Anda di halaman 1dari 22

RESUME BALAGHAH

Ilmu Maani

Dosen Pengampu : Muhammad Nuruddien, MH

Disusun oleh : Kelompok 3

Wilda Rahmatin N. (17240008)

Moh. Abdulloh Hilmi (17240009)

Noriansa Sujanna (17240010)

Dhiya’ Ramadhani (17240011)

JURUSAN ILMU AL-QU’RAN DAN TAFSIR

FAKULTAS SYARI’AH

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2019
Definisi Ilmu Ma’ani

Ilmu Ma’ani merupakan bentuk jamak dari (‫نى‬-‫ ) مغ‬. Secara leksikal kata tersebut
berarti maksud, arti atau makna. Para ahli ilmu bayan mendefiniskannya sebagai
pengungkapan melalui ucapan tentang sesuatu yang ada dalam pikiran atau disebut juga
sebagai gambaran dari pikiran.

Sedangkan menurut istilah, ilmu ma’ani adalah ilmu yang mengetahui hal-ihwal lafaz
bahasa Arab yang sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi.

‫علم يعرف به احوال اللفظ العريب اليت هبا يطابق مقتضى احلال‬

Yang dimaksud dengan hal ihwal lafadz bahasa Arab adalah model-model susunan
kalimat dalam bahasa Arab, seperti penggunaan taqdim atau ta’khir, penggunaan ma’rifah
atau nakiroh. Sedangkan situasi dan kondisi adalah situasi dan kondisi mukhattab, seperti
keragu-raguan atau malah mengingkari informasi tersebut.

Tujuan dari diberlakukannya ilmu ma’ani adalah membantu agar seseorang dapat
bebicara sesuai dengan muqtadha’ al-hal. Agar seseorang dapat berbicara sesuai dengan
muqtadha’ al-hal, maka ia harus mengetahui bentuk-bentuk kalimat dalam bahasa Arab.

Objek kajian ilmu ma’ani hampir sama dengan ilmu nahwu, Kaidah-kaidah yang
berlaku dalam ilmu nahwu juga diberlakukan didalam ilmu ma’ani. Perbedaan antara
keduanya terletak pada wilayahnya. Ilmu nahwu lebih bersifat mufrad, tanpa terpengaruh
oleh faktor lain seperti keadaan kalimat-kalimat di sekitarnya. Sedangkan ilmu ma’ani
bersifat tarkibi atau tergantung pada faktor lain.

Kajian dalam ilmu ma’ani adalah keadaan kalimat dan bagian-bagiannya. Kajian yang
membahas bagian-bagian berupa musnad ilaih dan fi’il muta’allaq. Sedangkan objek kajian
dalam bentuk jumlah meliputi fashl, washl, ijaz, ithnab, dan musawah.

Secara keseluruhan ilmu ma’ani mencakup 8 macam, yaitu.

1. ‫أحوال اإلسناد الخبري‬

2. ‫أحوال المسند إليه‬


3. ‫أحوال المسند‬

4. ‫أحوال متعلقات الفعل‬

5. ‫القصر‬

6. ‫اإلنشاء والخبر‬

7. ‫الفصل والوصل‬

8. ‫اإليجاز واإلطناب والمساواة‬

A. Isnadul Khabari (kalimat berita)

Isnad adalah menghimpun satu kata atau lafadz yang sejalan dengan kata
tersebut dengan kata lain sehingga memunculkan faedah hukum, baik isbat (positif
atau ada) ataupun nafi (negatif atau tidak ada), sedangkan khobar adalah perkataan
yang mungkin benar atau mungkin salah. Jadi, Isnad Khobari adalah penyandaran
satu kata dengan kata lain sehingga memunculkan pemahaman hukum, baik positif
ataupun negatif yang masih mungkin benar atau salah. Sedangkan Menurut Ulama
ahli balaghoh Isnad Khobari adalah menghukumi sesuatu dengan salab (nafi’) atau
ijad (itsbat).

Unsur Isnad Khobari

1. Musnad, yaitu sesuatu yang disandarkan atau disematkan. Yang bisa menjadi musnad
adalah fi’il atau yang menyerupai fi’il dan tarkib khobar (predikat).
2. Musnad Ilaih, yaitu seseorang atau sesuatu yang menjadi pelaku. Yang bisa menjadi
musnad ilaih adalah fa’il, naibul fa’il, dan mubtada’.

Contoh:

a. Kalimat Positif

‫زيد كاذب‬

b. Kalimat Negatif
‫زيد مل يكذب‬

Kalam Khobari

Kalam Khobari secara istilah adalah kalimat yang bersifat informatif atau
pembicaraan yang mengandung kemungkinan benar atau bohong semata-mata dilihat
dari pembicaraannya itu sendiri. Apabila seseorang mengucapkan suatu kalimat yang
mempunyai pengertian yang sempurna, setelah itu kita bisa menilai bahwa kalimat
tersebut benar atau salah maka kita dapat menetapkan bahwa kalimat tersebut
merupakan kalam khabar.

