Anda di halaman 1dari 16

BAB II

A. Pengertian Saja’
Saja’ secara bahasa bearti ungkapan yang berirama, atau ungkapan

yang bersambung-sambung (tidak terputus-putus) dalam satu redaksi, dan

jamaknya ‫ أسجاع‬dan ‫ أساجيع‬yang diambil dari kata ‫( الحمام سسسجع‬irama burung

merpati) yaitu dekungan suaranya yang diulang-ulang.


Secara istilah balaghah saja’ bearti persesuaian antar dua fashilahnya

atau lebih atas salah satu hurufnya atau dua huruf yang berdekatan atau lebih 1.

Saja’ berada dalam sebuah syi’ir (puisi) sebagaimana juga ia berada dalam

sebuah natsar (prosa), dari fashilah-fashilah yang sesuai didalamnya atas

salah satu huruf sebagaimana dalam Firman Allah SWT surah Ath Thuur ayat

1-4:
      

    

Dan Firman Allah Azza Wa Jalla dalam surah Al ‘Aadiyaat ayat 1-3:

   

    

Dan dari persesuaian atas huruf-huruf yang berdekatan, sebagaiman

Firman Allah SWT dalam surah Shaad ayat 4-7:

1 Basyuni Abdul Fatih Fayud, Ilmu Badi, Cet. Ke-III, (Qaahirah, Universitas Al Azhar, 1998), Hlm
289.
     

     

      

     

     

      

      

 

Adapun huruf Ba’, Dal, dan Qaf merupakan huruf-huruf yang

berdekatan. Dan sebagaimana juga Firman Allah SWT dalam surah Qaaf ayat

1-2:

     

     

    

Maka huruf Dal dan Ba’ merupakan dua huruf yang

berdekatan.

Dan dalam sebuah syai’ir Abi Taaman, yaitu:


‫ض به يثيددي ييدديي‬
‫وفا ي‬ َ‫ت بدده وأييويرى‬ ‫د‬
‫يتللىَّ به يريشد ي‬
‫ي وأيثَيثير ي‬

Dan dalam Syi’ir Al Mutanbi’:

‫واللسييَّثر ف يشغيلل والبييحير ف يخيجدل‬ ‫فنييحين ف جيذلل والريويم ف يويجلل‬

Adapun menurut beberapa ahli balaghin sepeti2 Sukaaki dan Khatib,

yaitu saja’ itu tidak ada kecuali pada prosa (natsar), dan ia tidak ada juga

kecuali pada persesuaian antara kedua fashilahnya atau lebih atas salah satu

hurufnya, maka saja’ itu bukanlah sesuai atas huruf-huruf yang berdekatan.

Khatib berkata: Saja’ sesuai antara kedua fashilahnya dari sebuah

prosa atas salah satu hurufnya dan ini semakna dengan perkataan Sukaaki,

yaitu saja’-saja’ itu ada dalam sebuah prosa seperti irama-irama dalam sebuah

syi’ir, dan sebelumnya kami telah menyebutkannya, karena saja’ itu ada

dalam sebuah syi’ir sebagaimana juga ia ada dalam sebuah prosa, karena

mereka para ahli balaghin telah memjadikan saja’ itu sesuai atas huruf-huruf

yang berdekatan.

Adapun saja’ menurut ahli balaghah keserasian dua fasilah dalam

kalam natsar atas satu huruf yang akhir3. Saja’ yang ada pada fashilah dalam

2 Ibid., Hlm 289.


3 M. Zamroji, dan H. Nailul Huda, Balaghah Praktis Jauharul Maknun Saku, (Santri Salaf Press:
2017), Hlm 454.
kalam natsar menyerupai qafiyah dalam kalam syi’ir (dalam segi wazan, huruf

atau qafiah-nya). (Taqrirat Mandzumat al-Jauharil Maknun, MHM Lirboyo).

Mushonnif membuat suatu perbandingan bahwa saja’ yang ada di fashilah

dalam kalam natsar itu menyerupai qafiah (akhir bait) dalam kalam sya’ir.

