa
kemudian memperoleh pembelajaran bahasa, yaitu sebagai berikut:
Manusia lahir dibekali oleh sang pencipta dengan piranti pemerolehan bahasa
atau LAD (Language acquisition device) , yatu radar yang hanya menangkap
gelombang- gelombang bahasa, atau dalam istilah bahasa Arab (jihaz isti’abul
lughah). Alat ini menyerupai layar radar yang hanya menangkap gelombang-
gelombang bahasa. Setelah diterima gelombang- gelombang itu ditata dan
dihubung-hubungkan satu sama lain menjadi sebuah system, yang kemudian
dikirimkan kepusat pengolahan kemampuan berbahasa(Language
competence). Pusat ini merumuskan kaidah- kaidaah bahasa dari data- data
ujaran yang dikirimkan oleh LAD dan menghubungkannya dengan makna
yang dikandungnya, sehingga terbentuklah kemampuan berbahasa. Pada tahap
selanjutnya, pembelajar bahasa menggunakan kemampuan berbahasanya
untuk mengkreasi kalimat- kalimat dalam bahasa yang dipelajarinya undtuk
mengungkapkan keinginan dan keperluannya sesuai dengankaidah- kaidah
yang telah diketahuinya.

10
Dari beberapa pendapat di atas, dapat dibedakan mengenai pemerolehan
bahasa dan pembelajaran bahasa itu sendiri, yang intinya pemerolehan bahasa
dimulai dari sejak lahir yang mana ia memperoleh bahasa pertamanya, kemudian
pembelajaran bahasa didapat ketika bahasa pertama sudah dikuasai, sehingga ia
dapat menggunakan kemampuan berbahasanya dengan baik.
Kembali lagi kepada pembahasan mengenai bahasa dan pembelajaran bahasa
merupakan dua hal yang berlainan. Begitu pula dengan seorang ahli bahasa
berbeda dengan pengajar bahasa. Berkenaan dengan hal tersebut, Mustofa (2011:
4) berpendapat:
Kemahiran seseorang dalam suatu bahasa tidak menjamin kemahirannya
mengajarkan bahasa tersebut kepada orang lain. Mahir berbahasa adalah satu
hal dan mahir mengajarkan bahasa adalah hal yang lain. Seorang guru bahasa
Arab harus menguasai setidak-tidaknya 3 hal yaitu: (1) Kemahiran berbahasa
Arab (2) Pengetahuan tentang bahasa dan budaya Arab, (3) keterampilan
mengajarkan bahasa Arab (Mustofa, 2011: 4).
Dari pendapat di atas dapat dikatakan bahwa keduanya memiliki peranannya
masing- masing. Para linguis berperan untuk mendeskripsikan secara ilmiah
mengenai fenomena-fenonema dan menganalisis struktur bahasa itu sendiri
adapun pengajar bahasa memiliki bidang tersendiri yang keluar dari spesialisai
para linguis. Sebagian besar dari apa yang dikuasai para linguis fungsinya adalah
memberikan kita bantuan mengenai ilmu bahasa yang terbatas pada gambaran
bahasa serta hubungan-hubungannya saja. Seorang ahli bahasa dilarang untuk
melaksanakan pembelajaran bahasa melainkan jika ia memiliki bakat serta
mengikuti pelatihan yang sesuai dengan bidang pembelajaran bahasa Al-Fauzan
(2011: 45).
Selanjutnya, tugas bagi pengajar bahasa ialah berusaha agar anak didik tuntas
dalam belajar atau mempelajari suatu bahasa. Selain itu, objek pembelajaran
bahasa terbatas pada usaha tercapainya kurikulum dan metode yang paling tepat,
begitu pula teknik yang paling baik yang akan dilakukan ketika pembelajaran
bahasa. Dengan ini, diperoleh cara- cara yang mana cara- cara tersebut akan
dipelajari oleh para pelajar bahasa, baik itu bahasa ibu maupun bahasa asing.
Sebagaimana Al-Fauzan (2011: 45) berpendapat bahwa Para pengajar bahasa
tidak dituntut untuk menjadi seorang ahli bahasa yang mendalami teori-teori

