Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap bahasa pasti memiliki kaidah kaidah tersendiri, hal tersebut juga ditemukan
dalam bahasa arab yang diakui sebagai bahasa yang kaya akan kosakata. Selanjutnya
tujuan dari bahasa adalah mengungkapkan tujuan sang pembicara (Mutakallim) melalui
perantaraan suara yang keluar dari lisan sang mutakallim. Pada hakikatnya kata- kata
terletak dalam hati. Adapun lisan hanyalah sebagai dalil petunjuk al kalam An Nafsi yang
terdapat dalam hati. Untuk itu tidak mudah mengungkapkan apa yang tersirat dalam hati
kecuali dengan kaidah kaidah yang dapat menjaga dari kesalahan kesalahan dalam
penyampaian esensi maksud yang diharapkan mutakallim.
Para ahli bahasa telah berusaha keras untuk menyusun sejumlah kaidah kaidah
untuk dijadikan patokan bagi siapa saja yang akan menggunakan suatu bahasa.
Diantaranya adalah ilmu nahwu, shorof, balaghoh, isytiqoh dan sebagainya. Disini
penulis akan mencoba mengkaji seputar bahasa arab beserta kaidah- kaidahnya, tapi yang
ditekankan penulis ini adalah khusus mengenai ilmu nahwu dan ilmu Shorof sebagai
salah satu kajian terpenting dalam bahasa arab.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengerrtian dari al jumal dan macamnya?
2. Ada pengertian dari mahfuudot al asmaa’?
3. Apa pengertian dari al tawaabi’?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengerrtian al jumal, mahfuudot al asmaa’, dan al tawaabi’.
2. Untuk mengetahui macam-macam serta contoh dari al jumal, mahfuudot al asmaa’,
dan al tawaabi’.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian al jumal dan macamnya

" ‫" الجمل واقسامها‬


‫ افاد والثانی اع ّم فاعلما‬# ‫وسم بالكالم والجملة ما‬
Dalam nadlom ini pengarang ingin memberikan pengertian terhadap kita bahwa setiap
perkara yang memberikan faedah atas suatu makna,itu bisa di namakan jumlah dan juga
kalam.

Sedangkan kalau jumlah sifatnya itu lebih umum,maka perlu di ketahui. Kata
"Kalam" dalam istilah ilmu nahwu sama dengan "Kalimat" dalam bahasa indonesia
kalam adalah lafadz yang tersusun yang bisa memberi kefahaman dan berfaedah
kepada orang yang di ajak bicara. Maka kalam itu harus tersusun baik berupa
mubtadak - khobar ,fi,il - fa,il , naibul fa,il, syarat dan jawab. pada intinya kalam bisa
di katakan jumlah. Akan tetapi keberadaan jumlah itu lebih umum daripada kalam.
Definisi jumlah sendiri Adalah lafadz yang tersusun baik itu berfaidah ataupun tidak
maka di sebut jumlah. Dari pemahaman ini dapat di simpulkan,kalau setiap kalam itu
pasti bisa di namakan jumlah, tapi kalau jumlah belum tentu bisa di namakan
KALAM.
Contoh:
 kalam: ‫ان قام زيد قام عمرو‬
 jumlah: ‫ان قام زيد‬

a. Tahukah anda apa yang di namakan susunan isnady?

Susunan isnady adalah menghukumi dan menuntut di temukan atau tidak di


temukannya sesuatu terhadap sesuatu yang lain .
contoh:
 - ‫( قام زيد‬zaid berdiri)
 ‫( ال يفلح الكا ف‬orang kafir tidak beruntung)
pada contoh pertama perbuatan berdiri di tetpkan pada zaid, Dan pada
contoh yang kedua ketidak beruntungan di sandarkan terhadap orang kafir.
contoh lagi:
 ‫( قم‬berdirilah)
 ‫( ال تقم‬jangan berdiri)
Pada contoh yang pertama menuntut perbuatan berdiri dari fa,il (pelaku
yang mengucapkan),dan pada contoh yang kedua menuntut untuk meninggalkan
perbuatan. secara garis besar tarkib isnady harus mempunyai dua perkara yang harus
di penuhi:

1. Musnad (perkara atau hukum yang di sandarkan


2. .Musnad ilaih (perkara atau sesuatu yang di sandari hukum).

2
b. Pembagian jumlah

ُ ‫ َو َذ‬# ‫اِس ِميَةٌ فِعلِيَةٌ ظَرفِيَّة‬


‫ات َوجهَي ِن َو ِزد َشر ِطيَّة‬

Ketika kita mau meneliti sedikit tentang jumlah maka kita akan mengetahui bahwa
jumlah ketika di pandang dari aspek permulaanya itu terbagi menjadi 5 bagian yaitu:

1. Jumlah ismiyah, jumlah ismiyah adalah jumlah yang di mulai dengan kalimat
isim.baik berupa isim shorih maupun mu'awal.
 Isim Shorih adalah lafadz yang jelas dengan bentuk dan tanda"
isimnya contoh: ‫زيد قاءم‬
 Mu’awal adalah lafadz fi,il yang mengira"kan makna isim (masdar) di
dalam kedudukanya dalam kalimat.
Contoh; ‫َواَ ْن تصوموا خير لكم‬
2. Jumlah fi’liyah, adalah jumlah yang di mulai dengan kalimat fi,il

contoh: ‫قام زيد‬

3. Jumlah dzorfiyah adalah jumlah yang di mulai dengan dlorof (kalimat isim yang
menunjukan waktu/tempat atau jer majrur.)