Saja yang paling baik adalah yang bagian-bagian kalimatnya

seimbang, dan sajak tidak indah kecuali rangkakaian kalimatnya bagus, tidak

dibuat-buat, dan bebas dari pengulangan yang tidak berfaedah4.

Dalam buku Jauharul Maknum, saja’ ialah persamaan dua fashilah

(kalimat akhir) dari natsar dengan satu huruf. Adapun saja’ dalam fashilah

(kalam akhir) dari natsar itu menyerupai qofiah pada syair, (pada wazan,

huruf, atau qafiyahnya)5. Sedangkan dalam buku Al-Balaaghatul Waadhilah,

saja’ juga bearti cocoknya huruf akhir dua Fashilah atau lebih6.

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas maka dapat disimbulkan

saja’ itu adalah sesuai kedua fashilahnya atau lebih dalam kalam natsar atau

syi’ir.

B. Pengertian Fashilah, Qafiyah, Faqrah dan Qarinah


1. Fashilah

4 Ali Al-Jarim dan Mustafa Amin, terjemahan Al-Balaaghatul Waadhilah, (Sinar Baru Algensido,
Bandung, 2014) Hlm 391.
5Abdurrahman Al-Ahdori, Terjemah Jauharul Maknun, (Mutiara Ilmu, Surabaya, 2009), Hlm 145.
6 Ali Al-Jarim dan Mustafa Amin, terjemahan Al-Balaaghatul Waadhilah, (Sinar Baru Algensido,
Bandung, 2014) Hlm 391.
Fashilah adalah kata yang ada di akhir kalam atau ayat yang menyerupai

qafiah dalam bait. Dan selamanya fashilah itu dimatikan huruf akhirnya

dalam kalam natsar (prosa) karena waqaf (berhenti membaca)7.


2. Qafiah adalah lafadz yang digunakan mengakhiri bait, adakalanya berupa

kalimat yang ada diakhir, atau berupa huruf akhir dari kata tersebut8.
3. Faqrah
Faqrah adalah tempat berhentinya suatu fashilah (kata akhir), sedangkan

dua kalimat yang dibandingkan itu disebut qarinah9.


C. Syarat-syarat Saja’ yang baik

Dalam nadhom mushonnif menjelaskan urutan saja’ yang baik, dengan

urutan sebagai berikut10:

1. Saja’ yang paling baik adalah sajak yang kedua faqrohnya (kedua

penggalan kalam atau ayat-ayatnya) itu sama (tidak ada yang lebih

banyak). Seperti dalam Firman Allah Swt dalam surah Al-Waqi’ah ayat

28-29:

      

2. Urutan berikutnya adalah saja’ yang faqrohnya yang kedua lebih banyak

dan lebih panjang dari faqroh pertamanya. Seperti dalam Firman Allah

Swt dalam surah Al-Najm ayat 1-2:

7 Ibid., Hlm 391.


8 M. Zamroji, dan H. Nailul Huda, Balaghah Praktis Jauharul Maknun Saku, (Santri Salaf Press:
2017), Hlm 454.
9 Basyuni Abdul Fatih Fayud, Ilmu Badi, Cet. Ke-III, (Qaahirah, Universitas Al Azhar, 1998), Hlm
290..
10 M. Zamroji, dan H. Nailul Huda, Balaghah Praktis Jauharul Maknun Saku, (Santri Salaf Press:
2017), Hlm 458.
      

  

3. Urutan berikutnya adalah saja’ yang faqroh pertamanya lebih banyak dari

faqroh keduanya apabila selisihnya banyak maka saja’nya dianggap tidak

baik. Dan saja’ juga dinilai baik jika mudah, terlepas dari unsur-unsur

kesulitan dan dibuat-buat. Seperti dalam Firman Allah Swt dalam surah

Al-Fiil 1-2:

     

     

 

Saja’ juga tidak akan bagus kecuali terpenuhi empat hal berikut ini,

yaitu11:

1. Hendaknya kata-kata yang digunakan itu mudah, ringkas atau jelas, dan

ringan atas saja’ itu.