Unsur-unsur Khabar:

a) Mutakallim (Orang yang bicara)


b) Mukhattab (Lawan bicara)
Tingkatan Mukhattab
- ‫( خال الذمن‬Yang langsung percaya)
- ‫( مرتدد‬Yang ragu)
- ‫( منكر‬Yang tidak percaya)
c) Khabar (Topik yang dibicarakan)

Tingkatan Khabar

a. Ibtidai (Tanpa huruf taukid)


b. Thalabi (Dengan 1 huruf taukid)
c. Inkari (Dengan 2 atau lebih huruf taukid)

Macam-macam Khabar

a. Ibtidai : Khabar yang tidak dilengkapi huruf taukid, dan disampaikan kepada

mukhatab yang ‫الذمن‬ ‫خال‬


b. Thalabi: Khabar yang dilengkapi dengan satu huruf taukid, dan disampaikan

kepada mukhatab yang ‫مرتدد‬


c. Inkari: Khabar yang dilengkapi dengan dua/lebih huruf taukid, dan disampaikan

kepada mukhatab ‫إنكري‬

B. Musnad Ilaih

Secara leksikal musnad ilaih bermakna yang disandarkan kepadanya.


Sedangkan secara terminologis musnad ilaih adalah,

‫ﺍﳌﺴﻨﺪ ﺍﻟﻴﻪ ﻫﻮ ﺍﳌﺒﺘﺪﺃ ﺍﻟﺬﻯ ﻟﻪ ﺧﱪ ﻭﺍﻟﻔﺎﻋﻞ ﻭ ﻧﺎﺋﺒﻪ ﻭ ﺃﲰﺎﺀ ﺍﻟﻨﻮﺍ ﺳﺦ‬

Musnad Ilaih adalah mubtada yang mempunyai khabar, fâ’il,naib al-fâ’il,dan


beberapa isim dari ‘amil nawâsikh. Dalam pengertian lain musnad ilaih adalah kata-
kata yang dinisbatkan kepadanya suatu hukum, pekerjaan, dan keadaan. Posisi
musnad ilaih dalam kalimat terdapat pada tempat-tempat berikut ini:

1) fâ’il ‫ﻗلوهبم‬ ‫ﺧﺘﻢ ﺍﷲ ﻋﻠﻰ‬

2) nâib al- fâ’il; ‫ﺍﻟﺼﻴﺎﻡ‬ ‫ﻛﺘﺐ ﻋﻠﻴﻜﻢ‬

3) mubtada: ‫ﻭﺍﻷﺭﺽ‬ ‫ﺍﷲ ﻧﻮﺭ ﺍﻟﺴﻤﺎﻭﺍﺕ‬

4) isim ‘‫ ’ﻛﺎﻥ‬dan sejenisnya; ‫ﺣﻜﻴﻤﺎ‬ ‫ﻭﻛﺎﻥ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻤﺎ‬

5) isim ‘‫ ’ﺇﻥ‬dan sejenisnya; ‫ﻟﻜﺎﺫﺑﻮﻥ‬ ‫ﺇﻥ ﺍﳌﻨﺎﻓﻘﲔ‬

6) maf’ûl pertama ‘‫ ’ﻇﻦ‬dan sejenisnya; ‫ﻏﺎﺋﺒﺎ‬ ‫ﻇﻦ ﺍﻷﺳﺘﺎﺫ ﳏﻤﺪﺍ‬

7) maf’ûl kedua dari ‘‫ ’ﺃﺭﻯ‬dan sejenisnya. ‫ﺩﺭﺍﺳﺘﻬﻢ‬ ‫ﺭﺃﻳﺖ ﺃﻥ ﺍﻟﻄﻼﺏ ﳎﺘﻬﺪﻳﻦ‬

Dalam kajian balagah ada beberapa teknik dalam mengungkapkan musnad


ilaih, di antaranya adalah:

a. Me-ma’rifah-kan dan Me-nakirah-kan

Ketentuan dari musnad ilaih adalah berupa isim ma’rifah, sebab


selayaknya sesuatu yang diterangkan keadaannya atau pekerjaan yang
dilakukannya mesti diketahui dengan maksud agar hal tersebut memberi faedah.
Mema’rifahkan musnad ilaih adakalanya menggunakan isim dhamir (kata ganti),
isim ‘alam (nama diri), isim isyarat (kata tunjuk), isim maushul (kata sambung), al
(alif lam ta’rif), dan idhafah.

Salah satu tujuan dan rahasia di balik penggunaan isim dhamir pada
musnad ilaih adalah konteks kalimat menampakkan keberadaan sebagai
mutakalim (penutur) atau mukhathab (lawan tutur), seperti perkataan Nabi saw:

‫أنا النيب ال كذب أنا ابن عبد املطلب‬

Selain karena keadaan kalimat pada posisi penutur di sini ada makna lain
yang dapat dirasakan yaitu rasa berbangga sebagai keturunan ‘Abdul Muthalib
dan sebagai seorang Nabi yang tidak pantas berkata dusta.

Musnad ilaih disusun dengan menggunakan isim ‘alam, salah satu


tujuannya adalah untuk menghadirkan maknanya di hati pendengar dengan nama
khusus yang disebutkan supaya dapat berbeda dari yang lainnya, seperti
penyebutan Ibrahim dan Isma’il dalam QS. al-Baqarah/2: 127

ِ ‫الس ِم‬ ِ ِ
‫يم‬
ُ ‫يع الْ َعل‬
ُ َّ ‫ت‬ َ ‫يل َربَّنَ_ _ _ _ _ __ا َت َقبَّ ْل ِمنَّا ۖ إِن‬
َ ْ‫َّك أَن‬
ِ ِ ِ ِ ِ
ُ ‫يم الْ َق َواع_ _ _ _ _ _ َ_د م َن الَْبْيت َوإمْسَاع‬
ِ
ُ ‫َوإ ْذ َي ْرفَ_ _ _ _ _ _ ُ_ع إ ْب_ _ _ _ _ _ َ_راه‬

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah


bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan Kami terimalah daripada Kami
(amalan kami), Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha
Mengetahui".