Contoh

َ ‫ اٌَ ِعن َد‬.


 dlorof : ‫ك زَي ٌد‬
 jer majrur : ‫فی الدار زيد‬

kedua contoh di atas bisa dinamakan:

 jumlah dzorfiyah,ketika memang lafadz ‫ زيد‬pada kedua conto di kira"kan


menjadi fa,il dari jer majrur / dzorof yang mendahuluina.
 Jumlah fi,liyah (susunan fi,,il dan fa,il) apabila kata ‫ زيد‬di kira"kan menjadi
fa,il dari fi,il yang tersimpan pada dzorof atau jer majrur.
Contoh: ‫ اَثَبَتَ عندك زيد‬/ ‫اَاستَقَ َر‬,
‫ ثَبَتَ فی الدار زيد‬/ ‫اِستَقَ َّر‬

3
Susunan ismiyah (mubtada, dan khobar),namun mubtadaknya di akhirkan
dari khobarnya.

4. Jumlah zatu wajhain adalah jumlah yang di mulai dengan jer majrur atau
dzorof,sama seperti halnya jumlah dzorfiyah. hanya saja lafadz ‫ زيد‬pada kedua
contoh di atas di statuskan menjadi fa,il atau mubtada dari lafadz yang di
kira"kan .apabila yang di kira"kan adalah kalimat isim,maka di sebut dengan
susunan ismiyyah.
5. Jumlah dhohorfiyyah adalah adalah jumlah yang di mulai oleh dhorof atau huruf
jar dan isim yang di jarkan.

c. susunan-susunan yang memiliki kedudukan di dalam i,rob

‫الجمل التی لها محل من االعراب‬

Adapun yang di maksud dengan kalimat di atas adalah setiap jumlah (‫ )الجملة‬yang
mempunyai kedudukan (‫ )محل‬dalam i,rob bsik itu jumlah ismiyyah (‫)الجملة االسمية‬
maupun jumlah fi,liyyah (‫ )الجملة الفعلية‬.Adapun perubahan bentuk pada jumlah ini tidak
menyebabkan perubahan karena hanya di takwilkan saja.contoh:

‫ خالد يذهب الی الفصل‬.١

‫ كان خالد يذهب الی الفصل‬.٢

Pada kalimat pertama kata ( ‫ )يذهب‬merupakan jumlah fi,liyah. Adapun i,robnya


adalah rofa, karena menjadi khobar dari lafadz ( ‫) خالد‬.Sedangkan pada kalimat yang
kedua kata (‫ )يذهب‬kedudukan i,robnya adalah nasob ( ‫ ) نصب‬karena menjadi khobar dari
lafadz ( ‫) كان‬

‫ترفع االسم وتنصب الخبر‬

contoh ismiyah:

1. ‫محمد رسو ُل هللا‬

‫ كان محمد رسو َل هللا‬.٢

4
d. Pembagian jumlah dan kedudukan dalam I’rob

jumlah-jumlah yang meiliki kedudukan pada i,rob itu ada 10 macam ya itu:

‫ مضافا او جواب شرط معتبر‬# ‫ان وقعت حاال ومفعوال خبر‬

‫ لجملة ذات محل سابعة‬# ‫او نعت لفظ مفرد او تابعة‬

(susunan yang menerima kedudukan i,rob mahali) itu jika memang menjadi
hal,maf,ul bih,khobar,mudof ilaih, jawab dari syarat yangmu,tabar, na,at dari kata yang
tunggal,dan yang ketuju adalah suaunan yang menjadi tabi, (mengikuti) terhadap
susunan yang mempunyai kedudukan i,rob.

Pada nadlom ini pengarang menjelaskan bahwa susunan yang menerima kedudukan
i,rob ada 10. yang pertama sampai ketujuh di singgung oleh pada nadlom di atas yang
akan di terangkan satu persatu di bawah ini,dan yang untuk kedelapan sampai kesepuluh
akan di singgung pada nadlom setelahnya.ketujuh susunan itu adalah:

1. Susunan Haliyyah
Susunan haliyyah yaitu susunan yang bersatuskan hal,dan menemati
kedudukan i,robnashob. kriteria susunan haliah yaitu,berada setelah isim makrifat
atau isim nakiroh yang ghoiru kholisoh (isim nakiroh yang di sifati atau di
mudofkan pada isim nakiroh yang lain.
Contoh: : ‫يا ايها الذين امنوا ال تقربوا الصالة و انتم سكاری‬

Lafadz (‫ )وانتم سكاری‬menerima kedudukan HAL dan menerima kedudukan


i,rob nashob lantaran berada setelah isim makrifat yang berupa dhomir wau
jamak pada lafadz ( ‫) تقربوا‬.