2. Hendaknya lafadz-lafadznya itu bisa membantu makna karena lafadz-

lafadz tersebut mengikuti makna tersebut, maka jika engkau melihat saja’

yang tidak memberi manfaat atau pemahaman bagi mu kecuali dengan

11 Rofiah, Saja’ dalam Surah Nuh (Skripsi, UIN Sunan Ampel) Hlm 22.
cara penambahan atau pengurangan pada lafadz-lafadznya, maka

ketahuilah bahwasannya hal tersebut termasuk hal yang dipaksakan.

3. Hendaknya makna-makna yang dihasikan itu berasal dari tarkib atau

susunan yang sesuai tidak bisa dipungkiri atau dinakirahkna.

4. Hendaknya masing-masing dari saja’ tersebut menunjukkan atas sebuah

makna yang berubah atau berbeda yang dijelaskan atau ditunjukkan oleh

saja’ yang lain sehingga saja’ tersebut tidak terulang-ulangi dengan tanpa

adanya faidah atau manfaat.

D. Jenis-Jenis Saja’

Untuk jenis-jenis saja’ ada perbedaan tempat sebagiannya ada di dalam

natsar (prosa) dan Syi’ir (Puisi), dan sebagiannya menkhususkan pada syi’ir

maka jenis-jenis saja’ yang disekutukan dari keduanya itu ada tiga12:

1. Saja’ Mutharraf

Yaitu saja’ yang kedua fashilahnya atau lebih berbeda dalam wazannya,

tetapi cocok dalam huruf akhirnya (qafiah). Seperti Firman Allah Swt

dalam surah Nuh ayat 13-14:


       

  

12 Basyuni Abdul Fatih Fayud, Ilmu Badi, Cet. Ke-III, (Qaahirah, Universitas Al Azhar, 1998), Hlm
292.
Maka wazan (‫)يوقيثثاررا‬berbeda dengan wazan (‫)أيطثي ثيواررا‬ dan dalam satu qafiah

(sama) yaitu huruf ra’, sebagaimana juga dalam QS An- Naba’; 6-7):
     

 
dan juga dalam syi’ir Abi tamaam:
‫ض به يثيددي وأييويرىَ بدده يزنيددي‬ ‫يتللىَّ به ريشددي وأيثَيثر د د‬
‫ت بده ييديي وفا ي‬
‫يي‬ ‫ي‬
‫د‬
Maka kata ‫شدي‬ ‫د‬
‫ ير ي‬dan ‫ييديي‬, berbeda wazannya, dan sama qafiahnya, adapun

kata ‫ يثيثددي‬,‫يريشثددي‬dan ‫ييثدديي‬, maka sama dalam qafiah dan wazannya, maka

yang dimaksud disini adalah wazan arud bukan sharaf.

2. Saja’ Murashasha’

Yaitu saja’ yang lafadz-lafadz dari salah satu di antara dua faqrohnya

secara keseluruhan atau kebanyakan menyamai faqrohnya yang lain dalam

wazan dan qafiahnya. Seperti dalam Firman Allah Swt dalam surah Al-

Infithaar ayat 13-14:


     

   

Dan QS Al-Aa’diyaat: 1-5

   

    


     

 

Dan Hadits Rasulullahu Saw: (pada suatu hari ada seorang hamba yang

memberi salam kepadanya tiada lain ia adalah kedua malaikat yang turun

maka salah satu diantara keduanya berkata:

‫الليهلم أييعدط يميندفرقا‬

Dan salah satunya lagi berkata:

‫الليهلم أييعدط يميدسركا تيثلييفا‬13

Dan seperti ucapan Al-Hariri:

