Anda di halaman 1dari 11

A.

Pengertian kāna
Kana wa akhawatuha merupakan satu dari tiga amil nawasikh. Amil
nawasikh sendiri adalah amil yang bisa merubah atau menggganti hukum
dari mubtada khobar dan menetapkan hukum lainnya. Karena, setelah
masuknya amil nawasikh lafadz yang asalnya mubtada berubah menjadi
isim dari amil dan yang awalnya khobar menjadi khabarnya
amil.1Sedangkan kana wa akhawatuha merupakan bagian dari fi’il dan
masuk bagian fi’il naqis.

‫ويسمى‬
ّ ‫ فرتفع األول‬،‫كان هو افعال ناسخة ناقصة تدخل على املبتداء واخلرب‬
‫ويسمى خربها‬
ّ ‫ وتنصب' اخلرب‬،‫امسها‬.
Kānaadalah fi’il nawasikh yang masuk pada mubtada’dan
khobar,merofa’kan yang awal (isimnya), dan menashobkan khobar
(khabarnya)2

‫ويسمى امسها وتنصب‬


ّ ‫كان هو افعال تدخل على املبتداء' واخلرب فرتفع االول‬
‫ويسمى خربها‬
ّ ‫الثاىن‬.
Kāna adalah fi’il yang masuk pada mubtada’ dan khobar, merofa’kan
yang awal (isimnya) dan menashobkan yang kedua (khobarnya) 3

‫ هبا انصنب ككان زيد ذا بصر‬# ‫إرفع بكان املبتدا' امساً واخلرب‬

Dengan kāna, rofa’kanlah mubtada’yang selanjutnya menjadi isimnya


kāna, dan nashobkanlah khobar yang selanjutnya menjadi khobarnya

1
Ummi Hanik, Muhammad Afif Amrulloh,Analisis Sintaksis Kana Wa akhowatuham kitab
al-Arabiyah li nasyiin,(Jurnal Almakrifah,vol.16 oktober 2019: UIN Raden Intan Lampung) hal.17

2
Abdul Hasan, Nahwu Wafie, Dar al fikr hal.
3
Ali Ridlo, Maraji’ fi lughotil arabiyah juz awal, Darul fikr, hal.202
kāna.4 Contohnya: ‫كان زي ٌد ذا بص ٍر‬ “ Zaid adalah orang yang memiliki

penglihatan”.

‫ فينصب االخر‬،‫ فريفع االول تشبيها هلبالفاعل‬،‫كان هو ما يدخل على املبتدأ واخلرب‬

‫خربا له‬
ً ‫ واخلرب‬،‫ويسمى املبتدأ بعد دخوله امساً له‬
ّ .‫تشبيها له باملفعول به‬.
Kāna adalah apa yang masuk pada mubtada’ dan khobar, maka
merofa’kan yang awal (fāil), dan menashobkan yang akhir (maf’ul bihi).
Yang dimaksud mubtada’ setelah masuknya kāna adalah isimnya, dan
khobar adalah khobarnya kāna.5

Jadi, dari pengertian yang dikemukakan oleh para ahli nahwu dapat
diambil kesimpulan bahwa kāna adalah Āmil yang masuk pada mubtada’
dan khobar yang menjadikan mubtada’ menjadi isimnya kāna dengan
merofa’kannya dan menjadikan maf’ul bih menjadi khobarnya kāna
dengan menashobkannya.

Makna kana wa akhawatuha berbeda beda seperti yang di sebutkan


dibawah ini:

1. Makna ‫ك''ان‬adalah mensifati isim dan khobar untuk zaman yang telah
lewatdan adakalanya beserta faedah yang terus menerus ataupun tidak.

2. Makna ‫ ظل‬yaitu mensifati isim dan khobar pada waktu siang

3. Makna ‫ بات‬adalah mensifati isim dan khobar pada waktu malam

4. Makna ‫اضحى‬adalahmensifati isim dan khobar untuk waktu dluha

4
Ibnu Aby Zain, Terjemah Nadhom al-Imrithie dan penjelasannya,(pustaka As-salafiy:
Kediri) hal.244
5
Mustofa al-Ghalayain, Jami’ud durus al-Arabiyah, Beirut: Dar al-kutubal-Ilmiyah,hal.327
5. Makna‫ صار‬adalah pindah dari satu sifat ke sifat yang lain