‫ك انزلناه اَفَانتُم له ُمن ِكرُون‬


ٌ ‫وهذا ِذك ٌر ُمبُا َر‬

Susunan( ‫ )انزلنا‬menerima kedudukan i,rob nashob karena berstatuskan hal


ٌ ‫) ِذك ٌر ُمبار‬.
sebab berada setelah isim nakiroh ghoiru kholisoh yang berupa lafadz ( ‫ك‬

2. Susunan Maf’ul Bih

5
Susunan ini menerima kedudukan i,rob nashob selama tidak menjadi
naibul fa,il.tapi ketika menjadi naibul fa,il maka menerima kedusukan i,rob rofa,.
susunan bisa menjadi naibul fa,il hanya bsa di terapkan pada bab al -qoul,
contoh:
 Rafa’: ‫ثم يُقَ ُل هذا الذی كنتم به تُ َك ِّذبون‬.
 Nashob; ‫قال انِّی عبد هللا‬

susunan yang menjadi maf,ul tidak hanya bisa di terapkan pada bab al
qoul saja, tapi juga bisa di terapkan pada maf,ul yang kedudukan ( ‫ ) ظن‬dan
saudara2nya.

3. Susunan Khobar
Susunan ini menerima kedudukan i,rob:
َّ beserta saudara2nya.
 Rofa, jika menjadi khobarnya mubtada dan (ّۨ‫)ان‬
 nashob jika menjadi khobar (‫ كان‬.‫كاد‬.) beserta sudaranya.
contoh: ‫زيد قام ابوه‬

susunan (‫ ) قم ابوه‬menerima kedudukan i,rob rofa, lantaran menjadi khobar

 contoh: ‫وما كادوا يَف َعلون‬


susunan kata ( ‫ )يفعلون‬menempati kedudukan i,rob nashob, di
karenakan menjadi khobar dari (‫ )كاد‬yang beramal sperti halnya (‫)كان‬
beserta sodaranya yakni: ‫ترفع االسم وتنصب الخبر‬
(merofa’kan isim dan menashobkan khobar.)
4. Susunan Mudhof Ilaih
Susunan ini menempati kedusukani,rob jer. susunan ini tidak harus berupa
ismiyah dan tidak harus berupa fi,liyah
contoh: ‫اذا جاء نصر‬

5. Susunan susunan yang tidak memiliki kedudukan di dalam i,rob

‫ لجمل ٍةمن ال َم َح ِل قد َخلَت‬# ‫وامنَع من ال َم َح ِل ما قد ُع ِطفَت‬

6
‫ نحو َح َمانِی هللاُ من َش ِر ال ِعدَا‬# ‫االبتِدَا‬ ُ ‫َو ِمثلُها فی الحكم‬
ِ ‫ذات‬

Dan laranglah menerima kedudukan i,ron terhadap susunan yang di athofkan pada
susunan yang sepi dari kedudukan i,rob.sama halnya dengan hukumnya susunan yang
menjadi permulaan.

contoh: ‫( حمانی هللا من شر العدا‬semoga alloh melindungiku dari musuh yang jelek).

6. Susunan yang di athofkan pada susunan yang tidk memiliki kedudukan I’rob

contoh: ‫قام زيد وقعد عمرو‬

susunan ‫ قعد عمرو‬tidak memiliki keduukan i,rob karena huruf athof.namun


apabila wawunya di terapkan sebagai wawu halliyyah,maka susunan tersebut akan
berkedudukan i,rob nashob,sebagaimana yang telah di uraikan pada bab
sebelumnya.

7. Susunan yang menjadi awal kata (Musta, Nafahlibtidaiyah)


Jumlah musta,nafah/ibtidaiyah adalah susunan yang menjadi permulaan
kata.susunan ini tidak memiliki kedudukan dalam i,rob.baik berupa susunan
fi,liyah maupun ismiyyah. Dalam pembagian ini para pakar nahwu membagi
susunan ibtidaiyah menjadi dua:
1. susunan yang menjadi permulaan ucapan.
contoh: ‫زيد قاءم‬
2. susunan tang tidak ada kaitannya dengan pembahasan sebelumnya.
contoh: ‫رحمه هللا مات فالن‬

kata ‫ رحمه هللا‬terputus atau tidak ada kaitanya dengan susunan sebelumnya.

8. susunan tafsiriyah
Susunan yang menjadi tafsiran yang berfungsi menjadi untyk
menjelaskan sesuatu setelahnya, baik berupa kata yang tunggal atau kata susunan.

contoh: ‫ان مثل عيسی عند هللا كمثل ادم خلقه من تراب ثم قال له كن فيكن‬

7
9. Susunan al-mu,taridhoh
Susunan di pertengahan jumlah seperti antara fi,il dan fa,il. antara
mubtada dan khobar maka jumlah ini di sebut jumlah mu,taridhoh.
 lafadz ‫ اظن‬berada di tengah-tengah jumlah mubtada khobar.

contoh: ‫زيد اظن قاءم‬

 Jumlah yang menjadi jawab syarat ang tidak beramal jazem.

contoh: ُ‫فاكر ْمه‬


ِ ‫اذا جاء زيد‬

 Jumlah yang jadi jawab dan yang menjazemkan tetapi tidak di sertai
dengan fa, fuja,iyyah.

