Anda di halaman 1dari 100

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bahasa adalah suatu sistem arbitrer pada setiap kode bunyi yang digunakan

untuk saling tukar menukar fikiran dan perasaan antara sesama anggota

masyarakat yang menggunakan bahasa yang sama (Nurbayan, 2008: ). Menurut

Furqonul Aziz (Taufik, 2016:1) Bahasa pada prinsipnya digunakan oleh para

pemakainya sebagai pembawa pesan yang ingin di sampaikan kepada orang lain.

Kebutuhan pemakai bahasa adalah agar mampu merujuk objek ke dunia nyata,

misalnya, mampu menyebut nama, keadaan, peristiwa dan ciri-ciri benda dengan

kata-kata tersebut ke dalam kalimat-kalimat sehingga ia mampu menyusun

proposisi yaitu rangkaian kata yang membentuk prediksi tentang benda, orang

atau pristiwa.

Bahasa ada dua jenis, yaitu bahasa Ibu dan bahasa Asing. Bahasa Ibu adalah

bahasa yang diterima seseorang sejak lahir di keluarga. Sedangkan bahasa Asing

adalah bahasa yang berasal dari luar negeri atau bahasa yang bukan dari negeri

kita. Bahasa Ibu disebut bahasa pertama dan bahasa Asing disebut bahasa kedua.

Bahasa Ibu contohnya adalah bahasa Indonesia, karena kita berasal dari negara

Indonesia. Sedangkan bahasa Asing contohnya adalah bahasa Inggris, Jerman,

Arab dan lain-lain. Di negara Indonesia bahasa Asing yang sering dipelajari

bahkan dijadikan sebagai mata pelajaran adalah bahasa Inggris dan bahasa Arab.

Dan peneliti akan lebih fokus ke dalam bahasa Arab.


2

Bahasa Arab adalah bahasa Al-Qur’an dalam Agama Islam dan menjadi salah

satu alat komunikasi internasional (Sukamto dan Munawari, 2007: v). Sebagai

bahasa Agama Islam, bahasa Arab sangat penting dipelajari, khususnya oleh umat

Islam. Akan tetapi bahasa Arab banyak dianggap sulit untuk dipelajari. Bahasa

Arab dianggap sulit oleh beberapa orang karena merupakan bukan bahasa Ibu

(bahasa asli di negara Indonesia), dan dianggap bahasa Asing yang sulit untuk

dibaca.

Belajar selain bahasa pertama adalah hal yang susah. Terutama bahasa Asing

yang jarang dipelajari dan didengar. Dalam proses pemerolehan bahasa Asing

dirasa cukup sukar. Terutama dalam pemerolehan bahasa Arab. Dengan huruf-

hurufnya yang san gat berbeda tulisannya dengan bahasa Indonesia, maka banyak

kesulitan yang didapat dalam mempelajarinya. Maka seperti inilah yang perlu

dipelajari sungguh-sungguh dalam pembelajaran bahasa Arab.

Dalam pembelajaran bahasa Arab dikenal empat mahārahatau kemampuan,

yaitu keterampilan mendengarkan (mahārahistima’), keterampilan berbicara

(mahārahkalam), keterampian membaca (mahārahqirā’ah), dan keterampilan

menulis (mahārahkitabah) (Sukamto dan Munawari, 2007:v).

Dari keempat maharah diatas, mahārahqirā’ah(membaca) merupakan

keterampilan yang penting. Karena sejak zaman Nabi Muhammad Saw ketika

permulaan turunnya wahyu pertama yaitu Surat Al-Alaq ayat 1-5. Ditandai

َ ۚ 88َ‫ك الَّ ِذيْ خَ ل‬


dengan perintah yang singkat, yaitu ‫ق‬ ْ ِ‫رْأ ب‬88
َ ِّ‫ ِم َرب‬88‫اس‬ َ ‫ ( اِ ْق‬Bacalah dengan

(menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan). Maka tampaklah jelas bahwa

membaca sangat penting dalam kehidupan manusia. Dengan membaca manusia


3

akan memperoleh pengetahuan yang sebelumnya tidak diketahui. Karena sumber-

sumber tata bahasa dan kaidah umumnya menggunakan bahasa Arab. Sehingga

sangat penting dikuasai dan dipelajari untuk memahami kaidah bahasa Arab itu

sendiri maupun untuk mempelajari Ilmu-ilmu pengetahuan, teks-teks, sejarah

ataupun hukum-hukum (Islam) yang tertulis dalam bahasa Arab.

Berdasarkan observasi pertama yang dilakukan di Pondok Pesantren

Hidayatul Falah Tanjung Jabung Timur, terutama pada santri yang belajar bahasa

Arab di pondok Tersebut. Peneliti menemukan bahwa para santri mengalami

kesulitan dalam belajar bahasa Arab, khususnya dalam membaca tulisan bahasa

Arab serta menerjemahkannya. Menurut para santri belajar bahasa Arab itu sulit

untuk dipelajari. Hal ini disebabkan karena pelajaran bahasa Arab merupakan

bahasa asing yang jarang didengar maupun dipelajari dalam keseharian. Tulisan

bahasa Arab yang berbeda dengan tulisan bahasa Indonesia membuat santri

kesulitan untuk mempelajarinya dan membacanya. Karena untuk bisa memahami

isi dalam bacaan maka harus bisa mengerti tulisannya. Dalam pembelajaran

maharah qira’ah khususnya, santri sulit untuk membaca bacaan bahasa arab. Hal

ini dikarenakan sistem pembelajaran di Pondok tersebut masih menggunakan

sistem pembelajaran tradisional. Kitab yang dijadikan bahan pelajaran adalah

kitab kuning atau kitab klasik. Dalam kitab ini tulisan bahasa Arabnya tidak

memakai syakal atau harokat dan tidak ada terjemahan bahasa Indonesianya..

Maka para santri pun kebingungan untuk membacanya, apalagi

menerjemahkannya. Selain itu latar belakang para santri pun ikut mempengaruhi

kemampuan para santri dalam membca dan menerjemah bahasa arab. Bagi mereka
4

yang sebelum belajar di Pondok tersebut sudah mempelajari bahasa Arab, maka

akan mudah untuk membaca dan menerjemah bahasa Arab. Sedangkan bagi

mereka yang belum pernah belajar bahasa Arab, maka akan sangat merasa

kesulitan untuk membaca dan menerjemah bahasa Arab. Maka diperlukan metode

yang tepat untuk untuk memudahkan membaca bahasa Arab, terutama dalam

pembelajaran bahasa Arab.

Berbagai metode untuk memudahkan pembelajaran bahasa Arab pun muncul.

Dalam bahasa arab dikenal dua metode yang sangat sering digunakan untuk

memahami bahasa arab, yaitu metode tradisional (Qowā’id) dan metode modern

(metode langsung). Metode-metode lain pun bermunculan juga demi

memudahkan memahami bahasa Arab. Namun sering kali metode yang diterapkan

tidak sesuai dengan pembelajaran bahasa Arab. Maka para pendidik pun harus

memilih dengan tepat metode apa yang harus digunakan dalam mengajarkan

bahasa Arab. Hal ini disebabkan karena bahasa Arab adalah bahasa Asing dan

hurufnya pun berbeda dengan huruf bahasa Indonesia. Maka dalam mempelajari

dan memahaminya diperlukan metode yang tepat.

Guru sebagai pengajar para santri pun harus mempunyai metode yang tepat

untuk mengajarkan bahasa Arab (berupa teks-teks) kepada santrinya. Guru

dituntut untuk bisa mengajar bahasa Arab dengan metode yang tepat dan efektif

dengan tujuan santri bisa mengerti dan paham dengan materi yang disampaikan

serta dapat membaca teks-teks bahasa Arab lainnya dengan lancar seperti kitab

klasik. Maka diperlukan metode yang cocok untuk Guru, santri dan pembelajaran

bahasa Arab.
5

Sementara kecocokan sebuah pengajaran bahasa arab tergantung pada:

a. Adaptasi yang diperlukan dalam menerapkan metode tertentu sesuai

dengan situasi rill di kelas;

b. Persiapkan yang diperlukan untuk menerapkan metode tertentu;

c. Bantuan dan bimbingan yang dituntut oleh metode tertentu dari seorang

guru bahasa arab (Syamsuddin dalam Asla Maria, 2013:2-3).

Metode Qowā’id Wa Tarjamah(metode tradisional) adalah metode pengajaran

bahasa Arab yang terfokus pada “bahasa sebagai budaya ilmu” sehingga belajar

bahasa Arab berarti belajar secara mendalam tentang seluk beluk ilmu bahasa

Arab, baik aspek gramatika/sintaksis (qowā’idnahwu), morfem/morfologi

(qowā’idsharaf) ataupun sastra (adab). Metode yang berkembang dan masyhur

digunakan untuk tujuan tersebut adalah metode. Metode Qowā’id Wa

Tarjamahtersebut mampu bertahan beberapa abad, bahkan sampai sekarang

pesantren-pesantren di Indonesia, khususnya pesantren salafiah masih

menerapkan metode tersebut. Metode tradisional dipertahankan karena: tujuan

pengajaran bahasa Arab tampaknya pada aspek budaya/ilmu, terutama Ilmu

Nahwu dan Ilmu Sharaf; kemampuan Ilmu Nahwu dianggap sebagai syarat

mutlak sebagai alat untuk memahami teks/kata bahasa Arab klasik yang tidak

memakai harakat dan tanda baca lainnya; dan bidang tersebut merupakan tradisi

turun temurun sehingga kemampuan di bidang itu memberikan rasa percaya diri

(gengsi) tersendiri di kalangan mereka (Nur, 2013:53).

Berdasarkan obersvasi awal serta melakukan wawancara awal kepada guru

yang mengajar bahasa Arab di Pondok Pesantren Hidayatul Falah terkait


6

permasalahan santri dalam kesulitan membaca bahasa Arab yaitu Kyai Abdul

Wahid, dalam wawancara tersebut beliau mengungkapkan bahwa benar adanya

kalau santri merasa kesulitan dalam membaca bahasa Arab khususnya dalam

membaca kitab Kuning. Kyai Abdul Wahid mengungkapkan bahwa kesulitan

santri dalam membaca bukan hanya dari faktor santrinya saja, tetapi juga dari

gurunya. Guru yang tidak tahu harus menggunakan metode apa yang tepat dan

bagus untuk menangani permasalahan kesulitan membaca bahasa Arab santri juga

merupakan salah satu faktornya. Maka guru dituntut untuk mengajarkan bahasa

arab terutama dalam pembelajaran mahārah qirā’ahdengan metode yang tepat

agar para santri dapat mengerti pelajaran tersebut. Sebenarnya di Pondok tersebut

sudah menerapkan metode Qowā’id Wa Tarjamahdalam pembelajaran maharah

qirā’ahbahasa Arab. Alasan para guru menggunakan metode ini adalah karena

tujuan pengajaran bahasa Asing terutama bahasa Arab adalah untuk

mengembangkan kemampuan membaca literatur yang ditulis dalam bahasa

sasaran (misalnya kitab-kitab kuning berbahasa Arab). Metode ini dirasa sangat

tepat untuk menangani masalah santri dalam kesulitan membaca bahasa Arab di

Pondok Pesantren Hidayatul Falah.

Maka dapat disimpulkan bahwa metode Qowā’id Wa Tarjamahadalah metode

yang sangat cocok untuk diterapkan dalam pembelajaranmahārah qirā’ah. Karena

sasaran utama dari metode ini adalah kitab-kitab Klasik (Kuning), maka metode

ini sangat cocok untuk para santri yang hendak belajar kitab Kuning.

Kenyataan ditemukan bahwa ternyata tidak semua santri bisa membaca

dengan lancar walau sudah belajar bahasa Arab dengan metode Qowā’id Wa
7

Tarjamah. Hal ini dibuktikan dengan pengamatan awal peneliti serta wawancara

awal pada santri pada tanggal 13 Januari 2019. Sebagai contoh dalam satu kelas

santri berjumlah 10 orang dan yang bisa membaca dengan lancar hanya 5 orang.

Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk meneliti tentang Penggunaan

Metode Qowā’id Wa TarjamahDalam Pembelajaran Mahārah Qirā’ahBahasa

Arab Pada Santri di Pondok Pesantren Hidayatul Falah Tanjung Jabung Timur

Tahun 2019.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka dapat

dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana proses penggunaan Metode Qowā’id Wa Tarjamahdalam

pembelajaran Mahārah Qirā’ahbahasa Arab pada santri di Pondok

Pesantren Hidayatul Falah Tanjung Jabung Timur Tahun 2019?

2. Apa saja kendala guru dalam menerapkan Metode Qowā’id Wa

Tarjamahdalam pembelajaran Mahārah Qirā’ahbahasa Arab pada santri di

Pondok Pesantren Hidayatul Falah Tanjung Jabung Timur Tahun 2019?

1.3. Batasan Masalah

Agar penelitian dilakukan lebih terfokus dan terarah maka perlu adanya

batasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Metode yang diterapkan adalah Metode Qowā’id Wa Tarjamah

2. Mahārah yang akan diteliti adalah mahārah qirā’ah

3. Objek dalam penelitian adalah guru, santri dan pimpinan pondok di

Pondok Pesantren Hidayatul Falah Tanjung Jabung Timur


8

4. Sumber bahan ajar berupa kitab, buku tulis, dan beberapa sumber lain

yang relevan.

1.4. Tujuan penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah:

1. Ingin mengetahui bagaimana proses penggunaan Metode Qowā’id Wa

Tarjamahdalam pembelajaran mahārah qirā’ahbahasa Arab pada santri

di Pondok Pesantren Hidayatul Falah Tanjung Jabung Timur Tahun

2019.

2. Apa saja kendala guru dalam menerapkan Metode Qowā’id Wa

Tarjamahdalam pembelajaran mahārah qirā’ahbahasa Arab pada santri

di Pondok Pesantren Hidayatul Falah Tanjung Jabung Timur Tahun

2019.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Secara Teoritis

Manfaat dalam penelitian ini secara teoritis adalah dapat memberikan

informasi tentang penggunaan Metode Qowā’id Wa Tarjamahdalam

pembelajaran mahārah qirā’ahbahasa Arab pada santri diPondok Pesantren

Hidayatul Falah Tanjung Jabung Timur Tahun 2019.

2. Secara Praktis

a. Manfaat Bagi Peserta Didik atau Santri

Diharapkan melalui penggunaan Metode Qowā’id Wa

Tarjamahdalam pembelajaran mahārah qirā’ahbahasa Arab dapat


9

membuat santrilebih semangat dan mengerti dalam pembelajaran bahasa

Arabnya.

b. Manfaat Bagi Guru

Dapat memberi masukan dan gambaran bagaimana penggunaan

Metode Qowā’id Wa Tarjamahtersebut. Sebagai motivasi untuk lebih

profesional dalam mengajar para santrinya dengan menggunakan metode

yang menyenangkan tetapi tetap membuat santrinya mengerti dan paham

akan materi yang disampaikan serta meningkatkan sistem pembelajaran

dan memperbaiki permasalahan dalam pembelajaran.

c. Manfaat Bagi Peneliti

Menambah pengalaman-pengalaman dalam pembelajaran bahasa

Arab serta menambah pengetahuan dan bekal pengalaman sebagai calon

guru.

d. Manfaat Bagi Pondok

Sebagai bahan ajuan dalam mengambil suatu kebijakan tentang

penggunaan Metode Qowā’id Wa Tarjamahdalam pembelajaran mahārah

qirā’ahbahasa Arab.

1.6. Batasan Definisi Istilah

Batasan definisi istilah dimaksudkan agar tidak terjadi kesalahpahaman

atau terjadi salah penafsiran istilah terhadap judul “Penggunaan Metode Qowā’id

Wa TarjamahDalam Pembelajaran Mahārah Qirā’ahBahasa Arab Pada Santri di

Pondok Pesantren Hidayatul Falah Tanjung Jabung Timur Tahun 2019”. Yaitu

sebagai berikut.
10

1.Metode adalah cara tertentu yang digunakan untuk mengimplementasikan

strategi yang sudah disusun dalam kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai

tujuan pembelajaran. Contoh metode pembelajaran antara lain; (1)metode

ceramah, (2)demontrasi, (3)diskusi, (4)simulasi, (5)laboratorium,

(6)pengalaman lapangan, (7)brainstorming, (8)debat, (9)simposium dan

sebagainya (Komalasari dalam Ekawarna, 2013:34). Sedangkan metode

pengajaran bahasa Arab dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu: metode

tradisional (qowā’iddan tarjamah) dan metode modern (langsung)

(Nur,2013:53).

2.Qowā’id merupakan jama’ dari kata qaaidah yang berarti aturan, undang-

undang. Qowā’idadalah aturan-aturan atau kaidah-kaidah yang terdapat dalam

menyusun kalimat bahasa Arab, dimana cabang dari Ilmu Qowā’idini sangat

banyak diantaranya adalah Ilmu Nahwu dan Ilmu Sharaf (Edi,2015:83).

3.Metode Tarjamah adalah cara atau jalan dalam menerjemah teks bahasa Arab

ke dalam bahasa Indonesia (Setyawan, 2016:93)

4. Mahārah dalam bahasa Arab berasal dari kata dasar ‫ مهر‬berubah menjadi

bentuk mashdar ‫ مهارة‬yang berarti kemahiran atau keterampilan (Kuraedah,

2015:85).

5.Qirā’ah (Membaca) adalah materi memahami bacaan atau disebut juga

sebagai fahm al-maqru. Kegiatan membaca pada hakikatnya adalah kegiatan

mengenali dan memahami isi sesuatu yang tertulis (lambang-lambang tertulis)

dengan melafalkan atau mencernanya di dalam hati (Alwasilah, 2013:116).


11

6.Bahasa Arab merupakan bahasa Al-Qur’an dan menjadi salah satu alat

komunikasi internasional. Oleh karena itu mempelajari bahasa Arab menjadi

kebutuhan setiap orang khususnya umat Islam (Sukamto dan Munawar,

2007:V).

1.7. Telaah Pustaka

Adapun beberapa penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya

akan penulis kemukakan sebagai tinjauan kepustakaan yaitu sebagai berikut:

1. Safiuni Hati (2017)

Dengan skripsinya yang berjudul “ Penggunaan Metode Qowa’id Wa

Tarjamah Dalam Pembelajaran Meterjemah Bahasa Arab Siswa Kelas XI MA

Al-Hikmah Pemenang Lombok Utara Tahun Pelajaran 2016/2017”. Penelitian

ini menggunakan rancangan penelitian deskriftif kualitatif. Teknik

pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi, wawancara dan

dokumentasi. Berdasarkan pengamatan peneliti, hasil penelitian dalam skripsi ini

menunjukkan bahwa dalam penggunaan metode qowa’idwatarjamah peserta

didik diperlakukan sebagai subjek pembelajar yang secara aktif melakukan

praktek-praktek menterjemah. Untuk kemampuan siswa dalam menterjemah

bahasa Arab setelah penggunaan metode qowa’id wa tarjamah sudah mulai

meningkat.

2. Mohammad Reda (2018)


12

Dengan skripsinya yang berjudul “Penerapan Metode Tata Bahasa Dan

Terjemahan Dalam Pengajaran Keterampilan Membaca Di Sekolah Persiapan

Nur Al-Islam Universitas Islam Lambong Selatan”. Penelitian ini menggunakan

rancangan penelitian deskriftif kualitatif. Teknik pengumpulan data dalam

penelitian ini menggunakan wawancara dan dokumentasi. Serta menggunakan

teknik analisis data.

Berdasarkan pengamatan peneliti, hasil penelitian dalam skripsi ini

menunjukkan bahwa dalam penggunaan metode qowā’id wa tarjamahantara

teori dan praktiknya sangat berbeda. Dalam penggunaannya guru tidak bisa

mencapai hasil yang diinginkan. Dimana dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

1)Proses pendidikan, seperti: kurangnya waktu dalam proses mengajar membaca

bahasa Arab dan kurangnya media pendidikan; 2)Dalam proses mengajar

membaca, kurangnya partisipasi siswa terhadap bahasa Arab, siswa belajar

bahasa Arab di kelas hanya diajarkan hal-hal dasar. Dan faktor utama adalah

karena banyaknya yang lulus dari Sekolah Dasar, dimana tidak belajar bahasa

Arab.

