al-ma`ani
A. Pengertian
• Ma’aani jamak dari ma’na, secara leksikal berarti arti
•Secara istilah: ilmu untuk mengetahui hal ihwal lafal bahasa yang sesuai dengan tuntutan situasi
dan kondisi
•Objek kajiannya hampir sama dengan ilmu nahwu. Hanya kalau ilmu nahwu membahas makna yg
lebih bersifar mufrad, sedang ma’ani lbh besifat tarkibi
B. Kajian
• Jumlah
o Fashal
o Washal
o Ijaz
o Ithnab
o musawat
Jumlah = Kalimat
1. Jumlah Ismiyah
• Ismiyah : suatu jumlah (kalimat) yang terdiri atas mubtada’ dan khabar.
• Fungsi jumlah ismiyah adalah menetapkan sesuatu hukum pada sesuatu.
•Jumlah ini tidak berfungsi untuk tajaddud/pembaruan dan istimrar/kontinuitas (terutama yang
khabarnya berbentuk fa’il atau isim maf’ul.
•Jika khabarnya berbentuk fi’il, maka mengandung dimensi waktu (bisa lampau, sekarang, atau
yang akan datang)
•Jumlah ismiyah (kalimat nominal), mubtada’ ditempatkan di awal kalimat sedangkan khabar
ditempatkan sesudahnya
•Jika mubtada berbentuk nakirah (indefinitive) dan khabar berupa frase preposisi, maka khabar
didahulukan
2. Jumlah Fi’liyah
• Jumlah fi’liyah: kalimat yang terdiri atas fi’il dan fa’il atau fi’il dan naibul fa’il
•Mengandung makna pembatasan waktu (lampau. Sedang, akan). Setiap fi’il hanya ada satu
pembatas waktu.
• Waktu pada fi’il tdk perlu ada qarinah lafdziyah
• Penanda waktu pada isim perlu qarinah lafdhiyah
• Fi’il juga bisa menunjukkan makna tajaddud
•Jumlah fi’liyah juga bisa menunjukkan adanya perubahan secara berkesinambungan dan bertahap
sesuai konteks dan indikatornya (syarat fi’ilnya berupa mudhari’)
• Pada jumlah fi’liyah (kalimat verbal), fi’il (verba) dapat berbentuk aktif dan pasif.
•Karakteristik jumlah fi’liyah tergantung kepada fi’il. Fi’il madhi membentuk karakter (baik positif
maupun negatif). Sedangkan fi’il mudhari’ membentuk tajaddud (pembaharuan)
•Selain struktur, kalimat juga bisa digolongkan dari segi isi. Dari segi isi, baik jumlah ismiyah
maupun fi’liyah ada kita sebut jumlah mutsabatah (kalimat positif) dan jumlah manfiyah (kalimat
negatif).
•Jumlah mutsabatah (kalimat positif) ialah kalimat yang menetapkan keterkaitan antara subjek dan
predikat (baik dalam jumlah ismiyah maupun jumlah fi’liyah)
•Jumlah manfiyah (kalimat negatif ialah kalimat yang menegasikan/meniadakan hubungan antara
subjek dan predikat
A. MUSNAD ILAIH
• Secara leksikal = yang disandarkan kepadanya.
•Secara istilah = mubtada yang mempunyai khabar, fa’il, naibul fa’il, dan beberapa isim dari amil
nawasikh.
•Pengertian lain = kata/kata-kata yang kepadanya dinisbatkan suatu hukum, pekerjaan, dan
keadaan
• Posisi musnad ilaih dalam kalimat:
• Fa’il
• Naib fa’il
• Mubtada’
• Ismu “kaana” dan sejenisnya
• Ismu “inna” dan sejenisnya
• Maf’ul pertama “dhanna” dan sejenisnya
• Maf’ul kedua dari “ra’aa” dan sejenisnya
B. MUSNAD
• Musnad = sifat, fi’il, atau sesuatu yang bersandar kepada musnad ilaih.
• Musnad berada pada tempat-tempat:
o Khabar mubtada
o Fi’il tam
o Isim fiil
o Khabar “kaana” dan sejenisnya
o Khabar “inna” dan sejenisnya
o Maf’ul kedua dari “dhanna” dan sejenisnya
o Maf’ul ketiga dari “ra’aa” dan sejenisnya
•Kalam adalah untaian kata yang memiliki pengertian yang lengkap. Dalam konteks ilmu balaghah
kalam ada dua jenis: (1) kalam khabari dan (2) kalam insya’I
• Kalam khabari ialah kalimat yang mengandung kemungkinan benar atau tidak benar.
KALAM INSYA’I
•Kalam insya’I adalah suatu kalam yang setelah ucapan itu dituturkan tidak bisa dinilai benar atau
dusta. Kalam insya’I merupakan kebalikan kalam khabari.