Musnad ilaih dibentuk dengan menggunakan isim isyarah, salah satu


tujuannya adalah merendahkan dengan kata tunjuk yang dekat serta
mengagungkan dengan kata tunjuk yang jauh, seperti firman Allah swt dalam QS.
al‘Ankabut/29 : 64

‫َّار اآْل ِ _خ_ _ َر َة هَلِ َي احْلََ_ي _ _ َ_وا ُن ۚ لَ_ _ _ ْ_و َ_ك_ __انُوا َي ْعلَ ُ_م _ __و َن‬ ِ ِ‫وم_ _ __ا َٰ_ه_ _ ِذ ِه احْل ي_ _ __اةُ ال_ _ _ ُّ_د ْنيا إِاَّل هَلْ_ _ __و ولَع‬
َ ‫ب ۚ َوإ َّن ال_ _ __د‬
ٌ ٌَ َ ََ ََ

“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. dan
sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka
mengetahui.”

Begitu banyak manusia yang terpedaya dengan kehidupan dunia yang


hanya merupakan persinggahan sehingga dalam ayat ini ditunjuk dengan kata
tunjuk dekat yang mengisyaratkan bahwa dunia itu merupakan suatu yang rendah
dan tidak perlu diagungkan.

Sedangkan kata tunjuk jauh yang digunakan untuk menunjuk Alquran al-
Karim pada QS. al-Baqarah/2: 2 menunjukkan pada posisi Alquran yang agung
dan dimuliakan, sebagaimana firman Allah swt

ِ ِ ِ ِ ‫ك الْ ِكتَاب اَل ري‬ ِ


‫ني‬
َ ‫ب ۛ فيه ۛ ُه ًدى ل ْل ُمتَّق‬
َ َْ ُ َ ‫ٰذَل‬

“Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang
bertaqwa.”

Musnad ilaih disusun dengan isim maushul, salah satu tujuannya adalah
untuk memberikan rasa penasaran kepada pendengar akan berita yang ingin
disampaikan, seperti firman Allah swt dalam QS. Luqman/31 : 8

‫َّات النَّعِي ِم‬ ِ ‫إِ َّن الَّ ِذين آمنُوا وع ِملُوا َّ حِل‬
ُ ‫الصا َات هَلُ ْم َجن‬ ََ َ َ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, bagi


mereka syurga-syurga yang penuh kenikmatan,”

Dengan menyebutkan isim maushul sebagai musnad ilaih ‫ال__ذين آمنوا وعمل__وا الصاحلات‬
“Orang-orang yang beriman dan beramal shaleh” membuat pendengar merasa
penasaran dengan keadaan atau balasan apa yang akan diberikan kepada mereka.
Sehingga ketika disebutkan bahwa mereka akan mendapatkan surga na’im, rasa
penasarannya hilang, ini yang biasa disebut dengan tasywiq. Sesuatu yang diperoleh
setelah mencari-cari merupakan hal yang menyenangkan.
Musnad ilaih disusun dengan “al” (alif lam ta’rif), salah satu tujuannya adalah
untuk menunjukkan cakupan secara keseluruhan terhadap makna yang dikandung
suatu lafaz, seperti firman Allah swt dalam QS. al-‘Asr/103 : 2

‫إِ َّن اإْلِ نْ َسا َن لَِفي ُخ ْس ٍر‬

“Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,”

Penggunaan alif lam pada kata al-insan dalam ayat ini mengisyaratkan makna
bahwa kerugian itu mencakup seluruh makhluk manusia sehingga pada ayat
berikutnya diungkapkan pengecualian terhadap orang-orang yang beriman dan
beramal shaleh.

Terkadang juga musnad ilaih dima’rifahkan dengan idhafah (sigmation) yaitu


dengan menyandarkan suatu kata kepada kata-kata ma’rifah yang disebut sebelumnya.
Teknik ini memiliki banyak tujuan diantaranya untuk menghadirkan perasaan penutur
kepada pendengar dengan cara yang ringkas karena terbatasnya keadaannya seperti
adanya rasa kebosanan yang diungkapkan oleh Ja’far bin ‘Alabah al-Haritsi dalam
syairnya:

‫ جنيب وجسماين مبكة موثق‬# ‫هواي مع الركب اليمانني مصعد‬

“ Orang yang kusenangi telah pergi bersama kafilah menuju Yaman, sedangkan
tubuhku ini terikat di Makkah”

Syair ini diungkapkan ketika penyair merasa terpenjara di Makkah lalu


dikunjungi oleh kekasihnya dan ketika sang kekasih telah pergi diucapkanlah syair

ini. Untuk mengungkapkan orang yang disenangi penyair menggunakan kata ‫هواي‬

dengan menyandarkan kata ‫ هو ى‬kepada dhamir mutakallim “‫ ”ي‬yang lebih ringkas

dari pada kata .‫أهواه‬ ‫من الذي‬

Makna dan maksud tersebut adalah ketika mema’rifah-kan musnad ilaih.