11
bahasa. Akan tetapi ia dituntut untuk menguasai prinsip-prinsip ilmu bahasa
kontemporer yang berorientasi pada aspek-aspek yang memiliki sifat fungsional.
Yang menjadi perhatian disini adalah bahwa ilmu bahasa tidak berarti
memberikan bantuan bagi guru bahasa asing itu sendiri sebagaimana
perkembangan-perkembangan linguistik tidak selalu menyebabkan perkembangan
dalam bidang pembelajaran bahasa asing. Dengan demikian peranan ahli bahasa
terbatas pada studi fenomena kebahasaan baik secara deskriptif maupun analitik.
Para ahli bahasa dalam keterangannya juga tidak meletakkan fenomena bahasa
tersebut sebagai tujuan pembelajaran. Maka dari sinilah peran para pengajar
bahasa dimulai pada titik dimana peran ara ahli bahasa telah berakhir. (Al-
Fawzan, 2011: 145).
Uraian di atas menjelaskan peranan antara ahli bahasa dan pengajar bahasa.
Sebagaimana yang kita ketahui, bahasa merupakan alat komunikasi di antara
makhluk hidup sehingga mereka mampu memenuhi segala kebutuhannya.
Sedangkan pembelajaran bahasa merupakan media atau cara mentransformasikan
suatu bahasa tertentu yang telah dikuasai oleh sang pengajar kepada muridnya.
Seiring degan berjalannya waktu maka bahasa asing ini mengalami perkembangan
dalam segi makana, bentuk, ujaran dll, sehingga membawa implikasi kepada
pembelajaran itu sendiri
Dengan demikian, berdasarkan pemaparan sebelumnya, bahasa dengan
pembelajaran bahasa jelaslah dua hal yang berlainan. Namun tak dapat disangkal
bahwa perkembangan bahasa berpengaruh pula terhadap pembelajaran. Adapun
kata yang mengalami perkembangan: pada makna sayyaroh yang dulunya berarti
kafilah dagang dengan unta- unta yang berduyun- duyun yang pada sekarang ini
kata sayyaroh diartikan dengan mobil. Begitu pula adanya kata serapan dalam
bahasa arab ‫ تلفن‬yang artinya menelfon. Oleh karena itu, pda proses selanjutnya
terdapat proses aling mempengaruhi antara bahasa dan pembelajaran bahasa itu
sendiri.
Namun pada relitanya, khususnya di Indonesia ke-duanya seakan sama,
sehingga terjadilah percampuran diantara keduanya, hal tersebut sangat mungkin
terjadi. Hal ini dikarenakan keduanya saling berkaita karena bahasa merupakan
objek/materi yang akan diajarkan. Salah satu contohnya ialah: adanya guru

12
pembelajaran bahasa yang terlalu menjelaskan secara mendalam mengenai teori
bahasa itu sendiri dan mengesampingkan isi materi atau kandungan materinya
sehingga tujuan pemebalajaran tidak tercapai. Hal ini dakarenakan penjelasan
mendalam mengenai teori bahasa mempunyai ranahnya sendiri yaitu ahli bahasa.

B. Percampuran antara Pembelajaran Bahasa untuk Orang Arab dengan


Pembelajaran Bahasa untuk Non Arab
Terdapat perbedaan yang mencolok antara pembelajaran bahasa untuk orang Arab
dengan pembelajaran bahasa untuk non Arab. Akan tetapi hanya sedikit orang yang
mengetahui akan hal tersebut, bahkan di kalangan spesialisasi studi bahasa Arab, yang
tidak memiliki kesempatan untuk mempelajari Linguistik Terapan.
Hal- hal yang harus dibedakan dari keduanya ialah sebagai berikut:
a. Buku pelajaran. Haruslah dibedakan buku pelajaran bagi penutur Arab dengan
non Arab dalam hal tujuan, konstruksi dan sarana.
b. Guru. Guru bahasa Arab bagi non Arab harus dibedakan dari guru bahasa
untuk Arab (penutur asli Arab).
c. Metode pengajaran. Metode pengajaran bahasa Arab bagi non Arab harus
dibedakan dari metode pengajaran untuk Arab (penutur asli Arab).
Buku pelajaran, guru dan metode, ketiganya haruslah dibedakan antara
penutur asli dan penutur non asli. Berikut ini, pembahasan alasan pembelajaran
bahasa Arab bagi penutur bahasa asli harus dibedakan dengan non penutur
aslinya:
1. Orang Arab memperoleh bahasa secara langsung dari orang tuanya dan juga
lingkungan sebelum ia memasuki bangku sekolah.
2. Orang Arab hidup dalam kebudayaannya.
3. Orang Arab belajar membaca dan menulis di sekolah mereka, adapun
pengetahuan dan keterampilan selain dari membaca dan menulis tersebut
mereka telah menguasai dasar-dasarnya.
4. Orang non Arab membutuhkan dasar-dasar unsur-unsur dan keterampilan
bahasa secara keseluruhan.
5. Kata “‫ ”قلم‬diketahui oleh orang Arab dari segi bunyinya, selain itu mereka
dapat membedakannya, mengetahui maknanya serta penggunaannya dalam