3. Auliana Arifatul Husna (2014)

Dengan skripsinya yang berjudul “Penerapan Thariqah Qawa’id wa

Tarjamah dalam Memahami Ayat-ayat Al-Qur’an di Pondok Pesantren Al-

Qur’an Al-Amin Pabuwaran Purwokerto Tahun 2014”. Jenis penelitian ini

adalah penelitian lapangan (field research) bersifat kualitatif-deskriptif. Data

diperoleh dengan cara wawancara, observasi, dan dokumentasi. Semua data


13

dianalisis dengan pola pikir reduksi data, penyajian data dan penarikan

kesimpulan.

Pelaksanaan Penerapan Thariqah Qawa’id wa Tarjamah di PPQ Al-Amin

Pabuwaran terlaksana dengan cukup baik. Dalam belajar memahami al-qur’an,

guru membagi dengan beberapa tahapan diantaranya: kegiatan awal, kegiatan

inti dan kegiatan akhir. Dalam penerapan thariqah qawa’id wa tarjamah guru

menggunakan cara tersendiri yang dianggap cocok untuk para santri belajar al-

qur’an khususnya santri dari basic agama atau santri yang belum pernah belajar

bahasa Arab sama sekali.

Dari ketiga telaah pustaka diatas terdapat persamaan serta perbedaan

dengan penelitian yang penulis lakukan. Persamaan yang terdapat pada ketiga

skripsi tersebut dengan penelitian yang penulis lakukan yaitu sama – sama

meneliti tentang metodeqowā’id wa tarjamah. Dan dalam skripsi yang pertama

sampai ketiga sama-sama mendeskripsikan tentang penggunaan metode qowā’id

wa tarjamahdengan penelitian kualitatif, terutama skripsi yang kedua sama-sama

objek penelitiannya adalah mahārah qirā’ah. Adapun perbedaan dari keempat

skripsi tersebut dengan penelitian yang peneliti lakukan yaitu skripsi yang

pertama meneliti penerapan metode qowā’id wa tarjamahdalam bidang terjemah

bahasa Arab dan skripsi yang ketiga meneliti penerapan metode qowā’id wa

tarjamahdengan objeknya adalah Al-Qur’an. Sedangkan perbedaannya dengan

penelitian yang peneliti lakukan yaitu penulis meneliti tentang Penggunaan

metode qowā’id wa tarjamahdalam bidang mahārah qirā’ahdengan model

penelitian kualitatif deskriftif.


14

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1. Pembelajaran Bahasa Arab

Menurut Ibnu Khaldun sesungguhnya pembelajaran itu merupakan profesi

yang membutuhkan pengetahuan, keterampilan, dan kecermatan karena ia sama

halnya dengan pelatihan kecakapan yang memerlukan kiat, strategi dan

ketelatenan, sehingga menjadi cakap dan professional (Taufik, 2013:3).

Jadi dapat disimpulkan pembelajaran adalah suatu proses pendidikan yang

melibatkan pendidik dan peserta didik dalam prosesnya dengan tujuan

menyalurkan atau memberi pengetahuan dari pendidik kepada peserta didik.

Peserta didik diberikan pelajaran yang membuat mereka menjadi manusia yang

lebih baik.

Menurut ‘Abd al-Majid (dalam Alwasilah, 2013:9) Bahasa adalah

kumpulan isyarat yang digunakan oleh orang-orang untuk mengungkapkan

pikiran, perasaan, emosi, dan keinginan. Sedangkan menurut Furqonul Aziz

(Taufik, 2013:1) Bahasa pada prinsipnya digunakan oleh para pemakainya sebagai

pembawa pesan yang ingin di sampaikan kepada orang lain. Kebutuhan pemakai

bahasa adalah agar mampu merujuk objek ke dunia nyata, misalnya, mampu

menyebut nama, keadaan, peristiwa dan ciri-ciri benda dengan kata-kata tersebut

ke dalam kalimat-kalimat sehingga ia mampu menyusun proposisi yaitu rangkaian

kata yang membentuk prediksi tentang benda, orang atau pristiwa.


15

Jadi bisa dikatakan bahasa adalah suatu alat untuk berkomunikasi antara

seseorang dengan orang lain ataupun dengan beberapa orang. Manusia hidup tidak

bisa tanpa adanya bahasa. Karena bahasalah yang membuat manusia saling

mengenal satu sama lain. Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan satu

sama lain. Tanpa adanya bahasa maka manusia akan sulit untuk saling mengenal.

Pengertian “Arab” secara bahasa adalah gurun sahara, atau tanah tandus

yang di dalamnya tidak ada air dan pohon yang tumbuh di atasnya. Sedangkan

“bahasa” adalah alat komunikasi yang digunakan manusia untuk saling

berinteraksi dan berhubungan dengan berbagai motivasi dan keperluan yang

mereka miliki. Bahasa Arab merupakan bahasa peribadatan dalam agama Islam

karena merupakan bahasa yang dipakai oleh al-Qur’an yakni “sesungguhnya kami

telah menjadikan al-Qur’an dalam bahasa arab, supaya kalian bisa memahaminya”

(QS. Az Zukhruf:3) (Andriani, 2015:40-41).

Dalam mempelajari bahasa Arab, tentunya ada berbagai macam cara agar

siswa dapat dengan mudah menerima pembelajaran bahasa tersebut. Yang paling

utama dalam mengenalkan siswa terhadap bahasa Arab yaitu terlebih dulu pada

lingkungan yang terdekat dari siswa itu sendiri. Dapat dimulai dari pengenalan

terhadap dirinya sendiri, keluarganya, lalu ke lingkungan sekolah. Hal ini

bertujuan agar siswa dapat menjalin komunikasi sesuai dengan tema materi

pembelajaran bahasa Arab yang ada. Kemudianpembelajaran diberikan dengan

menggunakan pendekatan yang lebih efektif agar mudah diserap dan dipahami

oleh siswa tersebut.


16

Dengan demikian pembelajaran bahasa Arab dapat didefinisikan suatu upaya

membelajarkan siswa untuk belajar bahasa Arab dengan guru sebagai fasilitator

dengan mengorganisasikan berbagai unsur untuk memperoleh tujuan yang ingin

dicapai. Belajar bahasa Arab (asing) berbeda dengan belajar bahasa Ibu, oleh

karena itu prinsip dasar pengajarannya harus berbeda, baik menyangkut metode

(model pengajaran), materi maupun proses pelaksanaan pengajarannya.

2.2. Keterampilan Berbahasa

Dalam pembelajaran bahasa apapun di dunia ini tanpa terkecuali

pembelajaran bahasa Arab, senantiasa melalui tahapan-tahapan keterampilan

berbahasa yang sudah masyhur di kalangan ahli bahasa, di antaranya keterampilan

mendengarkan (maharat al-istima’), berbicara (maharat al-kalam), membaca

(maharat al-qiro’at) dan menulis (maharat al-kitabah). Walaupun keempat

keterampilan tersebut harus ada dalam pembelajaran bahasa Arab, akan tetapi

tidak dapat di pungkiri bahwa dari keempat keterampilan tersebut terdapat dua

keterampilan yang merupakan dasar dari pembelajaran bahasa Arab yaitu

keterampilan mendengarkan (maharat al-istima’) dan keterampilan berbicara

(maharat al-kalam).

Hal tersebut dikuatkan oleh pendapat Kamal Ibrahim Badry dan Mamduh

Nur al-Din dalam kitabnya Mudhakiroh Asas Ta’lim al-Lughoh al-Arobiyah

bahwa ada hal-hal yang perlu di utamakan dalam pembelajaran bahasa karena hal

tersebut merupakan bagian dari pembelajaran bahasa yang paling cepat

diaplikasikan yang dalam bahasa Arab disebut ‘Ulumiyat al-Taqdim, diantaranya

adalah :
17

1. Mendahulukan pembelajaran mendengarkan dan berbicara sebelum

membaca dan menulis

2. Mengajarkan susunan kalimat sebelum susunan kata

3. Mengajarkan kosa kata sehari-hari yang diperlukan sebelum lainnya

4. Mengajarkan pola pelajaran yang cepat seperti biasanya orang Arab

berbicara dan bukannya bahasa yang diperlambat-lambatkan (Taufik,

2013:41-43).

Dengan didahulukannya dua keterampilan berbahasa, bukan berarti dua

keterampilan lainnya yaitu keterampilan membaca dan menulis tidak penting.

Alasan didahulukannya dua keterampilan mendengarkan dan berbicara

didahulukan adalah karena dua keterampilan itu dianggap lebih mudah

pengaplikasiannya dibanding keterampilan berbahasa lainnya. Keterampilan

membaca dan menulis dianggap sulit dan memerlukan waktu yang lama.

Walaupun begitu dua keterampilan itu tidak dipelajari. Semua keterampilan wajib

dipelajari karena sangat penting dalam berbahasa terutama bahasa Arab.

Jadi bisa dikatakan keterampilan berbahasa adalah suatu keterampilan yang

harus dimiliki oleh manusia. Keterampilan dalam bahasa lain disebut juga dengan

kemahiran atau kemampuan berbahasa. Sedangkan dalam bahasa Arab disebut

dengan mahārah. Keterampilan berbahasa harus dimiliki oleh manusia karena

merupakan kebutuhan hidup manusia, baik dalam belajar maupun kehidupan

sosial.

Berikut macam-macam keterampilan berbahasa beserta penjelasannya, yaitu

sebagai berikut:
18

1. Keterampilan /Kemahiran Qirā’ah(Membaca)

Menurut Hugson (Fakhrurrozi dan Mahyudin, 2012:297) keterampilan

membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca

untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media

kata-kata/ bahasa tulis. Suatu proses yang menuntut agar kelompok kata yang

merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas, dan agar

makna kata-kata secara individual akan dapat diketahui. Kalau hal ini tidak

terpenuhi, maka pesan yang tersurat dan yang tersirat tidak akan tertangkap atau

dipahami, dan proses membaca itu tidak terlaksana dengan baik.

2.Keterampilan/Kemahiran Kitābah (Menulis)

Menurut Muhammad Kamil al-Naqoh (Taufik, 2013: 58) keterampilan

menulis merupakan suatu aktifitas untuk mengaktualisasikan kemampuan

dirinya dan spesialisasi keilmuannya kepada publik, karena dari hasil tulisannya

baik berupa buku maupun sekedar naskah opini dan makalah singkat, pembaca

dapat mengetahui kwalitas keilmuan yang ia miliki dari spesialisasi

keilmuannya.

Pada dasarnya keterampilan menulis ini akan sangat dipengaruhi oleh

keterampilan membaca, pada saat itu pula dia akan melihat dan mengingat

bentuk tulisannya. Dengan demikian, jika seseorang belajar menulis dahulu

sebelum dapat membaca, tentu akan mengalami banyak kesulitan. Sebaliknya,

belajar menulis yang dilakukan setelah terampil membaca, akan mempermudah

dan mempercepat proses belajarnya (Khalilullah, 2011:163).


19

3.Keterampilan/Kemahiran Istima’ (Menyimak)

Mendengar (menyimak) merupakan suatu keterampilan berbahasa pertama

yang dilakukan oleh seseorang yang mulai belajar suatu bahasa tertentu, baik

yang dialami oleh seorang bayi yang baru mulai berbicara ataupun orang dewasa

yang akan mempelajari bahasa orang lain. Dengan proses menyimak, seseorang

akan dapat mengukur tingkat kesulitannya dalam belajar suatu bahasa karena

dari sana dapat di pahami dialeknya, pola pengucapannya, struktur bahasa dan

lain sebagainya (Taufik, 2013: 44).

4.Keterampilan/Kemahiran Kalam (Berbicara)

Menurut Ahmad Abd Allah al-Bashir (Taufik, 2013: 47) keterampilan

berbicara dianggap sebagai keterampilan yang sangat penting dalam

pembelajaran bahasa Asing, karena berbicara merupakan suatu yang aplikatif

dalam bahasa dan merupakan tujuan awal seseorang yang belajar suatu bahasa.

Hanya saja, yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran berbicara ini agar

memperoleh hasil yang maksimal yaitu kemampuan dari seorang guru dan

metode yang digunakannya, karena dua faktor tersebut memiliki dominasi

keberhasilan pembeajaran berbicara.

2.3. Pembelajaran Mahārah Qirā’ah

2.3.1. PengertianPembelajaranMahārah Qirā’ah

Pembelajaran qirā’ah(membaca) seringkali disebut dengan pelajaran

muthala’ah (menela’ah). Keduanya memang sama-sama belajar yang berbasis

bacaan. Namun demikian,kedua istilah tersebut memiliki perbedaan.

Qirā’ahdapat diartikan sebagai pelajaranmembaca, sedangkan muthala’ah lebih


20

menekankan pada aspek analisis dan pemahamanterhadap apa yang dibaca.

Karena keduanya memiliki perbedaan penekanan, maka dalampemilihan metode

atau strategi pembelajarannya pun tentu akan terdapat perbedaan. Kedua istilah

tersebut juga dapat dipahami sebagai proses, artinya bahwa keterampilan

membaca itu meliputi latihan membaca dengan benar sampai dengan taraf

kemampuan memahami dan menganalisis isi bacaan (Khalilullah,2011:159-

160).

Membaca tidak hanya terpaku kepada kegiatan melafalkan dan memahami

bacaan yang sedang dibaca saja, tetapi harus menjiwai isi dari bacaan tersebut.

Pembaca yang baik adalah pembaca yang dapat merasakan secara penjiwaan

tentang apa saja yang dibacanya. Bisa gembira, kagum, marah, dan sebagainya

sesuai isi bacaan. Adapun contoh pembelajaran mahārah qirā’ahyaitu :

1) Guru menyiapkan bahan bacaan yang menarik bagi siswa, yang sesuai

dengan kemampuan yang mereka miliki. Seperti teks berikut ini:

‫الة‬88‫ك في ص‬88‫الة البن‬88‫اس الي ص‬88‫دخل الن‬88‫ة وي‬88‫ البنك يفتح بابه في الساعة الثامن‬,‫أريدأنأذهب ألي البنك الجديد‬

‫البنك شبا بك كثيره لالستعالمات ولشيكات وللعمالت االجنبية‬

2) Lalu guru memberi contoh cara membaca yang baik sesuai dengan

intonasi yang tepat.

3) Siswa diminta untuk membaca nyaring secara bersama-sama teks

bacaan tersebut.

4) Siswa diminta untuk membaca dalam hati secara individu dengan waktu

yang dibatasi.
21

5) Guru menanyakan pada siswa arti kata demi kata yang ada dalam teks

bacaan, lalu menanyakan jika kata telah disambung menjadi kalimat.

6)Siswa diminta untuk mendemonstrasikan bacaan secara berpasang-

pasangan, satu siswa diminta untuk membaca teks Arab dan yang satu

diminta untuk menerjemahkan, begitu seterusnya secara bergantian

(Unsi, 2016:67-68).

2.3.2. Tujuan Pembelajaran Kemahiran Qirā’ah(‫)مھارةمھارة‬

a. Mampu untuk mengerti arti yang ditulis dengan cepat.

b. Mampu menyeimbangkan dengan cepat apa yang harus dibaca dengan

tujuan membacanya.

c. Mampu menggunakan teknik-teknik membaca yang mendasar.

d. Mampu menyebutkan apa yang telah dibaca dan menghubungkannya

dengan yang berikutnya serta dapat menarik pokok pikiran dan tujuan

pokok yang diinginkan penulisnya.

e. Mampu membedakan antara materi bahasa yang perlu dibaca dan

dianalisis dengan seksama dan tidak banyak memperhatikan yang tidak

perlu (Khalilullah, 2011:158).

2.3.3. Jenis-jenis Mahārah Qirā’ah

1. Qirā’ahMukatstsafah (Membaca Intensif)

Qirā’ahMukattsafah adalah membaca yang digunakan sebagai

media untuk pengajaran kata-kata baru dan struktur-struktur baru. Oleh

karena itu materinya lebih tinggi daripada tingkat pembelajar. Materi ini

terbentuk sebagai tulang punggung dalam program pengajaran bahasa.


22

Buku bacaan seperti ini merupakan buku utama dalam program pengajaran

(Nurbayan, 2008:).

2. Qirā’ahTakmiliyyah (Membaca Suplemen)

Jenis membaca ini dinamakan dengan Qirā’ahTakmiliyyah karena

berfungsi sebagai penyempurna dari peran Qirā’ahMukatstsafah. Jenis ini

juga dinamakan dengan Qirā’ahMuwassa’ah. Qirā’ahTakmiliyyah

biasanya digunakan untuk membaca cerita-cerita panjang dan pendek.

Tujuan utama dari jenis membaca ini adalah untuk kesenangan para

pembelajar serta memantapkan apa yang telah mereka pelajari berupa

kata-kata dan struktur-struktur pada Qirā’ahMukatstsafah (Nurbayan,

2008:).

3. Qirā’ahJahriyyah (Membaca Nyaring)

Ketika seorang guru meminta para pembelajar membaca teks

dengan nyaring, maka tujuan utama dari kegiatan tersebut adalah untuk

mengetahui hal-hal berikut ini: 1.Guru ingin menilai kemampuan para

pembelajar dalam mengucapkan huruf-huruf Arab, dan membetulkannya

apabila mereka salah. 2.Guru ingin menilai kemampuan para pembelajar

pada intonasi bacaan suatu kata atau kalimat, dan membetulkannya apabila

mereka salah. 3.Guru ingin menilai kemampuan para pembelajar pada

irama bacaannya, dan membetulkannya ketika mereka salah (Nurbayan,

2008:).
23

4. Qirā’ahNamudzajiyyah (Bacaan sebagai Model)

Qirā’ahNamudzajiyyah merupakan kegiatan membaca yang

dilakukan oleh seorang guru untuk dijadikan sebagai contoh atau model

bagi para pembelajar. Sedangkan para pembelajar diminta untuk

mendengarkan dan menirunya. Model membaca ini biasanya dilakukan

setelah kegiatan membaca dalam hati atau pertanyaan-pertanyaan untuk

mengetahui pemahaman para pembelajar. Kegiatan membaca ini juga

biasa dilakukan sebelum membaca nyaring (Nurbayan, 2008:).

5. Qirā’ahShamitah (Membaca dalam hati)

Membaca dalam hati dapat dilakukan dengan sempurna tanpa

suara, desauan, dan gerakan lidah. Bahkan dalam membaca dalam hati

tidak ada getaran pita suara pada pangkal teggorokan pembaca. Ini berarti

bahwa makna pada kata-kata yang tertulis berpindah langsung kepada

ingatan pembaca tanpa melalui tahapan bunyi. Tujuan utama dari kegiatan

membaca dalam hati adalah pemahaman (Nurbayan, 2008:).

2.4. Metode Qowā’id Wa Tarjamah

2.4.1. Pengertian Metode Qowā’id Wa Tarjamah

Metode berarti jalan, manhaj berarti sistem dan al-wasilah berarti

perantara atau mediator. Secara terminology metode adalah cara kerja yang

bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai

tujuan yang ditentukan (Ali dalam Mulu, 2013:41).

Metode juga berarti rencana menyeluruh yang berhubungan dengan

penyajian materi pelajaran secara teratur dan tidak saling bertentangan dan
24

didasarkan atas suatu approach (Akrom dalam Mulu, 2013:41). Metode

diartikan juga sebagai cara untuk mempermudah pemberian pemahaman

kepada anak didik mengenai bahan atau materi yang diajarkan (Azzuhri,

2009:3)

Jadi metode adalah suatu cara yang digunakan oleh seorang guru

dalam suatu pembelajaran dengan tujuan untuk mencapai target pembelajaran

yang telah direncanakan dengan tepat serta mempermudah siswa dalam

mencapai tujuan pembelajaran.

Sedangkan Qowā’iditu sendiri merupakan jama’ dari kata qaaidah

yang berarti aturan, undang-undang (Munawwir dalam dalam Setyawan,

2015:83). Sebagaimana disebutkan dalam bukunya Muhib Abdul Wahab

bahwa yang dimaksud qowā’idyaitu aturan dasar yang mengkaji tentang

penggunaan suatu bahasa berupa struktur bahasa yang terpusat pada kajian

Nahwu dan Sharaf (Wahab dalam Amrullah, 2015:59). Jadi Qowā’idadalah

aturan-aturan atau kaidah-kaidah yang terdapat dalam menyusun kalimat

bahasa Arab, di mana cabang dari Ilmu Qowā’idini sangat banyak

diantaranya adalah Ilmu Nahwu dan Ilmu Sharaf.