Namun terkadang musnad ilaih disusun dengan kata yang berbentuk nakirah. Diantara
tujuan me-nakirah-kan musnad ilaih adalah untuk menggambarkan bahwa yang
disebutkan adalah orang yang tidak tentu dan tidak jelas siapa orangnya, seperti kata
‫ رجل‬dalam QS. al-Qashash/28 :20

‫ك ِم َن‬
َ َ‫اخُر ْج إِيِّن ل‬ َ ُ‫ك لَِي ْقُتل‬
ْ َ‫وك ف‬ َ ِ‫وس ٰى إِ َّن الْ َمأَل َ يَأْمَتُِرو َن ب‬ ِ ِ ِ
َ ْ‫َو َجاءَ َر ُج ٌل م ْن أَق‬
َ ‫صى الْ َمدينَة يَ ْس َع ٰى قَ َال يَا ُم‬
‫ني‬ ِِ
َ ‫النَّاصح‬

“Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota bergegasgegas seraya berkata:
"Hai Musa, Sesungguhnya pembesar negeri sedang berunding tentang kamu untuk
membunuhmu, sebab itu keluarlah (dari kota ini), sesungguhnya aku termasuk orang-
orang yang memberi nasehat kepadamu".”

b. Menyebut dan Meninggalkan

Dalam praktek berbahasa menyebut musnad ilaih mempunyai banyak maksud


dan tujuan, diantaranya adalah menujukkan akan kesenangan penutur terhadap
sesuatu yang dituturkan seperti perkataan penyair:

‫ ليالي منكن أم ليلى من البشر‬# ‫باهلل يا ظبيات القاع قلن لنا‬

Sang penyair menyebutkan nama Laila dua kali yang pada dasarnya bisa
disebutkan sekali dengan tujuan ada perasaan senang dengan menyebutnya.

Terkadang juga Musnad Ilaih tidak disebutkan dalam berbahasa jika ada hal
yang menunjukkan pada sesuatu yang tidak disebutkan itu. Teknik ini mempunyai
beberapa tujuan diantaranya adalah kondisi dan situasi yang sempit tidak
memungkinkan untuk menyebutkan musnad ilaih karena perasaan sakit atau putus
asa, seperti perkataan penyair:

‫ سهر دائم وحزن طويل‬# ‫ كيف أنت؟ قلت عليل‬:‫قال يل‬

“Dia berkata kepadaku: bagaimana kondisimu? Saya menjawab: sakit. Bergadang


selamanya dan kesedihan yang berkepanjangan.”
Sang penyair tidak lagi menyebutkan musnad ilaih ‫أنا‬ karena situasi dan

kondisinya yang sempit dengan adanya perasaan sakit.

c. Susun balik (Mengedepankan dan mengakhirkan)

Secara umum musnad ilaih pada kalimat nominal letaknya didahulukan seperti
didahulukan mubtada dari pada khabar. Sementara pada kalimat verbal musnad ilaih
terletak setelah musnad seperti fa’il disebutkan setelah fi’il.

C. Seputar tentang Musnad (Predikat dalam kalimat)

Secara leksikal, musnad berarti disandari. Secara terminologis, musnad adalah


sifat, fi’il tam atau sesuatu yang bersandar kepada kepada musnad ilaih. Musnad
berada pada kata yang berkedudukan sebagai khabar mubtada, kata kerja, isim fi’il,

khabar ‫ ك_ __ان‬dan saudara-saudaranya, khabar ‫ إن‬dan saudara-saudaranya, maf’ul

kedua ‫ ظن‬dan saudarasaudaranya.

Seperti kajian pada musnad ilaih, musnad juga mempunyai beberapa keadaan
yaitu: didahulukan atau diakhirkan, dima’rifahkan atau dinakirahkan, disebutkan atau
ditinggalkan.

Musnad didahulukan apabila ada kondisi yang menuntut untuk didahulukan, misalnya

berupa ‘amil seperti mendahulukan kata kerja ‫ قرأ‬pada kalimat ‫“ قرأ أمحد القرآن‬Ahmad
telah membaca Alquran”. Musnad didahulukan karena ada beberapa tujuan di
antaranya yaitu untuk mentakhsis (mengkhususkan) musnad ilaih, seperti firman
Allah swt dalam QS. al-Kafirun/106 : 6

‫لَ ُك ْم ِدينُ ُك ْم َويِل َ ِدي ِن‬

“Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."

Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa syirik itu khusus untuk orang musyrik
bukan untuk Muhammad saw begitupula agama tauhid dikhususkan pada Rasulullah
saw. Musnad diakhirkan karena beberapa tujuan yang sama ketika musnad ilaih
didahulukan.
Adapun tujuan mema’rifahkan musnad diantaranya adalah untuk memberikan
faedah kepada pendengar tentang suatu hukum terhadap perkara yang telah diketahui
dengan perkara lain, contoh: Seorang pendengar atau lawan tutur mempunyai saudara
yang bernama Adil, dan dia tahu Adil itu, orangnya dan namanya, namun dia tidak
tahu bahwa yang dimaksud adalah saudaranya meskipun pada saat yang bersamaan
dia tahu kalau mempunyai saudara, dan tidak mengetahui melekatnya sifat saudara ini

pada orang yang bernama Adil. Dalam kondisi seperti ini penutur mengatakan : .‫عادل‬

‫أخوك‬

Mema’rifahkan musnad dengan alif lam juga bertujuan mengkhususkan

musnad kepada musnad ilaih seperti ungkapan ‫“ يوديونو ال_رئيس‬Yudoyono itu seorang
presiden” jika tidak ada presiden selainnya.

