Anda di halaman 1dari 7

Tasybih

A. Pengertian Tasybih
Tasybih adalah menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain karena memiliki kesamaan
sifat di antara kedua hal tersebut, dengan menggunakan adat (alat) tasybih, baik
disebutkan maupun tidak.
B.
Rukun-rukun Tasybih
1. Musyabbah (sesuatu yang hendak diserupakan)
2. Musyabbah bih (sesuatu yang diserupai)
3. Wajhus syibhi (sifat yang terdapat pada kedua hal itu)
4. Adaatut tasybih (huruf/kata yang menyatakan penyerupaan)
Musyabbah dan musyabbah bih disebut juga tharafait tasybih.
C. Pembagian Tasybih
1.
Tasybih mursal
Tasybih mursal adalah tasybih yang adat tasybihnya disebutkan, contoh :

Huruf yang bergaris bawah adalah salah satu adat tasybih yakni
2.
Tasybih muakkad
Tasybih muakkad adalah tasbih yang adat tasybihnya tidak disebutkan, contoh :














kemanakah tuan hendak menuju, wahai Raja yang pemurah? Kami adalah tumbuhtumbuhan pegunungan dan Tuan adalah mendung
Dalam bait ini adat tasybih tidak disebutkan, karena penyair ingin menunjukkan
bahwamusyabbah adalah musyabbah bih itu sendiri. Oleh karena itu ia tidak menyebutkan
adat tasybih yang memberi kesan bahwa musyabbah lebih lemah dari musyabbah bih.
3.
Tasybih mujmal
Tasybih mujmal adalah tasybih yang tidak disebutkan wajh syibhnya, contoh:

Matahari yang bersinar itu bagaikan dinar yang tampak kuning cemerlang yang ditempa
besi cetakannya
Penyair menyerupakan matahari ketika terbit dengan dinar yang baru saja selesai dicetak.
Ia tidak menyebutkan wajah syibhnya dan hanya mengandalkan kita untuk menangkapnya
sendiri, yakni warna kekuning-kuningannya yang mengkilat.
4.
Tasybih mufashal
Tasybih mufashal adalah tasybih yang disebutkan wajah syibhnya, contoh:










orang berilmu itu pelita bagi umatnya dalam memberi petunjuk dan menghilangkan
kegelapan
Kalimat yang bergaris bawah di atas adalah wajh syibhnya. Wajh syibhnya dijelaskan dan
dirinci.
5.
Tasybih baligh
Tasybih baligh tasybih yang tidak disebutkan wajah syibh dan adat tasybihnya, contoh:














kemanakah tuan hendak menuju, wahai Raja yang pemurah? Kami adalah tumbuhtumbuhan pegunungan dan Tuan adalah mendung
Penyair tidak menyebutkan adat tasybih dan wajh syibhnya, karena akan memberi kesan
bahwa musyabbah lebih lemah dari musyabbah bih, dan memaksakan bahwa kesamaan
sifat dari kedua hal itu hanya pada satu sifat, dan tidak pada sifat yang lain.
D. Tasybih Tamtsil
Tasybih tamtsil adalah tasybih di mana wajh syibh nya berupa sifat/gambaran secara
menyeluruh, yang diambil dari beberapa hal. Dan jika sebaliknya, maka disebut tasybih
ghoiru tamtsil/tasybih mufrad.
Contoh Tasybih tamtsil :
1









seakan-akan bulan sabit itu pedang dari perak yang tenggelam dalam piring besar biru
Pada bait ini, penyair menyerupakan bulan sabit yang putih berkilau dengan keadaan
pedang yang terbuat dari perak dan disimpan dalam piringan besar berwarna biru. Wajh
syibh nya adalah gambaran yang diambil dari beberapa hal, yakni sesuatu berwarna putih,
berbentuk melengkung (sabit), terletak di suatu tempat yang berwarna biru.
Contoh Tasybih ghoiru tamtsil/mufrad :









ia adalah lautan kemurahan. Dekatlah kepadanya, maka kamu akan bertambah jauh dari
kefakiran
Penyair menyerupakan kemurahan orang yang dipujanya dengan lautan. Ia juga
mengimbau kepada orang-orang untuk mendekat padanya, agar terjauhkan dari
kefakiran. Wajh syibh nya adalah suatu sifat yang hanya dimiliki bersama oleh 2 hal, yakni
orang yang dipuja dan laut, sama-sama memiliki sifat murah hati.
E.
Tasybih Dhimniy
Tasybih dhimniy adalah tasybih dimana musyabbah dan musyabbah bihnya tidak dirangkai
dalam bentuk seperti biasa, hanya terkandung dalam makna. Syair-syair tasybih dimniy
mengandung unsur-unsur tasybih tapi secara tersirat. Tersirat berarti tidak jelas. Syair-syair
berikut mengandung tasybih, tapi tidak tegas (tasybih dhimniy):