‫ع بديزيوادجدر يويعدظده‬ ‫فيثهو يطيبع اليسجا د د د د‬


‫ِ يوييثيقيرعي الي يي‬،‫ع بييواحدر لييفظه‬
‫سا ي‬ ‫يي ي ي ي ي ي ي‬

‫ ألعسسعجا ع‬sama wazan dan qafiahnya dengan lafadz ‫ع‬


Lafadz ‫ع‬ ‫العسسعما ع‬dan lafadz

‫ برعجعوارحرر‬sama dengan lafadz ‫ برعزعوارجرر‬, dan secara berturut-turut adalah sebagai

‫ع=ُيع س‬
berikut: ‫طبععع‬ ‫َ العسسعماعع=ُالعسسعجا ع‬،‫َ برعزعوارجرر=ُبررجعزارهرر‬،‫عوسعرظره =ُ لعسفرظره‬
‫َ يعسقعر ع‬،‫ع‬

13Ibid. Hlm 292.


Yang kebanyakan dari salah satu faqroh menyamai faqroh lainnya. Yaitu

bila pada saja’ di atas lafadz Al-Asma’ diganti lafadz Al-Aadzan yang

artinya telinga.

Dan ucapan Abi Faraas al-Hamdaani dalam syi’irnya:

‫ب‬ ‫وأفعايلنا لللرغَّبي كرامة وأموايلنا لللطالب د‬


‫ي ينا ي‬
‫ي‬ ‫ي‬

Dan ucapan lainnya:

‫جردة يسييَّدفده لديليميعتيدديي ويرحيَّيق يخييردة يسيبيَّده لديليميعتيدفيي‬


‫فحرييق يي‬

3. Saja’ Mutawazi

Yaitu saja’ yang sama dalam kedua fashilahnya baik wazan maupun

qafiahnya. Seperti dalam Hadits Nabi Muhammad Saw:


‫ فنحورهم وشرورهم‬.ِ،14‫ك دمين شرورهم‬ ‫د‬
‫ِ بد ي‬،‫ك ف يينودرهم‬
‫الليهلم إدلنا يينيعلي ي‬
Keduanya sama baik wazan maupun qafiahnya. Dan ucapan al-Mutanbi

dalam syi’irnya:
‫فيثنييحين ف يجيذلل يوالريويم ف يويجلل والبيثر ف يشغيلل والبييحير ف يخيجلل‬
Maka sathar (separo bait) pertama itu saja’ mutawazi, dan sathar kedua

saja’ Murashsha’.

Hal ini dapat terjadi pada tiga keadaan, yaitu15:


14Ibid. Hlm 293.
15 Nisak , Farihatun, Sajak dalam Surah Al Mulkn dan Surah Al-Mudatssir, (Skripsi, UIN Sunan
Ampel, 2013), Hlm 31-32.
a. Berbeda wazan dan qofiahnya secara bersamaan
Seperti Firman Allah dalam surah Al-Ghasiah ayat 13-14:
    

 
Qorinahnya ada dua, yaitu kata ‫ سث ثثرور مرفوعث ثثة‬dan ‫أكث ثواب موضث ثثوعة‬, kata “sururun”

adalah setengah dari qorinah pertama yang dibandingkan dengan kata

“akwabun”, qorinah kedua. Keduanya bebeda wazan dan qafiah.


b. Beda wazan, tetapi qofiah tidak

Contoh:

‫صيفا فا اليعادصيفات‬
‫عييرفا واليرسلت يع ي‬

Kata ‫ المرسسلتا‬dan ‫العاص فاتا‬, berbeda wazannya yang pertama berwazan

‫ مفعلتا‬dan yang kedua bewazan ‫فاعلتا‬, akan tetapi qofiahnya sama, yaitu

Ta’.

Sebagaimana juga dalam surah Al-Alaq ayat 17-18:

    



Kata ‫ ناديه‬dan ‫ زبانية‬sama qafiahnya huruf “ya” tetapi berbeda wajanya,

yaitu ‫ فاعل‬dan ‫ مفاعل‬.

c. Beda qafiah tapi wazan tidak


Contoh dalam surah Al-Lail ayat 9-10:

   

 

Kata ‫ حسنى‬dan ‫عسرى‬, keduanya berbeda qofiah yang bertama huruf

“nun” yang kedua “ra” tetapi sama wazan.