Musnad dinakirahkan karena tidak ada penyebab untuk mema’rifahkannya.


Menakirahkan musnad dalam hal ini juga mempunyai tujuan tertentu diantaranya
yaitu untuk mengagungkan seperti firman Allah swt ketika berbicara tentang Alquran
pada QS. al-Baqarah/2: 2

ِ ِ ِ ِ ‫ك الْ ِكتَاب اَل ري‬ ِ


‫ني‬
َ ‫ب ۛ فيه ۛ ُه ًدى ل ْل ُمتَّق‬
َ َْ ُ َ ‫َٰذل‬

“Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang
bertaqwa.”

Ayat ini menjelaskan bahwa Alquran yang itu merupakan petunjuk yang
begitu agung bagi orang-orang yang bertaqwa. Musnad dalam ayat ini adalah kata

‫ هدى‬yang merupakan khabar dari kata ganti ‫ هو‬yang merujuk kepada Alquran. Kata
tersebut disusun dengan bentuk nakirah untuk mengisyaratkan agungnya hidayah
Alquran yang sampai pada derajat tidak mungkin dibatasi pada sesuatu tertentu saja.

Adapun musnad jika disebutkan memiliki beberapa tujuan diantaranya yaitu


menyebutkannya karena memang pada dasarnya disebutkan dan tidak ada kondisi
yang mengehendaki untuk ditinggalkan. Selain itu penyebutannya dengan kata kerja
memberi faedah pada tiga macam masa yang disebutkan secara ringkas, juga
menunjukkan tetapnya faedah secara mutlak jika musnad berupa isim. Seperti firman
Allah swt QS. al-Nisa/4: 142

ِ ِ ِ ِ ِ ِِ
‫َّاس َواَل‬ َّ َ ‫إِ َّن الْ ُمنَافق‬
َ ‫ني خُيَادعُو َن اللهَ َو ُه َو َخادعُ ُه ْم َوإ َذا قَ ُاموا إىَل الصَّاَل ة قَ ُاموا ُك َساىَل ٰ يَُراءُو َن الن‬
‫يَ ْذ ُكُرو َن اللَّهَ إِاَّل قَلِياًل‬

“Orang-orang munafiq itu menipu Allah dan Allah akan membalas tipuan
mereka,jika melaksanakan mereka melaksanakannya dengan malas-malasan hanya
diperlihatkan kepada manusia dan tidak mengingat Allah sedikitpun”.

Tipuan orang munafiq bersifat tajaddud (timbul secara baru) yang terjadinya
bisa berulang-ulang, tetapi terikat dengan masa. Makna tersebut dipahami dari kata

kerja ‫خيادعون‬ sementara pembalasan Allah swt terhadap tipuan mereka tidak terikat

dengan waktu dan berlaku secara mutlak, hal tersebut dipahami dari kata yang

digunakan yang terdiri dari isim fa’il ‫خادعهم‬.

D. Muta’alliqat bil fi’li


Muta’alliqat bil fi’li adalah Ma’mul-ma’mul yang berhubungan dengan
fi’il. Ma'mul adalah suatu kata/kalimat yg huruf akhirnya berubah menjadi
rofa’.nashob, jazm dan jer dengan sebab di pengaruhi oleh amil secara langsung.
Contoh :

‫قائما‬ ‫محمد‬
ّ  ‫كان‬
‫قائما‬ ‫محمدا‬
ّ  ‫ظنت‬            
Rahasia balaghah muta’alliqat bil fi’il
Memposisikan Fi'il Muta'adi sebagai Fi'il Lazim karena tidak adanya
hubungan tujuan dengan Ma'mul.
     Contoh :
ِ ‫الذين يعلَمون و‬
ِ
‫اي الدين‬ ‫ َي ْعلَ ُمون‬ َ‫الذيْ َن ال‬ َ ُ ْ َ َ ْ ‫َه ْل يَ ْستَ ِو ْي‬
“apakah sama orang yang mengetahui dan tidak mengetahui (agama)”
 Membuang Maf'ul Bih yaitu : ‫الدين‬  (Agama), lalu pembuangan itu
memposisikan fiilnya sebagai Fi'il lazim dengan tujuan murni menetapkan fi’il pada
fa’ilnya tanpa memperhatikan keumuman  atau kekhususan. Dan dikategorikan
sebagai pembuangan, dengan menyandarkan fi'il pada na'ibul fa'il,
maka dikatakan :
 Fa'il dibuang dengan alasan karena takut pada Fa'il (pelaku)
Contoh :

‫قُتِ َل قَتِْي ٌل‬  = Korban itu telah dibunuh.

 ada kekhawatiran buruk pada Fa'il (pelaku) nya,


Contoh :
ِ ‫ ُشتِم‬           = Pemimpin itu telah dihina.
‫األم ْي ُر‬ َ
 Karena sudah mengetahui Fa'il (pelaku) nya
Contoh :

َ ‫ َو ُخلِ َق اإلنْ َسا ُن‬            = Manusia itu diciptakan dalam keadaan lemah.
‫ض ِع ْي ًفا‬

 Karena belum mengetahui Fa'il (pelaku) nya,


Contoh :

 ُ‫المتَاع‬
َ ‫ ُس ِر َق‬         = harta itu telah dicuri.