Dengan demikian, pembelajaran Qowā’idadalah suatu sistem

pembelajaran yang terjadi antara murid dan materi pembelajaran yaitu materi

qowā’idsehingga murid memahami, mengerti serta menguasai materi

tersebut. Dan yang paling penting mampu berkomunikasi dengan baik dan

benar menggunakan bahasa Arab. Qowā’idsendiri merupakan gabungan

antara dua ilmu yaitu Ilmu Nahwu dan Ilmu Shorof/Sharaf.


25

a. Ilmu Nahwu

Nahwu menurut bahasa adalah‫(والجھةالطریق‬jalan dan arah)

(Abâdî dalam Sehri, 2010:48 ). Akan tetapi, nahwu menurut istilah

ulama klasik adalah terbatas pada pembahasan masalah ‫اء‬88‫اإلعرابوالبن‬

(i’râb dan binâ’), yaitu penentuan baris ujung sebuah kata sesuai

dengan posisinya dalam kalimat ( ‫ ) الجملة‬yang mereka definisikan

seperti berikut ini:

‫النحو قواعدة یعرف بھا أحوال الكلمات العربیة إعرابا و بناء‬

Nahwu adalah aturan-aturan yang dapat mengenal hal ihwal

kata-kata bahasa Arab, baik dari segi i’râb maupun binâ’(Biek dalam

Sehri,2010:48).

Jadi Ilmu Nahwu adalah kaidah-kaidah untuk mengenal bentuk

kata-kata dalam bahasa Arab serta kaidah-kaidahnya di kala berupa kata

lepas dan di kala tersusun dalam kalimat (Hifni, 2010:13).

Beberapa tujuan mengajarkan ilmu nahwu adalah:

1.Menjaga dan menghindarkan lisan serta tulisan dari kesalahan

berbahasa, disamping menciptakan kebiasaan berbahasa yang fasih.

Itulah sebabnya, ulama Arab dan Islam zaman dahulu berupaya

untuk merumuskan Ilmu Nahwu di samping untuk menjaga bahasa

Alquran dan Hadits Nabi Muhammad saw;·

2. Membiasakan para pelajar bahasa Arab untuk selalu melakukan

pengamatan, berpikir logis dan teratur serta kegunaan lain yang


26

dapat membantu mereka untuk melakukan pengkajian terhadap tata

bahasa Arab secara kritis;

3. Membantu para pelajar untuk memahami ungkapan ungkapan

bahasa Arab sehingga mempercepat pemahaman terhadap maksud

pembicaraan dalam bahasa Arab (Shahât’ah dalam Mulu, 2013:50);

4.Mengasah otak, mencerahkan perasaan serta mengembangkan

khazanah kebahasaan para pelajar;

5.Memberikan kemampuan pada pelajar untuk menggunakan

kaidah bahasa Arab dalam berbagai suasana kebahasaan. Oleh

karena itu, hasil yang sangat diharapkan dari pengajaran ilmu

nahwu adalah kecakapan para pelajar dalam menerapkan kaidah

tersebut dalam gaya-gaya ekspresi bahasa Arab yang digunakan

oleh para pelajar bahasa Arab dalam kehidupnya, di samping

bermanfaat untuk memahami bahasa klasik yang diwarisi oleh para

ulama dari zaman dahulu;

6. Qowā’iddapat memberikan control yang cermat kepada pelajar

saat mengarang sebuah karangan (Ahmad dalam Mulu, 2013:50-

51).

b.Ilmu Sharaf

Sharaf ( ُ‫ )اَلصَّرْ ف‬atau juga disebut tashrif ( ُ‫ ) اَلتَّصْ ِريْف‬menurut bahasa

adalah perubahan. Sedangkan menurut istilah ahli sharaf dari segi ‘ilmi

adalah ilmu yang membahasa bentuk-bentuk kata dalam hal selain i’rab

(perubahan akhir kata) dan bina’ (tetapnya bacaan).


27

‫ب ْال َم ْعنَى ْال ُم َرا ِد‬


ِ ‫ث ع َْن تَ ْغيِ ِر َحالَ ِة ْال َكلِ َم ِة ِم ْن صُوْ َر ٍة ِإلَى صُوْ َر ٍة بِ َح ْس‬
ُ ‫اَلصَّرْ فُ هُ َو ِع ْل ٌم يَبَ َح‬

Ilmu shorof adalah ilmu yang membahas tentang perubahan

keadaan kalimah, dari suatu bentuk kepada bentuk yang lain, dengan

memandang makna yang dikehendaki (Mansur, 2015:5)

Ilmu Sharaf adalah salah satu cabang dalam ilmu bahasa atau

linguistik yang sering disebut dengan Morfologi (Hilmi, 2012:1). Sharaf

menurut lughah yaitu setiap mengubah sesuatu dari bentuk asalnya, seperti

mengubah bentuk rumah atau pakaian dan sebagainya, itu adalah sharaf

menurut lughah. Sedangkan sharaf menurut istilah ialah mengubah dari

bentuk asal pokok pertama kepada bentuk yang lain. Ada yang

mengartikan lain, yakni sharaf adalah mengubah dari fi’il madhi kepada

fi’il mudhari’, masdhar, isim fa’il, isim maf’ul, fi’il nahi, isim makan, dan

isim alat (Dodi, 2013:112).

Struktur kata yang dibentuk dari sebuah kata yang dirubah menurut

kegunaan kata benda, kata kerja, kata perintah, kata ganti dan lain

sebagainya yang bersangkut paut dengan perubahan struktur dalam sebuah

kata itu sendiri. Definisi itulah yang disebut dengan Sharaf (Hilmi,2012:1).

Adapun faedah perubahan itu adalah agar mendapatkan arti yang

berbeda seperti halnya sebagai berikut (Moch Anwar dalam Dodi,

2013:112):

1. =‫نصر‬fi’il madhi, artinya sudah menolong.

2. ‫ = ينصر‬fi’il mudhari’, artinya sedang/akan menolong.

3. ‫ = نصرا‬masdar, artinya pertolongan (kata benda).


28

4. ‫ = ناصر‬isim fa’il, artinya yang menolong (subyek).

5. ‫ =منصر‬isim maf’ul, artinya yang ditolong (obyek).

6. ‫ =انصر‬fi’il amar, artinya kamu tolonglah! (menunjukkankata

perintah)

7. ‫ = التنصر‬fi’il nahi, artinya kamu jangan menolong!(menunjukkan

larangan).

8. ‫ =منصر‬isim makan, artinya tempat menolong.

9. ‫ = منصر‬isim zaman, artinya waktu menolong (keteranganwaktu).

10. ‫ = منصر‬isim al at artinya alat penolong.

Jadi Qowā’id(Ilmu Nahwu dan Sharaf) adalah ilmu dasar yang bersifat

stategis. Dikatakan stategis, oleh karena dengan menguasai ilmu ini, baik

teori maupun praktek, maka kita dengan sendiri-sendirinya akan mampu

membaca-dengan benar-dan memahami-dengan tepat-kitab-kitab/buku-buku

yang berbahasa Arab (kitab-kitab kuning/gundul), terutama al-Qur’an dan

kitab-kitab Hadits, sekalipun kita belum pernah mempelajari dari guru, ustadz

dan kyai kita (Fahmi, 2002:x).

Ilmu Nahwu dan Sharaf sangatlah penting untuk dipelajari dalam

bahasa arab. Keduanya saling berkaitan satu sama lain. Seperti dikatakan oleh

Ibnu Mas’ud berikut ini:

‫ال اِبْنُ َم ْسعُوْ ٍد اِ ْعلَ ْم َأ َّن الصَّرْ فَ ُأ ُّم ال ُعلُوْ ِم َوالنَّحْ َو أبُوْ هَا نقل من كتاب مراح األرواح‬
َ َ‫ق‬

“Ibnu Mas’ud berkata: Ketauhilah bahwa shorof adalah ibunya ilmu

dan nahwu adalah bapaknya” (Mansur, 2015:5)


29

Metode Qowā’idadalah cara menyajikan bahan pelajaran dengan jalan

menghafal aturan-aturan atau kaidah-kaidah tata bahasa Arab yang mencakup

Nahwu Sharaf. Metode ini mempunyai beberapa nama. Sebagian orang

menyebutnya Metode Klasik. Dan sebagian lain menyebutnya Metode

Taqlidiyyah.

Sedangkan metode Tarjamah adalah cara atau jalan dalam menerjemah

teks bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia (Setyawan, 2016:93). Metode ini

lebih menitikberatkan kepada proses penerjemahan suatu kata atau kalimat

dari suatu bahasa Asing ke dalam bahasa Ibu.

Metode Tarjamah dibagi menjadi dua yaitu Tarjamah Harfiyyah

(literer) dan Tarjamah bi Tasharruf (bebas). Tarjamah Harfiyyah mencakup

ketaataan pada penerjemahan dalam aspek tata bahasa seperti dalam urutan-

urutan bahasa, bentuk kalimat, frase dan lain sebagainya. Sedangkan

Tarjamah bi Tasharruf ini lebih kepada penerjemahan bebas atau tanpa

melihat bentuk aslinya. Keduanya dipakai untuk menerjemahkan suatu kata

atau kalimat.

Jadi Metode Qowā’idwa Tarjamah (metode tradisional) adalah metode

pengajaran bahasa Arab yang terfokus pada “bahasa sebagai budaya ilmu”

sehingga belajar bahasa Arab berarti belajar secara mendalam tentang seluk

beluk ilmu bahasa Arab, baik aspek gramatika/sintaksis (qawaid nahwu),

morfem/morfologi (qawaid sharaf) ataupun sastra (adab). Metode yang

berkembang dan masyhur digunakan untuk tujuan tersebut adalah metode

Qowā’idwaTarjamah. Metode tersebut mampu bertahan beberapa abad,


30

bahkan sampai sekarang pesantren-pesantren di Indonesia, khususnya

pesantren salafiah masih menerapkan metode tersebut. Metode tradisional

dipertahankan karena: tujuan pengajaran bahasa Arab tampaknya pada aspek

budaya/ilmu, terutama Ilmu Nahwu dan Ilmu Sharaf; kemampuan Ilmu

Nahwu dianggap sebagai syarat mutlak sebagai alat untuk memahami

teks/kata bahasa Arab klasik yang tidak memakai harakat dan tanda baca

lainnya; dan bidang tersebut merupakan tradisi turun temurun sehingga

kemampuan di bidang itu memberikan rasa percaya diri (gengsi) tersendiri di

kalangan mereka (Nur, 2013:53).

2.4.2. Ciri-ciri Metode Qowā’idWa Tarjamah

1. Metode ini sangat memperhatikan keterampilan membaca, menulis, dan

terjemah. Sedangkan kemampuan berbicara kurang diperhatikan.

2. Metode ini menggunakan bahasa Ibu sebagai media utama dalam

pengajaran bahasa yang dimaksud. Dengan perkataan lain bahwa metode ini

menggunakan terjemah sebagai cara utama dalam pengajarannya.

3. Metode ini sangat memperhatikan aturan-aturan Ilmu Nahwu sebagai media

untuk mengajarkan bahasa Asing. Sehingga ketepatan bacaan sangat

diperhatikan.

4. Kebanyakan guru yang menggunakan metode ini terjebak pada analisis

sintaksis untuk setiap kalimat bahasa Asing yang diajarkannya.

5. Dan biasanya para guru juga meminta para pembelajar untuk mengikuti hal

tersebut ( no.4 ) (Nurbayan, 2008: ).


31

2.4.3. Tujuan dan Manfaat Metode Qowā’idWa Tarjamah

Menurut para guru yang menggunakan metode ini, tujuan pokok

pengajaran suatu bahasa Asing adalah untuk mengembangkan kemampuan

membaca literatur yang ditulis dalam bahasa sasaran (misalnya kitab-kitab

kuning berbahasa Arab). Untuk mampu melakukan hal itu, para siswa perlu

mempelajari aturan tata bahasa dan kosa kata dari bahasa sasaran. Metode ini

meyakini benar bahwa mempelajari suatu bahasa Asing memberikan kepada

para siswa sebuah latihan mental yang baik yang mampu membantu mereka

mengembangkan kemampuan berpikir (Fakhrurrozi dan Mahyudin, 2012:59).

Jadi metode ini lebih menekankan pemahaman peserta didik akan materi

yang disampaikan oleh guru. Metode ini bertujuan mengajarkan murid untuk

menganalisa kaidah yang terdapat dalam tata bahasa dan menerjemahkan

kalimat tersebut kedalam bahasa Ibu. Metode ini tidak bertujuan untuk

melatih peserta didik agar pintar dalam hal berbicara dan mendengarkan,

tetapi lebih kepada membaca dan menulis.

Setiap metode yang ada pasti mempunyai tujuan dan manfaat. Begitu

pula dengan metode Qowā’idwa Tarjamah. Sedari awal objek dari metode ini

adalah kaidah tata bahasa, maka dapat dipastikan metode ini memberi

manfaat yang besar dalam kaidah tata bahasa terutama bahasa Arab.

Ada beberapa manfaat dari metode Wa TarjamahQowā’iddiantaranya

sebagai berikut (Sehri, 2010:51):


32

a. Mencegah ucapan dari kesalahan, menjaga tulisan dari kekeliruan,

membiasakan berbahasa dengan benar, ini semua adalah tujuan utama

dari tujuan pembelajaran Ilmu Nahwu dan Sharaf.

b. Membiasakan siswa memiliki kekuasaan dalam memperhatikan, cara

berfikir yang logis dan teratur melatih para pejabat dalam mengambil

istimbat, hukum dan penjelasan yang logis. Para siswa dapat

membiasakan terhadap hal-hal diatas karena mereka telah mengikuti

metode isti’raiy dalam pembelajar Nahwu dan Sharaf.

c. Membantu memahami perkataan secara benar dengan mengerti makna

dengan tepat dan cepat dalam pembelajaran Terjemah.

d. Menajamkan akal, mengasah perasaan, menambah pembendaharaan

kosakata bagi para siswa.

e. Agar siswa memperoleh kemampuan memperagakan kaidah-kaidah

Nahwu dan Sharaf di dalam menggunakan kalimat yang berbeda-beda.

Maka hasil yang dapat diperoleh dari pembelajaran Nahwu dan Sharaf

adalah siswa semakin mantap dalam mempraktekan kaidah-kaidah

Nahwu dan Sharaf dalam struktur kalimat yang dipergunakan dalam

kehidupan serta bermanfaat untuk memahami kesusasteraan.

f. Kaidah Nahwu dan Sharaf membuat aturan dasar yang detail dalam

penulisan cerita, sehingga tidak memungkinkan bergantinya tema

terkecuali sudah selesai hikayat tersebut sesuai dengan tata cara yang

bersandar pada aturan-aturan dasar yang mengikatnya (Setyawan,

2015:83-84).
33

2.4.4. Kelebihan dan Kekurangan Metode Qowā’idWa Tarjamah

Setiap metode pembelajaran yang ada pasti mempunyai suatu

kelebihan dan juga kekurangan. Oleh karena itu para pengajar selalu

berinovasi untuk menciptakan metode guna meminimalisir atau mengurangi

kekurangan dari suatu metode pembelajaran. Begitu pula dengan metode

Qowā’idwa Tarjamah yang tak lepas dari kelebihan dan kekurangan.

a. Kelebihan.

1) Pelajar menguasai banyak kaidah-kaidah tatabahasa bahasa Asing yang

dipelajari.

2) Pelajar memahami isi detail bahan bacaan yang dipelajarinya dan

mampu menerjemahkannya.

3) Pelajar memahami karakteristik bahasa yang dipelajarinya dan banyak

hal lainnya yang bersifat teoritis, dan mampu membandingkannya dengan

karakteristik bahasa Ibu.

4) Metode ini memperkuat kemampuan pelajar dalam mengingat dan

menghafal.

5) Bisa dilaksanakan dalam kelas besar dan tidak menuntut kemampuan

guru yang ideal, guru yang tidak fasih pun dapat menggunakan metode ini.

Kelas juga mudah diatur dan suara gaduh dapat diminimalisir.

6) Cocok bagi semua tingkat bahasa para siswa (pemula, menengah,

lanjutan, atas); para siswa dapat memperoleh aspek-aspek bahasa yang

signifikan dengan bantuan buku saja tanpa pertolongan guru.


34

7) Mudah untuk mengevaluasi proses pembelajaran karena ujian terdiri

dari materi tatabahasa, yang dapat dinilai dengan jawaban “benar” atau

“salah”. Hasil pembelajaran bisa juga dinilai melalui terjemahan.

8) Metode ini tidak memerlukan media untuk menjelaskan kosa kata

(Fakhrurrozi dan Mahyudin, 2012:86-87).

b. Kekurangan

1) Metode ini lebih banyak mengajarkan “tentang bahasa” daripada

mengajarkan “kemahiran berbahasa”.

2) Metode ini hanya menekankan kemahiran membaca, sedangkan tiga

kemahiran yang lain (menyimak, berbicara, menulis) tidak mendapat

perhatian yang memadai.

3) Terjemahan harfiah sering mengacaukan makna kalimat dalam konteks

yang luas, dan hasil terjemahannya sering terasa tidak lazim menurut

citarasa bahasa asli siswa.

4) Pelajar hanya mempelajari satu ragam bahasa, yaitu ragam bahasa tulis

klasik, sedangkan bahasa tulis modem dan bahasa percakapan tidak

dipelajari.

5) Kosa kata, struktur, dan ungkapan yang dipelajari oleh siswa mungkin

sudah tidak dipakai lagi atau dipakai dalam arti yang berbeda dalam

bahasa modern.

6) Karena otak siswa dipenuhi oleh masalah-masalah tatabahasa maka

tidak tersisa lagi tempat untuk ekspresi dan kreasi berbahasa.


35

7) Tidak sesuai bagi siswa yang belum bisa membaca, misalnya anak kecil

yang baru belajar bahasa Asing.

8) Sedikit sekali mengajarkan bahasa yang digunakan bagi komunikasi

antar-pribadi; kesempatan untuk mengemukaan ucapaan atau ujaran

spontan sangat terbatas (Fakhrurrozi dan Mahyudin, 2012:64).

2.5. Implementasi Penggunaan Metode Qowā’idWa Tarjamah Dalam

Pembelajaran Mahārah Qirā’ahBahasa Arab

Untuk mengaplikasikan atau mengimplementasikan suatu metode maka

harus memikirkan objek yang menjadi tujuan dari metode itu dilaksanakan.

Begitu pula dengan metode Qowā’id Wa Tarjamahdalam pengajaran bahasa Arab,

harus sesuai dengan objek pembelajaran yang dituju agar tidak keluar dari

karakteristik metode ini.

Metode Qowā’id Wa Tarjamahdapat diaplikasikan dalam proses

pembelajaran dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a) Guru memperdengarkan sederetan kalimat yang panjang yang telah

dibebankan kepada peserta didik untuk menghafalkan pada kesempatan

sebelumnya dan telah dijelaskan juga tentang makna dari kalimat-kalimat

itu.

b) Guru memberikan kosa kata baru dan menjelaskan maknanya ke dalam

bahasa ibu sebagai persiapan materi pengajaran baru.

c) Selanjutnya guru meminta salah satu peserta didik untuk membaca buku

bacaan dengan suara yang nyaring (qirā’ah jahriah) terutama menyangkut


36

hal-hal yang biasanya peserta didik mengalami kesalahan dan kesulitan

dan tugas guru kemudian adalah membenarkan.

d) Kegiatan membaca teks ini diteruskan hingga seluruh peserta didik

mendapat giliran (Nur, 2013:53).

Selain itu metode ini dapat di implementasikan mula-mula pengajar

mengajarkan dahulu materi yang diajarkan saat itu (contohnya mengenai

mubtada’ dan khabar). Kemudian memberi sebuah contoh kalimat kepada

muridnya dan guru membacanya disertai penjelasan diantara kalimat tersebut

manakah mubtada dan khabarnya. Selanjutnya menerjemahkan arti dari kalimat

tersebut. Barulah murid membaca kembali apa yang telah dijelaskan oleh guru.