Jangan kau ingkari orang dermawan yang tidak memiliki kekayaan, karena banjir adalah
musuh bagi tempat yang tinggi

Dalam pembicaraanmu terkesan kebangsawananmu karena kuda yang istimewa itu dapat
diketahui melalui ringkikannya
Pada syair pertama dikatakan bahwa jangan kau ingkari orang dermawan yang tidak
memiliki kekayaan, sebab puncak-puncak gunung yang merupakan tempat tinggi tidak
dapat digenangi oleh air banjir. Dalam kalimat ini, penyair secara tersirat menyerupakan si
dermawan yang tidak memiliki kekayaan itu dengan puncak gunung yang tidak pernah
dilanda banjir. Penyair tidak mengatakan langsung seperti itu, namun menggunakan kalimat
tersendiri yang mencakup makna tersebut.
Syair kedua tidak berbeda dengan syair pertama yang mencakup makna tersirat. Di mana
penyair menyerupakan keadaan pembicaraan yang memberi kesan kebangsawanan orang
yang berbicara dengan keadaan ringkikan kuda yang istimewa, yang menunjukkan bahwa
kuda itu berasal dari keturunan yang baik.
F.
Tasybih Maqlub
Tasybih
maqlub
adalah
tasybih
di
mana musyabbah didakwakan/dibalik
menjadi musyabbahbih,
dan
sebaliknya, musyabbah bih menjadi musyabbah.
Dalam
taasybih ini diserupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain, tapi kemudian makna tasybih
itu diselewengkan karena wajh syibh lebih utama atau lebih kuat daripada musyabbah.
Tasybih maqlub bermaksud untuk melebih-lebihkan bahwa wajh syibh lebih kuat
dari musyabbah.

Barangsiapa membandingkan kedermawanan di suatu hari dengan hujan, maka ia telah


salah dalam memujimu. Awan itu member sambil menangis, sedang kamu memberi dengan
tertawa.
Penyair menyerupakan awan/hujan dengan kedermawanan. Padahal sudah pasti bahwa
awan/hujan itu lebih dahsyat/lebih kuat daripada kedermawanan. Dan yang biasa kita
dengar adalah kedermawanan diserupakan dengan awan/hujan, akan tetapi dalam syair ini
disebutkan tasybih yang sebaliknya.
G.

Maksud dan Tujuan Tasybih


2

1.
Menjelaskan kemungkinan terjadinya sesuatu pada musyabbah: ketika sesuatu
yang asing/aneh disandarkan pada musyabbah,dan keanehan itu tidak hilang sebelum
dijelaskan keanehan yang sama itu pada kasus lain. Contoh:










banyak sekali puncak kemuliaan seorang ayah itu karena kemuliaan anaknya, seperti
Adnan mencapai puncak kemuliaan karena kemuliaan Rasulullah saw
Sesuatu yang aneh disini adalah meningkatnya kemuliaan. Seorang ayah, puncak
kemuliaannya adalah karena kemuliaan anaknya, keanehan itu tidak akan diketahui jika
tidak disebutkan pula pada kasus lain, yakni Adnan mencapai puncak kemuliaan, juga
karena kemuliaan orang lain, Rasulullah saw.
2.
Menjelaskan keadaan musyabbah: jika musyabbah tidak diketahui sifatnya sebelum
ada tasybih yang menjelaskan/menyebutkan sifatnya itu. Contoh:






saya melihat semua orang dermawan menuju kepadamu, seakan-akan engkau adalah laut
dan raja-raja adalah sungai-sungai kecil
Pada baris pertama hanya disebutkan saya melihat semua orang dermawan menuju
kepadamu, dan tidak akan diketahui sifatnya musyabbah, jika baris kedua tidak
disebutkan,seakan-akan engkau adalah laut dan raja-raja adalah sungai-sungai kecil.
3.
Menjelaskan kadar keadaan musyabbah: bila musyabbah sudah diketahui keadaannya
secara global, dan tasybih didatangkan dengan tujuan menjelaskan rincian keadaannya.
Contoh:












Rumahku yang kudiami sempit bagaikan liang biawak, yang kedua sisi-sisinya berdekatan
sehingga benar-benar sempit. Saya harus memutar-mutar badan ketika memasukinya
sehingga saya tidak dapat lagi meluruskan kaki dan betis
Pada bait di atas keadaan musyabbah benar-benar dijelaskan dengan sangat rinci. Rumah
penyair berukuran kecil dan sempit. Ia menjelaskan keadaan keseluruhan rumahnya dengan
sangat rinci, setelah ia sebutkan sifat secara umum rumahnya (bahwa rumahnya sesempit
lubang biawak), dan baru ia jelaskan rinciannya.
4.
Menegaskan
keadaan musyabbah:
bila
sesuatu
pada musyabbahmembutuhkan penegasan dengan contoh. Contoh:

yang

disandarkan












kemuliaan orang yang berilmu meskipun ia merahasiakan ilmunya, adalah seperti minyak
kesturi yang tertutup rapi, namun baunya tetap semerbak
Dalam syair ini, diserupakan kemuliaan orang yang berilmu dengan minyak kesturi.
Walaupun ia merahasiakan ilmunya, tetap terlihat bahwa ia orang berilmu. Seperti minyak
kesturi, kalaupun ditutup rapat-rapat, tetap akan tercium juga wanginya.
5.

Memperindah atau memperburuk musyabbah. Contoh:

Ia bukanlah seorang budak, melainkan anak yang dikuasakan Allah yang Maha kuasa lagi
bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dengan pelayanannya yang bagus, ia sangat
membantuku. Maka ia adalah tanganku, hastaku, dan bahuku
Bait ini menunjukkan bahwa penyair begitu menyukai seseorang tersebut (musyabbah). Ia
menyerupakan orang tersebut seperti tangan, hasta, dan bahunya, di mana ia juga
menyukai segala sesuatu tentang dirinya. Dan sampai menyerupai orang tersebut dengan
beberapa dari anggota tubuhnya sendiri yang ia sukai.
H. Balaghoh Tasybih dan Pengaruhnya
- Balaghoh tasybih terletak pada dakwaan di mana musyabbah adalah musyabbah bih itu
sendiri (musyabbah dan musyabbah bih adalah hal yang satu)
3

- Balaghoh tasybih muncul jika tasybih itu membawa kita dari suatu keadaan kepada
keadaan baru yang menyerupainya dan punya nilai lebih. Dan jika penyerupaan itu susah
dipahami/jauh dari kehendak hati, maka tasybih itu akan semakin indah dan mengagumkan.
- Nilai balaghoh tasybih dilihat dari segi jarang dan jauhnya sasaran, serta dari kadar
imaginasinya. Tasybih yang semakin rendah tingkatan balaghohnya adalah tasybih yang
disebutkan seluruh rukun/unsurnya. Karena seperti telah disebutkan di atas, bahwa
balaghoh tasybih terletak pada dakwaan di mana musyabbah adalah musyabbah bih itu
sendiri (tasbybih baligh), sedang keberadaan adat tasybih dan wajh syibh akan
menghalangi
dakwaan
ini.
Dan
tasybih
yang
dibuang/tidak
disebutkan adat dan wajhsyibhnya tingkat balaghohnya akan meningkat. Adapun tasybih
yang paling tinggi tingkatan balaghohnya adalah jenis tasybih baligh, seperti telah
dijelaskan sebelumnya.

Hakikat dan Majaz


Hakikat adalah lafadz yang menunjukkan makna asli. Sedang majaz adalah lafadz yang
tidak menunjukkan makna asli. Contoh:
() :
()
Majaz dibagi menjadi tiga yaitu majaz lughawi, mursal, dan aqli.

Majaz lughawi adalah lafadz yang digunakan bukan makna sebenarnya, karena
ada
hubungan
disertai karinah yang
mencegah
peletakkan
makna
sesungguhnya. Karinah adalah kata yang mencegah peletakkan makna asli.