•Kalam insya’i: (1) insya’I thalabi: amar, nahyu, istifham, tamanni, dan nida’, (2) insya’I ghair
thalabi: ta’ajjub, madz al-Dzamm, qasam, kata-kata yang diawali af’alur raja. Yg kedua ini tdk masuk
bahasan ilmu ma’ani
A. Amar
•Amar adalah tuntutan untuk mengerjakan sesuatu dari yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah.
Adat untuk amr adalah dengan:
o fi’il amr,
o fi’il mudhari yang disertai lam amr,
o isim fi’il amar, dan
o mashdar pengganti fi’il.
B. Nahyu
•Nahyu adalah tuntutan meninggalkan sesuatu perbuatan dari pihak yang lebih tinggi. Adat nahyu
adalah:
o Fiil mudhari’ yang sebelumnya dimasuki lam nahyi
C. Istifham
• Istifham adalah menuntut pengetahuan tentang sesuatu. Adat yang bisa digunakan:
o Hal
o A
o Ma
o Man
o Mata
o Ayyana
o Kaifa
o Aina
o Anna
o Kam
o ayyu
D. Nida’ = Panggilan
•Nida adalah tuntutan mutakallim yang menghendaki seseorang agar menghadapnya. Adat yang
biasa digunakan untuk memanggil adalah: a, ay, ya, aa, aai, ayaa, hayaa, dan waa
• a dan ay untuk munada yang dekat
• selainnya untuk munada yang jauh
• khusus untuk yaa bisa untuk yang dekat maupun yang jauh
•Kadang-kadang munada yang jauh digunakan adat nida a atau ay (karena dianggap ada kedekatan
hati)
•Kadang-kadang munada yang dekat dianggap jauh (karena bisa dianggap ketinggian munada, atau
kerendahan martabat, kelalaian, kebekuan hati)
• Penyimpangan makna nida:
o Untuk anjuran, mengusung, mendorong, menyenangkan
o Teguran keras/mencegah
o Penyesalan, kresahan, kesakitan
o Mohon pertolongan/istighotsah
o Ratapan/mengaduh
o Minta belas kasihan
o Merasa sayang, menyesal
o Keheranan atau kekaguman
o Bingung dan gelisah (tidak puas, tdk sabar, bosan)
o Mengingat-ingat
oMengkhususkan (menuturkan isim zhahir setelah isim dhamir dengan tujuan menjelaskannya. Ini
mempunyai tujuan: (1) tafakhur = membanggakan, (2) tawadhu’ = rendah hati.
E. Tamanni
•Tamanni (berangan-angan) adalah kalimat yang berfungsi untuk menyatakan keinginan terhadap
sesuatu yang diskai tetapi tidak mungkin untuk dapat meraihnya
•Menurut istilah balaghah: menuntut sesuatu yang diinginkan, akan tetapi tidak mungkin terwujud.
Ketidakmungkinan terwujudnya sesuatu itu bisa terjadi karena mustahil terjadi atau juga sesuatu
yang mungkin akan tetapi tidak maksimal dalam mencapainya. Juga ungkapan yang mungkin
terwujud tetapi tidak terwujud karena tidak berusaha secara maksimal.
QASHR
•Qashr secara leksikal bermakna ‘penjara’. Secara terminologis adalah mengkhususkan sesuatu
atas yang lain dengan cara tertentu
• Qashar memiliki empat unsur:
o Maqshur (berbentuk sifat atau maushuf)
o Magshur alaih (berbentuk sifat atau maushuf)
o Maqshur anhu yaitu sesuatu yang berada di luar yang dikecualikan
o Adat qashr.
LAA YAFUUZU ILLA AL-MUJIDDU.
YAFUUZU = MAQSHUR; AL-MUJIDDU = MA Q S H U R ALAIH;
S E L A I N AL-MUJIDDU = M A Q S HU R ANHU; LA D AN ILLA =
ADAT QA SH R
A. Jenis-jenis Qashr
• Dilihat dari aspek hubungan antara pernyataan dengan realitas:
oQashr hakiki: apabila antara makna dan esensi dari pernyataan tsb menggambarkan sesuatu yg
sebenarnya. Pernyataan tsb bersifat universal, tdk bersifat kontekstual, dan diperkirakan tdk ada
pernyataan yg membantah atau pengecualian lagi setelah pernyataan tsb. (LAA I L A A H A I L L A
ALLAH)
oQashr idhafi: ungkapan qashr bersifat nisbi. Pengkhususan maqshur alaih pada ungkapan qashr ini
hanya terbatas pada maqshurnya, tidak pada selainnya (WAMAA M U H A M M A D U N ILLA R ASU L QAD
KHALAT M I N QABLIHIR RUSUL)
Catatan: sifat di sini adalah ma’nawiyah; bukan isim sifat dalam konteks nahwu.