Adapun contoh pembelajaran bahasa Arab yang menggunakan metode ini

adalah sebagai berikut:

1. Pendahuluan; guru mengucapkan beberapa kosa kata bahasa arab;

2. Setelah mendengarkan kosakata yang diucapkan guru, murid wajib

menghafalkan kosa kata tersebut;

3. Guru menjelaskan makna dari kata tersebut dan menerjemahkannya

kedalam bahasa Indonesia;

4. Murid wajib mencacat kosa kata yang telah diberikan berserta makna dan

terjemahannya;

5. Guru memberi perintah kepada beberapa murid untuk membacakan

kembali kosa kata yang telah diberikannya dengan suara yang jelas;

6. Bila ada kesalahan dalam membaca maka guru pun memperbaiki

bacaannya;
37

7. Murid melanjutkan membaca kosa katanya;

8. Guru memerintahkan para murid lain untuk membaca secara bergantian;

9. Setelah semuanya selesai membaca, guru memberikan contoh kalimat

lengkap yang berkaitan materi pembelajaran disertai makna, kaidah tata

bahasanya dan terjemahannya

10.Adanya interaksi antara guru dan murid baik dalam bahasa Indonesia

maupun bahasa Arab;

11.Guru membuat kesimpulan dari materi yang telah diajarkan;

12.Sebelum pulang, murid diberikan tugas/pekerjaan rumah agar murid tidak

mudah lupa dengan materi yang telah diajarkan.

2.6. Kendala dalam Pembelajaran Bahasa Arab

Macam-macam kendala yang sering terjadi dalam proses pembelajaran

bahasa Arab yaitu:

1. Guru / Pendidik yang kurang memiliki kompetensi sebagai pengajar Bahasa

Arab, baik kompetensi paedagogik, profesional, personal atau Sosial.

2. Peserta didik yang tidak mempunyai motivasi kuat dalam pembelajaran bahasa

Arab, atau latar belakang peserta didik dalam pemahaman bahasa Arab.

3. Materi ajar yang kurang relevan lagi dengan kebutuhanyang ada bagi peserta

didik.

4. Sarana dan prasarana yang kurang memadai dan mendukung dalam proses

pembelajaran bahasa Arab

5. Guru hanya banyak menekankan teori dan pengetahuan bahasa dibanding

keterampilan berbahasa.
38

6. Bahan pelajaran tidak relevan dengan kebutuhan siswa baik secara lisan

ataupun tulisan.tetapi Banyak berkisar pada pembahasan tentang unsur-unsur

bahasa seperti: Fonologi, Morfologi, dan sintaksis, serta kurang aflikatif dalam

menggunakan unsur – unsur bahasa tersebut.

7. Proses pembelajaran lebih banyak didominasi oleh guru, kurang memberikan

kesempatan kepada peserta didik untuk berperan aktif.

8. Struktur Bahasa dibahas secara terpisah, kurang integratif dan kurang

menekankan kenbermaknaan, struktur bahasa yang diajarkan lepas dari konteks

sosial budayanya.

9. Sistem penilaian lebih banyak menekankan asfek kognitif, dan tidak menuntut

keterampilan bahasa secara integrati .(Hidayat, 2012:87)

Menurut Yayan Nurbayan (2008) para pembelajar sering menemukan

beberapa kendala dalam mahārah qirā’ah (membaca). Kesulitan-kesulitan

tersebut antara lain:

1. Huruf-huruf Zaidah (tambahan). Dalam beberapa tempat pada tulisan Arab

terdapat huruf-huruf yang ada dalam tulisan akan tetapi tidak dibaca. Seperti alif

pada kata-kata ( ‫ )ذهبوا‬atau wawu pada kata ( ‫)عمرو‬. Huruf-huruf tersebut kadang-

kadang dapat mempersulit para pembelajar ketika mereka membacanya.

2. Huruf-huruf yang diganti (maqlub). Ada beberapa huruf yang ada dalam

tulisan, akan tetapi tidak dibaca. Bahkan harus ditukarkan kepada huruf lain sesuai

dengan aturan yang berlaku. Seperti huruf lam sebelun huruf-huruf Syamsiah.

Huruf lam tersebut wajib ditukarkan dengan bunyi yang sama dengan huruf

sesudahnya. Kemudian bunyi kedua huruf tersebut diidghamkan bersama-sama,


39

seperti pada kata (‫)الشمس‬. Sebagian para pembelajar kadang-kadang membaca kata

di atas dengan membaca huruf lam tanpa menggantinya dengan syin.

3. Bunyi-bunyi sulit. Kebanyakan para pembelajar mengalami kesulitan ketika

mereka mengucapkan sebagian huruf-huruf Arab, khususnya bunyi-bunyi tibaq (‫ك‬

‫)خ غ‬, bunyi-bunyi halaq ( ‫)ق ح ع‬, bunyi-bunyi mufakhkhamah ( ‫)ص ض ط ظ‬.

Kesulitan-kesulitan ini tampak ketika mereka membaca nyaring. Sedang ketika

mereka membaca dalam hati tidak kelihatan.

4. Arah bacaan. Kebanyakan bahasa di dunia ditulis dari arah kiri menuju arah

kanan. Sedangkan bahasa Arab ditulis dan dibaca dari arah kanan menuju arah

kiri. Apabila seorang pembelajar berbahasa Ibu dengan bahasa model pertama

maka dia akan menemukan kesulitan untuk membiasakan membaca sesuai dengan

arah yang berlaku pada bahasa kedua. Akan tetapi hal itu sebenarnya bukanlah

masalah yang sulit. Para pembelajar hendaklah cepat-cepat bisa mengatasi

masalah ini dan membiasakan mata serta gerakannya sesuai dengan situasi baru

dan arah baru.

5. Kelambatan membaca. Sebagian para pembelajar menghadapi masalah dalam

kecepatan membaca. Mereka membaca dengan sangat lambat sekali. Seakan-akan

mereka membaca huruf per huruf, suku kata per suku kata, atau kata demi kata.

Padahal seharusnya mereka membacanya dengan potongan yang lebih panjang

tentunya dengan memahami apa yang dibacanya. Karena tujuan utamanya

adalahmembaca dengan cepat disertai dengan pemahaman yang tinggi.

6. Membaca nyaring. Sebagian pembelajar ada yang tidak bisa membaca dalam

hati. Ketika diwajibkan membaca, dari mereka terdengar bisikan atau terlihat
40

lidahnya digerak-gerakan, atau bahkan mereka membacanya dengan nyaring. Hal

ini tidak bisa dinamakan membaca dalam hati. Pembelajar yang tidak bisa

membaca dalam hati biasanya termasuk pembaca yang lambat. Dan kita ketahui

bahwa dengan mengeraskan bacaannya dapat mengurangi tingkat keterfahaman.

7. Pengulangan bacaan. Sebagian pembaca ada yang mengulang-ngulang kata

atau baris yang dibacanya. Pengulangan tersebut biasanya untuk memantapkan

suatu kata atau maksud atau hubungannya. Hal ini bisa ditolerir selama dalam

batas yang diperbolehkan. Pengulangan tersebut dapat mengakibatkan lambatnya

membaca.

8. Terlalu lama memandang suatu bacaan. Sebagian pembaca kadang-kadang

terlalu lama dalam memandang suatu bacaan. Mereka tidak langsung melihat pada

bacaan berikutnya dengan cepat. Hal ini dapat mengakibatkan pemborosan waktu

dan lambatnya bacaan.

9. Sempitnya jangkauan pandangan. Sebagian pembaca ada yang sempit

jangkauan bacaannya ketika membaca. Yang dimaksud dengan jangkauan

pandangan di sini adalah jumlah kata-kata yang dapat ditangkapnya pada sekali

pandangan. Kita bisa menamakannya dengan sebutan “ daya jelajah mata “.

Semakin bertambah kemampuannya akan semakin cepat dalam membacanya.

10. Kosa kata . Pembaca kadang-kadang juga menemukan kesulitan lain berupa

kosa kata yang tidak biasa mereka temukan dalam teks bacaan. Hal ini dapat

menyulitkan mereka dalam memahami maksud dari bacaan tersebut.

Dengandemikian, guru harus membantu para pembelajar dalam mengatasi


41

kesulitan ini dengan mempersiapkan mereka terlebih dahulu, yaitu dengan

membaca teks baru serta mengajarkan kosa kata baru pada mereka.

BAB III
42

METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam upaya mencari dan mengumpulkan data yang akurat, maka

penelitian yang penulis lakukan merupakan penelitian yang menggunakan

penelitian kualitatif, dengan pendekatan deskriptif. Menurut Denzin dan Lincoln

(Nusa, 2013:62) penelitian kualitatif merupakan fokus perhatian dengan beragam

metode yang mencakup pendekatan interpretif dan naturalistik terhadap subjek

kajiannya. Hal ini berarti bahwa para peneliti kualitatif mempelajari benda-benda

di dalam konteks alaminya yang berupaya untuk memahami atau menafsirkan

fenomena dilihat dari sisi makna yang dilekatkan manusia(peneliti) kepadanya.

Pendekatan deskriptif adalah pendekatan yang berusaha untuk menuturkan

pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data yang ada, jadi ia juga

menyajikan data, menganalisis dan menginterpretasi(Narbuko dan

Achmadi,2007:44).

Jadi dapat disimpulkan penelitian kualitatif adalah penelitian yang

dilakukan oleh seorang peneliti secara langsung untuk mendapatkan data yang

berkaitan dengan penelitian. Selain mencari data yang berkaitan dengan

penelitian, peneliti juga menganalisa secara bersamaan. Oleh karena itu peneliti

menggunakan pendekatan deskriftif. Dimana peneliti akan mendeskripsikan data

penelitian yang berkaitan dengan penggunaan Metode Qowā’id Wa

Tarjamahdalam pembelajaran mahārah qirā’ah bahasa Arab pada santri di

Pondok Pesantren Hidayatul Falah Tanjung Jabung Timur Tahun 2019.


43

3.2. Kehadiran Peneliti

Kehadiran seorang peneliti dalam lokasi penelitian sangatlah penting.

Peneliti bertugas sebagai instrumen yang mengumpulkan data yang berkaitan

dengan judul penelitian. Dalam mengumpulkan data, peneliti sudah menyiapkan

berbagai pertanyaan yang akan diajukan kepada pihak yang bersangkutan dengan

penelitian ini.

Seorang peneliti dalam kehadirannya sebagai seorang peneliti harus

memahami, menilai, menelaah dan tanggap dengan situasi yang ada dilapangan.

Dengan begitu peneliti bisa membedakan berbagai data yang telah diambil dengan

menggunakan metode observasi, wawancara maupun dokumentasi. Semuanya

dikumpulkan menjadi satu menjadi data yang lengkap demi tercapainya tujuan

hadirnya peneliti di lapangan.

Kehadiran seorang peneliti di lapangan sangatlah penting. Karena data

yang didapat haruslah dari peneliti itu sendiri. Jika data yang telah dikumpulkan

ternyata tidak sesuai dengan keadaan dilapangan, maka dapat dipastikan peneliti

tidak hadir di lapangan. Kevalidan suatu data tergantung dari hadirnya peneliti di

lapangan.

3.3. Lokasi Penelitian


44

Peneliti melakukan penelitian di Pondok Pesantren Hidayatul Falah Sk. 14

Desa Bandar Jaya Kel.Bandar Jaya Kec.Rantau Rasau Kab.Tanjung Jabung Timur

Prov.Jambi.

3.4. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan selama 2 (dua) bulan pada semester genap

tahun ajaran 2018/2019, adapun rancangan penelitian yang akan dilaksanakan

adalah sebagai berikut.

Tabel 1. Jadwal Rancangan Penelitian

No Jenis Kegiatan Jadwal Pelaksanaan

1 Pengajuan Judul Proposal Skripsi 11 Februari 2019

2 Penyusunan Laporan Skripsi 12 Februari- 22 Maret 2019

3 Seminar Proposal Skripsi 1 April 2019

4 Penelitian Lapangan April-Mei 2019

5 Penyusunan Hasil Penelitian Juni 2019

6 Finalisasi Skripsi Juni 2019

7 Sidang Skripsi Juli 2019

)Jadwal ini dapat berubah sewaktu-waktu*(

3.5. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah peneliti sendiri. Sedangkan objek dari penelitian

ini adalah pimpinan Pondok Pesantren, Wakil Pimpinan, Guru dan Santri di

Pondok Pesantren Hidayatul Falah.

3.6. Jenis dan Sumber Data


45

3.3.1. Jenis data

Untuk memudahkan pengumpulan data yang penulis lakukan dalam

penulisan ini, maka penulis menggunakan jenis data:

1) Data Primer

Data primer adalah data yang berasal dari sumber asli atau

pertama. Data ini tidak tersedia dalam bentuk terkompilasi ataupun

dalam bentuk file. Data ini harus dicari melalui narasumber atau dalam

istilah teknisnya responden, yaitu orang yang kita jadikan objek

penelitian atau orang yang kita jadikan sebagai sarana mendapatkan

informasi ataupun data.

Orang yang peneliti jadikan data primer adalah Pemimpin Pondok

Pesantren, Wakil Pimpinan Pondok Pesantren, Guru dan Murid.

Dalam hal ini penulis mencari dan mengumpulkan data yang

berkenaan dan langsung berkaitan dengan pokok permasalahan dalam

penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana proses penggunaan Metode Qowā’id Wa

Tarjamahdalam pembelajaran mahārah qirā’ah bahasa Arab pada

santri di Pondok Pesantren Hidayatul Falah Tanjung Jabung Timur

Tahun 2019?

2. Apa saja kendala guru dalam menerapkan Metode Qowā’id Wa

Tarjamahdalam pembelajaran mahārah qirā’ah bahasa Arab pada

santri di Pondok Pesantren Hidayatul Falah Tanjung Jabung Timur

Tahun 2019?
46

2) Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang sudah tersedia sehingga kita

tinggal mencari dan mengumpulkan. Data sekunder biasanya digunakan

sebagai pendukung untuk memahami masalah yang akan diteliti. Data

sekunder bermanfaat sekali untuk memperjelas masalah dan menjadi

lebih operasional dalam penelitian karena didasarkan pada data sekunder

yang tersedia, kita dapat mengetahui komponen-komponen situasi

lingkungan yang mengelilinginya (Sarwono, 2006:123-125).

Data sekunder dalam penelitian ini meliputi, sejarah Pondok

Pesantren, letak pondok pesantren, keadaan di Pesantren, Struktur

organisasi, sarana dan prasarana, serta data yang berkaitan dengan

penelitian ini.

3.3.2. Sumber Data

Sumber data adalah semua informasi yang merupakan benda nyata,

sesuatu yang abstrak, peristiwa/gejala baik secara kuantitatif ataupun

kualitatif. Sumber data yang bersifat kualitatif didalam penelitian diusahakan

tidak bersifat subjektif, oleh karena itu perlu diberi peringkat bobot

(Sukandarrumidi, 2012:44).

Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah:

a. Pimpinan Pondok Pesantren


47

Adapun data yang akan diperoleh dari sumber data ini adalah data

yang menyangkut latar belakang berdirinya Pondok Pesantren Hidayatul

Falah Tanjung Jabung Timur.

b. Guru Bahasa Arab

Adapun persoalan yang menyangkut sumber data ini adalah data

yang berkaitan dengan penggunaan metode Qowā’id Wa Tarjamahdalam

pembelajaran mahārah qirā’ah bahasa Arab dan untuk mengetahui upaya-

upaya yang dilakukan guru dalam mempermudah pemahaman siswanya.

c. Dokumen-Dokumen

Dalam persoalan ini yang menyangkut sumber data adalah hal-hal

yang berkaitan dengan :

1) Data keadaan dan jumlah santri Pondok Pesantren Hidayatul Falah

Tanjung Jabung Timur.

2) Data keadaan guru Pondok Pesantren Hidayatul Falah Tanjung

Jabung Timur.

3) Gambar Struktur Organisasi Pondok Pesantren Hidayatul Falah

Tanjung Jabung Timur dan data-data lainnya yang berkaitan dengan

dokumen sebagai sumber data.

3.7. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa macam teknik

pengumpulan data yaitu:


48

3.7.1. Metode Observasi

Menurut Sutrisno Hadi (Sugiyono, 2015:145) mengemukakan

bahwa observasi merupakan suatu prose yang kompleks, suatu proses yang

tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Sedangkan menurut

Semiawan (2010: 112) observasi adalah bagian dalam pengumpulan data.

Observasi berarti mengumpulkan data langsung dari lapangan.

Pada observasi ini, peneliti melihat dan mengamati langsung

bagaiman penggunaan metode Qowā’id Wa Tarjamahdalam pembelajaran

mahārah qirā’ah pada santri di pondok pesantren Hidayatul Falah.

3.7.2. Metode Wawancara

Wawancara adalah proses tanya-jawab dalam penelitian yang

berlangsung secara lisan dalam mana dua orang atau lebih bertatap muka

mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-

keterangan (Narbuko dan Achmadi, 2007:83).

Menurut Semiawan (2010:116) wawancara dilakukan untuk

mendapatkan informasi, yang tidak dapat diperoleh melalui observasi atau

kuesioner. Tidak semua data dapat diperoleh dengan observasi. Oleh karena

itu peneliti harus mengajukan pertanyaan kepada partisipan. Pertanyaan

sangat penting untuk menangkap persepsi, pikiran, pendapat, perasaan orang

tentang suatu gejala, peristiwa, fakta atau realita.

Jadi dapat disimpulkan bahwa wawancara adalah proses tanya

jawab antara dua orang secara lisan dimana keduanya saling berhadapan
49

secara langsung untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan tema

pembicaraan.

Teknik wawancara difokuskan peneliti untuk menggali dan

memperoleh data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Wawancara

dilakukan dengan pimpinan Pondok Pesantren, dan juga guru-guru bidang

studi Bahasa Arab, dan beberapa orang santri yang memungkinkan dapat

memberikan informasi yang valid terkait penggunaan metode Qowā’id Wa

Tarjamah dalam pembelajaran mahārah qirā’ah pada santri di Pondok

Pesantren Hidayatul Falah.

3.7.3. Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi merupakan sarana pembantu peneliti dalam

mengumpulkan data atau informasi dengan cara membaca surat-surat,

pengumuman, iktisar rapat, pernyataan tertulis kebijakan tertentu dan

bahan-bahan tulisan lainnya (Sarwono, 2006:225). Dokumen yang didapat

bisa berupa tulisan, gambar, atau karya-karya dari seseorang. Metode ini

peneliti gunakan untuk mencari data yang berkenaan dengan profil Pondok

Pesantren Hidayatul Falah dan juga data-data seperti catatan-catatan penting

yang berkaitan dengan penggunaan metode Qowā’id Wa Tarjamah dalam

pembelajaran mahārah qirā’ah pada santri di Pondok Pesantren Hidayatul

Falah.

3.8. Teknik Sampling

Teknik sampling adalah teknik pengambilan sampel. Sampel yang baik

adalah sampel yang dapat mewakili sebanyak mungkin karakteristik suatu


50

populasi. Namun pada penelitian kualitatif, ukuran sampel bukanlah hal yang

paling utama atau nomor satu dalam suatu penelitian, karena yang dipentingkan

adalah kekayaan informasi. Walau jumlah sampelnya sedikit tetapi kaya akan

informasinya, maka sampel akan lebih bermanfaat. Dalam penelitian ini

populasinya adalah para santri yang belajar di bahasa Arab serta guru yang

mengajar di Pondok Pesantren Hidayatul Falah. Dalam penelitian ini teknik

sampling yang digunakan adalah Purposive Sampling dan Snowball Sampling.

PurposiveSampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan

tertentu, seseorang di ambil sebagai sampel karena menurut peneliti orang tersebut

memiliki informasi yang diperlukan peneliti. Sedangkan Snowball Sampling

adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian

membesar. Ibarat bola salju yang menggelinding lama-lama menjadi besar.

(Sugiyono, 2015: 81-86).

Pada mulanya peneliti menggunakan PurposiveSampling yakni dengan

melakukan wawancara dengan informan yang sesuai dengan kriteria yang telah

ditentukan, yaitu guru yang mengajar bahasa Arab. Guru ditetapkan sebagai

informan utama karena dianggap menguasai dan dekat dengan situasi yang

menjadi fokus penelitian. Dan dari informan utama tersebut selanjutnya

dikembangkan untuk mencari informan lain dengan teknik bola salju (Snowball

Sampling). Dalam hal ini informan lain adalah para santri yang belajar bahasa

Arab. Pertama-tama informan utama yaitu guru akan memilih satu atau dua orang

yang dianggap sesuai kriteria penelitian peneliti. Tetapi karena dengan dengan dua

orang ini peneliti belum merasa lengkap terhadap data yang diberikan, maka
51

peneliti mencari santri lain yang dipandang lebih tahu dan dapat melengkapi data

yang diberikan oleh dua orang sebelumnya. Begitu seterusnya, sehingga jumlah

sampel semakin banyak. Teknik ini digunakan untuk mencari informan secara

terus menerus dari satu informan ke informan lain sehingga data yang diperoleh

dianggap telah jenuh atau jika data tidak berkembang lagi dan sudah valid.