contoh: ‫ان تضرب اضرب‬

10. Susunan yang menjadi jawabnya sumpah

)٢( ‫) ان االنسان لفي خسر‬١( ‫والعصر‬

2.2 Pengertian Mahfudlotul Al- Asma’


Mahfudhotul Al-Asma’ ialah isim-isim yang memiliki I’rab khofdh/jer.
Ada tiga macam isim yang ber i’rab khafdh;
ِ ْ‫) َم ْخفُوْ ضٌ بِ ْال َحر‬
a. Khofadh karena Huruf (‫ف‬
Adapun isim yang khofadh karena huruf ialah isim yang dikhofadhkan
dengan huruf ‫ ْالبَا ُء‬, َّ‫ رُب‬,‫ فِ ْي‬, ,‫ َعلَى‬,‫ ع َْن‬,‫ ِإلَى‬,‫( ِم ْن‬huruf ba’), ُ‫( ْالكَاف‬huruf kaf), ‫( الالَّ ُم‬huruf
lam),‫ ُم ْن ُذ‬, ,‫ ُم ْذ‬, dan huruf-huruf qosam (untuk menyatakan sumpah) yaitu: ‫( ْال َوا ُو‬huruf
wawu), ‫( ْالبَا ُء‬huruf ba’), dan ‫( التَّا ُء‬huruf ta’).
Contohnya sebagai berikut:
 ‫ت ِمنَ ْالبَصْ َر ِة ِإلَى ْال ُكوْ فَ ِة‬ ُ ْ‫( ِسر‬aku berjalan dari Bashrah menuju Kufah)

ِ ْ‫ْت ال َّس ْه َم َع ِن ْالقَو‬


 ‫س‬ ُ ‫( َر َمي‬aku melempar anak panah dari busurnya)
 ‫س‬ِ ‫ْت َعلَى ْالفَ َر‬ ُ ‫( َر ِكب‬aku menunggang kuda)
 ‫( ْال َما ُء فِ ْي ْال َكوْ ِز‬air dalam cangkir)
 ُ‫( رُبَّ َرج ٍُل َك ِري ٍْم لَقِ ْيتُه‬sedikit sekali orang ramah yang saya temui)
ُ ْ‫( َم َرر‬aku berjalan bersama Zaid)
 ‫ت بِزَ ْي ٍد‬

8
 ‫( زَ ْي ٌد َك ْالبَ ْد ِر‬Zaid bagaikan bulan purnama)
 ِ‫( ْال َح ْم ُد هلل‬Puji Tuhan)
 ‫ َما َرَأ ْيتُ هُ ُم ْن ُذ يَ وْ ِم ْال ُج ْم َع ِة‬/‫( َما َرَأ ْيتُهُ مذ يَوْ ِم ْال ُج ْم َع ِة‬aku tak melihatnya sejak hari
Jum’at)
Contoh Huruf Qosam dalam kalimat:
 ‫ض‬ َ ‫( َوهللاِ َأَل ْف َعلَ َّن ْالفَ َراِئ‬demi Allah aku akan menjalankan perkara-perkara Fardhu)
 ‫( بِاهللِ َأَلجْ تَبَ َّن ْال َكبَاِئ َر‬demi Allah aku akan menjauhi dosa-dosa besar)
 ‫( تَاهللاِ َأَلحْ ت َِر َم َّن ْال َوطَنِ ْي‬demi Allah aku akan memuliakan negeriku)

َ ‫) َم ْخفُوْ ضٌ بِاِإْل‬
b. Khofadh karena Idhofah (‫ضافَ ِة‬
Idhofah ialah gabungan dua kata yang memiliki satu makna. Isim yang
khofadh karena idhofah ada kemungkinan memiliki tiga macam arti;
a) Dikira-kirakan memiliki arti “milik”/”kepunyaan” (‫)الاّل َ ُم‬, 2. Dikirkirakan
memiliki arti “dari” (‫) ِم ْن‬.
b) Dikira-kirakan memiliki arti huruf lam (“milik”/”kepunyaan”) (‫) َما يُقَ َّد ُر بِالاَّل ِم‬
Maksudnya adalah idhofah ini memiliki arti huruf ‫ الاَّل ُم‬yaitu kepunyaan/milik.
Contoh: ‫( ِكتَابُ َز ْي ٍد‬bukunya Zaid) jika dikira-kira artinya menjadi seperti ٌ‫ِكتَاب‬
‫لِ َز ْي ٍد‬
c) Dikira-kirakan memiliki arti huruf min “dari” ( ‫ ) َما يُقَ َّد ُر بِ ِم ْن‬Maksudnya adalah
idhofah ini memiliki arti huruf ‫ ِم ْن‬yaitu dari.
Contoh: ‫( ثَوْ بُ ُخ ٍّز‬pakaian sutera) => ‫( ثَوْ بٌ ِم ْن ُخ ٍّز‬pakaian dari sutera)

ِ ْ‫)تَابِ ٌع لِ ْل َم ْخفُو‬
c. Tabi’ lil Makhfudh (‫ض‬
Namanya juga tabi’, artinya pengikut. Tabi’ (na’at, ‘athof, taukid, badal) lil
makhfudh selalu khofadh sebab mengikuti i’rab yang diikutinya yang juga
khofadh. Sebagaimana dalam bab marfu’atul asma’ dan manshubatul asma’,
tawabi’ ada empat macam yaitu:
1. Na’at ( ُ‫)النَّ ْعت‬
Na’at sama dengan Sifat. Ketika khofad, na’at akan mengikuti man’ut.
Selain itu na’at juga akan mengikuti man’ut dalam hal ma’rifat ataupun
nakirohnya. Contoh: ‫ت بِ َز ْي ٍد ْال َعاقِ ِل‬
ُ ْ‫َم َرر‬
ْ ‫)ال َع‬
2. Athof( ُ‫طف‬ ْ