13
kalimat yang sesuai, mengetahui ketika kata tersebut didengar juga
mengetahui pemakaiannya dalam percakapan. Adapun orang non Arab
membutuhkan pembelajaran membaca, menulis, mendengar juga berbicara
untuk dapat mengenal kata tersebut secara tepat.
6. Buku yang disiapkan untuk pembelajaran bahasa bagi penutur asli berbeda
dengan buku yang disiapkan untuk penutur non Arab.
7. Guru bahasa untuk penutur asli berbeda dengan guru bahasa untuk non
penutur asli.
8. Ketidak tahuan terhadap dua perbedaan mendasar ini dapat menghambat
pembelajaran di luar negara Arab.
9. Tidak diperkenankan mengajarkan bahasa untuk non penutur asli dengan
menggunakan metode yang serupa dengan pembelajaran bagi non penutur asli.
10. Tidak diperkenankan mengajarkan bahasa kepada non penutur asli dengan
menggunakan buku yang sama dalam pembelajaran bahasa untuk penutur asli.
11. Tidak diperkenankan mengajarkan bahasa Arab bagi guru yang bukan
spesialis dalam pembelajaran untuk non penutur asli. Pengajar yang tidak
spesialis kadang-kadang tidak kompeten dalam mengajar.
12. Tidak memfokuskan pembelajaran pada metode qowaid wa tarjamah.
13. Tidak mengabaikan pembelajaran mengenai bunyi, istima/mendengar juga
qiraah/membaca (Al Fauzan,1482 H: 7).
Dengan demikian, seharusnya, pengajaran bahasa Arab untuk penutur asli
memang dibedakan dengan non penutur asli. Karena, kemampuan penutur asli dan
non penutur asli itu berbeda. Penutur asli selalu menggunakan bahasa Arab dalam
kehidupan sehari-hari, sedangkan non penutur asli harus menghafalkan dulu
kosakata bahasa Arab hingga bisa merangkai kata, kalimat, serta menuturkannya
dengan baik.
Beberapa isu pembelajaran bahasa Arab di negara-negara non Arab
a. Di India
Pengajaran bahasa Arab di madrasah Islam di India terbatas pada
materi tafsir, fiqh, dan sastra yang semuanya dalam bahasa Arab.
Problematika pengajaran bahasa Arab di India disebabkan karena bahasa Arab
bukanlah bahasa resmi dan bahasa hidup bagi masyarakat India, tidak adanya

14
lingkungan berbahasa Arab, munculnya sikap anti bantuan (baca: campur
tangan) pemerintah di kalangan sekolah-sekolah Islam swasta, tidak adanya
markaz tsaqafi (pusat kebudayaan) dan maktabah ‘arabiyah (perpustakaan
khusus bahasa Arab), bahasa Arab hanya dipelajari sebagai alat untuk
memahami Al Qur’an dan Al Hadits, bukan untuk menguasai keterampilan
berbahasa. Namun demikian Al Nadwi beranggapan bahwa nilai positif dari
globalisasi mendorong pembelajaran terjemah Arab-Inggris atau sebaliknya di
perguruan-perguruan tinggi negeri.
b. Di Nigeria
Pengajaran bahasa Arab di Nigeria pada tingkat dasar dimulai dari khat
Arab dan Al Quran. Dan pada tingkat yang lebih tinggi, mulai mengkaji
bahasa Arab, ilmu Hadits, Ilmu Kalam, dan Nusus Adabiyah. Oleh karena itu,
bahasa Arab di Nigeria terbatas pada hal-hal yang berkaitan dengan
keIslaman.
c. Di Tanzania, Kenya, dan Uganda
Serupa dengan keadaan di Nigeria, bahasa Arab di tiga negara ini yang
sebagian penduduknya asli India, Afrika, Yaman, dan Aman- pada tingkat
paling rendah hanya berkutat seputar ibadah. Para muslim di sana mengenal
Islam melalui jalan Ahmadiyah dan terjemah Al Qur’an ke dalam bahasa
Swahili.
d. Di Selatan Afrika
Para muslim di Selatan Afrika mengenal Islam melalui jalur bahasa
Melayu (atas peran orang Indonesia dan Malaysia). Pada mulanya mereka
tidak langsung bersentuhan dengan bahasa Arab akan tetapi memahami Al
Qur’an yang diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu barulah ke dalam bahasa
Afrika. Sekalipun mereka kini sudah mulai menulis dengan huruf Arab,
namun mereka hanya familiar dengan istilah-istilah Arab yang berkaitan
dengan agama Islam saja.
e. Di universitas-Universitas di Eropa
Perhatian Eropa terhadap bahasa Arab terbagi ke dalam dua fase yaitu
(1) fase bahasa Arab Fusha, untuk mengkaji Islam dan peradaban Arab Islam,
dan (2) fase bahasa Arab Ammiyah, untuk tujuan praktis pragmatis imperialis.