3.9. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data

yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain,

sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada

orang lain (Sugiyono, 2015:244).

Hal yang harus kita lakukan ketika menganalisis menurut pengertian ini

adalah data diurutkan, dikelompokkan sesuai dengan pola, kategori, dan

satuannya. Dengan aktivitas analisis, diharapkan dapat menemukan kaidah-kaidah

atau aturan-aturan (Muhammad, 2011:221).

Penelitian kualitatif menggunakan analisis data secara induktif. Analisis

data secara induktif ini digunakan karena bebrapa alasan diantaranya proses

induktif lebih dapat menemukan kenyataan-kenyataan jamak sebagai yang

terdapat dalam data (Moleong, 2014:10).

Dengan demikian, maka dalam penelitian peneliti menggunakan analisa

data induktif dengan mengolah data yang ada kaitannya dengan penggunaan

metode Qowā’id Wa Tarjamah dalam pembelajaranmahārah qirā’ahpada santri di

Pondok Pesantren Hidayatul Falah.


52

3.10. Keabsahan Data

Setelah peneliti melakukan analisis terhadap data terkumpul, maka

langkah selanjutnya adalah menguji kredibilitas data yang tujuannya adalah untuk

mengetahui apakah data yang diperoleh itu sesuai dengan keadaan lapangan

(lokasi penelitian).

Menurut Moleong (2014:320-321)) yang dimaksud dengan keabsahan data

adalah bahwa setiap keadaan harus memenuhi:

1) Mendemonstrasikan nilai yang benar,

2) Menyediakan dasar agar hal itu dapat diterapkan,

3) Memperbolehkan keputusan luar yang dapat dibuat tentang konsistensi

dari prosudernya dan kenetralan dari temuan dan keputusan-

keputusannya.

Adapun langkah-langkah yang akan dilalui dalam pengecakan data adalah

sebagai berikut :

3.10.1. Triangulasi

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain. Diluar data itu untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi

yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya

(Moleong, 2014:330)

Menurut Susan Staiback (dalam Sugiyono, 2015:241) tujuan dari

triangulasi bukan untuk mencari kebenaran tentang beberapa fenomena,


53

tetapi lebih pada peningkatan pemahaman peneliti terhadap apa yang telah

ditemukan.

Menurut Patton yang dikutip dari Moelong (2014:330-331)

triangulasi berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan

suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat berbeda dalam

penelitian kualitatif, hal itu dapat dicapai dengan:

1.Membandingkan hasil pengamatan dengan data hasil

wawancara;

2.Membandingkan dengan apa yang dikatakan orang di depan

umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi;

3.Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang

situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang

waktu;

4.Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan

berbagai pendapat dan pandangan orang;

5.Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen

yang berkaitan.

Berdasarkan teknik diatas, maka dimaksudkan untuk mengecek

kebenaran dan keabsahan data yang diperoleh dilapangan yaitu tentang

analisa data induktif dengan mengolah data yang ada kaitannya dengan

penggunaan metode Qowā’id Wa Tarjamah dalam pembelajaran mahārah

qirā’ah pada santri di Pondok Pesantren Hidayatul Falah. Dari sumber hasil

observasi, wawancara, dan dokumentasi sehingga dapat dipertanggung


54

jawabkan keseluruhan data yang diperoleh dilapangan dalam penelitian

tersebut.

3.10.2. Pemeriksaan Kawan Sejawat

Pemeriksaan kawan sejawat ini dilakukan dengan jalan berdiskusi

dengan teman-teman yang sedang melakukan kegiatan serupa yaitu sama-

sama sedang melakukan penyusunan skripsi untuk menilai, memberikan

komentar dan memberikan masukan, kritik dan saran terhadap kekurangan

yang terdapat dalam penelitian ini, dan untuk memperbaiki kesalahan-

kesalahan yang terdapat pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti.

BAB IV
55

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Temuan Umum Penelitian

4.1.1. Keadaan Historis dan Geografis

Pondok Pesantren Hidayatul Falah didirikan pada bulan Agustus tahun

1998 oleh Kyai Maghfurin Mubaid di Palembang, di daerah Desa Cinta Damai

Sei Lilin Muba Palembang. Awalnya pondok pesantren ini hanya terdiri atas

sebuah bangunan kecil, dan santrinya hanya terbatas dari kampung sekitar.

Penamaan pesantren belum menjadi Pondok Pesantren Hidayatul Falah waktu itu,

tetapi masih Tempat Belajar Al-Hidayat.

Pengakuan masyarakat atas kehadiran Kyai merupakan modal dasar bagi

berdirinya pondok pesantren, Kyai Maghfurin dengan kewibawaan dan kedalaman

ilmu yang dimiliki melakukan pembinaan terhadap masyarakat dilingkungan Desa

Cinta Damai dalam rangka amar ma'ruf nahi munkar, mendorong hasrat

masyarakat untuk datang dan belajar agama padanya. Khususnya kaum remaja di

yang haus akan ilmu, terutama ilmu agama. Mereka pun mendatangi Kyai

Maghfurin untuk belajar padanya.

Dalam kurun waktu yang relatif singkat, banyak santri berdatangan untuk

belajar memperdalam ilmu pada kyai, baik laki-laki maupun perempuan. Maka

bangunan pun diperluas sedikit agar mampu menampung para santri yang belajar

di sana. Dan secara resmi tempat belajar itu dinamakan Tempat Belajar Al-

Hidayat.
56

Pada tahun 2001, Kyai Maghfurin memutuskan untuk berpindah tempat di

daerah orang tuanya yaitu di Desa Bandar Jaya Kecamatan Rantau Rasau

Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi dan membangun pondok

pesantren disana. Hanya saja waktu itu pondok pesantren belum dibangun di Sk

14 namun di Sk 16. Kendati demikian masih berada dalam satu desa. Sang Kyai

mengajak para santrinya yang telah belajar padanya selama dua tahun ini untuk

mengikutinya ke Jambi. Akhirnya sang kyai dan para santri pun berpindah ke

Jambi dan bersama-sama membangun pesantren disana. Masyarakat pun

menerima sang kyai bersama para santrinya untuk mendirikan pesantren, dan

membantu proses pembangunannya. Maka dibangunlah rumah sang kyai, 3

asrama putra dan Putri, dapur santri dan WC. Sedangkan untuk masjidnya sendiri

masih menggunakan masjid milik masyarakat Sk 16 Desa Bandar Jaya untuk

beribadah.

Seiring perjalanan waktu, pesantren itu semakin berkembang. Santrinya

bukan hanya berasal dari daerah Palembang saja, tetapi masyarakat di desa

Bandar Jaya. Dan ketika sudah nyata hasil dari pembangunan pesantren tersebut,

maka pesantren itu pun berganti nama menjadi Pondok Pesantren Darul Hikam 3

(tiga) Pintu. Dinamakan 3 pintu karena pada waktu itu kamar santri hanya ada 3

saja.

Pada tahun 2003, masyarakat Sk 14 Desa Bandar Jaya mewakafkan sebuah

tanah seluas 2 hektare kepada kyai Maghfurin untuk dibangun pesantren yang

lebih luas. Mengingat santri semakin banyak dan bangunan tidak memadai lagi

setelah tiga tahun, maka sang Kyai pun menerima tanah wakaf tersebut dan
57

berpindah ke Sk 14 Desa Bandar Jaya pada tanggal 27 September 2003 untuk

memperluas pesantren tersebut. Maka dimulailah kembali pembangunan

pesantren tersebut dari awal lagi. Dibangunlah rumah sang kyai, 5 kamar santri

putra dan 3 kamar santri Putri, dapur santri putra dan Putri. Jadilah pesantren

tersebut berdiri di atas tanah wakaf warga, dan secara resmi pula nama pesantren

tersebut berubah kembali menjadi Pondok Pesantren Hidayatul Falah hingga

sekarang.

Pada waktu lima tahun (1998-2003) santri yang mondok di Pondok

Pesantren Hidayatul Falah semakin banyak dan sistem pembelajarannya dirasa

kurang, maka pada tahun 2004 dibangunlah Madrasah Diniyah. Adapun waktu

pembelajarannya pada malam hari setelah sholat isya. Hal ini mengingat penting

nya pendidikan, terutama ilmu agama bagi santri. Ketika itu lokasi sekolahnya

masih berada di pelataran kamar, mengingat masih minimnya bangunan.

Pada tahun 2005 dibangun lagi bangunan yaitu mushola, kelas untuk santri

putra dan Putri, 2 kamar Putri dan koperasi. Adapun penambahan bangunan

tersebut dikarenakan karena semakin banyaknya santri yang belajar di pondok

tersebut. Santri yang belajar disana banyak yang berasal dari luar daerah seperti

Kec. Geragai, Sungai Gelam, dan lain-lain.

Untuk memperkuat keberadaan pondok pesantren sebagai lembaga

pendidikan sekaligus sebagai lembaga sosial kemasyarakatan, maka pada tahun

2005 pondok pesantren Hidayatul Falah diresmikan. Akan tetapi untuk pengakuan

dari pemerintah sendiri baru terlaksana pada tahun 2015. Hal ini dibuktikan pada
58

tanggal 03 Juni 2015 diresmikan oleh Kepala Kantor Kementerian Agama

Kabupaten Tanjung Jabung Timur yaitu Bapak Drs. H. M. Omar, M. H. I dengan

memberikan Nomor Statistik Pondok Pesantren yaitu 510015070005. Dan

akhirnya pada tahun 2019 sudah banyak santri yang mondok di P.P.Hidayatul

Falah sejumlah 132 orang. Pesantren tersebut masih berjalan dengan baik hingga

sekarang.

Secara geografis (berdasarkan observasi yang dilakukan pada tanggal 09

Mei 2019) Pondok Pesantren Hidayatul Falah Tanjung Jabung Timur berada di

Jln.Pattimura Sk. 14 Kel.Bandar Jaya Kec.Rantau Rasau Kab.Tanjung Jabung

Timur Provinsi Jambi.

Adapun batas-batas Bangunan Pondok Pesantren Salafiyyah Wa

Qur'aniyyah Hidayatul FalahTanjung Jabung Timur sebagai berikut:

Utara : berbatasan dengan desa Bangun Karya

Selatan : berbatasan dengan desa Marga Mulia

Timur : berbatasan dengan desa Rantau Rasau 2

Barat :berbatasandengandesaHarapanMakmur

4.1.2. Profil Pesantren

a. Identitas Pesantren
59

Pondok Pesantren Salafiyyah Wa Qur'aniyyah Hidayatul Falah Tanjung

Jabung Timur (berdasarkan dokumentasi pada tanggal 09 Mei 2019)

Nomor Statistik Pesantren : 510015070005


Nama Pesantren : Pesantren Salafiyyah Wa Qur'aniyyah
Hidayatul Falah
Alamat : Jl.Pattimura
Desa/Kelurahan : Bandar Jaya
Kecamatan : Rantau Rasau
Kabupaten : Tanjung Jabung Timur
Provinsi : Jambi
No.Telp : 081366138995
Kode Pos : 36572
Status Pesantren : Swasta
Didirikan : 27 September 2003
Diresmikan : 27 Mei 2005
4.1.3. Struktur Organisasi

Menurut Ivancevich (Fianda dkk, 2014:1-2) struktur organisasi adalah

rancangan dari pemimpin organisasi sehingga mampu menentukan harapan-

harapan mengenai apa yang akan dilakukan individu-individu dan kelompok-

kelompok tersebut dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi.

Pondok Pesantren atau lembaga akan lancar dalam operasionalnya bila

ditopang dengan struktur organisasi yang baik dimana masing-masing bekerja

sesuai bidang dan profesinya. Adapun struktur organisasi Pondok Pesantren

Hidayatul Falah tahun 2019 (berdasarkan dokumentasi pada tanggal 09 Mei

2019) adalah sebagai berikut:


60

Struktur Organisasi Pondok Pesantren Hidayatul Falah Tanjung Jabung


Timur

Tahun 2018-2019

Pengasuh

Kepala Madrasah Diniyah Ketua Pondok


(Madin)

Guru Santri

Santri

Keterangan

Pengasuh : Kyai Maghfurin Mubaid

Kepala Madin : Kyai Abdul Wahid

Ketua Pondok : Amaruddin

Guru : berjumlah 32 orang yaitu 27 guru putra dan 5

guru putri

Santri : berjumlah 132 orang yaitu Putra 76 orang dan

Putri 56 orang

4.1.4. Keadaan Guru dan Santri

a. Keadaan Guru
61

Keadaan guru di Pondok Pesantren Hidayatul Falah dapat digolongkan

baik dan berkualitas. Hal ini dikarenakan guru-guru yang mengajar hampir

semuanya lulusan pondok pesantren. Keilmuwan dalam bidang agama yang

membuat perubahan pada diri santri tidak diragukan lagi. Baik untuk

pembelajaran maupun diri pribadi santri.

Dalam melaksanakan proses belajar mengajar peranan pengajar (guru)

sangat dominan. Oleh karena itu kualitas dan dedikasinya sangat diperlukan

agar tujuan pengajaran dapat dicapai. Proses belajar mengajar dalam suatu

pondok pesantren tidak akan berjalan lancar tanpa adanya guru. Dalam hal ini

tenaga pengajar di Pondok Pesantren Hidayatul Falah Tanjung Jabung Timur

yaitu sebagai berikut :

Tabel 1.2 : Data Guru Pondok Pesantren Hidayatul Falah

Tanjung Jabung Timur Tahun 2018/2019

No Nama Pendidikan Akhir Mengajar


1. Kyai Maghfurin Mubaid P.P.Al Falah Ploso, Tafsir Jalalain, Fathul
Kediri Qarib, Ta'lim
Muta'alim, Bahasa
Arab, Tanbihul
Muta'alim, Risalatul
Mahid
2. Kyai Abdul Wahid P.P.Al Falah Ploso, Jurumiyyah, Imrithi,
Kediri Al-Fiyah Ibnu Malik,
Amtsilah Tasrifiyyah,
Bahasa Arab.
3. Ustadz M. Nurhadi P.P.Al Hidayat Tauhid, Shorof
62

Krasak, Demak Isthilahi, B. Arab


4. Ustadz Abdul Rohim P.P.Al Falah Ploso, Jurumiyyah, Imrithi,
Kediri Bahasa Arab
5. Ustadz Syamsuri P.P.Al-Hidayat Tuhfatul Atfal,
Krasak, Demak Syifaul Jinan,
Mabadil Fiqih
6. Ustadz Mustaghfirin P.P.Al-Hidayat Kholasoh, Shorof,
Krasak, Demak Fiqih
7. Ustadz Muharom MTsS Rahmaniyyah, Tijan Darori, Tuhfatul
Tanjung Jabung Atfal, Jazariyah
Timur
8. Ustadz Ali Imron Rosyadi P.P.Al Falah Ploso, Akhlaqul Banin,
Kediri Jazariyah
9. Ustadz Muhalim Rusydi P.P.Al Falah Ploso, Syifaul Jinan
Kediri
10. Ustadz Supiyun P.P.Hidayatul Falah Jurumiyyah
11. Ustadz Ali Imron P.P.Jeragung, Syifaul Jinan,
Purwodadi Jurumiyyah,
Jazariyyah, Bahasa
Arab
12. Ustadz Syafi'i P.P.Al-Hidayat Mabadil Fiqih
Krasak, Demak
13. Ustadz Budiono P.P.Al-Hidayat Risalatul Mahid,
Krasak, Demak Shorof
14. Ustadz Asrofi P.P.Lirboyo, Kediri Tijan Darori,
Jawahirul
Kalamiyyah
15. Ustadz Ali Hanafi P.P.Mambaul Islah, Arba'in Nawawi,
Jember Jurumiyyah, Tijan
Darori
16. Ustadz Ahmad Abdul P.P.Hidayatul Falah, Syifaul Jinan,
63

Rosid Tanjung Jabung Tuhfatul Atfal,


Timur Bahasa Arab, Nahwu
17. Ustadz Rafiqul Anwar P.P.Attauhidiyah, Tijan Darori, Tuhfatul
Tegal Atfal,, Kholasoh,
Jurumiyyah
18. Ustadz Suprapto P.P.Lirboyo, Kediri Akhlak, Bahasa Arab,
Tanbih, Alala
19. Ustadz Nasruddin P.P.Al Hidayat Tanbihul Muta'alim,
Krasak, Demak Mabadil Fiqih
20. Ustadz Masduki SMAN 1 Tanjung Aqidatul Awam,
Jabung Timur Alala
21. Ustadz Nawawi P.P.Lirboyo, Kediri Bahasa Arab, Sulam
Taufik
22. Ustadz Akrom P.P.Kamulan, Jawa Jurumiyyah
Timur
23. Ustadz Ajat Sudrajat P.P. Mabadil Fiqih
24. Ustadz Abdul Aziz P.P.Hidayatul Falah, Aqidatul Awam,
Tanjung Jabung Shorof
Timur
25. Ustadz Nur Rohim P.P.Hidayatul Falah, Arba'in Nawawi,
Tanjung Jabung Mabadil Fiqih
Timur
26. Ustadz Suwanto P.P.Hidayatul Falah, Alala
Tanjung Jabung
Timur
27. Ustadz Arsyad Fuadi P.P.Hidayatul Falah, Aqidatul Awam
Tanjung Jabung
Timur
28. Ustadzah Atik Nurul P.P.Hidayatul Falah, Sifaul Jinan
Khasanah Tanjung Jabung
64

Timur
29. Ustadzah Lasnah Khanifah P.P.Hidayatul Falah, Sifaul Jinan
Tanjung Jabung
Timur
30. Ustadzah Uswatun P.P. Al-Badriyah, Tajwid
Khasanah Meranggen
31. Ustadzah Iin Fatimah P.P. Al-Badriyah, Aqidatul Awam
Meranggen
32. Ustadzah Umi P.P. Rowosari, Tahfidz Al-qur'an
Muthomimah Meranggen
(Dokumentasi, tanggal 09 Mei 2019)
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti selama terlibat didalam lokasi

penelitian, peneliti menemukan bahwa walaupun masing-masing guru sudah

diberi tugas mengajar mata pelajaran sebagaimana terlihat dalam tabel diatas,

namun mekanisme cara kerja mereka masih bersifat kekeluargaan. Bila salah

seorang guru tidak bisa hadir untuk mengajar di kelas maka guru lain bersedia

untuk menggantikannya pada waktu itu. Dengan begitu proses belajar mengajar

tetap berjalan dengan lancar.

Sedangkan yang menjabat sebagai Kepala Madrasah Diniyah Pondok

Pesantren Hidayatul Falah adalah sebagai berikut:

1. Kyai Abdul Wahid (2004-2019)

Berdasarkan wawancara dengan pimpinan pondok pesantren Hidayatul

Falah pada tanggal 9 Mei 2019 yaitu Kyai Maghfurin Mubaid, beliau

mengungkapkan bahwa alasan dipilihnya Kyai Abdul Wahid sebagai Kepala

Madrasah Diniyah dari tahun 2004 hingga sekarang dan tidak diganti oleh

siapapun adalah karena kemampuan ilmunya yang lebih dari guru-guru yang
65

lainnya. Dan juga beliau adalah guru yang paling tua dan dihormati di pondok

pesantren Hidayatul Falah.

b. Keadaan Santri

Salah satu komponen penting dalam belajar mengajar selain guru adalah

peserta didik. Dalamwilayahpondok pesantren disebut dengan santri. Santri

merupakan pokok permasalahan dan perhatian dalam proses pembelajaran. Jika

tidak ada santri maka kegiatan pembelajaran tidak akan terjadi. Karena

sejatinya tujuan pembelajaran adalah untuk membantu siswa dari yang tidak

tahu menjadi tahu.

Santri di pondok pesantren Hidayatul Falah tahun ajaran 2018/2019

berjumlah 132 orang , dengan santri putra berjumlah 76 orang dan santri putri

berjumlah 56 orang. Untuk proses pembelajarannya di Kelas Madrasah

Diniyah, kelas santri putra dan putri dipisah. Hal ini dimaksudkan untuk

menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Kelas putra dibagi menjadi 6 kelas

dan kelas putri dibagi menjadi 6 kelas pula. Adapun untuk lebih jelasnya

keadaan santri di pondok pesantren dapat dilihat dari tabel 1.3 berikut ini.