9
‘Athof ialah kumpulan huruf yang berfungsi sebagai penghubung antara
satu lafadz dengan lafadz lain. Huruf ‘Athof ada sepuluh (10) jumlahnya
yakni: wau (‫)و‬, fa’ (‫)ف‬, tsumma (‫)ثُ َّم‬, aw ( ْ‫)َأو‬, am (‫)َأ ْم‬, imma (‫)ِإ َّما‬, bal ( ْ‫)بَل‬, la ( ‫)اَل‬,
lakin (‫)اَل ِك ْن‬, dan hatta (‫) َحتَّى‬. Lafadz setelah huruf ‘athof dinamakan ma’thuf,
sedangkan lafadz sebelumnya dinamakan ma’thuf ‘alaih. Dalam hal i’rab,
ketika ada isim yang di-‘athofkan kepada isim yang khofad/jarr, maka isim
tersebut khofadh/jarr juga. Contoh: ‫ت بِ َز ْي ٍد ثُ َّم َع ْم ٍرو‬
ُ ْ‫َم َرر‬
3. Taukid (ُ‫)التَّوْ ِك ْيد‬
Taukid secara bahasa artinya penguatan atau penegasan. Lafadz yang
menjadi taukid itu sesuai dengan muakkad (lafadz yang ditaukid-i) yakni
mengikuti ketika rofa’, nashob, ataupun jarr, juga mengikuti makrifatnya
muakkad.
Taukid selalu menggunakan kata-kata tertentu yang bisa jadi sudah umum
diketahui yaitu , ٌ‫نَ ْفس‬,‫ َعي ٌْن‬,ٌّ‫ ُكل‬,ُ‫ َأجْ َمع‬serta lafadz yang mengikuti lafadz ‫ َأجْ َم ُع‬ialah .
‫َأ ْكتَ ُع‬,ُ‫َأ ْبتَع‬,ُ‫صع‬
َ ‫ َأ ْب‬Contoh taukid yang mengikuti i’rab khofadh/jarr: ‫ت بِ ْالقَوْ ِم‬
ُ ‫َم َر َر‬
َ‫َأجْ َم ِع ْينَ َأ ْكت َِع ْين‬
4. Badal (‫)البَ َد ُل‬
Badal secara bahasa berarti mengganti, mengubah, menukar. I’rab badal
selalu mengikuti yang dibadali (mubdal minhu). Badal ada empat macam: 1.
Badal syai’ min syai, 2. Badal ba’dh min kull, 3. badal isytimal, 4. Badal
gholath.

a. َ‫ قَا َم زَ ْي ٌد َأ ُخوْ ك‬: ‫( بَ َد ُل ال َّش ْي ِء ِمنَ ال َّش ْي ِء‬Zaid berdiri ia (Zaid) itu saudaramu)
b. ُ‫َّغ ْيفَ ثُلُثَه‬
ِ ‫ت الر‬ ُ ‫ َأ َك ْل‬: ‫ْض ِمنَ ْال ُك ِّل‬
ِ ‫( بَ َد ُل ْالبَع‬aku memakan roti, sepertiganya)
c. ُ‫ نَفَ َعنِ ْي َز ْي ٌد ِع ْل ُمه‬: ‫اال ْشتِ َما ِل‬
ِ ‫( بَ َد ُل‬Zaid bermanfaat bagiku yaitu ilmunya)
َ ‫ْت زَ ْيدًا ْالفَ َر‬
d. ‫س‬ ُ ‫ َرَأي‬: ‫(بَ َد ُل ْال َغلَ ِط‬aku melihat Zaid, eh maksudku aku melihat kuda)
*keterangan: Badal Gholath dalam contoh di atas adalah bahwa yang
dimaksud mutakallim (pembicara) ialah ia keliru mengucap telah melihat Zaid
padahal yang ia maksud adalah ia telah melihat kuda.

10
c.3 Pengertian Al-Tawabi’
Tabi’ artinya pengikut. Tabi’ (na’at,‘athof,taukid,badal) lil makhfudh selalu
khofadh sebab mengikuti i’rab yang diikutinya yang juga khofadh. Sebagaimana
dalam bab marfu’atul asma’ dan manshubatul asma’, tawabi’ ada empat macam
yaitu:
a. Na’at ( ُ‫النَّ ْع‬

Na'at, yaitu kalimah yang mengikuti kepada kalimah yang diikutinya, baik dalam
hal rafa' nashab, jarr, ma'rifah, maupun nakirah-nya, seperti ‫( ق ام زي د العاقل‬Zaid yang
berakal itu telah berdiri).