15
f. Bahasa Arab di Era 20 di Eropa, Amerika, Asia,dan Australia
Kemunculan linguistik terapan (applied linguistics) setelah perang
dunia kedua melahirkan isu baru seputar pengajaran bahasa modern. Perhatian
terhadap bahasa Arab pun bergeser kepada bahasa Arab sebagai bahasa media
komunikasi, apresiasi, dan transliterasi. Di kalangan penggiatnya, bahasa Arab
dianggap sebagai bahasa media cetak dan elektronik Arab di samping bahasa
sastra modern. Tidak heran bermunculan lembaga-lembaga pengajaran bahasa
Arab di Eropa, Amerika, dan Australia, yang kebanyakan dari lembaga
tersebut lebih diarahkan untuk tingkat universitas. Begitu pula banyak berdiri
sekolah-sekolah yang salah satu mata pelajarannya adalah bahasa Arab seperti
di Perancis dan Belanda. Adapun di Britania (salah satu persemakmuran
Inggris), bahasa Arab dipelajari sebagai salah satu syarat ujian masuk di
Universitas London, Oxford, dan Cambridge. Sedangkan di Italia dan
beberapa negara Eropa lainnya, bahasa Arab menjadi bahasa asing modern
alternatif selain bahasa Inggris, bahasa perancis, bahasa Jerman. Berbeda
halnya dengan sekolah-sekolah Spanyol yang tidak memberikan kebebasan
untuk memilih bahasa Arab sebagai materi tambahan (madah idhafiyah).
g. Di Amerika
Bahasa Arab berkembang di Amerika sebagai imbas dari tradisi
orientalisme Eropa. Dalam perkembangannya, bahasa Arab di Amerika selain
dipelajari dalam lingkup kajian bahasa semit dan lingkup kajian keIslaman,
juga dipelajari untuk tujuan praktis, seperti perhatian khusus terhadap dialek-
dialek Arab dan kemunculan kajian Timur Tengah. (El-Zahraa,tt:5-7).
Hegzay dalam El-Zahraa (7) berpendapat bahwa setidaknya ada empat
isu pembelajaran bahasa Arab untuk non Arab, yaitu pada ranah (1) linguistik
kontrastif dalam pengajaran bahasa Arab untuk non Arab, (2) kamus bahasa
Arab fusha kontemporer, dan (3) buku yang memuat materi yang relevan bagi
pengajaran bahasa Arab untuk non Arab, dan (4) penelitian kebahasaaraban.
El-Zahraa (tt:8) mengemukakan bahwa isu pembelajaran bahasa Arab untuk
non Arab, juga perlu memperhatikan faktor internal dan eksternal yang
mempengaruhi dan kerap menjadi kendala, antara lain alokasi waktu, peranan
guru, materi dan metode pembelajaran, motivasi, fungsi kognitif siswa, urutan

16
pemerolehan bahasa, kepercayaan diri siswa, interferensi bahasa, usia, dan
sebagainya.
Selain faktor-faktor tersebut di atas, hal lain yang menambah
kompleksitas isu pembelajaran bahasa Arab adalah isu guru native speaker.
Menurutnya (El-Zahraa,tt:8) barangkali salah satu penyebab redupnya pamor
kursus-kursus bahasa Arab di Indonesia adalah ketiadaan penutur asli bahasa
Arab. Kalaupun ada seperti di LIPIA yang bersinergi dengan salah satu
Universitas di Saudi Arabia tidak, sepenuhnya dapat terjangkau oleh
pembelajar bahasa Arab di seantero Indonesia. Persepsi masyarakat tentang
penutur asli agaknya disikapi berbeda oleh Michael Cooperson. Cooperson
menyatakan bahwa penutur asli boleh jadi dapat membaca teks Arab lebih
cepat dibandingkan dirinya, tetapi penutur asli barangkali tidak memiliki
pengetahuan tentang kata-kata dalam bahasa Arab klasik sebaik dirinya. Dari
penyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa siapapun dapat menjadi guru
bahasa Arab, asalkan dibekali dengan pengetahuan linguistik dan ilmu bahasa
Arab, pengetahuan ragam bahasa Arab (bahasa klasik, bahasa modern, dan
dialek), penghayatan terhadap bahasa siswa, basic ilmu pendidikan dan
pengajaran bahasa Arab, hingga minimal pengalaman berasimilasi dengan
bangsa Arab. Itulah barangkali alasan mengapa di negara maju seperti
Amerika, dosen yang bertanggung jawab untuk kelas bahasa, katakanlah
bahasa Indonesia, umumnya adalah linguis Amerika sendiri, yang biasanya
dapat berbahasa Indonesia. Atau dia dibantu oleh penutur asli bahasa
Indonesia yang bisa saja sama sekali tidak tahu tentang kebahasaaan. Penutur
tersebut hanya bertindak sebagai informan atau menjadi model untuk
pelafalan. Adapun yang melakukan drill adalah sang linguis Amerika.
Beranjak dari fenomena ini, faktanya beberapa dari guru-guru bahasa Arab
kita barangkali baik dari pengetahuan linguistiknya namun tidak dari segi
kemahiran berbahasa Arabnya, atau barangkali sebaliknya. Maka, tidak
berlebihan jika mengatakan bahwa keadaan kita adalah suatu dilema. Di satu
sisi memang pembelajaran bahasa Arab akan lebih baik kalau ada penutur
Arab yang ikut mengajar. Di sisi lain, penutur tersebut -sebagian dari banyak
penutur- bukan ahli bahasa dan pengajaran bahasa. Dari sisi lain lagi, banyak