Tabel 1.3 Keadaan Santri di pondok pesantren Hidayatul Falah

Tahun Ajaran 2018/2019

Kelas Untuk Putra Untuk Putri Jumlah


1 16 9 25
66

2 13 12 25
3 9 5 14
4 9 8 17
5 15 14 29
6 14 8 22
Jumlah 76 56 132
(Dokumentasi, tanggal 09 Mei 2019)
Dalam struktur organisasi santri di pondok pesantren Hidayatul Falah di

pimpin oleh ketua pondok. Adapun fungsi adanya ketua pondok adalah agar

pimpinan pondok dapat mengetahui kegiatan santri melalui ketua pondok.

Ketua pondok itu sendiri hanya ada satu untuk ketua santri putra maupun santri

putri. Adapun yang pernah menjabat sebagai ketua pondok di pondok

pesantren Hidayatul Falah adalah sebagai berikut:

Tabel 1.4 Nama-nama ketua pondok pesantren Hidayatul Falah

Tahun 2000-2019

N Nama Tahun Jabatan


o
1. Muhalim Rusydi 2000-2010
2. Sodikin 2010-2014
3. Abdul Rasyid 2014-2016
4. Abdul Aziz 2017-2018
5. Suhadi 2017-2018
6. Amaruddin 2018-hingga sekarang
(Dokumentasi, tanggal 09 Mei 2019)
Dari tabel diatas dapat kita ketahui bahwa tahun jabatan ketua pondok di

pondok pesantren Hidayatul Falah ada yang lama jabatannya dan ada yang
67

sebentar. Hal ini pun diungkapkan oleh Pimpinan pondok pesantren Hidayatul

Falah yaitu Kyai Maghfurin Mubaid bahwa:

“Bedanya masa jabatan ketua pondok disini dikarenakan santri yang telah
terpilih sebagai ketua pondok ada yang mondoknya lama dan ada yang
sebentar. Jadi tidak bisa menyamakan masa jabatan antara ketua yang
lalu dengan yang selanjutnya”(Wawancarapimpinan pondok, 9 Mei
2019).
4.1.4. Sistem dan Waktu Pembelajaran

Sebagai lembaga pendidikan, pondok pesantren Hidayatul Falah Tanjung

Jabung Timur masih eksis mengikuti pola (sistem) salaf atau tradisonal

(berdasarkan dokumentasi pada tanggal 09 Mei 2019) yaitu menggunakan

rujukan kitab-kitab klasik yang populer dengan istilah kitab kuning. Kitab

kuning adalah karya para ulama Islam yang sangat terkemuka. Kitab ini muncul

sekitar zaman pertengahan (1250-1850). Kitab yang datang dari Madzhab Syafi'i

ini berisi beberapa materi pengajaran yang meliputi tata Bahasa Arab (Nahwu),

dan konjungsinya (sharaf), seni baca Al-Qur'an (qira'ah), tafsir Al-Qur'an, ilmu

tauhid, fiqih, akhlak, mantiq, sejarah, dan tasawuf. Adapun asal mula penamaan

"Kitab Kuning" adalah penamaan secara teknis saja, karena kitab tersebut

dicetak dalam kertas berwarna kuning.

Sistem pembelajaran yang diterapkan di Pondok Pesantren Hidayatul

Falah Tanjung Jabung Timur adalah sebagai berikut:

a. Sistem Pengajian yang meliputi : pengajian dengan sistem sorogan

dan bandongan dengan istilah lain Wethonan. Sistem Sorogan yaitu

pengajaran secara individual dimana santri santri menghadap secara

bergiliran kepada kyai/ustadz untuk membaca, menjelaskan atau


68

menghafal pelajaran yang diberikan sebelumnya dan bila santri

dianggap telah menguasai maka sang kyai/ustadz akan menambahnya

dengan materi baru dengan membacakan, mengartikan, memberi

penjelasan dan lain-lain.

Sedangkan Sistem Bandongan yaitu pengajaran secara kelompok,

dimana kyai/ustadz memberikan pengajaran kitab kuning dengan

membacakan kalimat demi kalimat, menerangkan dan mengupasnya

di depan para santri, dan setiap santri memperhatikan kitabnya

sendiri yang sama dengan kitab yang di baca kyai/ustadz dan

membuat catatan-catatan (baik arti maupun keterangan) tentang kata-

kata atau buah pikiran yang sulit.

b. Sistem Tradisional (Madrasah Salafiyah) yang meliputi Madrasah

Diniyah (Madin) untuk putra dan Putri. Madrasah ini dimulai pada

saat selesai sholat isya atau sekitar jam 20.00-22.00 WIB. Adapun

dibukan Ramadhan Madrasah Diniyah ini di mulai jam 20.30-22.30.

Hal ini dikarenakan pada saat jam 20.00 para guru dan santri masih

melaksanakan shalat tarawih. Sekolah ini ada 6 kelas.

c. Sistem Musyawarah atau Diskusi dimana para santri mengkaji

kembali dan membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan

pelajaran santri. Sistem ini dilaksanakan jam 14.00-15.00 WIB di

Mushola Pesantren. Sistem ini sangat berguna untuk santri. Santri

yang belum paham pelajaran yang telah dipelajari ketika dikelas, bisa

bertanya kepada temannya yang lebih paham, sehingga tidak


69

kebingungan ketika sudah melanjutkan pelajaran. Santri berdiskusi

sesuai dengan kelasnya. Jika dalam berdiskusi belum menemukan

jawaban, maka para santri bisa bertanya kepada kakak kelas mereka

yang lebih paham akan materi tersebut.

d. Sistem Pengajian Batsul Matsail yaitu suatu pengajian tentang Ilmu

Fiqih dengan pengkajinya adalah guru-guru di pondok pesantren

Hidayatul Falah. Sistem ini diikuti oleh para santri dan masyarakat

yang ada di sekitar pesantren.

Adapun untuk waktu pembelajaran di Pondok Pesantren Hidayatul Falah

secara umum menggunakan tahun pelajaran Hijriyah dimulai bulan syawal dan

akhir tahun pelajaran bulan sya'ban. Semua sistem pembelajaran di Pondok

Pesantren Hidayatul Falah menggunakan jadwal yang ditetapkan oleh kyai dan

pengurus. Untuk hari jum'at kegiatan pembelajaran dan pengajian diliburkan

kecuali kegiatan ekstra kurikuler, karena memandang hari jum'at merupakan

harinya ummat islam dimana setiap muslim secara keseluruhan menjalankan

sholat jum'at, dan hari jum'at dikenal dengan hari yang pendek, sehingga pada

hari tersebut kegiatan pembelajaran diliburkan dengan maksud efektifitas waktu

pembelajaran tidak terganggu.

Selain sistem pembelajaran yang disebutkan diatas, di pondok pesantren

Hidayatul Falah juga terdapat pendidikan ekstra kurikuler yaitu; khithabah

muhadharah atau latihan pidato ceramah agama, pencak silat, kaligrafi (seni tulis

al-qur'an), tilawatil qur'an dan Hadrah.


70

4.1.5. Sarana dan Prasarana

Pondok Pesantren Hidayatul Falah sebagai lembaga pendidikan,

sekaligus lembaga sosial kemasyarakatan memiliki potensi yang cukup untuk

eksis, berkembang dan memberikan kontribusi kepada masyarakat. Untuk

menunjang peran pendidikan, maka pondok pesantren Hidayatul Falah harus

didukung oleh sarana dan prasarana. Adapun sarana dan prasarana di pondok

pesantren Hidayatul Falah (berdasarkan observasi dan dokumentasi pada tanggal

10 Mei 2019) adalah sebagai berikut:

Tabel 1.5 Sarana dan Prasarana pondok pesantren Hidayatul Falah

No Uraian Jumlah Keterangan


1. Mushola 1 Kondisi baik
2. Asrama (Putra dan 10 (5 Putra dan 5 Putri) Kondisi baik
Putri)
3. Ruang serbaguna 1 Kondisi kurang
baik
4. Ruang Kelas 12 Kondisi baik
5. Koperasi 1 Kondisi baik
6. Dapur 2 (1 Putra dan 1 Putri) Kondisi baik
7. Kamar mandi dan WC 6 (3 Putra dan 3 Putri) Kondisi baik
santri
(Dokumentasi, tanggal 09 Mei 2019)

4.2. Temuan Khusus Penelitian


71

4.2.1. Penggunaan Metode Qowā’id Wa Tarjamahdalam pembelajaran

mahārah qirā’ahBahasa Arab pada santri di Pondok Pesantren

Hidayatul Falah Tanjung Jabung Timur

Untuk mencapai tujuan dari suatu proses pembelajaran Bahasa Arab, maka

seorang guru harus bisa memilih cara ataupun metode yang tepat dalam

mengajar bahasa Arab terutama pada pembelajaran mahārah qirā’ah bahasa

Arab. Metode adalah suatu cara yang digunakan oleh seorang guru dalam suatu

pembelajaran dengan tujuan untuk mencapai target pembelajaran yang telah

direncanakan dengan tepat serta mempermudah siswa dalam mencapai tujuan

pembelajaran. Menggunakan metode yang tepat dalam pembelajaran sangat

penting untuk menentukan keberhasilan suatu proses pembelajaran, dimana

seorang guru harus pintar dalam memilih metode serta memvariasikan metode

yang digunakan agar tidak terjadi kejenuhan pada peserta didik sehingga tujuan

pembelajaran bisa tercapai dengan baik. Sebagaimana yang diungkapkan oleh

guru bidang studi bahasa Arab yaitu bapak Kyai Abdul Wahid yang peneliti

wawancarai bahwa:

"Metode sangat penting digunakan dalam sebuah pembelajaran. Karena


dengan adanya metode maka guru dapat mencapai target pembelajaran
yang telah ditentukan dalam masa yang ditentukan pula. Seperti dalam
pembelajaran bahasa Arab ada beberapa materi dalam sebuah buku
bahasa Arab yang harus diselesaikan dalam waktu satu tahun. Maka
dengan dibantu sebuah metode yang tepat, materi pembelajaran tersebut
akan dicapai tepat waktu. Tujuan pembelajaran yang telah direncanakan
pun akan terselesaikan dengan baik "(Wawancara guru, 18 Mei 2019).
72

Dalam proses pembelajaran mahārah qirā’ah bahasa Arab, pondok

pesantren Hidayatul Falah menggunakan metode Qowā’id Wa Tarjamah.

Metode Qowā’id Wa Tarjamahadalah metode yang menggabungkan Ilmu

Nahwu dan Sharaf serta Ilmu Tarjamah dalam suatu proses pembelajaran bahasa

Arab. Metode ini dipilih untuk digunakan dalam membantu pembelajaran

maharah qirā’ah bahasa Arab karena metode ini bertujuan untuk

mengembangkan kemampuan membaca santri dalam hal ini yaitu membaca

kitab klasik atau kitab kuning. Karena pondok pesantren Hidayatul Falah masih

menggunakan sistem tradisional yaitu menggunakan kitab kuning dalam proses

pembelajaran bahasa Arab. Hal ini diungkapkan pula oleh guru bahasa Arab

yaitu Kyai Abdul Wahid :

"Metode Qowā’id Wa Tarjamahadalah sebuah metode dari


penggabungan 3 (tiga) ilmu yaitu Ilmu Nahwu dan Ilmu Sharaf
(Qowā’id) dan Ilmu Tarjamah. Ketiganya saling berkaitan dan tidak bisa
dipisahkan. Qowā’iditu kunci dalam bahasa Arab. Jika tidak mengetahui
suatu tatanan bahasa atau yang biasa kita sebut qowā’id, maka akan ada
banyak kesalahan dalam bahasa Arab. Sedangkan Tarjamah adalah
sebuah pemahaman dari kalimat sehingga diketahui artinya dan dipahami
maksud isinya, terutama dalam kalimat bahasa Arab. Karena dalam
kalimat bahasa arab khususnya dalam bentuk tulisan seperti yang ada
dalam kitab kuning yang tidak ada syakal atau harakatnya, kita tidak bisa
membacanya jika tidak mengetahui tata bahasa Arab (Qowā’id) dan tidak
mengetahui isinya jika tidak menggunakan tarjamah"(Wawancara guru,
18 Mei 2019).

Proses penggunaan Metode Qowā’id Wa Tarjamah dalam pembelajaran

mahārah qirā’ah bahasa Arab pada santri di Pondok Pesantren Hidayatul Falah
73

Tanjung Jabung Timur dilaksanakan dalam 3 tahapan, yaitu Perencanaan,

Pelaksanaan dan Evaluasi. Sebagaimana yang peneliti uraikan dibawah ini:

1. Perencanaan

Dalam merencanakan proses pembelajaran mahārah qirā’ah dengan

menggunakan metode Qowā’id Wa Tarjamahdi pondok pesantren Hidayatul

Falah, guru bahasa Arab melakukan beberapa langkah antara lain:

"Menentukan tujuan, materi dan evaluasi yang hendak diterapkan,


menyiapkan kitab yang akan dijadikan buku panduan dalam pembelajaran,
mempelajari materi yang akan dibahas terutama gramatikanya, dan
menyiapkan pertanyaan-pertanyaan untuk santri terkait materi
pembelajaran " (Wawancara guru, 18 Mei 2019).

Adapun materi yang dibahas guru kepada santrinya diambil dari kitab

kuning/klasik.Dikarenakan ada 6 (enam) kelas di pondok pesantren Hidyatul

Falah baik putra maupun putri, maka kitab yang dijadikan sebagai bahan

pelajaran di bedakan. Hal ini diungkapkan oleh Kyai Abdul Wahid selakuKepala

Madinsekaligus guru Bahasa Arab, bahwa :

"Untuk kelas satu menggunakan kitab Mabadil Fiqih Juz 1 (satu) Karya
Umar Abdul Jabar, kelas dua kitab Mabadil Fiqih Juz 2 (dua), kelas tiga
kitab Manadil Fiqih Juz 3 (tiga), kelas empat kitab Mabadil Fiqih Juz 4
(empat). Sedangkan untuk kelas lima dan enam menggunakan kitab
Matan At-Taqrib Karya Al-Qodhi Abu Syuja’ Ahmad bin Husain bin
Ahmad Al-Ashfahaniy " (Wawancara guru, 18 Mei 2019).

Lebih lanjut Kyai Abdul Wahid juga menambahkan keterangan sebagai

berikut:
74

"Sedangkan kitab Nahwu yang digunakan di pondok pesantren Hidayatul


Falah dalam pembelajaran mahārah qirā’ah adalah kitab Jurumiyyah
karya Syekh Sonhaji, kitab Imrithi karya Syaikh Syarifuddin Yahya Al-
Imrithy dan kitab Alfiyah Ibnu Malik karya Al-‘Allâmah Abû ‘Abdillâh
Muhammad Jamâluddîn ibn Mâlik at-Thâî atau tersohor dengan sebutan
Ibnu Malik. Dan kitab sharaf yang digunakan adalah Amtsilah At-
Tashrifiyah karya KH. Ma’shum ‘Aly "

2. Pelaksanaan

Adapun proses pelaksanaan penggunaan metode Qowā’id Wa

Tarjamahdalam pembelajaran mahārah qirā’ah bahasa Arab di pondok

pesantren Hidayatul Falah, Kyai Abdul Wahid mengatakan :

"Penerapan metode Qowā’id Wa Tarjamahyang saya gunakan yakni


pertama- tama saya membaca materi bahasa arab yang ada dalam
kitab kuning disertai dengan terjemahannya. Kemudian setelah selesai
saya meminta santri satu persatu untuk membaca teks yang baru saya
baca dan terjemahkan tadi. Jika semuanya sudah selesai membaca,
maka saya akan membahas tata bahasanya atau qowā’idnya bersama-
sama dengan santri saya. Jika ada yang belum paham maka saya
mempersilahkan untuk bertanya. Setelah semua paham maka saya
meminta semua santri untuk membaca kembali teks tersebut disertai
terjemahannya secara bersama-sama dan saya akan mengoreksi bila
ada yang salah dalam membacanya. Setelah itu saya akan
menyimpulkan materi pembelajaran dan menyudahi proses
pembelajaran saat itu" (Wawancara guru, 18 Mei 2019).

Hal yang samadikatakanolehUstadz Abdul Rohimyaitusalahsatu guru

bahasa Arab lainnya di pondokpesantrenHidayatulFalah, beliaumengatakan:


75

"Pada pelaksanan penggunaan metode Qowā’id Wa Tarjamahpada


mahārah qirā’ah saya mulai dengan diawali pembacaan serta
penerjemahan kemudian penjeleasan tentang gramatikanya. Setelah
itu anak-anak baca dari materi kemarin, kemudian diterjemah dan saya
tanya gramatikanya" (Wawancara guru, 18 Mei 2019).

Pengamatan peneliti di pondok pesantren Hidayatul Falah tentang

pelaksanaan penggunaan metode Qowā’id Wa Tarjamahpembelajaran

mahārah qirā’ah bahasa Arab pada tanggal 9-16 Mei 2019, peneliti

melihat dan mengamati proses pembelajaran dimulai dengan pembacaan

surat Al-fatihah dipimpin guru bahasa Arab. Kemudian guru mengabsen

santrinya satu persatu. Selanjutnya memasuki materi utama, guru

membacakan dan menerjemahkan materi dengan metode gramatika-

terjemahan, kemudian para santri ngesahi (memberikan arti) di kitabnya

masing-masing. Setelah itu, guru melanjutkan dengan menjelaskan materi

dengan membahas gramatikanya. Adapun materi di ambil dari kitab Matan

At-Taqrib karya Imam Al-'Alamah Ahmad bin Al-Husain As-Syahir bin

Abi Suja'. Sebagai contoh guru membahas salah satu materi tentang zakat

dalamkitabtersebut, yaitu:

‫و أما األثمان فشيآن الذهب و الفضة و شرائط وجوب الزكاة فيها خمسة أشياء اإلسالم و الحرية و‬

‫ ان یكون مما یزرعه‬:‫فتجب الزكاة فیھا بثالثة شرائط‬: ‫ وأ ّما الزروع‬.،‫الملك التام و النصاب والحول‬

‫ خمسة اوسق ال قشر علیھا‬:‫ وھو‬،‫ وان یكون نصابا‬،‫ وان یكون قوتا م ّدخرا‬8،‫األدمیُّون‬

Guru kemudian membahas satu persatu kata yang terdapat dengan

qowā’iddan tarjamah. Sebagai contoh pada kata ُ‫ َو َشرَِئط‬,huruf ‫و‬merupakan


76

wawu ibtida' atau wawu untuk awalan kalimat. Wawu ini berbeda dengan

wawu athaf atau wawu penghubung kalimat. Lalu kata ُ‫ َشرَِئط‬adalah kalimat

isim, dibaca i'rab rafa' ditandai dengan adanya dhommah di akhir kata.

Dibaca dhommah karena kata tersebut merupakan jama' taksir ghoiru

munshorif. Arti kata tersebut adalah beberapa syarat.

Setelah guru menjelaskan materi kepada para siswi, kemudian guru

menyuruh semua siswi untuk membaca kembali teks materi yang sudah

dibaca guru.Selain itu juga guru mengoreksi bacaan dari bacaan santri-

santri tersebut dan memberikan pertanyaan mulai dari arti kata dan definisi

isim dari materi yang sudah dijelaskan.

Setelah guru selesai menjelaskan materi kepada santri, kemudian

guru membuka sesi tanya jawab dan mempersilahkan santri yang belum

paham untuk bertanya. Setelah tidak ada lagi pertanyaan, guru meminta

santri untuk membaca teks secara bersama-sama beserta tarjamahannya.

Materi ditutup dengan pembacaan hamdalah. Agar santri tidak lupa

dengan materi yang telah diajarkan serta melatih kemampuan membaca

kitab kuning supaya lancar, maka sebelum pembelajaran dimulai para

santri diharuskan membaca kembali materi sebelumnya yang telah

dipelajari.

3. Evaluasi

Untuk mengetahui bagaimana kelancaran para santri dalam

membaca kitab kuning setelah diterapkannya metode Qowā’id Wa


77

Tarjamah, maka diadakan evaluasi. Evaluasi yang diberikan yaitu berupa

pertanyaan tentang tata bahasanya(qowā’id) ketika proses pembelajaran

berlangsung. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kesalahan-kesalahan para

santri dalam membaca dengan berdasarkan qowā’idnya. Jika dalam

membaca tidak memahami qowā’idnya, maka kesalahan dalam membaca

akan terlihat sekali. Harokat atau syakal yang dibaca berbeda akan

berdampak pada Tarjamahatau arti kalimat tersebut. Sedangkan evaluasi

tiap akhir tahun yaitu ketika bulan puasa maka sistem evaluasinya

memakai sistem qira’atul kutub yaitu para santri secara bergiliran

membaca kitab kuning atau gundul dihadapan guru dan kitab yang dibaca

berdasarkan pilihan guru yang masih berkaitan dengan materi-materi yang

pernah dipelajari para santri (Observasi, 20 Mei 2019).