Na'at terbagi kepada dua bagian, yaitu:

a) Na’at haqiqi
Na’at yang beramal merafa'kan kepada isim dhamir -disimpan- yang kembali
kepada kalimah yang dishifatinya (man'ut) seperti ungkapan ‫(ج اء زي د العاقل‬Zaid yang
berakal itu telah datang).
Jadi kalimah alaqilu tersebut merofa'kan kepada isim dhamir dengan perkiraaan
dhamir huwa (‫ )هو‬dan kembali kepada kalimah zaidun. Shifah haqiqi harus mengikuti
kalimah yang dishifatinya pada empat (dari sepuluh) hal, yaitu segi i'rab (rafa', nashab,
dan jarr); mufrad atau temannya (tatsniyah dan jama); mudzakkar ata:u muannats, dan
terakhir dalam segi ma'rifah atau nakirah-nya.

b) Na’at sababi
Na’at yang me-rafa'-kan kepada isim dzahir yang di-idhafat-kan kepada sebab,
yaitu dhamir yang di-shifati seperti;
‫( جاء الرجل الكريم ابوه‬Laki-laki yang bapaknya mulia itu telah datang).

Dalam ini, shifah harus mengikuti kalimah yang dishifati-nya dalam sepuluh hal,
yaitu segi i'rab (rafa', nashab, dan jarr) mufrad, (tasniyah, jama', mudzakkar, mu'annats)
ma'rifah, dan nakirah-nya. Maksudnya, perkara yang sepuluh tersebut tidak kumpul

11
semua dalam satu keadaan. Misalnya, satu isim itu tidak menjadi i'rab rafa', nashab, dan
jarr dalam satu keadaan sekaligus. Tetapi, ia dapat kumpul pada satu keadaan sekaligus
dalam empat hal:

1) Salah satu i'rab rafa', nashab,atau jar


2) Salah satu segi mufrad, tatsniyah atau jama'.
3) Salah satu segi mudzakar atau mu'annats.
4) Salah satu segi ma'rifat atau nakirah-nya

Syaikh Imrithi menjelaskan dengan rinci dalam Nazham-nya:

ْ ‫ت اَوْ لِ ُم‬
‫ظـهَ ِر‬ ِ ْ‫ يَعُوْ ُد لِ ْل َم ْنعُـو‬# ‫ْت اِ َّما َرافِ ٌع لِ ُمضْ َم ِر‬
ُ ‫النَّع‬

Na'at itu ada kalanyo me-rafa'kan isim dhamir yang kembali kepada
kalimah yang diikutinya, atau me-rafarkan kepada isim zhahir.

‫ َم ْنعُوْ تَهُ ِم ْن َع ْش َر ٍة اِل َرْ بَ ِع‬# ‫فََأ َّو ُل ْالقِ ْس َمي ِْن ِم ْنهُ اَ ْتبِ ِع‬

Yang pertama (Na'at Hakiki) dari 2 pembagian na'at, ikutkanlah # Pada


man'utnya pada empat dari 10 perkara

‫ب‬ َ ِ‫ض اَ ِو ْانت‬


ِ ‫صا‬ ٍ ‫ ِم ْن َر ْف ٍع اَوْ خَ ْف‬# ‫ب‬
ِ ‫اح ٍد ِم ْن اَوْ ُج ِه ااْل ِ ْع َرا‬
ِ ‫فِ ْي َو‬

Yaitu di dalam salah satu dari segi macam-macam i'rob # Termasuk rofak,
jer, atau nashob

‫ْف َوالتَّ ْن ِكي ِْر‬ ِّ ‫ َوال‬# ‫َكـ َذا ِمنَ ااْل ِ ْف َرا ِد َوالتَّ ْذ ِكي ِْر‬
ِ ‫ض ِّد َوالتَّع‬
ِ ‫ْري‬

Demikian pula dari segi mufrad dan segi mudzakkar # Segi lawan
keduanya (mufrad lawannya tasniyah dan jamak, sedangkan mudzakkar lawannya
muannas), segi makrifat, dan segi nakirohnya

b. Athof( ُ‫)ا ْل َع ْطف‬

Athaf menurut bahasa adalah kembali atau bengkok, sedangkan menurut istilah,'
athaf terbagi dua bagian, yaitu:

12
1) Athaf nasaq
Yaitu tabi'(kalimah yang‫ز‬mengikuti) yang antara ia dengan matbu'-nya terdapat
salah satu huruf 'athaf, seperti ‫( جاء زيد وخالد‬Telah datang Zaid dan Khalid). Huruf 'athaf
nasaq seluruhnya berjumlah sepuluh, yang terbagi dua bagian, yaitu:
a. Hurufyang berserikat antara ma'thuf dan ma'thuf alaih secara mutlak dalam
bentuk lafazh dan hukum. Huruf tersebut adalah ‫ ام‬،‫ و‬،‫ ف‬،‫ او‬،‫حتى‬
b. Huruf yang berserikat antara ma'thuf dan ma'thuf alaih dalam bentuk lafazh-nya
saja. Huruf tersebut adalah ‫ بل‬،‫ ال‬dan ‫ لكن‬Ketiga huruf tersebut berserikat antara
bagian pertama (a) dan bagian kedua (b) dalam i'rab-nya,tidak dalam hukum.