6. Makna ‫ ليس‬yaitu menafikan semua hal

7. Makna ‫ مازال‬, bermakna secara terus menerus

8. Makna ‫مادام‬، bermakna tetap dan terus menerus

B. Pengamalan kāna
Amalnya Kana dan saudaranya, yaitu merupakan mubtada’ kemudian
menjadi isimnya dan menashobkan khabar yang kemudian menjadi
khabarnya.
Menurut ulama kufah pengamalan Kana dan saudaranya adalah
menasabkan pada khabarnya saja, sedang isimnya yang sudah dibaca rofa
sebelum kemasukan kāna tetapi dirafa’kan Amil maknawi ibtida, menurut
qaul ini sangat ditentang ulama Basrah, karena tidak ada kalimat fi’il yang
amalnya menashobkan saja tanpa merofa’kan.6
Mubtada’ dan kabarnya setelah masuknya kana, menurut istilah
Nahwu dinamakan Isim dan khobar Kana, namun boleh juga dinamakan
fa’il dan maful majas, karena fa’il dalam hakekatnya adalah Masdar dari

khabarnya kāna yang diidlofahkan pada isimnya kāna, jadi makna ‫ك''ان‬
ِ ‫كان قيام‬
ً‫ زي ٌد قائما‬adalah ‫زيد‬ ُ
C. Pembagian Kāna Wa Akhawātuhā
Pada pembahasan ini akan diuraikan mengenai pembagian kāna
wa akhawātuhā. Pembagian kāna wa akhawātuhā dapat dibagi menjadi
tiga bagian, yaitu dilihat dari segi pengamalannya, segi ketashrifannya

6
Alkhudlari, Hasyiyyah khidlarie, Dar al fikr
1. Adapun Pembagian kāna dari segi pengamalannya dibagi menjadi
tiga, yaitu:
a. Fi’il yang dapat mengamalkan dengan tanpa syarat, 7 meliputi:

1) Lafadz ‫ظ' ّ'ل‬, yang memiliki makna terjadinya khobar

(berita) pada siang hari(‫هنارا‬ ‫)اتّصاف املخرب عنه باخلرب‬

Seperti pada contoh berikut: ‫ظ ' ّ'ل زي ''د جالسا‬ “(pada

waktu siang) Zaid duduk”

2) Lafadz ‫ ب'ات‬, maknanya adalah terjadinya berita pada

waktu malam hari, seperti: ‫(”ب ''ات عم ''رو نائما‬pada


waktu malam) ‘Amr tidur”

3) Lafadz ‫ اضحى‬,maknanya adalah terjadinya berita pada

waktu dluha. Contohnya:‫قارئا‬ ‫اضحى زيد‬ " pada waktu

dluha Zaid membaca”

4) Lafadz ‫ اص''بح‬maknanya adalah terjadinya berita pada

waktu pagi hari. Seperti: ‫(“ اص' ''بح زينب كنّاسا‬pada


waktu pagi) zainab menyapu”

5) Lafadz ‫امسى‬ bermakna bahwa terjadinya khobar

(berita) pada waktu sore. Seperti: ‫امس ''ى زي ''د مطالع ''ا‬

7
Ibnu Aby Zain, Terjemah Nadhom al-Imrithie dan penjelasannya,(pustaka As-salafiy:
Kediri) hal.246
‫لدروسه‬ “zaid (pada sore hari) muthola’ah

pelajarannya” 8

6) Lafadz ‫ ليس‬maknanya adalah menafikan hukum, jika


dimutlaqkan (tidak dibatasi) maka yang dinafikan

adalah hukum pada zaman hal (sekarang). Seperti:

‫ليس زي' ' ''د نائما‬ “Zaid (saat ini) tidak berdiri”. Jika

diqoyyidi (dibatasi) maka nafinya disesuaikan pada

qoyyidnya. Seperti: ‫ “ ليس زي ''د قائم ''ا غ ''دا‬besok Zaid

tidak berdiri”

b. Lafadz yang mengamalkan dengan syarat, meliputi:


Pada lafadz yang mengamalkan dengan syarat terbagi
menjadi dua bagian yaitu:

1) Lafadz yang bisa beramal dengan didahului dengan

huruf nafi, yaitu:

a) Lafadz ,‫ زال‬maknanya yaitu tetapnya khobar

sesuai tuntutan keadaan, seperti: ‫م' ''ازال زي' ''د‬

‫“ ض' ' ''احكا‬Zaid selalu tertawa”. Namun ada

beberapa syarat untuk ‫ زال‬yang dapat beramal

sebagaimana amalnya ‫ك''ان‬, diantaranya yaitu:

8
Ibid,..hal 246
‫ زال‬disyaratkan dari fi’il mudlori’ ‫ يَ ''زاَ َل‬bukan

dari mudlori’ yang ‫يَِزيْ ُل‬, karena merupakan fi’il

yang tam yang muta’adi dan bermakna ‫م' ''از‬

(berbeda) yang masdarnya ‫ َزيْ' ٌ'ل‬contohnya ‫زال‬

‫“ ض ''أنك من مع ''زي‬kambingmu berbeda dengan


kambingku”. Dan juga bukan dari mudlori’

‫ َي ' ُ'ز ْو ُل‬, karena merupakan fi’il yang tam dan

lazim, masdarnya ‫ َز َو َال‬yang bermakna ‫ب‬


َ ‫َذ َه‬
seperti :
ِ ‫ك الس‬ ِ ِ
َ‫واالرض اَ ْن تَزوال‬
َ ‫موات‬ ّ ُ ‫ا َّن اهللَ مُيْس‬
b) Lafad ,‫ ف' ' ''تئ‬Pada lafadz ‫ف' ' ''تئ‬ diperbolehkan

pada ta’nya membaca dengan tiga model


(dlommah, kasroh, dan fathah), adapun
maknanya yaitu tetapnya khobar sesuai tuntutan

keadaan. Seperti ‫“ م ''افتئ زي ''د حمافظا‬Zaid selalu


menghafalkan”

c) Lafadz ‫'ك‬
َّ '‫انف‬, maknanya juga tetapnya khobar

sesuai dengan tuntutan keadaan (hal). Seperti

‫ماانفك‬
َّ ً‫” زي ٌد مطالعا‬Zaid selalu muthola’ah”
d) Lafadz ‫ب''رح‬, bermakna tetapnya khobar sesuai

tuntutan keadaan. Seperti: ‫زي ' ' ٌد كاتباًم ' ''ابرح‬


“Zaid selalu menulis”

Empat lafadz diatas disyaratkan harus didahului


nafi karena tujuan dari jumlah adalah menetapkan
hukum, sedang empat lafadz empat diatas semuanya
menyimpan makna nafi, sedang menafikkan nafi adalah
isbat.

2) Lafadz yang bisa beramal dengan didahului dengan

huruf serupa nafi (Sibih Nafi) yaitu:


a) Nahi
Nahi adalah fi’il yang bermakna larangan.

Contohnya: ‫الت' ' ' ' ' ' ''زال قائما‬ “jangan kamu

berhenti berdiri”
b) Do’a

Contohnya: ‫“ الي' ''زال اهللُ حمس' ''نا اليك‬semoga

Allah selalu berbuat baik padamu”

3) Lafadz yang bisa beramal dengan ‫ما‬ masydariyah

Sedang lafadz yang bisa beramal seperti ‫ك''ان‬

dengan didahului ‫ما‬ mashdariyah dzorfiyah, hanya

pada satu lafadz yaitu ‫دام‬. Seperti contoh:


‫“ اع' ''ط م' ''ادمت مص' ''يبا دزمها‬memberilah kamu, selama

kamu masih memperoleh dirham”. Ditakwil ‫دوام''ك‬

‫مصيبا درمهامدة‬

2. Pembagian Kāna Wa Akhawātuhā dari Segi Ketashrifannya


Fi’il yang ketashrif dari kāna wa akhawātuhā dapat beramal
sebagaimana pengamalan fi’il madlinya. Kāna wa akhawātuhā
dalam segi ketashrifannya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
ِ ‫الت‬
a) Fi’il yang sempurna tashrifannya ‫َّصريف‬ ‫كامل‬
ُ
Yaitu fi’il yang dapat ketashrif menjadi fi’il madli,
mudlari’ dan amar, meliputi:

‫صار‬
َ ,‫أمسى‬
َ ,‫َصبَ َح‬
ْ ‫ أ‬,‫ أضحى‬,‫بات‬
َ ,‫ظل‬
َّ ,‫كاَن‬

Contoh: ً‫“ مل أك بغيّ' ' ' ' 'ا‬Aku bukan orang yang tidak

bermoral”

ً‫كونوا حجارة او حديدا‬ “jadilah kalian batu atau

besi”

b) Fi’il yang bisa ditashrif dengan tashrif yang naqis


Yaitu fi’il yang hanya dapat ketashrif menjadi fi’il
madli dan mudlari’, meliputi:

َّ ْ‫ ماا‬,‫ مافتِ َئ‬,‫برح‬


‫نفك‬ َ َ‫ ما‬,‫مازاَل‬
Disebut naqis karena, fi’il amr dan mashdar dari empat fi’il ini

diamalkan seperti ‫كان‬

c) Fi’il yang tidak dapat ketashrif

Yaitu, lafadz ‫ليس‬ menurut ittifaq ulama, dan lafadz

‫دام‬ mengikuti qoul shohib, sedang menurut qoul muqobil

shohih bahwa lafadz ‫دام‬ itu memiliki fi’il mudlori, yaitu

lafadz ‫ي''دوم‬ dengan demikian ‫دام‬ bisa ditashrif naqish,

sedang mengikuti qoul shohih tidak terjadi pentashrifan

‫ دوام‬،‫ دائم‬،‫ دم‬،‫ ي ''دوم‬،‫دام‬ karena hal tersebut merupakan

9
tashrifnya‫دام‬ yang tām.