17
sarjana bahasa Arab yang mapan pengetahuan kebahasaannya tetapi tidak
kemahirannya. Kedua jenis guru ini sebenarnya sama-sama tidak memenuhi
syarat untuk menjadi guru bahasa Arab. Jalan keluar dari dilema ini memang
tidak mudah dan kompleks. Dari segi kepentingan nasional kita, tidak ada
jalan lain kecuali meningkatkan kemahiran para sarjana bahasa Arab sampai
juga harus menghayati budaya Arab. Dari segi solusi jangka pendek,
barangkali tidak ada salahnya memanfaatkan penutur asli bahasa Arab tetapi
dalam porsi yang sesuai dengan kemampuannya, karena membelajarkan
bahasa Arab perlu lebih darivsyarat ke-“Arab”-an belaka.
C. Penggunaan Buku-Buku yang Ada untuk Orang Arab dalam Pembelajaran
Non Arab
Al-Fauzan (1428 H:3) mengemukakan bahwa buku pelajaran memiliki
peranan yang sangat penting dalam pembelajaran. Buku merupakan syarat
terjadinya kegiatan pembelajaran yang terstruktur, buku teks mampu memperkuat
kegiatan pembelajaran dan ia merupakan pengiring selama proses pembelajaran
itu berlangsung. Buku pelajaran merupakan salah satu aspek yang penting dalam
aspek-aspek pembelajaran. Ia merupakan sumber pembelajaran untuk memenuhi
kebutuhan guru dan siswa.
Selain itu buku pelajaran juga diterjemahkan sebagai isi dari akademik
sehingga pertimbangan untuk menghadirkan buku pelajaran yang baik dan
berkualitas haruslah diperhatikan. Buku dalam hal ini tidak khusus untuk
keperluan mengajar, buku pelajaran juga menjadi dasar dan pijakan karena
bukulah yang membatasi para siswa mengenai materi yang menjadi topik
pembelajarannya.
Secara garis besar dapat dibedakan antara buku yang dikhususkan untuk
orang Arab dengan buku-buku yang dikhususkan untuk non Arab. Pertama
(penutur Arab), murid-murid menggunakan buku tersebut berdasarkan
kebudayaan mereka sendiri dan mereka pun berbicara dengan menggunakan
bahasa Arab yang mana bahasa tersebut mereka pelajari. Dengan demikian,
mereka memperoleh dasar- dasar bahasa Arab sebelum mereka masuk ke dalam
pembelajaran dasar. Sedangkan Kedua (non Arab), murid atau mahasiswa
menggunakan buku tersebut yang mana buku itu tidak didasarkan kepada

18
budayanya sendiri, dan mereka pun tidak mengetahui bahsa Arab. Hal ini berarti
bahwa buku yang baik bagi pengajaran bahasa Arab untuk penutur Arab belum
tentu baik digunakan bagi penutur non Arab (Al-Fauzan, 2011: 138).
Dalam pandangan umum, perbedaan yang essensial antara buku pelajaran
bagi penutur asli dengan buku pelajaran untuk non penutur asli adalah pertama,
orang-orang penutur asli menggunakan buku tersebut berhubungan dengan
kebudayaan dan berbicara dengan bahasa Arab saat pembelajaran berlangsung,
adapun kedua orang-orang non penutur asli menggunakan buku pelajaran tersebut
tanpa adanya hubungan kebudayaan bahasa yang bersangkutan dan mereka tidak
mengetahui bahasa Arab. Buku pelajaran yang dirancang untuk non penutur asli
membutuhkan analisis kontrastif antara bahasa Arab dengan bahasa siswa dalam
rangka membatasi antara kedua bahasa berkenaan dengan bahasa-bahasa yang
disepakati ataupun yang tidak disepakati antara kedua bahasa tersebut. Hal ini
bermanfaat untuk menemukan kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa non
penutur asli dalam mempelajari struktur bahasa Arab serta sistem bunyinya,
sebagaimana sebuah buku haruslah diarahkan sesuai dengan lingkungan siswa dan
kebudayaan mereka secara global yang darinya tersaji kebudayaan Arab Islam.
Hal tersebut mengindikasikan bahwa buku yang cocok bagi pengajaran bahasa
Arab untuk penutur asli belum tentu cocok bagi pembelajar non penutur asli.
Kebutuhan akan mempersiapkan materi pengajaran bahasa Arab bagi non
penuturnya:
Dijelaskan dalam Al-Fauzan (2011:40) bahwa mempersiapkan materi
pembelajaran bahasa Arab bagi selain penuturnya membutuhkan waktu yang lama,
begitu pula untuk menghapus/merekonstruksi total koleksi yang ada, pola dan jenis
latihan, menyesuaikan dengan kosakata dan struktur yang sesuai untuk peningkatan
secara bertahap.
Persiapan seperti ini bukan merupakan perkara mudah bagi seorang pengajar
bahasa Arab. Diperlukan adanya pengalaman dalam mengajarkan pembelajaran bagi
non penutur asli juga diperlukan pengetahuan dan pengalaman dalam menyususn
materi pembelajaran bahasa. Kita sebagai penggiat bahasa Arab bagi non penutur asli
khususnya membutuhkan adanya materi-materi yang disusun untuk kalangan non
penutur asli. Adapun pada kenyataannya, banyak sekali beredar buku-buku pelajaran