2) Athaf bayan,
Yaitu tabi' (kalimah yang mengikuti) yang menjelaskan pada matbu'-nya yang
jamid serta tidak dapat dita'wil oleh musytaq. Antara tabi' dan matbu'-nya harus ada
kesesuaian dalam i'rab, ma'rifah, nakirah, mudzalckar, mu'annats, mufrad, tatsniyah, dan
jama'-nya, seperti i ‫( قسم هللا ابو حفص وعمر‬Telah bersumpah demi Allah Abu Hafsin,
Umar).
Kalimah Umar adalah 'athaf bayan, yang keberadaannya untuk menjelaskan
yang dimaksud Abu Hafsin. Kebanyakan pakar nahwu menolak keadaan ma'thuf dan
ma'thuf alaih nya nakirah, sementara kelompok ulama lain membolehkannya, termasuk
Ibnu Malik, dengan mengungkapkan alasan dari ayat ‫يوقد من شجرة مباركة زيتونة‬
(Dinyalakan dari pohon yang diberkahi, pohon Zaitun). Kalimah zaitunatin merupakan
'athaf bayan dan kalimah syajaratin.

Untuk itu, setiap kalimah yang boleh dijadikan 'athaf bayan, maka boleh pula
dijadikan badal, seperti ‫( ضربت أبا عبد هللا زيدا‬Aku telah memukul Abu Abdillah, Zaid).
Melainkan, bahwa Ibnu Malik dalam Alfiyah-nya mengecualikan dalam dua masalah.
Pertama, keadaan tabi'-nya itu mufrad, ma'rifah, dan mu'r ab, sementara matbu'nya
munada, seperti ‫يا غال ُم يَ ْع ُم َرا‬, maka kalimah ya'mura kedudukannya sebagai athaf bayan,
dan tidak boleh menjadi badal, dengan alasan badal itu harus ada niat mengulang 'Amil.

Jika demikian, maka kalimah ya'mura harus dibaca mabni dhammah. Kedua,
keadaan bebas dan alif lam, sementara matbu'ya memakai alif lam,seperti;

13
‫الرجل زي ٌد‬
ِ ‫( انا الضارب‬Aku adalah orang yang memukul orang itu, Zaid). Maka jelaslah
kalimah zaidun kedudukannya sebagai' athaf bayan, tidak boleh menjadi badal dari
kalimah ar-rajuli, karena badal harus diniatkan mengulang 'Amil.

Maka nyata perkiraannya: ‫انا الضاربُ زي ٌد‬

Hal ini tidak boleh terjadi. Sebab Anda telah mengetahui dalam bab idhdfat,
bahwa apabila sifat itu memakai alif lam, maka ia harus diidhfat-kan kepada kalimah
yang mempunyai alif lam lagi, seperti ‫( هذا الضارب الرج ِل‬ini orang yang memukul orang
itu)'

c. Taukid (ُ‫)الت َّْو ِك ْيد‬

Taukid menurut bahasa adalah menguatkan, sedangkan taukid menurut istilah


nahwu adalah tabi' (lafazh yang mengikuti) yang berfungsi untuk melenyapkan
anggapan lain yang berkaitan dengan lafazh yang di-taukid-kan, seperti ungkapan ‫جاء زيد‬
‫( نفسه‬Zaid telah datang'sendiri').

Lafazh' nafsuhu' tersebut kedudukannya sebagai taukid yang mengukuhkan


makna datangnya Zaid. Sebab, seandainya tidak memakai kalimah 'nafsuhu', ada
kemungkinan yang datang itu utusan Zaid, misalnya. Taukid harus mengikuti lafazh
yang di-taukid-kan dalam hal rafa', nashab, jarr, dan ma'rifat.

Taukid terbagi dua bagian yaitu :

1. Taukid lafzhiy
Mengulang (menyebut kembali) lafazh yang berada di awal dengan ungkapan
yang sama atau dengan muraddif (sama makna)-nya, baik lafazh tersebut berupa isim
zhahir, dhamir, kalimah fiil, huruf atau jumlah. Contoh taukid dengan isim zhdhir,
‫ جاء علي علي‬isim dhamir seperti: ‫جئت انت‬.
Dalam ayat Al-quran tercantum: ‫( ياآدم اسكن انت وزوجك الجنة‬Wahai Adam, diamilah
surga olehmu dan istrimu). Atau taukid berupa kalimah fi’il, Seperti ‫ جاء جاء زيد‬atau
huruf seperti ‫ ال اكذب‬،‫ ال‬dan jumlah seperti ‫ جاء علي جاء علي‬. Contoh lafazh yang
muraddif (sama makna), seperti ‫اتى جاء علي‬

14
Fungsi taukid lafzhiy adalah untuk menguatkan ucapan dan menghilangkan
kesamaran pada hati pendengar.

2. Taukid ma'nawiy
Menyebutkan tafazh i‫ نفس‬،‫ عين‬،‫ جمع‬،‫ كل‬dengan syarat lafazh-lafazh taukid tersebut
harus di-idhdfat-kan kepada dhamir yang sesuai dengan kalimah yang di-toukid-kan,
seperti ungkapan: ‫ جاء زيد نفسه‬atau ‫جاء قوم كلهم‬

Fungsi taukid ma'nawiy "nafsun"dan"'ainun" adalah untuk menghilangkan


anggapan lain dalam suatu pembicaraan, baik karena terdapat unsur majaz
(metafora), atau karena lupa. Sedangkan fungsi taukid dengan menggunakan lafazh
kullun atau jami'un adalah untuk menunjukkan makna keseluruhan (universal).