D. Pembuangan ‫كان‬ dan isimnya

Lafadz kāna dan isimnya sering dibuang dalam dua tempat, dan hanya
menetapkan khobarnya saja, yaitu:

1. Setelah ‫ن‬
ْ‫إ‬

9
Ibnu Aby Zain, Terjemah Nadhom al-Imrithie dan penjelasannya,(pustaka As-salafiy:
Kediri) hal.251
‫فشر‬
‫شرا ٌّ‬ ‫املرأُ ٌّ‬
‫جمزي َبع َمله إ ْن خرياً فخريٌ وإ ْن ًّ‬

‫‪“Seorang itu mendapat balasan dari amalnya jika amalnya baik‬‬


‫”‪maka balasannya baik, jika amalnya jelek maka balasannya jelek‬‬
‫‪Taqdirnya:‬‬

‫إن كان عمله خريا فجزءه خري وان كان عمله شرا فجزءه شر‬

‫‪2. Setelah‬‬ ‫لو‬

‫‪ “Datanglah hewan padaku walaupun‬إئت''ين بداب''ة ول''و محارا‬

‫‪zebra”. Taqdirnya‬‬ ‫‪10‬ولو كان املأيت به محارا‬

‫‪E. Contoh-contoh kaana wa akhwatuha:‬‬

‫الز َح ُام َش ِديْ ًد‬ ‫َكا َن ِّ‬ ‫َض َحى الشَّارعُ ُم ْز َدمِح ًا‬ ‫أْ‬
‫ت نَ ِظْي ًفا‬ ‫البْي ُ'‬
‫َكا َن َ‬ ‫َض َحى الغَ َم ُام َكثِْي ًفا‬ ‫أْ‬
‫ض ُمتَأَلِ ًما‬
‫ات املَِريْ ُ‬‫بَ َ‬ ‫الز ْه ُر َذابِالً‬
‫أ َْم َسى َّ‬
‫اح ُمت َِّق ًدا‬ ‫ب ِ‬ ‫الع ِام ُل ُمْتبِ ًعا‬
‫صبَ ُ‬ ‫ات امل ْ‬‫َ َ‬ ‫أ َْم َسى َ‬
‫ظَ َّل الغُبَ ُار ثَائًِرا‬ ‫َصبَ َح اجلَُّو مُمْ ِطًرا‬
‫أْ‬
‫زيًرا‬‫ظَ َّل املَطَُر َغ ْ‬ ‫ضا‬ ‫َصبَ َح النَّ ِه ُم َم ِريْ ً‬
‫أْ‬
‫الع ِام ُل نَ ِشْيطًا‬ ‫س َ‬ ‫لَْي َ‬ ‫صْيًر‬ ‫صار الثَّوب قَ ِ‬
‫ََ ْ ُ‬
‫س اخلَ ِاد ُم قَ ِويًّا‬ ‫لَْي َ‬ ‫الب ْر ُد قَا ِر ًسا‬
‫ص َار َ‬‫َ‬

‫‪10‬‬
‫‪Bahauddin bin aqil, syarah ibnu aqil, Darul fikr, hal.42‬‬
‫‪Displyai data‬‬

‫خبر كان‬ ‫إسم كان‬


‫ميقاتا‬ ‫ضمري مسترت تقدره هو‬ ‫كان ميقاتا‬
‫ابوابا'‬ ‫ضمري مسترت تقدره هي‬ ‫فكانت ابوابا'‬
‫سرابا‬ ‫ضمري مسترت تقدره هي‬ ‫فكانت سرابا‬
‫مرصادا‬ ‫ضمري مسترت تقدره هي‬ ‫كانت مرصادا‬
‫حسابا‬ ‫ال يرجون‬ ‫كانوا اليرجون حسابا‬
‫ترابا‬ ‫ضمري مسترت تقدره هي‬ ‫كنت ترابا‬

Anda mungkin juga menyukai