19
akan tetapi buku-buku ini belum mampu mencapai tujuan. Sebagian besar dari buku-
buku tersebut tidaklah sesuai dan perlu untuk dikembangkan.
Adapun tentang kebutuhan terhadap studi kontrastif dan analisis kesalahan
ketika menyiapkan materi bahasa merupakan perkara yang berbeda. Apabila materi
ini berorientasi pada lingkungan atau pemilik bahasa yang berbeda, sebagaimana
kondisi pada pesantren-pesantren bahasa Arab maka tidaklah diperlukan dua perkara
tersebut. Akan tetapi jika seseorang menyiapkan materi ini untuk satu lingkungan
bahasa, maka bantuan itu kadang-kadang berguna yaitu dengan melakukan studi
kontrastif dan dengan menganalisis kesalahan berbahasa, terutama di dalamnya
mengkhususkan proses yang sesuai dalam pembelajaran, dimulai dengan bahasa
mereka yang disetujui oleh bahasa Arab, dan di akhiri dengan sesuatu yang
berbeda/tidak disepakati.
Kesulitan menyiapkan sebuah buku :
 Memerlukan spesialis yang tepat, dan spesialis dalam bidang tersebut hanya
sedikit.
 Memerlukan pengaturan segala sesuatu (kosakata, struktur, teks, kebudayaan,
dll).
 Memerlukan pengeluaran khusus, yaitu kemampuan waktu dan materil.
 Memerlukan pendukung dan sejumlah mitra serta kemampuan yang tinggi.
 Memerlukan waktu yang lama untuk membagi keperluannya.
 Memerlukan dukungan teknis dan bahan yang banyak.
 Menyempurnahan keterampilan pembelajaran dan kontennya dari awal.
 Memerlukan perhatian yang sesuai lebih banyak dari yang lain.
 Kadang-kadang memerlukan studi kontrastif dan analisis kesalahan.
 Teks asli itu kurang bermanfaat, terutama di awal. Dan tidak semua teks itu
berlaku akhirnya.
(Al-Fauzan, 2011:40)
Alasan langkanya orang-orang profesional dalam bidang tersebut dapat
diringkas dalam poin-poin berikut:
 Rendahnya perhatian terhadap pembelajaran bahasa Arab dibandingkan
dengan bahasa lain.

20
 Orang-orang yang bertanggung jawab akan hal ini jauh dari pusat
pengembangan bidang tersebut.
 Beberapa orang yang tertarik dalam mengajarbahasa Arab bagi yang bukan
penuturnya, lulus dalam bahasa Inggris, Perancis dan sebagainya.
 Pusat pelatihan guru-guru yang profesional hanya sedikit.
 Sejumlah guru profesional yang bekerja di bidang tersebut hanya sedikit. (Al-
Fauzan, 2011:40)
Jika kita melihat pada bidang pembelajaran bahasa Arab bagi selain
penuturnya, kita menemukan dua hal yang berhubungan dengan materi-materi
pembelajaran:
1. Memilih materi-materi dan buku-buku yang memberikan masukan dalam
bidang tersebut.
2. Mempersiapkan materi-materi yang baru.
Karakteristik buku-buku yang disusun di luar negara-negara Islam:
 Pandangan inferioritas terhadap orang Arab dan budayanya.
 Penggunaan bahasa perantara.
 Kadang-kadang tulisannya dengan huruf latin dan huruf lingual.
 Kadang-kadang memperhatikan bahasa ‘Amiyah.
 Deskripsi bahasa lebih banyak daripada pengajarannya.
 Berlebihan dalam analisis bahasa dan morfologi.
 Rendahnya aspek komunikasi.
 Memperhitungkan bahasa asing
 Menyajikan materi tanpa langkah yang jelas dan sesuai.
 Banyaknya kesalahan bahasa.
 Penyimpangan budaya islam dan isolasi bahasa.
 Menyajikan keterampilan dan unsur-unsur bahasa tanpa menyempurnakannya.
 Rendahnya penggunaan instrumen tertentu
 Tidak di dukungolehalatperekam, petunjukguru. . .dll.
 Rendahnya pengeluaran.
 Tidak menyajikan bahasa tersebut dari yang susunan paling awal hingga
terkuasai.

