“KANA WA AHWATUHA”
Disusun Oleh :
2023
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kepada Allah Swt yang telah
melimpahkan rahmat dan karunian-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Bahasa Arab, dengan judul “Kana Wa
Ahwatuha”
Sholawat serta salam tercurahkan kepada nabi Agung Muhammad Saw, beserta
keluarga dan sahabatnya hingga yaumul qiyamah dengan diiringi upaya meneladani
akhlaqnya.
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada dosen mata kuliah Bahasa Arab Bapak
Prof. Dr. Budihardjo, M. Ag serta orang-orang yang mendukung pembuatan makalah ini
hingga selesai.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami, dan orang yang telah
membacanya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kana wa akhwatuha (kana dan saudaranya) merupakan pengembangan
lanjutan dari jumlah ismiyyah dalam tata Bahasa Arab. Yang kemudian disebut
dengan amil nawasikh (faktor perusak). Artinya, ketika didapati faktor tersebut maka
syarat mubtada’ khabar yang semula wajib marfu’ (dibaca rofa’) menjadi rusak
hukumnya.
Kana wa akhwatuha sangat penting dipelajari bagi mahasiswa karena akan
sangat bermanfaat di berbagai bidang di kemudian hari. Seperti penerjemahan Al-
qur’an, kehidupan sehari-hari, serta menambah pengetahuan mengenai pedoman
berbahasa arab yang baik dan benar.
Makalah ini disusun dengan maksud sebagai menambah pemahaman dan
acuan dalam penggunaan berbahasa arab yang baik dan benar dengan ketentuan yang
sebaik-baiknya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Kana wa akhwatuha ?
2. Apa macam-macam Kana wa akhwatuha ?
3. Apa fungsi Kana wa akhwatuha ?
4. Apa contoh dari Kana wa akhwatuha ?
5. Apa saja musytaq Kana wa akhwatuha ?
C. Tujuan
1. Agar mengetahui pengertian Kana wa akhwatuha
2. Agar mengetahui macam-macam Kana wa akhwatuha
3. Agar mengetahui fungsi Kana wa akhwatuha
4. Agar mengetahui contoh dari Kana wa akhwatuha
5. Agar mengetahui musytaq Kana wa Akhwatuha
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Kaana dan Saudaranya berfungsi merafa’kan mubtada yang sekaligus sebagai
isim kaana dan menashabkan khabar yang sekaligus menjadi khabar kaana.
Contoh : ( َك اَن ُم َّح َّم ٌد َج ا ِلًساMuhammad duduk).
Kana dan saudaranya adalah amil nawasikh (faktor perusak) yang masuk pada
susunan mubtada’ khabar (jumlah ismiyyah). Disebut sebagai amil nawasikh karena
kana dan saudaranya merubah khobar yang semula wajib marfu’ (dibaca rofa’)
menjadi manshub (dibaca nashob), sedangkan mubtada’ tetap dalam keadaan rofa’
sebagai isimnya kana.
Sedangkan kana dan saudaranya yang tidak beramal kecuali dengan syarat
khusus dibagi lagi menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu:
1. Harus didahului oleh nafi atau syibh nafi (nahi atau du’a) baik secara lafadz
maupun tersirat, yaitu:
a. Zaala “ ( ”ما َز اَلsenantiasa, selalu, tak henti-hentinya). Contoh: َم اَز ال َزْي ٌد َقاِئًم ا
(Zaid masih berdiri)
b. Bariha “ ( ”َم ا َبِر َحsenantiasa, selalu, tak henti-hentinya). Contoh: َم اَبِر َح َزْيٌد َقاِئًم ا
(Zaid masih berdiri)
c. Fati’a “ ( ”ما ًفِتَئsenantiasa, selalu, tak henti-hentinya). Contoh: َم اًفِتَئ َزْي ٌد َقاِئًم ا
(Zaid masih berdiri)
d. Infakka “ ( ”َم ا اْنَفَكsenantiasa, selalu, tak henti-hentinya). Contoh: َم ااْنَفَك َزْيٌد َقاِئًم ا
(Zaid masih berdiri)
Contoh saudaranya kana yang beramal dengan syarat tertentu secara tersirat
sebagaimana firman Allah Swt dalam Q.S. Yusuf: 85, yang berbunyi:
َقاُلْو ا َتاِهّٰلل َتْفَتُؤا َتْذ ُك ُر ُيْو ُسَف َح ّٰت ى َتُك ْو َن َح َر ًضا َاْو َتُك ْو َن ِم َن اْلَهاِلِكْيَن
Artinya: “Mereka berkata: Demi Allah, senantiasa kamu mengingati Yusuf, sehingga
kamu mengidapkan penyakit yang berat atau termasuk orang-orang yang binasa”.
(Q.S. Yusuf: 85)
Pada ayat tersebut, lafadz “tafta’u” merupakan saudara kana yang tidak dapat beramal
kecuali didahului oleh nafi atau syibh nafi, namun secara tersirat. Jika diperlihatkan
maka berupa “la tafta’u” huruf nafi dibuang karena terjatuh setelah qosam
(sumpah).tidak boleh membuang huruf nafi kecuali ia terjatuh setelah qosam
(sumpah), apabila dibuang maka hukumnya adalah syadz (menyalahi aturan).
ُمَحَّم ٌد َك ِرْيٌمcontoh tersebut adalah susunan mubtada’ dan khabar, mubtada’: ُمَحَّم ٌدkhabar:
َك ِرْيٌم.
Setelah kemasukan َك اَن, maka ada perubahan istilah, mubtada’ ُمَحَّم ٌدberubah menjadi
isim kaana, dan khobar menjadi khobar kaana. Kita kembali pada tugas kaana wa
akhwatuha bahwa kaana dan saudaranya bertugas untuk merofa’kan isim (kaana)
yaitu ُمَحَّم ٌدtanda rofa’nya adalah dhommah, dan menashobkan khobar kaana yaitu َك ِرْيًم ا
tanda nashobnya adalah fathah.