Telah berdiri menaungiku dari teriknya matahari, seorang yang lebih aku cintai daripada
diriku sendiri. Ia telah menaungiku, amat mengherankan, bila ada matahari menaungiku
dari teriknya matahari
Kata assyamsu pada baris kedua bait kedua menyatakan dua makna. Makna pertama
adalah makna majazi berarti orang yang bercahaya wajahnya, yang menyerupai
kecemerlangan matahari, sedang makna kedua adalah makna hakiki, yakni matahari yang
ada di langit. Bila diperhatikan, makna majazi dan makna hakiki ini berkaitan.
Kaitan/hubungan kedua makna tersebut disebut dengan musyaabahah (saling menyerupai).

Majaz Aqli
Menyandarkan
fiil
atau
kata
yang
serupa
kepada
apa
yang
bukan
perbuatannya. Karinahnya
seperti
majaz
lughawi,
yakni
menghalangi
peletakkan/penyandaran makna sebenarnya. Penyandaran dari majaz aqli adalah
penyandaran pada sabab fiil, waktu fiil atau mashdarnya, atau penyandaran fail pada
mafulnya, atau sebaliknya maful pada failnya.









Siangnya Zahid berpuasa dan malamnya berdiri (shalat)
Dalam syair ini, puasa disandarkan kepada siang, bukan kepada Zahid di mana ia adalah
pelaku. Padahal siang itu tidak berpuasa yang berpuasa adalah orang yang hidup pada
siang itu. Dan berdiri shalat disandarkan kepada malam. Padahal malam itu berdiri, tap
yang berdiri adalah orang yang shalat pada malam itu. Jadi, pada syair ini fiil/kata yang
serupa dengannya disandarkan pada kata yang bukan tempat sandaran sebenarnya.
Penyandaran majaz aqli dalam syair ini adalah waktu fiil.

Majaz Mursal
Majaz mursal adalah kata yang digunakan bukan pada makna asal, karena tidak ada
hubungan musyabahah, dan karinahnya menghalangi pemahaman makna asli.
Hubungan makna hakiki dan makna majazi dalam majaz mursal ini ada beberapa, yakni :assababiyyah, al-musabbabiyyah, al-juziyyah, al-kulliyah, al-mahaliyyah, al-haliyyah.



.........



:

... dan menurunkan untukmu rizki dari langit
4

Yang dimaksud rizki pada ayat ini adalah hujan. Rizki tidak diturunkan oleh Allah dari langit,
melainkan air hujan, di mana dengan air itu tumbuh-tumbuhan menjadi hidup dan menjadi
sumber rizki bagi kita. Demikianlah, maka rizki adalah musabbab/akibat dari turunnya
hujan. Jadi hubungannya adalah al-musabbabiyyah.
Balaghoh Majaz Mursal dan Aqli
Jika kita perhatikan contoh-contoh majaz mursal dan majaz aqli di atas, kebanyakan majaz
itu mengemukakan makna singkat. Seperti contoh berikut :
(komandan itu menyisihkan pasukan musuh )




Keringkasan ungkapan tersebut adalah salah satu jenis balaghoh.
Di samping itu, dalam majaz mursal ada kemahiran memilih titik singgung antara makna
asli dan majazi, seperti menyebut intelijen dengan mata, menyebut telinga dengan orang
yang mudah tersinggung, dan contoh lainnya. Atau dalam majaz aqli ada penyandaran
sesuatu kepada sebabnya, tempat dan waktunya karena balaghoh memang mengharuskan
pemilihan sebab yang kuat, tempat dan waktu yang khusus juga.
Dan jika kita perhatikan lagi, kebanyakan majaz mursal dan aqli menggunakan ungkapan
yang mubalaghoh (berlebih-lebihan) dan berpengaruh, menjadikan majaz itu menarik hati.
Seperti contoh berikut :










saya tidak tahu apakah ia yang berada di hidungnya, ataukah hidungnya yang ada pada
dia
Dalam buku referensi penulis, disebutkan bahwa majaz mursal masuk bagian dalam majaz
lughawi.
Bagian lain dari majaz lughawi adalah istiaroh. Berikut penjelasan mengenai istiaroh.
Istiaroh
Istiaroh adalah tasybih yang dibuang salah satu tharaifnya (musyabbah/musyabbah bih).
Sehingga, hubungan antara makna hakiki dan makna majazi selalu musyabahah (saling
menyerupai). Istiaroh ada dua macam, yaitu :
1.
Istiaroh Tashrihiyyah, yaitu istiaroh yang dibuang musyabbahnya.
Contoh dari istiaroh tashrihiyyah:











Saudaraku menjamu mata dengan keindahan, dan telinga dengan kejelasan
Memberi kenikmatan mata dengan keindahan dan memberi kenikmatan telinga dengan
kejelasan diserupakan dengan menjamu tamu. Jadi, menyuguh mata dan telinga itu
maksudnya memberi kenikmatan. Memberi kenikmatan sebagai istiaroh tasrihiyyah.
Sedang karinahnya adalah jamaalan dan bayaanan. Disini, musyabbahnya dibuang, yaitu
memberi kenikmatan.
2.
Istiaroh Makniyyah, yaitu istiaroh yang dibuang musyabbah bihnya. Dan
menggunakan salah satu sifat khas dari musyabbah bih untuk menggantikannya.
Contoh dari istiaroh makniyyah :








Fulan melempar matanya sebagaimana isyarat kedermawanannya
Sifat dermawan diserupakan dengan manusia. Lalu musyabbah bihnya (manusia) dibuang
dan digantikan dengan salah satu sifatnya yaitu asyaaro (berisyarat). Sifat asyaaro ini
sebagaiistiaroh makniyyah. Dan isyarat kepada kemuliaan sebagai karinahnya.
3.
Istiaroh Ashliyyah, yaitu istiaroh yang menggunakan isim jamid.
Contoh dari istiaroh makniyyah ashliyyah :


Lidah pena itu meludahkan kegelapan di siang hari dan ia paham apa-apa yang dikatakan
seseorang tanpa melalui pendengaran
Pada syair ini, pena ( )diserupakan dengan manusia, lalu musyabbah bihnya dibuang
dan diganti dengan salah satu sifat khasnya yaitu lidah. Jadi istiarahnya adalah istiaroh
makniyyah. Dan lafadz-lafadz yang digunakan sebagai istiaroh adalah isim jamid, sehingga
disebut istiaroh makniyyah ashliyyah.
5

Contoh dari istiaroh tashrihiyyah ashliyyah :













Aku cinta kamu wahai matahari dan bulan zaman ini, sekalipun bintang-bintang yang
samar dan yang jauh mencaci makiku karena menyukaimu
Pada bait ini, kata ganti kamu diserupakan ddengan matahari dan bulan, karena samasama
berkedudukan
tinggi. Musyabbah bihnya
(asy-syams
dan
al-badr)
itu
sebagai istiarohtashrihiyyah. Sedang lafadz yang digunakan adalah isim jamid.
4.
Istiaroh Tabaiyyah, adalah istiaroh yang menggunakan lafadz isim musytaq/fiil.
Contoh dari istiaroh tashrihiyyah tabaiyyah :



Apabila si merah itu datang ke danau untuk minum, maka raungannya sampai ke sungai
Eufrat dan Nil
Pada syair ini, sampainya raungan singa ke wilayah sungai Eufrat diserupakan dengan
sampainya air karena sama-sama mencapai tujuan. Musyabbah bihnya (warada) itu sebagai
istiaroh tashrihiyyah. Sedang lafadz dalam istiaroh tersebut adalah isim musytaq,
bukan jamid.
5.
Istiaroh Murasyahah, adalah istiaroh yang disertai penyebutan kata-kata yang
relevan dengan musyabbah bih.
Contoh Istiaroh Murasyahah :








Akhlak Fulan itu lebih lembut daripada napas angin timur ketika bercanda dengan bungabunga dataran tinggi
Pada bait ini, istiaroh makniyyah terdapat pada kata ash-shobaa (angin yang berhembus
dari timur), karena angin diserupakan dengan manusia (dibuang musyabbah bihnya dan
diganti
dengan
kata
yang
menunjukkan
sifat
khasnya,
yaitu anfaas). Anfaas menjadi karinah makniyyah.Sedang istiaroh murasyahah terdapat
pada kata ghaazalat
6.
Istiaroh Mujarrodah, adalah Istiaroh yang disertai penyebutan kata-kata yang relevan
dengan musyabbah.
Contoh istiaroh mujarrodah :















Fulan adalah orang yang paling hebat tulisannya, ketika penanya minum tinta dan menari
di atas kertasnya
Pada bait ini, terdapat istiaroh mujarrodah, yakni terdapat kata-kata yang relevan
denganmusyabbah, yaitu kata dawaatihi dan qirthasihi. Karinahnya qalam (minum dan
menari).
7.
Istiaroh Muthlaqoh, adalah istiaroh yang tidak disertai penyebutan kata-kata yang
relevan dengan musyabbah bih atau musyabbah.