21
(Al-Fauzan, 2011:42)
Karakteristikbuku-buku yang disusun di negara-negara Islam dan negara Arab:
 Kebanyakan kitabnya adalah klasik
 Fokus pada aspek agama tanpa memperhitungkan bahasanya atau ceroboh
perihal/sisi agama.
 Menyiapkan beberapa hal dalam suatu proses tanpa dasar dan tanpa tahapan.
 Sebagian besar dipengaruhi oleh pelajaran bahasa Arab bagi penduduknya.
 Kebanyakan tidak memiliki cara.
 Kebanyakan tidak memiliki buku pendamping/penunjang.
 Berijtihad sendiri tanpa adanya monitoring ahli.
(Al-Fauzan, 2011:43)
Menyusun buku teks untuk konsumsi siswa yang bukan merupakan penutur
asli bahasa yang digunakan dalam buku teks tersebut merupakan satu hal yang
sangat sulit untuk dilakukan.Hal ini dikarenakan banyak sekali aspek yang harus
diperhatikan Seperti yang diungkapkan oleh Salim (1988) bahwa penyusunan buku
teks untuk yang bukan penuturnya memerlukan sekumpulan standar-standar atau
ketentuan-ketentuan juga syarat-syarat yang jika tanpa keseluruhan poin tersebut
maka penyusunan buku teks tersebut akan menjadi suatu pekerjaan yang tidak
ilmiah. Ketentuan-ketentuan yang perlu diperhatikan dalam menyusun buku teks
untuk yang bukan penutur bahasa asli menurut Salim (1988) adalah:
1. Aspek An Nafsi
2. Aspek As Tsaqofi
3. Aspek At Tarbawi
4. Aspek Al Lughawi
Karakteristik Bahan Ajar Bahasa Arab bagi Non Arab yang Baik
Al-Fauzan (2011: 63-64) menyebutkan bahwa karakteristik bahan Ajar Bahasa
Arab yang bagi Non Arab yang baik adalah sebagai berikut:
1. Kitab disusun sesuai dan terdorong untuk digunakan
2. Bahan ajar sesuai dengan umur para pengkaji
3. Jumlah pelajaran sesuai dengan batas waktu yang direkomendasikan
4. Satu pelajaran sesuai dengan waktu tertentu
5. Bahasa yang digunakan kitab adalah bahasa Arab fusha yang benar
22
6. Kitab tidak menggunakan bahasa pertengahan
7. Gambar-gambar kitab sesuai dengan pokok bahasan
8. Kitab disusun berdasarkan tahapan
9. Buku disusun untuk mengatasi unsur dan kemahiran kebahasaan secara
menyeluruh
10. Buku memperhatikan aspek ashwat bahasa Arab dan latihannya
11. Buku memperhatikan aspek kosa kata dan latihannya
12. Buku memperhatikan asepek struktur dan latihannya yang bertahap
13. Kitab memperhatikan aspek kemahiran menyimak
14. Buku memperhatikan aspek kemahiran berbicara dan disajikan gambar yang
bertahap
15. Buku memperhatikan asepek kemahiran membaca, dan disajikan dengan
gambar yang sesuai dan bertahap
16. Buku memperhatikan asepek kemahiran menulis, dan disajikan dengan
gambar yang sesuai dan bertahap
17. Buku menyajikan kebudayaan Arab dan Islam dengan gambar yang sesuai
18. Jumlah latihan dalam buku disesuaikan
19. Nash-nash dalam buku beraneka ragam baik yang sifatnya percakapan ataupun
bacaan terputus-putus
20. Buku mencakup jumlah yang cukup dari latihan yang diperoleh
21. Buku memiliki penyerta yang membantu pengajaran bahasa
22. Terdapat kesempurnaan antara bahan ajar pembelajaran yang menjadi
penyerta itu
23. Buku guru dapat membantu guru untuk menulis rencana harian dan kegiatan
kelas
Langkah-langkah Pembuatan Bahan Ajar Bahasa Arab bagi Non Arab
Al-Fauzan (2011: 57) menyebutkan bahwa langkah-langkah pembuatan bahan
ajar bahasa Arab bagi non Arab dapat dilakukan dengan beberapa tahapan berikut ini:
1. Tahap persiapan
2. Tahap penyusunan rencana kerja
3. Tahap pengumpulan teks-teks khusus dan pola-pola latihan
4. Tahap pengemasan rencana kerja awal (draft/konsep)

23
5. Tahap penulisan yang sebenarnya (pemutihan)
6. Tahap review secara umum
7. Tahap pencetakan buku
8. Tahap uji coba buku
9. Tahap revisi setelah uji coba
10. Tahap pengembangan buku, dan pengembangan ini terus menerus dilakukan
selama diperlukan
Adapun daftar beberapa buku pembelajaran bahasa Arab bagi non penutur asli
terlampir.