Dengan metode ini maka santri dapat meningkatkan kemampuan mahārah

qirā’ah (berdasarkan observasi pada tanggal 16 Mei 2019).Santri diajak

langsung untuk aktif melakukan praktek-praktek dalam pembelajaran mahārah

qirā’ah bahasa arab, sehingga santri bisa lebih paham akan materi pembelajaran

dan bisa membaca dengan lancar. Belajar akan lebih efektif bila dimulai

lingkungan yang berpusat pada diri santri. Jika santri diberi kesempatan untuk

menggunakan kemampuan mereka sendiri dalam pembelajaran mahārah

qirā’ah, maka mereka akan lebih cepat menguasai apa yang mereka pelajari.

Tanpa adanya aktivitas, maka proses pembelajaran tidak mungkin terjadi.

Penjelasan ini juga diperkuat oleh Ahmad Mudrik Jauhari santri kelas VI putra
78

tentang proses metodeQowā’id Wa Tarjamahyang digunakan dalam

pembelajaran mahārah qirā’ah bahasa Arab bahwa:

"Menurut saya proses pembelajaran mahārah qirā’ah dengan


menggunakan metode Qowā’id Wa Tarjamahmembuat santri menjadi
lebih aktif. Karena guru saya langsung memantau muridnya satu persatu
sehingga merasa lebih diperhatikan. Jika ada kesalahan dalam membaca,
maka guru saya langsung memperbaiki bacaan saya. Dalam proses analisis
materi pun saya jadi lebih paham dengan adanya proses tanya jawab"
(Wawancara santri, 19 Mei 2019).

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi peneliti, maka dapat

disimpulkan bahwa kemampuan santri di pondok pesantren Hidayatul Falah

dalam proses pembelajaran mahārah qirā’ah dan menterjemah kitab kuning,

sangat dipengaruhi oleh kemampuan santri dalam memahami tata bahasa Arab

atauQowā’id. Melalui metode inilah para santri bisa secara aktif untuk

mempelajari materi sebelum proses pembelajaran dimulai. Metode Qowā’id Wa

Tarjamahmenjadikan para santri bertanggung jawab atas pengetahuan yang telah

mereka peroleh dari proses dan hasil pembelajaran. Penguasaan

akanQowā’idmenjadi alat analisis santri dalam kemampuan membaca materi

yang terdapat dalam kitab kuning ketika terlibat dalan pembelajaran mahārah

qirā’ah.

Langkah-langkah dalam proses pembelajaran mahārah qirā’ah dengan

menggunakan metode Qowā’id Wa Tarjamahyang di terapkan guru bahasa Arab

di pondok pesantren Hidayatul Falah sangat mendukung terbentuknya suatu


79

kegiatan yang membiasakan para santri untuk mahir dalam pembelajaran bahasa

Arab, terutama dalam pembelajaran mahārah qirā’ah bahasa Arab itu sendiri.

Jabal Nur memaparkan tentang langkah-langkah penggunaan metode

Qowā’id Wa Tarjamahsebagaimana yang ditulis dalam jurnalnya Prinsip Dasar

Metode Pembelajaran Bahasa Arab sebagai berikut :

a) Guru memperdengarkan sederetan kalimat yang panjang yang telah

dibebankan kepada peserta didik untuk menghafalkan pada kesempatan

sebelumnya dan telah dijelaskan juga tentang makna dari kalimat-kalimat

itu.

b) Guru memberikan kosa kata baru dan menjelaskan maknanya ke dalam

bahasa ibu sebagai persiapan materi pengajaran baru.

c) Selanjutnya guru meminta salah satu peserta didik untuk membaca buku

bacaan dengan suara yang nyaring (qirā’ah jahriah) terutama menyangkut

hal-hal yang biasanya peserta didik mengalami kesalahan dan kesulitan

dan tugas guru kemudian adalah membenarkan.

d) Kegiatan membaca teks ini diteruskan hingga seluruh peserta didik

mendapat giliran (Nur, 2013:53).

Dari beberapa langkah-langkah yang telah dipaparkan ole Jabal Nur diatas,

ada beberapa langkah penerapan yang dilakukan oleh guru bahasa Arab di

pondok pesantren Hidayatul Falah yang disesuaikan dengan kondisi pondok

pesantren dan santri yang ada di pondok pesantren tersebut. Dalam proses

pembelajaran mahārah qirā’ahmenggunakan metode Qowā’id Wa

Tarjamahyang telah disampaikan oleh guru bahasa Arab mengalami beberapa


80

perubahan dari langkah-langkah yang telah dipaparkan oleh Jabal Nur. Langkah-

langkah yang dipaparkan oleh Jabal Nur semuanya diterapkan oleh guru bahasa

Arab. Hanya saja setelah langkah kedua guru bahasa Arab menjelaskan terlebih

dahulu tata bahasa Arab dan mempersilahkan para santri untuk bertanya jika ada

materi yang belum dipahami. Hal ini bertujuan agar santri bukan hanya bisa

membaca namun mengerti tata letak suatu kata tersebut dengan susunan yang

benar sehingga bisa menghindari kesalahan membaca. Sedangkan langkah

selanjutnya masih sama dengan langkah yang telah dipaparkan oleh Jabal Nur.

Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam penggunaan metode Qowā’id Wa

Tarjamahpembelajaran mahārah qirā’ahbahasa Arab di pondok pesantren

Hidayatul Falah sama dengan langkah-langkah yang dipaparkan oleh Jabal Nur

dalam jurnalnya Prinsip Dasar Metode Pembelajaran Bahasa Arab. Hanya ada

beberapa penambahan, dengan alasan menyesuaikan kondisi di pesantren

tersebut.

4.2.2. Kendala guru dalam menerapkan metode Qowā’id Wa Tarjamahdalam

pembelajaran mahārah qirā’ahbahasa Arab pada santri di Pondok Pesantren

Hidayatul Falah Tanjung Jabung Timur

Berdasarkanhasilpengamatanpeneliti selama terlibat di lokasi penelitian,

ada beberapa kendala guru dalam menerapkan metode Qowā’id Wa

Tarjamahdalam pembelajaran mahārah qirā’ahbahasa Arab. Adapun kendala-

kendalanya adalah sebagai berikut :

1. AlokasiWaktu
81

Alokasiwaktuadalahdurasi waktu yg digunakan pada waktu proses

pembelajaran agar tercapainya tujuan pembelajaran itu dimulai sampai

berakhirnya proses pembelajaran itu. Alokasi waktu sangat mempengaruhi

akan tercapainya tujuan pembelajaran. Waktu yang cukup berkaitan erat

dengan keberhasilan siswa dalam memahami materi pelajaran.

Seringnya alokasi waktu yang terbatas bisa membuat beberapa tujuan

pembelajaran tidak tercapai. Seperti guru yang tidak bisa menyampaikan

seluruh materi yang akan disampaikan kepada murid-muridnya

karenakurangnyawaktupembelajaran.Murid-murid terpaksa dipaksa untuk

mengerjakan banyak tugas di rumah karena waktu yang tidak cukup ketika

proses pembelajaran terjadi. Hal ini pun terjadi pada proses pembelajaran

bahasa Arab di pondok pesantren Hidayatul Falah. Kurangnya alokasi waktu

menjadi salah satu kendala dalam proses pembelajaran, khususnya dalam

pembelajaran mahārah qirā’ahbahasa Arab. Seperti yang diungkapkan oleh

guru bahasa Arab yaitu kyai Abdul Wahid berikutini:

"Alokasiwaktusangatberkaitan penting dalam proses pembelajaran. Demi


tercapainya tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. Dalam
pembelajaran mahārah qirā’ahbahasa Arab disini waktu pembelajarannya
hanya diadakan satu kali dalam seminggu. Waktu pembelajarannya hanya
2 jam pelajaran yaitu dari jam 20.30-22.30 WIB dengan1 jam pelajaran
berkisar 60 menit. Ini dirasa sangat kurang untuk saya bisa menyampaikan
materi pelajaran sampai tuntas. Terkadang materi belum saya jelaskan
semua waktu pembelajaran sudah habis. Hal ini sangat mempengaruhi
keberhasilan murid-murid saya dalam memahami materi yang saya
sampaikan" (Wawancara guru, 18 Mei 2019).
82

Hal initerbuktidalam pengamatan peneliti pada tanggal 9 sampai 16 Mei

2019. Diwaktu pelajaran mahārah qirā’ahbahasa Arab berlangsung, belum

selesai guru menyampaikan materi dan metode pembelajarannya ternyata

waktu pembelajaran sudah habis. Hal ini hampir terjadi disetiap kelas baik

putra maupun putri. Jadi disinilah kendala yang dirasakan guru dalam

menerapkan metode Qowā’id Wa Tarjamahdalam pembelajaran mahārah

qirā’ahbahasa Arab. Peneliti mengamati bahwa guru bahasa Arab terkadang

terpaksa tetap melanjutkan pelajaran sampai jam 23.00 WIB agar materi yang

disampaikan bisa selesai dengan tuntas. Tentunya hal ini sangat bisa membuat

santri tidak konsentrasi belajar. Karena sudah malam dan banyak diantara

mereka yang sudah mengantuk. Maka diperlukan solusi yang tepat bagaimana

agar materi tetap bisa tersampaikan sampai tuntas dengan waktu yang sedikit.

2. Latar belakang santri

Masing-masing peserta didik atau santri mempunyai latar belakang yang

berbeda-beda.Baik dari segi ekonomi, sosial maupun pendidikan.Para santri

di pondok pesantren Hidayatul Falah mempunyai latar belakang pendidikan

yang berbeda-beda.Baik itu pendidikan formal maupun non formal.Tidak

semua santri yang ketika hendak mondok disana sudah pernah mengenal

bacaan huruf Arab.Ada yang ketika belum mondok tetapi sudah belajar

bacaan huruf Arab.Baik belajar dengan orang tuanya maupun belajar

dilembaga tertentu seperti.Tetapi ada juga yang tidak pernah di ajarkan oleh

orang tuanya huruf Arab dan tidak pula belajar di lembaga tertentu. Hal ini
83

sangat mempengaruhi bagaimana proses dan hasil belajar santri tersebut.

Terutama dalam belajar bahasa Arab.

Hal ini diperkuat dengan pernyataan para santri ketika di wawancarai oleh

peneliti. Salah seorang santri yang bernama Harun dari kelas 3 (tiga) putra

mengatakan :

" Sayamerasakesulitan dalam belajar bahasa Arab. Karena latar belakang


saya dahulunya tidak pernah belajar bahasa Arab.Apalagi disini belajarnya
memakai Kitab Kuning yang tidak ada harokatnya. Saya susah untuk
membacanya. Ketika diperintahkan untuk meng'i'rabkan suatu kalimat
oleh guru saya masih bingung. Masih banyak yang tidak saya pahami.Hal
ini membuat saya banyak tertinggal oleh teman-teman lainnya"
(Wawancara santri, 18 Mei 2019).

Hal yang berbedadiungkapkan oleh santri yang bernama Muhammad Andi

Musthofa dari kelas 3 (tiga) putra yang mengatakan :

" Saya bisa memahami materi pada pembelajaran mahārah qirā’ahbahasa


Arab dengan baik. Karena saya berlatar belakang pernah belajar bahasa
Arab di lembaga tertentu. Sehingga ketika belajar disini saya tinggal
melanjutkan pemahaman saya dalam memahami materi. Ketika guru
memerintahkan saya untuk membaca kitab Kuning serta meng'i'rabinya
maka saya bisa melaksanakannya dengan baik" (Wawancara santri, 18 Mei
2019).

Dari wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa perbedaan latar belakang

santri sebelum masuk ke pondok pesantren Hidayatul Falah mempengaruhi

pencapaian hasil belajar santri tersebut.Perbedaan tersebut membuat yang sudah

pernah belajar bahasa Arab makinpahamdansemangat.Merekaketika di

perintahkanuntukmembacateksdalamKuningdanmeng'i'rabinya, merekabiasa
84

melakukannya dengan dengan baik.Adapunmereka yang

belumpernahbelajarbahasa Arab

sebelumnyaakansusahmembacadanmemahamiteksbacaandalamKitabKuning.

Hal ini menjadi kendala guru dalam menerapkan metode Qowā’id Wa

Tarjamahdalam pembelajaran mahārah qirā’ahbahasa Arab. Seperti yang

diungkapkan oleh guru bahasa Arab Kyai Abdul Wahid :

"Perbedaanlatarbelakangsantri membuat tujuan pembelajaran yang akan


saya capai dalam menerapkan metode Qowā’id Wa Tarjamahdalam
pembelajaran mahārah qirā’ahbahasa Arab sedikit menjadi terkendala.
Karena tidak semua santri paham akan materi yang saya sampaikan. Dan
saya sedang mengupayakan agar semua santri walaupun berbeda latar
belakang untuk bisa memahami materi yang saya sampaikan "
(Wawancara guru, 18 Mei 2019).

3. Minat belajar santri

Setiapmanusiamemliki rasa ketertarikan terhadap sesuatu. Jika sesuatu itu

membuatnya senang maka ia akan berminat tehadap sesuatu tersebut. Minat

merupakan salah satu faktor psikis yang membantu seorang individu dalam

merangsang kesenangannya terhadap sesuatu atau kegiatan yang dilaksanakan

untuk mencapai tujuan yang hendakdicapai.

Dalam proses pembelajaran minat belajar siswa sangat mempengaruhi

hasil belajar siswa. Siswa yang mempunyai rasa ketertarikan atau minat yang

besar terhadap pelajaran akan bersungguh-sungguh dalam proses belajarnya.

Kenyataan yang peneliti temukan ketika mengamati ketika guru menerapkan

metode Qowā’id Wa Tarjamahdalam pembelajaran mahārah qirā’ahbahasa


85

Arab ternyata masih ada beberapa santri yang tidak memperhatikan materi

yang dijelaskan guru. Ketika guru membaca dan menjelaskan materi di kitab

masih ada santri yang malah tidur dan tidak mendengarkan.

Sehinggaketikadiperintahkanuntukmembacamerekaakankesulitan (Observasi,

9-16 Mei 2019).

Penelitijugamewawancarai guru bahasa Arab yaitu Kyai Abdul Wahid

terkait dengan masalah minat belajar siswa yang menjadi kendala guru dalam

menerapkan metode Qowā’id Wa Tarjamahdalam pembelajaran mahārah

qirā’ahbahasa Arab. Beliaumengatakan:

"Memangtidaksemuasantri yang belajar disini mempunya minat dalam


pelajaran bahasa Arab.Ada santri yang ketika saya menjelaskan materi
mereka ada yang sibuk ngobrol, ada yang mengantuk dan ada yang kadang
tidak masuk kelas.Hal ini menjadi kendala kami para guru dalam proses
belajar mengajar bahasa Arab, karena nantinya akan terlihat hasil dari
kendala tersebut yaitu mereka tidak lancar membaca bahasa Arab terutama
dalam Kitab Kuning"(Wawancara guru, 18 Mei 2019).

Dalamhaliniperlu diketahui apa yang yang membuat para santri berminat

dan tidak berminat dalam belajar bahasa Arab. Maka peneliti melakukan

wawancara dengan salah seorang santri putri dari kelas 3 (tiga) yang bernama

Eva Aisyah yang mengatakan :

" Bahasa Arab adalah bahasa Asing bagi kami. Bahasa yang sulit untuk
dipahami. Bahasa yang jarang saya dengar. Lalu disini saya harus
membaca tulisan Arab dimana tulisannya pun jarang saya lihat.
Harokatnya juga tidak ada. Hal ini membuat saya kurang berminat dalam
belajar walaupun guru saya sudah menyampaikan dengan menggunakan
metode Qowā’id Wa Tarjamah" ( Wawancara santri, 18 Mei 2018).
86

Penulis mengamati serta mewancarai seluruh santri dengan diwakili

masing-masing kelas 1 orang.Dari pengamatan dan hasil wawancara dapat

disimpulkan bahwa kurangnya minat santri dalam belajar bahasa Arab terjadi

pada santri kelas 1-3 dimana mereka masih baru dalam belajar bahasa

Arab.Diperlukan peran guru dalam membangkitkan minat santri dalam

belajar bahasa Arab.

4. Keaktifan guru dalam mengajar

Kinerja seorang guru terlihatdari rasa

tanggungjawabnyadalammenjalankan segala tugasnya sebagai seorang

pendidik. Mampu menjalankan amanah yang telah dipercayakan kepadanya,

profesi yang diembannya dan rasa tanggung jawab akan keberhasilan

muridnya dalam belajar. Tidak kalah penting guru juga harus profesional,

serta mampu memberikan contoh yang baik kepada muridnya, kreatif dalam

mengajar, memahami dan menguasai metode yang akan diajarkan serta

mencari alternatif metode agar para muridnya tidak merasa bosan ketika

belajar dan dapat menyukai pelajaran bahasa Arab. Maka seorang guru harus

aktif dalam mengajar bukan hanya menjelaskan materi bahasa Arab dengan

seadanya.

Keaktifan guru dalam mengajar merupakan poin penting menentukan

murid suka atau tidak suka pelajaran bahasa Arab, semangat atau tidak

semangat dan berhasil atau tidak berhasil murid memahami materi bahasa

Arab. Ini sangat penting, karena merupakan suatu penentuan berhasil


87

tidaknya guru dalam mengajar bahasa Arab. Terutama dalam menerapkan

metode Qowā’id Wa Tarjamahdalam pembelajaran mahārah qirā’ahbahasa

Arab, keaktifan guru sangat diperlukan. Seperti yang dikatakan oleh pimpinan

pondok pesantren Hidayatul Falah yaitu KyaiMaghfurinMubaidbahwa:

"Terkadang kesulitan santri disini dalam membaca teks bahasa Arab


terutama di Kitab Kuning yang tidak ada harokatnya disebabkan oleh tidak
aktifnya guru dalam menerapkan metodeQowā’id Wa Tarjamahdalam
pembelajaran mahārah qirā’ahbahasa Arab. Memang tidak semua guru
bahasa Arab disini tidak aktif dalam mengajarnya, hanya ada beberapa
orang guru yang tidak aktif. Kurang aktifnya guru dalam menggunakan
metode pembelajaran membuat santri mudah jenuh dan bosan. Akibatnya
banyak yang malas dan tidak semangat untuk belajar bahasa Arab. Hal ini
berpengaruh pada keberhasilan santri dalam lancar membaca Kitab
Kuning" (Wawancara pimpinan pondok, 17 Mei 2019).

Dari pernyataan pimpinan pondok diatas bahwa setiap guru harus aktif

dalam mengajar santrinya dan juga harus mengerti bagaimana cara

menerapkan metodenya dengan baik dan benar. Kemampuan guru juga harus

lebih ditingkatkan agar para santri tidak merasa bosan saat belajar dan lebih

semangat dalam mengikuti pembelajaran mahārah qirā’ahbahasa Arab.

Setiap metode yang digunakan guru dalam membantu proses pembelajaran

menjadi lebih baik dan mudah pasti memiliki suatu kendala ketika diterapkan

kepada peserta didik. Kendala yang dihadapi oleh masing-masing metode

berbeda-beda. Bahkan metode yang sama pun akan memiliki kendala yang

berbeda pula jika diterapkan oleh orang berbeda danditempat yang berbeda.
88

Muljanto Sumardi dalam bukunya yang berjudul Berbagai Pendekatan

dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra yang dijelaskan kembali oleh Nandang

Sarip Hidayat dalam jurnalnya yang berjudul Problematika Pembelajaran

Bahasa Arab mengatakan ada beberapa kendala yang terjadi dalam proses

pembelajaran bahasa Arab, yaitu:

1. Guru / Pendidik yang kurang memiliki kompetensi sebagai

pengajar Bahasa Arab, baik kompetensi paedagogik, profesional,

personal atau Sosial.

2. Peserta didik yang tidak mempunyai motivasi kuat dalam

pembelajaran bahasa Arab, atau latar belakang peserta didik dalam

pemahaman bahasa Arab.

3. Materi ajar yang kurang relevan lagi dengan kebutuhanyang ada

bagi peserta didik.