E. Bentuk Fashilah Saja’


Dan fashilah-fashilah (huruf akhir) saja’ itu diletakkan di atasnya tanda

sukun sebagai tempat berhentinya, bertujuan untuk memgawinkan antara

fashilah-fashilah itu dan demikian itu tidak sempurna pada setiap gambarnya

kecuali berhenti, dan bentuknya sukun16. Seperti ungkapan Qus Bin Saa’idah

al-Iyaadi, yaitu:

‫ت‬ ‫ل‬
‫ِ يو يكرل يما يهيو ات ا ي‬،‫ت‬
‫ت يفا ي‬
‫ِ يويمين يما ي‬،‫ت‬
‫ش يما ي‬
‫يمين يعا ي‬....

Dan ungkapan yang lainnya:

‫ت‬ ‫ِ يويما أيقيثير ي‬،‫ت‬


‫ب يما يهيو ا ي‬ ‫يما أبيثيعيد يمثا يفا ي‬

Seandainya tidak disukun ungkapan-ungkapan yang dimaksud dari

saja’ itu, maka ‫ تا‬dari kata ‫ ماتا و فاتا‬ditulis atau digambar fatha dan dari kata

16Basyuni Abdul Fatih Fayud, Ilmu Badi, Cet. Ke-III, (Qaahirah, Universitas Al Azhar, 1998), Hlm
295.
‫ اتا‬ditulis atau digambar kasrah mannunah, dan demikian itu kalkulasi

pembuatan harkat-harakat I’rab atau bentuk akhir suatu fashilah, dan demikian

itu tidak dapat mengawinkan diantara fashilah-fashilahnya, maka wajib

diwaqafkan diatasnya dengan tanda sukun.

F. Bentuk Faqrah Saja’

Dan atas jenis-jenis saja’ terdapat perbedaan dari segi faqrahnya

terbagi dua, yaitu17:

1. Saja’ Pendek (qashir)

Saja’ qashir yaitu kata yang terdiri dari suatu ungkapan yang sedikit,

dan dimulai dari dua kata dan diakhiri dengan tujuh kata sampai sepuluh

kata. Seperti dalam QS Al-Mursalaat ayat 1-2:

   

 

Dan QS Al-Mudatssir ayat 1-5:

     

     

  

17 Ibid. Hlm 296.


Dan QS An-Najmu ayat 1-3:

      

       

Dan QS Al-Qamar ayat 1-3.

    

    

    

     

2. Saja’ Panjang (thawil)

Saja’ panjang (thawil), yaitu kata yang terdiri dari suatu

ungkapan yang panjang, dan berlainan tingkatan panjangnya yang

dimulai dari sebelas kata dan diakhiri sampai dua puluh kata maka

tiada lagi diatas itu, seperti dalam QS Hud ayat 9-10:

QS At-Taubah ayat 128-129:

     

    

    


       

      

 

Dan QS Al-Anfaal ayat 43-44:

       

  

    

      

    

   

    

      

Dan sebagian berpendapat bahwasanya saja’ itu faqrahnya

panjang atau pendek maka terbagi lagi menjadi tiga18, yaitu panjang,

pertengah, dan pendek, maka pendek dimulai dari dua kata sampai

empat kata dalam suatu faqrahnya, pertengahan dimulai dari lima kata

sampai sepuluh kata dalam suatu faqrahnya, dan panjang diatas

demikian itu, dan ia tidak melihat kegunaan oleh perbedaannya

18 Ibid. Hlm 297.


sebagaimana ia tidak melihat kebelakang dari pembagian-pembagian

ini, maka pertama-tama ia berkata: sesungguhnya saja’ itu dimulai

dengan dua kata sampai dua puluh kata atau yang mendekatinya.

Anda mungkin juga menyukai