 Untuk menjaga sajak


Contoh :

ُ‫ت ِس ْي َرتُه‬
ْ ‫ت َس ِر ْي َرتُهُ ُح ِم َد‬
ْ َ‫من طَاب‬ 
ْ = barang siapa yang baik hatinya, maka akan
dipuji perilakunya.

 Menghormati pelaku, jika pekerjaannya itu hina,


Contoh :

‫تَ َكلَّ َم بِ َما الَ يَلِ ْي ُق‬      = Ia telah berbicara dengan kata yang tidak pantas
E. Qashar
Qashar secara leksikal bermakna ‘penjara’. Secara terminologis adalah
mengkhususkan sesuatu atas yang lain dengan cara tertentu. Selain makna tersebut,
Al-Qashar juga bermakna altakhsis yang berarti pengkhususan, seperti dalam

ungkapan: ‫كذا‬ ‫قصر الشيئ على‬


Dia mengkhususkan sesuatu terhadap hal ini.
Sedangkan al-qasr menurut istilah ulama balagah adalah mengkhususkan atau
mengistimewakan sesuatu atas yang lain dengan ungkapan yang menunjukkan akan
hal tersebut. Definisi lain yang serupa adalah menjadikan sesuatu itu istimewa atas
yang lain dengan menggunakan salah satu teknik tertentu dari beberapa teknik yang
dipakai untuk tujuan al-qasr.
a. Qashar memiliki konsep yakni singkat, padat, pendek / kalimat yang lafalnya
pendek akan tetapi memiliki kandungan makna yang banyak. Contoh :

ّ ٌّ‫ايريان جوكو ويدودو إ َلٌّزوجة‬


‫َل جوكو ويدودوا‬ ّ

Istri Joko Widodo hanya Iriana Joko Widodo

Makna yg terkandung di dalam kalimat tersebut, bahwa ibu megawati putri,


Mufidah Yusuf Kalla, bukan istri Presiden Indonesia.

b. Kata-kata untuk menqasar ada tiga :

1. Nafi dan Istitsna’ ( ( ّ‫اال‬+‫ال‬ ,ّ‫ اال‬+ ‫ ليس‬,ّ‫ اال‬+‫ ما‬: Ketika ada nafi dan Ististna
dalam sebuah kalimat, maka itu adalah kalimat Qashar/ uslub qashar.

Contoh : ‫تاجر‬ ّ‫ما حسن إال‬ = Hasan hanya seorang pedagang.

2. Innama (‫ )امّن ا‬: Ketika ada kata innama dalam sebuah kalimat, maka itu

adalah kalimat Qashar/ Uslub Qashar. Contoh : ‫تاجر‬ ‫امنا حسن‬ = Hasan

hanya seorang pedagang.


Contoh dalam Al-Quran :
ِ ِ ِِ ِ ِ ِ ‫ْس‬ ِ
‫يما‬ ً ‫ب إمْثًا فَإمَّنَا يَكْسبُهُ َعلَ ٰى نَ ْفسه ۚ َو َكا َن اللَّهُ َعل‬
ً ‫يما َحك‬ ْ ‫َو َم ْن يَك‬
Barangsiapa yang mengerjakan dosa, maka sesungguhnya ia
mengerjakannya untuk (kemudharatan) dirinya sendiri. Dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Ayat tersebut mengisyaratkan makna bahwa orang yang melakukan suatu
dosa tidak lain hanya untuk dirinya sendiri bukan untuk orang lain.

3. Mendahulukan yang seharusnya di belakang.


Cara ini memiliki beberapa pola, diantaranya :
 Pola Kalimat Ismiyah : pada umumnya standar kalimat ismiyah
diawali dengan mubtada dan diakhiri dengan khabar, tetapi jika
dalam sebuah kalimat diawali dengan khabar dan mubtadanya
diakhirkan, maka itu adalah kalimat Qashar / uslub qashar.
Contoh :

‫املرض ىف قلوهبم = ىف قلوهبم مرض‬


Penyakit itu hanya ada di hati mereka

 Pola kalimat Fi’liyah ‫مجلة‬ ‫ الفعلية‬: (jumlah fi’liyah terdiri dari fi’il,
fail, maful/keterangan). Akan tetapi jika dalam suatu kalimat
maf’ul bihnya didahulukan, maka itu adalah kalimat Qashar/ Uslub
Qashar. Contoh :

‫أكلت موزا صباحا = موزا أكلت‬


Yang berarti hanya pisang yang saya makan.
4. Athaf dengan ‫ ال‬/ ‫ بل‬/ ‫لكن‬
Mengathafkan kalimat dengan huruf-huruf tertentu (‫ال‬/ ‫ بل‬/ ‫لكن‬.)
Contoh:

‫ابى مدرس ال طبيب‬


Bapakku hanya seorang guru bukan seorang dokter

Pada contoh pertama diatas dijumpai ada huruf ‫ ال‬. Huruf ‫ ال‬itu disebut
huruf ‫ ال‬athaf. Huruf ‫ ال‬inilah sebagai cara sekaligus ciri yang membuat
struktur kalimat diatas menjadi struktur kalimat Qashar. Maka diartikan
“Bapakku hanya seorang guru”