4. Sarana dan prasarana yang kurang memadai dan mendukung dalam

proses pembelajaran bahasa Arab

5. Guru hanya banyak menekankan teori dan pengetahuan bahasa

dibanding keterampilan berbahasa.

6. Bahan pelajaran tidak relevan dengan kebutuhan siswa baik secara

lisan ataupun tulisan.tetapi Banyak berkisar pada pembahasan tentang

unsur-unsur bahasa seperti: Fonologi, Morfologi, dan sintaksis, serta

kurang aflikatif dalam menggunakan unsur – unsur bahasa tersebut.

7. Proses pembelajaran lebih banyak didominasi oleh guru, kurang

memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berperan aktif.


89

8. Struktur Bahasa dibahas secara terpisah, kurang integratif dan

kurang menekankan kenbermaknaan, struktur bahasa yang diajarkan

lepas dari konteks sosial budayanya.

9.Sistem penilaian lebih banyak menekankan asfek kognitif, dan tidak

menuntut keterampilan bahasa secara integrati (Hidayat, 2012:87).

Dari beberapakendalayamg telah dijelaskan oleh Muljianto diatas, ada

beberapa kendala yang memang terjadi dalam proses penggunaan metode

Qowā’id Wa Tarjamahdalam pembelajaranmahārah qirā’ahbahasa Arab

pada santri di pondok pesantren Hidayatul Falah. Kendala tersebut dialami

oleh guru bahasa Arab. Seperti poin no 1,2,5 dan 7 diatas memang menjadi

kendala guru bahasa Arab di pondok pesantren Hidayatul Falah. Tidak semua

kendala yang telah dipaparkan oleh Muljianto terjadi di pondok tersebut. Hal

ini disebabkan karena adanya beberapa perbedaan baik dari segi metodenya,

lingkungannya, orang-orang nya dan sistem pembelajaran di pondok

pesantren tersebut.

Jadi dapat disimpulkan bahwa setiap metode yang diterapkan oleh guru

memiliki kendalanya masing-masing. Guru sebagai pengajar wajib

menangani kendala-kendala yang terjadi supaya tidak mengganggu proses

pembelajaran bahasa Arab.

Menyadari kendala-kendala yang dihadapi tersebut guru bahasa Arab

berupaya mencari cara untuk mengatasi kendala-kendala tersebut. Adapun


90

langkah-langkah kongkrit dalam mengatasi kendala-kendala yang di

maksudyaitu:

1. PemberianWaktuTambahan. Pemberian waktu tambahan yaitu

menambah kembali jam pelajaran yang tidak mencapai target tujuan

pembelajaran. Guru yang berkaitan bekerjasama dengan santri untuk

mencari waktu tambahan di lain waktu pembelajaran yang telah ada.

Pemberian waktu tambahan biasanya mencari waktu tambahan sekitar

1 jam di siang hari (berdasarkanobservasi, 18 Mei 2019).Seperti yang

dijelaskan oleh guru bahasa Arab Kyai Abdul Wahid yaitu:

"Salah satuusahasaya untuk mengatasi kendala waktu yang kurang


adalah dengan memberikan waktu tambahan belajar. Saya akan
mengajak para santri yang saja ajar untuk mengadakan kelas
tambahan di siang hari. Jamnya biasa sekitar jam 2 siang. Saya
akan mengambil waktu hari libur seperti hari sabtu. Hal ini
bertujuan agar tidak mengganggu jadwal pondok ketika hari tidak
libur.Sangat disayangkan jika anak-anak santri tidak bisa
menuntaskan materi pembelajaran sampai tuntas. Karena akan
berpengaruh pada pemahaman santri pada materi bahasa Arab
selanjutnya "(Wawancara guru, 18 Mei 2019).

Penambahanwaktu jam

pelajaraninisudahdisetujuiolehpimpinanpondokHidayatulFalah yaitu

KyaiMaghfurinMubaidyang mengatakan:

"Sayatidakmempermasalahkanadanya jam pelajaran tambahan.


Selama tidak mengganggu jadwal pondok pesantren maka tidak
apa-apa untuk dilaksanakan. Karena ini juga berguna bagi santri
91

disini. Merekajadi lebihpahammateri yang belum selesai


disampaikan pada saat jam pelajaran di Madrasah Diniyyah"
(Wawancara pimpinan pondok, 18 Mei 2019).

2. Mengadakankelasmusyawarah (Syawir). Syawir adalah suatu

kegiatan yang sudah lama ada di lingkungan pesantren. Kegiatan ini

sudah ditetapkan di berbagai pondok pesantren di Pulau Jawa. Seperti

pondok pesantren Al-Falah Ploso Kediri Jawa Timur. Dalam kegiatan

ini para santri mengadakan diskusi membahas materi-materi yang ada

dalam kitab kuning. Berbagai ilmu agama menjadi pembahasan utama

dalam syawir ini. Kelas syawir mampu melatih para santri lebih aktif

dalam pendalaman kajian serta pemecahan solusi atas permasalahan

yang terjadi sebagai suatu tanggapan respon para santri menjawab

melalui media dakwah dan syiar agama islam.

Melihat kegiatan ini berjalan baik di pesantren Jawa, maka guru

bahasa Arab dan pemimpin pondok pesantren Hidayatul Falah

menerapkan kegiatan ini untuk mengatasi kendala kesusahan santri

dalam memahami materi pelajaran terutama dalam membaca bahasa

Arab karena latar belakang sebelum masuk pesantren. Kegiatan ini

dirubah sedikit dengan menyesuaikan permasalah santri. Dalam

kegiatan ini santri yang sudah bisa membaca akan mengajari temannya

yang belum bisa membaca. Tentu saja mereka dibantu kakak kelas

yang sudah bisa membaca bahasa Arab dengan lancar berserta

terjemahannya.Santri yang belum bisa diberikan teks sederhana dan

dibantu untuk membaca sampai lancar.Dengan begitu maka santri yang


92

memiliki ketertinggalan dalam membaca bahasa Arab bisa mengejar

mereka yang telah lancar. Kegiatan ini dilaksanakan pada saat siang

hari jam 14.00-15.00 WIB. (Berdasarkan observasi , 18 Mei 2019)

3. Memotivasi santri untukaktifbelajar. Memotivasi santri untuk

belajar merupakan hal yang sangat penting harus dicapai guru dalam

proses belajar mengajar. Santri yang diberikan motivasi akan

mempunyai semangat lebih dalam belajar. Hal ini tentu saja menjadi

tugas dan kewajiban guru agar selalu bisa memelihara dan

meningkatkan motivasi belajar para santrinya. Untuk melakukan ini

guru dituntut agar mengetahui mana santri yang memang butuh untuk

diberikan motivasi. Di pondok pesantren Hidayatullah Falah para

santri yang membutuhkan motivasi dari guru agar semangat belajar

bahasa Arab adalah santri kelas 1-3. Hal ini dikarenakan masih awal-

awal mereka belajar dan dalam proses pemahaman bahasa Arab.

Penelitimelakukanwawancaradengan guru bahasa Arab yaitu salah

satunya Kyai Abdul Wahid, beliaumengatakan:

" Sayaselalumemberikan motivasi kepada santri agar semangat


dalam belajar. Memberikan arahan bahwa bahasa Arab itu penting
untuk dipelajari.Memberikan contoh yang konkrit manfaat dari
mempelajari bahasa Arab itu sendiri.Guru juga harus selalu
menekankan pada siswa bahwa bahasa Arab itu tidak
sulit.Membaca bahasa Arab juga tidak sulit.Tanamkan pada mereka
bahwa bahasa Arab biasmerekapelajari denganmenyenangkantapi
tetap mendapat ilmunya.Jika mereka sudah senang dengan
pelajarannya maka apapun materinya mereka akan tetap
semangat"(Wawancara guru, 18 Mei 2019).
93

Penelitijugamelihat (Observasi, 18 Mei 2019) bahwa guru

terkadang memberikan reward(hadiah) kepada santri yang bisa

menjawab pertanyaan guru. Bagi yang bisa membaca dengan lancar

disertai dengan terjemahannyal, guru pun akan memberikan reward.

Tujuan guru memberikan reward adalah agar santri yang tidak

semangat belajar bisa termotivasi agar belajar lebih semangat. Sehingga

dia bisa mendapat reward juga.

4. Memberikanpelatihan guru aktif. Pelatihan guru aktif adalah suatu

program yang diadakan oleh pemerintah untuk membantu guru agar

lebih kreatif dan aktif lagi dalam mengajar. Program ini sangat

membantu para guru dalam meningkatkan tingkat kreativitas dan

keaktifan dalam mengajar. Diungkapkan oleh Kyai Maghfurin Mubaid

sebagai pimpinan pondok bahwa alasan di berikannya pelatihan guru

aktif di pondok pesantrenHidayatulFalahyaitu:

" Sayamemberikanpelatihan guru aktif agar para guru lebih


memaksimalkan kemampuan mengajar. Dalam pelatihan tersebut
para guru akan dibekali dengan pengetahuan baru dalam bidang
mengajarnya untuk mengubah cara-cara pembelajaran yang
membosankan, tidak kreatif dan tidak aktif menjadi pembelajaran
yang menyenangkan, menantang, kreatif dan tidak membosankan.
Karena jika guru aktif dalam mengajar, para santri pun akan senang
dalam belajarnya. Pelatihan ini saya berikan setiap satu bulan sekali
dengan mengundang orang yang berpengalaman dalam bidang ini
untuk memberikan pelatihan guru aktif kepada guru-guru disini
"(Wawancara pimpinan pondok, 08 Mei 2019).
94

Guru yang telah mendapatkan pelatihan guru aktif akan

mempraktikkan ilmu yang telah didapat dalam proses pembelajaran

bahasa Arab. Disini terlihat bahwa ada kemajuan yang didapat setelah

guru bahasa Arab diberikan pelatihan. Keaktifan antara guru dan santri

menjadi lebih hidup. Selain itu guru bahasa Arab juga menggunakan

pendekatan melalui game, kuis dan aktifitas fisik lainnya yang masih

berkaitan dengan pembelajaran bahasa Arab. Seperti mengadakan game

siapa yang bisa membaca dengan lancar maka santri akan mendapatkan

keuntungan pulang terlebih dahulu. Bisa juga dengan memberikan kuis

tentang tata bahasa apa yang ada dalam suatu kalimat dan memberikan

pujian bagi yang bisa membacanya. Pembelajaran yang dijalankan

dalam suasana aktif akan memberikan dampak positif pada proses

pembelajaran. Siswa tidak akan merasa bosan ketika belajar, merasa

senang dan lebih semangat untuk belajar (Observasi, 18 Mei 2019).

Kemampuan para santri dalam membaca bahasa Arab di kitab kuning

setelah penggunaan metode Qowā’id Wa Tarjamahsudah bisa terlihat hasilnya

pada santri-santri kelas 5 dan 6.Diperlukan waktu yang sedikit lama supaya

metode ini benar-benar berhasil digunakan dalam mahārah qirā’ah.

BAB V

PENUTUP
95

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dipaparkan dalam penulisan skripsi ini

mengenai penggunaan metode Qowā’id Wa Tarjamahdalam pembelajaran

mahārah qirā’ahbahasa Arab pada santri di pondok pesantren Hidayatul Falah,

maka peneliti dapat menyimpulkan sesuai dengan pokok permasalahan sebagai

berikut :

1. Penggunaan metode ini dibagi menjadi tiga tahapan.Pada tahapan pertama

dimulai dengan tahapan perencanaan yaitu guru menyiapkan materi, kitab dan

berbagai pertanyaan untuk para santri.Tahapan kedua adalah pelaksanaan yaitu

awalnya guru membaca dan memaknai materi yang ada di kitab dan dilanjutkan

dengan pembahasan gramatika atau tata bahasanya.Kemudian para santri

membaca kembali materi tersebut dan bila ada kesalahan maka guru membantu

membenarkan bacaannya. Tahapan ketiga adalah evaluasi yaitu terdiri dari

evaluasi harian berupa pertanyaan seputar gramatika serta membaca teks dan

evaluasi semester dengan sistem qira'atul kutub yaitu para santri akan membaca

kitab kuning yang tanpa harokat berdasarkan pilihan para guru.

2. Kendala yang dihadapi guru dalam menggunakan metode Qowā’id Wa

Tarjamahdalam pembelajaran mahārah qirā’ahbahasa Arab pada santri di pondok

pesantren Hidayatul Falah tercakup dalam beberapa poin yaitu alokasi waktu yang

kurang, latar belakang santri yang berbeda-beda, minat belajar santri yang kurang

dan keaktifan guru dalam mengajar juga kurang.


96

3. Upaya-upaya yang dilakukan guru dalam menangani kendala-kendala yang ada

dengan dibantu pimpinan pondok yaitu memberikan waktu tambahan jam

pelajaran, mengadakan kelas musyawarah, memotivasi santri untuk aktif belajar

dan memberikan pelatihan guru aktif.

5.2. Saran

Adapun saran-saran yang peneliti ajukan sebagai masukan kepada pihak-

pihak terkait dengan harapan agar pembelajaran mahārah qirā’ahbahasa Arab

dengan menggunakan metode Qowā’id Wa Tarjamahdi pondok pesantren

Hidayatul Falah dapat berjalan dengan baik yaitu:

1) Kepada Santri

a. Santri jangan bermalasan untuk belajar dan menggunakan waktu dengan sebaik

mungkin.

b. Santri hendaknya lebih rajin dan telaten salam mempelajari serta memahami

materi yang telah diajarkan terutama dalam mahārah qirā’ah.

2) Kepada Guru

a. Dalam pelaksanaan penggunaan metode Qowā’id Wa Tarjamahdalam

pembelajaran mahārah qirā’ahhendaknya dipadukan dengan metode-metode lain

agar lebih bervariasi.

b. Ketika waktu pembelajaran para santri hendaknya lebih sering dijelaskan

tentang tata bahasanya agar tidak terjadi kesalahan dalam membaca lebih sering.
97

c. Hendaknya para santri diajak juga untuk membaca teks-teks Arab modern agar

tidak ketinggalan dalam memahami teks Arab modern.

3) Kepada Pimpinan Pondok

a. Hendaknya memilih tenaga guru yang selain mempunya kemampuan dalam

bidang keilmuannya, tetapi juga aktif dan kreatif.

b. Hendaknya kegiatan pembelajaran ditempatkan diruangan yang educative.

DAFTAR PUSTAKA
98

Amirullah,A,M. 2015. Analisis Kesalahan Penerapan Qawa’id Pada Buku Ajar


Bahasa Arab. Jurnal Pendidikan Islam Vol.6, Mei 2015.
Alwasilah,Chaedar. 2013. Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. Bandung:
PT.Remaja Rosdakarya.
Andriani, Asna. 2015. Urgensi Pembelajaran Bahasa Arab dalam Pendidikan
Islam. Jurnal Ta’allum Vol.3 No.1, Juni 2015.
Asla Maria. 2013. Implementasi Metode Gramatika-Tarjamah Dalam
Pembelajaran Maharah Al-Qira’ah Siswi Kelas Ula Madrasah Aliyah
Putrii Wahid Hasyim Yogyakarta {Skripsi}. Yoyakarta( ): UIN Sunan
Kalijaga.
Auliana Arifatul Husna. 2014. Penerapan Thariqah Qawa’id wa Tarjamah dalam
Memahami Ayat-ayat Al-Qur’an di Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Amin
Pabuwaran Purwokerto Tahun 2014 {Skripsi}. Purwokerto: Sekolah
Tinggi Agama Islam Negeri Purwokerto.
Azzuhri,Muhandis. 2009. Metode dan Media Pembelajaran Bahasa Arab Berbasis
Internet di Era Teknologi Informasi. Jurnal Tarbiyyah STAIN Purwokerto
Vol.14 No.3, Sep-Des 2009.
Dodi,Limas. 2013. Metode Pengajaran Nahwu Shorof (Berkaca dari Pengalaman
Pesantren). Jurnal Tafaqquh Vol.1 No.1, Mei 2013.
Edi,Cahya. 2015. Pembelajaran Qowaid Bahasa Arab Menggunakan Metode
Induktif Berbasis Istilah-istilah Linguistik. Jurnal Komunikasi dan
Pendidikan Islam Vol.4 No.2, Desember 2015.
Ekawarna. 2013. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta Selatan: Referensi.
Fahmi,A,Ah. 2002. Ilmu Nahwu dan Sharaf (Tata Bahasa Arab) Praktis dan
Aplikatif. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.
Fakhrurrozi,A dan Mahyudin,E. 2012. Pembelajaran Bahasa Arab. Jakarta Pusat:
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI.
Fianda dkk. 2014. Pengaruh Struktur Organisasi terhadap Efektivitas Organisasi.
Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) Vol.7 No 2 Januari 2014.
Hidayat,N,A. 2012. Problematika Pembelajaran Bahasa Arab. Jurnal Pemikiran
Islam: Vol.37,No.1 Januari-Juni 2012.
99

Hifni,dkk. 2010. Kaidah Tata Bahasa Arab. Jakarta: Darul Ulum Press.
Khalilullah,M. 2011. Strategi Pembelajaran Bahasa Arab Aktif (Kemahiran
Qira’ah dan Kitabah). Jurnal Sosial Budaya Vol.8 No.1, januari-Juni
2011.
Kuraedah, Sitti. 2015. Aplikasi Maharah Kitabah Dalam Pembelajaran Bahasa
Arab. Jurnal Al-Ta’dib Vol.8 No 2, Juli-Desember 2015.
Mansur. 2015. Ilmu Shorof Super Lengkap. Kediri-Jawa Timur: Al Fatih Press.
Mohammad Reda. 2018. Penerapan Metode Tata Bahasa Dan Terjemahan Dalam
Pengajaran Keterampilan Membaca Di Sekolah Persiapan Nur Al-Islam
Universitas Islam Lambong Selatan {Skripsi}. Lampung: Universitas
Lampung.
Moleong,L,J. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.Remaja
Rosdakarya.
Muhammad. 2011. Metode Penelitian Bahasa. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Mulu,Beti. 2013. Penerapan Thariqah Al-Qawaid Wa Al-Tarjamah Dalam
Pembelajaran Bahasa Arab Di Pondok Pesantren Al-Munawwarah
Wawulemo Sulawesi Tenggara. Jurnal Al-izzah Vol. 8 No.1 Juni 2013.
Narbuko,C dan Achmadi,A. 2007. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara.
Nur, Jabal. 2013. Prinsip Dasar Metode Pembelajaran Bahasa Arab. Jurnal Vol.6
No.1,Mei 2013.
Nurbayan,Yayan. 2008. Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. Bandung: Zein
Al-Bayan.
Nusa,Putra. 2013. Penelitian Kualitatif IPS. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.
Safiuni Hati. 2017. Penggunaan Metode Qowa’id Wa Tarjamah Dalam
Pembelajaran Meterjemah Bahasa Arab Siswa Kelas XI MA Al-Hikmah
Pemenang Lombok Utara Tahun Pelajaran 2016/2017 {Skripsi}.
Mataram(): UIN Mataram.
Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sehri,Ahmad. 2010. Metode Pengajaran Nahwu Dalam Pengajaran Bahasa Arab.
Jurnal Hunafa Vol.7 No.1, April 2010.
100

Semiawan,C,R. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT.Gramedia


Widiasama Indonesia.
Setyawan,Agung. 2016. Problematika Penggunaan Kamus Arab-Indonesia Dalam
Pembelajaran Tarjamah Di Pusat Pengembangan Bahasa UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta. Junal Arobia Vol.8 No.1 , Januari-Juni 2016.
Setyawan,E,C. 2015. Pembelajaran Qowa’id Bahasa Arab Menggunakan Metode
Induktif Berbasis Istilah-istilah Linguistik. Jurnal Komunikasi dan
Pendidikan Islam Vol.4 No.2, Desember 2015.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sukamto,I dan Munawari,a. 2007. Tata Bahasa Arab Sistematis. Yogyakarta:
Nurma Media Idea.
Sukandarrumidi. 2012. Metodologi Penelitian Petunjuk Praktis Untuk Peneliti
Pemula. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Taufik. 2016. Pembelajaran Bahasa Arab MI. Surabaya: UIN Sunan Ampel
Press, Anggota IKAPI.
Unsi, B, T. 2016. Pembelajaran Bahasa Arab Melalui Pendekatan Komunikatif
(Studi Kasus Di Pondok Pesantren Al-Munawarah Ngemplak Ngudirejo
Diwek Jombang. Jurnal Penelitian dan Kajian Keislaman Vol. 4, No. 7
Juni 2016.

Anda mungkin juga menyukai