Pengertian kāna
Kana wa akhawatuha merupakan satu dari tiga amil nawasikh.
Amil nawasikh sendiri adalah amil yang bisa merubah atau menggganti
hukum dari mubtada khobar dan menetapkan hukum lainnya. Karena,
setelah masuknya amil nawasikh lafadz yang asalnya mubtada berubah
menjadi isim dari amil dan yang awalnya khobar menjadi khabarnya
amil.1 Sedangkan kana wa akhawatuha merupakan bagian dari fi’il dan
masuk bagian fi’il naqis.
ويسمى
ّ فرتفع األول،كان هو افعال ناسخة ناقصة تدخل على املبتداء واخلرب
ويسمى خربها
ّ وتنصب' اخلرب،امسها.
Kāna adalah fi’il nawasikh yang masuk pada mubtada’ dan khobar,
merofa’kan yang awal (isimnya), dan menashobkan khobar (khabarnya)
هبا انصنب ككان زيد ذا بصر# إرفع بكان املبتدا' امساً واخلرب
kāna. Contohnya: ك''ان زي ' ٌد ذا بص ' ٍر “ Zaid adalah orang yang memiliki
penglihatan”.
1
Ummi Hanik, Muhammad Afif Amrulloh,Analisis Sintaksis Kana Wa akhowatuha, (
فينصب االخر، فريفع االول تشبيها هلبالفاعل،كان هو ما يدخل على املبتدأ واخلرب
خربا له
ً واخلرب،ويسمى املبتدأ بعد دخوله امساً له
ّ .تشبيها له باملفعول به.
Kāna adalah apa yang masuk pada mubtada’ dan khobar, maka
merofa’kan yang awal (fāil), dan menashobkan yang akhir (maf’ul bihi).
Yang dimaksud mubtada’ setelah masuknya kāna adalah isimnya, dan
khobar adalah khobarnya kāna.
Jadi, dari pengertian yang dikemukakan oleh para ahli nahwu dapat
diambil kesimpulan bahwa kāna adalah Āmil yang masuk pada mubtada’
dan khobar yang menjadikan mubtada’ menjadi isimnya kāna dengan
merofa’kannya dan menjadikan maf’ul bih menjadi khobarnya kāna
dengan menashobkannya.
1. Makna كانadalah mensifati isim dan khobar untuk zaman yang telah
lewat dan adakalanya beserta faedah yang terus menerus ataupun tidak.
2. Pengamalan kāna
Amalnya Kana dan saudaranya, yaitu merupakan mubtada kemudian
menjadi isimnya dan menashobkan khabar yang kemudian menjadi
khabarnya.
Menurut ulama kufah pengamalan Kana dan saudaranya adalah
menasabkan pada khabarnya saja, sedang isimnya yang sudah dibaca rofa
sebelum kemasukan kāna tetapi dirafa’kan Amil maknawi ibtida, menurut
qaul ini sangat ditentang ulama Basrah, karena tidak ada kalimat fi’il yang
amalnya menashobkan saja tanpa merofa’kan.
Mubtada’ dan kabarnya setelah masuknya kana, menurut istilah
Nahwu dinamakan Isim dan khobar Kana, namun boleh juga dinamakan
fa’il dan maful majas, karena fa’il dalam hakekatnya adalah Masdar dari
khabarnya kāna yang diidlofahkan pada isimnya kāna, jadi makna ك''ان
ِ كان قيام
ً زي ٌد قائماadalah زيد ُ
3. Pembagian Kāna Wa Akhawātuhā
Pada pembahasan ini akan diuraikan mengenai pembagian kāna
wa akhawātuhā. Pembagian kāna wa akhawātuhā dapat dibagi menjadi
tiga bagian, yaitu dilihat dari segi pengamalannya, segi ketashrifannya,
dan dari segi butuh atau tidaknya pada khabar.
a. Pembagian Kāna Wa Akhawātuhā dari Segi Pengamalannya
b.
Pembagian kāna dari segi pengamalannya dibagi menjadi tiga, yaitu:
1) Fi’il yang dapat mengamalkan dengan tanpa syarat, meliputi:
a. ( زي''د قائِ ً'م'ا = َ'ك'ان ك 'اَنZaid telah berdiri), ئهم اللبِ َ'م'ا
ُ ِّوف ينَب
َ ' َو َس
2) Fi’il yang mengamalkan dengan syarat didahului nafi atau syibhul nafi
(nahi dan do’a), meliputi:
a. ( مازاَ ل زي د قائِ ًما = زَ اَلZaid senantiasa berdiri), َو ال ت زاُل تطَّلِ ُع عل ى
ْ
ِ >( َخ ائِنَة منُه ْم إِاَّل قdan kamu (Muhammad) senantiasa akan
>ل ْياًل منه ْم
melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit di antara mereka
(yang tidak berkhianat) (Al-Māidah : 13).
b. ( اَل َ تبْرحْ كري ًم>>>ا = ب ِر َحKamu senantiasa mulia), ل ْن نبْر َح عليْ ِه
َ(عا ِكفِينKami tidak akan meninggalkannya dan tetap menyembahnya
(patung anak sapi)) (Thāhā : 91).
c. ئ
َ ت َ >>>ئ ال>>>ل محس>>>نً ا ِاَِ?>لي
ِ ك =ف ُ َ( ال يفتAllah senantiasa berbuat baik
kepadamu), َ( تِاهلل تفتَأ ُ تْذ ُك ُر يوْ ُس>>>فDemi Allah, engkau tidak
hentihentinya mengingat Yusuf) (Yūsuf: 85).
3) Fi’il yang mengamalkan dengan syarat didahuluiماالمصدريةالظرفية
memiliki,
Yaitu fi’il yang hanya dalam bentuk fi’il madli , meliputi: ,دام
َ
س
َ ْلي
b. Pembagian Kāna Wa Akhawātuhā dari Segi Butuh atau Tidaknya pada
Khabar
Kāna wa akhawātuhā dilihat dari segi butuh atau tidaknya pada
khabar dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a. Fi’il Tām
Fi’il tām adalah fi’il yang cukup dengan ism yang dibaca rafa’.
Contoh: لقوم ِ ْ( ب اتَ فال ن بِاFulan bersama kaumnya di malam hari),
( َو َحسبُوآ اال تك>>ون فِ ْتنَ ةف َع ُم>وا َوص> ُّمواDan mereka mengira bahwa tidak
akan terjadi suatu bencana pun (terhadap mereka dengan
membunuh nabi-nabi itu), maka (karena itu) mereka menjadi buta
dan tuli) (Al-Māidah : 71).
b. Fi’il Nāqish
Fi’il nāqish adalah fi’il yang tidak cukup dengan ism yang
dibaca rafa’, akan tetapi butuh pada khabar yang dibaca nashab.
Contoh: ( باتَ زي د َسا ِهرًاZaid begadang di malam hari), كاَنا يأكال ِن
( الطعا َمKedua-duanya biasa memakan makanan) (Al-Māidah : 75).
Kāna wa akhawātuhā dapat digunakan sebagai fi’il tām dan nāqish
َ ليdan زاَ لyang mudlari’nya يزاُ ل.
kecuali فتَى,ْس