Sesungguhnya saya sangat haus untuk bertemu denganmu
Kerinduan diserupakan dengan kehausan karena yang dituju sama. Karinahnya adalah kata
ilaa liqaa ika, jadi istiarohnya adalah istiaroh muthlaqoh.
8.
Istiaroh Tamtsiliyyah, adalah suatu susunan kalimat yang digunakan bukan pada
makna aslinya karena ada hubungan keserupaan antara makna asli dan makna majazi,
dengan disertai karinah yang mencegah peletakkan pada makna asli.
Contoh istiaroh tamtsiliyyah,





Barang siapa merasa pahit mulutnya karena sakit, niscaya air tawar terasa pahit olehnya
Bait tersebut menunjukkan makna hakiki, yakni orang yang sakit mulutnya terasa pahit
ketika minum air tawar. Namun, penyair tidak menggunakannya untuk makna itu, tetapi
ditujukan pada orang-orang yang mencela syairnya karena mereka tidak punya bakat
syair. Musyabbahnya adalah keadaan orang yang mencela syair, dan musyabbah bihnya
6

keadaan orang yang sakit yang berasa pahit jika minum air tawar. Susunan kalimat tersebut
dinamakan istiaroh tamtsiliyyah.

Balaghotul Istiaroh
Tidak beda jauh dengan balaghoh tasybih, di mana nilai tasybih yaitu pada penyusunan
kata-katanya dan pada pembuatan musyabbah bih yang jauh dari jangkauan hati kecuali
hati orang yang berjiwa seni. Sedang nilai istiaroh dari segi lafadznya adalah bahwa
susunan kalimatnya seakan-akan tidak mengindahkan tasybih, karena saking indahnya dan
tasybihnya terselubung, mengharuskan kita untuk mengkhayalkan sendiri gambaran
barunya.
Oleh karena itu, nilai istiaroh dalam balaghoh lebih besar bahkan dari tasybih baligh,
Karena tasybih baligh walaupun disusun tanpa musyabbah dan musyabbah bih, tasybihnya
masih terlihat jelas. Berbeda dengan istiaroh, di mana tasybihnya tersembunyi.
Adapun nilai istiaroh dari segi rekayasa dan keindahan berilusi dan pengaruhnya dalam jiwa
para pendengarnya adalah adanya kesempatan yang leluasa utuk berkreasi, dan adanya
semacam perlombaan bagi ahli sastra.
Gambaran dari contoh-contoh syair yang telah disebutkan di atas tidak diragukan lagi
sangat indah dan senantiasa manis didengar serta menyenangkan sepanjang masa.

KESIMPULAN
Dari paparan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa tasybih adalah
menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain karena memiliki kesamaan sifat di antara
kedua hal tersebut, dengan menyebutkan unsur-unsurnya, yaitu musyabbah, musyabbah
buh, adat tasybih, dan wajh syibh.
Walaupun demikian, ada juga jenis tasybih yang tidak menyebutkan salah satu atau
bahkan salah dua dari empat unsur tersebut. Tasybih akan semakin tinggi tingkatannya jika
tidak menyebutkan musyabbah dan musyabbah bihnya. Tasybih ini disebut tasybih baligh.
Dan sebaliknya, akan semakin rendah tingkatannya jika disebutkan seluruh unsur-unsurnya.
Majaz dibagi menjadi tiga yaitu majaz lughawi, mursal, dan aqli.
Ketiga majaz tersebut sama-sama mengungkapkan sesuatu dengan makna tidak
sebenarnya. Kebalikan dari hakikat yang mengungkapkan makna asli sebenarnya.
Istiaroh adalah tasybih yang dibuang salah satu tharaifnya (musyabbah/musyabbah
bih). Dan hubungan antara makna hakiki dan majazinya adalah musyabahah (saling
melengkapi). Nilai istiaroh dilihat dari segi lafadz dan rekayasa keindahannya. Dari segi
lafadznya, tasybih dalam susunan kalimatnya terselubung/tersembunyi. Dan dari segi
rekayasa keindahannya, adalah adanya kesempatan yang leluasa utuk berkreasi, dan
adanya semacam perlombaan bagi ahli sastra.

Anda mungkin juga menyukai