24
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dibahas sebelumnya, maka di sini penulis sekurang-
kurangnya dapat berkesimpulan sebagai berikut:
Terkadang di Indonesia juga masih disamakan antara bahasa dan pengajaran
bahasa. Misalnya, di Indonesia ada yang namanya jurusan sastra Arab, ada juga
jurusan pendidikan bahasa Arab. Sering kali, lulusan sastra Arab banyak yang
mengajar bahasa Arab. Padahal, yang seharusnya mengajar bahasa Arab adalah
lulusan pendidikan bahasa Arab, karena lulusan pendidikan sudah dibekali dengan
ilmu mendidik, ilmu psikologi anak didik, dan sebagainya. Percampuran bahasa
dengan pembelajaran mengenai bahasa sangat mungkin terjadi. Hal ini dikarenakan
keduanya saling berkaitan. Bahasa merupakan objek/materi yang akan diajarkan.
Pengetahuan tentang bahasa sudah barang tentu diwujudkan melalui ilmu kebahasaan
sehingga tidak mungkin memperoleh pengetahuan ilmiah mengenai bahasa tanpa
mempelajari ilmu bahasa tersebut. Seorang guru bahasa pun tidak dapat
melaksanakan pekerjaannya dengan benar jika ia belum memiliki pengetahuan ilmiah
tentang bahasa. Kendati demikian, yang menjadi catatan dalam hal ini adalah seorang
pengajar bahasa harus memiliki batasan bahwa ilmu kebahasaaan/linguistik tidak
seyogyanya dijadikan pertimbangan dalam tujuan pembelajaran.
Seharusnya, pengajaran bahasa Arab untuk penutur asli memang dibedakan
dengan non penutur asli. Karena, kemampuan penutur asli dan non penutur asli itu
berbeda. Penutur asli selalu menggunakan bahasa Arab dalam kehidupan sehari-hari,
sedangkan non penutur asli harus menghafalkan dulu kosakata bahasa Arab hingga
bisa merangkai kata, kalimat, serta menuturkannya dengan baik.
Buku-buku yang digunakan untuk penutur asli juga harus dibedakan dengan non
penutur asli. Karena, buku tersebut harus disesuaikan dengan kemampuan pembelajar
agar pembelajaran bahasa Arab bisa mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Alasan utamanya adalah perbedaan yang essensial antara kedua pihak penutur asli dan
non penutur asli. Orang-orang penutur asli menggunakan buku tersebut berhubungan
dengan kebudayaan dan berbicara dengan bahasa Arab saat pembelajaran
berlangsung, adapun kedua orang-orang non penutur asli menggunakan buku

25
pelajaran tersebut tanpa adanya hubungan kebudayaan bahasa yang bersangkutan dan
mereka tidak mengetahui bahasa Arab.
B. Saran
Berdasarkan atas apa yang telah dibahas dalam makalah ini, penulis dapat
memberikan saran sebagai berikut;
1. Semoga apa yang telah disampaikan dalam makalah ini dapat menambah
keseriusan atau ketekunan kita pendidik atau calon pendidik agar peka
terhadap problematika pembelajaran bahasa Arab yang ada.
2. Mudah - mudahan karya tulis yang singkat ini dapat dijadikan kontribusi
dan tambahan wawasan, konsep serta pemahaman, khususnya bagi kami
dan umumnya bagi para pembaca terhadap isu- isu/ problematika
pembelajaran bahasa Arab yang ada khususnya di Indonesia serta cara
pemecahannya/ solusinya.

26
DAFTAR PUSTAKA

Al-Fauzan, A. (1428 H). I’daadu mawadi ta’liim al-Lughah Al-Arabiyah Lighairi An-
Nathiqiina Biha. http://faculty.ksu.edu.sa/3070/Pages/520.aspx
Al-Fauzan, A. (2011). Idhoat Li Mu'alimy Al-Lughah Al-Arabiyah Li Ghairi Al-
Nathiqiin Biha. Riyadh :Arabiyah Li Jami.
Al-Ghailayaini. (2009). Jami’ Al-Durus Al ‘Arabiyah. Beirut: Dar Al Kutub Al
Ilmiyah.
Al-Khully, A. (1989). Asalib Tadris Al-Lughah Al-Arabiyah. Riyadh.
Aziz, A. (2009). PsikolinguistikPembelajaranBahasa Arab. Bandung: Humaniora.
Efendy, F, M. (2005).MetodologgiPengajaranBahasa Arab.Malang Misykat.
El-Zahraa, F. (tt). Isu Pembelajaran Bahasa Arab Untuk Non Arab. Tersedia: http//

Mustofa, S. (2011).Strategi Pembelajaran Bahasa Arab Inovatif. Malang: UIN-


Maliki Press.
Rosyidi, W.A dan Ni’mah, M. (2012). Memahami Konsep Dasar Pembelajaran
Bahasa Arab. Malang: UIN Maliki Press.
Salim, M, A. (tt). Tadmim Al Manhaj wa I’dad l Kitab Al-Madrasiy. Diktat. Tidak
diterbikan.
Tha’imah, R. A. (tt). Al- Marja’ fi Ta’liim Al Lughhan Al- Arabiyyah Li Nathiqiina
Bilughaatin Ukhra. Jaami’ah Umm Al Qura.

27

Anda mungkin juga menyukai