Untuk menggunakan kata sambung tersebut dalam uslub al-qasr harus


mengikuti tiga ketentuan yaitu: pertama, yang disebutkan setelah kata
sambung adalah satu kata dan bukan jumlah atau kalimat. Kedua, kata
sambung tersebut didahului dengan kalimat positif. Ketiga, ungkapan
sebelumnya tidak membenarkan ungkapan sesudahnya

Macam-macam Qashar

1. Sudut Pandang Tepi Qashar


 Qasar sifah ala mausuf
merupakan sesuatu yang menunjukan sifat dan maksur ‘ilaihnya

menunjukan sesuatu yang disifati/mausuf. Contoh : ‫نعبد‬ ‫إيَك‬

 Qasar mausuf ala sifah maksurnya yang qashar adalah menunjukan


sesuatu yang disifati sementara maksur ‘alaihnya merupakan sesuatu

yang menunjukan sifat. Contoh : ‫االّ التاجر‬ ‫ما حسن‬


2. Dilihat dari aspek hubungan antara pernyataan dengan realitas, maka qasr
terbagi dua macam,
 Qasar Haqiqi adalah qashar yang maknanya sudah jelas serta tidak

dibatasi oleh waktu dan ruang. Contoh: = ‫ ال جاكرت االّ ىف اندونسيا‬Kota


Jakarta hanya di Indonesia.
 Qasar Idhafi adalah qashar yang maknanya secara faktual dibatasi

waktu atau tempat tertentu. Contoh: ‫ = ال جمتهد االّ على‬Yang sungguh-


sungguh hanya Ali.
F. Insya’

Al-insya’ secara Bahasa artinya adalah menemukan, adapun secara istilah


yaitu suatu perkataan yang di dalamnya tidak mengandung unsur kebenaran atau
kebohongan.

Maka demikian perbedaan khabar dengan insya’ adalah terletak pada unsur
kejujuran atau kebohongan tersebut, namun sama-sama bentuk suatu perkataan.

Contoh insya’ yaitu ‫ اطلب العلم من املهد اىل للحد‬tuntutlah ilmu dari buaian hingga
ke liang lahat.
Insya’ dibagi kepada dua macam yaitu insya’ thalaby dan insya’ ghairu
thalaby. Insya’ thalaby adalah suatu perkataan yang menghendaki adanya suatu
tuntutan yang tidak terwujud ketika perkataan itu diucapkan. Yang termasuk kategori
kalimat insya’i adalah amr, nahyu, istifham, tamanni dan nida’. Adapun insya’ ghairu
thalaby adalah suatu perkataan yang tidak menghendaki suatu tuntutan.

Khabar

Khabar adalah suatu perkataan yang di dalamnya mengandung unsur


kebenaran atau kebohongan dan semata-mata dilihat dari pembicaraannya . Dikatakan
benar (shadiq) apabila perkataannya sesuai dengan realita, dan dikatakan dusta
(kadzib) apabila maknanya bertentangan dengan realita, tujuan utama khabar itu ada
dua yaitu:

1. orang yang mendengar khabar tersebut mendapat faedah ‫) )فائدة الخبر‬

Contohnya:

‫اهلل ماىف السموات و األرض وإن تبدوا ماىف أنفسكم أو ختفوكم حياسبكم به اهلل فيغفر ملن يشاء‬

‫ويعذب من يشاء واهلل على كل شيءقدير‬

2. Orang yang menyampaikan dan mendengar khabar tersebut mengetahui khabar


yang disampaikannya. ‫) )الزم الفائدة‬

Contoh:

‫لقد هنضت من نومك ىف الساعة الثالثة قبل الفجر لصالة اليل‬

Dari kedua tujuan khabar diatas dibagi lagi menjadi beberapa tujuan yaitu:

1. ‫االسرتحام‬ bentuk khabar yang bermakna meminta untuk dikasihi

Contohnya : ‫ريب‬ ‫إين فقري إىل عفو‬ = Sungguh aku sangat membutuhkan ampunan

Tuhanku

2. ‫ إظهار الضعف و اخلشوع‬bentuk khabar yang bermakna memperlihatkan kelemahan


Contohnya : ‫شيبا‬ ‫رب إين وهن العظم مين واشتعل الرأس‬

Ya Tuhanku sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban

3. ‫ إظهار التحسر‬bentuk khabar yang bermakna memperlihatkan penyesalan

Contohnya : ‫الدهر‬ ‫فإن ينقطع منك الرجاء فإنه سيبقى عليك احلزن مابقي‬

Apabila engkau memutuskan harapanmu niscaya engkau akan larut dalam


penyesalan.

4. ‫ احلث على السعي و اجلد‬bentuk khabar yang bermakna dorongan untuk bekerja keras

Contohnya : ‫وجد‬ ‫من جد‬ = Barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan

mendapat

5. ‫ الفخر‬bentuk khabar yang bermakna kemuliaan

Contohnya : ‫قريش‬ ‫إن اهلل اصطفى ين من‬

Sesungguhnya Tuhanku memilihku dari bangsa Quraisy

6. ‫ املدح‬bentuk khabar yang bermakna pujian

Contohnya : ‫الدين‬ ‫مالك يوم‬

Engkau adalah raja di hari kemudian

7. ‫ التوبيخ‬bentuk khabar yang bermakna menyingkap

Contohnya : ‫طالعة‬ ‫= الشمس‬Matahari terbit

8. ‫التحذير‬ bentuk khabar yang bermakna peringatan


Contohnya : ‫الطالق‬ ‫أبغض احلالل إىل اهلل‬

Perbuatan yang halal namun dibenci Allah adalah thalak

9. ‫ إظهار التحسر على شيء حمبوب‬bentuk khabar yang bermakna memperlihatkan


sesuatu yang ia sukai

Contohnya : ‫انثى‬ ‫إين وضعتها‬

Sesungguhnya aku melahirkannya seseorang anak perempuan.