d. Badal (‫)البَ َد ُل‬

Badal adalah tabi'(lafazh yang mengikuti) yang dimaksud dengan hukum tanpa
memakai perantara antara ia dan matbu'nya. seperti ‫( اكلت الرغيف ثلثُه‬aku telah makan roti
sepertiganya). Maksudnya, roti.Yang dimakan itu hanya sepertiganya. Lafazh 'sepertiga'
itulah yang dimaksud dengan hukum (hukum makan). Lafazh tsulutsahu disebut badal
(pengganti), sementaru lafazh raghif (roti) disebtt mubdal minhu (yang digantikan).
Contoh lainnya seperti ucapan: ‫( كان الخليفة عمر عادال‬Khalifah umar itu seorang yang adil).
Isim yang dijadikan badal seluruh i'rdb-nya harus mengikuti mubdal minhu-nya. Badal
terbagi kepada empat bagian, yaitu:

1. Badal muthabiq atat badal kull minal kull, yaitu badal yang cocok dan sesuai
dengan mubdal minhu-nya dari segi makna, seperti ayat Alquran sebagai berikut:
‫( اهدنا الصراط المستقيم صراط الذين أنعمت عليهم‬Tunjukilah kami ke jalan yang lurus, yaitu
jalan orang-orang yang telah Engkau berikan nikmat kepada mereka)
2. Badal ba'dhu minal kul (badal sebagian dari semua). Yakni badal yang masih
menjadi satu bagian dari mubdal minhu-nya, seperti
‫(اكلت الرغيف ثلثَه‬Aku makan roti sepertiganya).

15
3. Badal isytimadl, yaitu badal yang mengandung makna 'bagian' dari mubdal minhu-
nya, tetapi badal ini menyangkut persoalan ma'nausi (metafisik), seperti ‫نفعني زيد‬
‫( علمه‬Zaid telah memberi manfaat bagiku, yakni ilmunya).

4. Badal ghalath (keliru), yaitu badal yang tidak mempunyai maksud sama dengan
mubdal minhu-nya. Hal ini diucapkan hanya karena kekeliruan atau kesalahan
semata dari penutur, lalu setelah itu ia meralat kembali mubdal minhu-nya, seperti ,
‫( رأيت زيدا الفرس‬aku telah melihat Zaid, yakni kuda). Dalam contoh tersebut di atas
Anda ingin mengucapkan (bahwa Anda telah melihat kuda, akan tetapi Anda keliru
mengucapkannya (menyebutkan Zaid), lalu Anda mengganti lafazh Zaid dengan
lafazh kuda. Maksud yang sebenarnya adalah ‫رايت الفرس‬

(Aku telah melihat kuda).

 Catatan:
Badal itu harus sesuai dengan mubdal minhu-nya dari segi kedudukan
i'rab-nya. Adapun kesesuaian dalam nakirah dan ma'rifoh-nya itu tidak wajib.
Sebab terkadang isim ma'ifah menjadi badal dari mubdal milthu isim nakirah,
seperti ayat; ‫وإنك لتهدي إلى صراط مستقيم صراط هللا‬

(Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan


yang lurus, yaitu jalan Allah) Rangkaian kalimah shiratiladzi (ma'rifah)menjadi
badal dalam kalimah shiratinmustaqim(nakirah). Begitu juga sebaliknya,
terkadang isim nakirah menjadi badal dari mubdal minhu isim ma'rifoh, dengan
syarat isim nakirah tersebut disifati, seperti ayat Alquran:

‫لنسفعا بالناصية ناصية كاذبة خاطئة‬

Niiscaya kami tarik ubun-ubunya, yaitu ubun-ubun orang yang


mendustakan lagi durhaka).

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Al jumal ialah lafadz yang tersusun, baik itu berfaidah ataupun tidak, jumlah ketika di

pandang dari permulaannya terbagi menjadi lima bagian yaitu: jumlah fi’liyah, jumlah

ismiyyah, jumlah dhorfiyah, jumlah zatu wajhain jumlah syarthiyah.

Mahfudho al asmaa’ ialah isim yang memiliki i’rab khafadz/jar, adapun macamnya

ada tiga macam, yaitu: khafadz karna huruf, khafaz karna idhofah, dan tabi’ lil makhudz.

At tawaabi’ ialah sebuah kalimat atau jumlah mesti mengikuti(disamakan)dengan

kalimat atau jumlah yang sebelumnya dalam beberapa hal sesuai dengan ketentuan masing-

masing.

3.2 Saran

Kami harap setelah membaca makalah ini, pembaca dapat lebih memahami tentang

pengertian dan maam al jumal, mahfudho al asmaa’,dan at tawabi’.

Demikianlah makalah ini kami buat, apabila terdapat banyak kesalahan dan kekurangan.

Kami sebagai manusia biasa yang tidak lepas dari kesalahan, maka dari itu kami

mengharapkan kepada pembaca untuk kritik, saran, serta tegur sapa untuk perbaikan makalah

kami selanjutnya. Atas perhatiannya kami ucapkan trimakasih.

17
DAFTAR PUSTAKA

Syarkun Syuhadak. 2014, Ilmu Shorof Dalam Al-Amtsilah al- Tashrifiyyah, Jakarta Pusat:
Pustaka Syarkun

Hamid, Abdul Manaf. 1414 H, Istilah Lughowi, Prambon Nganjuk : PP. Fathul Mubtadi’in

18

Anda mungkin juga menyukai