Dalam penemuan Fadil Shalih al-Samiri (tt: 189-191), kaana dalam struktur
kalimat positif memiliki 10 (sepuluh) fungsi, yaitu:
- Al-Madhi al- Munqathi; makana ini terbagi kepada dua bagian, yaitu:
menunjukkan suatu kejadian terdahulu dengan sifat kejadian yang tetap, sehingga
masih dianggap berlaku pada masa sesudahnya. Yang kedua menunjukkan kepada
makna bahwa suatu peristiwa hanya terjadi satu kali saja.
- Al-Madhi al-Mutajaddid wa al-mu’taad; makna ini muncul apabila kata yang
menjadi khobar “kaana” berupa fiil mudhari’. Dalam struktur seperti ini, maka
yang ditunjukkan terbagi kepada 2 (dua) bagian, yaitu: menunjukkan kepada suatu
kejadian atau peristiwa yang sedang berlangsung. Yang kedua yaitu menunjukkan
bahwa suatu pekerjaan yang terjadi di masa lampau merupakan suatu kebiasaan
pada masa lampau itu.
- Tawaqqu al-hudust fi al-madli; makna ini menunjukkan kepada suatu pekerjan
yang terjadi pada masa lampau saja.
- Al-dawam wa al-istimrar bi makna lam yazal; makna ini menunjukkan bahwa
suatu peristiwa terus berlangsung dan tidak pernah berhenti.
- Chal; dalam bahasa Indonesia berarti “keadaan”. Dengan ini, terdapat struktur
kalimat yang mengandung kaana menunjukkan makna “keadaan”.
- Istiqbal; menunjukkan kepada suatu kejadian pada masa yag akan datang.
- Shairurah; artinya adalah menjadi. Sehingga, di antara struktur kalimat yang ada
kata kaana menunjukkan kepada makna “menjadi”.
- Yanbaghi wa al-qudrat wa al-istitha’ah; Secara harfiyyah kata yanbaghi diartikan
“patut” “pantas”. Sementara kata al-qudrat dan al-istitha’ah memiliki arti kata
sama yaitu “kemampuan”
- Wajada dan waqa’a; Secara harfiyah kata wajada dan kata waqa’a berarti
“menimpa”. Makna seperti ini akan muncul ketika kaana berrlaku tam, yakni
hanya membutuhkan ma’mul marfu’ saja.
- Zaidah; artinya adalah tambahan. Kana berlaku zaidah jika: berupa fi’il madhi
(kata kerja lampau) dan yang kedua yaitu berada diantara dua kata yang multazim
(terikat)
- Menunjukkan kepada makna zaman atau waktu, yaitu waktu siang, waktu malam,
waktu dhuha, waktu subuh, dan waktu sore.
- Menunjukkan kepada makna penafian, yaitu laisa (bukan, tidak).
- Menunjukkan atas perubahan suatu kondisi tertentu kepada kondisi yang lain,
yaitu shoro (menjadi).
- Menunjukkan kepada makna kontinyuitas suatu kejadian atau peristiwa, yautu
zaala, bariha, fati’a, infakka, yang dapat berarti terus-menerus atau senantiasa.
- Menunjukkan kepada masa suatu kejadian atau peristiwa, yaitu madama
(sepanjang, selama)
Mustaq atau kata turunan dari kana beserta semua saudaranya dapat berfungsi
sebagaimana madhinya kaana, adalah:
Sedangkan saudara kaana yang berlaku jamid secara mutlaq yaitu laisa yang
hanya memiliki satu bentuk saja. Adapun daama sebagian ulama’ nahwu
memperbolehkan dengan memakai bentuk mudhari’. Tetapi menurut mayoritas dan
masyhurnya pendapat mengatakan hanya bentuk madhunya saja.
Dan ketahuilah bahwa bentuk fi’il amr dan mashdar dari lafadz zaala beserta
saudaranya tidak berfungsi merpfa’kan isim menashobkan khobar. Seperti yang
terdapat dalam Q.S. Hud :118-119.
BAB III
PENTUP
A. Kesimpulan
Kaana wa akhwatuha merupakan salah satu dari amil nawasikh, yaitu amil
yang dapat merusak susunan jumlah ismiyyah. Kaana wa akhwatuha yaitu merofa’kan
mubtada’ yang menjadi isimnya, dan menashobkan khabar mubtada’ yang menjadi
khabarnya. Amalnya dan akhwatnya terbagi menjadi 2 macam, yaitu:
1. Bisa beramal tanpa syarat, yaitu: kaana, zhalla, baata, adhha, ashoba, amsa, shara,
dan laisa
2. Bisa beramal dengan syarat, yaitu: Harus didahui dengan lafadz naafi atau syibih
naafi, yaitu zaala, bariha, fatia, dan infaka. Yang kedua yaitu harus didahului olej
maa masdariyyah zhorfiyyah, yaitu daama.
Fiil kaana terbagi dua bagian, yaitu kaana taam, dan kaana naqhis
B. Saran
Dengan sangat menyadari bahwa makalah kami masih jauh dari kesempurnan,
untuk itu kami menyarankan kepada pembaca untuk memberikan saran serta kritikan
dalam memperbaiki makalah kami untuk yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Bakar, Bahrun, Terjemahan Alfiyyah Syarah Ibnu Aqil, Bandung: Sinar Baru Algesindo,
2010.
Shofwan, M. Sholihuddin, Terjemahan Alfiyah Ibnu Malik, Jombang: Darul Hikmah, 2007.