G. Al-Fashlu wal washlu

Washal adalah menyambungkan satu kalimat dengan kalimat berikutnya


dengan menggunakan huruf athaf waw (hanya wawu), atau kalimat yang di ‘athafkan

oleh kalimat sebelumnya contohnya ‫السماء‬ ‫يعلم مايلج يف األرض وما خيرج منها وما ينزل من‬

‫وما يعرج فيها‬

Lafazh ( ‫منها‬ ‫ )وما خيرج‬di ‘athafkan oleh kalimat sebelumnya yaitu ( ‫يعلم ما يلج‬

‫ )يف األرض‬dan begitu pula dengan kalimat yang lainnya yakni di’athafkan oleh kalimat
yang terletak sebelumnya.

Tempat-tempat dua kalimat yang harus di washal

jika kedua jumlah tersebut memiliki kedudukan I’rab yang sama

1. Jumlah pertama dan kedua berkedudukan khabar.

‫الولد يأكل ويشرب مبساعدة امه‬

2. Jumlah pertama dan kedua berkedudukan fa’il

‫حيسن أن تأكل ويشرب جالسا‬

3. Jumlah pertama dan kedua berkedudukan nai fa’il


‫علم أن التاءب مغفور_ وأنه يدخل اجلنة‬

4. Jumlah pertama dan kedua berkedudukan maf’ul

‫أريد أن أكون ماهرا ىف اللغة العربية وأن أكون متفوقا فيها‬

Jika kedua kalimat tersebut sama-sama khabariyah atau insyaiyah

‫إن األبرار لفي نعيم وإن الفجار لفي جحيم‬

Adapun fashal kebalikan daripada alwashlu yaitu tidak meng’athafkan kalimat


pada kalimat yang lainnya atau memisahkan kedua kalimat dan tidak

menyambungkannya. Contohnya, ‫ إمنا حنن مستهزءون اهلل‬,‫وإذا دخلوا إىل شياطينهم قالوا إنا معكم‬

‫يستهزءهم‬

Maka pada lafazh (‫يستهزءهم‬ ‫ )اهلل‬tidak di’athafkan atas lafazh (‫) إنا معكم‬karna
apabila lafazh inna ma’akum mengathafkan lafaz Allahu yastahziu bihim maka itu
termasuk perkataan orang-orang munafik dan bukan perkataan dari Allah.

Tempat-tempat dua kalimat yang harus di fashal

1. Kalimat kedua merupakan kalimat taukid dari kalimat pertama

‫فمهل الكافرين أمهلهم رويدا‬

2. Kalimat kedua merupakan bayan dari kalimat pertama

‫ بعض لبعض وإن مل يشعر حدم‬# ‫الناس للناس من بدو وحاضرة‬

3. Kalimat kedua merupakan badal dari kalimat pertama

‫بل قالوا مثل ما قال األولون قالوا أءذا متنا وكنا ترابا وعظاما أءنا ملبعوثون‬
Kesimpulannya adalah washlu terbatas pada penggunaan athaf dengan waw,
sedangkan fashlu memisahkan dan tidak menggabungkan. Dan masing-masing dari
washal dan fashal memiliki beberapa tempat.

H. Al-ijaz, Al-ithnab, Al-Masawah

Al-ijaz adalah bentuk mashdar dari fi’il ‫ أوجز‬artinya singkat, jadi ijaz adalah kata
yang singkat namun padat maknanya.

Macam-macam ijaz:

1. Ijaz qashri
2. Ijaz hadzfi

Al-ithnab adalah bentuk mashdar dari fi’il ‫ اطنب‬berarti panjang atau


memanjangkan atau kalimat yang panjang dan banyak lafalnya namun sedikit maknanya.

Macam-macam ithnab:

1. Menyebutkan yang khusus setelah yang umum untuk memberikan perhatian terhadap
kelebihan yang khusus.
2. Menyebutkan yang umum setelah khusus untuk memberikan informasi kepada yang
umum serta serta perhatian kepada kedudukan yang khusus.
3. Menyebutkan yang jelas setelah yang samar untuk memantapkan makna dalam
pikiran pendengar
4. Mengulang penyebutakan karena ada faktor
5. Menambah ungkapan diakhir kalimat
6. Menambah keterangan guna menghindari kesalah pahaman.
7. Menyelang kalimat ditengah kalimat.
8. Menambah ungkapan diakhir kalimat.

Musawah adalah bentuk mashdar dari fi’il ‫ ساوى‬artinya sama atau menyamakan

Contoh :

‫وما تقدموا ألنفسكم من خري جتدوه عند اهلل‬

Kebaikan apa saja yang kalian berikan pasti kalian dapati balasannya di sisi Allah.

Anda mungkin juga menyukai